Anda di halaman 1dari 15

TUGAS TERSTRUKTUR DOSEN PENGAMPU

QIRAATUL KUTUB TARBIYAH ISLAMIYAH Dr. Ali Muammar ZA, MA

AL-ITQAN FI ‘ULUM AL-QUR’AN (AL-SUYUTHI)

OLEH :
KELOMPOK 7

Fikri Haekal Akbar 200101010036


Muhammad Iqbal Khairi 200101010044

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2021 M/1443 H

i
KATA PENGANTAR


Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah Swt. Karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah
“Qiraatul Kutub Tarbiyah Islamiyah”.
Shalawat dan salam tidaklah lupa kita sampaikan kepada junjungan kita
Nabi besar Muhammad Saw. Beserta keluarga, kerabat, sahabat dan pengikut
beliau hingga akhir zaman.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang ikut membantu
dalam menyelesaikan makalah ini karena tanpa bantuan dan dukungan dari
mereka mungkin kami tidak dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Kami menyadari bahwa makalah kami masih memiliki kekurangan baik
dalam segi bacaan, isi, tulisan dan sebagainya. Karena hal tersebut kami sangat
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar kiranya dapat membantu
makalah ini agar menjadi lebih baik.
Kami sadar bahwa sesungguhnya kesempurnaan hanyalah milik Allah Swt.
sedangkan manusia merupakan tempatnya kekurangan dan salah. Akhir kata kami
mengucapkan terima kasih apabila ada salah kata kami mohon maaf.

Banjarmasin, 24 Oktober 2021

Kelompok 7

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan........................................................................2

BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 3
A. Biografi dan Perjalanan Jalaludin al-Suyuthi.............................3
B. Latar Belakang Kitab Al-Itqan fi ‘Ulum Al-Qur’an.................. 6
C. Intisari Kitab Al-Itqan fi ‘Ulum Al-Qur’an............................... 8

BAB III PENUTUP.....................................................................................10


A. Simpulan.................................................................................. 10
B. Saran.........................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Selain diimani sebagai kitab suci, al-Qur’an diyakini pula menyimpan
sejumlah rahasia besar (untuk tidak mengatakan seluruh) mengenai kunci-kunci
kehidupan dan keilmuan. Sejumlah peneliti menyatakan bahwa berbagai cabang
ilmu yang memiliki muara dalam al-Qur’an. Secara prinsip kajian atas keilmuan
yang ada dalam al-Qur’an telah muncul sejak masa Nabi Muhammad. Beliau
adalah peletak dasar ‘Ulūm al-Qur’an; menjelaskan isi kandungan al-Qur’an;
menginformasikan penjelasan atas sebuah ayat dengan ayat yang lain;
menerangkan ah{rūf sab‘ah yang dengannya al-Qur’an turun, menjelaskan kepada
para sahabat makna ayat yang masih global (mujmal) mengkhususkan ayat yang
masih umum (takhsīs) membatasi ayat yang belum dibatasi (taqyīd) menerangkan
ayat yang masih samar (seperti penafsiran tentang dhulm), dan seterusnya. Setelah
Nabi Muhammad wafat, pola penjelasan al-Qur’an yang masih berbentuk oral
terus bergulir dan bersambung hingga masa atbā’ al-tābi‘īn. Kodifikasi ‘ulūm al-
Qur’an bberlangsung pada abad ke-4 H, meski masih dalam bentuk sporadis,
seperti yang dilakukan ‘Aliy al-Madīniy (w. 234 H) dan al-Wāh{idiy yang
menulis tentang asbāb al-nuzūl maupun Abū Dāwud as-Sijistāniy (w.275 H) dan
Abū Ja‘far an-Nahhās yang menulis tentang nāsikh-mansūkh.
Ilmuwan al-Qur’an awal yang masyhur mengkodifikasikan secara 'komplit’
adalah Badr al-Dīn al-Zarkasyiy (w. 794 H) dengan karyanya al-Burhān fī ‘Ulūm
al-Qur’an dan Jalāl al-Dīn al-Suyūthiy (w. 911 H) dengan al-Itqān fī ‘Ulūm al-
Qur’an. Jalāl al-Dīn al-Suyūthī (w. 911 H) merupakan ilmuwan yang cukup
populer di Indonesia. Beliau dilahirkan di Mesir pada tahun 849 H/1445 M.
Banyak karyanya yang digunakan sebagai bahan kajian kaum Muslim Nusantara,
khususnya di kalangan pesantren.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi dan perjalanan Jalaludin as-Suyuthi?
2. Bagaimana latar belakang Kitab Al-Itqan fi ‘Ulum Al-Qur’an?
3. Bagaimana intisari Kitab Al-Itqan fi ‘Ulum Al-Qur’an?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui biografi dan perjalanan Jalaludin as-Suyuthi.
2. Mengetahui latar belakang Kitab Al-Itqan fi ‘Ulum Al-Qur’an.
3. Mengetahui intisari Kitab Al-Itqan fi ‘Ulum Al-Qur’an.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Imam As-Suyuthi


