Anda di halaman 1dari 16

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT

NOMOR : 6 TAHUN 2008


TENTANG
TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR SUMATERA BARAT
Menimbang :
a

bahwa dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang


Pemerintahan Daerah dinyatakan bahwa daerah berwenang mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia;

bahwa pada Propinsi Sumatera Barat terdapat tanah-tanah dalam


lingkungan masyarakat hukum adat yang pengurusan, penguasaan dan
pemanfaatannya berdasarkan pada ketentuan hukum adat setempat;

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan b,


perlu ditetapkan pedoman yang dapat digunakan sebagai pegangan
dalam pengaturan dan pemanfaatan tanah ulayat dengan suatu Peraturan
Daerah Propinsi Sumatera Barat.

Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 61 tahun 1958 tentang Pembentukan DaerahDaerah Swatantra Tk. I Sumatera Barat, Jambi dan Riau menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesaia tahun 1958
Nomor 112 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
1646) jo Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1979;
2. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960
Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
2043;

3. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888);
4. Undang-Undang nomor 10 tahun 2004 tentang Pembnetukan Peraturan
Perundang-Undangan (lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004
nomor 53, tambahan lembaran Negara Republik Indonesia nomor
4389);
5. Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
((lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 nomor 125,
tambahan lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4437),
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang nomor 12 tahun 2008 tentang perubanah kedua undang-undang
nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (lembaran Negara
Republik Indonesia tahun 2008 nomor 59, tambahan lembaran Negara
Republik Indonesia nomor 4844);
6. Undang-Undang nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia tahun 2004 nomor 126, tambahan lembaran Negara
Republik Indonesia nomor 4438);
7. Undang-Undang nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman modal
(lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 nomor 26, tambahan
lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4724);
8. Undang-Undang nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2007 nomor 68, tambahan
lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4725);
9. Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 1985 tentang perlindungan hutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1985 nomor 39, tambahan
lembaran Negara Republik Indonesia nomor 3294);
10. Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 1985 tentang koordinasi kegiatan
instansi vertikal di Daerah (lembaran Negara Republik Indonesia tahun
1988 nomor 10, tambahan lembaran Negara Republik Indonesia nomor
3373);

11. peraturan pemerintah nomor 40 tahun 1996 tentang hak guna usaha, hak
guna bangunan dan hak pakai (Lembaran Negara Republik Indonesia
nomor 58, tambahan lembaran Negara Republik Indonesia nomor
3643);
12. Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah
(Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 3696 );
13. Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 1997 tentang pembagian urusan
pemetintahan antara pemerintah, pemerintahan daerah propinsi dan
pemerintahan daerah Kabupaten/kota , (Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 2007 nomor 82, tambahan lembaran Negara Republik
Indonesia nomor 4737);
14. Peraturan Presiden nomor 36 tahun 2005 tentang pengadaan tanah bagi
pelaksanaan untuk kepentingan umum;
15. Keputusan Presiden nomor 34 tahun 2004 tentang kebijakan Nasional
bidang pertanahan;
16. Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 5
tahun 1999 tentang pedoman penyelesaian masalah hak ulayat
masyarakat hokum adat;
17. Peraturan Daerah Propinsi Sumatra Barat nomor 2 tahun 2007 tentang
pokok-pokok Pemerintahan Nagari;

