Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Menurut pendapat Banhart C.L. dan Jess Stein tahun 1959, Arsitektur adalah seni

dalam mendirikan bangunan termasuk di dalamnya segi perencanaan, konstruksi, dan


penyelesaian dekorasinya membentuk suatu tautan yang mempersatukan ruang, bentuk,
teknik, dan fungsi . Arsitektur itu merupakan kesatuan dari kekuatan (firmitas), keindahan
(venustas), dan kegunaan atau fungsi (utilitas). Arsitektur menciptakan ruang dengan cara
yang benar-benar direncanakan dan dipikirkan. Pembaharuan arsitektur yang berlangsung
terus menerus sebenarnya berakar dari pembaharuan konsep-konsep ruang (Wiryawan,
penjelasan kuliah Studio Perancangan Arsitektur 1, 2014).
Arsitektur klasik muncul bersamaan dengan dimulainya peradaban atau jaman dimana
manusia sudah mulai mengenal tulisan secara formal. Langgam ini banyak dijumpai di Benua
Eropa. Pada zamannya, ketika itu, bangunan dibangun dengan tujuan sebagai tempat
berlindung, tempat berkumpul dengan masyarakat lain, dan sebagai wadah penyembahan
Tuhan.
Menurut Robert Morkot (1997:12) dalam Sulastri tahun 2009, dijelaskan bahwa
Yunani adalah sebuah Negara yang terletak di kawasan Eropa Selatan tepatnya di
semenanjung Balkan yang berbatasan dengan Makedonia, Albania, Bulgaria dan Turki.
Negara ini terletak di wilayah Laut Mediterania dengan luas totalnya kurang lebih 131.957
km2 dan menjadi salah satu negara dengan kebudayaan dan peradaban paling tua di Eropa.
Yunani merupakan Negara tempat lahirnya budaya Barat.
Dalam Sejarah Yunani, peradaban Yunani Kuno dimulai dari periode Yunani Purba,
yaitu pada abad ke 8 sampai dengan abad ke- 6 SM. Sebenarnya, sejak tahun 2000-800 SM
di Yunani Kuno telah kedatangan bangsa pengembara (nomad) dari rumpun Indo-Eropa
(Indo-Jerman, Arya, Armenia, dan Media). Bangsa yang juga disebut bangsa Hellas (Hellen)
ini berasal dari daerah Laut Kaspia. Penduduk Pulau Kreta, Bangsa Mekene, dengan bangsa
Hellas pun akhirnya hidup bersama. Namun kondisi penduduk asli kian terdesak oleh bangsa
pendatang. Mereka diwajibkan bekerja kasar dan dijadikan budak. Percampuran antara
bangsa asli dan bangsa pendatang itulah yang menjadi nenek moyang bangsa Yunani Kuno.
(Prijohutomo, 1953:87).
1

Karena kondisi alamnya yang kurang baik, masyarakat bangsa Yunani menyebar lagi
ke daerah-daerah sekitar Pulau Sicilia, Italia, Perancis, Kepulauan Aegeia, dan Afrika Utara.
Mereka kemudian membentuk negara-negara kecil yang berpusat di kota. Pusat kota ini
memiliki batas-batas wilayah yang teritorialnya dibatasi oleh benteng. Di dalam benteng itu
segala bentuk kehidupan diatur secara terorganisir seperti layaknya suatu negara. Negara
kecil seperti itu disebut polis atau negara kota. Pada jaman itu terdapat banyak sekali polis
yang masing-masing terpisah dan berdiri sendiri. Diantara polis-polis itu sering terjadi
peperangan untuk memperluas wilayah dan pengaruhnya. Polis yang menang akan menjadi
polis besar dan membawahi polis kecil lainnya. Polis-polis itu diantaranya Athena, Sparta,
Thebe, Coronthia, dan Argos (Sulastri, 2009)
Pada awal abad ke-7 SM sampai dengan abad ke 6 SM terjadi persaingan antarpolis.
Polis Sparta dan Athena yang akhirnya mendominasi sejarah perkembangan Yunani. Polis
Sparta terletak di Jazirah Peloponesus bagian Selatan. Sparta merupakan negara militer yang
ketat, apalagi setelah terjadi pemberontakan di wilayahnya pada abad ke-7 SM. Lycurgus,
seorang tokoh Sparta mengadakan pembaruan perundang-undangan yang menyangkut
masalah pemerintahan, militer dan semua perikehidupan warga Sparta yang ketat. Hal itu
menjadikan Sparta menjadi negara militer yang kuat. Polis Athena terletak di Semenanjung
Attica. Kehidupan masyarakat Athena lebih demokratis dan hak perorangan dijamin oleh
negara. Rakyat Athena lebih menaruh perhatian terhadap seni, olahraga, ilmu pengetahuan,
filsafat, serta kemerdekaan berpikir dan berpendapat. Karena faktor tersebut, Athena tumbuh
menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan sehingga melahirkan filsuf besar seperti
Socrates, Plato dan Aristoteles. (Fatriansyah, 2013).
Arsitektur Yunani sangat terkenal di dunia. Arsitektur Yunani sangat erat kaitannya
dengan Arsitektur klasik karena arsitektur klasik adalah gaya bangunan dan teknik mendesain
yang mengacu pada zaman klasik Yunani. Dalam sejarah arsitektur, arsitektur klasik juga
nantinya terdiri dari gaya yang lebih modern dari turunan gaya yang berasal dari Yunani.
Tidak heran jika arsitektur klasik juga banyak memiliki napas modern dan desain gedung
yang rumit. Seperti atap, tiang, bahkan struktur batu atau marmer dibuat dengan detail yang
sempurna.
Pada periode klasik, peradaban di Yunani sudah mulai percaya dengan adanya
kekuatan-kekuatan yang lebih besar di luar kemampuan mereka. Atas dasar ketakutan inilah
mereka menyembah Tuhan dan mengenal dewa-dewa yang merupakan perwujudan dari
manifestasi Tuhan. Mereka pun banyak membangun kuil-kuil atau tempat ibadah lainnya.
Karena kecintaan mereka kepada Sang Pencipta, mereka membangun kuil dan tempat ibadah
2

