Opal is a beautiful precious gemstone that is equal or more valuable than diamond. In Indonesia, precious opal is found at the Lebak Regency, Province of Banten. Bantens opal widely has been recognized
due to its beautiful opalescence. This paper is a review of the last research; preliminary study of Bantens
opal, characteristics of opal-CT and determining of opal type from geochemical data, added by new data to
compile concept and to make mineralization model. In order to fulfill these targets, field geology research
and analysis of mineralog/gemology, petrography, X-RD, and major and trace element geochemistry have
been done. The Bantens opal is opal-CT showing opalescence (play of colour), weathering, and leaching
silica from volcanic glass by dark grey claystone hosted. Mineralization model is divided into three periods;
at Early Pliocene volcanic clastic sediments rich in volcanic glass occured as fluvial sediments. Afterwards,
at Late Pliocene - Pleistocene folding, weathering and leaching of silica took place. Intensive jointing,
faulting, and folding quickened weathering and leaching processes to formed opal at limb of anticline
through Holocene. The prospecting area of Bantens opal is in tuff unit with intercalation of conglomerate
or pumiceous breccia, at limb of anticline. The host rock of opal is dark grey claystone which underlies
polimict conglomerate/pebbly sandstone sequence with cross stratification, imbricated, and erossional
stucture; more than 8 m deep.
Keywords: opal, genetic, mineralization model, Banten
Naskah diterima: 30 Juni 2010, revisi kesatu: 04 Agustus 2010, revisi kedua: 12 Agustus 2010, revisi terakhir: 23 Agustus 2010
151
152
Pendahuluan
Opal merupakan batumulia yang diburu kolektor dan pedagang batumulia, karena keindahan
permainan warna dan berharga mahal, termasuk
opal hitam dari Banten. Batumulia ini umumnya
tersebar pada daerah vulkanik Tersier, bertopografi
terjal, dijumpai banyak struktur geologi serta daerah
alterasi hidrotermal.
Opal berasal dari kata Latin Opalus yang berarti
perubahan warna seperti permata. Selain itu dalam
bahasa Sansekerta terdapat pula istilah Upala yang
berarti batumulia (Harijanto, 1992). Dari istilah
tersebut tergambarkan bahwa opal merupakan jenis
batumulia yang mempunyai ciri adanya perubahan
warna. Opal biasa (common opal) kebanyakan
berwarna putih susu, sedangkan opal mulia (precious opal) menunjukkan permainan warna dari
bagian dalamnya dan mempunyai harga mahal
yang disetarakan dengan intan (Hulburt & Switzer,
1979).
Tidak seperti mineral lainnya, opal bersifat
amorf dan tidak berbentuk kristal, sehingga se
ring diklasifikasikan sebagai mineraloid. Secara
kristalografis, opal tersusun oleh bola-bola silika
amorf. Pada opal biasa yang berwarna putih susu,
susunan bola-bola silika tidak beraturan dan ber
ukuran tidak sama, sementara itu pada opal mulia
bola-bola silika berukuran sama dengan susunan
teratur pada arah tiga dimensi. Difraksi sinar pada
permukaan bola silika yang teratur akan memberikan warna menarik pada permukaan opal (Hulburt
& Switzer, 1979).
Di bawah mikroskop, dalam opal tidak dijumpai
adanya pertumbuhan kristal, tetapi bersifat amorf
seperti gelas. Opal bersifat transparan, tidak ada
bias ganda, relief negatif, dengan keping gips
berwarna merah jambu, sering dijumpai banyak
retakan berupa shatter cracks, struktur perlitic,
colloform, dan banded (Kerr, 1954). Berdasarkan
penelitian Pewkliang drr. (2004) di daerah Coober
Peddy dan Andamooka didapatkan data tentang
proses opalisasi yang terjadi pada tulang fosil
dinosaurus dan fosil kayu, yang secara petrografis
memberikan penampakan adanya shatter cracks
dan pola banded di sekitar tulang yang telah tergantikan.