Nama lengkap beliau adalah Abdurrahman bin Kamal bin Abi Bakr bin
Muhammad bin Sabiquddin bin Bakr Utsman bin Nadziruddin al-Himam al-
Khudhairi as-Suyuthi al-Mishri as-Syafi’i. Laqab beliau adalah Jalaludin as-
Suyuthi sedangkan kunyah-nya adalah Abu Fadhl.
Kakek beliau yaitu Sabiquddin adalah seorang ahli hakikat dan merupakan
seorang syekh thariqah dalam dunia tasawuf. Keluarga imam Suyuthi umumnya
merupakan orang-orang terpandang yang memiliki kedudukan, ada yang menjadi
pejabat pemerintahan, ada juga yang menjadi pengusaha besar di zaman itu.
Hanya orang tua imam Suyuthi saja yang konsen berkhidmah dalam keilmuan
agama.
Beliau lahir di sebuah daerah bernama Asyut di negri Mesir pada malam
Ahad bulan Rajab tahun 849 H. Imam as-Suyuthi tumbuh dalam keadaan yatim.
Ayahnya wafat pada saat usia Imam as-Suyuthi belum genap enam tahun. Di masa
kecilnya as-Suyuthi mendapat julukan Ibnul Kitab (anak buku), yaitu tatkala sang
Ibu hamil besar, sang Ayah memintanya mengambilkan beberapa kitab di
perpustakaan pribadinya. Ketika ingin mengambil buku-buku itulah tetiba sang
Ibu merasa hendak melahirkan, dan akhirnya bayi mungil as-Suyuthi lahir
diantara kitab-kitab di perpustakaan Ayahnya.
Perjalanan menuntut ilmu bagi Imam as-Suyuthi memang telah ditanamkan
oleh sang Ayah bahkan sejak beliau balita. Yaitu ketika sang Ayah sering
membawanya menghadiri majlis ilmu seorang syaikh terkenal, yang dikemudian
hari baru beliau ketahui -melalui kolega sang Ayah- bahwa syaikh tersebut adalah
al-Imam al-Hafidz Ibnu Hajar as-Asqalani.1

1
Muhammad bin Muhammad al-Ghizzi Najmuddin, Al-Kawakib as-Sairoh bi A’yani al-
Miah al-Asyiroh, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1997), h. 227.

