BAB I
PENDAHULUAN
pertama yaitu sebanyak 84 kasus dan di ruang penyakit dalam menduduki peringkat
ke dua, yaitu sebanyak 193 kasus.
Penelitian yang dilakukan Chiou dkk pada tahun 2014 menyatakan
:”Beberapa Bakteri Salmonella typhi yang di isolasi dari Indonesia, Bangladesh,
Vietnam dan Taiwan ,memiliki genetik resisten antibiotik, sehingga menyebabkan
multidrug resisten”.6 Hal ini bisa disebabkan pemakaian antibiotika yang tidak
rasional.
Pemberian antibiotika harus mempertimbangkan keadaan dan penyakit
yang diderita pasien. Pada tahun 2006, Carmelli Yehuda membuat system skoring
untuk mengukur risiko terjadinya resistensi antimikroba berdasarkan tingkat
keparahan penyakit pasien.Sistem skoring ini terdiri dari adanya kontak dengan
petugas kesehatan, adanya penggunaan antibiotika dan umur penderita.7 Skor risiko
ini cukup baik digunakan untuk memprediksi pasien dengan resistensi antibiotika.8
Setelah pemberian terapi antibiotika baik empirik maupun definitif,
keberhasilan terapi ditinjau kembali. Monitoring ini meliputi penilaian klinis,
pemeriksaan lab, dan jika terjadi, penilaian sebab dari gagalnya terapi antibiotika.
Kegagalan terapi antibiotika bisa disebabkan faktor mikrobiologis sendiri,
antibiotika, kegagalan penetrasi antibiotika, atau adanya penyakit penyerta non
infeksi.
Perlu diingat bahwa suseptibilitas in vitro bisa berbeda dengan in vivo.
Juga diperkuat tidak adekuatnya konsentrasi antibiotika di darah atau pun jaringan,
terjadinya penurunan aktivitas antibiotika di jaringan, ataupun inaktivasi antibiotika
oleh obat lainnya. Bisa juga disebabkan oleh kondisi yang menyerupai demam
infeksi seperti pada SLE. Gejala klinis juga bisa tampak tidak membaik karena
terjadinya drug fever ataupun infeksi yang memang bukan disebabkan oleh bakteri.
Infeksi disebabkan oleh virus atau fungi.
Evaluasi terapi antibiotika untuk kualitas penggunaan antibiotika
berdasarkan dosis harian yang digunakan Pasien, sedangkan untuk kualitas
penggunaan antibiotika berdasarkan metode Gyssens. Gyssen dkk. Telah
mengembangkan penelitian penggunaan antibiotika secara kualitatif untuk menlai
ketepatan penggunaan antibiotika, berdasarkan pengelompokan kategori 0-6 yang
3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
BAB III
METODE PENELITIAN
Populasi pada penelitian ini adalah Pasien demam Typhoid dewasa yang
dirawat di ruang rawat inap penyakit dalam BLUD RSUD Palabuhanratu periode
Maret-Mei 2018.
Kriteria inklusi sampel pada penelitian ini, yaitu:
1) Pasien-pasien dewasa dengan diagnosis demam Typhoid.
2) Pasien-pasien demam typhoid dewasa yang mendapatkan terapi antibiotika di
rawat inap penyakit dalam BLUD RSUD Palabuhanratu.
11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Karakteristik pasien deman typhoid berdasarkan jenis kelamin
Grafik 4.1
Karakteristik pasien deman typhoid berdasarkan jenis
kelamin
40
35
30
25
jumlah
20
15
10
5
0
laki-laki perempuan
Series1 40 20
Grafik 4.2
Karakteristik pasien deman typhoid berdasarkan umur
25
20
15
jumlah
10
0
15-24 25-34 35-44 45-54 55-64 65-74 ≥ 75
Series1 22 2 7 10 13 5 1
Grafik 4.3
Karakteristik pasien deman typhoid berdasarkan
cara pembayaran
60
50
40
30
20
10
0
BPJS tunai
Grafik 4.4
Karakteristik pasien deman typhoid berdasarkan
kelas perawatan
40
35
30
Axis Title
25
20
15
10
5
0
III II I VIP/VVIP
Series1 39 8 7 6
Cara
No. Jenis antibiotik Jumlah Persentase (%)
pemberian
1 Ceftriaxon IV 47 63,5
2 Ciprofloxacin IV 3 4,1
3 Ceftizoxime IV 2 2,7
4 Meropenem IV 7 9.5
5 levofloxacin IV 2 2.7
6 Metronidazole IV 3 4,1
7 Cefotaxime IV 1 1,4
