Tesicccc
Tesicccc
Metode
Qishah
(Kisah)
................................................................................................
Metode Mukatabah (Membuat Surat-Menyurat/Tulisan)
................................................................................................
Metode
Tausyiah
(Memberi
Nasehat)
................................................................................................
Metode
Maudui
(Membuat
Tema-Tema)
................................................................................................
Metode
Tamtsil
(Membuat
Perumpamaan)
................................................................................................
Metode Tarbiyah al-Fardiyah (Pendidikan Diri Sendiri)
................................................................................................
Metode Itibar (Mengambil Pelajaran dai Suatu Kejadian)
................................................................................................
Metode
Uswah
(Memberi
Keteladanan)
................................................................................................
Pendekatan-Pendektan Pendidikan Islam Said Nursi
................................................................................................
Pendekatan
Psikologis
................................................................................................
Pendekatan
Sosial-Kultural
................................................................................................
Pendekatan
Religik
................................................................................................
Pendekatan
Historis
................................................................................................
Pendekatan
Komparatif
................................................................................................
Pendekatan
Filosofis
................................................................................................
Metode dan Pendekatan Pendidikan Islam Bediuzzaman
Said
Nursi
dari
Sudut
Pembelajaran
................................................................................................
BAB
4. RELEVANSI METODE DAN PENDEKATAN PENDIDIKAN
ISLAM BEDIUZZAMAN SAID NURSI DENGAN PENDIDIKAN
ISLAM SEKARANG...............................................................................
Relevansi dengan Tujuan............................................................................
Relevansi dengan Bahan Pendidikan..........................................................
Relevansi dengan Peserta Didik (Murid)...................................................
Relevansi terhadap Situasi Pendidikan.......................................................
BAB
5. PENUTUP.................................................................................................
Simpulan.....................................................................................................
Saran...........................................................................................................
Rekomendasi..............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Abstrak
Tesis ini adalah sebuah hasil pnelitian kualitatif tentang Metode dan pendekatan
Pendidikan Islam dalam pemikiran Perspektif Bediuzzaman Said Nursi.
Dasar pemikiran yang melatar belakangi penelitian ini adalah Pertama, penulis
melihat bahwa ada hubungan erat antara peran pemikiran ketokohan dengan persoalan
praksisi pendidikan, apalgi jika corak pemikiran itu bersifat inovatif dan menjawab
kebutuhan zaman. Bediuzzaman Said Nursi (Said Nursi) merupakan seorang yang
memiliki ide-ide yang fundamental dan komprehensif, seperti di bidang pendidikan
ekonomi, politik, sosial, dan keagamaan; lebih-lebih pada sebagian besar Risale-i Nur
banyak memuat gagasan yang radikal dan relevan dengan pendidikan Islam sekarang.
Kedua, ada semacam kesejalanan ide pokok (filosofis) pendidikan yan gdituangkan Said
Nursi metode-metode dan pendekatan-pendekatannya dalam upaya membentuk
kepribadian dan menanamkan nilai pendidikan berasaskan ajaran Islam. Ketiga, konsep
integralisasi ilmu pengetahuan religius dan modern yang diistilahkan dua sayap
keilmuan (two wings) memiliki kesamaan visi dengan tikoh-tokoh kontemporer, yang
tentulah konsesnsus itu dapat memberi kontribusi positif bagi aktifitas penelitian untuk
mengembangkan metodologi pendidikan Islam. Keempat, bukti-bukti empirik, seperti
Said Nursi pernah menjadi guru Madrasah Khur-Khur, mendirikan Universitas AzZahra, membuka forum tanya-jawab dengan masyarakat di lembaga informal, serta
aktifitas dakwah dan pengajarannya dari satu tempat ke tempat lainnya merupakan
sebuah indikator bahwa ia adalah seorang praktisi pendidikan. Oleh karena itu
penelaahan terhadapmetode-metode dan pendekatan-pendekatan yang digunakan oleh
Said Nursi perlu dipelajari lebih lanjut. Kelima, pengaruh popularitas Said Nursi
sekaligus Magnum Opus-nya Risale-i Nur sedang mendunia yang mana pengaruh
tersebut secara proaktif perlu disikapi oleh para metodolog pendidikan Islam, tak
terkecuali di nusantara ini.
Penelitian tesis ini memfokuskn pada ruang lingkup metodologi pendidikan
Islam dengan permasalahan utama adalah bagaimana metode-metode dan pendekatanpendekatan pendidikan Islam yang diterapkan oleh Said Nursi di lembaga pendidikan,
forum-forum masyarakat, dan dalam Risale-i Nur. Kedua, untuk mempelajarai tentang
bagaimana relevansi metodolgi pendidikan Islam dengan tujuan bahan pelajaran, peserta
pendidik,dan situasi pendidikan, ditinjau dari kebutuhan pendidikan Islam sekarang.
Ada tiga pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: pendekatan
historis, filosofis dan sosiologis. Pendekatan historis digunakan dalam rangka
mempelajario data yang berhubungan dengan sejarah hidup (biografi) Said Nursi yang
antara lain terkait dengan latar belakang kehidupan, pendidikan, perjuangan dan
pemikiran, dan aktifitas Said Nursi dalam bidang pendidikan. Pendekatan filosofis
digunakan untuk mempelajari menggali pemikiran, ide-ide atau gagasan dari Said Nursi,
khususnya yang berkaitan dengan metode dan pendidikan Islam. Pendekatan sosiologis
digunakan untuk mempelajari ide-ide umum metode dan pendekatan pendidikan Islam
Said Nursi dalam konteks kehidupan sosial. Penelitian ini termasuk riset kepustakaan
dengan menggunakan data kualitatif yang berbentuk literatur dan informasi verbal, dan
menggunakan teknik analisis deskriftif analitif, yaitu menganalisa dan menyimpulkan
dari pendapat-pendapat yang dikonfirmasikan, dan content analysis, yaitu menganalisis
makna yang terkandung dalam asumsi, gagasan, ataupun statemen untuk mendapatkan
pengertian dan kesimpulan.
Dari pembahasan tentang metode dan pendekatan Pendidikan Islam
Bediuzzaman Said Nursi, peneliti memperoleh satu temuan-temuan, yaitu:
Pertama, dalam melaksanakan pendidikan Islam, Said Nursi menggunakan 11
(sebelas) metode, yaitu: muhadharah (Ceramah), Munazarat (Debat, Tabyin
(Penjelasan),
Qishah (Cerita), Mukatabah (Membuat Surat Menyurat/Tulisan),
Tausiyah (Memberi Nasihat), Maudui (Membuat Tema-Tema), Tamtsil (Membuat
Perumpamaan), Self Education (Pendidikan Diri Sendiri), Itibar (Mengambil Pelajaran
dari Suatu Kejadian atau Kisah), dan Uswah (Memberi Keteladanan). 6 (enam)
pendekatan pendidikan Islam yang digunakan oleh Said Nursi adalah psikologis, sosial
kultural, religik, historis, komparatif,dan filosofis.
Kedua, dilihat dari usaha-usaha pendidikan dengan cara langsung dan metode
Risale-i Nur yang didasari dengan paradigma mengokohkan iman dan menggairahkan
ibadah, sebagai prioritas pemenuhan kebutuhan yang paling fundamental bagi umat
Islam di era sekarang ini, maka metode dan pendekatan pendidikan Islam Said Nursi
memiliki relevansi dengan kondisi pendidikan Islam sekarang, yaitu:
1.
relevansi dengan tujuan, dimana tujuan pendidikan Islam Said Nursi
dengan metodologi yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh pendidikan Islam
seperti: Fazlur Rahman,Al-Syaibant, Al-Faruqi, dan tokoh lainnya, berasaskan
integralisasi ilmu pengetahuan yang berakar dari fitrah manusia untuk mencari
kebahagiaan sejati di dunia dan akhirat.
2.
Relevansi dengan bahan yang dikaji Said Nursi (Khususnya dalam
Risale-i Nur), di mana metode dan pendekatan pendidikannya menjelaskan
fenomena penyakit umat manusa abad ini, seperti pengaruh budaya membuka
aurat yang merusak fitrah wanita Islam, kesediman dan psimis karen
aditimpakan musibah penyakit dan kematian disebabkan kurangnya kesadaran
agama, kurang beradabnya anak terhadap orang tua disebabkan rendahnya ilmu
agama, dam hilangnya harapan orang tua di usia lanjut disebabkan rendahnya
moralitas dan tipisnya keimanan.
3.
relevansi dengan peserta didik, dilihat dari model pendidikan yang
dikenalkan oleh Said Nursi melalui aktifitas langsung dan Risale-i Nur-nya yang
menekankan pada kepribadian personality( peserta didik dan merangsang
semangat dan gerakan positive (positive movement), bagi pelajar-pelajar Islam
yang menyadari sebuah produktifitas dan kebangkitan di bawah payung alQuran. Sedangkan dalam kondisi abad ini, kepribadian dan produktifitas itu
sangat dibutuhkan dan menjadi senjata umat untuk mengangkat citra umat Islam.
4.
relevansi dengan situasi pendidikan, dilihat dari model pendidikan
Said Nursi yang mengkaji konseptual interaksi kemodernan dan religius.
Walaupun Said Nursi banyak menyajikan metode pendidikan secara terpadu
(inter related method) terhadap musuh Islam da kalangan muslim sendiri-namun
metode-metode yang disertai pendekatan psikologis, sosial budaya, religik,
historis, komparatif, dan filosofis itu tetap berorientasi pada mencari kebenaran
dan menghargai perbedaan bukan mencari kemenangan dan membenci
perbedaan dan mengklaim diri sendiri yan benar. Metode dan pendekatan ini
akan memperlebar cakrawala antar guru, antar peserta didik, guru-peserta didik,
Bab I
PENDAHULUAN
Pendidikan Islam dipandang sebagai sebuah usaha dan cara kerja, paling sedikit
memiliki tiga karakter, seperti yang ditulis Azra (2000, hal. 10), yaitu pertama, bahwa
pendidikan Islam memiliki karakter penekanan pada pencarian ilmu pengetahuan,
penguasaan, dan pengembangan atas dasar ibadah kepada Allah SWT; kedua,
pendidikan Islam merupakan sebuah pengakuan akan potensi dan kemampuan
seseorang untuk berkembang dalam suatu kepribadian; ketiga, pendidikan Islam
merupakan sebuah pengamalan ilmu atas dasar tanggung jawab kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
Sementara Zakiah Daradjat (1992, hal. 27) mendefinisikan, bahwa pendidikan
Islam merupakan usaha dan kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka menyampaikan
seruan agama dengan berdakwah, menyampaikan ajaran, memberi contoh, melatih
keterampilan berbuat, memberi motivasi dan menciptakan lingkungan sosial yang
mendukung pelaksanaan ide pembentukan pribadi muslim. Sejalan dengan pandangan
Daradjat, Marimba (1976, hal. 85) memberikan titik fokus usaha pendidikan Islam,
yaitu terletak pada bimbingan jasmani dan rohani menuju kepada terbentuknya
kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dari sini jelas sesungguhnya
pendidikan Islam sebagai sebuah usaha manusia dewasa yang menempati posisi mulia
sebagai tugas kemanusiaan dan kehambaan, karena terjalin dalam kerangka hubungan
antar-manusia sekaligus bernilai ibadah kepada Tuhan. Umat Islam sendiri mengakui,
susungguhnya kegiatan pendidikan merupakan sebuah sarana melaksanakan kewajiban
menuntut ilmu (uthlub al-ilm). Untuk itulah ajaran Islam dijadikan sebagai sumber
filosofi teratas, sebagaimana dikutip dari Al-Syaibany (1979, hal. 39):
Siapa saja yang meneliti sejarah Islam dengan berbagai sumber dari Al-Quran
dan Sunnah, qiyas syari, ijma yang diakui, ijtihad dan tafsir yang benar yang
dibuat ulama-ulama kita yang saleh sepanjang zaman, akan terdapat pada setiap
hal itu akan membentuk pikiran yang menyeluruh dan berpadu tentang alam
jagat, manusia, masyarakat dan bangsa, pengetahuan kemanusiaan dan akhlak
selain itu orang yang mengkaji Islam pada berbagai sumbernyaakan keluar
dengan pikiran-pikiran universal dan berpadu tentang filsafah wujud, falsafah
pengetahuan, dan falsafah nilai. Inilah yang diperlukan oleh pendidik dalam
membina pendidikan yang sebaik-baiknya.
Pendapat Syaibani ini mengingatkan kita, bahwa pada pengertian global ajaran
Islam telah memberikan konsep dasar filosofis, berkaitan dengan unsur pendidikan
secara umum (tataran paedagogis). Kemudian dari konsep dasar itulah para ahli atau
pemikir mengembangkannya menjadi ide-ide teknis dan spesifik terkait dengan caracara mendidik, strategi belajar-mengajar, dan sebagainya dengan lebih prosedural
berdasarkan tataran didaktik-metodik.
Satu dari sekian luas kajian dalam ruang lingkup pendidikan Islam adalah aspek
metodologinya. Dalam metodologi pendidikan, antara lain membahas tentang metode
(cara), usaha, pendekatan, teknik, danstrategi yang dapat digunakan untuk mencapai
semua tujuan-tujuan yang ingin diraih dalam kegiatan pendidikan Islam. Bahkan dalam
ajaran Islam, Allah SWT mengingatkan akan pentingnya menggunakan cara-cara yang
tepat dalam mengajak manusia ke jalan yang baik, sebagaimana Firman-Nya dalam QS.
An-Nahl (16): 125 berikut:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang
baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu,
dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
(Departemen Agama 1993, hal. 421).
figur pemimpin dan pendidik umat manusia. Jika konsepsi ayat tadi dikaji secara
mendalam, maka akan diperoleh lagi secara spesifik dan relatif bervariasi mengenai halhal pendidikan dalam Islam serta bagaimana implikasi-implikasi metodologis dalam
tataran praktis di lapangan.
Ditinjau dari konteks historis, metodologi pendidikan Islam telah mengalami
berbagai perubahan seiring kebutuhan dan kemajuan zaman. Untuk itulah tokoh-tokoh
yang
gigih
ingin
memperjuangkan
tegaknya
syiar
Islam,
termasuk
usaha
Dalam karyanya Risale-i Nur, Said Nursi menyatakan, bahwa agar pendidikan
Islam dapat tegak dengan kokohnya di dunia ini harus ditopang dengan dua aliran ilmu,
yaitu ilmu religius dan ilmu modern: The Science of religion are the light of the
conscience, and the modern science are the light of mind. The truth is manifested
through of the combinig of the two. The student endeavor will take fight on those two
wings. When they are sepurated, its leads to bigotry in the one, an doubts and
skepticism in the order (Nursi dalam Tatli, 1992: 6). Said Nursi menghendaki
pendekatan dalam pendidikan Islam dengan menggabungkan dua sayap keilmuan itu
secara integral, di mana sebelumnya kedua liran ilmu itu terpisah.
Sebagai seorang guru, ia mencoba menerapkan pemikiran pendidikannya itu di
madrasah Khur-Khur. Usaha ini memberi kesan yang positif ke arah memantapkan
pemahaman dan intelektual pelajar. Said Nursi ingin membuang persepsi negatif
masyarakat yang melihat agama dan sains teknologi tidak boleh bersatu (Zaidin, 2001,
hal. 20). Usaha lainnya dilakukan Said Nursi pada tahun 1896 dengan mencoba
mendirikan Madrasat al-Zahra (Zaidin, hal. 21).
Said Nursi yakin, bahwa usaha yang dijalaninya baik sebagai dai maupun guru
akan memberi kontribusi yang positif bagi syiar Islam sekuat yang diusahakannya.
Karena itu ia menerima pekerjaan sebagai seorang guru dengan penuh tanggung jawab:
He was a member of the Medrese Teachers Association, founded in 1919, the
main aims of which were to undertake the necessary enterprises for raising the
teaching profession to the high level that is in keeping with the Islamic nation
(millet) and civilization,to product students of the ulama profession who
would be throughly informed of the Islamic science and have knowledge of the
modern science sufficient for the needs of the timesTo instill the truth of
religion and elevated conduct of Islam in Muslims spirits, strengthen bond of
brotherhood, encourage personal enterprise, and to protect the rights of
medrese teachers. Said Nursi concern with education (Sahiner [1976] dalam
Gozutok, 2002, hal. 395).
Dalam kesempatan lain Said Nursi menyempatkan diri membuka forum tanya
jawab untuk menjelaskan hakikat iman dan ilmu pengetahuan sebagaimana dasar
filosofis yang ia pegang. Misalnya, Said Nursi menjelaskan hakikat musibah gempa
bumi yang terjadi di wilayah Turki Timur dan Barat dan banyak menghabiskan korban
material dan jiwa banyak mengandung pelajaran bagi insan-insan yang beriman, seperti
pelajaran untuk merenungkan peristiwa tersebut secara mendalam, mengevaluasi diri,
menambah keyakinan dan ibadah, serta memperbanyak dzikir dan ibadah (Nursi 2000a,
hal. 185-186). Dalam menyampaikan hakikat gempa bumi tersebut, Said Nursi
menggunakan metode tanya jawab disertai pendekatan filosofis dan religik, dalam
rangka mengurai makna yang tersirat dipadukan dengan kebenaran wahyu.
Dengan cara ini Said Nursi ingin memperkuat aspek aqidah (keimanan) dalam
diri umat Islam melalui self education dan tafakur terhadap kejadian-kejadian alam.
Bukan pengaruh ideologi non-Islam dan budaya negatif menumpulkan potensi akal,
yang justru jadi pelengkap argumentasi untuk memperkuat aqidah; sehingga sangat
clear integralitas wahyu dan akal (rasional) atau ilmu atau ilmu agama dan sains
modern.
Dari aspek tujuan ide pendidikan Said Nursi nampaknya sejalan dengan Fazlur
Rahman, bahwa pendidikan menekannkan akan pentingnya mengintegralisasikan ilmuilmu agama dan ilmu-ilmu umum secara organis dan menyeluruh. Menurut ia juga ilmu
berdasarkan pada tujuan sehat bagi individu dan masyarakat, dan memantapkan tujuan
ilmu pada prioritas moral (Rahman, 1992 hal. 70). Selain itu Ismail Raji Al-Faruqi
dengan tawaran-tawarannya, ia menginginkan metodologi ilmu pengetahuan Islam
tradisional diupayakan terbebas dari kelemahan-kelemahan, dengan empat kesatuan
(utility), yaitu kesatuan Allah, kesatuan ciptaan, kesatua kebenaran dan ilmu
pengetahuan, dan kesatuan hidup (Al-Faruqi dalam Sirozi 2001, hal. 18-19).
Kesejalanan tujuan yang dimaksud tidak lain merupakan pembelaan terhadap upaya
meningkatkan kualitas pendidikan umat Islam sebagai realisasi dari ajaran-ajarannya
yang paripurna.
Berdasarkan pemikiran Said Nursi, Rahman, dan Al-Faruqi di atas, jelas
mengindikasikan bahwa satu dari sekian banyak kelemahan umat Islam di bidang
pendidikan sekaran terletak pada kelemahan paradigma keilmuan (dengan memisahkan
ilmu agama dan sains modern) dan kelemahan metodologi pendidikan (dengan tidak
mampu menyatukan kekuatan wahyu dengan argumentasi rasional), sehingga perlu
diperlajari di mana titik kelemahan-kelemahan itu dan bagaimana usaha-usaha yang
sudah dijalankan. Sebaliknya sebuah tuntutan masa sekarang adalah kondisi pendidikan
yang mampu mencerahkan masa depan, di mana pendidikan itu berdaya guna
mengembangkan berbagai dimensi keilmuan sekaligus juga akan melahirkan ilmuwan
yang dapat memberi arti bagi masa depan umat manusia itu. Oleh karena itu di era
millenium ketiga ini, eksistensi pendidikan Islam menjadi kebutuhan essensial dan
orisinal bagi manusia.
Pendidikan Islam idealnya dapat mengantarkan suatu bangsa pada sebuah
peradaban yang dinamis, menjadi salah satu penentu peradaban bangsa; maju, stagnan,
atau mundur. Melalui tinjauan historis dapat dibaca mengenai kondisi lembaga
pendidikan Islam yang maju tidak terlepas dari peranan metodologi yang
dikembangkan. Seperti Fazlur Rahman (1984, hal. 263-265) menulis, bahwa tradisi dan
metodologi yang keilmuan pendidikan Islam pada keemasan di abad pertengahan telah
menunjukkan kebolehan dalam hal mengangkat citra (image) bagi pendidikan Islam.
Ketika itu sistem pengajaran yang berkembang diantaranya halaqah dan mudzakarah.
Bahkan oleh Rahman kedua sistem pengajaran ini telah menjadi ciri yang penting
tentang watak keilmuan Islam di abad pertengahan, di samping juga pertumbuhan karya
tulis dan kelembagaan kepustakaan ketika itu. Dari catatan Rahman ini, sesungguhnya
kerja keras para tokoh dan pemikir pendidikan Islam dalam merintis sebuah tradisi dan
metodologi, khususnya pada sistem pengajaran begitu maksimal, sehingga upaya
mereka menjadi salah satu penentu keberhasilan institusi pendidikan Islam di kala itu.
Metodologi pendidikan Islam yang dibawah para tokoh dan ilmuan muslim pada masa
itu sudah menyumbangkan manfaat besar bagi kemajuan dan peradaban manusia pascamereka.
Sementara itu, menjadi perhatian utama bagi para pemikir dan praktisi
pendidikan di Indonesia untuk menyikapi perkembangan metodologi pendidikan Islam
(MPI) seperti Ahmad Tafsir, Mastuhu, Azmakhsyari Dhofier, Zakiah Daradjat, Jusuf
Amir Feisal, dan sederet tokoh lainnya, adalah basis epitemologi untuk Ilmu Pendidikan
Islam. Tema-tema yang mereka rekomendasikan adalah menggagas paradigma
metodologi yang Islami bagi ilmu-ilmu pendidikan Islam dengan memadukan dua sayap
keilmuan melalui pengembangan lembaga pendidikan dan sumber daya manusia (Tafsir
et.al, 1995).
Hingga di sini dapat dilihat, bahwa diantara tokoh pendidikan kita masih getol
menggagas metodologi ilmu pendidikan Islam yang Islami, walaupun terkadang mereka
juga keblabasan dalam merumuskan basis efistemologi pendidikan Islam disebabkan
cenderung melupakan prioritas utama dalam hal pembenaran aqidah yang paling
di
abad
pertengahan
yang
diilhami
dengan
semangat
pemikiran Fazlur Rahman dan Al-Faruqi, dan para tokoh pendidikan lainnya yang
mencoba merelevansikan tujuan ideal tersebut dengan kebutuhan pendidikan Islam di
abad 21 ini. Ketiga, Said Nursi memiliki karya Risale-i Nur yang jika dibaca di
dalamnya memuat secara global tentang metodologi pendidikan Islam. Khususnya
pembahasan yang berkaitan dengan metode-metode dan pendekatan pendidikan banyak
dituliskan dalam karya monumentalnya.
Rumusan Masalah
Seperti disebutkan di atas dalam latar belakang masalah bahwa Bediuzzaman Said Nursi
dalam kehidupannya telah melakukan aktifitas pendidikan Islam di lembaga formal dan
masyarakat. Artinya, dipandang dari sudut metodologi, Bediuzzaman Said Nursi
memiliki andil dalam membangun sebuah metode dan pendekatan pendidikan Islam
dengan karakter tersendiri.
Bertitik tolak dari latar belakang masalah di atas, ada permasalahan penting yang
ingin penulis angkat dari aspek pendidikan Said Nursi, khususnya tentang metode dan
pendekatan pendidikan Islam yang dilaksanakan oleh Said Nursi selama berinteraksi
dengan masyarakat langsung dan dalam karyanya Risale-i Nur. Maka pokok
permasalahan yang diteliti dalam tesis ini adalah bagaimana metode dan pendekatan
pendidikan Islam dalam perspektif Badiuzzaman Said Nursi.
Berdasarkan pokok masalah tersebut, maka pertanyaan-pertanyaan yang perlu
dijawab dalam tulisan ini adalah: Pertama, bagaimana metode dan pendekatan
pendidikan Islam yang diterapkan oleh Bediuzzaman Said Nursi? Kedua, bagaimana
relevansi metode dan pendekatan pendidikan Islam Bediuzzaman Said Nursi dengan
tujuan, bahan, peserta didik, dan situasi pendidikan, ditinjau dari kebutuhan pendidikan
Islam sekarang?
Batasan Masalah
Idealnya fokus penelitian ini berada dalam wilayah metodologi pendidikan Islam dalam
arti luas, yaitu pembahasan tentang metode atau cara-cara umum yang digunakan oleh
Said Nursi dalam melaksanakan pendidikan Islam. Mengingat pembahasan tersebut
cukup luas, maka penelitian ini dikonsentrasikan pada metode-metode dan pendekatanpendekatan yang digunakan oleh Said Nursi dalam arti khusus atau biasa digunakan
dalam proses pendidikan Islam, seperti metode ceramah, tanya-jawab, debat, diskusi,
penjelasan, cerita atau kisah lainnya. Dengan demikian kajian lebih difokuskan pada
aspek bagaimana cara-cara pendidikan Islam bukan bagaimana ide-ide pemikiranpemikiran pendidikan Islam dalam perspektif Said Nursi.
Definisi Operasional
Judul tesis ini tersusun dari beberapa istilah yang pengertian-pengertiannya perlu
didefinisi untuk menjadi pedoman dan menghindari kerancuan dalam pembahasan lebih
lanjut.
Ada empat istilah yang perlu didefinisikan untuk keperluan operasionalm yaitu:
Pertama, kata metode berasal dari dua perkataan, yaitu meta dan hodos. Meta berarti
melalui dan hodos berarti jalan atau cara (Arifin 1995, hal. 257). Metode dalam
bahasa Inggris disebut method yang berarti cara (Echols dan Shadily 1996, hal. 379).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Metode berarti cara yag teratur dan terpikir
baik-baik untuk mencapai maksud (Depdikbud 1999, hal. 652). Bertitik tolak dari
pengertian etimologis ini, Zakiah Daradjat (1996, hal. 1) mendefinisikan metode
sebagai suatu cara kerja yang sistematik dan umum. Sedangkan Arifin (1995, hal. 257)
mengartikan bahwa metode merupakan jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu
tujuan. Kedua definisi ini mengisyaratkan bahwa metode merupakan cara kerja yang
bersifat umum yang digunakan sebagai jalan untuk mencapai tujuan.
Kedua, kata pendekatan dalam bahasa inggris disebut approach yang berarti
pendekatan, penghampiran, jalan, menjelang, datangnya, dan tibanya (Echols dan
Shadily 1996, hal. 379). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pendekatan berarti
proses, perbuatan, dan cara mendekati (Depdikbud 1999, hal. 218). Dari perngertian
secara bahasa ini, Djamarah (2000, hal. 5) memberikan batasan pendekatan sebagai
suatu proses perbuatan dan cara mendekati suatu kegiatan secara arif dan bijaksana,
dimana cara-cara tersebut biasanya dikaitkan dengan aspek keilmuan yang ada, seperti
filsafat, sosial, agama dan lain-lain.
Ketiga, kata pendidikan diartikan sebagai suatu proses pengubahan sikap dan
tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan pelatihan (Depdikbud 1999, hal. 232). Kata pendidikan dalam
bahasa Arab disebut tarbiyyah dengan kata dasarnya rabba, berarti usaha mengenai cara
mendidik. Pendidikan Islam, berarti usaha dan kegiatan yang dilaksanakan dalam
rangka menyampaikan seruan agama dengan berdakwah, manyampaikan ajaran,
memberi contoh, melatih keterampilan berbuat, memberi motivasi dan menciptakan
lingkungan sosial yang mendukung pelaksanaan ide pembentukan kepribadian muslim
(Zakiah Daradjat 1992, hal. 25-27).
Keempat, Bediuzzaman Said Nursi adalah seorang ulama Turki yang hidup pada
periode akhir kerajan Turki Utsmani dan dalam periode pemerintahan Republik Turki
yang dipimpin oleh Mustafa Kemal Ataturk. Ia seorang ulama yang gigih
memperjuangkan Islam serta aktif melakukan kegiatan dakwah dan pendidikan. Said
Nursi memiliki karya besar yang bernama Risale-i Nur.
Untuk kepentingan penelitian ini, metode yang dimaksud adalah cara kerja yang
bersifat umum yang digunakan sebagai jalan untuk melaksanakan proses dan
pencapaian tujuan. Sedangkan pendekatan adalah proses perbuatan dan cara mendekati
suatu kegiatan dengan penggunaan metode-metode tertentu secara arif dan bijaksana
agar lebih efektif. Selanjutnya metode pendidikan diartikan cara-cara umum yang
digunakan dalam kegiatan atau proses pendidikan, yang mana cara-cara tersebut
merupakan cara yang paling tepat, teratur dan terpikir. Pendekatan pendidikan
dimaksudkan sebagai suatu proses, perbuatan, dan cara mendekati serta mempermudah
proses penerapan metode-metode pendidikan pada suatu keberhasilan. Dalam kaitannya
dengan
pendidikan
Islam,
metode
pendidikan
digunakan
dalam
rangka
baik melalui usaha yang bersifat langsung, maupun tidak langsung yang terdapat dalam
karyanya Risale-i Nur.
Kegunaan penelitian
Dengan penelitian ini penulis berharap dapat memberikan kegunaan, yaitu: Pertama,
secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbang bagi pengembangan
ilmu pendidikan Islam sekarang dan yang akan datang serta memperkaya khazanah
metodologi pendidikan Islam. Kedua, secara praktis hasil penelitian ini diharapkan
dapat berguna bagi ilmuan dan praktisi pendidikan dalam menyahuti kebutuhan
Kerangka Teoritis
Pendidikan yang tanggung jawab utamanya dipercayakan kepada guru-pendidik pada
tataran implementasinya memerlukan ilmu dan cara-cara tertentu yang disebut
metodologi. Agar usaha-usaha pendidikan tidak hanya dicap sebagai rekayasa dari
proses belajar-mengajar yang kaku atau sekedar pentransferan ilmu pengetahuan yang
bersifat statis, monoton, dan tidak menyenangkan, maka dalam prosesnya itu aktifitas
pendidikan memerlukan metode dan pendekatan yang handal. Dengan begitu dapat
mempermudah pendidikan mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Jamarah (1996, hal. 258), salah satu kajian metodologi pendidikan
adalah metode dan pendekatan-pendekatan. Metode adalah cara atau jalan yang harus
dilalui untuk mencapai suatu tujuan (Abuddin Nata 1997, hal. 92). Menurut ahmad
Tafsir (2003, hal. 9-10), metode adalah istilah yang digunakan untuk mengungkapkan
pengertian cara yang paling tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu. Sementara
Zakiah Daradjat (1996, hal. 1), mendefinisikan metode adalah cara kerja yang
sistematik dan umum.
