Anda di halaman 1dari 12

Metode Pelaksanaan Jembatan Beton Bertulang Balok T (T-Beam)

Perencanaan Struktur Bawah


Struktur bawah berfungsi menerima/memikul beban-beban yang diberikan bangunan atas dan
kemudian menyalurkannya ke pondasi. Beban-beban tersebut selanjutnya oleh pondasi
disalurkan ke tanah.
Untuk mengetahui jenis pondasi yang akan digunakan harus diketahui terlebih dahulu mengenai
keadaan, susunan dan sifat lapisan tanah serta daya dukungnya. Masalah-masalah teknik yang
sering dijumpai oleh ahli-ahli teknik sipil adalah dalam menentukan daya dukung dan
kemungkinan penurunan/settlement yang terjadi.
Penyelidikan Tanah
Metode penyelidikan tanah pada jembatan mencakup seluruh penyelidikan lokasi kegiatan
berdasarkan klasifikasi jenis tanah yang didapat dari hasil tes dengan mengadakan peninjauan
kembali terhadap semua data tanah dan material guna menentukan jenis tipe pondasi yang tepat
dan sesuai tahapan kegiatannya, sebagai berikut:
1.
Mengadakan penyelidikan tanah dan material di lokasi Pekerjaan jembatan yang akan
dibangun dengan menetapkan lokasi titik-titik bor yang diperlukan langsung di lapangan.
2.
Melakukan penyelidikan kondisi permukaan air (sub-surface) sehubungan dengan
pondasi jembatan yang akan dibangun.
3.
Menyelidiki lokasi sumber material yang ada di sekitar lokasi Pekerjaan, kemudian
dituangkan dalam bentuk penggambaran peta termasuk sarana lain yang ada seperti jalan
pendekat/oprit, bangunan pelengkap/pengaman dan lain sebagainya.
4.
Pekerjaan pengambilan contoh dengan pengeboran (umumnya terhadap undisturbed
sampling) dimaksudkan untuk tujuan penyelidikan lebih lanjut dilaboratorium untuk
mendapatkan informasi yang lebih teliti tentang parameterparameter tanah dari
pengetesan Index Properties (Besaran Indeks) dan Engineering Properties (Besaran Struktural
Indeks).
5.
Penyelidikan tanah untuk desain jembatan yang umum dilaksanakan di lingkungan Bina
Marga dengan bentang > 60 m digunakan bor mesin (alat bor yang digerakkan dengan mesin) di
mana kapasitas kedalaman bor dapat mencapai 40 m disertai alat split spoon sampler untuk
Standar Penetration Test ( SPT ) menurut AASHTO T 206 74. Sedangkan untuk bentang < 60m
(relatif dari 25 m s/d 60 m tergantung kondisi) digunakan peralatan utama lapangan yang terdiri
atas: (a) Alat sondir dengan bor tangan (digerakkan dengan tangan); (b) Pengeboran harus
dilakukan sampai kedalaman yang ditentukan (bila tidak ditentukan lain) untuk mendapatkan
letak lapisan tanah dan jenis batuan beserta ukurannya dan harus mencapai tanah keras/batu dan
menembus sedalam kurang lebih 3.00 m; (c) Boring dan sampling harus dikerjakan dengan

memakai Manual Operated Auger dengan kapasitas hingga kedalaman 10 m; dan (d) Alat tes
sondir tipe Gouda atau sejenisnya, antara lain Dutch ConePenetrometer yang memakai
sistem metrik dan harus dilengkapi dengan Friction Jacket Cone, kapasitas tegangan konus
minimum 250 kg/cm2 dan kedalamannya dapat mencapai 25 m.
6.
Pada setiap jembatan, penyelidikan tanah yang dibutuhkan pada masing-masing lokasi
rencana pondasi harus sudah menetapkan penggunaan jenis bor dan posisi lubang bor yang
direncanakan serta jumlah titik bor minimal satu titik boring, yaitu satu titik bor mesin atau satu
set bor tangan dan sondir, tergantung bentang rencana jembatannya. Hal ini tergantung pada
kondisi area (alam dan lokasi), kepentingan stuktur dan tersedianya peralatan pengujian beserta
teknisinya.
7.
SPT dilakukan pada interval kedalaman 1,50 m sampai dengan 2,00 m untuk diambil
contohnya (undisturbed dan disturbed).
8.
Mata bor harus mempunyai diameter yang cukup untuk mendapatkan undisturbed sample
yang diinginkan dengan baik, dapat digunakan mata bor steel bit untuk tanah clay, silt dan mata
bor jenis core barrel.
9.