sedetail, dan seindah mungkin dengan memberi ornamen-ornamen yang sebagian besar
bergaya Ionia untuk menambah nilai estetika bangunan. Demokrasi mencegah orang Yunani
membangun istana maupun makam yang besar. Karena demokrasi menjunjung tinggi
kesetaraan. Setiap orang dianggap setara dan sederajat, maka dari itu masyarakat Yunani
lebih banyak membangun tempat umum, dimana orang-orang dapat berkumpul,
bersosialisasi, dan berdiskusi dengan sesama. Kemudian pada periode Hellenistik, muncul
jenis produk arsitektur yang baru, seperti Theater atau amphiteather, dsb. Penataan kotanya
pun lebih rapi, karena dirancang penuh dengan perencanaan yang matang (Prijohutomo,
1953:88).
Dan masih banyak lagi produk arsitektur yang dibangun bernapaskan Arsitektur
Yunani. Hingga kini, peninggalan-peninggalan Arsitektur Yunani masih terjaga dan menarik
jutaan wisatawan mancanegara.
1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahanpermasalahan sebagai berikut.
1. Bagaimana filosofi dan prinsip umum dari Arsitektur Yunani?
2. Bagaimana karakter dan pengaruh Arsitektur Yunani terhadap bangunanbangunan yang ada di Yunani dan di dunia?

1.3

Tujuan
Berdasarkan rumusan permasalahan-permasalahan diatas, maka dapat disimpulkan
tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui filosofi dan prinsip umum dari Arsitektur Yunani.
2. Untuk mengetahui karakter dan pengaruh Arsitektur Yunani terhadap
bangunan-bangunan yang ada di Yunani dan di dunia.

1.4

Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh ialah sebagai berikut.
1. Sebagai sumber informasi dan pengetahuan mengenai filosofi, prinsip dasar, dan
karakter Arsitektur Yunani.
2. Sebagai motivasi untuk melanjutkan inovasi-inovasi dalam mengembangkan
Arsitektur di masa sekarang dan selanjutnya berdasarkan filosofi, prinsip dasar, dan
karakter dari Arsitektur Yunani.

1.5

Metodologi Teknik Pengambilan Data


Penulisan makalah ini menggunakan metode tinjauan pustaka. Dengan mengambil
beberapa sumber yang relevan, baik itu dari media elektronik maupun non-elektronik,
3

seperti: pada internet ataupun buku-buku referensi lainnya yang dapat mendukung
pembuatan makalah ini serta disusun secara terstruktur (berhubungan), sesuai dengan
topik yang akan dibahas, yakni mengenai Perkembangan Arsitektur Yunani.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Filosofi dan Prinsip Umum dari Arsitektur Yunani


2.1.1

Filosofi
Filosofi adalah kajian dan studi mengenai dasar pengetahuan dan proses yang

digunakan untuk mengembangkan dan merancang pandangan mengenai suatu kehidupan.


