STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI PASIEN
Nama : Tn. A
Usia : 32 tahun
Jenis Kelamin : Laki- Laki
Status Perkawinan : Menikah
Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia
Pendidikan : Tamat SMA
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Agama : Islam
Alamat :Palembang
Datang ke RS :14 Aguatus 2017 Pukul 21.30 WIB
Cara ke RS : Diantar keluarga
Tempat Pemeriksaan : IGD RS. dr. Ernaldi Bahar Palembang
A. Sebab Utama
Pasien Mengamuk
1
mula pasien mengidap gangguan jiwa pada tahun 2006 setelah pulang
dari pesantren di pulau jawa. Pasien berangkat ke pesantren di pulau jawa
pada tahun 2002, pada saat berangkat pasien masih dalam kondisi yang
sehat dan belum ada tanda- tanda gangguan kejiwaan. Pasien kembali ke
Palembang pada tahun 2006, sejak kembali dari pesantren prilaku pasien
menjadi berubah dari biasanya. Pasein mudah marah-marah tanpa alasan
yang jelas serta bicara sendiri. Pasien pernah mengatakan pada
keluarganya bahwa melihat hantu dan pasien merasa sangat ketakutan
karena merasa seperti ada orang yang ingin membunuh pasien. Pasien
juga sering curiga dengan orang lain dan sering berprasangka bahwa
orang tersebut adalah maling. Bicara pasien tidak nyambung, sering
berputar-putar dan berganti topik pembicaraan. Pasien tidak pernah
menyakiti dirinya sendiri dan orang lain saat kambuh. Saat tenang pasien
bisa memasak, mandi dan mengurus dirinya sendiri. Pasien tidak mau
makan dan semakin banyak mandi saat pasien kambuh. Sejak tiga tahun
yang lalu pasien pernah di bawa ke RS Ernaldi bahar serta di diagnosis
mengidap gangguan jiwa, dan pasien minum obat untuk menurunkan
gejala gangguan jiwanya. Satu tahun terakhir pasien tidak mau
mengonsumsi karena pasien mengaku setelah minum obat telinga nya
menjadi seperti bengkak dan wajahnya terasa seperti sembab. Pasien
sudah sering di rawat di rumah sakit jiwa.
Pada saat dilakukan autoanamnesis pasien mengatakan bahwa ia
baik- baik saja dan tidak mengalami masalah. Pasien tidak mengakui
bahwa ia mengamuk sebelum di bawa ke RS Ernaldi Bahar. Pasien
mengaku bahwa ia hanya diajak oleh ayahnya ke RS Ernaldi Bahar untuk
berobat, padahal menurut pasien ia tidak memiliki masalah kesehatan.
Pasien mengaku ia baru saja bangun tidur dan tiba-tiba setelah bangun
dipaksa dibawa ke RS Ernaldi Bahar. Pasien masih mengenali ayah nya
dan tahu di mana ia sekarang.
2
III. RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA
A. Riwayat Gangguan Psikiatrik Sebelumnya
Pasien sebelumnya sudah pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa
Dr.Ernaldi Bahar Palembang.
3
C. Penggunaan Zat Psikoaktif
Pasien tidak pernah menggunakan zat psikoaktif
1
pernah menikah, namun karena kondisi gangguan kejiwaannya istri dari
pasien meninggalkannya.
C. Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak ke 1 dari 5 bersaudara. Sejak lahir pasien
dibesarkan oleh kedua orang tuanya. Hubungan dengan orang tua,
saudara-saudara dan keluarga yang lain adalah baik namun pasien
cenderung menarik diri. Riwayat penyakit dan keluhan yang sama
dengan pasien disangkal.
D. Riwayat pendidikan
Pasien lulusan SMA
E. Riwayat pekerjaan
Tidak bekerja
F. Riwayat pernikahan
Pasien menikah namun ditinggalkan oleh istrinya karena ia memiliki
gangguan jiwa
G. Agama
Pasien beragama Islam.