Dari teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli di atas dapat dimengerti,
bahwa metode adalah cara-cara yang tepat, teratur, dan terpikir, yang digunakan dalam
kegiatan atau proses tertentu. Metode digunakan sebagai alat dan pengetahuan berkaitan
dengan pekerjaan, kegiatan, atau proses tertentu yang bertujuan.
Dalam skup pendidikan Islam, metode digunakan sebagai cara kerja mengenai
bagaimana sebaiknya pendidikan Islam itu dilaksanakan. Karena kegiatan pendidikan
Islam berada dalam skala yang besar, maka dalam kegiatan itu terdapat kegiatan belajarmengajar. Jadi, antara metode pendidikan dengan pengajaran merupakan sebuah
persinggungan atau satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Metode dalam pendidikan (umum dan agama Islam) mempunyai peranan
penting dalam mewujudkan tujuan-tujuan yang dicitakan bersama. Karena itu metode
menjadi sebuah sarana yang bermakna dalam menyajikan pelajaran, sehingga dapat
membantu siswa memahami bahan-bahan pelajaran untuk mereka. Arifin (1996, hal.
197) mengingatkan, bahwa tanpa metode suatu materi pelajaran tidak akan dapat
berproses secara efisien dan efektif dalam kegiatan pendidikan.
Ada beberapa metode dalam melaksanakan pendidikan Islam. Seperti Muh. Zein
(1995, hal. 253) mencatat 15 metode, yaitu: ceramah, tanya jawab, mengambil
pelajaran,
mengkonkritkan
masalah,
penugasan,
peragaan,
diskusi,
memberi
Metode soal-jawab
Metode soal-jawab adalah pendidikan dengan cara, satu pihak memberikan pertanyaan
sementara pihak lainnya memberikan jawaban. Dalam pengajaran, guru dan atau peserta
didik dapat memberikan pertanyaan atau pun jawaban.
Metode Cerita adalah pendidikan dengan membacakan sebuah cerita yang mengandung
pelajaran baik. Dengan metode ini peserta didik dapat menyimak kisah-kisah yang
diceritakan oleh guru, kemudian mengambil pelajaran dari cerita tersebut.
Tinjauan Pustaka
Berdasarkan hasil tinjauan terhadap buku-buku yang relevan dengan data penelitian ini,
peneliti menemukan beberapa penulis yang telah mengkaji sosok Said Nursi berkaitan
pemikiran dalam koleksi Risale-i Nur.
Sati dari beberapa tulisan Ihsan Kasim Saleh (2003) adalah berjudul
Bediuzzaman Said Nursi: Pemikir dan Sufi Besar Abad 20 (Membebaskan Agama dari
Dogmatisme dan Sekularisme). Dalam karyanya ini, Salihi mengkaji tentang
pemikiran-pemikiran Said Nursi yang didasarkan pada usaha gigihnya membela Islam
dari serangan sekularisme di masa pemerintahan Turki ketika pada tahun 1920-an.
Sukran Vahide (1997), pernah menulis buku Bediuzzaman Said Nursi. Dalam
buku ini membahas tentang biografi Said Nursi dengan begitu banyak menampilkan sisi
perjuangan dan pemikiran aqidah Bediuzzaman Said Nursi. Buku ini dapat menjadi
pengantar untuk membaca tafsir Risale-i Nur. Dalam tulisan Vahide, ia banyak
mengomentari kehebatan perjuanan Said Nursi dan pemikirannya dihubungkan dengan
konseptual umat Islam dunia sekarang yang berada dalam masa krisi keimanan.
Mohammad Zaidin bin Mat (2000), dalam tesisnya berjudul ; Bediuzzaman
Said Nursi: Sejarah Perjuangan dan Pemikiran. Dalam karya tersebut Zaidin
membahas tentang upaya perjuangan dan pemikiran Said Nursi dalam menghadapi
musuh-musuh Islam, seperti atheisme, komunisme, dan sekularisme dalam tentang
kapasitas keilmuan dan pengalaman pendidikan Said Nursi, keprihatinannya dalam
bidang pendidikan, serta upayanya mendirikan madrasah dan perguruan tinggi. Pada
bagian akhir, beliau memberi catatan mengenai Said Nursi sebagai pemersatu antara
Timur dan Barat dan Selatan Utara dengan membawa obat bagi umat Islam yang
mayoritas mengalami kritis keimanan dalam kita Risale-i Nur.
Walaupun ketiga hasil penelitian di atas cukup luas membahas tentang aktifitas
perjuanan dan pemikiran Said Nursi dan sedikit mengomentari masalah pendidikan
Islam, namun karya ini cukup relevan untuk dijadikan referensi mengenai pemikiran
dan perjuangan, dan pengalaman pendidikan Said Nursi.
Dari aspek pendidikan, Half Ertugrul (1994), telah memperkenalkan karya
tentang Bediuzzaman Said Nursi berjudul: Egitimde Bediuzzaman Modeli. Dalam
karya berbahasa Turki ini, Ertugrul membuat suatu kesimpulan, bahwa Said Nursi
memiliki model tersendiri dalam pendidikan Islam, yaitu penekanan terhadap aspek
aqidah, menggunakan metode pengulangan, pendalaman, dan pemahaman. Keutamaan
model pendidikan Said Nursi terletak pada kemampuan ia menggunakan argumentasi
rasional untuk menunjukkan hakikat kebenaran.
Adem Tatli (1992), dalam sebuah makalah yang berjudul: Bediuzzaman
Education Method. Makalah ini dipresentasikan pada seminar simposium ke II tentang
Bediuzzaman Said Nursi pada 27-29 September 1992 di Istambul. Suatu catatan penting
dari makalah ini memuat tentang 13 tawaran Said Nursi untuk dijadikan basis
epistemologi penegakkan sistem pengajaran.
Walaupun dua karya tersebut cukup signifikan untuk melengkapi data penulisan
tesis ini, namun sisi kelemahannya mungkin terletak pada rumusan metode dan
pendekatan apa yang digunakan oleh Said Nursi, baik dalam kegiatan informal, maupun
dalam bentuk formal. Ertugrul dan Tatli masih dalam tataran umum mengkaji model
atau pola pendidikan dihubungkan dengan basis penegakkan sistem pengajaran,
meliputi landasan filosofis, kurikulum, guru, metode, siswa, pengelolaan kelas, dan
aktifitas pergerakan siswa.
Sementara Sakir Gozutok (2000, hal. 404-412), dalam makalahnya yang
berjudul: The Risale-i Nur in the Context of Educational Principles and Methods,
menemukan beberapa metode pendidikan yang dipakai Said Nursi dalam Risale-i Nur,
yaitu The Direct Lecturing Method, The Question and Answer Method, The Active
Learning Method, dan Observational Method (External Observation and Inward
Observation).
Dalam hasil kajian pustaka di atas, paling tidak terdapat 7 tema yang diangkat
dari sosok Said Nursi, yaitu perjuangan Said Nursi dalam membebaskan agama dari
dogmatisme
dan
sekularisme,
sejarah
perjuangan
dan
pemikirannya;
model
pendidikannya dan metode Risale-i Nur. Di sini penulis melihat hasil penelitian tersebut
jelas memberi kontribusi nagi penelitian tesis ini.
Metodologi Penelitian
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan historis, filosofis, dan
sosiologis. Pendekatan historis adalah pendekatan keilmuan yang berhubungan dengan
sejarah. Pendekatan ini dikomparasikan dengan fakta yang terjadi dan berkembang
dalam waktu dan tempat-tempat tertentu untuk mengetahui persamaan dan perbedaan
dalam suatu permasalahan (Arifin 1997, hal. 160). Pendekatan filosofis adalah
pendekatan keilmuan yang berhubungan dengan kehidupan sosial (A. Mutki Ali 1989,
hal. 47). Ketiga pendekatan ini sangat berguna untuk mempelajari data yang relevan
dengan permasalahan penelitian.
Penelitian ini termasuk jenis riset kepustakaan dengan menggunakan data kualitatif,
yaitu data yang berbentuk literatur dan informasi verbal (Creswell,1994, hal. 145).
Sebagai penelitian bercorak Library research, data diperoleh dari sua sember, yaitu:
sumber primer dan sekunder. Sumber primernya adalah 10 (sepuluh) karya Said Nursi
yang diterbitkan Sozler Nesriyat AS Istanbul, yaitu: Bediuzzaman Said Nursi (Tariche-i
Hayati), karya asli Said Nursi yang diterbitkan pada 1999; Bediuzzaman Said Nursi,
The Words, The Letters 1928-1932. The Flashes Colection, dan The Rays Collection,
yang diterjemahkan oeh Ihsan Qasim Salih 1998 dan 1999.
Data Sekunder yang digunakan adalah karya-karya dalam bentuk buku, jurnal,
dan makalah yang relevan dan menjadi pelengkap data. Data sekunder yang digunakan
di sini antara lain adalah: Adem Tatli, Bediuzzaman Education Method, Presented in
The Second International Symposium on Bediuzzaman Said Nursi: The Recontruction of
Islamic Thought in The Twentieth Century and Bediuzzaman Said Nursi,27-29
September, Istanbul,1992; Sukran Vahide, Bediuzzaman Said Nursi Istanbul,: Sozler
Publication, 1992; Sukran Vahide, A Contemporary Approach to Understanding The
Quran : The Example of The Risale-i Nur, Internationa Symposium Bediuzzaman Said
Nursi, Istanbul: Sozler Publication, 1998; Muhammad Zaidin, Bediuzzaman Said Nursi:
Sejarah Perkembangan dan Perjuangan Pemikiran, Malaysia: Malita Jaya Publisher,
2001; dan Halit Ertugrul, Egitimade Bediuzzaman Modeli Istanbul: Yeni Asya Yayinlari,
1994.
Sistematika Pembahasan
Untuk menyusun gambaran yang utuh dan terpadu tentang penelitian ini, maka penulis
menyusun sistematika pembahasan sebagai berikut:
Bab Pertama, merupakan bab pendahuluan yang menuliskan secara garis besar
isi penelitian, terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah,
tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, kerang,ka teoritis, metodologi
penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab Kedua, merupakan pembahasan tentang biografi singkat Bediuzzaman Said
Nursi, yang berkenaan dengan kelahiran dan masa kecil, pengalaman pendidikan, karya
Risale-i Nur, perjuangan dan pemikiran, dan usaha-usahanya di bidang pendidikan.
Bab ketiga, membahas tentang metode pendidikan Islam Said Nursi, dan metode
dan pendekatan Islam Said Nursi ditinjau dari sudut pembelajaran; analisis berdasarkan
para fakar pendidikan.
Bab Keempat, memuat analisis tentang relevansi metode dan pendekatan
pendidikan Islam dalam perspektif Bediuzzaman Said Nursi. Dalam bab ini membahas
relevansi metode dan pendekatan pendidikan Islam Said Nursi dengan tujuan
pendidikan, bahan pelajaran, peserta didik, dan situasi pendidikan.
Bab Kelima, merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran,
dan rekomendasi.
Bab 2
BIOGRAFI SINGKAT BEDIUZZAMAN SAID NURSI
Kedua orang tuanya itu adalah dari keturunan suku Kurdi. Said bin Mirza juga dikenal
dengan sebutan Said Nursi yang merujuk kepada tempat kelahirannya (desa Nurs).
Berdasarkan sumber Sham al-Haqq al-Azzim Abadi yang dikuti Zaidin (2001) bahwa
nenek moyang Nursi berasal dari Isbartah (Isparta). Mereka berasal dari keturunan Ahl
al-Bayt.3 Said bin Nursi merupakan anak keempat dari tujuh orang adik beradik, yaitu
Durriyah, Khanim, Abdullah, Said (Nursi), Muhammad, Abd al-Majid dan Marjan
(Zaidin 2001, hal. 7).
1
Walaupun terdapat perbedaan di beberapa sumber yang ada dalam penulisan tahun kelahiran
Said Nursi ini, seperti Zaidin bin Mat menulis kelahirannya 1877 (1294); Sukran Vahide menulis 1877
(1293); dan Ihsan Kasim Salih menulisnya 1876 (1293); namun menurut Zaidin (2001, hal. 119), tahun
yang disepakati adalah 1293 berdasarkan kalender Rumi yang dipakai secara resmi ketika Turki Usmani.
Catatan tahun 1877/1294 H merupakan catatan kebanyakan penulis.
2
Mirza adalah seorang sufi yang sangat waradan diteladani sebagai seorang yang tidak pernah
memakan barang haram dan hanya memberi makan anak-anaknya dengan yang halal saja. Sedangkan
ibunya Nurriyah adalah seorang wanita yang hanya menyusui anak-anaknya dalam keadaan suci dan
berwudhu (lihat Salihi 2003, hal. 8). Mirza berasal dari kawasan Sungai Tigris dan meninggal dunia
dalam tahun 1920-an dan dikebumikan di Nurs (lihat Vahide 2000, hal. 3)
3
dijelaskan dalam Urkhan Muhammad Ali (1995, hal. 8), bahwa Mirza adalah keturunan Hasan
Bin Ali dan Nuriyyah keturunan dari Husain bin Ali, lihat dalam Zaidin, Bediuzzaman Said Nursi:
Sejarah Perjuangan dan Pemikiran, Selangor Darul Ehsan Malaysia: Malita Jaya, 2001, hal. 119.
Said Nursi di usia keci sudah memperlihatkan tanda-tanda seorang jenius. Hal
ini seperti terlihat kebiasaan beliau banyak bertanya dan gemar menelaah masalahmasalah yang belum dimengertinya. Ia juga suka membuat pertanyaan-pertanyaan
ilmiah dalam benaknya. Kisah tentang pengalaman kecil Said Nursi tersebut seperti
dituliskan berikut ini:
Saat aku masih kecil, imajinasiku bertanya kepadaku, manakah yang dianggap
lebih baik dari dua masalah? Apakah hidup bahagia selama seribu tahun dalam
kemewahan dunia dan berkuasa, namun berakhir dengan ketiadaan, atau
kehidupan abadi yang ada namun harus dijalani dengan penuh derita?
Kemudian, aku melihat imajinasiku lebih memilih alternatif kedua daripada
yang pertama dengan menyatakan: Aku tidak menginginkan ketiadaan, bahkan
aku menginginkan keabadian meskipun di dalam neraka Jahanam (Salhi 2003,
hal. 9).
Di usia kecil ini, said Nursi juga gemar menghadiri forum pendidikan yan
diselenggarakan untuk orang orang dewasa dan menyimak diskusi-diskusi tentang
berbagai kajian, khususnya majeli ilmiah yang dihadiri oleh para ulama setempat di
rumah ayahnya. Selain itu terkenal seorang anak yang pandai memelihara harga diri dari
perbuatan zalim. Sikap dan sifat-sifat tersebut terus melekat dan bertambah kuat dalam
kepribadiannya (Salih 2003, hal. 9).
Melihat pengalaman hidup Said Nursi di masa kecilnya ini, ia dapat digolongkan
sebagai anak yang unik, aktif dan rajin, juga pandai memanfaatkan waktu untuk
kepentingan menimba ilmu pengetahuan. Dengan pengalaman hidup dan ditunjang oleh
perwatakan yang baik inilah telah memberi bekal yang berharga bagi pengalaman hidup
Said Nursi selanjutnya.
Nursi hidup pada masa akhir kerajaan Turki Usmani, tepatnya pada masa
kekuasaan Sultan Hamid II. Pada masa ini kerajaan Turki Usmani berupaya keras
memperjuangkan integritas bangsa dan menyadarkan dunia Islam akan bahaya-bahaya
dan arogansi lawan politik Islam. Perjungan tersebut boleh dikatakan sebgai awal
pengalaman buruk bagi umat Islam Turki dengan membawa mereka ke ambang
kehancuran yang begitu dahsyat:
Pada masa ini musuh secara intensif mencabik-cabik bangsa dan negara Turki,
untuk mempercepat kehancurannya, selama tiga puluh tahun Sultan Abdul
Hamid II berkuasa dan memerintah Turki dengan segala daya dan upaya yang
dilakukannya untuk memelihara integritas kekuasaan negara yang sangat luas
tidak membuahkan hasil yang maksimal. Nahkan upayanya dalam arena
percaturan politik, memanfaatkan dana moneter internasional, dan
membangkitkan kesadaran dunia Islam untuk menghadapi bahaya Eropa, tidak
membuahkan hasil, bahkan pasca perjuangannya itu telah membawa kepada
keruntuhan Turki Usmani, dan dalam media massa ia diklaim buruk, ia
mendapat fitnah dan ketidakpercayaan bangsa lain (Salih 2003, hlm. 3-4).
Di awal kehidupannya, Said Nursi benar-benar dihdapkan pada kondisi yang
sulit untuk menjamin masa depan umat Islam, bahkan lebih parah lagi kondisi tersebut
telah membawa pada jatuhnya kerajaan Islam Turki Usmani. Sebagai implikasinya,
keruntuhan daulat Usmani ini telah membuka kaum liberalis dan musuh-musuh Islam
untuk menghancurkan sisa kekuatan umat Islam. Mereka datang membuat interfensi
politik dengan bebas mencampuri urusan daulat Turki Usmani dan membuka jalan lebar
untuk memecah belah dunia Islam serta membangkitkan disintegrasi secara internal:
Ketika titik-titik lemah dalam tubuh kerajaan telah diketahui oleh pihak asing,
lalu dimanfaatkan mereka dengan proaktif, mereka berhasil menggoyang dan
mencabut akar dinasti Turki Usmani. Setelahnya, dengan leluasa mereka
berhasil memangkas ranting-rantingnya. Mata-mata asing dengan bebas keluar
masuk untuk mendapatkan rahasia negara. Sehingga dalam kondisi ini Sultan
tidak mampu mempertahankan kudeta dari Jamiiyyah al-IttihadWa at-Tauraqi
(Organisasi Persatuan dan Kemajuan) yag diusung oleh musuh dari luar (Salih
2003, hlm. 4).
Kondisi terpuruk ini laksana seperti mimpi buruk bagi kesejarahan Turki
Usmani. Bagi umat Islam sendiri, kondisi tersebut menorehkan sebuah keresahan dan
himpitan psikologis yang sangat merugikan, dan sebaliknya merupakan angin segar
bagi musuh Islam untuk melancarkan westernisasi serta menghancurkan semua dimensi
kehidupan umat Islam, termasuk di dalamnya Idiologi, politik, ekonomi, agama, dan
pendidikan, hingga akhirnya semua pengaruh-pengaruh negatif dari Barat berhasil
memperdaya Islam. Sisi bahaya pengaruh-pengaruh tersebutmembawa implikasi pada
pengadopsian unsur kehidupan Barat, sekalian juga mengesampingkan ajaran-ajaran
Islam, termasuk sistem pemerintahan dan tradisi Islam (Nasution 1996, hal. 62-63).
Bukan hanya pengaruh westernisasi, melainkan kekuatan sekularisasi sudah mulai
merambah ke semua dimensi kehidupan umat Islam, terkhusus, budaya Islam dari
warisan Turki Usmani.
Demikian potret keadaan kehidupan umat Islam pasca keruntuhan Turki Usmani,
mereka mulai memasuki cobaan berat di bawah pengaruh materialisme yang berada
pada titik puncak kejayaannya. Di masa ketika dunia mengalami krisis, manusia
terpesona dan takjub dengan kemajuan sains dan teknologi Barat itu, kehidupan Islam di
Turki semakin mengalami guncangan berat. Banyak intelektual muslim menyimpang
dari jalan benar dengan hanya manyandarkan intelektualitas mereka pada apa saja
yang datang dari Barat. Namun, bagi Said Nursi masa tersebut bukan merupakan hal
yang harus dijauhi, tetapi adalah awal perjuangan.
Seperti dialami oleh Said Nursi, pendidikan agama baginya dan saudarasaudarinya begitu diperhatikan oleh kedua orang tua mereka, sehingga tercipta dalam
keluarga mereka suasana religius. Sosok kedua orang tua Said Nursi begitu baik untuk
diteladani oleh anak-anak mereka:
Kedua orang tuanya sangat menekankan kepada pendidikan agama dengan
mengedepankan sifat-sifat baik mereka sebagai panutan atau uswah. Orang
tuanya mengajarkan tentang agama, berikut permasalahan-permasalahan di
seputar pengajaran agama, tentang iman dan tauhid. Pada masa kecilnya Nursi
telah menunjukkkan perwatakan yang menarik, ia suka bertanya dan m,encoba
mencari jawabannya sendiri. Memikirkann persoalan kehidupan dan kematian,
persoalan kemasyarakatan. Ia juga sering menghadiri majlis, perbincangan atarulama di kampungnya (Zaidin 2001, hal. 8).
Selama delapan tahun, Said Nursi berada dalam didikan orang tuanya sebelum
merantau menuntut ilmu. Sejak dari kecil, Said Nursi telah memperlihatkan perwatakan
yang menarik. Dia suka bertanya dan mencoba mendapatkan jawaban bagi setiap
persoalan yang menarik perhatiannya. Suatu ketika, Said Nursi pernah bertanya kepada
ibunya tentang gerhana bulan (Zaidin 2001, hal. 7).
Disamping itu, Said Nursi juga pernah memikirkan persoalan-persoalan yang
berkaitan dengan kehidupan dan kematian serta sumbangan-sumbangan ulama terhadap
masyarakat. Said Nursi juga suka menghadiri majelis perbincangan dan perdebatan
orang-orang
dewasa.
Lebih-lebih
lagi,
majelis
perbincangan
antara
ulama
sekampungnya sering diadakan di rumah ayahnya. Ini sudah tentu sangat besar
manfaatnya, terutamanya dalam menyuburkan sifat analisis, kritis serta minat kepada
dialog dan perdebatan (Zaidin 2001, hal. 8). Kejeniusan Said Nursi kecil ini semakin
nyata ketika ia mampu menghafal al-Quran dalm usia 12 tahun.
Said Nursi mulai berusaha keras mempelajari ilmu-ilmu tradisional melalui
beberapa orang guru, seperti Abdullah (sekaligus abangnya) belajar ilmu al-Quran,
Syeikh Muhammad Amin Afandi, dan Syaikh Sayyid Nur Muhammad. Untuk pertama
kali Nursi belajar di Kuttab (madrasah) pimpinan Muhammad Afandi di desa Thag pada
tahun 1882, sebagaimana ia juga belajar kepada kakaknya Abdullah, pada setiap liburan
akhir pekan. Namun keberadaan beliau di desa Thag ini hanya berlangsun sebentar saja,
karena kegiatan belajarnya dilanjutkan di madrasah desa Birmis.
Tidak puas dengan ilmu yang diperoleh dari tiga orang gurunya tersebut, Said
Nursi melanjutkan belajar di Madrasah Mir Hasan Wali di Muks, dan belajar pula di
Madrasah Bayazid di bawah bimbingan Syaikh Muhammad Al-Jalali. Pelajaran yang
diambilnya seputar ilmu al-Quran dan Nahwu Sharaf. Sebagai apresiasi dari kerja keras
belajarnya, Said Nursi mampu menguasai kitab-kitab utama ketika itu dan memdapat
gelar Mulla Said (Zaidin 2001, hal. 11).
Selanjutnya Said Nursi menjelajahi kemungkinan masih tersisa ulama, Syeikh
atau guru yang handal, untuk menguras habis keilmuan mereka, seperti Syeikh
Fathullah, hingga beliau mendapatkan ilmu baru yang semakin memantapkan dirinya
untuk mengdakan debat, diskusi dan pengajaran bagi masyarakat bawah. Karena
kemampuan intelektual yang menakjubkan itu, Nursi digelari gurunya Badi al-Zaman
(keunggulan zaman). Nursi begitu ingin mendapatkan ilmu, hingga suatu ketika
melanjutkan belajarnya ke Khizan, di sini ia bermimpi bertemu dengan Rasulullah
SAW. saat yang paling berharga tersebut ia pergunakan untuk meminta ilmu kepada
Rasulullah SAW. Ketika itu Rasulullah SAW berkata kepadanya: Akan dikaruniakan
kepadamu ilmual-Quran dengan syarat kamu tidak bertanya kepada siapapun (Zaidin
2001, hal. 10). Pada fase berikutnya, atas kehendak Allah SWT menjadikan beliau
begitu cepat menguasai berbagai ilmu keagamaan, termasuk ilmu al-Quran, Hadist,
Fiqh, dan ilmu lainnya.
Said Nursi pergi ke Bitlis pada tahun 1888 dan mendaftarkan diri di sekolah
Syeikh Amin Afandi. Tetapi ia belajar di sekolah tersebut hanya sebentar, sebab Syaikh
tersebut menolaknya dengan alasan faktor usia yang belum memadai. Selanjutnya ia
belajar lagi di sekolah Mir Hasan Wali di Mukus dan di Waston (Kawasy), hingga ke
sekolah di Bayazid, salah satu daerah yang termasuk ke dalam wilayah Agra. Di sinilah
Said Ursi mempelajari ilmu-ilmu agama dasar, karena sebelum itu beliau hanya belajar
Nahwu dan Sharaf saja. Di Bitlis Nursi tinggal serumah dengan wali kota Bitlis dan
belilau berkesempatan untuk menelaah sejumlah besar buku ilmiah dan menghafal
sebagian daripadanya. Begitu juga beliau pun berkesempatan menelaah sejumlah besar
kitab tentang ilmu kalam, ,mantiq (logika), nahwu, tafsir, hadist, dan fiqh. Kemudian
lebih dari delapan puluh kitab induk tentang ilmu-ilmu keislaman berhasil di hafal
(Salih 2003,hal. 10-13).
Adapun usaha Said Nursi untuk mendalami Sains Modern terjadi pada tahun
1897:
Said Nursi meninggalkan Bitlis dan menuju ke Wan setelah mendapat
undangan dari Hasan Basha, Gubernur Wan ketika itu. Undangan tersebut
diterimanya mengingat di Wan tidak ada lagi tokoh ulama, sedangkan di Bitlis
golongan ini sudah ramai. Setelah beberapa ketika tinggal di kediaman Tahir
Basha, Said Nursi kemudian dijemput untuk tinggal di kediamannya Tahir
Basha, Gubernur Wan yang baru. Said Nursi menerima undangan ini beberapa
sebab, diantaranya: gubernur ini terkenal seorang yang mencintai ilmu dan para
ulama. Disamping itu juga, dikediamannya terdapat perpustakaan yang besar
yang memuatkan kitab-kitab agama dan juga kitab-kitab sains modern seperti
fisika, geologi, matematika dan sebagainya. Tahir Basha juga telah menjadikan
kediamannya sebagai tempat pertemuan dan perbincangan alim-ulama (Zaidin
2001, hal. 19).
Ketika berada di sini, Said Nursi telah bertemu dan berdialog dengan beberapa
orang guru dalam bidang ilmu-ilmu modern. Kelemahan beliau dalam bidang tersebut
telah mendorongnya membaca dan mempelajari buku-buku sains modern yang terdapat
dalam perpustakaan Tahir Basha. Akhirnya denga inisiatifnya sendiri dan dalam masa
singkat beliau telah berhasil menguasai ilmu-ilmu modern seperti sejarah, geografi,
matematika, fisika, kimia, astronomi, filsafat modern, ilmu hayat dan ilmu bumi.
Said Nursi juga pernah menulis beberapa buku dalam bidang yang berkaitan,
misalnya berkenaan algebra. Malangnya, buku tersebut telah musnah dalam satu
kebakaran besar yang terjadi di Wan (Zaidin 2001, hal. 17).
Dalam perdebatan ilmiah, Said Nursi dengan penguasaannya dalam bidang
agama dan sains modern menjadi perhatian banyak orang. Kemashyuran beliau makin
tersebar. Akhirnya Said Nursi diberi gelar Bediuzzaman. Sejak itu, gelar tersebut telah
menjadi sebagian dari namanya. Beliau sendiri menggunakan gelar Bediuzzaman dalam
tulisan-tulisannya. Menurut Said Nursi, beliau menggunakan gelar tersebut bukannya
untuk bermega, tetapi untuk menggambarkan perwatakannya yang berbeda dengan
orang lain.
beliau memulai kehidupannya di pengasingan Perla tahun 1926 sampai beliau wafat
tahun 1960. Tentu saja selama masa Said Lama dan Said Baru Said Nursi telah banyak
melakukan perjuangan dan menyumbangkan pemikirannya kepada masyarakat. Dari
aktifitas yang banyak tersebut, di sini akan dibahas sebagian saja terkait dengan
perjuangan dan pemikiran Saud Nursi.
Perjuangan Said Nursi antara lain terjadi pada 1899 menghadapi Negarawan
Britain Inggris yang bermaksud menghancurkan kekuatan umat Islam dengan
menjalankan al-Quran dari mereka. Said Nursi dengan sangat reaksioner dan emosi
melawan gagasan gagasan tersebut degnan pernyataannya yang terkenal, bahwa Akan
aku buktikan bahwa al-Quran ini memiliki sinar yang tak pernah pudar menerangi
kehidupan umat manusia (Nursi, 1998, hal 65-66). Kemudian dilanjutkan pada 1907,
Said Nursi mengajukan usulan mendirikan Madrasah al-Zahra pada masa Sultan
Hamid II (Nursi 199c, hal. 428); suatu perjuangan yang ia usahakan dalam bidang
pendidikan. Perjuangannya berlanjut pula di zaman pergolakan pada 1908-1912.
Ketika itu Said Nursi berjuang keras menegakkan satu sistem kelembagaan yang
berteraskan Syariat Islam dan menentang gerakan pemberontakan. Memandang
pengaruh Said Nursi serta ketokohannya, para pimpinan gerakan pemberontakan
mencoba membujuk dan mempengaruhinya untuk ikut serta dalam gerakan mereka.
Antara mereka yang datang menemuinya adalah Emanuel Carasso, seorang yang Yahudi
berkebangsaan Itali. Tetapi apa yang dilakukan adalah sebaliknya, sehingga dia berkata:
lelaki ajaib inihampir-hampir menyebabkan aku memeluk Islam dengan kata-kataya
(Zaidin 2001, hal. 32). Di sini Said Nursi ingin menunjukkan sikap Istoqomah dan
pembelaan yang kuat pada Islam.
kerajaan Turki Usmani telah menyatakan memboikot semua barang Austria dan gedunggedung jualannya. Aktifitas perniagaan dan perdagangan di Istanbul mulai terhambat
(Zaidin 2001, hal. 37). Keadaan ini berimbas juga pada kehidupan hampir dua puluh
ribu masyarakat boroh dari bangsa Kurdi. akhirnya mereka melancarkan mogok dan
tidak lagi mematuhi arahan ketua-ketua mereka. Suatu hari, kumpulan boroh yang
berada di Khan Ashirah mulai bertindak liar. Nursi yang mendengar berita tersebut terus
bergegas ke sana dan memberikan nasihat kepada mereka. Antara lain kata-katanya
ialah:
Musuh kita adalah kejahilan, keperluan dan perselisihan. Kita akan memerangi
ketiga musuh-musuh ini dengan senjata kemajuan, pengetahuan dan penyatuan.