Filosofi memberi pernyataan secara tidak langsung mengenai system keyakinan dan
kepercayaan. Setiap filosofi individu akan dikembangkan dan akan mempengaruhi tingkah
laku dan sikap individu tersebut. Seseorang akan mengembangkan filosofinya melalui belajar
dan hubungan interpersonal, pengalaman pendidikan formal dan informal, keagamaan,
budaya, dan lingkungannya (Craig, 2009 : 2).
Kehidupan Penduduk Yunani yang masih jauh dari kata modern sangat bergantung
dengan alam. Mereka merasa alam selalu memberi mereka berkah untuk bisa bertahan hidup.
Alam menyediakan tempat untuk bernaung, alam menyediakan bahan-bahan makanan untuk
mereka santap agar bisa bertahan hidup, alam juga menyediakan bahan-bahan material untuk
membuat tempat tinggal. Alam memelihara kehidupan mereka. Hal ini menumbuhkan filosofi
masyarakat Yunani mengenai keyakinan adanya kekuatan alam dan keyakinan ini pun
berkembang.
Maka dari itu, penduduk Yunani sangat mencintai alam. Kecintaan mereka terhadap
alam dalam segala bentuknya, membuat masyarakat Yunani memeluk agama yang
mendewakan alam. Karena cinta alam, bangunan dan arsitektur merekapun selalu disesuaikan
dengan alam setempat, seperti misalnya pada bangunan arsitektur Yunani banyak terdapat
tangga-tangga, yang mana ketika itu masih belum ditemukan teknologi untuk mengurug dan
meratakan kontur tanah berbukit di daerah Yunani. Disamping mendewakan alam, mereka
juga mendewakan manusia. Bukan hanya pada tingkat raja-raja saja, namun juga pada
manusia biasa yang mempunyai kemampuan tinggi melebihi manusia lainnya, seperti
misalnya : jago lari, gulat, sastra, dsb (Salain, 1984 : 2)
Kemudian ketika pola pikir masyarakat semakin maju, dari perjalanan hidup mereka,
masyarakat Yunani mulai belajar banyak hal dari kehidupan mereka dan menyadari bahwa
ada kekuatan yang lebih dahsyat yang dipercaya mampu mengendalikan manusia dan alam.
Sehingga penduduk Yunani Kuno memuja banyak dewa atau bersifat politeisme. Dewa itu
dianggap seperti manusia dan mempunyai sifat seperti manusia juga, tetapi kemampuan dan
kekuatannya lebih besar, rupanya lebih indah, dan hidupnya kekal atau tidak mati. Para dewa
itu bersemayam di bukit Olympus dibawah pimpinan Dewa Zeus. Sosok dewa digambarkan
sama dengan kehidupan manusia, entah itu memiliki sifat yang baik dan buruk, maupun jenis
5

kelaminnya laki-laki dan perempuan (dewa dan dewi). Bahkan saling berperang satu dengan
lain. Dewa-dewa yang dipuja disesuaikan dengan pilihan masing-masing atau berdasarkan
jenis usaha yang dijalani. Selain dewa-dewi mereka juga memuja hero atau pahlawan yaitu
manusia setengah dewa yang sakti namun hidupnya tidak kekal atau dapat mati. Salah satu
hero yang terkenal adalah Hercules (Evslin, 2012 : 3) .
Berdasarkan

filosofi

yang

dianut

dan

dikembangkan

masyarakat

Yunani,

menyebabkan masyarakat Yunani banyak membangun tempat-tempat ibadah atau kuil-kuil


pemujaan di jaman ini. Biasanya produk arsitektur yang diciptakan masyarakat Yunani ini
menyesuaikan dengan alam, dari bebaturannya sampai ornamennya.
2.1.2

Prinsip Dasar dan Karakter


Prinsip merupakan petunjuk arah layaknya kompas. Sebagai petunjuk arah, kita bisa

berpegangan pada prinsip - prinsip yang telah disusun dalam menjalani hidup tanpa harus
kebingunan arah karena prinsip bisa memberikan arah dan tujuan yang jelas pada setiap
kehidupan kita. Seorang leader atau pemimpin yang baik adalah seorang pemimpin yang
berprinsip. Karena seorang pemimpin yang berprinsip pasti akan terarah dalam menjalankan
tugasnya sebagai pemimpin (Tauhid, 2006 : 57).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2002: 278), Prinsip adalah asas,
kebenaran yang jadi pokok dasar orang berfikir, bertindak, dan sebagainya. Prinsip juga
merupakan pandangan yang menjadi panduan bagi perilaku manusia yang telah terbukti dan
bertahan sekian lama .
Jadi, prinsip dasar adalah asas dasar yang menumpu mindset manusia untuk
berprilaku sesuai dengan kebenaran yang diakui di masyarakat.

Menurut beberapa sumber, prinsip-prinsip dasar arsitektur Yunani Kuno adalah sebagai
berikut.

Konstruksi utama menggunakan sistem kolom (tiang) dan balok (gelagar)

Keseimbangan simetri merupakan sesuatu yang ideal, terutama menampilkan


keseimbangan antara elemen vertikal (tiang) dan elemen horizontal (balok).

