PENDAHULUAN
Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah
yang banyak dijumpai dipusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh
dunia. Bahkan WHO telah menetapkan dekade ini (2000-2010)
menjadi Dekade Tulang dan Persendian. Salah satu masalah
muskuloskeletal yang sering dijumpai adalah fraktur (Novelandi,
2011). Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan
fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang,
baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Jong, 2005).
Penyebab fraktur terbanyak adalah karena kecelakaan lalu
lintas. Kecelakaan lalu lintas ini, selain menyebabkan fraktur,
menurut WHO, juga menyebabkan kematian 1,25 juta orang setiap
tahunnya, dimana sebagian besar korbannya adalah remaja atau
dewasa muda. Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas baik
dari segi jumlah pemakai jalan, jumlah pemakai kendaraan, jumlah
pemakai jasa angkutan, bertambahnya jaringan jalan dan kecepatan
kendaraan maka mayoritas terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu
lintas. Sementara trauma trauma lain yang dapat menyebabkan
fraktur adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja dan cedera
olah raga (Novelandi, 2011).
Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur
dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah-raga, pekerjaan, atau luka
yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua,
wanita lebih sering mengalami fraktur daripada laki- laki yang berhubungan dengan
meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada
monopouse (Reeves, Roux, Lockhart, 2001).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Anatomi dan Fisiologi Tulang
Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk pada
tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan melindungi
organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Tulang membentuk rangka
penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang
menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk
menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat (Price dan Wilson, 2006). Berikut
adalah gambar anatomi tulang manusia :
pembentuk tulang). Matriks organik terdiri dari serat kolagen dalam suatu gel
setengah padat. Matriks ini ini memiliki konsistensi seperti karet dan berperan
menentukan tensile tulang. Tulang menjadi keras karena pengendapan kristal kalsium
fosfat di dalam matriks. Kristal inorganik ini memberi tulang kekuatan kompresi
(kemampuan tulang mempertahankan bentuk ketika diperas atau ditekan).
Penambahan ketebalan tulang dicapai melalui penambahan tulang baru diatas
permukaan luar tulang yang sudah ada. Pertumbuhan ini dihasilkan oleh osteoblas di
dalam periosteum, suatu selubung jaringan ikat yang menutupi bagian luar tulang.
Sewaktu osteoblas aktif mengendapkan tulang baru di permukaan ekternal, sel lain di
dalam tulang, osteoklas (penghancur tulang), melarutkan jaringan tulang di
permukaan dalam dekat rongga sumsum. Dengan cara ini rongga sumsum membesar
untuk mengimbangi bertambahnya lingkar batang tulang.
Pertambahan penjang tulang panjang dicapai melalui aktivitas sel-sel tulang
rawan, atau kondrosit, di lempeng epifisis. Selama pertumbuhan sel-sel tulang rawan
di tepi luar lempeng epifisis membelah dan memperbanyak diri, secara temporer
memperlebar lempeng epifisis. Seiring dengan terbentuknya kondrosit-kondrosit baru
ditepi epifisis, sel-sel tulang rawan yang sudah tua ke arah batas diafisis membersar.
Kombinasi proliferasi sel tulang rawan baru dan hipertrofi kondrosit matang secara
temprorer memperlebar lempeng epifisis. Penebalan sisipan lempeng tulan rawan ini
mendorong epifisis tulang menjauh dari diafisis (Sherwood, 2012).
II. 2 Definisi Fraktur
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan
fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang,
baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Jong, 2005).
II. 3 Etiologi Fraktur
Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006) ada 3 yaitu:
1.Cidera atau benturan
2.Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah
oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.
3.Fraktur beban
Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang baru saja
menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam angkatan
bersenjata atau orang- orang yang baru mulai latihan lari.
II. 4 Klasifikasi Fraktur
Fraktur dibagai menurut ada tidaknya hubungan antara
patahan tulang dengan dunia luar, antara lain:
a. Fraktur tertutup (closed)
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena
kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
b. Fraktur terbuka (open/compound fraktur)
Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan
kulit yang memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi dimana
kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang
patah. Derajat patah tulang terbuka (Jong, 2010):
Derajat
I
Luka
Laserasi < 1cm,
Fraktur
Sederhana, dislokasi
kerusakan jaringan
fragmen minimal.
relatif bersih.
Laserasi > 1cm, tidak
Dislokasi fragmen
ada kerusakan
jelas.
kontaminasi.