Oleh karena itu kita perlu bantu membantu dan berganding bahu dengan orangorang Turki. Mereka adalah saudara kita.......mereka telah menyadarkan kita dari
kealpaan dan mendorong kita dari ke arah ketamadunan. Ya, kita akan bersatu
dengan mereka (orang Turki) dan mereka yang berjiran dengan kita karena
permusuhan dan perseteruan adalah kebinasaan. Kita sebenarnya tidak
mempunyai waktu untuk bermusuhan (sesama sendiri).... (Nursi dalam Zaidin
2001, hal. 38).
Said Nursi menginginkan tetap terpelihara rasa persaudaraan di antara sesama
umat Islam Turki, jangan sampai terpancing dengan persoalan-persoalan remeh yang
justru akan menghancurkan kekuatan ketika itu. Dengan kemajuan pengetahuan dan
semangat persatuan akan melahirkan kekuatan ukhuwah al-islamiyah, seranganserangan dekonstruktif dari pihak non-Islam akan mudah disingkirkan. Melihat peranan
Said Nursi di masa pergolakan ini, perjuangannya bersifat sederhana dan tidak dengan
kekerasan. Sementara objek yang diperjuangkannya adalah orang-orang yang seakidah
dengannya.
Pada 5 April 1909, Partai al-Ittihad al-Muhammadi telah didirikan di Istanbul.
Ia diresmikan oleh Darwish Wihdati. Pertumbuhan politik Islam ini secara umum adalah
tindak reaksi terhadap masyarakat Islam yang merasa bimbang dengna perkembangan
yang berlaku dalam negara di bawah pemerintahan Partai Perpaduan dan Kemajuan.
Mereka menuntut supaya Syariat Islam ditegakkan semula dalam negara. Hasil dari
protes mereka terhadap kerajaan ialah berlakunya penutupan kedai minuman keras dan
pusat teater. Mereka juga menuntut supaya kerajaan membuat pembendung bagi
Gerakan Kebebasan Wanita (Zaidin 2001, hal. 32).
Meskipun Said Nursi menyokong Partai al-Ittihad al-Muhammadi, sokongan ini
sedikitpun tidak membuat beliau berhenti dari menyatakan kebenaran, maupun
mengkritik pihak-pihak mana yang dilihatnya tidak bertindak sewajarnya. Ini terbukti
apabila sebagian kritikannya juga ditujukan kepada golongan pengarang, termasuklah
Darwish Wihdati sendiri, yang tidak memperlihatkan adab-adab penulisan yang Islami.
Antara kritikannya, Sasterawan seharusnya beradab, terutamanya dengan adab-adab
Islam supaya (kekuatan) agama itu dapat menjadi pengawal dalam bidang penulisan.
(Zaidin 2001, hal. 38)
Dalam tahun 1910, Said Nursi meninggalkan Istanbul dan kembali ke Wan
melalui Batum. Dalam perjalanan, Said Nursi singgah di Tiflis untuk melihat suasana
bandaraya tersebut. Untuk itu, Nursi pun mendaki bukit Shaykh Sanan dan untuk sesaat
Nursi memandang ke arah bumi yang berada di bawah jajahan Rusia. Seorang polisi
Rusia datang menghampirinya. Setelah sampai ke Wan, Said Nursi mulai
menyampaikan kuliah-kuliah agama kepada masyarakat. Himpunan tanya-jawaban yang
diberikan dalam kuliah itu dimasukkan oleh Said Nursi dalam kitabnya al-Munazarat.
Kitab ini dicetak di Istanbul dalam tahun 1913 (Zaidin 2001, hal. 44-46).
Nursi
diangkat
menjadi
anggota
Darul
Hikmah
al-Islamiyah
tanpa
(Salih 2003, hal. 65). Langkah ini sebagai upaya pihak berwajib agar mentalnya
melemah. Tetapi Said Nursi tetap berlanjut dengan perjuangannya, bahkan ia bertekad
menyusun Risale-i Nur, sekalipun mendapat berbagai tekanan.
Di dalam sel penjara ini beliau berhasil menyusun al-Lamaat yang kedua puluh
delapan, kedua puluh sembilan, dan ketiga puluh. Begitu juga selama berada di sel rutan
ini, beliau juga sukses mengajak narapidana untuk bertobat kepada Allah SWT dan
menjadi pengikut jalan yang lurus. Penyidik sedikitpun tidak berhasil membuktikan
bahwa beliau bersama para murid terbukti melakukan apa yang dituduhkan memusuhi
pemerintah. Namun demikian, pengadilan tetap memvonis kurungan sebelas bulan
kepada beliau sebagai hukuman atas karyanya Risalah al-Hijab, yakni al-Lamaat yang
kedua puluh empat (Salih 2003,hal. 66).
Pada 1925 pecah pemberontakan di Turki bagian tenggara dan diikuti di daerahdaerah lain, Nursi dikirim ke pengasingan dalam negeri dan menjalani sisa
kehidupannya, hingga wafat pada tahun 1960, dalam pengawasan ketat, di penjara,atau
di kamp penyiksaan. Nursi semula dipaksa tinggal di Barla (Perla), sebuah desa
berbukit-bukit di barat daya Turki. Di sana dia menjalani kehidupan yang sulit dan
terpisah dari hampir setiap orang. Tetapi dia berhasil mendapatkan hiburan, pelipur
sejati, dengan mendekatkan diri kepada Allah yang Maha Besar dan lewat penyerahan
diri seutuhnya pada-Nya (Salih 2003, hal. 66).
Bagian-bagian pokok dari Risale-i Nur, The Words (Kumpulan Kata) dan The
Letters (Kumpulan Surat), ditulisnya di Barla kala dia dalam keadaan sulit. Salinan
karya-karya tersebut ditulis tangan dan mulai menyebar ke seluruh Turki. Metode
perjuangan Islam ini mengundang reaksi dan kebencian pemerintah. Dengan tuduhan
membangun masyarakat rahasia dan berupaya melawan pemerintah, Said Nursi dituntut
hukuman mati dan 120 santrinya diadili di pengadilan Pidana Eskisehir pada tahun 1935
(Salih 2003, hal. 66).
Meskipun sepanjang hidupnya dia selalu menentang segala pemberontakan dan
gerakan yang bermaksud memecah ketentraman dan keteraturan masyarakat, dan selalu
menandaskan bahwa hak-hak setiap orang tidak boleh dilanggar meskipun demi
kepentingan seluruh masyarakat, dia dituduh membangun organisasi-organisasi rahasia
yang bertujuan menghancurkan ketentraman masyarakat. Perjuangan dan pemikiran
Said Nursi selalu salah diartikan.
Ketika dalam persidangan dia ditanya pendapatnya tentang negara Republik
Turki, dia menjawab: Biografi saya yang kalian pegang itu membuktikan bahwa saya
ini warga negara Turki yang religius bahkan sebelum kalian lahir ke dunia demikian
saya adanya. Dia ditahan selama 11 bulan di penjara sebelum akhirnya diputuskan
tidak bersalah. Seteah dibebaskan, dia dipaksa tinggal di Kastamonu. Semula dia tinggal
di kamar teratas kantor polisi itu, kemudian dipindahkan ke sebelah rumah tepat di
seberangnya. Dia menetap di Kastamonu selama tujuh tahun, dan beberapa bagian
penting dari Risale-i Nur ditulisnya di sana. Selama masa ini, baik dia maupun para
santrinya (dari Kastamonu dan daerah-daerah lain) terus menerus mendapatkan tekanan
dari Pemerintah. Tekanan tersebut kian lama kian meningkat dan berpuncak dengan
penangkapan besar-besaran dan pengadilan serta pemenjaraan di Denizli pada 19431944 (Salih 2003, hal. 66).
Said Nursi dituduh membentuk tariqah Sufi dan mengorganisir masyarakat
politis. Meskipun tuduhan itu kemudian gugur, tetapi Nursi dikurung selama 9 bulan
dalam sebuah sel yang kecil sekali, gelap dan pengap dalam kondisi yag sangat
menyedihkan sampai ia dibebaskan pada 1944. Setelah dibebaskan, Said Nursi dikirim
ke kota Emirdag, propinsi Afiyunagar menetap di sana. Pada tahun 1948 sebuah perkara
baru dibuka di pengadilan Pidana Afyon. Pengadilan memvonis dia dengan semenamena, tetapi vonis tersebut dibatalkan melalui banding, dan Said Nursi beserta muridmuridnya dinyatakan tidak bersalah. Setelah itu dia berpindah-pindah tempat tinggal
seperti ke Emirfag, Isparta, Afyun, dan Istanbul. Pada tahun 1953 dia diadili sekali lagi,
kali ini dengan tuduhan menerbitkan A Guide for Youth (Pentunjuk bagi Para Pemuda),
dan kembali dinyatakan tidak bersalah. Pada saat wafatnya di Urfah, 23 Maret 1960,
yang mungkin bertepatan dengan Lailatul Qadar, penyelenggara pemakaman
menemukan peninggalannya berupa surban, sepotong kain, dan uang dua puluh lira
(Salih 2003, ha. 67).
Said Nursi di depan pengadilan pernah menyampaikan pembelaan yang sangat
terkenal. Berikut ini akan kita kutip sebagian daripadanya:
Bapak-bapak hakim yang terhormat: Saya telah dihadapkan ke persidangan ini
dengan tuduhan bahwa saya seorang yang telah menjadikan agama sebagai
jalan untuk membuat kekacauan dan merusak keamanan umum. Pada
kesempatan ini, izinkan saya untuk menyampaikan pernyataan kepada Bapakbapak sekalian: Dampak suatu perbuatan tidak bisa dituduh sebagai faktor
penyebab suatu kasus sampai terjadi dan tidak dapat dituduh sebagai biang
keladinya. Memang, bisa jadi batang korek api bisa membakar rumah. Tetapi
kemungkinan ini tidak berarti sebagai biang segala tindakan kriminal.
Aktifitasku yang hanya terfokus menggeluti ilmu-ilmu keislaman hanya
dijadikan sarana untuk memperoleh ridha Allahm jauh bumi dari langit untuk
dipergunakan selain dari itu. Bapak-bapak telah bertanya: Apakah saya yang
termasuk orang-orang yang aktif dalam kegiatan seperti yang dilakukan para
pengikut thariqat sufisme? Pertanyaan ini saya jawab: sesungguhnya era kita
sekarang adalah era memelihara iman bukan era mempertahankan thariqah
sufisme. Kelak di akhirat pasti akan banyak masuk syurga tanpa melalui
Thariqah sufisme. Tetapi seorang pun tidak akan ada yang masuk ke sana tanpa
iman (Salih 2003, hal. 67).
meskipun hukum alam Ilahiah yang merupakan bidang garapan sains adalah imbangan
dari ajaran Ilahiah atau agama, di Barat keduanya telah dipisahkan satu dari yang lain.
Akibatnya, moralitas sekuler dan kepentingan diri sendiri menggusur nilai-nilai agama
dan nilai-nilai tradional lainnya. Terhadap wacana ini Said Nursi berpendapat bahwa
alam adalah kumpulan tanda-tanda Ilahi dan karena itu sains dan agama bukanlah dua
bidang yang berseberangan. Keduanya adalah ekspresi yang (tampak) berbeda dari satu
kebenaran yang sama. Pikiran harus dicerahkan dengan sains, sedangkan hati harus
diterangi dengan agama.
bersalah kepada para ulama dan setiap orang yang menyatakan diri bersikap kontradiktif
terhadap penguasa, sehingga banyak di antara mereka yang harus menyudahi hidupnya
di tiang gantungan. Dengan dipasungnya aktifitas Said Nursi, pemerintah ingin
membendung pengaruh ajaran-ajaran Islam yang dibawanya kepada masyarakat.
Namun kehendak Allah SWT lain, ternyata dia berkehendak agad desa kecil (Perla)
menjadi sumber pancaran sinar Islam yang kemudian hari menerangi seluruh penjuru
Turki (Salih 2003, hal. 51).
Aktifitas Said Nursi terus terus berlanjut bahkan ia semakin kuat dalam kondisi
pengasingan di penjara. Pembuangan Said Nursi ke Perla dalam tempat terisolir dan
kumuh yang dimaksudkan pemerintah agar aktifitas dakwah dan pendidikan Islamnya
lumpuh total, hanya larut dalam zikir, tidak berpengaruh lagi, dan mengikis ajarannya
dalam masyarakat luas (Salih 2003, hal. 53). Said Nursi ingin tetap menyinari
kehidupan umat Islam dengan sinar al-Quran yang abadi dan pasti membawa
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Di sinilah awal Said Nursi kemunculan Master
Pisece-nya Risale-i Nur.
Di tahun-tahun kelam yang mewarnai lembaran sejarah Turki, Islam di sana pun
mengalami goncangan dahsyat, seranga terhadap Islam terjadi di bawah komando
pemerintah dengan segala sarana dan prasarananya, dengan segala media massa yang
dimilikinya, juga dengan pena seluruh orang munafik dan orang tergelincir dalam
budaya Barat serta para musuh Islam yang berprofesi sebagai penulis dan wartawan.
Bersamaan dengan itu, mulut para dai disumbat dan pertahanan aqidah mereka
direkayasa sedemikian rupa (Salih 2003, hal. 56). Dengan demikian, dasar-dasar ajaran
Islam dihadapkan pada pengingkaran dari pihak generasi muda yang tidak mendapat
bimbingan agama sebagaimana lazimnya.
Menyaksikan situasi ini, Said Nursi berketetapan hati untuk memikul beban
dakwah seberat apa pun. Beliau bangkit untuk menyelamatkan iman. Said Nursi
mengingatkan, bahwa tugas pokok dan utama yang tidka boleh ditempuh dengan sikap
tergesa-gesa dan emosi yang tidak terkendali, adalah menyelamatkan iman.
Berdasarkan pandangannya tersebut, langkah yang ditempuh beliau adalah meluruskan
penilaian para pengunjungnya yang memandang bahwa dia seorang Syaikh tarekat sufi.
Said Nursi berkata kepada mereka: Aku bukan seorang syaikh tarekat dan saat ini
bukan waktunya untk mengikuti tata cara seperti yang diajarkan para syaikh tarekat sufi.
Saat ini tidak lain merupakan waktu untuk menyelamatkan iman (lihat Salih, hal. 61).
Karya Risale-i Nur yang populer sekarang mengandung beberapa tema.
Misalnya pada sebagian tafsir manawy yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa
Indonesia ini, terdapat 33 cahaya (al-lamaat) dalam buku Menikmati Takdir Langit, 29
Surat (al-Maktubat) dalam buku Menjawab yang Tak Terjawab, Menjelaskan yang Tak
Terjelaskan, dan 12 Risalah (ar-Risalah) terdapat dalam buku Sinar Yang Mengungkap
Sang Cahaya (Epitomes of Light). Secara gobal isi pokok dalam karya tersebut
mengupas tentang aqidah dan keimanan yang diindikasikan dengan marifat Allah,
marifat Rasulullah, manhaj as-Sunnah; penguatan aspek ibadah, dan akhlak atau adabadab Islami. Dari sejumlah besar isi pokok karya Said Nursi tersebut terdapat pula
secara garis besar mengenai nilai-nilai, materi, dan metodologi pendidikan Islam.
Dari berbagai tinjauan yang telah penulis lakukan terhadap kandungan Risale-i
Nur dan metode penyajiannya memperoleh suatu temuan, yaitu Risale-i Nur memuat 6
(enam) pembahasan utama: Pertama, bahasan tentang upaya memahami agama melalui
ilmu pengetahuan modern serta menyelidiki dasar-dasar kepercayaan menurut
pembahasannya yang sesuai dengan pemikiran modern. Ridalah ini juga bukan saja
untuk memberi napas dan tafsiran baru kepada agama kaum muslimin, malah untuk
mencerdaskan semua masyarakat untuk menggalakkan iman dan menghapuskan sikap
memecah belah masyarakat yang cenderung atheisme, naturalisme, kominisme, dan
materialisme. Kedua, memuat tentang eksistensi dan ketunggalan Allah SWT, malaikat,
kitab suci, kerasulan, takdir ilahi dan keadilan dalam hidup manusia, dan posisi serta
kewajiban manusia diantara makhluk-makhluk lainnya. Ketiga, berisi tentang hikmah
wahyu dan pemikiran manusia, tentang kefasihan al-Quran dan ilmu pengetahuan, dan
al-Quran yan menajubkan sebagai Mukjijat Rasulullah dan beberapa jenis mujijat
lainnya. Keempat, menyajikan hakikat hikmah, dan nilai miraj yang dialami Raulullah
SAW. Kelima, menyuguhkan tentang aspek-aspek ketunggalan Ilahi, manifestasi
keesaan Allah pada alam semesta dan manusia, dan iman dalam hubungannya dengan
kebahagiaan dan pendeitaan. Keenam, menawarkan pembahasan tentang hari
kebangkitan dan akhirat.
Dalam penulisan Risale-i Nur, Said Nursi tidak menggunakan sumber-sumber
lain kecuali al-Quran al-Karim, dia meminta petunjuk dan ilham dari ayat-ayat yang
mulia itu. Ia hidup dalam suasana hati dan jiwa yang tulus mendalami ayat-ayat
tersebut. Ia mendiktekan kepada orang-orang tertentu dari pelajar-pelajar untuk menulis
dengan cara yang amat cepat dan tepat yang merupakan futuh (pencerahan) dari Allah
SWT atas dirinya. Hatinya tidak akan pernah menolak akan makna ayat-ayat al-Quran
yang mulia. Bahkan kemudahan-kemudahan dan futuhat itu tidaklah hanya pada
tertentu atau tempat tertentu (Salih 2003, hal. 130).
Risale-i Nur dan penerbitannya merupkan sesuatu yang sangat istimewa dalam
sejarah dakwah Islam modern. Hal ini berdasarkan asumsi, bahwa risalah Said Nursi
tidak banyak yang ditulis secara langsung oleh dirinya, karena dalam keterampilan
menulis beliau adalah seorang yang boleh disebut setengah ummi. Oleh karena itu,
kebanyakan dari risalah-risalah beliau selalu didiktekan kepada sebagian para muridnya.
Kemudian naskah asli dari risalah-risalah tersebut beredar dan tersimpan di antara
mereka yang selama ini bertugas menyalin dan mencatatnya. Selanjutnya seluruh
naskah tersebut diserahkan kepadanya untuk dikoreksi ulang satu persatu. Dari seluruh
risalah karyanya ii beliau hanya menjadikan al-Quran sebagai satu-satunya sumber
rujukan (Salih 2003, hal. 131).
Oleh karena itu banyak pelajar atau muridnya yang berdatangan kepadanya, baik
siang maupun malam dan beliau tidak pernah meninggalkan satu keistimewaan rabbani
yang terdapat hatinya atau satu buah pikiran pun yang melainkan ia berikan kepada
murid-muridnya dan mengharapkan dapat menerimanya. Kesemua itu adalah karena ia
telah menulisnya sendiri sebagian dari rislaah-risalahnya, terlebih-lebih ketika ia masih
berada dalam penjara (Salih, 2003, hal. 131).
Risale-i Nur ditulis oleh Said Nursi dalam bahasa Turki dan Arab. Dalam bahasa
Turki memuat beberapa bagian, Yaitu Maktubat (kumpulan surat-surat), Sualar
(kumpulan pertanyaan-pertanyaan), Sozler (kumpulan kata), Lemalar (kumpulan
cahaya), Mesnevi Nuriye (ringkasan-ringkasan isi Risale-i Nur), Asa-yi Musa (Tongkat
nabi Musa), Iman ve Kufur Nuvazeneleri (pembahasan tentang iman dan kufur), Sikke-i
Tasdiki Gaybi (mengungkap kebenaran alam gaib), Kastamonu Lahikasi (berisi tentang
surat-surat Nursi kepada para muridnya dan jawaban untuk surat dari muridnya), Barla
Lahikasi
(perjuangan
dan
pemikirannya
di
Barla),
dan
Emirdag
Lahikasi
(perjuangannya di Emirdag); dan dua buku dalam bahasa Arab berjudul alIjaz (tandatanda kemukjijatan) dan Masnawi al-Araby an-Nuriy.
Dengan cara bertahap, akhirnya pengajaran yang diselenggarakan oleh Said
Nursi mendapat banyak pengunjung, Risale-i Nur mulai merambah ke desa-desa dan
kampung-kampung yang berdekatan dengan Perla. Dengan secara sembunyi-sembunyi
risalah ini dibaca dan dipelajari, bahkan sampai di bawa ke kota-kota yang jauh dari
Perla. Risale-i Nur mendapat respon positif dari para pembaca yang haus oleh siraman
rohani dan ingin memperoleh cahaya hidayah di saat-saat mereka hidup berada di
Sahara tandus yang membakar dan di lorong gelap.
Sebagai karya, Risale-i Nur sedang mengalami sosialisasi dan transliterasi.
Sekarang Risale-i Nur sudah diterjemahkan lebih kurang 40 bahasa. Dua terjemahan
yang paling banyak tersebar adalah terjemahan Sukran Vahide (edisi berbahasa Inggris)
dan Ihsan Kasim Salih (edisi bahasa Arab). Dalam edisi bahasa Inggris karya Risale-i
Nur terbagi dalam: Bediuzzaman Said Nursi, Letters 1928-1932, The Words (On The
Nature and Purpose of Man Life, and All Things), The Flashes Collection, dan The
Rays Collection. Sedangkan dalam bahasa Arab adalah: Al-Kalimat, Al-Lamaat, AsySyulamat, Al-Maktubat, Isyarat al-Ijaz, Al-Matsnawy al-Araby an-Nuriyah, AlMalahiq fi Fiqhi Dawah an-Nur, Sirah ad-Dzatiyah, Shaiqal al-Islam, dan Fahaaris.
Di Indonesia, karya Said Nursi ini dikenal tahun 2000, sejak diselenggarakan
Simposium Internasional di Kampus IAIN Yogyakarta bertema Pemikiran Islam
2.
3.
4.
5.
Dari Balik Lembaran Suci. Dalam buku ini berisi tentang hikmah
wahyu dan pemikiran manusia, Al-Quran: kefasihan dan ilmu pengetahuan, dan
Al-Quran yang menakjubkan.
6.
7.
8.
tentang
aspek-aspek
ketunggalan
Ilahi,
dan
iman
dalam
10.
Dari Cermin Keesaan Allah. Buku ini mengulas lebih banyak tentang
manifestasi keesaan Allah SWT pada alam semesta dan manusia.
kejayaan
pendidikan
Islam,
terutama
yang
berkembang
di
Sisi lain perlu dilihat adalah sosok Nursi sebagai Guru. Ia begitu
menitikberatkan soal perkembangan ilmu dan pendidikan. Pengalamannya ketika
menuntut ilmu menyadarkan dirinya tentang perlunya dibuat satu perubahan dalam
sistem pendidikan. Untuk itu, beliau telah menggunakan satu pendekatan baru yang
menggabungkan dua aliran ilmu yang sebelumnya dipisah-pisahkan yaitu ilmu agama
dan ilmu sains modern. Pendekatan inilah yang dilakukannya di madrasahnya,
Madrasah Khur-Khur. Usaha ini memberi kesan yang positif ke arah memantapkan
kefahaman dan keintelektualan pelajar. Nursi ingin membuang persepsi negatif
masyarakat yang melihat agama da sains teknologi tidak boleh bersatu (lihat Zaidin
1999, hal. 35). Dengan ini Bediuzzaman Said Nursi berpendirian umat Islam perlu
menguasai kedua-dua bidang ilmu itu agar bertambah eksis di masa mendatang.
Seperti yang disebutkan Gozutok, Nursi sebagai seorang guru dan pembimbing
umat dalam periode kekuasaan Republik Turki walaupun banyak mengalami rintangan
namun beliau tetap gigih mengusahakan terbentuknya format pengajaran ilmu secara
terpadu pada madrasahnya, hingga batas akhir yang membuatnya menyerah untuk
mendirikan universitas az-Zahra dan memfokusnya pengajaran dengan metode Risale-i
Nur:
As a true teacher and guide, Bediuzzaman always made his presense felt in the
republican period. He appears as a teacher who recalls a shaykh and guide.
However, contrarily to usual practice, he did not hold out his hand to be kissed,
but directed all attention to the Risale-i Nur. He invited people to be educated in
the truly Quranic school known as the Medresetiz-Zehra. It has to be said that
is educational programme, which benefits from the principles and methods of
modern education, described above, has been very successful. Both the Risale-i
Nur students in Turkey are proof of this, and numberous Muslims throughout the
Islamic world who constantly benefit from it (Gozutok 2002, hal. 412).
8.
9.
10.
11.
12.
13.
pendidikan Islam harus dimulai dari individu itu sendiri dan nafsny
bakat/kemampuan dan keinginan manusia harus diperhatikan.
pendidikan bersifat bebas, terbuka dan bermanfaat bagi masyarakat
umum (society).
pendidikan melalui pergerakan yang positif.
para sisiwa dan sekolah tidak terlibat dalam gerakan politik.
pendidikan harus memiliki target dan tujuan yang tinngi dan murni.
(Ilim 2002 Tripped. com).
sebagai kumpulan tanda-tanda kebesaran Allah SWT, sehingga sains dan agama tidak
dapat dibenturkan. Sebaliknya, sains dan agama nyata sekali merupakan ungkapan yang
berbeda dari kebenaran yang sama. Pikiran seharusnya dicerahkan oleh sains, sementara
hati kita perlu penerangan agama. Said Nursi menginginkan keterpaduan dalam
memahami ilmu religius dan sains modern. Perumpamaannya, seperti kedua sayap
burung, yang sama-sama memiliki fungsi besar dalam kehidupan burung:
The sciences of religion are the light of the consciences, and the modern
sciences are the light of the mind. The truth is manifested through of the
combining of the two. The student endeavor will take fight on those two wings.
When they are separated, its leads to bigotry in the one, and doubts and
skepticism in the other (Nursi dalam Tatli 1992, hal. 6).
Said Nursi berkeyakinan agar integralisasi ilmu pengetahuan agama dan modern
bukan hanya sebagai diskursus perlu dirintis metodologi yang kuat. Untuk itu ia begitu
menititkberatkan soal perkembangan ilmu dan pendidikan. Pengalamnnya belajar telah
menyadarkan dirinya tentang perlunya dibuat satu perubahan dalam sistem pendidikan.
Untuk itu, beliau telah menggunakan satu pendekatan baru yang menggabungkan dua
aliran ilmu yang sebelumnya dipisah-pisahkan yaitu ilmu agama dan ilmu sains modern.
Lebih konkretnya pendekatan ini dilakukan di madrasahnya, Madrasah Khur-Khur dan
telah memberi kesan yang positif ke arah memantapkan kefahaman keintelektualan
pelajar. Nursi ingin membuang persepsi negatif masyarakat yang melihat agama dan
sains teknologi tidak boleh bersatu (Zaidin 2001, hal. 20).
Said Nursi berupay menunjukkan sikap konsisten mengimami al-Quran dengan
mempertahankannya dari usaha keras musuh-musuh Islam yang ingin menjauhkan alQuran dari umat islam. Ketika Said Nursi masih menetap di Wan, beliau telah
mendengar satu peristiwa yang telah meninggalkan kesan yang cukup mendalam pada
Di sini setiap permasalahan dan persoalan akan terjawab, dan tidak diajukan sebarang
soalan kepada orang lain. (Nursi dalam Zaidin 2001, hal. 26).
Sudah tentu tindakan ini akan menarik perhatian orang banyak, terutama
golongan cerdik pandai. Dengan relatif singkat kemasyhuran Said Nurki di Timur Turki
tersebar sampai ke Istanbul. Said Nursi di datangi oleh orang-orang awam, pelajarpelajar institusi dan juga golongan ulama. Setelah bertemu dan berhadapan dengan Said
Nursi, terbukti apa yang mereka dengar selama ini tentang kehebatan ulama muda ini
adalah benar.
Said Nursi berkeinginan mendirikan public university yang lebih tepat
dibahasakan sebagai pendidikan bagi masyarakat yang mengajarkan berbagai ilmu dan
prinsip penggunaannya di lapangan kehidupan bermasyarakat. Said Nursi ingin,
bagaimana Islam menjadi pemersatu umat, pemecah masalah yang ada, dan menjadi
lebih dinikmati karena ajarannya yang rahmatan lil-alamin.
Seperti disebutkan (Nasution 1996, hal. 62-63), bahwa sekularisme dan
pengaruh Barat membawa implikasi nyata bagi umat Islam di Turki, di mana mereka
mengambil segala apa yang datang dari Barat tanpa melihat dan mempertimbangkan
baik buruk yang akan terjadi akibat dari dampak sekularisasi tersebut. Di Turki, ketika
pucuk pimpinan berada di bawah komando Mustafa Kemal Attaturk terjadilah sejumlah
perubahan, yakni kekhalifahan ditinggalkan, undang-undang Islam diubah menjadi
undang-undang Swiss, huruf Arab diganti dengan latin dan Adzan yang berbahasa Arab
diganti dan dikumandangkan dalam bahasa Turki dan seluruh yang menentangnya
disingkirkan.
Pada masa ini lembaran sejarah Turki sangat kelam, penuh diwarnai
kediktatoran, permusuhan secara terbuka terhadap agama, juga masa yang sarat
diwarnai upaya penghapusan sinar Islam dan serangan terhadap syariatnya yang
dilancarkan atas nama peradaban dan kebudayaan (Salih 2003, hal. 50). Selama itu
upaya memutuskan bangsa Turki dengan agama Islam gencar dilakukan. Ketika aktifitas
di atas mendapat kesulitan, mereka pun berganti haluan dan strategi, mereka aktif
melancarkan upaya yang diarahkan kepada generasi muda. Setiap lembaga pengajaran
agama Islam dilarang melakukan aktifitasnya, dengan motif agar par generasi muda
tidak lagi mengenal Islam.
Said Nursi -merasakan- dihadapkan dengan pemerintahan Republik yang
terkenal dengan pemerintahan represif anti-Islam dan anti dengan kebijakan yang
agamis. Perjuangannya dilakukan tanpa mengenal lelah hingga pecah perang dunia
kedua, sementara semangat keras juangnya disebabkan Islam begitu aktif dan dominan
dalam masyarakat (Nursi 2000, hal. 7). Said Nursi juga bertindak proaktif terhadap
kebijakan pemerintah Turki yang merintangi gerak-gerik orang Islam. Semakin kuatnya
idiologi sekuler untuk mengubur dalam-dalam aktifitas religius masyarakat hingga
merambat pula ke dalam bidang pendidikan. Pemerintah mengeluarkan kebijakan
merugikan pendidikan Islam.