Digunakan casing (segera) bilamana tanah yang dibor cenderung mudah runtuh.

10.
Untuk menentukan besaran index dan structural properties dari contoh-contoh tanah, baik
yang terganggu (disturbed) maupun yang asli (undisturbed) tersebut di atas dan contoh material
(quarry), maka pengujian di laboratorium dikerjakan berdasarkan spesifikasi SNI, SK SNI,
AASHTO, ASTM, BS dengan urutan terdepan sebagai prioritas pertamanya.
11.
Laporan penyelidikan tanah dan material harus pula berisi analisa dan hasil daya dukung
tanah serta rekomendasi jenis pondasi yang sesuai dengan daya dukung tanah tersebut dan hasil
bor log dituangkan dalam bentuk tabel/formulir bor log dan form drilling log yang dilengkapi
dengan keterangan/data diantaranya tentang tipe bor yang digunakan, kedalaman lapisan tanah,
tinggi muka air tanah, grafik log, uraian lithologi, jenis sample, nilai SPT, tekanan kekuatan
(kg/cm2), liquid/ plastis limit, perhitungan pukulan (SPT) dan lain sebagainya.

Pekerjaan Pondasi
Pekerjaan pondasi umumnya merupakan pekerjaan awal dari suatu proyek. Oleh karena itu
langkah awal yang dilakukan adalah pemetaan terlebih dahulu, dan dari pemetaan ini dapat
diperoleh suatu patokan yang tepat antara koordinat pada gambar kerja dan kondisi lapangan.
Langkah-langkah persiapan pekerjaan pondasi adalah membersihkan/mempersiapkan area
proyek dan pembuatan penulangan tiang bor.
Setelah alat pengebor, tulangan, serta ready mix concrete-nya sudah siap, maka dimulailah proses
pengeboran. Skema alat-alat bornya dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1. Skema Alat-Alat Bor

Gambar di atas bisa menggambarkan secara skematik alat-alat yang digunakan untuk mengebor.
Dalam praktiknya, mesin bornya terpisah sehingga perlu Crane atau Excavator tersendiri.
Pengeboran
Pada pekerjaan pondasi tiang bor, kedalaman dan diameter tiang bor menjadi parameter utama
dipilihnya alat-alat bor. Terdapatnya batuan atau material di bawah permukaan tanah, ini perlu
diantisipasi sehingga bisa disediakan metode dan peralatan yang cocok. Kalau asal mengebor
saja, mata bornya bisa stack di bawah.
Setelah mencapai suatu kedalaman yang mencukupi untuk menghindari tanah di tepi lubang
berguguran maka perlu di pasang casing, yaitu pipa yang mempunyai ukuran diameter dalam
kurang lebih sama dengan diameter lubang bor. Setelah casing terpasang, maka pengeboran
dapat dilanjutkan. Mata aunger sudah diganti dengan Cleaning Bucket yaitu untuk membuang
tanah atau lumpur di dasar lubang.
Jika pekerjaan pengeboran dan pembersihan tanah hasil pengeboran dan akhirnya sudah menjadi
kondisi tanah keras, maka untuk sistem pondasi bore pile bagian bawah pondasi yang bekerja
dengan mekanisme bearing dapat dilakukan pembesaran. Untuk itu dipakai bor khusus (Belling
Tools).
Akhirnya setelah beberapa lama dan diperkiranakan sudah mencapai kedalaman rencana maka
perlu dipastikan terlebih dahulu apakah kedalaman lubang bor sudah mencukupi, yaitu dengan
pemeriksaan manual. Perlu juga diperhatikan bahwa hasil pengeboran perlu juga diperiksa
dengan data hasil penyelidikan terdahulu. Apakah jenis tanah adalah sama seperti yang
diperkirakan dalam menentukan kedalaman tiang bor tersebut. Ini perlu karena sampel tanah

sebelumnya umumnya diambil dari satu atau dua tempat yang dianggap mewakili. Tetapi dengan
proses pengeboran ini maka secara otomatis dapat dilakukan prediksi kondisi tanah secara tepat,
satu persatu pada titik yang dibor.
Jika kedalaman dan lubang bor telah siap maka selanjutnya adalah penempatan tulangan
(Gambar 2). Jika terlalu dalam maka penulangan harus disambung di lapangan.
Pengangkatannya bertahap.