8 Ofloxacin IV 1 1,4
9 Azytromicin Oral 7 9,5
10 Cotrimoxazol Oral 1 1,4
Jumlah 74 100
16
Grafik 4.5
Sebaran Penggunaan antibiotik pada pasien demam typhoid
periode Januari-Mei 2018
50
40
30
20
10
0
Lama Penggunaan
No. Jumlah Persentase (%)
Antibiotik
1 1 hari 7 11.7
2 2 hari 17 28.3
3 3 hari 23 38.3
4 4 hari 11 18.3
5 5 hari 0 0.0
6 6 hari 1 1.7
7 7 hari 1 1.7
8 ≥ 8 hari 0 0.0
Jumlah 60 100
17
Grafik 4.6
Lama Penggunaan antibiotik pada pasien demam typhoid
periode Januari-Mei 2018
25
20
15
10
0
1 hari 2 hari 3 hari 4 hari 5 hari 6 hari 7 hari ≥ 8 hari
4.2 Pembahasan
Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan sebagian besar penderita demam typhoid
berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 40 orang atau 67%, dan hampir setengah
pasien demam typhoid berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 20 orang atau
33%, Hal ini sesuai dengan penelitian public health untuk demam enteric diseluruh
negara berkembang yang menyatakan rasio penderita demam enteric antara pria
dengan wanita adalah 2,3:1.13
Berdasarkan tabel 4.2 bahwa sebagian besar penderita demam typhoid adalah
berkisar usia 15-24 , yaitu 36,7%. Rentang usia tersebut adalah rentang usia pelajar
dan mahasiswa, seringkali pada usia tersebut makan dan minum sembarangan tanpa
melihat kebersihan tempat makan tersebut.
Berdasarkan tabel 4.3 bahwa sebagian besar (95%) penderita typhoid fever
adalah pasien-pasien dengan BPJS dibanding VIP dan 65% adalah pasien-pasien
dengan ruang perawatan kelas III. Hal ini sesuai dengan epidemiologi penderita
typhoid fever berada pada penderita dengan social ekonomi yang rendah dengan
sanitasi dan hygiene yang buruk. 4
Berdasarkan tabel 4.5 bahwa sebagian besar pasien demam typhoid
menggunakan antibiotik ceftriaxon yaitu sebanyak 47 orang atau 63,5 %, Sebagian
kecil pasien demam typhoid menggunakan antibiotik Ciprofloxacin yaitu sebanyak
3 orang atau 4,1%, antibiotik Ceftizoxime yaitu sebanyak 2 orang atau 2,7%,
antibiotik Meropenem yaitu sebanyak 7 orang atau 9,5%, antibiotik levofloxacin
yaitu sebanyak 2 orang atau 2,7%, antibiotik Metronidazole yaitu sebanyak 3 orang
atau 4,1%, antibiotik Cefotaxime yaitu sebanyak 1 orang atau 1,4%, antibiotik
Ofloxacin yaitu sebanyak 1 orang atau 1,4%, %, antibiotik Azytromicin yaitu
sebanyak 7 orang atau 9,5%, dan antibiotik Cotrimoxazol yaitu sebanyak 1 orang
atau 1,4%. Penggunaan antibiotik cephalosporin generasi ke-2 dan golongan
kuinolon dikatakan tepat mengingat pasien-pasien dengan demam typhoid ini
20
berada pada usia muda yaitu usia 15-24 tahun. Berdasarkan klasifikasi diseases
severity dari Carmeli, pasien-pasien usia muda tanpa ada penyulit lainnya diberikan
antibiotik cephalosporin generasi 1-2, penisilin spektrum sempit dan kuinolon
spektrum sempit. Terdapat 6 kasus menggunakan meropenem walaupun pada usia
muda dengan tanpa penyulit lainnya, dikatakan tidak tepat. Satu kasus
menggunakan meropenempada usia muda, namun pasien ini sudah sering keluar
masuk rumah sakit dengan diagnosis typhoid sehingga dicurigai sebagai pasien-
pasien dengan typhoid yang relaps dan resisten terhadap antibiotik golongan
cephalosporin (ESBL). Pada pasien ini dinyatakan tepat pemberian antibiotic
dengan meropenem. Terdapat 3 kasus menggunakan antibiotic kombinasi dengan
metronidazole dikarenakan pasien diare.Pada pasien-pasien ini, pemberian
metronidazole dinyatakan tidak tepat karena tidak ada bukti hasil pemeriksaan feses
yang menyatakan pasien dengan infeksi disentri amoeba atau riwayat pasien dengan
buang air besar berdarah.