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI SUMATRA BARAT


Dan
GUBERNUR SUMATRA BARAT
Memutuskan
Menetapkan

: PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATRA BARAT


TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANYA.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Pemerintahan Daerah adalah Pemerintahan Propinsi Sumatra Barat.
2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disingkat DPRD adalah DPRD propinsi
Sumatra Barat.
3. Gubernur adalah Gubernur Sumatra Barat
4. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Pemerintahan Kabupaten/Kota di lingkungan
Propinsi Sumatra Barat.
5. Nagari adalah kesatuan masyarakat hukum adat dalam Propinsi Sumatra Barat yang
terdiri dari suku dan kumpulan suku mempunyai wilayah dengan batas-batas tertentu.
6. Hak ulayat adalah hak penguasaan dan hak milik atas bidang tanah beserta kekayaan
alam yang ada diatas dan didalamnya dikuasai secara kolektif oleh masyarakat hukum
adat di Propinsi Sumatra barat.
7. Tanah ulayat adalah bidang tanah pusaka beserta sumber daya alam yang ada di
atasnya dan didalamnya diperoleh secara turun menurun merupakan hak masyarakat
hukum adat di propinsi Sumatra barat.
8. Tanah ulayat nagari adalah tanah ulayat beserta sumber daya alam yang ada diatas dan
didalamnya merupakan hak penguasaan oleh ninik mamak kerapatan adat nagari
(KAN) dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat nagari,
sedangkan pemerintahan nagari bertindak sebagai pihak yang mengatur untuk
pemanfaatannya.
9. Tanah ulayat suku adalah hak milik atas sebidang tanah berserta sumber daya alam
yang berada diatasnya dan didalamnya merupakan hak milik kolektif semua anggota
suku tertentu yang penguasaan dan pemanfaatannya diatur oleh penghulu-penghulu
suku.
10. Tanah ulayat kaum adalah hak milik atas sebidang tanah beserta sumber daya alam
yang ada diatas dan didalamnya merupakan hak milik semua anggota kaum yang
terdiri dari jurai/paruik yang penguasaan dan pemanfaatannya diatur oleh mamak
jurai/mamak kepala waris.

11. Tanah ulayat rajo adalah hak milik atas sebidang tanah beserta sumber daya alam yang
ada diatas dan didalamnya yang penguasaan dan pemanfaatannya diatur oleh laki-laki
tertua dari garis keturunan ibu yang saat ini masih hidup disebagian Nagari di Propinsi
Sumatra Barat.
12. Penghulu adalah pemimpin dalam suku ataupun kaum, ia adalah pemegang hak ulayat
atas sako (gelar kebesaran pemimpin) dan pusako (harta pusaka berupa tanah ulayat
dan harta benda).
13. Mamak kepala waris atau sebutan lainnya adalah laki-laki tertua atau yang dituakan di
jurai/paruik dalam suatu keluarga.
14. Hukum adat adalah aturan normatif yang dituangkan dalam bentuk kalimat atau katakata yang menganalogikan tata kehidupan masyarakat dengan kaedah alam, dipahami
oleh masyarakat sebagai suatu atauran yang mengikat secara moral dengan sanksisanksi yang jelas, baik tidak tertulis maupun tertulis.
15. Kerapatan adat nagari atau nama lain yang sejenis adalah lembaga perwakilan
permusyawaratan dan permufakatan adat tertinggi nagari yang telah ada dan diwarisi
secara turun menurun sepanjang adat ditengah-tengah masyarakat di Sumatra barat,
selanjutnya dalam peraturan daerah ini disingkat dengan KAN.
16. Penyerahan hak ulayat adalah proses pengalihan hak penguasaan dan hak milik atas
sebidang tanah ulayat dari ninik mamak, penghulu-penghulu suku dan mamak kepala
waris berdasarkan masyawarah dan mufakat dengan anak kemenakan kapada pihak
lain untuk dikelola dengan system bagi hasil sesuai dengan ketentuan hukum adat
yang dituangkan dalam perjanjian yang dibuat oleh Pejabat Negara Pembuat Akta
Tanah.
17. Izin Lokasi adalah izin yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota diberikan kepada
perorangan atau badan hukum untuk memperoleh hak pengelolaan tanah.
18. Ganggam Bauntuak adalah peruntukan tanah ulayat kaum oleh mamak kepala waris
kepada anggota kaumnya secara hirarkismenurut garis keturunan ibu untuk usaha
budidaya tanaman, perumahan dan usaha lain dimana mamak kepala warisnya
mengawali penggunaan tanah tersebut.
19. Sengketa Tanah Ulayat adalah perselisihan hukum atas tanah ulayat antara dua pihak
yang bersengketa yaitu penguasa dan atau pemilik tanah ulayat dengan pihak lain.
20. Gadai Atas Tanah adalah gadai menurut hukum adat minangkabau sebagai salah satu
bentuk pengalihan hak pengelolaan tanah ulayat.