3
Sebelum mencapai usia delapan tahun, imam as-Suyuthi sudah hafal Al-
Qur’an dan beberapa kitab yang lain seperti Umdah al-Ahkam karya al-Maqdisi,
Minhaj an-Nawawi, Minhaj al-Baidhowi dan Alfiyah Ibnu Malik.
Pada usia 15 tahun beliau mulai lebih dalam lagi mempelajari berbagai jenis
ilmu keagamaan, beliau belajar ilmu fiqh dan nahwu kepada beberapa syekh.
Belajar ilmu faraidh (waris) kepada syekh Syihabudin as-Syarimasahi, yang
merupakan pakar faroidh di zamannya. Beliau juga ber-mulazamah mempelajari
fiqih kepada Syaikhul Islam al-Bulqini hingga wafatnya, kemudian berlanjut
kepada putranya Alamuddin al-Bulqini.
Dalam belajar ilmu tafsir, ushul dan bahasa arab beliau berguru kepada
Ustadz al-Wujud Muhyiddin al-Kafiji selama 14 tahun. Masih banyak lagi jenis
ilmu dan masyayikh tempat beliau belajar. Selain di negrinya sendiri, Imam as-
Suyuthi juga berkelana mencari ilmu ke berbagai kota dan negri, diantaranya
Fayum, Mahilah, Dimyath, negri Syam, Hijaz, Yaman, Indian dan Maroko.
Para ulama mengatakan bahwa ada dua hal utama yang menjadi sebab
keberkahan ilmu Imam as-Suyuthi hingga mengantarkannya menjadi ulama besar
abad ke-10. Pertama, keterbukaan fikirannya. Meskipun beliau seorang yang
bermadzhab syafi’i, tetapi hal itu tidak membatasi beliau untuk menimba ilmu
kepada guru-guru yang berlainan madzhab. Misalnya ketika beliau berguru
kepada Izzuddin Ahmad bin Ibrahim al-Kinani yang bermadzhab Hanbali, dan
kepada Ibrahim bin Muhammad bin ‘Abdillah bin al-Dairiy yang bermadzhab
Hanafi. Kedua, konsistensi beliau dalam menuntut ilmu. Tercatat dalam sejarah,
bahwa tidaklah Imam as-Suyuthi keluar dari madrasah seorang guru melainkan
beliau telah menguasai bidang keilmuan tersebut atau karena gurunya itu
meninggal dunia. Sehingga tak jarang, Imam as-Suyuthi bisa menghabiskan
waktu bertahun-tahun untuk bermulazamah kepada gurunya.
Az-Zirikli menyebut bahwa Imam as-Suyuthi adalah seorang imam besar,
ahli hadis, sejarawan ulung sekaligus pakar bahasa dan seorang penulis yang
produktif.Imam Suyuthi dianugrahi oleh Allah swt keluasan ilmu dalam tujuh

4
bidang ilmu keagamaan yang berbeda, yaitu ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu fiqih,
ilmu nahwu, ilmu ma’ani, ilmu bayan dan ilmu badi’. 2
Bahkan beliau begitu percaya diri mengunggulkan dirinya dihadapan
khalayak ramai, beliau berkata, “Sesungguhnya penguasaanku terhadap ketujuh
ilmu ini belum ada yang menandingi bahkan dari kalangan guru-guruku, kecuali
ilmu fiqih dan ilmu riwayat” .
Dalam bidang hadis beliau berkata mengenai dirinya sendiri, “Aku hafal dua
ratus ribu hadis. Jika masih ada selainnya, pasti aku akan hafal juga. Dan
sekiranya -di zaman ini- tidak ada yang menandingiku dalam hal tersebut.”3
Kecerdasan Imam as-Suyuthi nampaknya tak perlu diragukan lagi. Ketika
masih berumur tujuh belas tahun, beliau sudah mendapat persetujuan dari para
gurunya untuk menjadi pengajar bahasa Arab. Bahkan Imam al-Bulqini
memberinya mandat untuk mengajar fiqih dan berfatwa padahal usia beliau baru
menginjak dua puluh tujuh tahun. Banyaknya karya beliau yang tersebar dalam
berbagai cabang ilmu juga menjadi dalil sahih akan kedalaman dan luasnya
keilmuan yang terhimpun dalam sosok Imam as-Suyuthi.
Akidah imam as-Suyuthi adalah akidah ahlusunah wal jama’ah, itu terlihat
dari kitab-kitab beliau yang membela para Sahabat dan berpegang teguhnya beliau
pada as-Sunnah. Beliau juga condong kepada pemikiran-pemikiran tasawuf
mengikuti jejak kakeknya Nadziruddin al-Himam.
Imam as-Suyuthi wafat dalam keadaan beliau yang sedang fokus menulis
kitab, setelah sakit selama tujuh hari dan bengkak pada tangan kirinya semakin
parah maka pada hari kamis tanggal 19 Jumadil Ula tahun 911 H dalam usia 62
tahun, Imam as-Suyuthi menghembuskan nafasnya yang terakhir. Jasad beliau
dimakamkan di pemakaman Husy Qosun di Mesir.

2
Khoiruddin bin Mahmud bin Muhammad bin Ali az-Zirikli, Al-a’lam, (Beirut: Dar al-
Kutub al-Malayin, 2002), h. 301.
3
Muhammad bin Muhammad al-Ghizzi Najmuddin, Al-Kawakib as-Sairoh bi A’yani al-
Miah al-Asyiroh, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1997), h. 229.