Betapa
memprihatinkan,
pendidikan
agama
Islam
di
sekolah-sekolah
dihapuskan, huruf Arab diganti di ubah dengan huruf latin, Turki memproklamirkan
sebagai negara sekuler, dan pengadilan-pengadilan yang menyeramkan di seluruh negeri
didirikan untuk menjatuhkan vonis bersalah kepada para ulama dan setiap orang yang
menyatakan diri bersikap kontra terhadap penguasa, sehingga banyak di antara mereka
yang harus menyudahi hidupnyd di tiang gantungan (Salih 2003, hal. 51).
Selanjutnya dapat dilihat kebijaka pemerintah Turki terhadap pendidikan bagi
umat Islam pada sekolah kejuruan dengan menambah pelajaran tambahan etik (moral)
dan keagamaan pada tahun 1949 melalui kebijakan Kementerian Pendidikan. Pada 1953
agama menjadi pelajaran wajib di sekolah menengah. Selanjutnya pada 1956
kementerian pendidikan mengeluarkan maklumat bagi siswa yang berumur 6-7 thun
(jenjang sekolah dasar) boleh mengikuti pelajaran agama dalam seminggu sekali:
Id addition to these vocational schools, the Ministry of education offers courses
on religion and ethics in all public and private school. In 1949 the Ministry
started to llow voluntary courses on religionin the fourth and fifth years of
primary education, although limited to one lecture a week. In 1953, religion
became a mndatory course in the ninth and tenth year of high school education.
In 1953, the Ministry allowed sixth-and-seventh-year students to take courses
once a week on religious education (Yavuz 2001, hal. 26).
Sementara itu Said Nursi terpanggil untuk menjembatani kepentingan
pemerintah dan umat islam di turki dengan menentang pemikiran yang sesat dari Eropa
dan menguatkan kembali tradisi kekuatan diri umat Islam di masa jayanya Usmani:
Nursis keen interest in current events and the media made him aware or
European prejudices againts Islam and the weaknesses of his society in
confronting these prejudices. His ownthought was catalyzed by the
confrontation between European-based critical thinking and the traditionally
more initiative thinking of Ottoman society. This led him to stress he need for
fostering open and critical thinking within the Islamic-Ottoman tradition.
(Yavuz 2001, hal. 27).
Di dalam periode Said Baru dimulai tahun 1926 hingga wafatnya Said Nursi
tahun 1960, usaha-usaha pendidikan Said Nursi lebih difokuskannya dengan slogan
meningkatkan iman. Materi pendidikannya berkonsentrasi pada peningkatan
keimanan. Secara global materi pendidikan Nursi melingkupi 6 (enam) Rukun Iman,
yaitu iman kepada Allah SWT, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasulNya, hari kiamat, dan qadha dan qadhar. Dalam koleksi Risale-i Nur yang antara lain
tersiri dari pokok bahasan; Beadiuzzaman Said Nursi, Letters 1928-1932 (kumpulan
surat-surat), The Words (On The Nature and Purpose of Man Life, and All Things)
(kumpulan kata dan pertanyaan-pertanyaan), The Flashes collection (kumpulan
Cahaya), dan The Rays Collection (kumpulan Sinar), Isyarat alI-Jaz (tanda-tanda
kemujizatan), dan Al-Matsnawy al-Araby an-Nuriyah (ringkasan Risale-i Nur).
Dari uraian di atas, setidaknya terdapat lima hal yang mendasari gagasan
pendidikan Islam Said Nursi dalam perjuangannya memihak kepentingan Islam dan
kemaslahatan umatnya, yaitu; Pertama, menggagas keterpaduan ilmu religius dan sains
modern guna terwujudnya tujuan pendidikan Islam. Kedua, menjaga al-Quran dari
usaha keras musuh-musuh Islam yang ingin menjauhkannya dari umat Islam. Ketiga,
merealisasikan pendidikan yang memihak pada kepentingan masyarakat. Keempat,
merespon kondisi perkembangan kembaga pendidikan Islam di Turki pada masanya.
Kelima, dan mengokohkan akidah Islam bagi peserta didik (umat).
Badiuzzaman Said Nursi melalui usaha nyata dan karya Risale-i Nur-nya telah
menunjukkan kiprahnya dalam pendidikan Islam. Usaha-usahanya itu bermula dari
menegakkan ajaran Islam di tengah-tengah masyarakat yang sedang mengalami krisis
iman dan kediktatoran penguasa, mendukung usaha perubahan madrasah dalam dekade
akhir periode Usmani, mengajar pada madrasah Khur-Khur, aktif melaksanakan
ceramah dan membuka forum tanya-jawab di mana ia berada, termasuk ketika di
penjara sampai penyebaran Risale-i Nur. Said Nursi percaya bahwa sekalipun hanya
secara parsial, kebahagiaan dan kemakmuran di dalam dunia ini adalah berdiri di atas
ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh peradaban zaman ini, dengan kunci
utamanya adalah akidah (keimanan).
Hingga pada akhir bab ini dapat ditulis sebuah simpulan bahwa Said Nursi lahir
karena kebutuhan zaman, Nursi berjuang untuk membela zaman, dan ia pulang dengan
mewariskan sebuah karya keunggulan zaman. Ia dilahirkan karena panggilan Islam, ia
berjuang karena menegakkan panji-panji Islam, dan ia kembali menghadap Allah SWT
sebagai muslim sejati.
Bab 3
METODE DAN PENDEKATAN PENDIDIKAN ISLAM
BEDIUZZAMAN SAID NURSI
Seperti dituliskan OLEH Sahiner (1976) dalam Gozutok (2000, hal. 406), bahwa usaha
menanamkan ajaran Islam kepada masyarakat, antara lain dapat dilihat ketika
kedatangan Said Nursi pertama kali ke Istanbul, ia menggantung sebuah pesan (iklan) di
atas pintunya di Sekerci Han yang isinya: Di sini semua pertanyaan akan dijawab,
semua permasalahan akan dipecahkan; tetapi dengan tidak meminta soal: Bediuzzaman
makes frequent use of this method in the Risale-i Nur. In fact, when he came first to
Istanbul, he hung a notice on his door in the Sekerci Han saying: Here all question are
answered, all problems solved: but no questions are asked, showing how he view this
matters. Peristiwa ini terjadi pada peride kehidupan Said Lama 1920-an.
Selanjutnya adalah aktifitas kependidikan Islam yang dirintis oleh Said Nursi
pada periode kehidupan Said Baru mulai di pengasingan di Perla tahun 1926 sampai
beliau wafat tahun 1960, di mana ia menggunakan Risale-i Nur sebagai buku acuan
pendidikan (reference), yang menurut asumsi Gozutok (2000, hal. 398-404), karena
karya ini mengandung empat prinsip pendidikan (educational principle) yang menjadi
parameter penting, yaitu prinsip otoritas (the principle of authority) dalam arti prinsip
pendidikan dengan berdasarkan pemegang otoritas penuh yaitu al-Quran; prinsip
memperhatikan di sekitar kita (the social environment principle) dalam arti pendidikan
yang Said Nursi inginkan adalah membina hubungan baik semangat persaudaraan
(ukhuwah); prinsip identifikasi (identification principle) dalam arti mengidentifikasi diri
manusia secara emosional, pemikiran, dan tingkah laku berdasarkan parameter yang
ditawarkan oleh Islam; dan prinsip hadiah dan hukuman (the principle of reward and
punishment) dalam arti menggunakan hadiah bagi suatu keberhasilan dan hukuman bagi
suatu pelanggaran dalam proses pendidikan secara proporsional. Sementara Gozutok
(2000, hal. 404-412). Menemukan hanya empat metode pendidikan yang dipakai Said
Nursi dalam Risale-i Nur, yaitu metode pengajaran langsung (the direct lecturing
method), metode tanya-jawab (the question dan answer method), metode belajar aktif
(the active learning method), dan metode observasi luar dan dalam (obsertvational
method (external observation and internal observation).
Dari tulisan Sahiner dan Gozutok ini memberikan catatan penting tentang
bagaimana Said Nursi di masa Said Lama mulai merespons terhadap berbagai hal demi
menegakkan nilai-nilai pendidikan Islam dan membentuknya menjadi sebuah prinsip
kehidupan. Dari sini juga penulis berkesimpulan bahwa aspek-aspek kependidikan
Islam yang disoroti dari Said Nursi-walaupun dari sebuah tinjauan ke tinjaun lainnya
sudah cukup spesifik-namun rincian dan kategorisasi metode dan pendekatan yang
terkandung secara implisit dalam pemikiran Said Nursi belum tertampakkan. Menurut
penulis, konklusi-konklusi yang ada masih bersifat parsial dan global; dan perlu
merumuskan metode-metode apa saja sesuai dengan metode dan pendekatan yang
digunakan dalam pendidikan Islam- yang terkandung dalam pemikiran said Nursi.
Singkatnya perumusan metode dan pendekatan pendidikan Islam Said Nursi belum
dilakukan oleh Said Nursi sendiri dan beberapa fakar, melainkan baru dimulai dalam
pembahasan berikut:
1911. Said Nursi (1999cm hal. 492), mengatakan dalam ceramahnya tentang enam
macam penyakit yang melanda umat Islam di abad ini, yaitu:
Berdasarkan kutipan di atas, enam macam penyakit yang melanda umat Islam
pada masa sekarang adalah:
1.
2.
3.
suka bermusuh-musuhan
4.
5.
6.
Selanjutnya Said Nursi menawarkan enam pelajaran berharga dari apotek alQuran sebagai sebuah obat penawar untuk menyembuhkan enam penyakit yang
dahsyat ini. Pertama, al-Amal yaitu, harapan yan kuat (optimisme) dari rahmat Ilahi, di
mana dengan optimisme ini dapat menyembuhkan penyakit putus asa yang disebut
Said Nursi sebagai racun yang mematikan (al-yasu daun al-qatil). Kedua, ash-shidq
yaitu kejujuran sebagai pondasi agama. Ketiga, al-Mahabbat yaitu cinta atas dasar
keadilan dan kewajaran. Cinta merupakan suatu yang layak untuk dicintai dan
permusuhan layak untuk dimusuhi; dengan begitu kejahatan permusuhan tidak ada
artinya jika dihadapkan dengan kebaikan (tadha as-sayyiat wa al-hasanat); dan
mahabbat semacam ini menjadi obat penawar untuk permusuhan internal di kalangan
umat Islam. Keempat, ukhuwah al-Islamiyah yaitu persaudaraan yang didasarkan ruh
Islam untuk memperkuat tali ikatan batin antar-sesama umat Islam. Kelima, as-Syura
yaitu musyawarah dengan menegakkan persatuan yang dibangun berdasarkan prinsipprinsip ajaran syari (lihat Nursi 1999c, hal. 452-515).
Dalam kesempatan lain, Said Nursi pernah menyampaikan pengajaran kepada
masyarakat ketika Said Nursi pergi ke Anatolia untuk menjelaskan seputar
konstitusionalisme di antara suku di tempat itu, ia menjelaskan kepada para
penggembala, petani, dan warga desa yang secara kebetulan bertemu dengannya tentang
kebenaran ukhuwah Islamiyah berdasarkan al-Quran. Walaupun dalam kasus tertentu
dalam memberi ceramahnya tersebutSaid Nursi bermaksud mengalamatkan
kebenaran itu kepada dunia Islam secara keseluruhan, bukan untuk kelompok tertentu
saja:
If some problem emerged, Bediuzzaman used to try to iluminate or admonish
those around him. During the 31st March incident, he delivered speeches and
adresses to the scholars ans student, and to factly the people and persuade them
that what they were doing was wrong. He also gave speeches that adressed the
Islamic world as a whole, rather than particular groups. His Damascus Sermon
was one of these. Rather than giving speeches in specially organized
circumstances, he would use this method whe the need arose to effer guidance to
the people, for instance, when he travelled among the tribes of eastern Anatolia
to inform them about constitutionalism. When walking in the countryside, he
would explain the Quranic truth to the shepherds, formahands, and villagers he
came across. (Nursi 1996 dalam Gozutok 2000, hal. 405).
Dari contoh ceramah tersebut, jelaslah bahwa penyampaian ceramah harus
bersifat kemebaran umum jika diarahkan untuk objek besar umat Islam, bukan suatu
khilafiyah keumatan, agar ceramah mudah disampaikan dan diterima. Sejalan dengan
rambu-rambu tersebut, Thalib (1996, hal. 17) menyarankan bahwa agar tidak terjadi
salah paham, pihak-pihak yang bersangkutan harus menyamakan pengertian tentang
objek yang akan dibicarakan. Juga agar cara berceramah itu dapat diterima oleh yang
diceramahi. Karena itu metode ini merupakan dasar dalam pendidikan.
seluruh entitas yang ada itu sekedar manifestasi Dzat, bukan Dzat itu sendiri. Dengan
gaya bahasa yang puitis sekali dilantunkannya dalam karyanya:
Nature is Divine Art, it cannot be the Artist, it is a dominical book, and canot
be the Scribe. It is an embroydry, and cannot be the Accountant. It is a law and
cannot be the Power. It is a pattern and cannot be the Source. It is a recipient
and is passive and cannot be author. It is an order, and cannot the Orderer, It is
a code of creation and cannot be the Establisher of the code. (Nursi 2000c,
hal. 442).
Debatan Said Nursi tersebut pada intinya meluruskan kesalahpahaman manusia
tentang eksistensi alam yang dianggap sebagai Zat ketuhananyang seharusnya
dipandang sebagai Seni Kekuasaan Illahi sebagai manifestasi Keagungan Ciptaan-Nya.
Dalam melaksanakan tugas pendidikan di madrasahnya di Wan, Said Nursi pergi
mengunjungi kabilah-kabilah dan masyarakat setempat untuk mendebat mereka yang
tak mau mematuhi ajaran agama. Hasilnya, beliau mampu menyelesaikan persengketaan
suku-suku di sana. Pernah terjadi pertentangan yang berakibat keretakan hubungan Said
Nursi dengan Tahir Pasha disebabkan perdebatan keduanya. Akhirnya Said Nursi
dibuang daerah (kali ketiga) ke Bitlis. Namun begitu, setelah mendengar Said Nursi
akan pergi ke Iran, Tahir Pasha yang bimbang akan kehilangan tokoh ilmuan yang hebat
ini mengundang Said Nursi kembali ke Wan (Zaidin 2001, hal. 26).
Selanjutnya perdebatan Said Nursi terjadi pada pemerintahan Sultan Abdul
Hamid. Perdebatan tersebut bermula dari pemberian hadiah yang ditawarkan Kepala
Badan Pemeriksaan Ketentaraan Shafiq Pasha untuk menghentikan aktifitas dakwah dan
pendidikan Said Nursi. Dalam perdebatan itu Said Nursi menolak hadiah uang dengan
maksud agar Sultan memintanya menghadap, dan ketika itu terjadi, maka ada
kesempatan Said Nursi untuk menyampaikan kebenaran. Said Nursi berkeyakinan,
bahwa yang perlu disegerakan adalah pengajaran yang membawa manfaat besar bagi
umat, bukan upah untuk pekerjaannya. Sebab kepentingan umum perlu disegerakan
daripada kepentingan pribadi atau kelompok (Nursi, Sirah Zatiyah, hal. 74-75 dalam
Zaidin 2001, hal. 30-31).
Penting dicatat, bahwa penggunaan debat yang baik mengandung nilai
pendidikan, berasaskan kebenaran, dan kemantapan aqidah. Debat seperti ini
membangkitkan keberanian menyampaikan sesuatu walaupun kenyataannya pahit dan
beresiko besar. Dari beberapa kejadian di atas, bukan sedikit ancaman bagi Said Nursi,
melainkan selalu diintimidasi dan dihadapkan pada pengadilan dan penjara. Jadi, dari
sudut pendidikan Islam, istiqamah serta kebenaran aqidah menopang keefektifan
Metode Debat, bukan keragu-raguan yang berimplikasi pada kelemahan pendirian.
alam bekerja sama, masing-masing berusaha menyempurnakan tugas yang lain. Bumi
dan sebagainya menunjukkan Dzat yang memegang kendali sebuah unsur pasti
memegang kendali semua unsur (Nursi 2000c, hal. 413-414).
Karya Said Nursi yang mengandung metode Tabyin, seperti terdapat dalam
Risalah Kesebelas, pembahasan tentang Aspek Pengenalan Allah SWT (Nursi 2003c,
hal. 571-572). Berikut ini adalah resume dari paparan Said Nursi tentang Pengenalan
Allah SWT (Marifatullah):
Kata Said Nursi; Aku percaya kepada Allah, para malikat-Nya, kitab-kitabNya, para rasul-Nya, dan Hari Akhir, serta kepada Takdir, yang baik maupun yang
buruk berasal dari Allah Yang Maha Kuasa. Kebangkitan setelah kematian adalah benar,
dan aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku juga bersaksi bahwa
Muhammad SAW adalah utusan-Nya
Tujuan kita adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Dia, yang hidup kekal lagi
terus menerus mengurus (makhluk-Nya) diantara banyak bukti adanya Allah, kita di sini
hanya mengemukakan empat bukti yang pertama adalah Muhammad SAW. kita
menerangkan bukti ini dalam risalah pancaran ilmu Nabi [dan juga dalam risalah buku
kedua yang berjudul Tetesan Samudera Ilmu Nabi]. Bukti yang kedua adalah alam
semesta, makro-kosmos atau manusia makro.
Itu adalah buku agung tentang mahluk-Nya yang kasat mata. Bukti yang ketiga
adalah Quran yang suci. Yaitu kitab yang tidak terdapat keraguan di dalamnya dan
yang merupakan kalam suci. Bukti yang keempat adalah hati nurani atau kesadaran
manusia, yang menjembatani Alam Ghaib dan Alam Materi yang kasat mata. Nurani
manusia mempengaruhi akal, yang menjadi sumber pancaran sinar keimanan pada
keesaan Tuhan (Nursi 2003c, hal. 571-572).
Jadi metode Tabyin atau Penjelasan ini memfokuskan pada dalil-dalil kauniyat
berupa keberadaan alam (makrocosmos) dengan manusia (microcosmos). Mengapa Said
Nursi dalam menawarkan metode untuk Marifatullah melalui pendekatan empirik,
bukan dengan non-empirik, seperti sufistik. Mungkin ini berdasarkan alasan melihat
objek didik, yaitu manusia sekarang yang digambarkannya sebagai manusia yang
dilanda krisis urang iman. Sementara kemajuan ilmu pengetahuan dibuktikan dengan
data empirik telah menjadi kegandrungan dan hal biasa. Kemajuan media trasformasi
informatika, sosio-kultural, peradaban kebudayaan membuat manusia cenderung
mengabaikan bukti-bukti transedental karena larut dalam kemegahan dunia. Tetapi
bukti-bukti alamiah dan ilmiah tentang adanya Tuhan tidak bisa disangkal lagi.
Contoh lainnya, seperti dituangkan Said Nursi dalam pembahasan tentang
Mukjizat Nabi Muhammad SAW diringkas berikut:
Sebagai tanda kemukjizatan Rasulullah SAW, Pemilik dan Penguasa alam raya
ini melakukan segala sesuatu pastilah dengan ilmu, mengatur setiap urusan dengan
kebijaksanaan, mengarahkan segala sesuatu secara menyeluruh dengan baik, mengatur
segala sesuatu dengan pengetahuan yang dalam menunjukkan kepada kita pengaturanNya seperti kausa (pemyebab), tujuan dan manfaat dengan sejelas mungkin. Karena Dia
Yang Menciptakan, maka Dia Mengetahui, karena Dia Mengetahui, maka Dia
Berbicara, Maka Dia Berbicara, Dia akan berbicara pada zat yang mempunyai
kesadaran, pikiran dan bahasa.
Karena Dia berbicara pada manusia seperti itu, jelas sekali Dia akan berbicara
pada umat manusia, karena umat manusia yang mempunyai sifat dan kesadaran paling
luas di antara semua makhluk yang berkesadaran. Karena Dia Berbicara kepada
manusia, Dia pasti berbicara pada manusia yang paling sempurna, paling mulia
derajatnya dan yang paling tinggi akhlaknya, dan manusia yang membimbing manusia,
pastilah Dia berbicara pada Muhammad SAW, manusia yang berakhlak dan
berkedudukan paling tinggi, yang diteladani (dengan paling sungguh-sungguh) oleh
seperlima umat manusia (Nursi 2203g, hal 5-6). Sangat masuk akal jika Allah SWT
menganugerahkan Miraj kepada beliau.
Jelasnya, Said Nursi melalui metode ini berupaya memberikan argumentasi dan
pembuktian yang jelas tentang makna Nama Allah Yang Maha Berdiri Sendiri melalui
dalil nyata, bahwa tidak ada satu makhluk pun di permukaan bumi dan alam semsta ini
yang mampu menghasilkan pekerjaan sempurna. Ketidaksempurnaan semua unsur dan
bagian alam, termasuk organ tubuh manusia menunjuk pada satu Dzat yang
mengendalikan dan menentukan tugas masing-masing agar saling melengkapi untuk
mencapai produktifitas dan kesempurnaan. Melalui metode ini Said Nursi yakin
keimanan kepada Allah serta dapat ditelusuri melalui data empirik (ayat kauniyat).
mengetengahkan
kisah-kisah
tertentu
sebelum
menjelaskan
nilai-nilai
Menurut Gozutok (2000, hal. 405), metode ini cukup efektif dalam memberikan
pembelajaran yang sedang berlangsung: Stories are one of the most effective means in
the direct lecturing method. They can be used to explain obscure matters and they are
easily impresses on the mind. Religious stories from the Scriptures are even more
powerful. They always help those who listen to them or read them (Gozutok 2000, hal
405).
Melihat banyak penyajian cerita (agama) dalam kitab-kitab Samawi, seperti
dalam kitab Injil, nempaknya Gozutok yakin metode ini dapat digunakan menjelaskan
hal-hal yang kabur sehingga mudah dipahami dan terkesan dalam pikiran. Juga dapat
pula membantu mereka yang mendengarkan atau membacanya.
Dengan metode cerita ini, Said Nursi bermaksud memberikan kemudahan untuk
memahami berbagai hal yang berhubungan dengan suatu peristiwa, bahkan yang paling
sulit sekali pun. Seperti dalam Sozler, pengajaran digunakan dengan metode cerita.
Dalam Risale-i Nur pokok pelajaran diterangkan dengan sati atau lebih cerita (misalnya
dalam Nursi 2000a, hal. 15-16). Jika cerita tentang kehidupan sehari-hari secara
kebetulan sesuai dengan pengalaman pembaca, maka efeknya kuat sekali bagi mereka.
Bahkan Gozutok menilai penggunaan metode ini bagi anak didik akan cepat
nyambung dengan konteks cerita yang disajikan dalam penyajian Risale-i Nur.
Berikut ini dapat disimak contoh Metode Qishah yang digunakan oleh Said
Nursi dalam Risale-i Nur, dalam Cahaya Pertama tentang Munajat Nabi Yunus AS.
Nursi menceritakan bahwa munajat Nabi Yunus AS adalah salah satu munajat paling
agung dan paling indah serta salah satu media paling manjur agar doa dikabulkan oleh
Allah SWT:
Dikisahkan, bahwa nabi Yunus AS dilemparkan ke laut lalu ditelan ikan besar
dan diombang-ambing ombak malam yang pekat pun menurunkan tirainya. Nabi Yunus
AS pun ditimpa ketakutan dan terputuslah sebab-sebab pengharapan. Sirnalah anganangan. Lalu dengan merendahkan diri dan mengikhlaskan hati beliau melantunkan doa
yang lembut memelas hati (Nursi 2003a, hal. 7):
Tiada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, Sesungguhnya Aku adalah
termasuk orang-orang yang zalim." [QS. Al-Anbiyah (21): 87] (Departemen
Agama 1993, hal. 506).
Menurut Said Nursi doa ini yang menjadi sarana keselamatan dan terbebasnya
beliau dari penderitaan:
Rahasia agung dari munajat ini adalah bahwa dalam suasana yang mencekam
dan menakutkan itu sebab material sepenuhnya runtuh sehingga sebab-sebab itu
tidak dapat mengubah apa pun dan tak dapat memberi pengaruh apa pun. Hal ini
terjadi karena yang dapat menyelamatkan belaiau dari kondisi tersebut hanyalah
yang memiliki kekuasaan terhadap ikan besar, lautan, malam dan angkasa
karena baik ikan besar, malam yang gelap gulita serta lautan yang ganas telah
sepakat untuk menyerangbeliau (Nursi 2003a, hal. 7).
Dengan demikian tidak ada satu sebab pun yang dapat menyelamatkannya, tak
ada seorang pun yang dapat mengakhiri pendeitaan beliau dan mengantarkan pada
pantai keselamatan dan keamanan kecuali yang menguasai mala, ikan besar sekaligus
lautannya dan yang mampu menundukkan segala sesuatu dengan perintah-Nya, hingga
kalau pun dalam suasana yang mencekam dan menakutkan tersebut semua makhluk
membantu Nabi Yunus AS dan siap mematuhi beliau maka hal itu tidak akan memberi
manfaat apa pun baginya.
Bagi Said Nursi, dari kisah Nabi Yunus AS tersebut menjelaskan bahwa sebabsebab itu benar-benar tidak memberi pengaruh apa pun. Dengan sepenuh keyakinan,
Nabi Yunus AS memandang bahwa tidak ada lagi tempat berlindung, kecuali haribaan
Dzat Pencipta, sebab melalui cela-cela cahaya tauhid yang benderang terbukalah rahasia
ke-Esaan Allah SWT hingga munajatnya yang iklas itu menundukkan malam, ikan dan
lautan secara bersamaan. Bukan hanya itu, bahkan dengan cahaya tauhid yang murni
perut ikan yang gelap berubah laksana perut kapal selam yang mengarungi lautan
dengan nyaman dan tenang.
Lautan yang ganas dengan ombak yang siap menelan pun berubah bagaikan
taman yang penuh keindahan. Awan gemawan pun berserakan di langit. Bulan
menampakkan wajahnya yang bersinar bak pelita terang yang muncul di atas
kepala beliau. Semua karena munajat tersebut. Demikianlah makhluk-mahkluk
yang tadinya mengancam dan menakutkan beliau, sekarang berlalu dengan
wajah bersahabat lalu mendekati dengan kasih dan sayang sehingga beliau
keluar menuju pantai keselamatan dan menyaksikan kemurahan Allah Yang
Maha Penyayang dari bawah pohon keyakinan (Nursi 2003a, hal. 8).
Oleh karena itu hendaklah kita melihat diri kita sendiri melalui munajat itu. Kita
berada pada suatu kondisi yang menakjubkan dan penuh ancaman berkali-kali lipat dari
kondisi yang dialami oleh nabi Yusuf AS. Karena itu Nursi meyakini: Pertama, malam
yang menaungi kita adalah masa depan dan masa depan kita, jika kita melihatnya
dengan pandangan acuh, tampak gelap dan menakutkan bahwa lebih pekat seratus kali
lipat dari malam yang dilalui oleh Nabi Yunus AS. Lautan kita adalah bumi yang setiap
ombaknya membawa beribu jenajah karena itu ia adalah lautan yang menkutkan seratus
kali lipat lebih menakutkan daripada lautan temapt nabi Yunus dilemparkan.
Kedua, ikan besar kita adalah nafsu amarah yang kita bawa ia adalah ikan yang
ingin menelan dan memusnahkan kehidupan akhirat kita. Ikan ini lebih rakus daripada
ikan yang menelan Nabi Yunus AS karena ikan yang menelan Nabi Yunus AS mungkin
dapat melenyapkan kehidupan yang lamanya seratus tahun saja sementara nafsu amarah
kita berupaya menghancurkan ratusan juta tahun kehidupan abadi yang menyenangkan
dan penuh kebahagiaan. Demikianlah hakikat kondisi kita selamanya oleh karena itu
tidak ada jalan lain kecuali kita mengikuti nabi kita Yunus AS (lihat Nursi 2003a, hal.
9).
Selain pentingnya memahami hakikat kisah keteguhan iman di atas, Said Nursi
menyarankan agar kita mengambil pelajaran (ibrah) dengan selalu berjalan di atas
petunjuk-Nya, berpaling dari semua sebab lalu menghadap secara total kepada Allah
yang merupakan penyebab dari segala sebab. Menghadap kepada-Nya dengan sepenuh
jiwa dan raga kita mengharap pertolongan-Nya dengan doa; kita meyakini bahwa masa
depan yang menanti kita, dunia yang menampung kita nafsu amarah yang ada pada diri
kita, karena kelalaian dan kesesatan kita, telah melakukan persekongkolan terhadap kita.
Dengan metode ini jelas, upaya Said Nursi menggiring pemahaman kita kepada
keteguhan keyakinan bahwa tidak ada yang dapat menghilangkan ancaman masa depan,
menumpas teror dan bencana-bencana dunia, menjauhkan budaya nafsu amarah kecuali
Dzat yang menguasai masa depan, mengatur dunia, dan menguasai jiwa kita. Hakikat
keberadaan kita akan terus seperti itu kecuali jika kita menengadahkan tanga tunduk
kepada-Nya, meminta pandangan kasi sayang-Nya kepada kita, menikuti rahasia
munajat nabiYunus AS yang mampu mengendalikan ikan besar hingga tunduk kepada
beliau sehingga ikan itu laksana kapal selam yang berlayar di bawah laut dan
menjadikan laut bagaikan taman yang indah serta menyelimuti malam dengan pakaian
cahaya benderang dengan bulan yang bersinar.
menjadi pedoman pembelajaran. Metode ini dilaksanakan oleh Said Nursi dengan
bertatap muka secara langsung (face to face) antara pendidik dengan anak didik.
Seperti penuturan dari salah seorang murid-murid istimewanya yang juga orang
pertama menulis buku-buku Risale-i Nur.
Kami pergi bersama guru ke tempat-tempat yang sunyi, ia duduk di satu tempat
dan melihat pada satu titik tertentu, kemudian ia mendiktekan kepada saya
dengan cepat sekali dan saya pun menuliskannya dengan cepat pula. Kemudian
ia memberi isyarat kepada saya agar menulis dan jangan pernah melihat
kepadanya di mana ia sedang berkonsentrasi kepada tempat khusus itu.
Kemudian ia berkata: Berhenti. Kemudian ia meminta agar saya menulis
kembali (Salih 2003, hal. 131).
Dalam tulisan Salih (2003, hal. 130-132), dikisahkan oleh murid Said Nursi
tentang penulisan Risale-i Nur:
Ada beberapa risalah yang kami tulis hanya dalam waktu satu jam dan
beberapa lainnya kami tulis selama dua jam. Sungguh saya bersumpah
bahwasanya saya menghabiskan waktu satu atau dua hari untuk menyalin
kembali Risalah yang telah kami tulis dalam waktu satu atau dua jam tersebut.