2
Pasien sebelumnya tidak pernah melakukan tindakan pelanggaran hukum
maupun berurusan dengan pihak berwajib.
3
C. Pembicaraan
Dapat mengungkapkan jawaban atas pertanyaan yang diajukan namun
jawaban yang di ungkapkan sering tidak nyambung dan berpindah topik
pembicaraan
D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi dan ilusi :halusinasi (+) dan ilusi (-)
2. Depersonalisasi dan derealisasi : (-)
E. Pikiran
1. Proses dan bentuk pikiran
- Produktivitas : flight of idea
- Kontinuitas : asosiasi longgar
- Hendaya berbahasa : inkoheren
2. Isi pikiran :
- Preokupasi : (+)
- Gangguan pikiran : Waham curiga, waham kejar (+) dan
halusinasi auditorik, halusinasi visual (+),
gangguan asosiasi pikiran (inkoherensi)
4
5. Kemampuan membaca dan menulis :Pasien dapat membaca dan
menulis.
6. Kemampuan visuospasial : baik
7. Kemampuan menolong diri sendiri : baik
G. Pengendalian Impuls
Impulsivitas (+), dan logore
H. Daya Nilai
1. Daya nilai sosial : baik
2. Uji daya nilai : baik
3. Penilaian realita : baik
5
B. Status Neurologikus
GCS: 15
E : membuka mata spontan (4)
V : berbicara spontan (5)
M : gerakan sesuai perintah (6)
Fungsi sensorik : tidak terganggu
Fungsi motorik : kekuatan otot tonus otot
5 5 n n
5 5 n n
Ekstrapiramidal sindrom :
Ditemukan gejala ekstrapiramidal seperti tremor (-), bradikinesia
(-), dan rigiditas (-).
Refleks fisiologis : normal
Refleks patologis : tidak ditemukan reflex patologis
6
pendek, serta tidak memakai alas kaki. Pasien datang dalam kondisi tangan
dan kaki diikat. Perawatan diri masih baik, wajah sesuai umur. Selama
pemeriksaan, pasien kurang kooperatif dan jawaban yang di ungkapkan
sering tidak nyambung dan berpindah topik pembicaraan.
Suasana mood pasien didapatkan distimik yaitu ditandai dengan
mudah marah, gelisah dan tidak menyenangkan, hal ini diperkuat dengan
penjelasan dari Ayah pasien yaitu pasien ngamuk dengan penyebab tidak
jelas. Afek labil dan terbatas pasien tidak begitu kooperatif dengan
pemeriksa, pasien hanya sesekali menjawab pertanyaan penanya, namun
jawabannya tidak sesuai dengan pertanyaan penanya. Pasien dapat tiba-tiba
merasa gelisah ataupun tiba-tiba tenang. Pasien tidak dapat menahan
dorongan yang datang secara tiba-tiba sehingga pasien mengamuk tanpa
sebab, pasien juga berbicara sendiri tanpa ada lawan bicara.
Proses dan bentuk pikiran dengan produktivitas kurang baik (flight of
idea dan asosiasi longgar). Gangguan isi pikiran ditemukan pada pasien
yaitu adanya preokupasi.
VIII. FORMULASI DIAGNOSTIK
Berdasarkan riwayat pasien, kemungkinan adanya suatu faktor
stressor ketika menempuh pendidikan di pesantren, kemudian stressor
tersebut diperparah dengan kondisi perkawinan pasien yang ditinggal pergi
oleh istrinya. Gejala dan tanda klinis yang khas berupa waham dan
halusinasi yang menonjol. Dengan demikian dapat disimpulkan pasien
mengalami suatu gangguan kejiwaan.
Pada pemeriksaan status internus tidak ditemukan riwayat kejang pada
pasien. Selain itu, tidak ditemukan riwayat hipertensi serta tidak ditemukan
riwayat penyakit metabolik lainya (Diabetes Mellitus, Hipo/hipertiroid).
