Anda di halaman 1dari 2

Pengertian Tari Wali

Tari Wali adalah salah satu aspek terpenting dari kesenian Bali yang mempunyai fungsi
amat penting terutama di dalam kehidupan spiritual masyarakat Hindu-Bali. Kesenian yang
diperkirakan oleh para ahli sebagai sebagai kelompok tarian yang paling tua ini, jika
dibandingkan dengan tarian-tarian bali lainnya, seperti tari Babali dan balih-blihan. Tari Wali
meliputi sejumlah tarian sakral yang hingga saat ini masih tetapdipertahankan oleh warga
masyarakat.
Tari Wal adalah jenis seni tari yang berfungsi untuk mengikuti proses pelaksanaan upacara
keagamaan. Seni Tari Wali termasuk kelompok seni yang bersifat sakral, sering juga disebut
dengan istilah seni Wali. Salah satu ciri dari seni ini adalah dipentaskan bersamaan dengan
berlangsungnya pelaksanaan upacar di pura. Seni tari Wali tidak mengungkapkan atau
mengandung cerita, namun bersifat simbolis dan bernilai religius.
Hasil pengamatan yang telah dilakukan menunjukan bahwa didesa-desa di seluruh Bali
terdapat beraneka ragam tarian wali. Kalaupun ada sejumlah tarian yang sudah semakin jarang
dilepaskan, ini bukan berarti bahwa kesenian tersebut telah musnah. Para pelaku dan para
narasumber dari kesenian ini masih cukup banyak adanya, begitu juga pelengkapan
pertunjukannya (Topeng, busana, alat-alat gamelan) masih disimpan baik oleh warga masyarakat
pendukung dari kesenian yang bersangkutan. Yang terpenting adalah masih adanya perhatian
yang lebih dari kalangan generasi muda terhadap kesenian ini yang terlihat melalui partisipasi
mereka yang cukup tinggi dalam membawakan kesenian ini.
Sementara bentuk dan ragam tari Wali begitu banyaknya, begitu pula adanya gaya yang
berbeda-beda antara daerah yang satu dengan lainnya, pandangan dan pemahaman masyarakat
trhadap kesenian ini masih sangat beragam. Kemudian, dalam beberapa dekade terakhir ini, di
banyak tempat terdapat sejumlah kesenian Wali yang sudah mengalami perubahann fungsi.
Misalnya dari sajian upacara keagamaan ke sajian untuk turist. Kondisi seperti ini tentu tidak
dapat dibiarkan berlarut-larut karena akibatnya akan merugikan pertumbuhan serta masa depan
dari kesenian Wali itu sendiri dan kesenian bali pada umumnya. Oleh sebab itu, penulisan naskah
tari-tarian wali harus diadakan.
Patut dicatat bahwa semenjak diadakannya Seminar Seni dan Profan dalam Bidang Tari
oleh pemerintah Daerah Tingkat I Bali pada tahun 1971 yang lalu di Denpasar, telah terbit
beberapa tulisan mengenai tari Bali. Tiga tulisan penting yang menguraikan prihal tari Wali
adalah buku Perkembangan Seni Tari di Bali (Dibia 1977), Kaja and Kelod Balinese Dance
InTransition (Bandem 1981), dan Cudamani Tari Wali (Putra 1980). Namun demikian, diantara
tulisan-tulisan yang telah terbit hanya sebagian yang secara mengkhusus membahas tentang Tari
Wali atau membahas Tarian-tarian upacara ini secara lengkap.

Tari wali, merupakan tarian sakral, dipentaskan di halaman bagian dalam pura (jeroan).[2] Jenisnya:

Rejang, tarian yang ditampilkan oleh wanita secara berkelompok di halaman pura pada saat
berlangsungnya upacara.[3] Tari rejang memiliki gerakan yang sederhana dan lemah gemulai. [3]

Baris, jenis tarian pria, ditarikan dengan gerakan yang maskulin. [4] Berasal dari
kata bebaris yang bermakna prajurit, tarian ini dibawakan secara berkelompok, berisi 8 sampai
40 penari.[4]

Pendet, adalah tarian pembuka upacara di pura. Penari yang terdiri dari wanita dewasa
menari sambil membawa perlengkapan sesajen.[2] Gerakan Tari Pendet lebih dinamis dibanding
Tari Rejang.[5] Kini, Pendet telah ditarikan untuk hiburan, terutama sebagai tari penyambutan.

Sanghyang Dedari adalah tari yang memasukkan unsur-unsur kerasukan guna menghibur
dewa-dewi, meminta berkat dan menolak bala.[2]

Barong adalah seni tari yang menceritakan pertarungan antara kebajikan dan kejahatan.
[2]

Tokoh utama adalah barong, hewan mistik yang diperankan dua penari pria, seorang

memainkan kepala dan kaki depan, seorang lagi jadi kaki belakang dan ekor.[6]

Anda mungkin juga menyukai