Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

GANGGUAN MENTAL PERILAKU AKIBAT ZAT MULTIPLE

Disusun Oleh :

Prima Fasriantyssa Umar Balulu

09401611014

PEMBIMBING UTAMA :

dr. Yazzit Mahri, Sp.KJ, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KHAIRUN

RUMAH SAKIT JIWA

SOFIFI

2021
LEMBAR PENGESAHAN

Telah didiskusikan dan disetujui untuk dibawakan dalam Acara Pertemuan Ilmiah dengan
judul GMP Akibat Zat Multiple. Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran
Universitas Khairun. yang akan dilaksanakan pada :

Hari : Rabu, 13 September 2021

Waktu : 12.00 WIT

Tempat. : Ruang Diskusi

Menyetujui

Dokter Pembimbing

dr. Yazzit Mahri, Sp.KJ, M.Kes


NIP.198309152011011004

ii
IDENTIFIKASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ng. MI
Tanggal Lahir / Umur : 15 Februari 2003 / 18 tahun
Agama : Islam
Status Pernikahan : Belum Menikah
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : -
Alamat : Sofifi
Tanggal MRS : 28 / 08 / 2021

II. RIWAYAT PSIKIATRI


Autoanamnesis
- Mengeluh sakit (tapi tidak tahu sakit apa) dan ingin berobat
Alloanamnesis ( Didapat dari kakak kandung pasien )
- Pasien sering teriak, menanggis sendiri, kadang tertawa sendiri sejak 1 bulan
terakhir

A. KELUHAN UTAMA : Sering mengamuk

B. RIWAYAT GANGGUAN SEKARANG :


Seorang laki-laki. Ng. MI, usia 18 tahun diantar keluarganya dengan keluhan sering
mengamuk, berteriak, sedih tiba-tiba, kadang-kadang bicara sendiri sejak 1 bulan
terakhir. Menurut keluarganya pasien sejak 6 bulan terakhir mulai menyendiri
dikamar, kadang makan dan minum dikamar, tidak berkomunikasi dengan orang
rumah, tetapi jika sama teman-teman bergaul seperti biasa perubahan ini sejak pasien
minta dibelikan motor tetapi ditolak oleh ayahnya dan pasien sering pulang kerumah
dalam keadaan mabuk.
Saat dilakukan anamnesis ke pasien, pasien mengeluh sakit dan ingin berobat tapi
pasien tidak tahu sakit apa, pasien mendengar bisikan suara laki-laki yang ingin
bertemu orang tuanya melalui pasien, pasien mengatakan ingin bertemu raja Namrud
karena raja Namrud bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit, pasien

iii
mengatakan bisa menghidupkan semut yang mati atas izin Allah dan pasien
mengatakan pernah hirup ganja dan lem 1x dan sering meminum alkohol.

C. RIWAYAT GANGGUAN SEBELUMNYA


1. Gangguan Psikiatri : Tidak ada
2. Riwayat Gangguan Medik : Tidak ada
3. Riwayat penggunaan Zat Psikoaktif : Pasien mengaku pernah hirup ganja (1x),
hirup lem (1x) dan sering minum alkohol.

D. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI


1. Masa Prenatal dan natal :
Menurut keterangan ibu pasien, pasien merupakan seorang anak yang
diharapkan. Pasien tidak ada masalah medis selama dikandungan, pasien
dikandung cukup bulan, dilahirkan secara spontan, tidak ada penyulit diproses
persalinan, tidak ada masalah sesudah kelahiran. Riwayat imunisasi lengkap
tidak diketahui secara pasti (pasien lupa), ANC tidak rutin/ ibu pasien lupa
beberapa kali
2. Masa kanak-kanak
Menurut keterangan ibu pasien, pasien tumbuh dan berkembang seperti anak
lain sesuai dengan usianya,
3. Masa remaja
Menurut keterangan ibu pasien, Pasien tumbuh seperti anak seusianya tetapi
pasien memiliki sifat pendiam dan tertutup, mengonsumsi alkohol, ganja 1x
dan hirup lem 1x.

4. Masa Dewasa
-
5. Riwayat Pendidikan
Pasien menempuh pendidikan SD-SMP, kemudian melanjutkan studinya di
SMA sampai kelas dua saja karena tidak masuk-masuk sekolah sehingga tidak
naik kelas.
6. Riwayat pekerjaan
Pasien tidak bekerja
7. Kehidupan beragama

iv
Pasien beragama Islam. Menurut keterangan ibu pasien. Pasien jarang sekali
melaksanakan sholat.
8. Kehidupan sosial dan perkawinan
Menurut keterangan ibu pasien, pasien tidak pernah berkomunikasi dengan
tetangga-tetangga disekitar rumah.