Gambar 2. Pekerjaan Penulangan Pondasi

Pengecoran
Setelah proses pemasangan tulangan baja maka proses selanjutnya adalah pengecoran beton. Ini
merupakan bagian yang paling kritis yang menentukan berfungsi tidaknya suatu pondasi.
Meskipn proses pekerjaan sebelumnya sudah benar, tetapi pada tahapan ini gagal maka gagal
pula podasi tersebut secara keseluruhan. Pengecoran disebut gagal jika lubang pondasi tersebut
tidak terisi benar dengan beton, misalnya ada yang bercampur dengan galian tanah atau segresi
dengan air, tanah longsor sehingga beton mengisi bagian yang tidak tepat.
Adanya air pada lubang bor menyebabkan pengecoran memerlukan alat bantu khusus, yaitu pipa
tremi. Pipa tersebut mempunyai panjang yang sama atau lebih panjang dengan kedalaman
lubang yang dibor. Memasukkan pipa tremi ke dalam lubang bor menggunakan alat bantu,
yaitu crane. Setelah pipa tremi sudah berhasil dimasukkan, ujung atas harus ditahan sedemikian
sehingga posisinya terkontrol (dipegang) dan tidak jatuh, lalu corong pipa tremi dipasang. Pada
kondisi pipa sudah siap maka pengecoran dapat dilakukan.
Pada Pekerjaan pengecoran diperlukan pengalaman yang banyak. Tahap pengecoran,
menuangkan
beton ke corong pipa tremi menggunakan Concrete Bucket dengan

bantuan Crane (Gambar 3). Dalam menuangkan beton tidak boleh langsung banyak, karena pipa
tremi perlu dicabut lagi, jadi kalau beton tertuang terlalu banyak maka akan sulit untuk
mencabutnya. Jika terlalu dini mencabut pipa tremi dan beton pada bagian bawah belum
terkonsolidasi dengan baik, maka bisa terjadi segresi, tercampur dengan tanah. Proses semua itu
terjadi di bawah (dalam lubang bor) dan tidak kelihatan, jadi pengalaman para pelaksana di
lapangan yang mengangkat pipa tremi memegang peran yang sangat penting. Pada kasus ini,
tidak hanya teori, tetapi perlu feeling yang tepat. Jika terjadi kesalahan, maka akan berakibat
pondasi akan gagal.
Jika beton yang dicor sudah semakin ke atas (volumenya semakin banyak) maka pipa tremi harus
mulai ditarik ke atas. Adanya pipa tremi tersebut menyebabkan beton dapat disalurkan ke dasar
lubang langsung dan tanpa mengalami pencampuran dengan air dan lumpur. Karena berat jenis
beton lebih besar dari berat jenis lumpur maka beton semakin lama semakin kuat untuk
mendesak lumpur nai ke atas.
Proses pengecoran ini memerlukan supply beton yang selalu siap (tidak boleh terlambat). Jika
sampai terjadi keterlambatan pipa treminya bisa tertanam dan tidak bisa dicabut, sedangkan
kalau keburu dicabut maka tiang beton tidak continue. Jadi bagian logistik/pengadaan beton
harus memperhatikan itu.