Jones dan Segnit (1971) mengklasifikasikan opal
berdasarkan struktur atomnya yang tercermin pada
standard ( NASC) yang kemudian digunakan untuk membuat diagram laba-laba. Referensi unsur
standar menggunakan Condie (GERM Reservoar
Database, dalam www.EarthRef.org) dan Gromer
(Rollinson, 1993).
Dari integrasi hasil analisis mineralogi, petrografi,
XRD, dan kimia mineral dengan data lapangan dapat
dikaji proses pembentukan opal serta penyusunan
model mineralisasinya.
Stratigrafi
Opal Banten dijumpai di Kabupaten Lebak, ter
utama di Kecamatan Maja dan Sajira berjarak sekitar
100 km arah barat daya Jakarta. Keberadaan opal
utamanya di Desa Seepang, Ciluwuk, Cilawang,
dan Ciburuy.
Ansori drr. (2003) menyatakan bahwa batuan
pembawa opal Banten adalah lapisan batulempung
tufan terubah yang ditindih batupasir konglomerat
an. Opal dihasilkan oleh proses penggantian atau
pengisian koloid silika pada fosil kayu atau rongga
batuan. Koloid silika dihasilkan dari pelapukan dan
pelarutan batuan vulkanik karena pengaruh sirkulasi
air tanah. Berdasarkan penelitian ini, opal Banten
berada pada satuan batuan tuf dengan sisipan kong
lomerat aneka bahan atau breksi pumis Formasi
Genteng. Ansori (2008) menyatakan bahwa opal
tersebar di bagian utara daerah penelitian dengan
arah barat - timur, mulai Seepang, Ciluwuk, Pasir
Leles, Pasir Buwek, Cilawang, hingga Ciburuy
terutama pada sayap antiklin (Gambar 1).
Formasi Genteng tersusun oleh breksi pumis,
batupasir tufan, konglomerat, dan breksi andesit
dengan sisipan batulempung tufan. Konglomerat
dengan warna abu-abu, ukuran fragmen 5 - 20 cm,
kompak, komponen utama fragmen adalah andesit
dengan massa dasar pasir tufan, berlapis baik dengan
ketebalan 15 - 60 cm. Lempung tufan mempunyai
warna abu-abu kehijauan, lunak, dengan ketebalan
5 - 10 cm. Secara umum, formasi ini menunjukkan perlapisan yang bagus, gradasi, dan perlapisan
silang siur, banyak dijumpai fosil kayu. Umur formasi tidak dapat ditentukan dengan pasti, namun
diduga Pliosen (Syahbuddin drr., 1987; Rusmana
drr., 1991).
Salah satu lokasi yang banyak menghasilkan opal
mulia dengan badan dasar hitam terletak di Desa
153
Sawah
Samang
Lebakpicung
Taganjing
PASIR AJUNAN
PR.Wuni
PR. Gunung
PR. Kerak
Cilawang
PR. Luhur
Leuwidulang
PR. Cipai
Gardubatok
106 18 BT
G Mokol
Panunggangan
Pajor
PR. Janggala
Cipahit
Pandak
242
ran
Karian
PR Cipeteng
Gedang
PR Meong
uta
Teras
Ciluwuk
be
PR.Layung
Belang
PR. Leles
Ci
PR.Peundeui
Seepang
Pr.Gumendeng
Genteng
d
sin
ng
Ci
Cim
ente
Cimarogang
BANTEN
Cibereum
aro
Cib
ng
ang G.Suren
du
Labakpinang
Lengkong
n
ta
Ci
ngb
Talungreja
Cokel
Candi
32
Cikur
Cicinta
Tegal
Cokrak
je
Ci
ko
ng
JAS I N GA
Nanggung
PR. Munding
Cisarua
Ciburui
106 26 BT
6 29 LS
Patahan
Antiklin
Sinklin
0.5
U
3
1.0
Km
Lokasi pengamatan
Satuan tuf,
bersisipan konglomerat
Aluvium
Keterangan :
6 25 LS
Cibangbat
Cip
Cibeureum
154
Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 5 No. 3 September 2010: 151-170
m
0
LB.5-1
LB.5-2
2
LB.5-3
LB.5-4
LB.5-5
LB.5-6
LB.5-7.a
LB.5-7.b
LB.5-7.c
Gambar 2. Kolom litologi lubang tambang Ciluwuk, LB-5 (Ansori drr., 2003).