5
B. Latar Belakang Kitab Al-Itqan fi 'Ulum al-Qur'an
Ketertarikan Imam as-Suyuthi kepada Al-Quran dan segala ilmu yang
berkaitan dengannya begitu besar. Imam as-Suyuthi berpendapat bahwa Al-Quran
ialah sumber mata air segala ilmu. Jika ilmu diibaratkan matahari, maka Al-Quran
adalah garis edar dan tempat terbitnya.
Darinya para mujtahid menggali hukum-hukum fikih. Begitu juga para pakar
nahwu dan bayan menggunakan Al-Quran sebagai pedoman dalam hal tata bahasa
dan kesastraan. Begitu juga ahli sejarah dan hikmah, mereka menjadikan Al-
Quran sebagai rujukan utama.
Perhatiannya kepada Ulum Al-Quran semakin terlihat dari rasa heran dan
keprihatinannya melihat belum ada satupun dari para ulama terdahulu yang
menulis dan merangkum Ulum Al-Quran ini ke dalam satu kitab khusus
sebagaimana perhatian mereka terhadap Ulum al-Hadis.
Kemudian beliau mendengar bahwa gurunya yaitu Syekh Muhyiddin al-Kafiji
telah menyusun sebuah kitab yang merangkum ilmu-ilmu Al-Qur’an. Imam as-
Suyuthi menyimak dan menulis ulang kitab tersebut. Namun ternyata beliau
mendapati bahwa kitab tersebut sangat tipis karena hanya terdiri dari dua bab
pembahasan. Bab pertama berisi tentang definisi tafsir, takwil Al-Qur’an, surat
dan ayat. Bab kedua membahas tentang syarat-syarat menafsirkan Al-Qur’an
dengan akal pikiran, dan diakhiri dengan adab-adab dalam belajar dan mengajar
al-Qur’an.Hal ini menurut Imam as-Suyuthi belumlah memuaskan dahaga
keilmuannya karena belum mencapai maksud yang diharapkannya.
Akhirnya guru beliau yaitu syekh Alamuddin al-Bulqini menunjukan sebuah
kitab bernama Mawaqi’ al-Ulum min Mawaqi’ an-Nujum karangan saudaranya
yaitu Qodhi al-Qudhot Jalaluddin yang membahas tentang ilmu-ilmu Al-Qur’an.
Berbeda dengan kitab yang sebelumnya, Imam as-Suyuthi mendapati kitab ini
telah cukup rapi dalam sistematika pembahasan dan penyusunannya. Kitab ini
terdiri dari enam pembahasan pokok yang terpecah menjadi lima puluh masalah.
Berangkat dari kitab inilah Imam as-Suyuthi kemudian menulis kitab
bernama at-Tahbir fii Ulum at-Tafsir. Kitab ini berisi penjelasan-penjelasan
tambahan atas apa yang sudah tertuang di dalam kitab Mawaqi’ al-Ulum, beserta

6
contoh dan pembahasan-pembahasan penting lainnya yang belum termaktub di
dalamnya. Kitab ini selasai ditulis pada tahun 872 H, di dalamnya dibahas 102
permasalahan terkait ilmu-ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an.
Setelah menulis kitab at-Tahbir ini, terlintas dalam benak Imam as-Suyuthi
untuk menulis kembali kitab yang lebih luas dalam pembahasan yang sama,
namun tetap rapi dan sederhana dalam penyusunannya, sehingga lebih banyak
menghimpun semua permasalahan serta lebih terukur dan detail dalam setiap
pembahasannya.
Dengan menulis kitab seperti ini beliau berharap menjadi orang pertama dan
satu-satunya yang secara lengkap dan rinci membahas ilmu-ilmu Al-Qur’an.
Belumlah Imam as-Suyuthi merealisasikan rencana besarnya itu, beliau mendapat
kabar bahwa sudah ada seorang alim yang menulis kitab dengan tema yang sama
dengan cukup komprehensif.
Kitab tersebut adalah kitab al-Burhan fii Ulum al-Qur’an, karangan Syekh al-
Imam Badruddin Muhammad bin Abdullah az-Zarkasyi. Kitab ini terdiri dari 47
bahasan, semuanya terkait dengan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan Al-
Qur’an.
Namun setelah mendapatkan dan membaca kitab al-Burhan ini, Imam as-
Suyuthi justru merasa bahagia dan bersyukur serta bertambah azam dan niatnya
untuk menulis kitab yang kemudian diberi nama al-Itqan fii Ulum Al-Qur’an.
Akhirnya Imam as-Suyuthi mulai menulis kitab al-Itqan ini dengan memohon
bantuan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kitab ini terdiri dari 80 objek
bahasan, yang mana setiap objek pembahasan dalam kitab ini menjadi ilmu
tersendiri yang belum tentu cukup dibahas dalam satu kitab khusus. Kitab al-Itqan
ini menjadi salah satu referensi utama dalam pembahasan Ulum Al-Quran sampai
hari ini.4