RIWAYAT KELUARGA (GENOGRAM)

1 2

Keterangan: Anggota keluarga laki-laki


Anggota keluarga perempuan
Pasien

E. SITUASI KEHIDUPAN SOSIAL SEKARANG


Pasien lebih banyak berdiam diri di kamar, tidak berkomunikasi dengan orang yang
ada di dalam rumah juga, tetapi dengan teman bergaulnya pasien melakukan
komunikasi seperti biasa.
III. STATUS MENTAL
A. DESKRIPSI UMUM
1. Penampilan :
Kesan sesuai usia dan rapi.
2. Kesadaran : Baik
3. Perilaku dan aktivitas Psikomotor

v
Tampak gelisah, banyak melihat ke arah lain saat bicara dan kontak mata
tidak selalu.
4. Sikap Terhadap Pemeriksa
Tidak koperatif
5. Pembicaraan (Spontanitas, intonasi dan kecepatan)
a. Cara berbicara : Intonasi sedang, volume agak pelan, artikulasi cukup
jelas.
b. Gangguan berbicara : tidak ada
B. ALAM PERASAAN (EMOSI)
1. Mood : Hipotimia
2. Afek : Tumpul
C. GANGGUAN PRESEPSI
1. Halusinasi : Halusinasi
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi : Tidak ada
4. Derealisasi : Tidak ada
D. SENSORIUM DAN KOGNITIF (FUNGSI INTELEKTUAL)
1. Taraf Pendidikan : Sesuai dengan taraf pendidikan
2. Pengetahuan : Baik
3. Konsentrasi : Distrakbilitas
4. Orientasi :
a. Waktu : Baik
b. Tempat : Baik
c. Orang : Baik
5. Daya Ingat :
a. Jangka Panjang : Baik
b. Jangka Pendek : Baik
c. Segera : Baik
6. Pikiran Abstraktif : Baik
7. Bakat Kreatif : Tidak ada
8. Kemampuan menolong diri : Baik, bisa melakukan aktifitas sehari-hari
tanpa bantuan orang lain.

E. PROSES PIKIR

vi
1. Arus Pikir
a. Produktifitas : Baik
b. Kontinuitas : Koheren dan relevan
c. Hendaya bahasa : Baik
2. Isi pikir
a. Preokupasi : Tidak ada
b. Waham : Waham kebesaran
c. Obsesi : Tidak ada
d. Fobia : Tidak ada
e. Ide-ide : Tidak ada
F. PENGENDALIAN IMPULS : Baik, pasien tampak tenang dan dapat
mengendalikan dirinya serta tidak membahayakan orang lain yang berada di
sekitarnya.

G. DAYA NILAI
1. Daya nilai sosial : Baik
2. Uji daya sosial : Baik
3. Daya nilai realitas : Baik

H. TILIKAN : Derajat 6

I. RELIABILITAS (Tidak dapat dipercaya) : Dapat dipercaya

IV. PEMERIKSAAN FISIK


A. STATUS INTERNUS
1. Keadaan umum : Sakit sedang
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Tekanan darah : 130/80 Mmhg
4. Frekuensi nadi : 85x/menit
5. Frekuensi napas : 20x/menit
6. Suhu badan : 36℃
7. Bentuk tubuh :-
8. Sistem kardiovaskuler :-
9. Sistem gastrointestinal :-

vii
10. System musculoskeletal : -
11. System urogrnital :-

B. STATUS NEUROLOGIK
1. Saraf kranials (I-IIX) :-
2. Tanda rangsang meningeal : -
3. Pupil (reflex) :-
4. Motorik :-
5. Sensibiliitas :-
6. Fungsi luhur :-
7. Gangguan khusus : -

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
-

VI. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


- Seorang laki-laki 18 tahun
- Sering mengamuk, berteriak, sedih tiba-tiba , kadang-kadang berbicara sendiri
sejak 1 bulan terakhir
- Menurut keluarganya pasien sejak 6 bulan terakhir mulai menyendiri di kamar,
kadang makan dan minum di kamar, tidak berkomunikasi dengan orang rumah,
perubahan ini sejak pasien minta dibelikan motor tetapi ditolak oleh
- Sering pulang kerumah dalam keadaan mabuk.
- Halusinasi auditorik
- Mood Hipotimia
- Afek Tumpul
- Gangguan persepsi
- Waham kebesaran.

VII. FORMULASI DIAGNOSTIK


Pada pemeriksaan fisik dan rekam medik diketahui bahwa pasien tidak
mempunyai riwayat kelainan organik, pada pemeriksaan internus dan status
neurologik tidak ditemukannya kelainan yang mengindikasikan gangguan medis
tertentu yang dapat menimbulkan gangguan fungsi otak, sehingga diagnosis

viii
gangguan mental organik dapat disingkirkan. Berdasarkan data yang diperoleh
melalui anamnesis terhadap pasien dan keluarga pasien didapatkan bahwa gejala-
gejala psikotik menjadi nyata dan mengganggu sedikitnya beberapa aspek
kehidupan selama ≤ 6 bulan, dari data juga didapatkan halusinasi auditorik,
waham, riwayat pemakaian beberapa zat psikoaktif sehingga diagnosis gangguan
mental dan perilaku akibat penggunaan zat multiple (F.19).