Gambar 1. Ilustrasi pertimbangan desain Athens Parthenon dan detail kolomnya


(Brouscaris,1978: 34)

Pada bangunan banyak menggunakan garis-garis, tidak ada bentuk busur ataupun

kurva.
Menggunakan struktur dinding masif dengan material batu alam yang dipotong
persegi dan ditumpuk. Penggunaan struktur tumpuk ini bisa diaplikasikan di
dalam bangunan. Biasanya jika dalam bentuk ruang tertutup, bukaannya sering
dibuat minimal, sehingga bagian ruang menjadi gelap. Cahaya hanya datang dari
pintu depan. Penggunaan struktur tumpuk juga ada pada kolom di luar bangunan.
Diatas kolom terdapat balok penyangga atap yang disebut entablature. Namun,
tidak memungkinkan untuk membangun bangunan bentang yang lebar dengan
mengaplikasikan struktur tumpuk ini, hal inilah yang membuat bangunan
Aristektur Yunani sebagian besar memiliki kolom kolom yang jaraknya relatif
sempit. Hubungan antara kolom dan entablature atau balok penyangga diberi
ornament berupa ukiran yang kemudian dikenal dengan langgam. Struktur utama
penyangga atap juga tersusun dari batu dan disebut pediment. Pediment ditopang

oleh entablature.
Tipologi tanah yang berbukit juga menjadikan Yunani kaya akan batu alam,
sehingga banyak material bangunan yang menggunakan batu dengan kualitas
7

istimewa karena mampu melawan usia. Untuk bangunan yang diistimewakan


biasanya menggunakan batu marmer (lihat gambar 2). Batu marmer ini berkualitas
tinggi dan mahal, karena didatangkan dari tempat-tempat tertentu di Yunani,
seperti Kota Attica dan Pulau Paros. Dindingnya menggunakan bahan bata yang

dikeringkan atau dengan menggunakan terakota.


Masyarakat Yunani senang menggunakan prinsip open air pada bangunannya
sehingga banyak bukaan lebar void, dan ruang terbuka, terutama di kuil dan
Agora. Karena Hubungan individu dengan dewanya terjadi di ruang terbuka

dengan angin yang berhembus (lihat gambar 2).


Kuil dibuat terbuka dan tidak masif, hanya terdiri dari deretan kolom-kolom.
Karena mereka percaya jika mereka dekat dengan alam, maka mereka akan
merasakan pertanda alam yang merupakan lambang dari kehadiran dewa.

Gambar 2. Contoh gambar kuil Parthenon yang menggunakan prinsip open air,

terdiri dari deretan kolom-kolom, dan berbahan batu marmer


(Sulastri, 2009)
Karena cinta alam, mereka membangun bangunan mereka disesuaikan dengan
alam setempat sehingga produk arsitektur Yunani di jaman ini banyak
menggunakan tangga-tangga, mengingat kontur tanah di Yunani banyak yang
berbukit dan miring. Disamping sebagai alat pencapaian atau sirkulasi, juga

sebagai elemen estetika (lihat gambar 3).


Karena curah hujan di Yunani besar, maka dipakailah bentuk atap pelana. Atap
pelana tidak terwujud dari kuda-kuda, melainkan dari tiang-tiang

Bangunan Yunani
sebagian besar
menggunakana atap
pelana
Tangga sebagai sirkulasi
dan elemen estetika
bangunan Yunani
Gambar 3. Bangunan Kuil Concordia (Valley of the Temples) di Yunani

(Sulastri, 2009)
Pemerintahannya berpusat di kota. Batas-batas wilayah territorialnya dibatasi
benteng dan tembok.

Masyarakat Yunani cinta pada keindahan (seni) yang tidak mengarah pada hal-hal yang
berlebihan (penuh penahanan diri dan prestasi). Karya seni yang penuh penahanan diri
tersebut menghasilkan keseimbangan yang sempurna serta keutuhan yang seterusnya disebut
sebagai klasik. Karya seni diperuntukkan bagi persembahan pada dewa-dewanya. Paham
tentang seni dan arsitektur adalah : kepolosan, keanggunan, kegunaan (Sumalyo, 1993 : 5).
2.2 Karakter dan Pengaruh Arsitektur Yunani terhadap Bangunan yang Ada di Yunani
dan di Dunia
Peninggalan Arsitektur Yunani yang paling banyak adalah kuil. Bahan konstruksi
utamanya batu. Batu dipahat dan dibentuk rnenjadi kolom dan balok. Oleh karena itu
bentangannya sangat terbatas sehingga di dalam ruang terdapat banyak kolom. Bagian depan
terdiri dari tangga masuk dan langsung pada deretan melintang, kolom, menyangga ujung
terdepan

dari

atap

yang

berbentuk

segitiga

disebut pediment.

Pediment

terdiri

dari cornice yaitu semacam bingkai keliling segi tiga dari molding mengikuti bentuknya.
Bagian tengah di dalam bingkai tersebut terdapat tympanum, yang biasanya pada bidang di
dalamnya dibuat dekorasi, dapat berupa relief maupun patung-patung (Sumalyo,
1993:7). Selanjutnya, Pediment bertumpu di atas sebuah alas berupa balok horizontal disebut
entablature yang mempunyai tiga bagian atau lapisan, yaitu :

Lapisan atas disebut cornice,


Lapisan tengah disebut frieze dan
Lapisan bawah disebut architrave.

Untuk lebih jelasnya, pembagian bangunannya dapat dilihat pada gambar berikut.