21. Kantor Pertanahan Kabupatan/Kota adalah Badan Pertanahan Nasional yang berada di
Kabupaten/Kota.
BAB II
AZAS, MANFAAT DAN TUJUAN

Pasal 2
1. Azas utama tanah ulayat bersifat tetap berdasarkan filosofi adat Minangkabau jua
ndak makan bali, gadai ndak makan sando
2. Azas pemanfaatan tanah ulayat adalah manfaat yang sebesar-besarnya untuk
kepentingan masyarakat adat, berkeadilan dan bertanggung jawab sesuai dengan
falsafah Adat Basandi Syara Syara Basandi Kitabullah.
3. Azas Unilateral yang merupakan hak pewaris tanah ulayat yang berlaku dalam suatu
kekerabatan menurut garis keturuna ibu.
Pasal 3
1. Sasaran utama pemanfaatan tanah ulayat adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
dan kemakmuran masyarakat adat
2. Pemanfaatan tanah ulayat oleh pihak lain yang bukan warga hukum adat yang
bersangkutan dilakukan dengan prinsip saling menguntungkan dan berbagi resiko
dengan kaedah adat diisi limbago dituang melalui musyawarah mufakat.
3. Apabila tanah ulayat tidak lagi dimanfaatkan oleh pihk pengelola baik badan hukum
dan atau perorangan lainnya, maka tanah tersebut kembali kepada penguasa atau
pemilik tanah ulayat semula, dengan tetap memperhatikan hak keperdataan yang
bersangkutan yang terkait dengan tanah ulayat tersebut.
Pasal 4
Tujuan pengaturan tanah ulayat dan pemanfaatannya adalah untuk tetap melindungi
keberadaan tanah ulayat menurut hukum adat minangkabau serta mengambil manfaat dari
tanah termaksuk sumber daya alam, untuk kelangsungan hidup dan kehidupannya secara
turun-menurun dan tidak terputus antar masyarakat hukum adat dengan wilayah yang
bersangkutan

BAB III
JENIS, PENGUASAAN DAN PEMILIK TANAH ULAYAT
Pasal 5
Jenis tanah ulayat terdiri dari tanah ulayat nagari, tanah ulayat suku, tanah ulayat kaum dan
tanah ulayat rajo.
Pasal 6
1. Penguasa dan pemilik tanah ulayat sebagaimana dimaksud dala pasal 4 adalah :
a.

Ninik Mamak KAN untuk tanah Ulayat Nagari

b.

Penghulu-penghulu suku mewakili semua anggota suku sebagai pemilik


tanah ulayat suku, masing-masing suku di nagari.

c.

Mamak

kepala

waris

mewakili

anggota

kaum

masing-masing

jurai/paruik sebagai pemilik tanah ulayat dalam kaum


d.

Lelaki tertua pewaris rajo mewakili anggota kaum dalam garis


keturunan ibu adalah pemilik tanah ulayat rajo.

2. Pengaturan penguasaan dan pemilik tanah ulayat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 berdasarkan norma-norma hukum adat minagkabau dan sebutan lainnya, yang
ditetapkan lebih lanjut dengan peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
BAB IV
KEDUDUKAN DAN FUNGSI TANAH ULAYAT
Pasal 7
1.

Tanah ulayat nagari berkedudukan sebagai tanah cadangan masyarakat adat nagari,
penguasaan serta pengaturannya dilakukan oleh ninik mamak KAN bersama
pemerintahan nagari dengan adat minangkabau dan dapat dituangkan dalam
peraturan nagari.

2.

Tanah ulayat suku berkedudukan sebagai tanah cadangan bagi anggota suku tertentu
di nagari, penguasaan dan pengaturannya dilakukan oleh penghulu suku berdasarkan
musyawarah mufakat dengan anggota suku sesuai dengan hukum adat minangkabau.