Luka lebar dan rusak
Komunitif,
segmental, fragmen
4
jaringan disekitarnya,
dan kontaminasi
hilang.
hebat.
Tabel 1: Derajat fraktur terbuka
Menurut garis frakturnya, patah tulang dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Patah tulang lengkap (Complete fraktur)
Dikatakan lengkap bila garis patah
melalui
seluruh
dibawahnya.
Greenstick fracture, mengenai satu korteks dengan
angulasi korteks lainnya (Mansjoer, 2000).
akibat
nyeri,
putusnya
kontinuitas
tulang,
dan
gangguan
neurovaskular tulang. Apabila gejala klasik itu ada, secara klinis diagnosis fraktur
dapat ditegakan walaupun jenis konfigurasi fraktur belum dapat ditentukan ( Jong,
2010).
II. 7 Diagnosis Fraktur
Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi
kejadian) dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut. riwayat
cedera atau fraktur sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang
dia konsumsi, merokok, riwayat alergi dan riwayat osteoporosis serta penyakit lain.
Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi / Look
b. Deformitas: terdiri dari penonjolan yang abnormal, misalnya angulasi, rotasi, dan
pemendekan
c. Palpasi / Feel ( nyeri tekan (Tenderness, Krepitasi)
Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu diperiksa.
Lakukan palpasi padadaerah ekstremitas tempat fraktur tersebut, meliputi
persendian diatas dan dibawah cedera, daerah yang mengalami nyeri,
7
Cara kedua ialah imobilisasi luar tanpa reposisi, tetapi tetap diperlukan
imobilisasi agar tidak terjadi dislokasi fragmen. Contoh cara ini adalah pada fraktur
tungkai bawah tanpa dislokasi yang penting.
Cara ketiga berupa reposisi dengan cara manipulasi yang diikuti dengan
imobilisasi. Ini dilakukan pada patah tulang dengan dislokasi fragmen yang berarti,
seperti pada patah tulang radius distal.
Cara keempat berupa reposisi dengan traksi terus-menerus selama masa
tertentu, misalnya beberapa minggu, lalu diikuti dengan imobilisasi. Hal ini dilakukan
pada patah tulang yang bila direposisi akan terdislokasi kembali di dalam gips,
biasanya pada fraktur femur.
Cara kelima berupa reposisi yang diikuti dengan imobilisasi dengan fraksi
luar. Fiksasi fragmen fraktur meggunakan pin baja yang ditusukan pada fragmen
tulang, kemudian pin baja disatukan secara kokoh dengan batang logam diluar kulit.
Alat ini dinamakan fiksator ektsterna.
yang dipakai biasanya berupa pelat dan sekrup. Keuntungan ORIF adalah tercapainya
reposisi yang sempurna dan fiksasi yang kokoh sehingga pasca operasi tidak perlu
dipasang gips dan mobilisasi segera bisa dilakukan. ORIF biasanya dilakukan pada
fraktur femur, tibia, humerus, dan antebrakia.
10
1. Fase hematoma
Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang
melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah fraktur
dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar
diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan
akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke
dalam jaringan lunak. Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter
dari daerah fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu
daerah cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.
2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal
Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi
penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang
berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah
endosteum membentuk kalus interna sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis.
Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal
dari diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi ke dalam jaringan
lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari
sel-sel osteogenik yang memberi pertumbuhan yang cepat pada jaringan osteogenik
yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Pembentukan jaringan seluler tidak
terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah
beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi
11
12
13
BAB III
KESIMPULAN
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan
fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang,
baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung. Selain itu dapat juga
disebabkan oleh fraktur patologi dan fraktur beban. Fraktur dapat dibedakan
berdasarkan ada atau tidaknya hubungan fraktur dengan dunia luar, berdasarkan garis
patahan, dan jumlah dari garis patahan tersebut. Dari gejala klasik berupa adanya
riwayat trauma, rasa nyeri dan bengkak dibagian tulang yang patah, deformitas, nyeri
tekan, krepitasi, gangguan fungsi muskuloskeletal akibat nyeri, putusnya kontinuitas
tulang, dan gangguan neurovaskular tulang, secara klinis diagnosis fraktur dapat
ditegakan walaupun jenis konfigurasi fraktur belum dapat ditentukan. Adapun prinsip
menangani fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke posisi semula
(reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang
(imobilisasi).
14