Pediment
Cornice
Frieze
Architrave

Entablature
Kolom

Gambar 4. Bagian-Bagian Bangunan Kuil Yunani

(Darling, 2004:35)
Selanjutnya, Sumalyo (2010:10) mengatakan bahwa konstruksi pediment dan
entablature disangga oleh kolom, dalam Arsitektur Yunani dibagi menjadi tiga bagian,
diantaranya :

Bagian paling atas disebut kepala atau capital.


Capital mempunyai tiga bagian lagi, diantaranya :
o Di bagian paling atas disebut abacus,
o Di bagian tengah disebut echinus,
o Dan yang paling bawah disebut leher atau neck.
Dibawah leher ada astragal. Astragal merupakan bagian yang
menghubungkan capital dengan shaft.

Bagian paling tengah atau badan disebut shaft


10

Bagian pada tumpuan terbawah disebut base


Base juga terdiri dari tiga bagian, yaitu :
o Apophyge berada di bagian paling atas
o Torus, berada di bagian tengah base
o Plinth berada di bagian bawah base

Gambar 5. Bagian-bagian dari kolom pada Bangunan Yunani


(Sumalyo, 2010:10)
Ada beberapa langgam cantik dan memiliki permainan bentuk khas yang dapat dikenali
sebagai karakteristik kolom dari Arsitektur Yunani, antara lain sebagai berikut.
1) Langgam Doric
Merupakan langgam yang berasal dari daerah Doria. Langgam Doric ini merupakan
kepala tiang tanpa hiasan atau polos, melengkung sederhana, dan tanpa alas pada
dasar tiangnya, sehingga langsung menempel pada lantai (Darling, 2004:49)

11

Gambar 6.
Ilustrasi

Langgam Doric
(Salain, 1984 : 5)

2) Langgam Ionic
Langgam Ionic merupakan langgam yang berasal dari pesisir yaitu Ionia. Kepala
tiangnya mengambil bentuk noctilus atau kerang besar. Bentuknya melingkar pada
kedua sisinya, sedangkan pada dasar tiangnya memakai alas (Darling, 2004:50).

Gambar 7. Ilustrasi langgam Ionic


(Darling, 2004:41)
3) Langgam Corinthian

12

Langgam ini merupakan langgam yang berasal dari daerah pegunungan yang
mengambil alih dan mengadaptasi dari bnetuk-bentuk alam atau flora daun Achantus.
Pada dasar tiang menggunakan alas, bertumpu pada lantai berundak (Darling,
2004:51).

13

Gambar 8. Ilustrasi Langgam Corinthian

(Darling, 2004:42)
Di dalam pembagian ruang kuil merupakan pengembangan bentuk dasar Megaron
Arsitektur Aegea walaupun kuil-kuil untuk perseorangan, kuil-kuil tersebut tidak
dibangun kecil-kecil.

SERAMBI BELAKANG
Opisthodomos
RUANG UTAMA
NAOS
SERAMBI DEPAN
Gambar 9. Denah Tipikal Kuil Yunani
(Salain, 1984 : 8)

o Ruang Utama
Terdapat altar atau tempat barang-barang persembahan bagi dewa. Berisi
patung dewa yang dipuja. Biasanya ada ruang khusus atau istimewa, yang
14

mana tidak sembarang orang bisa masuk. Hanya pendeta yang boleh masuk.
Naos merupakan ruang yang lebih besar sebagai bagian dari ruang utama.
Disini juga terdapat patung atau dewa yang dipuja.
o Serambi
Pada ruang ini dijumpai dua serambi yaitu serambi depan dan belakang. Yang
menghubungkan ruang utama dengan altar yang berada di luar bangunan.
Fungsinya juga sebagai ruang transisi dan sirkulasi. Pada Serambi belakang
sering dibuat Opisthodomos, yang merupakan teras palsu di belakang ruang
utama. Sering dibuat sebagai pencapaian konsep simetris pada kuil dan
terkadang ruang ini di buat sebagai adytum atau tempat harta.
Untuk memperoleh kesan ringan, maka tiang-tiang diperbanyak atau dipertinggi.
(Salain, 1984:6)
Selanjutnya, masih berdasarkan sumber yang sama, kuil-kuil dibentuk atau dibangun
harus dengan bentuk segiempat, tetapi ada juga yang bundar dengan sistem yang sama, yaitu
dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
o Ruang Masuk
o Ruang Pengantar
o Ruang Utama

ALTAR
Gambar 10. Ilustrasi denah tipikal kuil Yunani yang berbentuk melingkar
(Salain, 1984 : 7)

Kehidupan sosial sehari-hari erat kaitannya dengan kegiatan keagamaan atau ritual. Maka
dari itu, kehidupan manusianya merupakan bagian dari aktivitas keagamaannya pula. Seperti
kegiatan pertunjukkan teater. Teater dibangun pada lereng-lereng bukit yang memiliki
kemiringan dan lembah. Kemiringannya digunakan untuk tempat duduk atau tribun,
sedangkan lembahnya untuk panggung (Salain, 1984:7). Teater merupakan bangunan terbuka
berbentuk setengah lingkaran dengan bahan batu cadas yang dibuat berundak-undak sebagai
area persembahan yang berbentuk lingkaran. Fungsi bangunan tersebut adalah untuk
persembahan drama tari dan nyanyi bagi dewa Dionisius (Dewa Seni).