Sebagai contoh ia mendiktekan kepada saya Risalah al-Hasyr, baik di pagi
hari maupun di malam hari, pulang pergi di tepi danau Barla ia mengulangulang membaca ayat (di bawah ini) sebanyak 40 kali.
karya
Mektubat
tersebut,
lebih
banyak
menampilkan
metode
Mukatabah ini terdapat dalam karya Said Nursi The letter atau Mektubat yang
berisi kumpulan surat-surat yang berisikan banyak tentang jawaban atas yang
dipertanyakan kepadanya.
Keabadian, Keadilan Allah SWT (Adzab), Syurga dan Neraka, dan lain-lain. Dari tema
ini, antara lain dicontohkan tentang Hakikat Kematian:
Diisyaratkan dalam ayat-ayat al-Quran misalnya:Dia menjadikan mati dan
hidup supay Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya (Q.S.
67: 2). Kematian dalam ayat tersebut secara tafsiriyah mengandung makna yang dalam,
tidak sekedar terjemahan istilah bahwa kematian adalah berpisahnya ruh dari jasad
manusia.
Said Nursi menjabarkan tentang Hakikat Kematian ini dalam satu bab bahasan
dan kalimat yang panjang lebar. Bahwa kematian itu sesuatu yang diciptaklan seperti
halnya kehidupan, dan karenanya menjadi rahmat bagi makhluk hidup. Sementara itu,
kelihatannya kematian adalah pembusukan (dekomposisi) dan sepertinya mematikan
sinar kehidupan dan menyebabkan tubuh yang hidup membusuk. Kematian juga
menghancurkan kesenangan dan kebahagiaan. Kalau begitu, bagaimana bisa kematian
menjadi rahmat bagi makhluk hidup?
Jawabannya: seperti yang kukatakan di akhir jawaban untuk pertanyaan pertama,
kematian berarti pembebasan dari tugas-tugas hidup duniawi. Kematian juga berarti
perubahan tempat tinggal dan perpindahan tubuh, dan juga undangan dan permulaaan
bagi kehidupan abadi. Karena dunia terus menerus dihidupi melalui tindakan makhluk
dan keputusan awal, maka dalam dunia yang lain terus dipisahkan dari kehidupan
melalui beberapa siklus pencapaian, kepastian dan kebijakan (Nursi 2003b, hal. 4).
Kematian tanaman, sebuah tingkat kehidupan yang paling sederhana,
membuktikan diri sebagai sebuah karya seni Allah. Kematian tanaman seperti
kehidupannta, tetapi lebih sempurna dan dengan desain lebih baik. Ketika biji atau
benih suatu tanaman mati, benih itu tampak membusuk di dalam tanah, tetapi,
sebenarnya tanaman itu menjalani suatu proses kimiawi yang sempurna, melintasi
keadaan pembentukan kembali yang telah ditentukan, dan akhirnya berkembang
menjadi sebatang pohon baru yang gagah. Ini menunjukkan bahwa kematian biji adalah
awal kehidupan pohon baru, bahwa kematian adalah sesuatu yang diciptakan seperti
halnya kehidupan (Nursi 2002b, hal. 5). Dengan demikian, kematian sama sempurnanya
dengan kehidupan.
Karena Kematian, buah-buahan dan binatang dalam perut manusia
menyebabkan mereka naik ke tingkat kehidupan manusia, maka kematian mereka
dapat dianggap lebih sempurna dibandingkan kehidupan mereka. Karena kematian
tanaman, yang merupakan tingkat kehidupan paling sederhana, begitu sempurnanya dan
memiliki tujuan besar, naka kematian manusia tentu jauh lebih sempurna dan
mempunyai tujuan yang jauh lebi besar pula, karena manusia telah dikubur ke bawah
tanah tentu akan dibawah kehidupan abadi (Nursi 2003b, hal. 5).
Ada banyak alasan kenapa kematian merupakan rahmat bagi umat manusia.
Kata Nursi Ijinkan aku secara singkat menukiskan empat diantaranya:
Pertama, karena kematian membebaskan manusia dari kesengsaraan hidup, yang
semakin meningkat sejalan dengan usia kita. Kematian juga membuka gerbang
pertemuan kembali dengan sembilan puluh persen teman-temannya yang telah
mati sebelumnya. Maka kematian adalah rahmat yang sangat besar. Keduan,
kematian adalah rahmat karena kematian membebaskan kita dari kehidupan
duniawi yang sama seperti penjara bawah tanah yang sempit, bergolak keras dan
menyesakkan. Kematian membawa kita menuju lingkaran luas kasih sayang
Allah yang kekal, di mana manusia dapat menikmati kesenangan dan hidup
abadi yang bebas dari penderitaan. Ketiga, usia tua dan kondisi yang tak
tertahan lagi juga membuktikan bahwa kematian dapat menjadi rahmat yang
lebih besar daripada kehidupan. Misalnya, seandainya orang tuamu dan kakek
atau nenekmu hidup dalam penderitaan di depan matamu, engkau tentu akan
mengakui betapa besarnya rahmat kematian, karena hidup pu menjadi
penderitaan yang tak tertahankan. Selain itu, sudah jelas bahwa kematian di
Cainta pada wajah sementaradai lima dunia itu adalah sumber rasa sakit dan
penderitaan tiada akhir, karena cinta tersebut menguatkan kasih sayang yang
menyedihkan dan membuat cinta dengan hati lembut menjadi tidak punya harpaan.
Seorang pecinta yang sensitif merasa kasihan pada semua makhluk, sehingga
perasaannya selalu terluka oleh binasanya semua makhluk yang fana dan indah. Karena
ia tidak dapat melakukan apa pun untuk makhluk-makhluk itu, ia akan sangat menderita
dalam ketidak berdayaan. Sebaliknya, orang yang telah menemukan Allah SWT akan
menemukan obat untuk penyakit yang disebabkan oleh rasa sayang dan hati lembut.
Karena ia menganggap bahwa jiwa-jiwa makhluk hidup, yang merasakan kasihan
terhadap apa yang binasa, adalah cermin tempat dipantulkannya Nama-nama kekal dai
Yang Maha Kekal, maka kelembutan hatinya berubah menjadi penerimaan kenikmatan
dan kelapangan hati. Ia melihat bahwa di balik makhluk-makhluk yang mudah binasa,
fana tetapi indah itu, adalah perwujudan abadi keanggunan murni dan keindahan suci,
yang diwujudkan melalui keterampilan dan hiasan yang rumit-halus, adalah keajaibankeajaiban yang disukai dan menerangi jiwanya. Dengan demikian, ia memahami bahwa
kematian dan pembinasaan sebenarnya adalah sebuah proses pembaruan untuk
menyegarkan kembali dan meningkatkan keindahan dan kenikmatan, dan untuk
menunjukkan keterampila seni Ilahi yang teramati dalam alam semesta. Sehingga,
kesenangannya dan penghargaannya pada segala perwujudan Ilahi dan kegairahannya
akan perwujudan-perwujudan itu meningkat (Nursi 2003b, hal. 9-11).
Sebagai penagntara untuk memahami hakikat tersebut, di sini perlu disimak
tentang suatu pertanyaan:
Doa apakah yang paling baik dari orang yang beriman bagi orang yang beriman
lainnya? Jawaban: doa yang paling baik dari orang yang beriman bagi yang lainnya
adalah doa yang sesuai dengan syarat-syarat sehingga doa tersebut bisa diterima.
Sebuah doa mungkin dapat diterima dengan mempertimbangkan syarat-syarat tertentu
yang harus dipenuhi. Misalnya, ketika seorang berdoa kepada Allah untuk memohon
sesuatu, pertama-tama dia harus membersihkan dirinya sendiri dengan memohon ampun
pada Allah SWT atas Nabi Muhammad SAW yang selalu berdoa bagi kebahagiaan dan
keselamatan umatnyaserta menyampaikan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad
SAW sebelum dan sesudah berdoa. Karena memohon karunia Allah atas Nabi
Muhammad adalah sebuah doa yang diterima dan doa yang diucapkan di antara dua
doa yag seperti ini seharusnya diucapkan tanpa sepengetahuan orang beriman yang
didoakan dan doa yang diucapkan adalah yang berasal dari al-Quran atau Hadist.
Misalnya, seseorang seharusnya lebih memilih doa yang menyeluruh seperti Ya
Allah, Aku mohon ampun kepada-Mu, bagiku dan baginya, dan kekuatan iman, di dunia
ini dan di akhirat! Tuhanku, limpahkanlah kebaikan kepada kami di dunia ini dan di
akhirat, dan lindungilah kami dari adzab apai neraka!
Inilah sedikit contoh Metode Tamtsil yang digunakan Said Nursi dalam karyanya
untuk menjelaskan hakikat atau nilai pendidikan yang dikandung dalam suatu ayat,
sehingga peserta didik akan mudah memahami hakikat yang dimaksud.
Metode Tarbiyah al-Fardhiyah (Pendidikan Diri Sendiri)
Metode Tarbiyah al-Fardhiyah atau dikenal dengan self education adalah
metode pendidikan yang melibatkan siswa aktif dalam mempelajari dan membahas
suatu pelajaran.
Metode ini diterapkan oleh Said Nursi dalam rangka mencapai tujuan dari semua
aktifitas dan ibadah Shalat, di mana mereka mengikutsertakan badan, pikiran, hati dan
semua komponen dirinya dalam melakukan shalat. Said Nursi mengatakan, bahwa
orang yang shalat berarti melakukan perjalanan spiritual dalam ibadah mereka,
khususnya pada malam hari dan pada shalat wajib yang mereka lakukan. Ini adalah
suatu pola pendidikan yang hidup dinamis, di mana seseorang dapat menaglami,
mencoba dan belajar.
Ajaran Islam memberi jaminan bagi orang yang mengerjakan shalat serta bagi
mereka yang senantiasa ingat kepada Allah SWT dengan amalan-amalan yang
ditentukan. Mereka memiliki kewajiban agama yang banyak. Tiap-tiap tindakan
manusia pasti berpengaruh atas dia. Efek ini tentu saja diharapkan baik seperti yang
setiap orang peroleh sebelumnya. Oleh karen itu, tindakan yang ia laksanakan dalam
melatih organ tubuh, perasaan dapat memberi pengajaran yang baru, pengetahuan
bunyi,
mempercepat
memorinya,
memantapkan
pemahamannya.
Ketika mendiskusikan hikmah shalat, Sadi Nursi menunjuk ke luar di samping
apa yang diperoleh untuk individu itu sendiri, juga ia akan menuai manfaat membantu
ke arah memperkuat ikatan sosial yang mendukung perdamaian:
thu, the acyive methods is applied in the performance of all work and worship
for the believer worsip wit is body, mind, heart, and all his self. Bediuzzaman
says that the worshipper makes a spiritual journey in worship performed at
night in particular and in the obligattory prayers. This is a matter of living,
experiencing, and learning. (Nursi 2000, hal. 53).
Islam menuntut agar pengikutnya aktif dalam aksi terhadap hal-hal positif,
sebagai efek dari ibadah:
Islam Charge the believers with duty of worshipping God and it calls on them
to perform certain actions. They are faced with many religious obligation.
Every act man performs certainly has an effect on him. These effect are certain
good things the person has previosuly acquired. The acts he performes therefore
train the sense organs, teach him new, sound knowledge base on experience,
speed up his memory, ensure honesty, and increase hin comprehensions. When
discussing the virtues of worship, Bediuzzaman points out that besides what it
gains for the individual, it helps to strengthen the bonds of society contributing
to peace (Gozutok 2001, hal. 408).
Lebih-lebih, melalui penyerahan diri (ber-Islam) dan penghambaan diri
(beribadah), seorang muslim membentuk suatu hubungan serta ikatan yang kuat dan
cinta sejati, sehingga implilkasi nyatanya penyerahan diri dan ibadah itu menyumbang
dalam kemajuan dan penyempurnaan masyarakat adalah persaudaraan dan cinta:
Through muslim, and Through worship, a muslim form a firm realation and strong
bond and tie with all Muslims. These result in an unshakeable brotherhood and true
love. Yes the first an dmost essential steps in the progress and perfecting of society are
brotherhood and love (Nursi 2001, hal. 94-95). Dengan begitu orang-orang yang
beriman sebagai muridnya al-Quran istilah Said Nursibelajar secara aktif untuk
usaha penyelamatan diri dan keluarganya serta masyarakat dari kemalangan yang
disebabkan tidak beribadah.
Ada banyak bahasan dala Risale-i Nur, dimana Said Nursi meletakan alam
semesta di depan mata pembaca seolah-olah laboratorium, dan memberikan beratusratus bukti eksistensi Allah SWT, yang mana mereka dapat mengamati serta mengambil
Itibar dari peristiwa yang sangat banyak terjadi (Gozuitok 2001, hal. 410).
Contohnya,
disebuit
Said
Nursi
dalam
The
supreme Sign
adalah
Dengan cara ini, seseorang dapat melihat kematian dirinya sendiri, dan jika
seseorang dapat memahaminya lebih jauh lagi, maka ia dapat melihat kematian abad ini,
dan berbuat lebih banyak lagi untuk mengamati kematian dunia ini, membuka jalan
kebenaran yang sempurna, dan pada akhirnya mendapat pencerahan baru.
Ciri-ciri metode ini adalah di mana seseorang dapat mengenal hatinya dari
pengamatan langsung terhadap makhluk sekitar, juga dapat mengamati akan peristiwa
kematian yan akan berlaku baginya dengan mengamati peristiwa kematian, pengrusakan
(dekomposisi) seperti tumuh-tumbuhan, hewan dan serangga. Dengan cara ini ia akan
menemukan suatu hasil pengamatan (berupa deskripsi atau simpulan) yang perlu dikaji
ulang (review) kebenarannya, bukan melalui perenungan jalan sufi (Gozutok 2001, hal.
411).
Ertugrul dalam sebuah tulisannya (1994, hal. 66) memberi catatan tentang unsurunsur dan latifah-latifah yang ada pada diri manusia berkeinginan untuk kehidupan
abadi. Kesempurnaan yang dimiliki oleh manusia memerlukan keabadian, karena
manusia tidak terkirim ke dunia untuk bersenang-senang dan mendapat kelezatan. Hal
ini dibuktikan dengan selalu orang yang datang akan pergi, yang muda akan menjadi
tua, dan seterusnya. Juga manusia merupakan makhluk yang sempurna dan paling tinggi
derajatnya, memiliki kemampuan terkaya, bahkan rajanya diantara makhluk yang
bernyawa, tetapi melalui manusia berpikir kelezatan-kelezatan masa lalu dan tantangan
masa depan menjalankan kehidupan yang sedih, sulit, derajatnya rendah dibandingkan
dengan hewa. Karena itu tempuhlah cara tahlili dan tasbiti dengan mengamati
tentang komposisi manusia dan dimensi keabadian yang menjadi fitrahnya.
nikmat
bagi
manusia,
karena
mengingatkan
tentang
kelemahan
dan
hukum, doa, hikmah-hikmah, ibadah, dan pengabdian kepada Allah SWT, perintahperintah dan anjuranm dan tafakur. Ia tiada lain merupakan kitab yang sangat sempurna
untuk semua kebutuhan spiritual kita dan juga amat menyenangkan laksana
perpustakaan suci, ia menjadi pegangan semua orang suci, orang-orang yang jujur, para
pendidik dan pemimpin umat Islam yang jujur yang mempunyai pengetahuan tentang
Allah SWT (Nursi 2003b, hal. 70-71). Sedangkan as-Sunnah adalah suatu perkataan
Rasulullah SAW yang mengandung sumber kekuatan dan hukum dan undang-undang
Islam (Nursi 2003b, hal. 33).
Pendidik harus berkahlak mulia. Ia harus mengutamakan terbentuknya
persaudaraan dan persatuan antara pendidik dan anak didik dalam keakraban tidak
secara material, karena segala sesuatu yang dimulai dari sifat dan tindakan yang baik itu
berasal dari cinta dan akan menimbulkan cinta kepada tindakan-tindakan serta sifat-sifat
perbuatan yang baik karena cinta bersifat mudah menalar sehingga mudah disebarkan
dan diterima oleh semua pihak. Karena alasan inilah dalam peribahasa disebutkan;
sahabat dari seorang adalah sahabat; dan seperti dalam bahasa semua orang banyak hal
disukai karena kebaikan suatu hal. Sedangkan permusuhan dan kebathilan adalah
kebalikan dari kebenaran, sebab kebathilan timbul dikarenakan pada kecenderungannya
pada permusuhan yang timbul karena tidak mampu melihat kebenaran (Nursi 2003b,
hal. 356). Jadi, tegasnya karakter ideal pendidik itu memiliki kemampuan mendidik
dengan cinta berdasarkan semangat Uhuwah Islamiyah.
Pendidikan Islam dilakukan dengan memberikan contoh yang baik, sebab
pendidikan manusia harus dimulai dari anggota paling kecil (individu) terlebih dahulu,
terutama dari diri sendiri. Said Nursi meyakini; orang yang tidak mampu
memperbaiki jiwanya sendiri tidak bisa memperbaiki jiwa orang lain, maka aku mulai
memperbaiki jiwaku sendiri (Nursi 2003d, hal. 134). Keberhasilan para pendidik
awalnya ditentukan oleh keberhasilan mendidik dirinya sendiri, baru kemudian orang
yang akan dididiknya. Diharapkan para pendidik juga sebelum mengajarkan sesuatu,
harus menerapkannya dahulu pada diri sendiri, karena amal atau perbuatan lebih
berpengaruh daripada lisan (Ilim Triped 2002.com).
Pendidik yang berkarakter idealyang komitmen penuh dengan standar alQuran dan as-Sunnahsekarang sudah sulit dijumpai. Tetapi keinginan para guru
pendidik untuk meraih karakter ideal itu banyak caranya, seperti kriteria unggul dan
aspek pengetahuan dan akhlak mulia. Guru pendidik berkarakter berdasarkan
pandangan Said Nursi di atas akan mampu bermain peran dalam mewariskan budaya
Islam dan mengembangkabn kepribadian manusia anak didiknya sesuai idealitas Islam
pula.
Menurut Said Nursi pendidik harus berkonsentrasi penuh menjalankan
kewajiban mendidik, jangan terlibat dalam urusan politik, karena dengan keadaan
demikian murid akan mencontoh gerak-geriknya. Begitu pun murid tidak diperkenankan
terjun ke dalam arena politik, karena urusan politik akan membebani mereka dengan
segenap urusan, sementara tugas murid dalam proses pendidikan merupakan upaya
mengatur diri sendiri, belum pada tugas kepresidenan. Belajar harus memiliki visi yang
jelas berdasarkan minat, bakat, dan kondisi yang mendukung . untuk itu pelajar lebih
difokuskan pada spesialisasi atau konsentrasi dalam penguasaan bidang yang mereka
inginkan, dan dimotivasi oleh semangat penyelidikan ilmiah (scientific inquiry) melalui
kegiatan intra dan ekstra kelas.
Pendekatan psikologis
Pendekatan
psikologis
dapat
diterjemahkan
pendekatan
kejiwaan.
Artinya,
manusia setiap pintu khazanah rahmat yang dapat menjamin semua kebutuhannya. Di
dalam kelimat ini jiwa manusia menemukan nilai bantuan yang menunjukkan dan
membuatnya tahu tentang Penguasa dan Pemiliknya, Penciptanya dan Dzat yang harus
disembah, yang memiliki kekuasaan mutlak yang akan menyelamatkan jiwa dari
kejahatan semua musuhnya.
Kalimat Kedua: Huwa (Dia). Bagian ini menggambarkan bahwa roh manusia,
yang berhungan dengan sebagian besar dengan makhluk di alam semesta ini, dan
ditenggelamkan dalam kepedihan dan kebingungan karena hubungan itu, mendapati
dalam frasa ini sebuah tempat berlindung dan penyelamat yang akan membebaskannya
dari semua kepedihan dan ketakutan.
Kalimat Ketiga: Wahdahu laa Syarikalah (tunggal dan tidak bersekutu). Allah
Maha Esa jadi Dia tidak bersekutu dalam ke-Tuhanan-Nya. Dalam segala tindakanNya dan penciptaan-Nya, demikian juga bahwa Dia tidak bersekutu dalam ke-TuhananNya dan Kerajaan-Nya/Kekuasaan-Nya. Pada prinsipnya, seorang raja didunia mungkin
tidak memiliki sekutu dalam kekuasaanya, tetapi dalam pelaksanaan kekuasaannya
tersebut, para menterinya bertindak sebagai pembantu dan perantara antara dia dengan
rakyatnya. Sedangkan Allah SWT, Sang Raja sepanjang zaman, tiada memerlukan
sekutu atau
sendiri, karena kamu bahkan tak mampu mengurus masalahmu sendiri. Kamu tidak bisa
mempertahankan jiwa dan ragamu dari malapetaka. Engkau tidak dapat menghindari
kelelahan dan penuaan karena kamu tidak mempunyai kekuasaan atas waktu atau
faktor-faktor perusak lainnya.
Kalimat kelima: Wa lahu al-hamd (segal puji bagi Allah). Artinya hanya Allah
yang patut disembah dan di puji dan hanya bagi-Nya segala syukur. Milik-Nyalah
segala karunia dan semua itu dari perbendaharaannya, kekayaan-Nya. Sebagai
kekayaan, kekayaan itu tidak terbatas dan tidak akan pernah habisnya.
Kalimat Keenam: Yuhyi (Dia [sendiri] yang menghidupkan). Berarti Dia
melepaskanmu dari tugas kehidupan, memindahkan tempat tinggalmu dari dunia yang
fana ini menuju dunia abadi dan membebaskanmu dari beban pengabdian. Artinya, Dia
membawamu dari kehidupan fana menuju kehidupan kekal.
Kalimat Kedelapan Hayyu la yamuut (Dia hidup dan tiada mati). Berarti bahwa
Yang Maha Kekal lagi Maha Disembah, dan Maha Tercinta, Yang memiliki keindahan,
kesempurnaan dan kemurahan hati yang ada pada semua makhluk yang dapat
menimbulkan cita, memiliki kehidupan yang kekal selama-lamanya. Kehidupan abadiNya terbebas dari jejak penghentian atau berumur pendek, dan Dia tidak mempunyai
khilaf dan salah.
Kalimat kesembilan, Biyadihi al-Khair (Di Tangan-Nya semua kebaikan). Artiny
hanya dia yang memiliki segala kebaikan, dan hanya Dia memiliki kekuasaan atas
segalanya. Karena tiada sesuatupun yang sulit baginya, maka Dia dapat menciptakan
selurh musim semi sama mudahnya dengan menciptakan sekuntum bunga, dan Dia
menciptakan surga semudah dia menciptakan musim semi. Makhluk-makhluk yang tak
terhitung jumlahnya yang terus menerus Dia hidupkan tiap hari, setiap thaun, setiap
Abad memberikan kesaksian yang tak terucap dengan kata-kata tentang kekuasaan-Nya
yang tak terbatas.
Kalimat kesebelas: Wailaihi al-Mashir (dan kepada-Nya tempat kembali).
Berarti bahwa semua manusia di kirim ke dunia cobaan dan ujian ini dengan tugas-tugas
tertentu. Setelah menyelesaikan tugas-tugas ini, mereka kembali ke hadapan Tuhan
Yang Maha Pemurah, Yang Maha Pencipta mereka, Yang dulu mengirim mereka. Ini
artinya, dengan meninggalkan alam fana ini, mereka dientas dari siklus-sebab dan
akibat- dan dari sekat antara yan gkabur. Setelah itu mereka akan dihormati di rumah
kekal di hadapan Allah Yang Maha Pengasih dan bertemu dengan Dia langsung di
Kerajaan-Nya Yang Kekal (Nursi 2003i, hal. 15-17).
Penekanan sisi kejiwaan, menurut Said Nursi, sifat dan kemampuan jiwa kita
menunjukkan bahwa kita diciptakan untuk beribadah kepada Allah SWT. Mengenai
kekuatan dan kemampuan kita untuk tinggal di sini, kita kalah bersaing dengan burung
pipit yang paling lemah. Tetapi dalam hal ilmu, memahami kebutuhan kita, dan
memohon serta beribadah, yang diperlukan untuk kehidupan rohani dan kehidupan
akhirat, kita adalah raja dan komandan dari semua makhluk hidup. Lanjut Said Nursi:
Hai Jiwaku! Jika engkau menganggap dunia ini adalah tujuan utama
kehidupanmu dan engkau bekerja dan senantiasa bekerja untuk kepentingan
dunia, engkau akan menjadi seperti burung pipit yang paling lemah. Tetapi jika
engkau menganggap akhirat adalah tujuan akhirmu, dan menganggap dunia ini
sebagai ladang tempat menaburkan benih, sebuah persiapan bagi akhirat, dan
bertindak dengan semestinya, engkau menjadi penguasa agung kerajaan
binatang, hamba yang memohon kepada Allah Yang Maha Perkasa, dan menjadi
tamu-Nya yang terhormat dan disayangi di dunia ini. Engkau bisa memilih salah
satu pilihan itu. Jadi mintalah petunjuk dan keberhasilan dari jalan-Nya dari
Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang (Nursi 2003d, hal. 52).
Pendekatan Social-Kultural
Pendekatan sosiologis ini dilakukan Said Nursi dengan menempatkan lawan bicara
sebagai komunitas umat yang dilingkupi dengan bingkai persaudaraan; Risale-i Nur
mendunia; bicara dalam perspektif keumatan.
Salah satu contoh pendekatan ini terdapat pada bahasan Pertanyaan Kedua
dalam bukunya Lamaat (2003a, hal. 199-200) sebagaimana dirangkum berikut ini:
Ketika seharusnya ada usaha dan upaya untuk menghadapi kondisi politik yang
sedang bergejolak pada dua bulan ini, di mana upaya tersebut kemungkinan besar akan
melapangkanku dan juga akan menyenangkan saudara-saudaraku, namun aku justru
tidak mempedulikan kondisi yang ada. Bahkan aku melakukan yang sebaliknya. Aku
justru berpikir bagaimana cara memperrnaiki pihak penguasa yang telah menyulitkan
hidupku itu. Karenanya, sebagian orang menjadi sangat bingung dengan tindakanku.
Mereka bertanya, politik yang dilakukan oleh pembuat bidah dan kawanan tokoh
munafik tersebut jelas-jelas bersebrangan dengan anda. Tetapi mengapa anda tidak
menyerangnya?
Jawaban Said Nursi: bahaya paling hebat saat ini menimpa kaum muslimin
adalah rusaknya kalbu dan rapuhnya iman akibat kesesatan yang berasal dari filsafat dan
ilmu pengetahuan. Solusi satu-satunya untuk memperbaiki kalbu dan menyelamaykan
iman adalah adanya, cahaya dan bagaiman memperlihatkan cahaya tersebut. Jika jalan
kekerasan yang dipergunakan, lalu aku berhasil mendapat kemenangan, maka hal itu
hanya akan mendekatkan kaum kafir tersebut ke tingkat nifaq. Sebagaimna kita ketahui
bahwa nifaq lebih rusak dan berbahaya daripada kekufuran. Karena itu, pada saat
sekarang ini cara kekerasan tidak akan bisa memperbaiki kalbu masyarakat. Ia justru
akan membenamkan kekufuran yang ada ke kalbunya yang dalam, lalu bersembunyi di
sana, dan berubah menjadi sifat nifaq:
The greatest danger facing he people of Islam at this time is their hearts being
corrupted and belief harmed through the misguidance that arises from science
and philosophy. The sole solution for this is light; it is to show light so that their
hearts can be reformed and their belief, saved. If is one acts with the club of
politics and prevails over them. The unbelievers descend to the degree of
dissemblers. And dissemblers are worse than unbelievers,that is to say, the club
cannot heal the heart at this time, for than unbelief enters the heart and is
concealed, and is tranformed into dissembling. And this time, a powerless
person like myself cannot employ both of them, the club and the light for this
reason i am compelled to embrace the light with all my strength, and cannot
consider the club of politics whatever from it is in (Nursi 2000c, hal. 143-144).
Dalam hal ini Said Nursi ingin bagaimana kehidupan sosial-budaya umat Islam
diperkuat dengan bangunan keimanan yang kokoh, bukan politik semata. Dan
bagaimana umat Islam sebagai komunitas besar berhasil menjadi penggerak
pembangunan negara, bukan dipecundangi oleh pengaruh orang lain yang berlainan
ideologi dengan kita. Selain itu, berjuang secara individual tidak mungkin berhasil
apalagi bertindak tegas dan keras.
Kelihatan Said Nursi ingin menggugah kesadaran masyarakat muslim ketika itu
agar mengerti jalan yang ditempuhnya untuk menerangi cahaya keimanan kepada
masyarakat. Namun, melihat kondisi yang ada ia harus puas dan sabar dengan apa yang
bisa diusahakannya.
Karenanya, aku hanya bisa berpegang pada cahaya (jalan dakwah) sekuat
tenaga. Hal itu tentu saja mengharuskanku untuk tidak berpaling pada jalan
kekerasan apapun bentuknya. Adapun jihad fisik, maka ia tidak serta merta
bergantung kepadaku. Adalah benar bahwa kekerasan harus dipakai ketika
orang-orang kafir atau orang-orang yang murtad sudah bertindak melampaui
batas namun apa daya, kami hanya memiliki dua tangan. Bahkan kalaupun
kamu memiliki seratus tangan, hal itu hanya cukup untuk dakwah (Nursi 2003a,
hal. 199-200).
Dengan pendekatan sosial kultural ini Said Nursi ingin membangkitkan umat
Islam yang mempunyai pengaruh dalam kehidupan sosial dan kebudayaan entah
pribadi, golongan, ataupun beberapa pemimpin- agar umat Islam mendapatkan kekuatan
besar sebagai buah dari keimanan. Semua bentuk amal akan membawa manfaat yang
besar dengan menjaga semangat persaudaraan antar sesama muslim, baik keuntungan
dunia maupun akhirat. Sebaliknya posisi seorang pendidik umat akan berada dalam
kekuatan kecil dalam kehidupan sosial budaya, dikucilkan serta dimusuhi sebagai
akibat menentang orang Islam yang melanggar sebagian kecil perintah agama- karena
dinilai mereka sangat ekstrim dan kaku dalam pergaulan dan berkreasi. Jalan pendidikan
yang ditempuh oleh Said Nursi dengan Risale-i Nur selain mengacu pada keadaan
masyarakat juga mengacu pada perkembangan pengetahuan dan kebudayaan
masyarakat dinamis yang cenderung menerima hal-hal yang baru daripada pola lama.
Pendekatan Religik
Pendekatan Religik adalah suatu pendekatan yang membawa keyakinan (aqidah) dan
keimanan dalam pribadi anak didik yang cenderung ke arah komprehensif intensif dan
ekstensif (mendalam dan meluas). Pandangan yang demikian, terpancar dari sikap
bahwa segala ilmu pengetahuan itu pada hakikatnya adalah mengandung nilai-nilai keTuhanan.