VIII. EVALUASI MULTIAKSIAL


AKSIS I :
Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Multipel (F.19)
AKSIS II : Tidak ada diagnosis
AKSIS III : Tidak ada
AKSIS IV : Masalah dengan “primary support group”(keluarga) dan masalah
lingkungan sosial (penggunaan obat-obatan dan alkohol)
AKSIS V : GAF scale 20-11 (Bahaya mencederai diri/orang lain, disabilitas
sangat berat dalam komunikasi dan mengurus diri.

IX. PROGNOSIS
A. Quo ad vitam : Dubia ad bonam
B. Quo ad functionam : Dubia ad bonam
C. Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam

X. DAFTAR MASALAH
A. ORGANOBIOLOGIK
B. PSIKOLOGI/PSIKIATRIK
C. SOSIAL/KELUARGA

XI. PENATALAKSANAAN DAN TERAPI


1. Restrain 4 ekstremitas
2. Injeksi Lodomer 1A/8 JAM/IM
3. Injeksi Diazepam 1A/IM → Ekstra

ix
4. Awasi TTV, KU, Restrain, EPS, Intake oral

TGL/JAM FOLLOW UP ASSESSMENT PLANNING

29/08/21 S : - Mendengar bisikan Psikotik akut DD/ - Injeksi Lodomer 1


06:46 WIT suara laki-laki Skizofrenia paranoid Amp/8 Jam/I.M
- Makan dan minum DD/ GMP akibat zat - Injeksi Diazepam
baik multipel 1Amp/I.M (ekstra) →
- Masih merasa bisa jika gelisah
menyembuhkan - Awasi TTV, KU, EPS,
penyakit atas izin Intake oral
Allah. - Pindah perawatan sub
O : - Obs. TTV akut
TD : 110/70 mmHg,
N : 75x/m,
P : 20x/m,
S : 36,4℃,
SpO2 : 99%)
- Keadaan umum :
tenang
- Kontak mata (+)
- Afek : tumpul
- Mood : hipotimia
- Arus pikir kadang
irelevan
- Asosiasi longgar (+)
07:15 - Halusinasi (+) - Bina hubungan
saling percaya
- Ajarkan cara
menghardik

x
halusinasi
- Edukasi tentang
cara minum obat
- Kolaborasi dokter
jaga dan perawat
tentang pemberian
terapi

14:00 - Injeksi lodomer


diganti dengan oral
(lodomer 5mg 3x1
tab)

18:20 - Pasien mengalami


EPS selama 10
menit

- OBS TTV (TD :


100/70 mmHg, N :
99x/m, P : 20x/m,
S : 36,6℃, SpO2 :
99%)

18:25 - Injeksi
diphenhidramin
1A/IM

19:00 - Pasien mengalami - Injeksi


EPS selama 15 diphenhidramin
menit 1A/IM

- OBS TTV (TD :


120/80 mmHg, N :
120x/m, SpO2 :
xi
99%)

30/08/21 S : - makan dan minum Psikotik akut dd/ - Lodomer 5mg tab (3
07:30 baik Skizofrenia paranoid x½)
- BAB & BAK dd/ GMP akibat zat - Bila tidak bisa minum
lancar multipel oral , injeksi lodomer
- Pasien ingin kabur 5mg/2ml.IM
- Riwayat EPS 2x - Bila EPS Injeksi
kemarin diphenhidramin
O : - Afek : hipotimia - Lodomer 5 mg (3 dd
- Halusinasi ½) tab
auditorik - Arkine 2 mg (2 dd 1/2
- Waham (+) ) tab
- Kontak mata : ada - Cepezet 100 mg (0-0-
1) tab
- Fluxetin 20 mg (1-0-
0) tab

09:25 S : - Mulut tidak bisa Skizofrenia paranoid - Lodomer 5 mg (3 dd


tertutup dd/ GMP akibat zat ½) tab
O : - KU (tenang) multipel - Arkine 2 mg (2 dd 1/2
- Afek : tumpul ) tab
- Mood : labil - Cepezet 100 mg (0-0-
- Arus pikir : 1) tab
irrelevan - Fluexetine 20 mg (1-
- Assosiasi : longgar 0-0) tab
- Halusinasi : - Trifluoperazine 5mg
Auditorik dan visual (2 x ½ )
- Kontak mata (+) - Diphenhidramin
- OBS TTV (TD : (ekstra)
120/80 mmHg, N : - Awasi tanda-tanda
82x/m, P : 20x/m, EPS, TTV, Intake
S : 36,3℃, SpO2 : oral
99%)