Pada status neurologis tidak ditemukan kelainan yang mengindikasikan
adanya gangguan medis umum yang secara fisiologi dapat menimbulkan
disfungsi otak atau akibat trauma kapitis yang dapat mengakibatkan
gangguan kejiwaan yang diderita pasien. Tidak ditemukan dari anamnesis
yaitu berupa pemakaian/konsumsi narkoba.
7
Pada diagnosis multiaksial aksis I ditemukan didapatkan adanya
waham curiga, waham kejar, halusinasi auditorik halusinasi visual, dan
inkoherensi. Sehingga kemungkinan pasien mengalami Skizofrenia
Paranoid (F20.0)
Berdasarkan anamnesis, sejak anak sampai remaja os adalah pribadi
periang, dan mudah bergaul. Tetapi saat remaja pasien menarik diri. Pada
saat dewasa pasien mudah tersinggung dan curiga terhadap orang lain.
Berdasarkan PPDGJ III ditegakkan diagnosis untuk aksis II adalah
Gangguan Kepribadian Paranoid (F60.0)
Pada diagnosis multiaksial aksis III tidak ditemukan adanya gangguan
kondisi medik umum yang menyertai pasien. Maka pada aksis III Tidak
Terdapat Diagnosis.
Pada aksis IV penyebab dari keluhan pasien kemungkinan karena
adanya faktor stress saat menempuh pendidikan dan diperparah dengan
kondisi perkawinan pasien. Maka pada aksis IV adalah masalah
pekerjaan.
Pada aksis V didapatkan Global Assessment of Functioning (GAF)
Scale 70 - 61 terdapat beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas
ringan dalam fungsi, secara umum masih baik.
X. DAFTAR MASALAH
A. Organobiologik
Pada pasien tidak dijumpai gangguan kondisi medik umum, serta
tidak ditemukan faktor genetik gangguan kejiwaan.
8
B. Psikologik
Pasien mengalami waham curiga, waham kejar, halusinasi
auditorik, halusinasi visual, inkoherensi, dan logore
XI. PROGNOSIS
A. Quo ad vitam : bonam
B. Quo ad functionam : dubia ad bonam
C. Quo ad sanasionam : dubia ad malam
B. Psikoterapi
1. Terhadap pasien
a. Memberikan edukasi terhadap pasien agar memahami
gangguannya lebih lanjut, cara pengobatan dan
penanganannya, efek samping yang dapat muncul, serta
pentingnya kepatuhan dan keteraturan dalam minum obat.
b. Intervensi langsung dan dukungan untuk meningkatkan rasa
percaya diri individu, perbaikan fungsi sosial, dan pencapaian
kualitas hidup yang baik.
2. Terhadap keluarga
a. Menggunakan metode psiko-edukasi dengan menyampaikan
informasi kepada keluarga mengenai berbagai kemungkinan
penyebab penyakit, perjalanan penyakit, dan pengobatan yang
dapat dilakukan sehingga keluarga dapat memahami dan
9
menerima kondisi pasien serta membantu pasien dalam hal
minum obat serta kontrol secara teratur dan mengenali gejala-
gejala kekambuhan untuk segera dikonsultasikan kepada
dokter.
b. Memberikan pengertian kepada keluarga akan pentingnya peran
keluarga pada perjalanan penyakit dan mengingatkan pasien
untuk rutin mengonsumsi obat hal ini berguna untuk proses
penyembuhan penyakit pada pasien.
BAB II
DISKUSI
10
kejar, halusinasi auditorik, halusinasi visual, inkhoherensi) yang sangat
menonjol, Antipsikotik tipikal dianggap mampu mengurangi efek produksi
dopamin yang berlebihan. Potensi antipsikotik untuk menurunkan gejala
psikotik sangat berhubungan dengan afinitas obat tersebut dengan reseptor
D2. Antipsikotik tipikal bekerja mengurangi produksi dopamine yang
berlebihan dengan cara menghambat atau mencegah dopamine endogen
untuk mengaktivasi reseptor.