3.

Tanah ulayat kaum berkedudukan sebagai tanah garapan dengan status ganggam
bauntuak pagang bamansiang oleh anggota kaum yang pengaturannya dilakukan oleh
ninik mamak kepala waris sesuai dengan hukum adat minangkabau.

4.

Tanah ulayat rajo berkedudukan sebagai tanah garapan dengan status ganggam
bauntuk pagang bamansinag oleh anggota kaum kerabat pewaris rajo yang

pengaturannya dilakukan oleh laki-laki tertua pewaris rajo sesuai hukum adat
minangkabau.
5.

Tanah ulayat mempunyai funsi sosial dan ekonomi


BAB V
PENDAFTARAN DAN SUBJEK HUKUM TANAH ULAYAT
PASAL 8

Untuk menjamin kepastian hukum dan keperluan penyedian data/informasi pertanahan,


tanah ulayat sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 dapat didaftarakan pada kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota dengan ketentuan :
a.

Terhadap tanah ulayat nagari dapat didaftarakan, yang bertindak sebagai subjek
pemegang hak adalah ninik mamak KAN diketahui oleh pemerintahan nagari dengan
status hak guna usaha, hak pakai atau hak pengelolaan.

b.

Terhadap tanah ulayat suku dapat didaftarkan, sebagai subjek pemegang hak adalah
penghulu-penghulu suku, denagn status hak milik.

c.

Terhadap tanah ulayat kaum dapat didaftarkan, sebagai subjek pemegang hak adalah
anggota kaum dan mamak kepala waris, dangan status hak milik.

d.

Terhadap tanah ulayat rajo dapat didaftarakan, sebagai subjek pemegang hak adalah
anggota kaum dan pihak ketiga, diketahui oleh laki-laki tertua pewaris rajo, dengan
status hak pakai dan hak kelola.

e.

Terhadap bagian tanah ulayat yang sudah diberikan izin oleh penguasa dan pemilik
tanah ulayat kepada perorangan yang dikerjakan secara terus-menerus dan sudah
terbuka sebagai sumber kehidupan, bila dikehendaki dapat didaftarakan, setelah
memenuhi adat di isi limbago di tuang

f.

Tata cara dan syarat permohonan pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud pada
huruf a, akan diatur lebih lanjut dengan peraturan Gubernur.
BAB VI
PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN TANAH ULAYAT
Pasal 9

1.

Pemanfaatan tanah ulayat oleh anggota masyarakat adat dapat dilakukan atas
sepengetahuan dan seizin penguasa ulayat yang bersangkutan sesuai dengan
ketentuan tata cara hukum adat yang berlaku.

2.

Pemanfaatan tanah ulayat untuk kepentingan umum dapat dilakukan dengan cara
penyerahan tanah oleh penguasa dan pemilik ulayat berdasarkan kesepakantan
anggota masyarakat adat yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku

3.

Pemanfaatan tanah ulayat untuk kepentingan badan hukum dan atau perorangan
dapat dilakukan berdasarkan surat perjanjian pengusahaan dan pengelolaan antara
penguasa dan pemilik berdasrkan kesepakatan masyarakat adat dengan badan hukum
dan atau perorangan dalam jangka waktu teertentu dalam bentuk lain yang disepakati
berdasrkan masyawarah dan mufakat di KAN, diketahui oleh pemerintahan nagari.

4.

Pelaksanaan ketentuan pada ayat 2 dan 3 ,dapat dilakukan setelah badan hukum atau
perorangan yang memerlikan tanah ulayat, memperoleh izin lokasi guna kesesuaian
penggunaan tanah dengan rencana tata ruang wilayah dari pemerintah setempat
sesuai kewenangannya.

5.

Ketentuan dan tata cara untuk proses sebagaimana dimaksud pad ayat 2 dan 3 diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 10

1.