xii
11:25 S :- Mulut tidak bisa GMP akibat zat - Trifluoperazine 5mg
tertutup multipel (2 x ½ )
O : - KU (tenang) - Arkine 2 mg (2 dd 1/2
- Afek : tumpul ) tab
- Mood : hipotimia - Cepezet 100 mg (0-0-
- Arus pikir : 1) tab
irrelevan - Fluexetine 20 mg (1-
- Assosiasi : longgar 0-0) tab
- Halusinasi : - Diphenhidramin
Auditorik dan visual (ekstra)
- Kontak mata (+) - Awasi tanda-tanda
- OBS TTV (TD : EPS, TTV, Intake
120/80 mmHg, N : oral
112x/m, P : 20x/m,
S : 36,5℃, SpO2 :
99%)
31/08/21 S : Rahang sakit GMP akibat zat - Trifluoperazine 5mg
06:10 O : - KU (tenang) multipel (2 x ½ )
- Afek : tumpul - Arkine 2 mg (2 dd 1/2
- Mood : hipotimia ) tab
- Halusinasi : - Cepezet 100 mg (0-0-
Auditorik dan visual 1) tab
- Kontak mata (+) - Fluexetine 20 mg (1-
- OBS TTV (TD : 0-0) tab
100/70 mmHg, N : - Diphenhidramin
74x/m, P : 20x/m, (ekstra)
S : 36,2℃, SpO2 : - Awasi tanda-tanda
99%) EPS, TTV, Intake
oral

1/09/21 S : Kedua rahang sakit GMP akibat zat - Trifluoperazine 5mg


08:00 ketika membuka mulut, multiple (2 x 1 ) tab
tidur baik, bicara - Arkine 2 mg (1/2 – 0

xiii
nyambung, makan dan - 0) tab
minum baik, pasien - Cepezet 100 mg (0-0-
mengatakan masih 1/2 ) tab
mendengar bisikan dari - Fluexetine 20 mg (1-
temannya ajak berantem 0-0) tab
O : - KU (tenang) - Awasi tanda-tanda
- Afek : sempit TTV
- Mood : hipotimia
- Halusinasi :
Auditorik
- OBS TTV (TD :
100/80 mmHg, N :
72x/m, P : 20x/m,
S : 35,7℃, SpO2 :
99%)

02/09/21 S : Masih merasa memiliki GMP akibat zat - Trifluoperazine 5mg


08:17 perasaan kotor(porno), multipel (2 x 1 ) tab
dengar suara bisikan - Arkine 2 mg (1/2 – 0
(neneknya kadang - 0) tab
temannya), makan dan - Cepezet 100 mg (0-0-
minum baik, tidur baik, 1/2 ) tab
rahang terasa agak kaku - Fluexetine 20 mg (1-
tapi lebih membaik dari 0-0) tab
kemarin
O : - KU (tenang)
- Afek : terbatas
- Mood : hipotimia
- Halusinasi :
Auditorik
- Arus pikir relevan
- Kontak mata (+)
- OBS TTV (TD :
100/70 mmHg, N :

xiv
63x/m, P : 20x/m,
S : 36℃, SpO2 :
99%)

03/09/21 S : Masih merasa memiliki GMP akibat zat - Trifluoperazine 5mg


06:05 perasaan kotor(porno), multipel (2 x 1 ) tab
dengar suara bisikan - Arkine 2 mg (1/2 – 0
(neneknya kadang - 0) tab
temannya), rahang terasa - Cepezet 100 mg (0-0-
masih sakit, tidur 1/2 ) tab
berbaring ke kiri dada - Fluexetine 20 mg (1-
terasa sakit, makan dan 0-0) tab
minum baik, tidur baik,
rahang terasa agak kaku.
O : - KU (tenang)
- Afek : terbatas
- Mood : eutimia
- Halusinasi :
Auditorik
- Arus pikir relevan
- Kontak mata (+)
- OBS TTV (TD :
110/80 mmHg, N :
88x/m, P : 20x/m,
S : 36,6℃, SpO2 :
99%)

04/09/21 S : pasien mendengar GMP akibat zat - Trifluoperazine 5mg


08 : 00 suara bisikan teman- multipel (3 x 1 ) tab
temannya, merasa kepala - Arkine 2 mg (1/2 – 0
digerakkan, makan dan - 0) tab (stop)
minum baik, tidur baik. - Cepezet 100 mg (0-0-
O : - KU (tenang) 1/2 ) tab
- Afek : tumpul - Fluexetine 20 mg (1-

xv
- Mood : eutimia 0-0) tab
- Halusinasi : - Awasi tanda-tanda
Auditorik EPS, TTV, Intake
- Arus pikir relevan oral
- Kontak mata (+)
- OBS TTV (TD :
100/60 mmHg, N :
92x/m, P : 20x/m,
S : 36,2℃, SpO2 :
99%)

05/09/21 S : Mendengar suara GMP akibat zat - Trifluoperazine 5mg


07:00 bisikan (laki-laki ajak multipel (3 x 1 ) tab
ketemu didepan Rs), - Cepezet 100 mg (0-0-
makan dan minum baik, 1/2 ) tab
tidur baik. - Fluexetine 20 mg (1-
O : - KU (tenang) 0-0) tab
- Afek : terbatas
- Mood : hipotimia
- Halusinasi :
Auditorik
- Intonasi biasa
- Arus pikir relevan
- Kontak mata (+)
- OBS TTV (TD :
100/70 mmHg, N :
88x/m, P : 20x/m,
S : 36,2℃, SpO2 :
99%)