Pendekatan Religik ini diterapkan oleh Said Nursi untuk menjelaskan hakikat
Tauhid, seperti dikutip dalam Farid al-Anshary (2004, hal. 72-80), Said Nursi
menjelaskan tentang enam macam Tauhid yang harus dipelajari oleh manusia untuk
menguatkan keyakinannya, yaitu:
1. Tauhid Hakiki, Yaitu suatu kesaksian yang didasarkan pada keyakinan
terhadap Diri Tuhan dan kesamaan-Nya, serta segala sesuatu yang Dia
ciptakan.
2. Tauhid Uluhiyah, yaitu meyakini bahwa satu-satunya Tuhan yang disembah
adalah Allah SWT, tiada Tuhan selain Dia.
3. Tauhid Khalish, yaitu memurnikan Allah SWT, maksudnya Allah yang
dalam keyakinan Maha Esa terbebas dari pengaruh keyakinan lain,
walaupun sekecil-kecilnya.
4. Tauhid Rububiyah, yaitu suatu kesaksian bahwa dalam menjalankan
tugasnya, Allah SWT tidak memerlukan sekutu.
5. Tauhid Am, yaitu sama dengan Tauhid Hakiki, merupakan pengakuan akal
seseorang untuk tidak menyekutukan Allah SWT dengan sesuatu apa pun.
6. Tauhid Mabudiyah, yaitu sama dengan Tauhid Uluhiyah, merupakan
pengakuan akal seseorang untuk hanya menyembah Allah SWT saja.
Contoh lain, seperti tertulis dalam Risalah Keenam tentang Biji Yang
Terkandung dalam buah di Taman al-Quran:
manfaat dari mereka dna membuat orang lain juga mendapatkan manfaat (Nursi 2003c,
hal. 259-260).
Selanjutnya tentang hikmah Miraj Rasulullah SAW yang terdapat dalam pokok
Masalah Ketiga dalam (Nursi 2003j, hal. 55-56): soal yang diajukan Said Nursi; Apakah
Hikmah Miraj? Jawab: hikmahnya sangat mulia sehingga pikira manusia tidak mampu
menggapainya, begitu dalam sehingga pikiran manusia tidak dapat memahaminya, dan
begitu halus sehingga kecerdasan manusia tidak dapat memakluminya. Akan tetapi,
bahkan seandainya kita tidak dapat mengetahui hikmahnya atau tujua n Allah SWT
mengadakan perjalanan Miraj itu, ada beberapa indikasi yng menunjukkan keberadaan
beberapa tujuan. Indikasi tersebut adalah seperti diringkas berikut ini:
Untuk menunjukkan cahaya ketunggalan-Nya yang ditampilkan sebagai
perwujudan semua Asma-asma-Nya yang hadir sebagai perwujudan konsentris dari
beberapa atau semua Asma-asma-Nya pada sesuatu. Pencipta alam ini memuliakan
individu pilihan dengan Miraj dalam bentuk hubungan antara Dunia Kesebaragaman
dan batas terjauh Dunia Fisik dan Kekuasaan Ketunggalan Murni dan Spiritualitas.
Dengan berbicara padanya atas nama semua makhluk, Allah SWT menerangkan semua
tujuan kepadanya atas nama makhluk yang berkesadaran, dan membuat dirinya dikenal
melalui makhluk itu (Muhammad SAW). Melalui penglihatan Muhammad SAW, Dia
juga ingin mengamati keindahan Seni-Nya dan kesempurnaan Kekuasaan-Nya pada
cermin makhluk-makhluk-Nya dan membuat hal-hal ini diamati oleh makhluk-makhluk
lain (Nursi 2003j, hal. 56).
Sebagaima telah disebut dan dibuktikan pada Kalimat Pertama, bahwa setiap
benda mengatakan Bismillah. Maka zarah juga-seperti seluruh mawjudat yang lain-
dan setiap kumpulannya mengucapkan Bismillah dengan bahasa sunyi atau organnya,
di samping bergerak berdasarkan petunjuknya, sebagaimana kata Said Nursi:
Ya! Sesungguhnya setiap zarah dengan bahasa sunyi atau organnya
mengungkapka Bismillahirrahmanirrahiim pada permulaan gerakannya
maksudnya: Saya bergerak, dengan nama, kekuatan, kekuasaan dan izin Allah
SWR, serta pada jalan-Nya. Kemudian ia dan juga setiap kumpulannya berkata,
setelah mengakhiri gerakannya sebagaimana yang telah diucapkan makhlukmakhluk dengan bahasa masing-masing atau bahasa organnya seraya
membisikan: Alhamdulillahirabbilalamiin (Nursi 1999d, hal. 56).
Dari kalimat yang sangat argumentatif di atas, sebenarntya Said Nursi meminta
manusia supaya mereka menanam hikmah kerasulan Muhammad SAW, karena dengan
misi kerasulan tersebut ia mampu mengajarkan kepada kesadaran manusia, bahwa
mereka adalah buah dari pohon kreasi atau penciptaan. Buah merupakan bagian pohon
yang paling sempurna yang paling jauh dari akar. Buah ini juga yang paling
komprehensif di antara bagian-bagian pohon itu yang memiliki keseluruhan bagian
pohon tersebut.
Pendekatan Historis
Pendekatan Hiostoris adalah pendekatan yang ditekankan pada usaha pengembangan
pengetahuan, sikap dan nilai keagamaan melalui proses kesejarahan. Dalam hubungan
ini penyajian serta faktor waktu secara kronologis menjadi titik tolak yangd
dipertimbangkan dan demikian pula faktor keteladanan merupakan proses identifikasi
dalam rangka mendorong penghayatan dan pengamalan agama.
Said mengangkat sebuah kisah yang mengandung pendekatan historis, seperti
dalam Cahaya Kedua tentang penyakit Nabi Ayub AS:
Bismillahirahmanirrahiim
biasa. Seketika itu pula Allah mengangkat penyakit Ayyub, memberi kesehatan
yang sempurna, serta karunia kelembutan rahmat-Nya menyeluruh. (Nursi
2003a, hal. 11).
Said Nursi menyatakan lima hikmah dari kejadian tersebut, diantaranya:
Pertama di samping luka fisik seperti yang diderita oleh nabi Ayub AS. Kita juga
diserang oleh penyakit batin, rohani dan kalbu:
Kedua, terkait dengan persoalan takdir, manusia tidak mempunyai hak sedikit
pun tidak mengeluhkan musibah dan sakitnya. Hal ini didasarkan pada tiga alasan,
yaitu: seolah-olah Allah SWT mendesain kita sebagai pakaian, dibentuknya bagaimana
pun, terserah Dia, kemudian Dia menyucikan manusia dengan penyakit itu, dan
menyuruh beribadah.
Ketiga, ketika manusia merenungkan masa lalunya, ada dua kemungkinan yang
terucap oleh kalbu dan lisannya: Aduh, betapa buruknya atau syukur Alhamdulillah,
tetapi dengan penyakit masa lalu kita lebih baik kita syukuri, supaya bernilai ibadah.
Hingga di sini dapat dipahami, bahwa; Pertama; kita manusia tidak boleh
mencerai beraikan kekuatan kesabaran yang allah berikan kepad kita serta tidak
menghamburkannya di saat menghadapi gelombang kecemasan dan ketakutan, maka
kekuatan kesabaran tersebut sudah cukup untuk membuat kita tegar menghadapi
bencana. Kedua, musibah yang benar-benar musibah dan benar-benar berbahaya adalah
musibah yang menimpa agama. Kalau musibah itu terjadi, manusia harus segera
berlindung kepada Allah SWT, bersimpuh di hadapan-Nya dan terusmenerus
merendahkan diri kepada-Nya.
Pendekatan Komparatif
menaiki pesawat terbang, sehingga kita bisa sampai di ladang dalam satu hari. Jika
tidak, engkau akan harus eberjalan kaki dan menderita kelaparan selama dua bulan pada
saat menyeberangi padang pasir. Jika dia mengabaikan nasehat temannya, siapa pun
tahu yang akan terjadi kemudian (Nursi 2003d, hal. 44).
Sekarang dengarkanlah penjelasnnya, hai engkau yang tidak melaksanakan
shalat wajib, dan juga engkau, jiwaku yang tidak suka shalat wajib. Tuhan itu adalah
pencipta kita. Hamba yang pertama menggambarkan orang-orang shaleh yang berdoa
dengan penuh semangat, hamba yang lainnya lagi melambangkan orang-orang yang
tidak suka shalat. Dua puluh empat koin adalah 24 jam sehari. Ladang itu adalah surga,
stasiun pergantian kendaraan itu adalah alam kubur, pintu menuju kehidupan yang
abadi. Manusia menyelesaikan perjalanan dengan waktu yang berbeda-beda. Beberapa
orang yang benar-benar bertakwa melintasi jarak seribu tahun dalam sehari seperti kilat.
Dan beberapa orang lainnya melintasi jarak 50 ribu tahun dalam satu hari dengan
kecepatan pikiran. Al-Quran menyinggung kebenaran ini dalam ayat 22: 27 dan 70: 47
(Nursi 2003d, hal. 45).
Artinya jika engkau tidak menggunakan paling tidak satu koin untuk
memperoleh khaasnah yang tiada pernah habisnya, berarti ada yang tidak beres
denganmu. Shalat menenangkan jiwa dan pikiran dan enak untuk tubuh. Selanjutnya,
niat yang benar mengubah perbuatan dan tindakan kita menjadi ibadah. Jadi, waktu
hidup kita yang dingkat dihabiskan demi kebahagiaan yang abadi di akhirat, dan
kehidupan kita yang fana memperoleh suatu kekekalan. Inilah logika yang ditampilkan
Said Nursi untuk menjelaskan hakikat pelajaran di atas.
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang
berbuat kebaikan. [Q.S. 16: 18] (Departemen Agama 1993, hal. 421).
Dari ayat ini dipahami, betapa pentingnya melaksanakan ibadah shalat dan
menghindari dosa-dosa besar, dan bahwa kedua tugas iotu langsung berhubungan
dengan sifat kita sendiri. Nursi berasumsi bahwa shalat adalah latihan bagi orang-orang
yang beriman untuk mengantarkan roh mencapai keselamatan yang kekal memerangi
nafsu-nafsu jasmaniah-. Latihan ini dapat dimengerti dengan mudah, jika logika kita
jalankan; Pertam, penciptaan dan pemeliharaan kehidupan adalah tugas Pencipta.
Kedua, menohon kepada Pencipta dan Maha Pemberi Rezeki dan mengandalkan Dia
sepenuhnya adalah tugas kita (Nursi 2003d, hal. 48).
Memperoleh makanan tidak ada hubungannya dengan kekuatan dan ikhtiar,
tetapi karena makhluk itu memerlukan makanan dan dia menderita kekurangan.
Lihatlah bagaimana pepohonan dan binatang, ikan dan rubah, dan juga bayi-bayi dan
binatang-binatang muda dan dewasa serta binatang buas mendapatkan makanannya.
Semuanya ini harus membuatmu yakin. Mereka yang melalaikan shalat wajibnya untuk
mengejar kepentingan duniawi bagaikan prajurit yang tidak menaati latihannya,
membelot dari garis depan karena takut kelaparan dan mengemis di pasar. Sebaliknya,
mencari ransum seseorang dari bumi (bekerja)-atau dapur Rahmat maha Pemberi
Rezeki- setelah melaksanakan shalat dan tidak membebani orang lain itu bagus dan
tepat. Ini juga merupakan semacam ibadah (Nursi 2003d, hal. 52).
Pendekatan Filosofis
Pendekatan Filosofis yang digunakan Said Nursi antara lain memiliki kriteria berfikir
mendalam (bertafakur) dan penggunaan bahasa simbol yang mengandung makana yang
mendalam. Dalam pendekatan ini Said Nursi menggunakan kapasitas keilmuan yang ia
miliki dan logika untuk menjelaskan hakikat yang ia yakini.
Berikut adalah ringkasan tentang Tujuh Langit yang dijelaskan Said Nursi
dengan pendekatan filosofis. Allah SWT berfirman:
Lalu dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya
tujuh langit. dan dia Maha mengetahui segala sesuatu. . [Q.S.
al-Baqarah: 29] (Departemen Agama 1993, hal 13).
Kedua ayat al-Quran di atas, beserta ayat-ayat al-Quran lainnya
yang sejenis menjelaskan bahwa langit ada tujuh. Masalah tersebut
sangat terkait dengan penjelasan singkat dalam tafsir Isyarat al-Ijaz
yang ditulis oleh Said Nursi di medan pertempuran di tahun pertama
Perang Dunia Kesatu. Dalam tafsir tersebut, penjelasan mengenai
Tujuh Langit diterangkan oleh Said Nursi secara ringkas mengingat
kondisi perang ketika itu (Nursi 2003a, hal. 131).
Adapun argumentasi Said Nursi, filsafat kuno menegaskan
bahwa langit ada tujuh. Lalu keberadaannya ditambah oleh arasy dan
al-kursy (singgasana Tuhan) seperti yang terdapat dalam penjelasan
agama. Hal ini tentu saja merupakan sebuah gambaran menarik.
Sejak lama, umat manusia meyakini ungkapan filsafat tersebut.
Bahkan banyak ahli tafsir yang berpegang pada makna lahiriah ayat
tersebut sehingga membuat kemukjizatan al-quran dalam batas
tertentu, menjadi tertutupi. Sementara itu filsafat baru yang disebut
dengan filsafat moderen menegaskan hal yang sebaliknya. Ia
mengingkari keberadaan beberapa lapis langit yang tidak dapat
ditembus dan menyatu seperti yang dinyatakan oleh filsafat kuno
tujuh
langit
secara
bertingkat-tingkat.
Sementara
padat dihasilkan dari materi yang sama seperti uap, air, dan es. Maka
sangat logis dan tidak dapat disangkal hingga tujuh lapis tersebut
berasal dari materi eter.
Kaidah Keempat, jika diperhatikan secara seksama lapisan
benda-benda langit tersebut berbeda-beda lapisan yang berisi galaksi
tampak seperti awan. Ia tidak sama dengan lapisan bintang yang
bersifat permanen. Seolah-olah bintang tersebut merupakan buah
yang telah matang seperti buah-buahan di musim panas. Semetara,
bintang di galaksi yang tampak seperti awan itu menyatu dan saling
menyempurnakan. Juga, lapisan bintang yag permanen itu sendiri
diperkirakan
tidak
menyerupai
susunan tata
surya
yang
ada.
sebuah
tingkatan. Karena
materi
itu, ketika
tertentu
terbagi
atas
beberapa
hendak
Keenam,
semua
petunjuk
diatas
secara
tegas
dan
perhatiannya
yang
mencakup
semua
tingkat
Orang
orang
yang
terbataws
cara
berpikirnya
Orang-orang
yang
bergelut
dengan
astronomi
4.
5.
6.
dilihat
dan
berhias
bintang
gemintang
sebenarnya
menangkap
isi
kandungan
al-Quran
sesuai
dengan
Sebab,
kalau
salah
satu
maknanya
benar,
makna
namun
ia
tetap
dimasukkan
ke
dalam
makna
akhir
paparannya,
Said
Nursi
menyuguhkan
kalimat
mereka
justru
menutup
mata
terhadap
makna
Maudui
(Membuat
Tema-Tema),
Tamtsil
(Membuat
Itibar
dengan
mengumpulkan
garis-garis
besar
metodologi
Memahami
hal-hal
substantif
dari
metode-metode
3.
4.
Menentukan
nama
metode
dan
pendekatan
metode
dan
pendekatan
dengan
kondisi
Islam,
yaitu
penekanan
terhadap
aspek
aqidah,
Method
(External
Observational
and
Inward
Observation).
Adapun Adem Tatli (1992), dalam makalahnya yang
berjudul Badiuzzaman Education Method. Ia menulis suatu simpulan
tentang 13 tawaran Said Nursi untuk dijadikan basis epistemologis
penegakan sistem pengajaran. Ternyata metode yang dimaksud oleh
Tatli bukan metode pendidikan dalam arti baku melainkan sebagai
ide umum Said Nursi untuk merekonstruksi pengajaran, meliputi
landasan filosofis, kurikulum, guru, metode, siswa, pengelolaan kelas,
dan aktifitas pergerakan siswa.
perspektif
pemikiran
Said
perjalanan
Nursi
dalam
sejarah
intelektual
Islam,
Risalei
Nur,
metode
serta
peran
dan
perkembangan
sekularisme
1970-an,
dan
dilanjutkan
dengan
tradisi
ilmu
transformatif,
mempunyai
kemampuan
untuk
dan
sosio-kultural.
Hanya
saja
Kuntowijoya
tidak
dirasakan
sekarang
adalah
umat
Islam
masih
belum
Fazlur
Rahman
menekankan akan
(1967)
dalam
Tadih
(2000,
hal
90),
Pengetahuan
islam
kelemahan-kelemahan,
Tradiosional
dengan
empat
diupayakan
kesatuan
terbebas
(utility),
dari
yaitu
kemampuan
(ebility),
mulai
dari
apa
yang
diketahui
tujuan
pembelajaran
dapat
memberi
bekal
metode dan pendekatan dalam pembelajaran ini Zuhairini (1983, hal. 80), mengingatkan
bahwa penggunaan metode dan pendekatan yang variatif perlu dipertimbangkan,
mengingat PBM dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, yaitu terdapat tujuan yang
berbeda-beda dari setiap bidang studi, perbedaan latar belakang dan kemampuan
masing-masing anak didik, perbedaan orientasi, sifat dan kepribadian serta kemampuan
dari masing-masing guru, faktor situasi dan kondisi di mana proses pendidikan dan
pengajaran yang berbeda-beda, baik secara kuantitas dan kualitas.
Disamping itu hendak kemana proses pembelajaran itu akan di bawa oleh
pendidik maka lebih teknis lagi para pendidik idealnya harus memahami pendekatanpendekatan, yaitu pendekatan individual (pendekatan berdasarkan perbedaan individual
anak didik), pendekatan kelompok (pendekatan dengan membina atau memperhatikan
sikap sosial anak dalam suatu kelompok),pendekatan variasi (pendektan gabungan
berbagai metode dan pendekatan karena didasarkan permasalahan yang bermacammacam dialami oleh anak didik), dan pendekatan edukatif (pendekatan yang bertujuan
untuk mendidik, bukan sekedar mengajar) (Djamarah 200, hal. 6-9). Sedangkan
pendekatan pendidikan Islam yang diterapkan Said Nursi berdasarkan sifatnya, hanya
menggunakan dua pendekatan, yaitu: Pertama, pendekatan variatif (variatif approach)
yakni pendekatan gabungan dari berbagai pendekatan karena didasarkan permasalahan
bermacam di alami oleh anak didik. Kedua, pendekatan edukatif (educative approach),
yakni pendekatan yang bertujuan untuk mendidik, bukan sekedar mengajar. Said Nursi
tidak menggunakan pendekatan individual dan kelompok, karena ia lebih bertanggung
jawab dengan guru umat, bukan seperti guru di sekolah.
Bagaimana clear-nya proses belajar mengajar, Said Nursi sendiri tidak menjelaskan
secara rinci, melainkan metode-metode dan pendekatannya tetap mengacu pada
persoalan substansial dalam pelaksanaan tugas pengajaran, umpamanya dalam hal
menggugah, menggairahkan, mengembangkan bakat, memberi penghargaan dan
memantapkan pola belajar anak didiknya. Said Nursi hanya memberi penekanan pada
akhlak al-Karimah.
Said Nursi menyarankan agar pengajaran pada murid didasarkan pada minar dan
bakat kemampuan yang dimiliki. Sebenarnya tidak hanya aspek minat dan bakat
melainkan kondisi belajar siswa perlu dipetakan lagi sesuai keperluan bagi guru.
Gagne (1962) menawarkan pengembangan kondisi belajar siswa dengan prasyarat
pendukung metode-metode belajar berupa kapabilitas yang memperlancar proses itu,
seperti sikap percaya diri dan prasyarat essensial ialah kapabilitas khusus yang dimiliki
anak didik yang meliputi empat fase, yaitu memperhatikan stimulus, menangkap dan
memahaminya
(apprehending),
kesanggupan
melakukan
sesuatu
(acquistion),
mengingat yang dipahami dalam jangka sebentar atau lama (storage), dan pengambilan
kembali atau mengeluarkan dari ingatan (retrieval) (Lihat Gredler 1991, hal. 196).
Gredler dengan teori learning condition-nya ini memperingatkan bahwa sesungguhnya
kegiatan mendidik (ilmu agamakah? Ilmu sosialkah? Atau ilmu lainnya) seharusnya
adalah aktifitas yang kompleks dan professional keterpaduan dalam memandang hal ini
mengisyaratkan bahwa tugas berat bagi guru pendidik adalah sekalipun ia telah
mengetahui dan memahami materi pelajaran yang akan diberikan, ia pun selalu
mempersiapkan diri dalam hal memahami tingkat pengetahuan muridnya, menguasai
materi, melengkapi alat atau media pendidikan, menyesuaikan pelajaran dengan
kemampuan dan minat siswa dan menyiapkan strategi pertanyaan untuk mengecek
kesiapan siswa (baca Engkoswara, dkk. 1986, hal. 100).
Jika ditelaah pengalaman Said Nursi belajar dengan beberapa orang dalam
bidang ilmu-ilmu modern, kemudia setelah peristiwa itu berhasil menguasai ilmu-ilmu
modern seperti Sejarah, Geografi, Matematika, Fisika, Kimia, Astronomi, Filsafat
Modern Ilmu Hayat dan ilmu Bumi, ia lanjutkan dengan menulis buku dalam bidang
yang berkaitan, misalnya algebra;4 wajar kalau pandangan umum metodologinya
khususnya metode Risale-i Nur sangat integralistik, dalam arti perpaduan pendekatan
keilmuan yang membawa implikasi terhadap penggunaan metode dan pendekatan
pendidikannya.
Ada metode yang tidak sempat ia gunakan, seperti metode peragaan, karya
wisata rihlah ilmiah, dan penugasan (resitasi), namun ada pula isyarat-isyarat bahwa
Said Nursi pernah menyuruh para muridnya menulis dan mengikutinya ke tempat yang
bebas dari kebisingan. Ini menunjukkan bahwa prinsip-prinsip penggunaan metode
pergaan dan resitasi dan rihlah ilmiah seperti yang diterapkan dalam pembelajaran
sekarang telah ia terapkan. Barangkali ini yang dimaksud Gozutok (2000, hal. 409-410)
sebagai metode observasi yang dikehendaki Said Nursi untuk mengamati diri pribadi
dan alam sekitar, untuk menyinambungkan antara pengetahuan dan pengalaman peserta
didik.
Harus disadari pula, bahwa Said Nursi sebagai tokoh pendidik tidak mampu
sepenuhnya mengakomodir kebutuhan proses pembelajaran dengan metode-metode
yang ada. Terlepas faktor apa yang menyebabkan kekurangan tersebut, penulis
4
Menurut yang dituliskan dalam Zaidin (2001, hal. 17) sayangnya buku tersebut telah musnah dalam satu
kebakaran besar yang berlaku di Wan
memahami seprofessional apapun guru pendidik, pasti tidak akan mampu menggunakan
seluruh metode-metode yang ada dalam melaksanakan tugasnya, dan penggunaan
metode-metode tersebut sangat tergantung dengan situasi pendidikan dan kemampuan
untuk menggunakannya.
Pada akhir bab ini dapat disimpulakan bahwa berdasarkan penerapannya,
metode dan pendekatan pendidikan Islam Said Nursi dapat dibagi menjadi 2 kalisifikasi,
yaitu: Pertama, direct method and approach, yaitu metode dan pendekatan yang
langsung diterapkan oleh Said Nursi kepada peserta didik sejak awal
perjuangannya menegakkan syiar Islam hingga penulisan Risale-i Nur,
yang
meliputi
metode
Muhadharah,
munazarat,
tanya-jawab,
Bab 4
RELEVANSI METODE DAN PENDEKATAN PENDIDIKAN ISLAM
BEDIUZZAMAN SAID NURSI TERHADAP PERKEMBANGAN
PENDIDIKAN ISLAM SEKARANG
memilih metode-metode yang tepat harus benar-benar dipahami oleh pendidik, seperti
tujuan yang diinginkan, materi yang akan dikaji, fasilitas yang dimiliki, waktu yang
digunakan, kondisi peserta didik, dan kemampuan pendidik itu sendiri (S. Nasution
1983, hal. 70). Lebih spesifik lagi adalah relevansi metodologi pendidikan, yaitu
sesesuaian atau keserasian metode yang dengan tujuan yang akan dicapai, bahan yang
akan diajarkanm murid yang belajar, dan dengan situasi belajar mengajar (Daradjat
1996, hal. 259).
Mastuhu (1999) walaupun dalam tataran umum ia menawarkan paradigma
baru pendidikan Islam, namun nampaknya cukup menjadi tawaran terhadap upaya
merelevansikan metode dan pendekatan pendidikan terhadap pengembangan studi
pendidikan Islam. Mastuhu memberikan paradigma barunya, yaitu:
Pertama, out put. Educated people atau cultured man
dalam kerangka
knowledge society. Alumninya diharapkan dpaat memiliki learning ability lebih lanjut,
kegemaran belajar, mampu tampil beda, baru dan bernilai tambah, memiliki tiga
kemampuan yang merupakan satu-kesatuan; amanah dan arif, intelegensi tinggi dan
komprehensif, profesional, dan mampu memikir dan mengembangkan Iptek dalam
perspektif Imtaq (iman dan taqwa) dan menguraikan imtaq ke dalam bahasa Iptek.
Kedua, pendekatan dan metodologi, yaitu mengembangkan potensi anak didik
dan memanfaatkan kesempatan secara optimal untuk self realization atau self
actualization, mengembangkan metode rasional, empiris, bottom-up, dan menjadi,
materi ajaran (nash) harus diberikan secara doktrin, deduktif, top-down, dan memiliki
dan memberikan bekal atau landasan yang kuat sampai dengan tingkat menengah atas,
yang siap dikembangkan ke pelbagai keahlian.
Ketiga, materi ajar, yaitu memadukan aspek tradisional dan modern sesuai
dengan sifat, corak, dan kebutuhannya.
Keempat, pendidik bebas dari tiga masalah, yaitu menjadi guru dengan
komitmen yang tinggi, mengabdi dan merasakan pendidikan sebagai panggilan tugas,
bukan terpaksa karena tidak ada pekerjaan lain; profesional lengkap dengan kepekaan
misi dan ketajaman visi serta kecanggihan metodologi; dan guru, dosen, dan ilmuwan
perlu memiliki penghasilan cukup agar benar-benar memiliki tanggalan 30 hari
sebulannya (Mastuhu 1999, hal. 16-18).
Berdasarkan pandangan umum tentang relevansi metodologi di atas, maka
metode dan pendekatan pendidikan Islam Said Nursi diharapkan memiliki relevansi
yang jelas terhadap kebutuhan pendidikan Islam dalam konteks zaman sekarang.
Relevansi yang dimaksud adalah kesesuaian atau keserasian metode dan pendekatan
dengan tujuan yang akan dicapai, bahan yang disampaikan, murid yang dididik, dan
situasi pendidikan.
afektif, dan psikomotor. Tujuan-tujuan itu harus pula dikemukakan secara jelas dan
tepat. Dengan demikian tujuan itu akan banyak membantu dalam merencanakan
kegiatan belajar-mengajar misalnya membantu petunjuk untuk memilih metode dan
pendekatan, untuk menentukan alat dan bahan pelajaran dan sebagainya.
Pengembangan studi-studi keislaman dalam kondisi zaman sekarang sedapat
mungkin diusahakan berjalan dinamis menuju sebuah keadaan baru yang lebih mapan
sekaligus mencerahkan. Dari sisi nilai manfaatnya, keadaan baru yang menjadi sebuah
aspirasi umat Islam itu pada akkhirnya dapat menjunjung Islam sebagai sebuah ajaran
universal dan rahmatan lilalamin. Sementara dari sisi peran dan fungsinya bagi ajaran
Islam dapat menjadi sarana penggemblengan manusia menuju ridha Illahi. Karena
selama ini studi-studi keislaman masih dirasakan belum mampu menuntaskan
problematika internal umat Islam sendiri, khususnya masalah yang paling mendasar
ialah keimanan.
Satu dari banyak tema tentang upaya mengembangkan studi-studi keislaman
adalah membuka diskursus mengenai keberadaan Allah SWT, manusia dan alam
semesta; dimana ketiganya selalu menjadi bahan substasnsial dan menarik untuk dikaji,
terutama dalam konteks menambah keyakinan (Aqidah) Aflatun Muchtar (2001)
menuliskan empat cara untuk merintis arah baru pengembangan studi keislaman yang
berwawasan keaqidahan, yaitu: Pertama, berdzikir kepada Allah SWT dan bersyukur
kepada-Nya yaitu ingat kepada-Nya dengan selalu mengingat ciptaan dan tujuan dari
ciptaan-Nya. Kemudian bersyukur kepada Allah dan disertai dengan memanfaatkan,
memelihara nikmat, dan karunia-Nya sesuai dengan tujuan penciptaan-Nya. Kedua,
merenungkan (tadabbur dan tafakkur)kejadian alam semesta. Hal ini bertujuan
memperkokoh keyakinan terhadap keagungan dan kekuasaan Allah SWT (QS. Yunus:
101). Ketiga, melakukan penelitian dan pengkajian terhadap bahasa alam dan asal-usul
kejadiannya, tujuan dan akhit kejadiannya. Melalui penelitian dan pengkajian akan
tersingkap kebesaran Allah SWT untuk mempertebal Iman dan menambah ilmu
pengetahuan guna kemaslahatan umat manusia. Keempat, mengambil itibar (pelajaran
berharga) dari umat terdahulu. Hal yang demikian sangat penting dan bermanfaat bagi
umat manusia untuk memperoleh pelajaran dan itibar dalam menata kehidupan masa
kini dan masa depan. Karena dalam sejarah kehidupan umat terdahulu terdapat aspekaspek positif dan negatif, keberhasilan dan kegagalan, kesempurnaan dan kekurangan.
Untuk hal tersebut kita perlu mengambil hal-hal yagng positif dan meninggalkan hal-hal
yang negatif (M. Tuwah dkk. Et.al 2001, hal. 82-83).
Kalau diamati inti yang ingin diraih dari proses pendalaman ajaran Islamitu
adalah menuju penegakkan aqidah Islam, persis yang dislogankan Said Nursi, yakni
penyelamatan imani. Dalam abad ini prioritas utama menurut Said Nursi adalah
menyelamatkan iman dari pengaruh materialisme, atheisme, dan naturalisme yang jelasjelas bertentangan dengan fitrah kemanusiaan. Konsentrasi Said Nursi pada pokokpokok keimanan dan peribadatan ia paparkan antara lain sebagai penjelasan dan
pembuktian atas keberadaan dan keesaan Tuhan, kenabian, hari kebangkitan. Sebuah
gagasan yang sangat baik dan bernuansa mendidik jiwa dan raga manusia.