Investor dapat memanfaatkan tanah ulayat dengan mengikut sertakan penguasa dan
pemilik tanah ulayat berdasarkan kesepakatan masyarakat adat yang bersangkutan
sebagai pemegang saham, bagi hasil dan dengan cara lain dalam waktu yang telah
ditentukan dalam perjanjian

2.

Perjanjian sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 dibuat sacara tertulis dihadapan
pejabat pembuat akta tanah/notaris
Pasal 11

Apabila perjanjian penyerahan hak penguasaan dan atau hak milik untuk penguasaan dan
pengelolaan tanah yang diperjanjikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 berakhir, maka
status penguasaan dan atau kepemilikan tanah kembali ke bentuk semula.
BAB VII
PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ULAYAT
Pasal 12
1.

Sengketa tanah ulayat di nagari diselesaikan oleh KAN menurut ketentuan sepanjang
adat yang berlaku, bajanjang naiak batanggo turun dan diusahkan dengan jalan
perdamaian melalui musyawarah dan mufakat dalam bentuk keputusan perdamaian.

2.

Apabila keputusan perdamaian tidak diterima oleh pihak yang bersengketa


sebagaimana dimaksud pada ayat 1 maka pihak-pihak yang bersengketa dapat
mengajukan perkaranya ke pengadilan negeri.

3.

Keputusan KAN sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat menjadi bahan


pertimbangan hukum atau pedoman bagi hakim dalam mengambil keputusan.
Pasal 13

1.

Sengketa tanah ulayat antar nagari, diselesaikan oleh KAN antar nagari yang
bersengketa, menurut ketentuan sepanjang adat yang berlaku secara musyawarah dan
mufakat dalam bentuk perdamaian.

2.

Apabila tidak tercapai penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat 1, maka


pemerintah Kabupaten/Kota maupun Propinsi dapat diminta untuk menjadi mediator.

3.

Apabila tidak tercapai penyelesaiaan sebagaimana dimaksud pada ayat 2, dapat


mengajukan perkaranya ke pengdilan negeri.
BAB VIII
PERPANJANGAN DAN BERAKHIRNYA HAK TANAH ULAYAT
Pasal 14

1.

Terhadap tanah ulayat yang terdaftar dengan hak tertentu berakhir masa berlakunya
dapat diperpanjang, berdasarkan persetujuan dari penguasa dan pemilik tanah ulayat
semula.

2.

Terhadap tanah ulayat yang terdaftar sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berakhir,
maka pengaturan pemanfaatan tanah selanjutnya dilaksanakan oleh pemerintah
Kabupaten/Kota untuk diserahkan kepada penguasa dan pemilik tanah ulayat semula.
Pasal 15

Pengaturan tanah, pemanfaatan dan pendaftaran tanah ulayat yang belum diatur dalam
peraturan daerah ini, akan diatur lebih lanjut dengan peraturan daerah Kabupaten/Kota
sesuai kewenangannya.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 16
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam peraturan daerah ini sepanjang mengenai teknis
pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.

Pasal 17
Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan daerah
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Propinsi Sumatra Barat.
Ditetapkan di Padang
Pada tanggal 1 Juli 2008
GUBERNUR SUMATRA BARAT
GAMAWAN FAUZI
Diundangkan di Padang
Pada tanggal 1 juli 2008
SEKRETARIS DAERAH
Drs. H. YOHANNES DAHLAN
Pembina Utama madya ,Nip.410003662
LEMBARAN DAERAH PROPINSI SUMATRA BARAT
TAHUN 2008 NOMOR .