06/09/21 S : Mendengar suara GMP akibat zat - Trifluoperazine 5mg


07:00 bisikan suara laki-laki multipel (3 x 1 ) tab
temannya, makan dan - Arkine 2 mg (1/2 – 0
minum baik, tidur baik. - 0) tab

xvi
O : - KU (tenang) - Cepezet 100 mg (0-0-
- Afek : terbatas 1/2 ) tab
- Mood : hipotimia - Fluexetine 20 mg (1-
- Halusinasi : 0-0) tab
Auditorik - Rencana rawat jalan
- Intonasi menurun
- Arus pikir relevan
- Kontak mata (+)
- OBS TTV (TD :
100/60 mmHg, N :
80x/m, P : 20x/m,
S : 36,2℃, SpO2 :
99%)

XII. DISKUSI
Menurut PPDGJ-III gangguan jiwa adalah adanya gejala klinis bermakna yang
dapat berupa suatu sindrom atau pola perilaku atau pola psikologik yang
menimbulkan distress atau penderitaan antara lain dapat berupa: rasa nyeri, rasa
tidak nyaman, rasa tidak tenteram disfungsi organ tubuh, dan menimbulkan
disability atau keterbatasan dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Pada pasien ditemukan adanya gangguan suasana perasaan (mood) yang
menimbulkan distress (penderitaan) dan disability (keterbatasan) di dalam
pekerjaan dan kehidupan sosial pasien, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien
ini mengalami gangguan jiwa.
a. Narkotika
Menurut Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika,
narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman
baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika dibedakan kedalam
golongan-golongan :

xvii
 Narkotika Golongan I : Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk
tujuan ilmu pengetahuan, dan tidak ditujukan untuk terapi serta
mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan,
(Contoh : heroin/putauw, kokain, ganja).
 Narkotika Golongan II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan
digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi
atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan (Contoh : morfin,
petidin)
 Narkotika Golongan III : Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan (Contoh : kodein).

b. Psikotropika
Menurut Undang-undang RI No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika, Yang
dimaksud dengan psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun
sintetis bukan Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif
pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku. psikotropika dibedakan dalam golongan-golongan
sebagai berikut :
 PSIKOTROPIKA GOLONGAN I : Psikotropika yang hanya dapat
digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan
dalam terapi serta mempunyai potensiamat kuat mengakibatkan
sindroma ketergantungan. (Contoh : ekstasi, shabu, LSD)
 PSIKOTROPIKA GOLONGAN II : Psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi, dan/atau tujuan ilmu
pengetahuan serta menpunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan ( Contoh amfetamin, metilfenidat atau ritalin).
 PSIKOTROPIKA GOLONGAN III : Psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan
sindroma ketergantungan (Contoh : pentobarbital, Flunitrazepam).

xviii
 PSIKOTROPIKA GOLONGAN IV : Psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk
tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan sindrom ketergantungan (Contoh : diazepam,
bromazepam, Fenobarbital, klonazepam, klordiazepoxide, nitrazepam,
seperti pil BK, pil Koplo, Rohip, Dum, MG).

c. Zat Adiktif Lainnya


Yang dimaksud disini adalah bahan/zat yang berpengaruh psikoaktif diluar
yang disebut Narkotika dan Psikotropika, meliputi:
 Minuman berakohol, Mengandung etanol etil alkohol, yang
berpengaruh menekan susunan syaraf pusat, dan sering menjadi bagian
dari kehidupan manusia sehari-hari dalam kebudayaan tertentu. Jika
digunakan sebagai campuran dengan narkotika atau psikotropika,
memperkuat pengaruh obat/zat itu dalam tubuh manusia. Ada 3
golongan minumanberakohol, yaitu:
1. Golongan A: kadar etanol 1-5%, (Bir)
2. Golongan B : kadar etanol 5-20%, (Berbagai jenis minuman
anggur)
3. Golongan C : kadar etanol 20-45 %, (Whiskey, Vodca, TKW,
Manson House, Johny Walker, Kamput.)
 Inhalansia (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut) mudah menguap
berupa senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang
keperluan rumah tangga, kantor dan sebagai pelumas mesin. Yang
sering disalah gunakan, antara lain : Lem, thinner, penghapus cat kuku,
bensin.
 Tembakau : Pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat
luas di masyarakat. Pada upaya penanggulangan NAPZA di
masyarakat, pemakaian rokok dan alkohol terutama pada remaja, harus
menjadi bagian dari upaya pencegahan, karena rokok dan alkohol
sering menjadi pintu masuk penyalahgunaan NAPZA lain yang lebih
berbahaya.
Bahan/ obat/zat yang disalahgunakan dapat juga diklasifikasikan
berikut :