15

Gambar 11. Pembagian zona atau areal Teater di Yunani


(Salain, 1984 : 7)

Gambar 12. Rancangan tipikal Teater di Yunani


(Sulastri,2009)

Dan masih banyak produk arsitektur Yunani yang diciptakan di jaman perkembangan Yunani
Kuno seperti bangunan-bangunan di bawah ini.
a. Agora
Agora adalah tempat umum yang dipakai untuk tempat berkumpulnya masyarakat
kota semacam alun-alun. Seluruh masyarakat Yunani berinteraksi disini. Agora
juga merupakan pusat kegiatan dagang atau sosial atau pasar sehari-hari. Agora
16

juga biasanya digunakan untuk melaksanakan pesta rakyat, dsb. Agora berupa
lapangan terbuka. Terkadang dalam lapangan terbuka tersebut mempunyai
beberapa tiang serupa obelisk (Salain, 1984:8). Jejeran tiang-tiang di Agora
berupa kolom memiliki karakter Arsitektur Yunani yang tidak sempurna. Dari
gambar 13 dibawah ini, kita bisa lihat, tiang-tiangnya berbaris berbanjar, tanpa
penutup, sehingga sifatnya benar-benar terbuka (open air) atau publik dan lapang.
Meskipun begitu, tiang atau kolom di Agora ini memiliki bagian kepala (Capital),
badan kolom (shaft) dan bagian tumpuan terbawah atau base.

Capit
al
Shaf
t
Base

Gambar 13. Agora di Athena


(Fatriansyah, 2013)
b. Stoa
Stoa adalah suatu bangunan memanjang (teras) dengan deretan tiang yang baris
berbanjar sehingga dapat dibangun pada dinding bangunan lain seperti benteng
(Salain, 1984: 8). Stoa merupakan pasangan Agora yang terbuka juga untuk
menghubungkan antar bangunan. Fungsi Stoa ini serba guna. Stoa mirip dengan
Agora, hanya saja Stoa memiliki penutup atap, agar memaksimalkan salah satu
fungsinya sebagai tempat masyarakat umum untuk berteduh dari hujan ataupun
panas. Kolom-kolomnya yang berbaris berbanjar ini biasanya berupa kolomkolom yang dipengaruhi oleh karakteristik Arsitektur Yunani. Kolomnya biasanya
menggunakan kolom dengan langgam Doric, Ionic, maupun Corinthian.

17

Gambar 14. Ilustrasi Stoa di Athena


(Fatriansyah, 2013)
c. Megaron
Menurut Fatriansyah (2013), arsitektur vernakular Yunani berupa megaron
(rumah tinggal) yang terbuat dari kayu dan menerapkan rasionalisme keindahan
dalam desainnya. Rumah tinggal masyarakat Yunani ini :
o berbentuk cella (ruang yang keempat sisinya tertutup dengan salah satu
sisinya sebagai bukaan yang dilengkapi lobby / vestibule).
o Entrance dan serambi depan yang mengarah ke dalam.
o Ruang tidurnya atau Thelamus diletakkan di bagian paling belakang.
Bahan bangunan dan material yang digunakan untuk membangun Megaron ini
yaitu memakai batu pecah ataupun batu gamping/gibs yang dikeraskan, untuk
lapisan lantai atau penutup elemen dasar bangunannya. Untuk elemen samping
atau dinding bangunan menggunakan bata yang dikeringkan. Sedangkan elemen
atas dan atapnya menggunakan kayu sebagai materialnya. Megaron inilah yang
kemudian menjadi preseden dalam membuat arsitektur tradisional Yunani (baik
itu berupa tempat pemerintahan, tempat peribadatan, dll.)

18

Gambar 15. Ilustrasi interior Megaron di Athena


(Fatriansyah, 2013)

Gambar 16. Gambar ilustrasi bangunan Megaron dan denahnya


(Fatriansyah,2013)

Arsitektur Yunani cukup berpengaruh di dunia. Beberapa negara di dunia banyak yang
menyisipkan karakteristik Arsitektur Yunani pada bangunan-bangunannya. Karakternya yang
klasik dan wibawa (kharisma) yang kuat membuat Arsitektur Yunani dipilih oleh berbagai
Negara untuk diterapkan pada bangunan-bangunan penting di Negara mereka.
1. White House, Washington DC

Pedime
nt

Entablatu
re
Kolom
Ionic

Gambar 17. White House, Washington DC


(Kopp, 2012)