Said Nursi menjelaskan, bahwa tujuan tertinggi dan hasil termulia dari makhluk
itu adalah keimanan kepada Allah SWT. Derajat kemanusiaan yang paling mulia adalah
pengetahuan tentang Allah SWT. Kebahagiaan yang paling bercahaya dan hadiah yang
paling manis bagi jin dan manusia adalah kecintaan kepada Allah SWT yang terkandung
dalam pengetahuan tentang Allah SWT; kesenangan yang paling murni bagi jiwa
manusia dan kebahagiaan paling hakiki bagi hati adalah ekstase rohani yang terkandung
dalam kecintaan kepada Allah SWT. Sesunguhnya semua kebahagiaan yang sejati,
kegembiraan yang murni, hadiah yang manis dan kesenangan yang nyata terkandung
dalam kecintaan dan pengetahuan tentang Allah SWT (Nursi 2003b, hal. XIII). Jadi,
keimanan tidak terbatas pada penegasan sesaat atas dasar taqlid (imitasi) keimanan
memiliki tingkat dan tahap perkembangan, seperti dari sebutir benih hingga menjadi
pohon yang rindang dan menghasilkan buah, dari satu bayangan matahari pada setetes
air hingga bayangan-bayangan matahari diseluruh permukaan laut dan sampai ke
matahari sendiri.
Keimanan mengandung begitu banyak kebenaran yang terkait dengan seribu
satu dan nama-nama Allah SWT serta realita yang terkandung dalam alam semesta,
sehingga sains, pengetahuan dan kebajikan yang paling sempurna dari manusia adalah
keimanan dan pengetahuan tentang Allah SWT yang berasal dari keimanan yang
didasarkan pada argumen dan penyelidikan memiliki banyak tingkatan dan derajat
manifestasi nama-nama ilahiah. Orang-orang yang mampu mencapai tingkat kepastian
keimanan yang berasal dari pengamatan langsung terhadap kebenaran yang menjadi
dasar keimanan, maka bisa mempelajari alam semesta ini sebagai al-Quran (Nursi
2003b, hal. XIII-XIV).
Sesungguhnya, al-Quran, alam semesta dan manusia adalah tiga jenis
manifestasi dari satu kebenaran. Al-Quran yang berasal dari firman Tuhan (ilahiah),
bisa dianggap sebagai alam semesta yang ditulis atau disusun, sedangkan alam semesta
yang berasal dari sifat kuasa dan kehendak ilahiyah, bisa dianggap sebagai al-Quran
yang diciptakan. Jadi, dari sudut pandang ini, alam semesta adalah pasangan dari alQuran, yang tidak akan pernah bertentangan dengan Islam. Oleh karena itu, sekarang,
saat sains berjaya, dan juga kelak, yang akan menjadi zaman pengetahuan, keimanan
yang sejatu harus di dasarkan pada argumen dan penyelidikan, juga pada pemikiran
yang terus menerus terhadap tanda-tanda Allah SWT di alam semesta, pada fenomena
alam, sosial, historis, dan psikologis (Nursi 2003b, hal. XIV). Tegasnya, keimanan
bukanlah sesuatu yang didasarkan pada taqlid membuta. Keimanan harus terdiri atas
intelektualitas atau nalar dan kalbu. Keimanan menggabungkan penerimaan dan
penegasan nalar dan pengalaman serta peneyerahan kalbu.
Ada tingkat keimanan yang lain, yakni kepastian yang datang dari pengalaman
langsung dengan kebenaran-kebenaran keimanan. Ini tergantung dari keteraturan kita
dalam beribadah dan berpikir. Orang yang telah menguasai tingkat keimanan ini dapat
mengahadapi seluruh dunia ini. Jadi, tugas pertama, terutama dan terpenting kita adalah
mencapai tingkat keimanan ini dan mencoba dengan kesungguhan demi ridha Allah
Yang Maha Kuasa untuk mengkomunikasikannya dengan orang lain. Karena, sebagai
tertulis dalam hadist akan lebih baik bagimu jika mengetahui dunia ini beserta isinya.
Sehingga orang akan menerima keimanan dengan perantaraan kamu. Singkatnya,
menurut Said Nursi, keimanan bertujuan memahami Islam secara keseluruhan; dan
abada ini mengajar manusia untuk mengobati penyakit hati nurani akibat krisis iman
perlu dibangun dengan cara yang hati-hati lagi bijak. Di sini lah kita dapat memahami
rahasia penyampaian metode Risale-i Nur dengan variatif dan akumulatif sesuai dengan
tujuannya yang paripurna.
Kemudian, perwujudan nyata dari tujuan ideal itu Said Nursi menginginkan
keterpaduan dalam memahami ilmu religius dan sains modern. Said Nursi menjelaskan
bahwa alam adalah kumpulan Tanda-tanda kebesaran Allah, sehingga sains dan agama
tidak dapat dibenturkan. Sebaliknya, sains dan agama nyata sekali merupakan ungkapan
yang berbeda dari kebenaran yang sama. Pikiran seharusnya dicerahkan oleh sains,
sementara hati kita perlu penerangan agama (Nursi dalam Tatli 1992, hal. 6). Inilah
suatu cara yang ingin dikembangakan oleh Said Nursi agar metodologi keilmuan dan
pendidikan (Khususnya) dapat direlevansikan dengan kondisi kemausiaan zaman abad
ini.
Kerangka metodologi keilmuan yang termuat dalam pemikiran Said Nursi dan
Risale-i Nur nampaknya banyak mengandung muatan sains religius argumentasi akal.
Berarti tujuannya adalah ingin memadukan dua cabang keilmuan tersebut dalam meraih
keimanan hakiki. Oleh karena itu metode dan pendekatan yang digunakan cenderung
beragam dalam satu tema bahasan.
Relevansi metode-metode dan pendidikan agama Islam Said Nursi terhadap
tujuan pendidikan Islam pada umumnya dapat dilihat dari dua upaya Said Nursi
memfasilitasi kegiatan syiar Islam, khususnya di Turki dan umumnya di dunia Islam
dengan Risale-i Nur-nya, dan merevitalisasi kelembagaan pendidikan Islam.
Pertama, kesesuaian tersebut dapat dilihat dari upaya Nursi mengefektifitaskan
kegiatan syiar Islam. Satu hal yang menjadi komitmen dan istiqamah metode Said Nursi
adalah ia telah memberikan semangat kepercayaan diri dengan mewarisi suatu
keberanian sebagai yang pernah dimiliki oleh umat Islam yang hidup dalam kejayaan
Turki Usmani. Said Nursi melalui metodologi yang dibangunnya, ingin mengingatkan
bahwa seluruh umat Islam di Turki sebenarnya memiliki satu modal yang penting bagi
tegakknya kembali kejayaan Islam di Turki, yakni memiliki semangat mental dan
kepercayaan diri bahwa mereka pernah menguasai dunia dengan kebesaran Islam.
Mereka boleh dikatakan telah memiliki keyakinan (aqidah) yang kuat sebelumnya.
Ideologi Islam yang mereka punyai sudah lama dan mengakar pada kehidupan
masyarakat Turki. Tidak hanya bagi muslim Turki, umat Islam pada umumnya, Said
Nursi menyerukan untuk kembali pada usaha menyelamatkan iman, kaerna tujuan
utama penciptaan manusia adalah menyempurnakan penghambaan dengan menjaga
kualitas keimanan dan ketaqwaan.
Metode dan pendekatan pendidikan Said Nursi nampaknya memuat suatu
kesesuaian dengan semangat dan tujuan pendidikan Islam yang pada umumnya untuk
meraih kejayaan hidup di dunia dan akhirat, dengan menjalankan ajaran Islam secara
berproses, bertahap, mengakar pada basis keimanan, baik yang dilakukannya secara
praktis melalui kegiatan pengajaran langsung (ceramah-ceramah, membuka praktek
konsultasi keilmuan, mendebat para kelompok yang menyimpang, dan lain sebagainya);
maupun dengan penyebaran Risale-i Nur.
Dengan metode dan pendekatan pendidikan Nursi ini, telah memberi motivasi
semangat umat Islam untuk kembali pada pondasi aqidah dan keimanan mereka. Said
Nursi memiliki karakteristik pertama, yaitu: pembaharu yang mampu melakukan
perubahan cepat dalam semua dimensi kehidupan masyarakat Islam dan pula di bidang
pendidikan. Bisa dibuktikan dengan penyebaran ide-ide, baik yang berkisar pada ilmuilmu keislaman praktis, maupun dalam aspek teoritisnya. Dengan tersebarnya beberapa
orang yang membaca Risale-i Nur, maka model pendidikan Islam yang ia tawarkan
mampu diakses dalam berbagai lapangan kehidupan.
Satu prinsip yang menjadi model pendidikan Said Nursi diterima dan mampu
mengakselerasi kebutuhan syiar Islam adalah bersatu dalam perbedaan. Apa pun
lapangan pekerjaan, jabatan, dan profesi seseorang yang penting mereka bekerja,
berusaha, serta menyalurkan aspirasi dan kehobian atas dasar keimanan atau dalam
frame keislaman. Di samping itu Said Nursi membuat pergerakan yang positif yang
mampu menyelesaikan problema dini yang dihadapi manusia.
Kedua, dilihat dari upaya Said Nursi merevitalisasi lembaga pendidikan Islam.
Metode dan pendidikan Said Nursi bersifat akomodatif terhadap kebutuhan pendidikan
sekarang. Karena gejolak ketidakpuasan dengan sistem pembelajaran dikhotomistis, lalu
Said Nursi mencoba menerapkan pembelajaran secara integral. Ditutupnya madrasah
dan thariqat pada tahun 1922 sampai pemasungan ilmu-ilmu agama, membawa
keinginannya membuat satu sistem pembelajaran penyatuan. Sekali lagi, upayanya ini
cukup akomodatif dan kontributif terhadap perkembangan pendidikan Islam.
Beberapa dersane telah menjamut bermunculan di sudut-sudut Turki sebagai
sikap proaktif terhadap kemajuan pendidikan Islam. Awalnya secara impulsif
Bediuzzaman Said Nursi bersikeras ingin menumbuhkan universitas Az-Zahra supaya
lebih terformal melaksanakan model-model pengajarannya, namun kegagalan yang
terjadi akibat pergolakan politik dan pecah perang dunia I itu, akhirnya menjadi
penyebab berkembang pesatnya lembaga dersane.
Sekarang dersane telah banyak didirikan di Turki. Berdasarkan data sekarang
tercatat hampir 2000 dersane yang ada di Turki. Walaupun menurut Hakan Yavuz
(2003, hal. 67), ada perbedaan dersane Fethullah Ghulan dengan Thalabun-Nur, namun
perbedaan itu kita lihat hanya pada corak pengajarannya, bukan ide-ide dasar Said Nursi
yang menjadi basis efistemologi sistem pengajaran yang diselenggarakan. Hingga
sekarang nampaknya ruh pendidikan Islam telah menjadi bagian dalam dersanedersane di Turki, dan sudah menjadi tradisi di kalangan jamaah Nursi dan umumnya
pembaca Risale-i Nur.
Ketika pendidikan Islam dilaksanakan dalam lingkungan yang terencana,
terkoordinir, dan terorganisasi, maka inovasi selalu dilaksanakan untuk mencapai tujuan
yang diprogramkan. Sesungguhnya dari sudut metodologi pendidikan, apa pun cara dan
pendekatan yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik, itu adalah kreasi yang
secara alami memang dibutuhkan, karena pendidikan akan selalu berupaya menyajikan
metode dan substansi materi yang tidak membosankan. Jika dalam implementasinya
program tersebut mengalami hambatan berarti, maka dengan sendirinya fakar
pendidikan akan menempuh jalan alternatif sebagai pengembangan terhadap metode
yang ada.
Dengan meninjau pendidikan Islam di Turki pada masanya, Said Nursi
mendapatkan titik kelemahan yaitu pengajaran masih terjebak pada pola lama dan
cenderung dualistis, di mana pengajaran ilmu-ilmu umum semata mempelajari dan
menelaah substansial keilmuan an sich. Pada religius sains juga diberikan pola
pengajaran yang sama, padahal setiap ilmu mengacu pada tanda-tanda atau ayat Allah
SWT yang membentang luas. Usaha-usaha Nursi dalam memperbaharui tujuan
pendidikan Islam dapat disimpulkan menjadi 8 tujuan:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
dimiliki dan diamalkan. Pada sebagian besar sekolah, terutama pada masa silam dan
bahkan juga sampai sekarang, kurikulum masih dalam bentuk subject matter dan
sementara itu dikalangan guru masih terdapat pandangan yang berbeda terhadap
kurikulum semacam itu. Ada yang berpendapat bahwa pelajaran itu mengandung nilainilai intrinstik dan harus dipelajari untuk kepentingan nilai itu sendiri. Sebagian lagi
beranggapan bahwa bahan pelajaran itu diajarkan untuk dimanfaatkan, atau dengan kata
lain nilainya tergantung pada penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Pihak lain
beranggapan bahwa pelajaran itu sebagai alat saja untuk mengembangkan kemampuan
intelektual, keterampilan, norma, dan sikap.
Perbedaan tersebut sebenarnya tidak perlu terjadi jika kita memperhatikan tujuan
pendidikan Islam yang berlaku ideal dan universal. Sebagaimana pendidikan Islam
bertujuan untuk mengembangkan kepribadian muslim (D. Marimba), kesempurnaan
insani di dunia dan akhirat (Al-Ghazali), tercapainya akhlak yang sempurna atau
keutamaan (Al-Abrasyi), menjadikan manusia sebagai abdi atau hamba Allah SWT
(An-Nahlawi) (Lihat Aly 1999, ha. 77-78). Mungkin saja tujuan-tujuan mulia tersebut
dicapai walaupun secara berproses atau bertahap. Namun yang terpenting adalah untuk
pencapaian itu bahan pelajaran yang disajikan dengan cara yang wajar dengan
memperhatikan dengan faktor murid dan situasi. Bahkan dipelajari secara wajar jika
murid mengolah bahan itu melalui proses penemuan, berpikir kreatif, kerjasama dan
merealisasikan kemampuan diri sendiri (Daradjat 1996, hal. 262).
Bagi guru pendidikan sangat perlu memperhatikan jenis bahan pelajaran, apakah
ia bersifat memerlukan pengamatan, keterampilan, hafalan, dan unsur emosi. Tugas
berat guru pendidik adalah memperhatikan langkah-langkah strategis untuk upaya
kekuatan akal dan hati dalam proses pemantapan akidah melalui manifestasi NamaNama Allah SWT pada setiap benda, kejadian, dan buku alam semesta dibantu dengan
pendekatan yang digemari pembaca (peserta didik) dalam paparan menarik dan kaya
dengan bukti. Ini dapat dibaca pula pada contoh-contoh yang ditampilkan pada bab 3
dalam bahasa penyajian yang tidak menjengkelkan, rumit, membingungkan, dan penuh
unsur yang tidak mendidik, yang justru kita merasakan bahwa metode dan pendekatan
itu tidak sesuai dengan subject matter yang digali dari al-Quran.
Beberapa bahan yang ditampilkan Said Nursi dalam koleksi risalahnya antara
lain mengandung unsur motivasi bagi peserta didik, mendidik keterampilan tertentu,
mambantu pemecahan masalah (problem solving), menyuruh melakukan observasi
(pengamatan mendalam), melatih diri dengan kewajiban ibadah, dan bahan yang
menanamkan perasaan cinta kepada hamba-hamba terkemuka pilihan Allah SWT, dan
lain sebagainya.
Kriteria kesesuain metode dan pendekatan dengan materi pendidikan Said Nursi
dapat dilihat dari; Pertama, materi pendidikan Said Nursi memuat upaya memahami
agama dan dipadukannya dengan ilmu pengetahuan modern serta menyelidiki dasar0dasar kepercayaan menurut pembahasannya yang sesuai dengan pemikiran modern.
Suatu kajian keislaman yang bukan saja untuk memberi napas dan tafsiran baru kepada
agama kaum muslimin, malah untuk mencerdaskan semua masyarakat untuk
menggalakkan agama dan menghapuskan sikap memecah belahkan masyarakat yang
menggemari materialisme. Kedua, memuat tentang eksistensi dan ketunggalan Allah,
malaikat, kitab suci, kerasulan, takdir dan keadilan dalam hidup manusia, dan posisi
serta kewajiban manusia diantara makhluk-makhluk lainnya. Ketiga, berisi tentang
hikmah wahyu dan pemikiran manusia, tentang al-Quran, kefasihan dan ilmu
pengetahuan, dan al-Quran yang menakjubkan sebagai mukjizat Rasulullah SAW dan
beberapa jenis mukjizat lainnya. Keempat, menyajikan hakikat, hikmah, dan nilai miraj
yang dialami Rasulullah SAW. Kelima, menyuguhkan tentang aspek-aspek ketunggalan
ilahi, masifestasi keesaan Allah SWT pada alam semesta dan manusia, dan iman dalam
hubungannya dengan kebahagiaan dan penderitaan. Keenam, menawarkan pembahasan
tentang hari kebangkitan dan akhirat.
Dalam proses penulisan Risale-i Nur sekaligus mendidik para muridnya, Said
Nursi tidak terdapat sumber-sumber lain yang ia pergunakan kecuali al-Quran, dia
meminta petunjuk dan ilham hanya kepada Allah dari ayat-ayat yang mulia itu. Ia hidup
dalam suasana hati dan jiwa yang tulus mendalami ayat-ayat tersebut. Ia mendiktekan
kepada orang-orang tertentu dari pelajar-pelajar untuk menulis dengan cara yang amat
cepat dan tepat yang merupakan futuh (pencerahan) dari Allah SWT atas dirinya.
Hatinya tidak pernah menolak akan makna ayat-ayat al-Quran yang mulia. Oleh karena
itu banyaklah pelajar atau muridnya yang berdatangan kepadanya, baik siang maupun
malam.
Beberapa pesan pendidikan Said Nursi yang ditujukan kepada anak didik
tertentu, yaitu kepada para wanita, orang yang sakit, orang lanjut usia, orang yang
terkena musibah kematian, dan para pemuda. Berikut dikutip dari sebagian pokok
bahasan Risale-i Nur:
Kepada para wanita dan remaja puteri, Said Nursi; Aku jelaskan secara
gamblang wahai para puteriku yang masih remaja. Sesungguhnya solusi ampuh untuk
menjaga tabiat mulia yang menjadi fitrah mereka dari kerusakan adalah mendidik
mereka dengan pendidikan agama Islam yang komprehensif (Nursi 2003a, hal. 379).
Pada Cahaya ke-24 Nursi menuliskan Risalah Hijab untuk kaum wanita,
sebagaimana intisari pendidikannya mengandung empat hikmah menyangkut tentang
pentingnya memahami Risalah Hijab, khususnya bagi kaum wanita muslimah sekarang,
yaitu: Pertama, hijab merupakan fitrah wanita, sedangkan tabaruj (berlebih-lebihan
dalam berhias) bertentangan dengan fitrah. Kedua, wanita merupakan pendamping
suaminya di akhirat. Ketiga, kaharmonisan rumah tangg didapat dengan saling
mempercayai antara suami isteri dan tabbaruj menghancurkan itu semua. Keempat,
hati-hati terhadap bahaya fitnah wanita di akhir zaman. Kerapuhan wanita yang menjadi
panglima dan pahlawan kasih sayang. Peran lembaga dalam menyesatkan wanita dan
obatnya. Kenikmatan dan kelezatan yang keluar dari batasan syariah (Nursi 2003a, hal.
366-384).
Kepada para objek didik perempuan ini, Said Nursi ingin mengingatkan betapa
sebuah keluarga bisa hidup senang dan bahagia baik di dunia maupun di akhirat serta
seoragn wanita baru bisa berperangai mulia jika dididik dengan adab-adab Islam seperti
yang digariskan oleh syariah. Said Nursi ingin mengajak umumnya orang Islam untuk
memahami hakikat Hijab dalam makna yang dalam dari fitrah dan agama, bukan
sebagai sebuah budaya dan trend mode yang merusak. Kepada umat muslimah, ini
merupakan wejangan berharga untuk mengangkat derajat mereka secara fitrah
berdasarkan dan ajaran dan budaya Islam, sekaligus merupakan upaya membentengi diri
dengan aqidah yang kokoh di tengah banyaknya pengaruh negatif yang dilancarkan
kaum yang tidak senang dengan kemajuan Islam atas nama peradaban.
Said Nursi memberikan wasiat kepada orang sakit (Risalah al-Mardha) pada
Cahaya ke-25 yang berisi dua pulu lima obat penawar, sebagaimana diringkas dalam
kalimat berikut:
1. Sakit mendatangkan keuntungan yang banyak.
2. Sakit mentransformasikan setiap menit dari umur menjadi berjam-jam
ibadah.
3. Sakit merupakan petunjuk yang bijak.
4. Sakit mengenalkanmu kepada nama Allah SWT.
5. Sakit merupakan kebaikan Ilahi.
6. Sakit merupakan peringatan akan ketidakkekalan anda di dunia.
7. Sakit menjadikan anda dapat merasakan nikmat.
8. Sakit menghapuskan dosa.
9. Maut bukanlah sesuatu hal yang harus ditakuti.
Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu)
orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:
sesungguhnya kita adalah kepumyaan Allah dan sesungguhnya hanya
kepadanya kita kembali. [QS. 2: 155-156] (Departemen Agama 1993, hal. 39).
Secara ringkas syrat yang ditujukan untuk temannya, sebagai objek didiknya
berisi nasihat, Bahwa kematian anakmu, juga saudaraku, telah membuatku sedih, tetapi
karena keputusan ada pada Allah, menerima keputusan-Nya dengan ikhlas adalah salah
satu tiang dan tanda-tanda keimanan. Semoga Yang Maha Kuasa membantumu mampu
menjalaninya dalam sabran jamilan (kesabaran yang indah), dan semoga Dia
menjadikan anakmu yang mati sebagai perantara kesejahteraanmu di akhirat. Sedangkan
untukku, aku akan menggunakan kesempatan ini untuk melihat kembali lima butir
pelipur lara bagi orang-orang beriman yang takut Allah seperti dirimu sendiri, dan
memberi mereka kabar baik (Nursi 2003b, hal. 90).
Selanjutnya, pembahasan Said Nursi dalam surat ke-21 membahas tentang kasih
sayang pada orang tua yang ditujukan kepada para anak, dalam Surat ke-21 (Nursi
2003b, hal. 347-352). Dari ayat-ayat al-Quran yang suci Allah SWT berfirman:
Dan
pada mereka, selalu melayani mereka dengan sepenuh hati, dan mencoba memperoleh
restu mereka berkenaan dengan hormat dan pengabdian anak pada orang tua, kedudukan
paman dan bibi sama seperti orang tua (Nursi 2003b, hal. 348-349).
Jadi, nilai-nilai etis yang dikehendaki anak terhadap orang tua supaya mereka
tidak mengabaikan tugas-tugas terhadap orang tua. Betapa sangat tercelanya dan tidak
bermoralnya jika para anak bosan dengan keberadaan orang tua yang telah lanjut usia
ingin mengharapkan kematian mereka. Sehingga Said Nursi menghimbau akan
kesadaran orang yang beriman di zaman sekarang untuk memuliakan orang tua, untuk
memahami betapa tidak adilnya apabila kita menyebabkan penderitaan bahkan kematian
orang yang telah mengorbankan kehidupannya untuk anak-anaknya tanpa pamrih.
Melihat metode dan pendekatan pendidikan Said Nursi di atas, kesesuaiannya
adalah antara cara menyampaikan dengan yang diajak bicara selalu sama, yaitu dengan
tegas, menggugah, dan menambah kesadaran kepada orang yang beriman. Tampaknya
di balik nasihat kepada peserta didik tertentu, seruan-seruan itu secara umum ditujukan
pula kepada seluruh umat manusia untuk kembali kepada fitrah, asal mula manusia yang
tidak diciptakan ke dunia ini dengan nihilistik dan pekerjaan sia-sia, melainkan
mengabdi kepada Tuhan yang telah menciptakan mereka. Seruan kepada orang-orang
yang beriman untuk mempelajari buku alam semesta (makrokosmos) dan dirinya
(mikrokosmos) untuk mengenal Sang Penguasa Abadi. Sedangkan pengkhususannya
adalah ditujukan kepada kaum muslimin sebagai anak, para pemuda, para wanita, orang
yang sedang mengalami musibah kematian, orang yang menderita sakit, orang
yanglanjut usia, dan lain sebagainya.
Hal ini mengindikasikan bahwa metodologi pendidikan yang dikembangkan Said Nursi
mengandung relevansi terhadap kebutuhan pelajar (peserta didik) sekarang.
juga harus menguasai dan mendalami baik teori maupun praktek penggunaan
metodologi pengajaran agama dan lebih luas lagi metode pendidikan Islam (Zein 1995,
hal. 248).
Tugas pokok guru dalam pendidikan Islam menurut An-Nahlawi: Pertama,
tugas penyucian, yaitu guru hendaknya mengembangkan dan membersihkan jiwa
peserta didik agar dapat mendekatkan diri kepada allah SWT, menjauhkan mereka dari
keburukan, dan menjaganya agar tetap berada pada fitrahnya. Kedua, tugas pengajaran,
guru hendaknya menyampaikan berbagai pengetahuan dan pengalaman kepada peserta
didik untuk diterjemahkan dalam tingkah laku dan kehidupannya (An-Nahlawi dalam
Aly 1999, hal. 96).
Sehubungan dengan perkembangan situasi pendidikan Islam sekarang, di mana
sudah banyak metode yang digunakan tokoh-tokoh pendidikan dalam mengembangkan
program pendidikan Islam antara lain dengan seminar, imposium, diskusi panel,
lokakarya, dan sebaginyayang semua itu membangkitkan ghirah (keinginan) yang
tinggi untuk berpartisipasi membangun metodelogi pendidikan Islam. Beberapa metode
yang digalakkan sekarang itu sama-sama memiliki ciri adu argumen dan perdebatan
sehat antar peserta. Ini sangat jelas merupakan sebuah kinerja mempertahankan tradisimetodologi yang lama, yakni metode mudzarakah (diskusi) dan munazarah (debat)
telah diaplikasikan dalam acara-acara pendidikan. Bahkan A-abrasyi (1993, hal. 207),
menyebut metode diskusi dan berdebat telah menjadi suatu keistimewaan sebagai
metode pendidikan Islam di abad Pertengahan. Metode ini dapat diunggulkan dalam
mengasah otak, memperkuat pendirian, serta latihan dan kecakapan mengeluarkan
pendapat, mengalahkan lawan, dan membiasakan juru debat memiliki kepercayaan diri
dan kemampuan berbicara tanpa teks.
Walaupun begitu, Said Nursi yang juga banyak menyajikan metode debat dan
diskusi baik terhadap musuh Islam, maupun kalangan muslim yang keliruia
mengingatkan bahwa metode debat yang disertai pendekatan normatif, ilmiah, dan
akliyah (rasional) harus berorientasi pada mencari kebenaran dan menghargai
perbedaan; bukan mencari kemenangan dan membenci perbedaan dan mengklaim
diri sendiri yang benar (seperti terdapat dalam Surat ke-22, pembahasan tentang
ukhuwah Islamiyah, dan kepuasan dan keserakahan (Nursi 2003b, hal. 353-378). Jadi,
kesesuaian yang diinginkan adalah dimana metode-metode itu diminati dan laris
dipakai dalam kegiatan pendidikan sekarang, tanpa mengurangi makan substantif dari
penanaman nilai-nilai pendidikan itu sendiri.
Hingga disini bisa dicatat, bahwa metode dan pendekatan pendidikan dalam
pemikiran Said Nursi mengandung relevansi dengan tujuan, bahan, peserta didik, dan
situasi dan kondisi sekarang. Namun perlu disadari pula bahwa kesesuaian itu bukan
menjadi suatu penentu keberhasilan metode dan pendekatan pendidikan, melainkan ada
komponen besar lainnya yang juga perlu mendapatkan perhatian serius.
Metode
dan
pendekatan
yang
digunakan
oleh
Said
Nursi
dalam
(murid), dan memperhatikan iklim di luar kegiatan pendidikan. Hal ini sejalan dengan
Muh. Zein (1995, hal. 5-7), menuliskan prinsip-prinsip metodelogi dalam kaitannya
dengan pendidikan agama Islam, yaitu metodelogi dipergunakan pada manusia yang
bersifat individual, karena itu metodologi harus mempertimbangkan berbagai perbedaan
latar belakang anak didik, kemauannya, karakter, perkembangannya, dan sebagainya.
Metodologi adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan. Karena itu metode dan
pendekatan pendidikan bukan segala-galanya. Ia tidak berdiri sendiri, karena itu
berhubungan dengan manusia dan aspek-aspek kejiwaannya, melainkan ditopang oleh
kemampuan guru, di mana guru dituntut menguasainya. Metodelogi diperkuat dengan
pengaruh individu dan lingkungan di luarnya. Metodologi diperkuat oleh teori-teori
keilmuan. Metodologi agama berkaitan dengan tujuan ban bahan pendidikan dan
berkaitan pula dengan metodologi ilmu pengetahuan umum, karena itu perlu memahami
keduanya dalam kesatuan yang utuh.
Dalam perspektif pengembangan studi agama, karya metode Risale-i Nur juga
menunjukkan adanya kesesuaian dengan tuntutan dunia sekarang. Sebagai yang
dicontohkan oleh Ali Hasan (2000, hal. 215-217) tentang studi ilmu agama sekarang,
khususnya al-Quran dikenal ada dua tafsir, yaitu tafsir halili dan tafsir maudlui.
Pertama,tafsir tahlili adalah suatu metode tafsir yang mufasir-nya berusaha menjelaskan
ayat-ayat al-Quran, ayat demi ayat, sesuai dengan urutan dalam mushaf Utsmani. Untuk
itu ia menguraikan kata-kata dan lafadz, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran
yang dituju dari kandungan ayat yaitu unsur ijaz, balaghah dan keindahan susunan
kalimat, menjelaskan apa yang dapat diistinbathkan dari ayat, yaitu hukum fiqh, dalil
syari arti secara bahasa, norma akhlak, aqidah atau tauhid, perintah larangan, janji
ancaman, hakikat, majaz, kinayah, istiarah, serta mengemukakan kaitan antara ayatayat dan relevansinya dengan surat sebelum dan sesudahnya.