xix
1. Sama sekali dilarang : Narkotoka golongan I dan Psikotropika
Golongan I.
2. Penggunaan dengan resep dokter: amfetamin, sedatif hipnotika.
3. Diperjual belikan secara bebas : lem, thinner dan lain-lain.
4. Ada batas umur dalam penggunannya : alkohol, rokok.
Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan NAPZA dapat
digolongkan menjadi tiga golongan :
1. Golongan Depresan (Downer) Adalah jenis NAPZA yang berfungsi
mengurangi aktifitas fungsional tubuh. Jenis ini menbuat
pemakaiannya merasa tenang, pendiam dan bahkan membuatnya
tertidur dan tidak sadarkan diri. Golongan ini termasuk Opioida
(morfin, heroin/putauw, kodein), Sedatif (penenang), hipnotik (otot
tidur), dan tranquilizer (anti cemas) dan lain-lain.
2. Golongan Stimulan(Upper) Adalah jenis NAPZA yang dapat
merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan kerja. Jenis ini
membuat pemakainya menjadi aktif, segar dan bersemangat. Zat yang
termasuk golongan ini adalah : Amfetamin (shabu, esktasi), Kafein,
Kokain.
3. Golongan Halusinogen Adalah jenis NAPZA yang dapat menimbulkan
efek halusinasi yang bersifat merubah perasaan dan pikiran dan
seringkali menciptakan daya pandang yang berbeda sehingga seluruh
perasaan dapat terganggu. Golongan ini tidak digunakan dalam terapi
medis. Golongan ini termasuk : Kanabis (ganja), LSD, Mescalin.
Klasifikasi kondisi medis akibat penggunaan zat, antara lain :
1. Kriteria DSM-IV-TR untuk intoksikasi zat
1. Berkembangnya sindrom spesifik zat yang reversible akibat baru saja
mengonsumsi (atau terpajan) suatu zat.
2. Terdapat perubahan perilaku atau psikologis yang maladaptive dan
signifikan yang disebabkan oleh efek zat tersebut pada system saraf
pusat (contoh agresif, labilitas mood, hendaya kognitif, daya nilai
terganggu, fungsi sosial dan okupasional terganggu) dan timbul selama
atau segera setelah penggunaan zat.
3. Gejala tidak disebabkan suatu kondisi medis umum dan tidak lebih
baik diterangkan oleh gangguan mental lain.

xx
2. Kriteria DSM-IV-TR untuk keadaan putus zat
1. Berkembangnya sindrom spesifik zat akibat penghentian (atau
pengurangan) penggunaan zat yang telah berlangsung lama dan
berat.
2. Sindrom spesifik zat menyebabkan penderitaan atau hendaya yang
secara klinis signifikan dalam fungsi social, okupasional, atau area
fungsi penting lain
3. Gejala tidak disebabkan suatu kondisi medis umum dan tidak lebih
baik diterangkan oleh gangguan mental lain Kriteria DSM-IV-TR
untuk penyalahgunaan zat
a. Suatu pola maladaptive penggunaan zat yang menimbulkan
hendaya atau penderitaan yang secara klinis signifikan seperti
dimanifestasikan oleh satu (atau lebih) hal berikut, yang
terjadi dalam periode 12 bulan :
1) Penggunaan zat berulang mengakibatkan kegagalan
memenuhi kewajiban peran utama dalam pekerjaan,
sekolah atau rumah (contoh absen berulang atau
kinerja buruk dalam pekerjaan yang berhubungan
dengan penggunaan zat, absen, skors atau dikeluarkan
dari sekolah.
2) Penggunaan zat berulang pada situasi yang secara
fisik berbahaya (contoh mengendarai mobil atau
mengoperasikan mesin saat sedang mengalami
hendaya akibat penggunaan zat).
3) Masalah hokum berulang terkait zat (contoh
penahanan karena perilaku kacau terkait zat). 13 4)
Penggunaan zat berlanjut meski memiliki masalah
social atau interpersonal yang persisten atau rekuran
yang disebabkan atau dieksaserbasikan oleh efek zat
(contoh berselisih dengan pasangan tentang
konsekuensi intoksikasi, perkelahian fisik).
b. Gejala tidak memenuhi criteria ketergantungan zat untuk
kelas zat ini.

xxi
3. Kriteria DSM-IV-TR untuk ketergantungan zat Suatu pola
maladaptive penggunaan zat, yang menimbulkan hendaya atau
penderitaan yang secara klinis signifikan, yang dimanifestasikan
oleh tiga (atau lebih) hal berikut), terjadi dalam periode 12 bulan
yang sama:
a. Toleransi seperti didefinisikan salah satu dibawah ini
1) Kebutuhan untuk terus meningkatkan jumlah zat untuk
mencapai inoksikasi atau efek yang diinginkan.
2) Penurunan efek yang sangat nyata dengan berlanjutnya
penggunaan zat dalam jumlah yang sama.
b. Putus zat seperti didefinisikan salah satu dibawah ini:
1) Karakteristik sindrom putus zat untuk zat tersebut
2) Zat yang sama (atau berkaitan erat) dikonsumsi untuk
meredakan atau menghindari gejala putus obat
c. Zat sering dikonsumsi dalam jumlah besar atau dalam periode
yang lebih lama daripada seharusnya.
d. Terdapat keinginan persisten dan ketidakberhasilan upaya
untuk mengurangi atau mengendalikan suatu zat.
e. Menghabiskan banyak waktu melakukan aktivitas yang
diperlukan untuk memperoleh zat (contohnya mengunjungi
dokter atau berkendara jarak jauh) menggunakan zat (contoh
merokok seperti kereta api) atau untuk pulih dari efeknya.
f. Mengorbankan atau mengurangi aktivitas rekreasional,
pekerjaan atau social yang penting karena penggunaan zat.
g. Penggunaan zat berlanjut meski menyadari masalah fisik atau
psikologis rekuren yang dialami mungkin disebabkan atau
dieksaserbasikan zat tersebut (contoh saat ini menggunakan
kokain walau menyadari adanya depresi terinduksi kokain atau
minum berkelanjutan meski mengetahui bahwa ulkus akan
menjadi lebih parah dengan konsumsi alkohol.