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATRA BARAT
NOMOR 16 TAHUN 2008
TENTANG
TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYAN
I. UMUM
Tanah merupakan suatu faktor yang sanggat penting dalam kehidupan masyarakat
Indonesia, terlebih-lebih dilingkungan masyarakat hukum adat Sumatra Barat yang
sebagian besar penduduknya menggantungkan hidup dan penghidupannya dari tanah.
Tanah merupakan salah satu modal utama, baik sebagai wadah pelaksanaan kehidupan
masyarakat itu sendiri maupu sebagai faktor produksi untuk menghasilkan komoditikomoditi perdagangan yang sangat diperlukan guna meningkatkan pendapatan Daerah.
Di Propinsi Sumantra Barat dalam kenyataannya masih diakuinya tanah-tanah dalam
lingkungan masyarakat hukum adat yang pengurusan, penguasaa dan penggunaannya
didasaarkan pada ketentuan hukum adat setempat dan diakui oleh para warga
masyarakat hukum adat yang bersangkutan sebagai tanah ulayatnya, sehingga dikenal
adanya tanah ulayatNagari, tanah ulayat suku, tanag ulayat kaum dan tanah ulayat Rajo
yang diaturmenurut adat yang berlaku pada tiap Nagari yang ada di Sumatra Barat.
Nagari di Sumatra Barat tumbuh dan berkembang sepanjang sejarah berabad-abad,
telah memberikan sumbangan yang sangat berharga terhadap kelangsungan kehidupan
masyarakat, perjuangan kemerdekaan dan pembangunan di Sumatra Barat. Nagari
merupakan kesatuan masyarakat hukum adat yang tidak dapat diabaikan dalam bidang
politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan. Untuk terpelihara
kedudukan, fungsi dan peran Nagari di Sumatra Barat selama ini telah diatur dengan
Peraturan Daerah Tingkat I Sumatra Barat Nomor 13 tahun 1983. kemudian dengan
peraturan Daerah Propinsi Sumatra Barat nomor 9 tahun 2000 tentang Ketentuan
Pokok Pemerintahan Nagari, yang telah disempurnakan dengan Peraturan Daerah

Nomor 2 tahun 2007, keberadaan nagari sebagai Pemerintah terendah dikukuhkan


kembali.
Pada perkembangan akhir-akhir ini, tanah ulayat di Sumatra Barat memerlukan
suatupedoman pengaturan pemanfaatan tanah ulayat, yang dapat diterima oleh
masyarakat hukum adat, sehingga tanah ulayat tersebut semakin dapat menunjang
pelaksanaan pembangunan yang berskala nasional maupun regional dan lokal.
Dengan berlakunya Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan
Daerah, dan sesuai dengan peraturan Mentri Negara Agraria/kepala Badan pertanahan
Nasilnal nomor 5 tahun 1999 tentang pedoman penyelesaian masalah hak ulayat
masyarakat hukum adat, dengan maksud menyediakan pedoman dalam pengaturan dan
pengambilan kebijakan operasional di bidang pertanahan serta langkah-langkah
penyelesaian masalah yang menyangkut tanah ulayat dalam kerangka pelaksanaan
hukum tanah nasional yang diberikan kewenangan kepada daerah dan diharapkan akan
dapat lebih mampu menyerap aspirasi masyarakat setempat.
Sesuai dengan ketentuan pasal 6 peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional nomo 5 tahun 1999, maka perlu diatur keberadaan tanah ulayat,
penentuan dan penetapan keberadaan tanah ulayat, jenis dan penguasaan tanah ulayat,
kedudukan dan fungsi tanah ulayat, pemanfaatan dan pengunaan tanah ulayat, suku,
kaum, pendaftaran tanah ulayat dan penyelesaian sengketa tanah ulayat dalam suatu
peraturan Daerah Propinsi Sumatra Barat dengan Peraturan Daerah tersebut diharapkan
permasalahan tanah ulayat di Sumatra Barat dapat segera diselesaikan.