White House atau Gedung Putih adalah rumah kepresidenan Presiden Amerika
Serikat. Gedung ini merupakan tempat tinggal resmi presiden dan keluarganya
selama masa jabatannya sebagai presiden. Saat seorang presiden baru terpilih,
presiden yang lama segera pindah. Juga memiliki kantor di mana presiden
19

menjalankan pemerintahan (Kopp, 2012). Berdasarkan gambar 17 diatas, kita bisa


lihat, White House ini menerapkan karakter Arsitektur Yunani pada ekterior
gedungnya. Karena Gedung White House ini menggunakan model atap pelana atau
atap dengan bentuk segitiga yang disebut pediment. Atap pediment ini disangga
oleh balok horizontal yang disebut Entablature. Serta terdapat kolom memanjang
kebawah dari balok entablature sampai ke dasar bangunan, dengan langgam Ionic
yang menopang Pediment dan entablature tersebut. Sentuhan Arsitektur Yunani ini
memberi kesan klasik, megah, dan kharismatik pada istana kepresidenan ini.
2. Municipal Theatre of Piraeus, Attica
Pedime
nt

Entablatu
re
Kolo
m

Anak
Tangga
Gambar 18. Gedung Teater Kota Piraeus, Attica
(Markaki, 2013)

The Municipal Theatre of Piraeus atau biasa dikenal sebagi teater kota Piareus
menjadi pusat dari kegiatan kesenian yang ada di kota Piraeus, Attica, Yunani.
Gedung teater ini selalu menjadi tuan rumah acara budaya, seperti acara kesenian
teater, tari, musik, dan berbagai kesenian lainnya (Markaki, 2013). Gedung teater
kota Piraeus ini menerapkan konsep arsitektur vernacular Yunani pada
eksteriornya. Pada entrance selalu terdapat teras atau serambi depan yang
menopang kolom megah berlanggam, balok horizontal yang ditumpuk diatas
kolom (entablature), dan juga menopang atap pelana yang terwujud dari tiangtiang (pediment) bukan dari kuda-kuda. Eksterior dengan karakteristik Arsitektur
Yunani ini sangat cocok diterapkan pada gedung atau bangunan yang digunakan

20

untuk kepentingan hiburan dan kesenian, karena karakter nya yang klasik, elegan,
dan langgamnya memberi kesan artistik.

3. Kantor Walikota Semarang, Jawa Tengah

Pedime
nt

Entablatu
re
Kolo
m

Anak
Tangga

Gambar 19. Gedung kantor Walikota Semarang


(Valkyla, 2010)

Kantor Walikota Semarang terletak di jalan Pemuda no 148, Semarang. Kantor


walikota ini merupakan tempat seorang kepala daerah untuk daerah kota Semarang
untuk menjalankan kewajibannya serta melaksanakan tugas dan wewenangnya
dalam memimpin penyelenggaraan daerah berdasarkan kebijakan-kebijakan yang
ditetapkan bersama DPRD kota. Gedung perkantoran ini juga menyisipkan
karakter Arsitektur yunani pada Teras atau serambi depannya. Serambi depan
gedung ini menggunakan atap pelana (pediment) sederhana tanpa motif ataupun
ornamen lainnya, hanya terdapat tulisan nama gedung dengan huruf timbul yang
meramaikan areal pediment. Atap pelana ini ditopang oleh balok entablature yang
berada diatas kolom dengan langgam Ionic yang kepala tiangnya mengambil
bentuk noctilus atau kerang besar, sehingga memberi kesan dinamis pada desain
eksterior bangunannya yang cenderung kaku.
21

4. Museum Seni Rupa dan keramik, Jakarta


Pedime
nt

Entablatu
re
Kolo
m

Gambar 20. Gedung Museum Seni Rupa dan Keramik, Jakarta


(Tjong, 2009)

Anak
Tangga

Gedung Museum Seni Rupa dan Keramik ini dibangun pada tahun 1870. Sebagai
Lembaga Peradilan tertinggi Belanda (Raad van Justitie). Pada tanggal 20 Agustus
1976 diresmikan sebagai Gedung Balai Seni Rupa oleh Presiden Soeharto. Dan di
gedung ini pula terdapat Museum Keramik yang diresmikan oleh Bapak Ali
Sadikin (Gubernur DKI Jakarta) pada tanggal 10 Juni 1977, kemudian pada tahun
1990 sampai sekarang menjadi Museum Seni Rupa dan Keramik (Tjong, 2009).
Disini tersimpan berbagai koleksi, diantaranya koleksi karya seni rupa, koleksi
kerajinan keramik, koleksi buku-buku seni rupa dan keramik yang bisa dijadikan
panduan tentang seni rupa (perpustakaan). Fasilitas gedung ini terdiri dari ruang
koleksi, studio gerabah, perpustakaan, toko cindera mata, ruang pertemuan atau
aula, ruang terbuka atau plaza, serta taman yang dapat dimanfaatkan untuk acaraacara pameran temporer, pernikahan, seminar, lomba, dsb. Eksterior Gedung Seni
Rupa dan Keramik ini didesain menyerupai bangunan Yunani Klasik. Terlihat dari
adanya Pediment. Entablature, dan kolom atau tiang penyangga Pediment dan
Entablature. Gedung Museum ini menerapkan langgam Doric pada tiang dan
kolom-kolomnya. Yang mana kepala tiangnya tanpa hiasan atau polos, badan tiang
atau kolomnya langsung menempel pada lantai. Bangunan ini juga dilengkapi anak
tangga sebagai sarana sirkulasi dan elemen estetika bangunannya.