- Haloperidol merupakan obat antipsikotik yang termasuk dalam kelas butirofenon


(Yulianty dkk, 2017). Haloperidol merupakan antipsikotik yang bersifat D2 antagonis
yang sangat poten (Fahrul dkk, 2014), serta efektif memblok reseptor di sistem limbik

xxii
otak, dopaminergik diblokir pada jalur nigrostriatal sehingga memicu terjadinya efek
samping berupa sindrom ekstrapiramidal dan gangguan gerak yang lebih dominan
terjadi (Yulianty dkk, 2017). Haloperidol merupakan golongan potensi rendah untuk
mengatasi penderita dengan gejala gaduh, gelisah, hiperaktif, dan sulit tidur.
Haloperidol berguna untuk menenangkan keadaan mania pasien psikosis (Zahnia dan
Sumekar, 2016).

Haloperidol diperkirakan 50 kali lebih kuat daripada klorpromazin. Masing-masing


memiliki kekuatan afinitas yang berbeda dalam pengikatan reseptor D2 di striatum
yaitu 70% pada klorpromazin dan 90% pada haloperidol. Sehingga pengobatan
dengan antipsikotik generasi pertama sering menimbulkan efek samping berupa
sindrom ekstrapiramidal yang lebih besar .

Reaksi ekstrapiramidaltimbul pada 80% pasien yang diobati haloperidol


(Zahnia dan Sumekar, 2016). Efek terhadap sistem otonom dan efek antikolinergiknya
sangat minimal. Efek samping sedatifnya lemah digunakan terhadap sindrom positif
dengan gejala dominan antara lain halusinasi, waham, apatis, menarik diri, hipoaktif
kehilangan minat dan inisiatif serta perasaan tumpul.

- Klorpromazin termasuk dalam kelas fenotiazin (Yulianty dkk, 2017), klorpromazin


merupakan golongan potensi tinggi untuk mengatasi sindrom psikosis dengan gejala
dominan apatis, hipoaktif, waham, dan halusinasi (Zahnia dan Sumekar, 2016).

Klorpromazin merupakan antagonis reseptor dopamin dan alfa adrenergik bloker yang
tidak selektif. Disinyalir mekanisme kerja klorpromazin sebagai alfa adrenergik
blokerlah yang menimbulkan efek hipotensi orthostatik yang menghambat
vasokonstriksi refleks ketika naik ke posisi duduk atau berdiri (Yulianty dkk, 2017).
Klorpromazin juga memiliki efek samping sedatif kuat yang digunakan terhadap
sindrom psikosis dengan gejala gaduh gelisah, hiperaktif, sulit tidur, kekacauan
pikiran, perasaan dan perilaku (Fahrul dkk, 2014).

- Triheksifenidil adalah antikolinergik yang mempunyai efek sentral lebih kuat


daripada perifer, sehingga banyak diguna- kan untuk terapi penyakit parkin- son. Efek
sentral terhadap su- sunan saraf pusat akan merang- sang pada dosis rendah dan
mendepresi pada dosis toksik.

Obat ini spesifik untuk reseptor muskarinik (menghambat reseptor asetilkolin


muskarinik). Triheksifenidil bekerja melalui neuron dopaminergik. Mekanismenya

xxiii
mungkin melibatkan peningkatan pelepasan dopamin dari vesikel prasinaptik,
penghambatan ambilan kembali dopamin ke dalam terminal saraf prasinaptik atau
menimbulkan suatu efek agonis pada reseptor dopamin pascasinaptik.

Triheksifenidil dapat dipakai segala jenis sindroma parkinson, baik pada pasca
ensefalitis, arteriosklerosis ataupun idiopatik. Triheksifenidil juga efektif pada
sindroma parkinson akibat obat misalnya reserpin dan fenotiazin. Biasanya
triheksifenidil digunakan sebagai terapi yang dikombinasi dengan levodopa untuk
parkinsonism. Triheksifenidil sebagai terapi efek samping esktrapiramidal yang
diinduksi oleh antipsikotik dan obat-obatan sistem saraf sentral.

seperti dibenzoxazepines, phenothiazines, thioxanthenes, dan butyrophenone.