Antipsikotik tipikal mempunyai cara kerja dengan memblok reseptor
D2 khususnya di mesolimbik dopamine pathways, oleh karena itu sering
disebut juga dengan antagonis reseptor dopamin (ARD). Kerja dari
antipsikotik ini menurunkan hiperaktivitas dopamine dijalur mesolimbik
sehingga menyebabkan gejala positif menurun tetapi ternyata tidak hanya
memblok reseptor D2 di mesolimbik tetapi juga di tempat lain seperti dijalur
mesokortikal, nigrostriatal, dan tuberoinfundibular. Obat antipsikotik juga
menyebabkan adanya gangguan keseimbangan antara transmisi asetilkolin
dan dopamine pusat sehingga dapat menimbulkan efek samping berupa
gejala ekstrapiramidal sindrom. Obat chlorpromazine dan haloperidol
merupakan obat yang paling mudah menimbulkan gejala ekstrapiramidal,
untuk mengurangi efek ini akan mereda dengan pemberian antikolinergik
agent ini maka pasien juga diresepkan tablet Trihexyphenidyl 2x2 mg.
Pada pasien gejala negatif juga tampak berupa gangguan hubungan
sosial (menarik diri dan tidak kooperatif). sehingga dalam penatalaksanaan
penyakit gangguan jiwa, diberikan terapi berupa obat antipsikotik yaitu
golongan atipikal yaitu risperidone tablet 2 x 2 mg untuk mengurangi gejala
negatif yang ada. Pemberian obat golongan atipikal (risperidon) bekerja
pada tidak hanya pada Dopamine D2 receptor tetapi juga bekerja pada
Serotonin 5 HT2 receptor (Serotonin-dopamine antagonists) sehingga obat
ini efektif juga untuk gejala negatif.
Selain psikofarmaka pengobatan seseorang yang mengalami gangguan
jiwa adalah psikoterapi. Psikoterapi pada pasien ini diberikan melalui
edukasi terhadap pasien agar memahami gangguannya lebih lanjut, cara
pengobatan dan penanganannya, serta pentingnya kepatuhan dan keteraturan
11
dalam minum obat, pasien dapat mendengarkan penjelasan dengan baik.
Gangguan jiwa pada pasien memiliki prognosa yang buruk karena sudah
berulang kali dirawat di rumah sakit jiwa, sehingga obatnya harus di
konsumsi seumur hidup.
Selain psikoterapi ke pasien, dilakukan pula psikoterapi pada keluarga
pasien dalam bentuk psiko-edukasi dengan menyampaikan informasi kepada
keluarga mengenai berbagai kemungkinan penyebab penyakit, perjalanan
penyakit, dan pengobatan yang dapat dilakukan sehingga keluarga dapat
memahami dan menerima kondisi pasien serta membantu pasien dalam
penyembuhan. Setelah pasien pulang dari RS dianjurkan tetap menemani
pasien untuk kontrol secara teratur setiap bulan. Memastikan jika pasien
benar-benar minum obat dan benar-benar menelan obat. Minta pasien
membuka mulut dan mengangkat lidahnya untuk memastikan bahwa obat
benar-benar ditelan dan tidak di sembunyikan dibalik lidahnya. Selalu
mengawasi dalam hal pembatasan merokok, melarang minum alkohal dan
menggunakan narkoba dalam bentuk apapun. Keluarga pasien juga
diharapkan dapat membantu proses penyembuhan dengan cara
menghindarkan pasien dari stressor yang dapat menyebabkan gangguan
jiwanya berulang kembali.
Prognosis pasien ini adalah mengarah ke buruk, dilihat dari beberapa
tanda yang mengarahkan prognosis kearah buruk yaitu berulang kali dirawat
di rumah sakit jiwa serta ketidakpatuhan pasien minum obat.
12