Gambar 3. Pekerjaan Pengecoran Pondasi

Jika pengerjaan pengecoran dapat berlangsung dengan baik, maka pada akhirnya beton dapat
muncul dari kedalaman lubang. Jadi pemasangan pipa tremi mensyaratkan bahwa selama
pengecoran dan penarikan, pipa tremi tersebut harus selalu tertanam pada beton segar. Pada

kondisi tersebut fungsinya sebagai penyumbat atau penahan agar tidak terjadi segresi atau
kecampuran lumpur.
Pekerjaan Abutment (Kepala Jembatan)
Abutment atau kepala jembatan merupakan bangunan yang berfungsi untuk mendukung
bangunan atas dan juga sebagai penahan tanah. Pada proyek ini bagian abutmen menggunakan
struktur pasangan batu. Pekerjaan pasangan batu untuk abutment yaitu semen, pasir, dan air
dicampur dan diaduk menjadi mortar dengan menggunakan concrete mixer. Batu terlebih dahulu
dibersihkan, lalu disusun dengan baik, kemudian diisi/diikat dengan campuran mortar dengan
dimensi sesuai gambar kerja. Abutment dengan pondasi diikat menggunakan angkur (baja)
sehingga menjadi struktur yang monolit. Untuk lebih jelasnya, lihat Gambar 4 dibawah ini.

Gambar 4. Pekerjaan Abutment

Perencanaan Struktur Atas


Struktur atas merupakan bagian atas suatu jembatan yang berfungsi menampung beban-beban
yang ditimbulkan oleh lalu lintas orang dan kendaraan maupun lainnya, yang kemudian
menyalurkannya ke bangunan bawah.
Pada Proyek Pembangunan Jembatan Vinolia ini struktur atas direncanakan menggunakan Beton
Bertulang (Beton T).
Pekerjaan Gelagar Induk, Gelagar Melintang, dan Plat Lantai
Pekerjaan Perancah dan Bekisting

Jembatan beton bertulang ini dipasang dengan menggunakan perancah. Bahan berasal dari baja.
Perancah yang dibuat harus memperhatikan kondisi aliran sungai pada waktu banjir. Sungai
Brantas mempunyai aliran yang deras, sehingga tiang perancah tidak boleh terendam air,
dikarenakan jika sewaktu-waktu sungai banjir tiang perancah akan diterjang aliran air yang deras
sehingga berakibat perancah tidak kokoh atau terguling. Solusinya yaitu kaki tiang perancah
khususnya pada posisi tengah dilindungi dengan box plat baja (air di dalam box baja di pompa
keluar). Untuk kaki perancah pada posisi tepi juga dilindungi menggunakan box plat baja, agar
tanah yang sebagai tumpuan tidak tergerus oleh aliran sungai. Perakitan perancah pada proyek
Jembatan Vinolia menggunakan bantuan Crane. Dalam merakit perancah harus benar-benar kuat
dan sesuai dengan ketentuan yang sudah ada. Untuk lebih jelasnya tentang perakitan perancah,
lihat Gambar 5.

Gambar 5. Pekerjaan Perancah

Setelah perancah selesai dibuat dan diyakini stabil dan kuat, mulai dibuat bekisting untuk gelagar
beton bertulang dan plat lantai. Bekisting dibuat dengan dimensi sesuai dengan gambar rencana,
mempunyai kelurusan yang baik dan tidak bocor. Bekisting yang digunakan pada proyek ini,

menggunakan bekisting dari multipleks yang diperkuat baja profil. Setelah selesai perakitan
bekisting, maka harus diperiksa ulang kekuatannya agar tidak melendut saat pengecoran, dan
diperiksa permukaan bekisting agar tidak terjadi kebocoran saat pengecoran. Bekisting yang
menumpu pada abutment bagian bawah diberi tumpuan dari baja atau kayu, untuk
tempatElastomer Karet jembatan. Untuk lebih jelas tentang perakitan bekisting balok dan plat
lantai, lihat Gambar 6 dibawah ini.

Gambar 6. Pekerjaan Bekisting

Gambar 7. Perancah dan Bekisting Balok dan Plat Jembatan

Penulangan
Setelah acuan selesai, maka harus diolesi dengan minyak bekisting atau oli bekas. Setelah itu
mulai dipasang baja tulangan dalam acuan tersebut, dengan memperhatikan selimut tebal selimut
beton dengan menahan baja tulangan dengan beton decking. Mutu betondecking harus lebih
tinggi dari beton yang akan dicor. Prosedur Pekerjaan pekerjaan penulangan yaitu:
1.
Menyiapkan material baja tulangan sesuai dengan ukuran dan gambar yang sudah
direncanakan.

2.

Menyiapkan lokasi untuk pemotongan dan perakitan tulangan.