4
Wildan Jauhari, Mengenal Imam Al-Suyuthi, (Jakarta: Rumah Fiqh Publishing, 2018), h.
17-22.

7
C. Intisari Kitab Al-Itqan fi 'Ulum al-Qur'an
Al-Itqan merupakan kitab paling fenomenal dari sekian banyak kitab yang
ditulis Imam al-Suyuthiy. Kitab Al-Itqan ditulis karena ia merasa heran pada saat
karya-karya dalam bidang studi hadis telah banyak ditulis, tetapi belum ada karya
representatif dalam bidang studi Alquran. Padahal, jelas bahwa Alquran lebih
penting dan lebih tinggi derajatnya di bandingkan hadis.
Dapat dikatakan bahwa dalam karya-karya bidang studi Alquran yang
komprehensif, Imam al-Suyuthiy hanya didahului oleh Muhyi al-Din al- Kafijiy,
Jalal al-Din al-Bulqiniy, dan Badr al-Din al-Zarkasyi.
Dari karya ketiganya, hanya karya Badr al-Din al-Zarkasyi yang dapat
ditemukan dan diedit sehingga kita dapat membacanya, yaitu karya yang berjudul
Al-Burhan Fi Ulum Al-Qur an, itu pun jauh setelah Al-Itqan dikenal oleh para
penuntut ilmu. Bahkan, menurut editor ma nus kripnya, Al-Burhan tidak dikenal
kecuali setelah al-Suyuthiy menye but kannya di dalam muka dimah Al- Itqan
sebagai salah satu referensinya.
Sebenarnya, Kitab Al-Itqan sen diri merupakan karya kedua tentang studi
Alquran yang ditulis oleh Imam al-Suyuthiy. Karya studi Alquran pertama yang ia
tulis berjudul Al- Tahbir Fi Ulum Al-Tafsir. Karya ini jauh lebih ringkas
dibandingkan Al- Itqan. Al-Tahbir memuat 102 tema yang berkaitan dengan studi
Alquran, mulai dari tema Makkiyah dan Madaniyah hingga pembahasan tentang
sejarah Alquran.
Pembahasan-pembahasan Al- Tahbir sangat ringkas, bahkan ada yang
tertuliskan temanya saja tanpa ada penjelasan. Sedangkan karya keduanya, Al-
Itqan Fi Ulum Al-Quran, memuat 80 bab, yang menurut al- Suyuthiy, setiap
babnya dapat dibahas secara panjang lebar hingga menjadi sebuah karya tersendiri.
Namun, di dalam Al-Itqan tema-tema itu disebutkan secara ringkas.
Sebanyak 80 bab yang ada di dalam Al-Itqan mengandung bebe rapa tema
pembahasan yang jumlahnya jika dihitung bisa melebihi 300 tema bahasan.
Misalnya bab pertama tentang Makkiyah dan Madaniyah, al-Suyuthiy memuat
tema tentang klarifikasi surat-surat Alquran yang diperselisihkan tentang

8
Makkiyah atau Madaniyahnya, begitu juga tentang batasan Makkiyah dan
Madaniyah dan beberapa tema penting lain. Begitu juga seterusnya.
Bab terakhir dari Al-Itqan berbicara tentang biografi para ahli tafsir dari
kalangan Tabi’in, kemudian al-Suyuthiy meng akhirinya dengan menyertakan
contoh-contoh tafsir bil ma`tsur dari setiap surah Alquran.
Di dalam mukadimah Al-Itqan, al-Suyuthiy mengatakan bahwa Al- Itqan
secara keseluruhan ia karang sebagai prolog untuk sebuah karya tafsir yang
sedang ia siapkan, yaitu tafsir yang berjudul Majma` Al- Bahrain Wa Mathla` Al-
Badrain. Namun, kitab itu belum ditemukan hingga sekarang. Barangkali yang
dimaksud adalah tafsir Al-Durr Al- Mantsur Fi Al-Tafsir Bi Al-Ma`tsur yang
sudah dicetak salah satu penerbit di Kairo dalam 17 jilid besar.
Membuat prolog tentang studi Alquran sebelum menulis tafsir Alquran
merupakan kebiasaan para ulama sejak dahulu. Hal ini dapat diperhatikan dalam
mukadimahmukadimah kitab tafsir Alquran. Hampir dalam semua mukadimah
kitab tafsir pasti memuat pembahasan tentang studi Alquran meskipun hanya
beberapa dan tidak secara komprehensif sebagaimana Al-Itqan.5