Berdasarkan tabel 4.6 lama pemberian antibiotik rata-rata pasien dengan typhoid
yaitu hampir setengahnya pasien demam typhoid diberikan antibiotik selama 3 hari
yaitu sebanyak 23 orang atau 38,3%, diberikan antibiotik selama 2 hari yaitu
sebanyak 17 orang atau 28,3%, dan sebagian kecil diberikan antibiotik selama 4
hari yaitu sebanyak 11 orang atau 18,3%, selama 1 hari yaitu sebanyak 7 orang atau
11,7%, selama 6 & 7 hari yaitu sebanyak 1 orang atau 1,7%, dan tidak satupun
diberikan antibiotik selama ≥ 8 hari yaitu sebanyak 0%. Sebagian besar lama
pemberian antibiotic pada pasien-pasien dengan demam typhoid sudah tepat yaitu
2-7 hari, tetapi terdapat 7 orang dengan lama pemberian antibiotic yang terlalu
pendek yaitu 2 hari. Penggunaan antibiotik yang terlalu pendek di RS karena pasien
menginginkan pengobatan di rumah dan diganti pemberian antibiotic dengan secara
peroral untuk di rumah.
Berdasarkan tabel 4.7 tabel Gyssens untuk pemberian antibiotic yang pertama,
sebagian besar sudah dinyatakan tepat pemberian dan tepat indikasi (76,7%).
Namun, masih ditemukan sebagian kecil yang berhenti pada kategori IVC yaitu ada
alternatif lebuh murah (6,7%) dan berhenti pada kategori VI C yaitu data rekam
medic tidak lengkap dan tidak dapat dievaluasi (6,7%). Pada data yang berhenti di
kategori VI C
21
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Sebagian besar pemberian antibiotic untuk pasien-pasien demam typhoid
dewasa di rumah sakit Pelabuhan Ratu sudah dinyatakan tepat indikasi dan tepat
dosis.
5.2 Saran
- Perlu penelitian yang lebih luas dengan pengambilan sampel yang lebih banyak
- Diagnosis typhoid dengan pemeriksaan laboratorium yang lebih akurat, bukan
berdasarkan pemeriksaan Widal saja
- Perlu dilakukan penelitian kultur dan resistensi antibiotic untuk pasien-pasien
demam typhoid
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Triyono EA. Clinical Microbiology and Infection : the official of the Eur Soc
Clin Microb and Inf Dis CDK. 2013;9(40):674-8.
2. Hadi. Audit of antibiotic prescribing in two governmental teaching hospital in
Indonesia. . Clinical Microbiology and Infection : the official of the Eur Soc
Clin Microb and Inf Dis 2009;14(7):698-707.
3. Kasper DL, S.Fauci A. Harrison’s Infectious Diseases. Dalam: Kasper, Fauci,
braunwald, Hauser, Longo, Jaameson, et al., editor. Harrison's Manual of
Medicine. New York: McGraw Hill; 2013. hlm. 456-8.
4. Bennet. Principles and Practice of Infectious Diseases. Edisi ke-8. Bennet,
Mandell, Douglas, editor. Philadelphia: Elsevier Saunders;2015.
5. Medical R. Jumlah Kasus Penyakit Rs Pelabuhan Ratu Sukabumi tahun 2017.
Pelabuhan Ratu: RS Pelabuhan Ratu; 2017.
6. Chiou CS, Lauderdale TL, Phung DC, Watanabe H, Kuo JC, Wang PJ, et al.
Antimicrobial resistance in Salmonella enterica Serovar Typhi isolates from
Bangladesh, Indonesia, Taiwan, and Vietnam. Antimicrobial agents and
chemotherapy. 2014 Nov;58(11):6501-7.
7. Yehuda C. antimicrobial resistance and patient outcomes:the hazards of
adjustment. Crit care. 2006;10(5):62-4.
8. Georgescu C, C.Arbune M. Antibiotic susceptibility of Escherichia coli
isolated from urine cultures at The Galati Infectious Diseases hospital. Eur
Biomed J. 2013;8(11):59-63.
9. Gyssens, Broek Vd, Kullberg, Hekster, Meer Vd. Optimizing antimicrobial
therapy. A method for antimicrobial drug use evaluation. J Antimicrob
Chemotherapy. 1992;30(5):724-77.
10. Cunha. Antibiotics Essentials. Edisi ke-12. Burlington: Jones & Bartlet
Learning;2013.
11. Wells J, E.Dowell S. Manual For The Laboratory Identification and
Antimicrobial Susceptibillity Testing Of Bacterial Pathogen of Public Health
Importance In The Developing World. Geneva: Worl Health
Organization;2003. hlm. 103-118.
12. Ernest Jawetz M, PhD, Joseph L.Melnick P, Edward A.Adelbrg P. Enteric
Negatif Rods Bacteria (Enterobacteriaceae). Dalam: Brooks GF, S.Butel J,
Ornston LN, editor. Medical Microbiology. Edisi ke-20. San Francisco:
Appleto & Lange; 1996. hlm. 243-7.
13. Chandrashekar SC, Kumar Ms. A Study of Antibiotic Susceptibility Pattern of
Salmonella typhi and Salmonella paratyphi A. IntJCurrMicrobiolappSci.
2018;7:658-62.