Penggunaan obat antiparkinson dianjurkan tidak lebih dari 3 bulan (risiko timbul
atropine toxic syndrome). Pemberian antiparkinson profilaksis tidak dianjurkan,
karena dapat mempengaruhi absorpsi obat antipsikotik sehingga kadarnya dalam
plasma rendah.

- Fluoksetin

Efek: Fluoksetin merupakan contoh antidepresan yang selektif menghambat ambilan


serotonin. Obat ini sama manfaatnya dengan antidepresan triksiklik dalam pengobatan
depresi mayor. Obat ini bebas dari efek samping antidepresan triksiklik, terutama
antikolinergik, hipotensi ortostatik dan peningkatan berat badan.

Penggunaan dalam terapi: indikasi utama fluoksetin, yang lebih unggul daripada
antidepresan triksiklik, adalah depresi. digunakan pula untuk mengobati bulimia
nervosa dan gangguan obsesi kompulsif. Untuk berbagai indikasi lain, termasuk
anoreksia nervosa, gangguan panik, nyeri neuropati diabetik dan sindrom
premenstrual.

Dosis: Dosis diberikan secara oral. Dosis awal dewasa 20mg/hari diberikan setiap
pagi, bila tidak diperoleh efek terapi setelah beberapa minggu, dosis dapat
ditingkatkan 20mg/hari hingga 30mg/hari.

Farmakokinetik: Fluoksetin dalam terapi terdapat sebagai campuran R dan enantiomer


S yang lebih aktif. Kedua senyawa mengalami demetilasi menjadi metabolit aktif,
norfluoksetin. Fluoksetin dan norfluoksetin dikeluarkan secara lambat dari tubuh
dengan waktu paruh 1 sampai 10 hari untuk senyawa asli dan 3-30 hari untuk
metabolit aktif. Fluoksetin merupakan inhibitor kuat untuk isoenzim sitokrom P-450
hati yang berfungsi untuk eliminasi obat antidepresan triksiklik, obat neuroleptika dan
beberapa obat antiaritmia dan antagonis -adrenergik (Gunawan, 2007).

xxiv
- Bina hubungan saling percaya, dalam membina hubungan saling percaya perlu
dipertimbangkan agar pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi. Tindakan
yang harus dilakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya adalah :
1.) Mengucapkan salam terapeutik.
2.) Berjabat tangan.
3.) Menjelaskan tujuan interaksi.
4.) Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien.

- Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang lalu.
-
- Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan
1.) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik.
2.) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis.
3.) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial.
4.) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual.
5.) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual.

- Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat marah,
yaitu secara verbal terhadap :
1.) Orang lain.
2.) Diri sendiri.
3.) Lingkungan.

- Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya.

- Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara :


1.) Fisik : pukul bantal, kasur, tarik nafas dalam.
2.) Verbal : menyatakan secara asertif rasa marahnya.
3.) Spiritual : kegiatan ibadah sesuai keyakinan pasien
4.) Obat

- Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik :


1.) Latihan nafas dalam dan pukul kasur-bantal.
2.) Susun jadwal latihan nafas dalam dan pukul kasur-bantal.

- Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara verbal :


1.) Latih mengungkap rasa marah secara verbal : menolak dengan baik, meminta
dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik.
2.) Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal.

- Latih mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual :


1.) Diskusikan kegiatan ibadah yang pernah dilakukan pasien.
2.) Latih mengontrol marah dengan melakukan kegiatan ibadah yang biasa dilakukan
pasien.

xxv
3.) Buat jadwal latihan kegiatan ibadah.

- Latih mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat :


1.) Latih pasien minum obat secara teratur disertai penjelasan kegunaan obat dan
akibat berhenti minum obat.
2.) Susun jadwal minum obat secara teratur.

- Diskusikan bersama keluarga pasien pentingnya peran serta keluarga sebagai


pendukung klien dalam mengatasi risiko perilaku kekerasan
1.) Jelaskan pengertian, penyebab, akibat, cara merawat klien.
2.) Peragakan cara merawat klien
3.) Beri kesempatan keluarga untuk memperagakan ulang cara perawatan terhadap
klien

xxvi
DAFTAR PUSTAKA

1. Irawati, I,. Kristiana, S,. Buku Ajar Psikiatri. Ed. 2. Badan Penerbit FKUI
:Jakarta.2013.
2. Benjamin, JS,. Virginia, AS,. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed. 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta. 2010.
3. Rusdi, M,. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkasan dari PPDGJ-III
dan DSM-5. Penerbit Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya : Jakarta.
2013.
4. Syarif, dkk., Farmakologi dan Terapi. Ed.5. Badan Penerbit FKUI: Jakarta. 2011.
5. Maslim R. Panduan praktis penggunaan klinis obat psikotropik. Edisi ke-3. Jakarta:
Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Atmajaya;2014.
6. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of
Psychiatry. Edisi ke-9.

xxvii

Anda mungkin juga menyukai