5
Agung Sasongko, Al-Itqan Kitab
Fenomenal ,https://m.republika.co.id/berita/om6p1k313/alitqan-kitab-fenomenal,
Kamis , 02 Mar 2017, 19:45 WIB

9
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
1. Nama Imam As-Suyuti adalah Abdurrahman bin Kamal bin Abi Bakr bin
Muhammad bin Sabiquddin bin Bakr Utsman bin Nadziruddin al-Himam
al-Khudhairi as-Suyuthi al-Mishri as-Syafi’i. Laqab beliau adalah
Jalaludin as-Suyuthi sedangkan kunyah-nya adalah Abu Fadhl. Beliau
lahir di sebuah daerah bernama Asyut di negri Mesir pada malam Ahad
bulan Rajab tahun 849 H. Imam as-Suyuthi wafat dalam keadaan beliau
yang sedang fokus menulis kitab, setelah sakit selama tujuh hari dan
bengkak pada tangan kirinya semakin parah maka pada hari kamis
tanggal 19 Jumadil Ula tahun 911 H dalam usia 62 tahun, Imam as-
Suyuthi menghembuskan nafasnya yang terakhir. Jasad beliau
dimakamkan di pemakaman Husy Qosun di Mesir.
2. Ketertarikan Imam as-Suyuthi kepada Al-Quran dan segala ilmu yang
berkaitan dengannya begitu besar. Imam as-Suyuthi berpendapat bahwa
Al-Quran ialah sumber mata air segala ilmu. Jika ilmu diibaratkan
matahari, maka Al-Quran adalah garis edar dan tempat terbitnya.
Akhirnya Imam as-Suyuthi mulai menulis kitab al-Itqan ini dengan
memohon bantuan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kitab ini terdiri
dari 80 objek bahasan, yang mana setiap objek pembahasan dalam kitab
ini menjadi ilmu tersendiri yang belum tentu cukup dibahas dalam satu
kitab khusus. Kitab al-Itqan ini menjadi salah satu referensi utama dalam
pembahasan Ulum Al-Quran sampai hari ini.
3. Pembahasan-pembahasan Al- Tahbir sangat ringkas, bahkan ada yang
tertuliskan temanya saja tanpa ada penjelasan. Sedangkan karya
keduanya, Al-Itqan Fi Ulum Al-Quran, memuat 80 bab, yang menurut al-
Suyuthiy, setiap babnya dapat dibahas secara panjang lebar hingga

10
menjadi sebuah karya tersendiri. Namun, di dalam Al-Itqan tema-tema
itu disebutkan secara ringkas.
B. Saran
Semoga para pembaca makalah ini bisa mencerna seluruh penjelasan dan
pemaparan dari kami mengenai “al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an”. Dan kami
mengharapkan saran dan kritik agar bisa membuat makalah yang lebih sempurna
lagi.

11
DAFTAR PUSTAKA

Jauhari, Wildan, Mengenal Imam Al-Suyuthi, Jakarta: Rumah Fiqh Publishing,


2018.

Khoiruddin bin Mahmud bin Muhammad bin Ali az-Zirikli, Al-a’lam, Beirut : Dar
al-Kutub al-Malayin, 2002.

Najmuddin, Muhammad bin Muhammad al-Ghizzi, Al-Kawakib as-Sairoh bi


A’yani al-Miah al-Asyiroh, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1997.

Sasongko, Agung, Al-Itqan Kitab Fenomenal ,


https://m.republika.co.id/berita/om6p1k313/alitqan-kitab-fenomenal,
Kamis , 02 Mar 2017, 19:45 WIB

12

Anda mungkin juga menyukai