Kedua, tafsir maudlui adalah metode yang ditempuh oleh seorang mufasir
dengan cara menghimpun seluruh ayat-ayat al-Quran yang berbicara tentang satu
masalah atau tema (maudlu) serta mengarah kepada satu pengertian dan satu tujuan,
sekalipun ayat-ayat itu cara turunnya berbeda, tersebar pada berbagai surat dalam alQuran dan berbeda pula waktu dantempat turunnya. Kemudian ia menentukan urutan
ayat-ayat itu sesuai dengan masa turunnya, mengemukakan sebab turunnya sepanjang
hal itu dimungkinkan (jika ayat itu turun karena sebab-sebab tertentu), menguraikan
dengan sempurna, menjelaskan makna dan tujuannya, mengkaji terhadap segi irabnya,
unsur-unsur balaghah-nya, segi-segi ijaz-nya (kemujizatannya) dan lain-lain, sehingga
satu tema itu dapat dipecahkan secara tuntas berdasarkan seluruh ayat-ayat al-Quran.
Satu dari beberapa unsur essensial mengajar (mendidik) adalah membuat suatu
kesimpulan untuk mempermudah anak didik mendapatkan hal-hal yang baru berupa
pengertian dan pemahaman tentang bahan yang disuguhkan oleh guru pendidiknya.
Pola pendidikan yang menyuguhkan bahas dengan tematik perlu memperhatikan empat
langkah, yaitu: Pertama, untuk sampai pada suatu kesimpulan yang lebih mendekati
kebenaran, carilah kesimpulan sesuai dengan substansi yang dibahas (yang dimaksud di
sini lebih khusus mengenai tafsir tematik) jadi kesimpulannya berdasarkan dalil ayat alQuran. Kedua, bertujuan untuk mendapatkan suatu kesimpulan yang tepat dengan
membahas semua aspek permasalahan dan menggali semua rahasianya. Ketiga,
memahami bahwa al-Quran menetapkan hukum secara berangsur-angsur. Keempat,
mengenai ganjaran/imbalan untuk perbuatan baik dan tidak baik manusia dengan bahasa
yang begitu meyakinkan, sehingga pembaca seolah-olah merasakan dan mengalami
persoalan surga dan neraka itu ketika pembacaan itu: In Nursis view, the Risale-i Nur
uses a style o effective, its readers virtually see Paradise in return of their good deeds,
and Hell in requital for their bad deeds. One experiences these when reading it. Nursi
considered the power of its style to be reason for its continued popularity despite the
repression its student had suffered. (Gozutok 2001, hal. 423).
Kedua, melihat perbedaa individu (individual differences). Kedua, perbedaan
individu, di mana Said Nursi melihat konsumen pembaca (masyarakat) terdiri dari
anggota yang berbeda, dan sebab mereka adalah semua berbeda, pendidikan harus
meliputi prinsip tertentu. Untuk memperoleh tanggapan yang sama dari semuanya,
tanpa mempertimbangkan perbedaan dalam tingkatan pengertian mereka, dan untuk
menerapkan metode yang sama, adalah sebuah tindakan yang tanpa perhitungan:
Society consist of different members, and becauses they all different, education has to
include certain principles. To expect the same response from everyone, without taking
into account the differences in their levels of comprehendion, and to apply the same
method, is utter disregard for reality. (Gozutok 2001, hal. 423).
Ketiga, kata-kata dan perbutan yang baik (good words and deeds). Ketika Said
Nursi mengatakan suatu kejahatan kepada seorang manusia yang tidak baik, ia sebutkan
dengan kebaikan (tidak mematahkan dan mencemoohkan) sehingga dapat menambah
kebaikan pada orang tersebut. Begitu juga ketika ia menceritakan kepada seorang yang
berwatak baik tentang kebaikan, ia lakukan dengan penuh motivasi sehingga tidak
membuat mereka merosot. Orang perlu selalu berbicara dengan baik ketika
mengkomunikasikan agama, berikut juga perbuatannya:
Said Nursi sait that if you tell a bad man he is good may improve, and tell a
good man he is bad, he may degenerate, so one should always speak well when
communicating religion. He also says; He who see the good in things has good
thought. And he who has good thought receives pleasure from life.if you wish to
enmity will increase, and even though he will be outwardly defeated, he will nurture
hatred in his hatred in his heart, and hostility will persist. (Gozutok 2001, hal. 423).
Keempat, berangsur-angsur (gradualness). Telah menjadi suatu prinsip
pengajaran agama dengan cara berangsur-angsur. Fisik manusia dikembangkan secara
berangsur-angsur, demikian pula batinnya harus dikembangkan dengan pengajaran
agama dengan cara yang sama pula: This is the principle of teaching religion in a way
that is gradual and mutually supportiv. Man develops gradually both phisycally and
intellectually, so he should be taught religion in the same way (Gozutok 2001, hal.
424).
Kelima, menyediakan (providing), yaitu menyediakan suatu contoh untuk
menjelaskan suatu pernyataan, gagasan atau konsep. Dengan begitu membuatnya lebih
mudah untuk dipahami, dan adalah suatu metode yang harus dilakukan dalam sebuah
pengajaran. Ini akan bermanfaat untuk menjelaskan suatu pokok, memudahkan
pengertian, mengembangkan kemampuan dan memperkuat nalar atau pemikiran dengan
lebih efektif dan lebih cepat: Providing an example is a way of expressing an idea or
concept. It makes it easier to understand, and is method that should be employed en
Said Nursi sangat menentukan kemampuannya untuk menarik para murid dan
popularitas intelektual dan lingkarannya sendiri.
Seperti dikutip oleh Stanton (1994, hal. 156), pola lingkaran studi yang awalnya
berlangsung di rumah-rumah yang berukuran sangat kecil dan sederhana. Dari Ibnu
Sina, kita mendapatkan gambaran tentang bagaimana dia menyelenggarakan halaqahnya mulai saat fajar, dan berdikusi serta membaca halaqah itu, hingga pertengahan
waktu pagi. Al-Ghazali juga digambarkan sebagai seorang yang setelah mengucilkan
diri dari kehidupan masyarakat umum, mendirikan sebuah lingkaran para ilmuwan di
rumahnya yang memperoleh perhatiannya secara pribadi. Jelas, reputasi seorang
Syaikhi seperti Said Nursi sangat menentukan kemampuannya untuk menarik para
murid dan memantapkan pemahaman dan intelektual mereka melalui sistem lingkaran
studi. Jika kita perhatikan memang warisan sistem halaqah merupakan tradisi
pendidikan yang relatif bertahan (Eksis) dari zaman klasik hingga abad pertengahan dan
modern.
Selanjutnya Said Nursi meletakkan metode keteladanan sebagai metode
terpenting untuk mencapai efektivitas tujuan pendidikan. Dengan metode keteladanan
yang berawal dari perubahan individual menuju perubahan sosial. Keberhasilan
pencapaian tujuan ditentukan oleh perbuatan (tingkah laku) guru. Metode ini tentu
sangat umum berlaku untuk semua bidang studi dan menanamkan prinsip keadilan
pendidikan. Apa pun metode pendidikan, maka keteladanan pendidikan sangat
dibutuhkan untuk menguatkan metode-metode yang ada sampai menjadi efektif dan
efisien.
Metode Islami atau Qurani, yaitu hikmah dan mauidhah al-hasanah serta
mujadalai menuntut kepada pendidik untuk berorientasi kepada educational needs dari
anak didik, di mana faktor human nature yang potensial tiap pribadi anak dijadikan
sentrum proses kependidikan sampai kepada batas maksimal perkembangannya.
Misalnya, mengajar sesuai dengan tingkat kemampuan kejiwaannya, memberi contoh
teladan yang baik, mendorong dan memotivasi, memarahi (targhib), memberi hadiah
(tarhib), dan lain-lain (Arifin, 1995, hal. 18-19).
Terlepas dari sisi kelebihan yang diutarakan di atas, ada pula sisi kekurangan
relevansi metode dan pendekatan pendidikan Islam Said Nursi , antara lain: Pertama,
terletak dari segi bahasa yang digunakan oleh Said Nursi banyak mengandung tamsil
dan analogi yang kadangkala sulit untuk diakses langsung oleh masyarakat awam.
Dalam hal ini penyajian Risale-i Nur sangat memerlukan fakar penyampainya. Kedua,
memerlukan waktu yang panjang untuk sampai pada pemahaman utuh dari risalah
tersebut, yakni dengan membaca tulisan setebal kurang lebih 6000 halaman itu. Ketiga,
masih sulit membiasakan murid dan guru dalam pola dersane, walaupun esensinya
ingin menggabungkan antara tradisi pengajaran dan pendidikan secara bersamasama.
Dengan kekurangan-kekurangan yang ada itu, nampaknya cukup urgen jika
dimengerti konsep metodologi pendidikan yang sifatnya teknis sebagai berikut;
Pertama, bagi studi agama tidak ada pemisahan istilah pendidikan dan pengajaran.
Keduanya merupakan satu kesatuan integral, hanya dapat dibedakan, tetapi tidak dapat
dipisahkan. Pengajaran merupakan kiat atau strategi untuk mengaktualkan pendidikan.
Sedangkan pendidikan merupakan suatu nilai yang terus berjalan tanpa henti, agar dapat
diwujudkan. Maka, pendidikan harus diprogramkan ke dalam target-target atau levellevel tertentu, seperti diwujudkan dalam rencana-rencana pelajaran, cara-cara mengajar,
praktikum, dan percobaan-percobaan. Inilah yang kemudian diistilahkan dengan
pengajaran sebagai teknologi atau kiat merealisasikan pendidikan.
Kedua, dalam melaksanakan metodologi pendidikan dan pengajaran agama
harus dipergunakan paradigma holistik, yaitu memandang kehidupan sebagai satu
kesatuan, mulai sesuatu yang konkret dan dekat kepentingan hidup sehari-hari sampai
dengan hal-hal abstrak dan transedental. Tegasnya, materi ajaran agama harus
terintegrasi dengan disiplin-disiplin ilmu umum, dan ilmu-ilmu umum harus disajikan
dalam paradigma nilai ajaran agama.
Ketiga, perlu dipergunakan model penjelasan yang rasional, di samping
pelatihan keharusan melaksanakan ketentuan-ketentuan doktrin spiritual dan norma
peribadatan. Model penjelasan yang rasional, misalnya, dipergunakan dalam
menjelaskan rukun iman yang enam. Selain itu, masih berkenaan dengan wacana ketiga
tadi, perlu mengembangkan pemikiran-pemikiran rasional, kreatif, inovatif, dan
provokatif dalam mempelajari agama.
Keempat, perlu digunakan teknik-teknik pergumulan pembelajaran partisipatori.
Pergumulan berarti mahasiswa aktif menggunakan permasalahan dan bertanggungjawab
akan pemecahan masalah dengan ikut serta merasakan dan mengamalkannya. Hal ini
dapat melalui kisah-kisah atau cerita yang terjadi dalam kitab suci, mahasiswa seolaholah ikut terlibat secara aktif sebagai pelaku. Pembelajaran berarti melibatkan ketiga
komponen dalam proses belajar: dosen, mahasiswa dan civitas akademika. Partisipatori
berarti mahasiswa sendirilah yang belajar: mengidentifikasikan masalah, mengkonsep
pemecahan, dan mengambil keputusan. Hal itu dapat dilaksanakan secara efektif dalam
suatu forum atau dengan cara berkonsultasi dengan berbagai pihak atau ahlinya.
Kelima, perlu digunakan model empirik untuk melengkapi model deduktif.
Upaya menghadirkan iman dalam kehidupan, selain melalui pendekatan wahyu,
manusia harus menerima-berhadapan dengan hukum alam ciptaan Tuhan. Tetapi, dapat
pula melalui pendekatan antropologis, dari pengalaman empirik ke dalam transedental.
Di sini, manusia dihargai sebagai makhluk yang mampu mengakhirinya, manusia lebih
menghargai penghargaan daripaad hadiah, dan lebih menghargai nilai daripada
materi, manusia mendambakan keabadian (Mastuhu 1999, hal. 74-75).
Untuk konteks pendidikan Islam di Indonesia, metode dan pendekatan
pendidikan Said Nursi perlu juga dikombinasikan pola pendidikan pesantren di mana
proses pembelajaran yang tuntas, sosok lulusan yang berwawasan luas, berkepribadian
matang, dan kemampuan tinggi dalam melakukan rekayasa sosial menjadi elan vital
bagi lembaga model ini.
Pada umumnya, pesantren dianggap semata-mata sebagai instrumen pendidikan
yang mengembangkan pola ademiknya dengan pendekatan masyarakat belajar (learning
society) (Affandi Mochtar 2001, hal. 79). Pandangan ini dinilai cukup memadai sebatas
untuk membedakan antara pesantren dengan lembaga pendidikan sekolah dan madrasah.
Tetapi malah identik dengan dersane dengan paradigma masyarakat belajar. Atau
pandangan pendidikan pesantren sebagai satu model masyarakat Islami, yang populer
dengan teori pesantren sub-kultural (Mochtar, hal. 81).
Pandangan yang terakhir ini menempatkan pesantren lebih dari sekedar
masyarakat belajar, tetapi sudah menunjuk pada satu antitas masyarakat berbudaya
merupakan suatu gagasan kontributif. Sebab dalam pandangan Mastuhu (1999), bahwa
konsep pendidikan Islami yang perlu diterapkan sekarang adalah berwawasan sebagai
berikut: Pertama, mengandung kebenaran ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek).
Walaupun konsep pendidikan sekuler tidak sepenuhnya tidak cocok dengan ajaran
Islam. Ia mengandung beberapa kebenaran, terutama yang berkenaan dengan Iptek yang
dapat diterima oleh Islam. Kedua, melihat kondisi kekinian tanpa melupakan yang lama.
Sebaliknya, Islam tetap menghormati dan menerima konsep pendidikan tradisional yang
sudah mengakar atau mentradisi di dalam kehidupan umat Islam. Namun demikian
harus disadari adanya hal-hal yang perlu ditinggalkan karena sudah tidak cocok lagi
dengan perkembangan zaman. Dalam Islam ada prinsip Memelihara hal-hal yang baik
telah ada sambil mengembangkan nilai-nilai baru yang lebih baik. Ketiga, pendidikan
Islam harus mulai dari hal-hal dini atau kebiasaan-kebiasaan positif, dan pola
pendidikan tradisional dan mengembangkannya sesuai dengan perkembangan pemikiran
anak didik, dan dengan menggunakan konsep pendidikan modern setelah meng-Islamkannya terlebih dahulu dari bagian-bagian tertentu, sehingga perkembangannya benar
dan sesuai dengan ajaran Islam. Keempat, generasi muda Islam perlu belajar sampai ke
tingkat spesialisasi, baik ilmu keagamaan maupun ilmu sekuler. Namun mereka harus
memiliki dasar agama yang kuat sebelum mereka memiliki jenjang pendidikan
spesialisasi yang diinginkan (Mastuhu 1999, hal. 18).
Selanjutnya kesesuaian diukur dari cara yang mana pendidikan dilaksanakan
dan atas dasar pemikiran yang bagaimana sebaiknya sekarang? Yang terpenting
dimengerti adalah beberapa perbedaan mendasar model pendidikan Islam dengan model
pendidikan sekuler, antara lain disebutkan oleh Mastuhu (1999, hal. 19-20):
Bab 5
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian-uraian di atas dapat dirumuskan suatu kesimpulan sebagai berikut:
Pertama, dalam melaksanakan pendidikan Islam, Said Nursi menggunakan ii
(sebelas) metode, yaitu: Mudharabah (Ceramah), Munazarat (Debat), Tabyin
(Penjelasan), Qishah (Cerita), Mukatabah (Membuat Surat Menyurat/Tulisan),
Taushiyah (Memberi Nasihat), Maduui (Membuat Tema-Tema), Tamtsil (Membuat
Perumpamaan), Self Education (Pendidikan Diri Sendiri), Itibar (Mengambil Pelajaran
dari Suatu Kejadian atau Kisah), dan Uswah (Memberi Ketauladanan). 6 (enam)
pendekatan pendidikan Islam yang digunakan oleh Said Nursi adalah psikologis, sosialkultural, religik, historis, komparatif, dan filosofis.
Kedua, dilihat dari usaha-usaha pendidikan dengan cara langsung dan metode
Risale-i Nur yan dasari dengan paradigma mengokohkan iman dan menggairahkan
ibadah, sebagai prioritas pemenuhan kebutuhan yang paling fundamental bagi umat
Islam di era sekarang ini, maka metode dan pendekatan pendidikan Islam Said Nursi
memiliki relevansi dengan kondisi pendidikan sekarang, yaitu:
1. Relevansi dengan tujuan, dimana tujuan pendidikan Islam Said Nursi memiliki
kesejalan dengan metodologi yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh pendidikan
Islam, seperti Fazlur Rahman, Al-Syaibany, Al-Faruqi, dan tokoh lainnya, yang
berasaskan integralisasi ilmu pengetahuan yang berakar dari fitrah manusia
untuk mencari kebahagiaan dunia dan akhirat.
2. Relevansi dengan bahan yang dikaji Said Nursi (khususnya dalam Risale-i Nur),
dimana metode dan pendekatan pendidikannya menjelaskan fenomena penyakit
umat manusia abad ini, seperti pengaruh budaya membuka aurat yang merusak
fitrah wanita Islam, kesedihan dan psimis karena ditimpakan musibah penyakit
dan kematian disebabkan kurangnya kesadaran agama, kurang beradabnya anak
terhadap orang tua disebabkan rendahnya ilmu agama, dan hilangnya harapan
para orang tua di usia lanjut disebabkan rendahnya moralitas dan tipisnya
keimanan.
3. Relevansi dengan peserta didik, dilihat dari model pendidikan yang dikenalkan
oleh Said Nursi melalui aktifitas langsung dan Risale-i Nur-nya menekankan
pada kepribadian (personality) peserta didik dan merangsang semangat dan
gerakan positif (positive movement), bagi pelajar-pelajar Islam yang menyadari
sebuah produktivitas dan kebangkitan di bawah payung al-Quran. Sedangkan
dalam kondisi abad ini, kepribadian dan produktivitas itu sangat dibutuhkan dan
menjadi senjata utama untuk mengangkat citra umat Islam.
4. Relevansi dengan situasi pendidikan, dilihat dari model pendidikan Said Nursi
yang mengkaji konseptual kemodernan dan religius. Walaupun Said Nursi
banyak menyajikan metode pendidikan secara terpadu (inter-related method)
terhadap musuh Islam dan kalangan muslim sendirinamun metode-metode
yang disertai pendekatan psikologis, sosial-budaya, religik, historis, komparatif
dan filosofis itu tetap berorientasi pada mencari kebenaran dan menghargai
perbedaan; bukan mencari kemenangan dan membenci perbedaan dan
mengklaim diri sendiri benar. Metode dan pendekatan ini akan memperlebar
cakrawala antar-guru, antar-peserta didik, guru-perserta didik, gur-peserta didikmasyarakat; sebagai sebuah interaksi eduktif yang hidup. Pendidikan sekarang
sangat membutuhkan situasi (iklim) yang sehat seperti itu.
Saran
Dari pembahasan tentang metode dan pendekatan pendidikan Islam Bediuzzaman Said
Nursi di atas penulis menemukan beberapa sisi kelebihan, di samping kekurangannya
dalam hal relevansinya dengan pengembangan studi pendidikan Islam sekarang.
Karena itu mengajukan saran-saran, yaitu: Pertama, penyajian bahasa dalam
pemikiran Nursi dalam Risale-i Nur yang banyak mengandung tamsil dan analogi yang
kadangkala sulit untuk diakses langsung oleh masyarakat awam itu perlu
disederhanakan melalui dua cara, yaitu ringkasan-ringkasan tematik (bentuk tulisan)
dalam bahasa yang lugas dan singkat serta suguhan contoh yang riil sesuai dengan
kondisi masyarakat; dan metode diskusi (seperti pola dersane), namun hendaknya
menyentuh kebutuhan masyarakat kelas bawahseperti di desa-desa--, bukan hanya
kelas menengah ke atas saja (melalui kajian-kajian atau majelis talim). Melihat kajiankajian Risale-i Nur selama ini berkutat seputar penguatan aqidah (bukan fiqh dan
khilafiyah), maka perbaikan cara mensosialisasikannya sangat relevan, mencerdaskan
dan menambah wawasan masyarakat.
Kedua, mengadakan kegiatan-kegiatan ilmiah di kampus perguruan tinggi, dan
di sekolah-sekolah, serta di lembaga pendidikan Islam informal lainnya agar dapat
memperoleh pemahaman utuh dari Risalah tersebut. Ketiga, mengembangkan pola
pendidikan dersane bagi peserta didik dan masyarakat umum secara terpadu, sehingga
terwujud suatu kondisi dimana tradisi pengajaran dan pendidikan yang integral bisa
diterapkan secara nyata.
Rekomendasi
Sekarang di Indonesia nama Bediuzzaman Said Nursi sudah mulai populer
menyemarakkan sederetan tokoh pemikir Islam kontemporer. Kemashyuran nama Said
Nursi sekaligus karyanya Risale-i Nur, bagi kaum akademika sudah tentu menjadi
sebuah khazanah keislaman yang perlu direspon secara positif melalui kegiatankegiatan ilmiah, satu diantaranya meneliti aspek-aspek ulama besar Turki ini, berikut
pula karya tafsirnya.
Dari hasil temuan penulis, dari aspek pendidikan Said Nursi menginginkan
pemikiran dan metodologinya menjadi sebuah tawaran alternatif bagi umat Islam dalam
menegakkan syiar Islam dengan mengokohkan akidah dan menggairahkan ibadah.
Ternyata usaha mentransformasikan nilai-nilai dan membina kepribadian umat Islam
ditinjau dari sudur pendidikan walaupun relatif sukses, namun memerlukan tindak lanjut
atau kontribusi dari berbagai kalangan, khususnya para pecinta ilmu. Oleh karena itu
buah karya yang ia wariskan ini hendaknya dikembangkan dalam bentuk riset lanjutan
dengan membahas tema-tema lain yang banyak dikandung dalam Risale-i Nur.
Selain tentang metodologi dan pemikiran pendidikan, masalah-masalah yang
spesifik dapat diteliti selanjutnya, antara lain:
1. Interaksi pedagogis Said Nursi dengan para orang tua, murid dan masyarakat.
2. Politik/kebijakan Pemerintah Turki dan metodologi pendidikan Said Nursi.
3. Rancangan kurikulum pendidikan Islam dalam proposal Medreset al-Zehra.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahmansyah 2002, Profetika: Jurnal Studi Islam, Surakarta: Program Magister
Studi Islam Universitas Muhammadiyah
Affandi, Mochtar 2001. Membedah Diskursus Pendidikan Islam, Ciputat: Kalimah
Al-Abrasyi, M. Athiyah 1970. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam Jakarta: Bulan
Bintang
Al-Anshari, Farid 2004. Mafatih an-Nur Istanbul: Nestil Matbaacilik
Al-Attas, Syed M. Naquib 1998. Filsafah dan Praktik Pendidikan Isalam. Bandung:
Mizan Media Utama, Wa Mohd Wan Daud2
Al-Faruqi, Ismail Raji 1982. Tauhid, Bandung: Pustaka
Al-Ghazali, Abu Hamid 2003. Tahafut al-Falasifah. Penerjemah: Ahmad Maimun,
Yogyakarta: Islamika.
Al-Syaibany, Omar Muhammad Al-Thoumy 1979. Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta:
Bulan Bintang
Ali, A. Mukti 1989. Metodologi Penelitian Agama; sebuah Pengantar, Taudik Abdullah
dan M. Rusli Karim (Ed), Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Aly, Hery Noer 1999. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Arifin, Muzayin 1991. Kapita Selekta Pendidikan (islam dan umum) Jakarta: Bumi
Aksara
-------, 1996. Ilmu pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara
Azra, Ayzumardi 2000. Pendidikan Islam (Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium
baru) Ciputat: Logos
Creswell, John 1994. Research Design Qualitative and Quantitative Approaches, USA.
SAGE Publication (International Education and Professor Publisher).
Daradjat, Zakiah 1992. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Departemen Agama RI 1993 Al-Quran dan Terjemahannya Surabaya: Surya Cipta
Aksara
Maarif, Ahmad syafii 2000. Krisis dalam Pendidikan Islam, Jakarta:Al-Mawardi Prima
Madjid, Nurcholish 1999. Cendekiawan dan Religious Masyarakat, Jakarta: Paramadina
bekerjasama dengan Tabloid Tekad.
Margono 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.
Marimba, Ahmad D. 1976. Filsafat Pendidikan Islam Jakarta: Bumi Aksara
Mastuhu 1999. Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Muchtar, Aflatun dkk. 2001. Islam Humanis (Wawasan Al-Quran tentang
Keseimbangan dan Pelestarian Alam). Editor M. Tuwah dkk. Jakarta: Moyo
Segoro Agung
Nasution, S, 1983. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta:
Bina Aksara
Nata, Abuddin 1997. Filsafat Pendidikan Islam Ciputat: Logos Wacana Ilmu
Nata, Abuddin 2001. Pemikiran para Tokoh Pendidikan Islam (Seri Kajian Filsafat
Pendidikan Islam) Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Nursi, Bediuzzaman Said 1998. Sirah Dzatiyah, Penerjemah Ihsan Qasim Salih,
Istanbul: Sozler Nesriyat AS
-------, 1999a. Isyarat al-Ijaz, Penerjemah Ihsan Qasim Salih, Istanbul: Sozler Nesriyat
AS
-------, 1999b. Mastbawi al-Arabi an-Nuriy. Penerjemah Ihsan Qasim Salih, Istanbul:
Sozler Nesriyat AS
-------, 1999c. Shaiqal al-Islam, Penerjemah Ihsan Qasim Salih, Istanbul: Sozler
Nesriyat AS
-------, 1999d, Pembahasan ana [Aku] dan Zarah, Penerjemah: Anuar Fakhri Omar,
Kuala Terengganu: Percetakan Yayasan Islam Trengganu Sdn Bhd
-------, 1999e. Bediuzzaman Said Nursi (Tariche-i Hayati), Istanbul: Sozler Yayinevi
-------, 2000a. The Words (On The Nature and Purpose of Man Life, and All Things)
Penerjemah: Sukran Vahide, Istanbul: Sozler Nesriyat AS
-------, 2000b. The Letters 1928-1932, Penerjemah: Sukran Vahide, Istanbul: Sozler
Nesriyat AS
-------, 2000c. The Flashes Collection. Penerjemah: Sukran Vahide, Istanbul: Sozler
Nesriyat AS
-------, 2000d. The Rays Collection, Penerjemah: Sukran Vahide, Istanbul: Sozler
Nesriyat AS
-------, 2000e. Bediuzzaman Said Nursi Penerjemah: Sukran Vahide, Istanbul: Sozler
Nesriyat AS
-------, 2000f. Thirty-Three Windows: Making Known The Creator, Penerjemah: Sukran
Vahide, Istanbul: Sozler Publication
-------, 2000g. Persoalan Tauhid dan Tasbih. Penerjemah Maheram Binti Ahmad
Istanbul: Sozler Publication
-------, 2002a. Man and Universe. Penerjemah: Sukran Vahide, Istanbul: Sozler
Nesriyat AS
-------, 2002b. The Short Words. Penerjemah: Sukran Vahide, Istanbul: Sozler Nesriyat
AS
-------, 2003a. Risalah An-Nur; Said Nursi; Pemikir dan Sufi Besar Abad 20 (Menikmati
Takdir Langit: Lamaat) Jakarta: Murai Kencana
-------, 2003b Risalah An-Nur; Said Nursi; Pemikir dan Sufi Besar Abad 20 (Menjawab
yang Tak Terjawab, Menjelaskan yangTak Terjelaskan, Jakarta: Murai Kencana
-------, 2003c. Risalah An-Nur; Said Nursi; Pemikir dan Sufi Besar Abad 20 (Sinar
Yang Menangkap Sang Cahaya; Epitomes OF Light), Jakarta: Murai Kencana
-------, 2003d. Alegori Kebenaran Ilahi, Penerjemah: Sugeng Hariyanto, Jakarta Timur;
Pranada Media.
-------, 2003e. Dimensi Abadi Kehidupan, Penerjemah: Sugeng Hariyanto, Jakarta
Timur; Pranada Media.
-------, 2003f. Dari Balik Lembaran Suci, Penerjemah: Sugeng Hariyanto, Jakarta
Timur; Pranada Media.
-------, 2003g . Episode Mistis Kehidupan Rasulullah. Penerjemah: Sugeng Hariyanto,
Jakarta Timur; Pranada Media.
-------, 2003h. Dari Cermin Kekuasaan Allah, Penerjemah: Sugeng Hariyanto, Jakarta
Timur; Pranada Media.
-------, 2003i. Al-Ahad: Menikmati Ektase Spiritual cinta Ilahi, Penerjemah: Sugeng
Hariyanto, Jakarta Timur; Pranada Media.
-------, 2003j. Miraj Menembus Konstelasi Langit, Penerjemah: Sugeng Hariyanto,
Jakarta Timur; Pranada Media.
-------, 2003k. Makna Hidup Sesudah Mati: Kebangkitan dan Penghisaban.
Penerjemah: Sugeng Hariyanto dan Fathor Rasyid, Jakarta Timur; Pranada
Media.
-------, 2004a. Mengokohkan Aqidah Menggairahkan Ibadah. Penerjemah: Muhammad
Misbah, Jakarta: Robbani Press.
-------, 2004b. Iman Kunci Kesempurnaan. Penerjemah: Muhammad Misbah, Jakarta:
Robbani Press.
Rahman, Fazlur 1984. Islam, bandung: Pustaka
-------, 1985. Islam dan Modernitas: Tentang Transformasi Intelektual, Bandung
Pustaka.
Rahim F. Aunur, dkk. 1998. Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta, UUI Press
bekerjasama dengan Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Agama Islam
(LPPAI)
Redaksi TaDib 2000. Membedah Metodologi pendidikan Islam, Palembang Fakultas
Tarbiyah IAIN Raden Fatah.
Salih, Ihsan Kasim 2003. Said Nursi Pemikir dan Sufi Besar Abad 20 (Membebaskan
Agama dari Dogmatisme dan Sekularisme), Jakarta: Murai Kencana.
-------, 2004. Rasail an-Nur wa al-Adab al-Imani, Istanbul: Nesil Matbaacilik
Semiawan Conny dkk. 1987. Pendekatan Keterampilan Proses: Bagaimana
Mengaktifkan Siswa Dalam Belajar, Jakarta: Gramedia
Sirozi, Muhammad 2001. Islamisasi Ilmu Pengetahuan: Memahami Pemikiran
Keilmuan dan Pendidikan Al-Faruqi, Palembang: Concience PPs IAIN Raden
Fatah
Stanton, Charler Michael 1994. Pendidikan Tinggi dalam Islam, Jakarta: Logos
Publishing House.
Surahmad, Winarno 1990, Pengantar Interaksi Mengajar (Belajar Dasar dan Teknik
Metodologi Mengajar), Bandung: Tarsito.