3.

Menyiapkan peralatan dan tenaga penulangan sesuai dengan yang dibutuhkan.

4.

Pastikan perakitan tulangan dengan bendrat bersilang tumpang tindih.

5.

Potong dan rakit pembesian dengan sesuai ukuran gambar rencana.

6.
Menyiapkan lokasi pemasangan panel rakitan pembesian di lapangan bersih dari segala
kotoran.
7.

Pastikan posisi ikatan antar besi tulangan sudah cukup kuat dan pada tempatnya.

Pengecoran
Perencanaan urutan pengecoran harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1.
Melintang dimulai pengecoran beton di tengah, bergerak keluar secara
seimbang/teratur.
2.
Memanjang pengecoran beton sedemikian sehingga lendutan maksimum terjadi pada
awal, sehingga bila pengerasan awal terjadi, beton tidak akan terpengaruh oleh lendutan yang
disebabkan pengecoran beton kemudian.
Bila balok atau plat yang sedang dicor tidak lurus, biasanya dalam praktek dikerjakan dari titik
terendah menuju titik tertinggi.
Pemeriksaan yang harus dilakukan sebelum mengecor pelat lantai adalah sebagai berikut:
1.
Periksa bahwa semua kotoran debu, beton lama, potongan kawat pengikat dan sebagainya
dibersihkan dari acuan.
2.

Menegaskan bahwa jembatan kerja (runway) ditopang bebas dari penulangan.

3.
Jika keadaan cuaca kurang baik, terutama cuaca panas, periksa agar pekerjaan dapat
berlangsung tanpa melanggar syaratsyarat teknik.
4.
Memastikan adanya pengaturan untuk cahaya buatan (penerangan) bila pengecoran tidak
dapat diselesaikan sebelum gelap.
5.
Memastikan terdapat cukup kayu untuk membuat stop end bila persediaan beton
terganggu/terlambat.
6.
Memastikan ketersediaan tenaga dan fasilitas untuk mengambil benda uji bahan atau
beton sesuai dengan syarat syarat teknik.
7.
Menegaskan bahwa talang (chutes) terbuat dari logam atau dilapisi logam sehingga beton
tidak akan terpisah dalam talang atau diperbolehkan jatuh lebih dari 1,5 m.
8.
Memeriksa tersedianya alat cadangan (standby) yang cukup, termasuk pengetar, dalam
kondisi siap pakai.

Beton yang digunakan yaitu beton ready mix. Proses pengecoran menggunakan Concrete
Pump (dipompa). Pada waktu pengecoran dilakukan penggetaran/pemadatan terhadap beton
dengan alat Concrete Vibrator.
Untuk plat lantai jembatan, bila lantai akan diberi lapisan permukaan aspal, suatu daya lekat
yang baik akan terjadi antara beton dan aspal bila permukaan diperkasar, dan ini didapat dengan
cara menyeret sapu kaku secara melintang pada permukaan sebelum mengeras. Timing dari
kegiatan ini penting untuk mendapat hasil yang baik. Prosedur perawatan dimulai segera setelah
pengerasan awal terjadi. Untuk lebih jelas proses pengecoran, lihat Gambar 8 di bawah ini.

Gambar 8. Pekerjaan Pengecoran

Pekerjaan Sandaran (Railling)


Pekerjaan sandaran (railing) meliputi pekerjaan bekisting, penulangan, pemasangan pipa
pegangan, dan pengecoran. Semua pekerjaan pada pekerjaan sandaran (railling) harus dikerjakan
sesuai dengan yang direncanakan dan syarat-syarat yang telah ada.
Pekerjaan Oprit Jembatan
Pekerjaan oprit pertama kali yaitu proses pemadatan tanah. Tanah dipadatkan bertujuan agar
tanah dapat menahan titik as pada roda transportasi. Pekerjaan oprit meliputi pembuatan plat
injak, pemadatan material, dan pengaspalan jalan. Pemadatan material dengan menggunakan alat
berat yang disebut Pad Foot Roller. Pemadatan dilakukan beberapa kali lintasan sampai material
benar-benar padat.

Gambar 9. Proses Pemadatan Tanah Oprit

Anda mungkin juga menyukai