155
156
Gambar 3. Tiga buah opal Lebak, a) Opal api seberat 1,25 karat dengan warna biru kehijauan; b) Opal hitam dengan warna
dominan merah lembayung, ungu kebiruan, dan hijau seberat 2 karat; c) Opal hitam berbentuk memanjang (belum dibentuk)
dengan warna dominan hijau, lembayung dan merah (Ansori, 2010).
Petrografi
Analisis petrografi telah dilakukan pada opal
dan batuan pembawanya dari daerah Ciluwuk.
Batuan induk/pembawa opal (Gambar 4.b) tersusun oleh felspar spherulitic (40 %), mineral
opak (15%), lempung (15 %), dan gelas vulkanik
(35 %) sehingga termasuk tuffaceous feldsphatic
mudstone (Schmid, 1981). Opal putih (Gambar 4.a)
tidak berwarna hingga abu-abu keruh, mineraloid,
ada segregasi warna kehitaman; struktur perlithic,
colloform, dan shatter cracks dapat teramati jelas.
Coloform structure, shatter cracks, dan banded
pada opal menunjukkan proses pembentukan
opal terjadi dari larutan koloid (Kerr, 1954). Unsur organik berwarna hitam yang terperangkap
dalam opal menandakan bahwa proses opalisasi
terjadi akibat penggantian fosil kayu oleh larutan
silika.
Gambar 4. Foto mikros: a) Opal putih yang menunjukkan struktur colloform dan shatter cracks, warna hitam menunjukkan
unsur organik yang masuk, tanpa nikol 40 x; b) Tuffaceous feldsphatic mudstone, tersusun oleh gelas volkanik yang terubah
menjadi lempung dan plagioklas, nikol bersilang, 100 x (Ansori drr., 2006).
157
C
P
S
P
LB-27
P
S
C
S
P
Q
LB-32.4
Q, s
P
P
S
LB-32.1
P
Q
Q
LB-6.a
4.1014
C
P
S
OP-2
P
S
LB-5.a
Q
P
S
OP-3
Q
P
P
C
P,q
2.50
LB-5.7.a
Q
40
2 theta (deg)
1.62
2.05
1.63
2.50
OP-4
2.49
2.04
8.84
20
2.05
60
20
40
1.62
60
2 Theta (deg)
Gambar 5. a) Pola difraksi sinar X batuan induk opal pada beberapa lokasi, S: smektit, C : klinoptilolit, P: plagioklas, Q:
kuarsa. b) Pola difraksi sinar X opal Ciliwuk, OP-2 opal mulia berbadan cerah, OP-3 opal mulia berbadan hitam, OP-4 opal
biasa berbadan cerah (Ansori drr., 2006).
Utada (2001) berpendapat bahwa proses pembentukan zeolit dapat disertai dengan pembentukan
opal. Proses burial diagenetic dapat menghasilkan
opal pada zone II (Clinoptilolite Zone) yang akan
berasosiasi dengan clinoptilolite, smektit, dan kemungkinan mordenit. Sementara itu, proses pembentukan zeolit akibat proses hidrotermal jarang terjadi
pada daerah yang luas, namun lebih terkonsentrasi
di sekitar zone pergerakan air. Pada proses hidrotermal, opal akan terbentuk pada Zone Mordenit yang
akan berasosiasi dengan kuarsa, smektit, mordenit,
dan kemungkinan kalsit, pirit, dolomit, dan siderit.
Hasil analisis XRD pada batuan induk (Tabel
1) menunjukkan bahwa opal berasosiasi dengan
plagioklas, kuarsa, smektit, dan juga zeolit (clinoptilolite) yang mengindikasikan adanya proses dia-
158
Tabel 1. Hasil Analisis XRD pada Batuan Induk/pembawa Opal (Ansori drr., 2006)
No Percontoh
LB-5.7.a
LB-6.a
LB- 32.1
LB-32.4
LB-27
LB-5.a
Hasil XRD
Plagioklas (albit ordered), kuarsa, klinoptilolit, dan smektit.