II. PASAL DEMI PASAL


Pasal 1

: Angka 1 s/d 4, cukup jelas


Angka 5
Masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang yang terkait oleh
tatanan hukum adat Minangkabau sebagai warga bersama persekutuan
hukum karena kesamaan tempat tinggal maupun atas dasar keturunan.
Angka 7 s/d 11

Yang termasuk didalam jenis-jenis sumber daya alam menurut Hukum


adat Minangkabau meliputi
- Tanah nan sabingka diartikan semua tanah
- Aia nan satitiak diartikan semua air
- Lauik nan sadidiah diartikan semua laut
- Talago nan sagaluak diartikan semua danau
- Ka ateh tumbun jantan diartikan semua udara atau angkasa
- Kabawah takasiak bulan diartikan semua tambang
- Capo nan sahalai diartikan semua rumput
Angka 12
Yang dimaksud dengan sakop, yaitu gelar kebesaran pemimpin dari suatu
kaum dalam nagari yang merupakan hak turun temurun antara lain : sako
penghulu, sako dubalang, sako urang mo dan panuncak.
Yang dimaksud pusaka yaitu harta benda, hutan tanah, sawah ladang,
termasuk keris pusako, tombak pusako dan lain-lain milik suatu kaum
dalam nagari
Angka 13 s/d 21 cukup jelas
Pasal 2

: Ayat 1
Yang dimaksud dengan jua ndak makan bali, gadai ndak makan sando
yaitu tanah ulayat tidak dapat dijual dan digadai.
Ayat 2 cukup jelas
Ayat 3 cukup jelas
Ayat 4 cukup jelas
Ayat 5
Yang dimaksud dengan adat diisi limbago dituang yaitu suatu
pemberian berupa uang oleh pihk ketiga yang mengelola dan menguasai
tanah ulayat, kepada penguasa dan atau pemilik ulayat berdasarkan
kesepakatan masyarakat adanya.
Ayat 6 cukup jelas

Pasal 3

: cukup jelas

Pasal 4

: cukup jelas

Pasal 5

: cukup jelas

Pasal 6

: ayat 1

Pemerintaha nagari adalah suatu pemerintahan otonom berdasarkan asal


usul di nagari Wilayah Propinsi Sumatra Barat yang berada dalam sistem
pemerintahan kesatuan Republik Indonesia.
Ayat 2 cukup jelas
Ayat 3 dan ayat 4
Ayat 5 cukup jelas
Pasal 7

: Yang dimaksud dengan pemanfaatan tanah adalah kegiatan


penggunaan dan pemeliharaan tanah bagi kegiatan pembangunan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Penggunaan tanah adalah wujud kegiatan penguasaan tanah sebagai
upaya memberikan manffat berupa hasil dan atau jasa tertentu.
Izin pemanfaatan tanah ulayat oleh masyarakat hukumadat harus dibuat
dalam bentuk tertulis.

Pasal 8

: pejabat pembuat akta tanah yang disingkat PPAT adalah pejabat umum
yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai
perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah.

Pasal 9

: Cukup jelas

Pasal 10

: yang dimaksud dengan didaftarkan adalah suatu kegiatan pendaftaran


tanah yang meliputi :

a. pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah.


b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut.
c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang sah.
Huruf a
Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memunggut hasil dari
tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang
memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan
pemberiannya atau dalam perjanjian-perjanjian denagn pemilik tanahnya, yang
bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengelolaan tanah, segala
sesuatu asal tidak bertentangan denagn jiwa dan ketentuan-ketentuan yang
berlaku.

Yang dimaksud denagn hak pengelolaan adalah hak yang berisi wewenang
untuk :
a. merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan.
b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya.
c. Menyerahkan bahagian-bahagian dari pada tanah itu kepada pihak ketiga
menurut persyaratan yang di tentukan oleh perusahaan pemegang hak
tersebut, yang meliputi segi-segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu
dan keuntungannya, dengan ketentuan bahwa pemberian hak atas tanah
kepada pihak ketiga yang bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang
berwenang, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Huruf b s/d f cukup jelas
Pasal 11

: Cukup jelas

Pasal 12

: Cukup jelas

Pasal 13

: Cukup jelas

Pasal 14

: Cukup jelas

Pasal 15

: Cukup jelas

Pasal 16

: Cukup jelas

Pasal 17

: Cukup jelas

Anda mungkin juga menyukai