22

BAB III
PENUTUP
2.1

Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik berdasarkan pembahasan diatas adalah sebagai
berikut.
1. Filosofi dan prinsip umum dari Arsitektur Yunani adalah karena kecintaan dan
kekaguman masyarakat Yunani terhadap alam, mereka menganut kepercayaan
yang mendewakan alam dan Tuhan, sehingga prinsip bangunan Yunani yang
terbentuk terdiri dari tiang dan balok, simetris, serta cenderung berupa ruang
terbuka agar ketika mereka sedang melakukan ritual di ruang terbuka tersebut,
mereka bisa merasakan pertanda alam yang merupakan lambang dari
kehadiran dewa yang dipuja.
2. Karakter bangunan Arsitektur Yunani mempengaruhi bangunan yang ada di
Yunani. Biasanya bangunan terdiri dari beberapa bagian, diantaranya
Pediment, entablature, dan kolom. Pada kolom ada 3 variasi langgam
penambah nilai estetika bangunan, memiliki permainan bentuk khas yang
dapat dikenali sebagai karakteristik kolom dari Arsitektur Yunani, yaitu :
Doric, Ionic, dan Corinthian.

2.1

Saran
Dari pemaparan makalah ini, saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai
berikut.
Sebaiknya kita bisa belajar dari kesalahan maupun dari keberhasilan Arsitektur
Yunani di masa lampau dalam pembangunan di masa kini melalui wawasan mengenai
filosofi, prinsip dasar, dan karakter dari Arsitektur Yunani dan melestarikannya agar
karakter Arsitektur Yunani tidak punah.

DAFTAR PUSTAKA
Sumber dari Buku Cetak
Alwi, Hasan. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ke-3. Balai Pustaka: Jakarta.
23

Prijohutomo. 1953. Sejarah Kebudayaan Dunia. J.B. Woters: Jakarta.


Salain, Putu Rumawan. 1984. Sejarah dan Perkembangan Arsitektur Barat. Buku Ajar
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Udayana.
Sumalyo, Yulianto. 2003. Arsitektur Klasik Eropa . Gajah Mada University Press.:
Yogyakarta.
Sumber dari E-Book
Brouscaris, Maria S. 1978. The monuments of the Acropolis. Athens.
Craig, Edward. 2009. Philosophy. Toronto : Sterling Publishing.
Darling, Janina K. 2004. Architecture of Greece. Greenwood Publishing Group.
Stein, Jess dan Banhart C.L.1959. The American Dictionary. Random House : New York.
Tauhid, Ahmad Jauhar. 2006. Kompas Ruhani. PT Ikrar Mandiriabadi : Jakarta.
Evslin, Bernard. 2012. Heroes,Gods,and Monsters in Greek Myths. Open Road Media : New
York.
Sumber dari Internet
Eka Sulastri, Yuni. 2009. Arsitektur Yunani Kuno. Tersedia pada
http://rurucoret.blogspot.com/2009/01/arsitektur-yunani-kuno.html. Diakses pada
tanggal 4 November 2014.
Fatriansyah, Arief. 2013. Makalah Kebudayaan Bangsa Yunani Kuno. Tersedia pada
http://arrieffatriansyah.blogspot.com/2013/03/makalah-kebudayaan-bangsa-yunanikuno.html. Diakses pada tanggal 4 November 2014.
Kopp, Brandon. 2012. Photographing The White House. Tersedia pada :
http://phototourismdc.com/2012/05/01/photographing-the-white-house/. Diakses pada
tanggal 20 Desember 2014.
Markaki Artemis, 2013. Piraeus Municipal Theater to Reopen. Tersedia pada :
http://greece.greekreporter.com/2013/06/07/piraeus-municipal-theater-to-reopen/.
Diakses Pada tanggal 20 Desember 2014.
Valkyla. 2010. Semarang in the Picture. Tersedia pada :
http://simpanglima.wordpress.com/2010/05/02/semarang-in-the-picture/. Diakses
pada tanggal 23 Desember 2014.
Tjong, Andreas. 2009. Wisata Kota Tua Museum Keramik dan Seni Rupa.Tersedia pada :
https://andreastjong.wordpress.com/2009/08/05/wisata-jakarta-kota-toea-museumkeramik-dan-seni-rupa/. Diakses pada tanggal 25 Desember 2014.

24

Anda mungkin juga menyukai