Plagioklas (anorthite sodian disordered), kuarsa, klinoptilolit, dan smektit.
Plagioklas (anorthite sodian ordered), klinoptilolit, dan smektit.
Plagioklas (anorthite sodian ordered), kuarsa, smektite, dan klinoptilolit.
Plagioklas (albit calcian ordered), kuarsa, smektite,dan klinoptilolit.
Plagioklas (anorthite ordered), kuarsa, smektit, dan klinoptilolit.
159
Tabel 2. Hasil Analisis Kimia Opal Banten, Australia dan Nevada (Ansori, 2008)
LB-5
Opal
putih,
Banten
LB-32
Opal
putih,
Banten
Opal tipe
sedimen,
Australia,
(White Cliff),
Pewkliang,
2004
Opal tipe
sedimen,
Australia
(Andamooka)
Pewkliang,
2004
Opal tipe
hidrotermal,
Nevada,
USA,
Pewkliang,
2004
Perbandingan
kedekatan
komposisi
kimia opal
Banten
Si O2 %
86,44
93,37
91,8
91,87
84,58
Al2O3 %
2,37
0,51
2,1
2,12
0,26
Fe2O3 %
0,46
0,28
0,1
0,33
0,02
MnO %
0,015
0,003
0,0
0,01
0,01
MgO %
0,10
0,04
0,1
0,04
0,01
CaO %
0,55
0,16
0,2
0,10
1,19
Na2O %
0,27
0,08
0,3
0,31
0,26
K2 O %
0,40
0,04
0,1
0,09
0,02
Ti O2 %
0,063
0,017
0,1
0,12
0,00
Australia
P2 O5 %
0,05
< 0,01
0,0
0,01
0,01
LOI %
9,04
5,27
4,1
4,16
13,78
Australia
Total %
99,76
99,79
98,9
99,16
100,18
Ba (ppm)
86
15
239,0
259
18,0
Nevada
Sr
29
13
47,2
16,5
100,2
Australia
20
<1
1, 5
2,4
24,9
Sc
1,1
1,3
1,3
Zr
29
199
232,4
8,2
Nevada
28
6,0
Cr
< 20
< 20
3,0
12,0
6,0
Ni
< 20
< 20
1,0
2,0
Cu
< 10
15
2,0
4,0
11
Zn
< 30
< 30
2,0
15,0
Ga
3,5
3,2
2,4
Rb
23
13,2
10,9
1,1
Australia
Nb
1,7
2,6
0,1
Australia
La
7,9
0,3
1,0
0,0
3,0
Ce
19,2
0,8
7,0
Nd
11,1
0,5
0,0
0,0
5,0
Pb
<5
<5
2,2
2,6
0,4
Th
1,9
< 0,1
1,3
1,0
2,4
0,7
0,1
0,2
1,7
48,1
Unsur
Australia
ppm
ppm
ppm
ppm
ppm
ppm
ppm
ppm
SiO2
Al2O3
Fe2O3
MnO
MgO
CaO
Na2O
K2O
TiO2
P2O5
LOI
TOTAL
Ba
Sr
Sc
Zr
Be
Cr
-20,00
47,00
2,00
246,00
12,00
31,00
152,00
245,00
99,85
13,03
0,02
0,63
0,90
1,72
2,90
0,74
0,06
4,99
16,46
58,41
induk
Batuan
LB-5.7A
Unsur
-20,00
94,00
2,00
179,00
22,00
69,00
245,00
298,00
98,88
2,36
0,22
1,30
1,72
4,10
4,01
0,32
0,05
2,61
15,81
66,37
kglm
Batupasir
LB-5.6
-20,00
45,00
1,00
197,00
17,00
44,00
97,00
127,00
99,45
21,74
0,01
0,69
0,08
0,08
0,84
1,25
0,08
4,24
15,63
54,80
Bx pumis
LB-5.2 (2)
-20,00
48,00
2,00
138,00
11,00
32,00
134,00
104,00
99,23
11,86
0,02
0,70
0,44
1,58
2,31
0,55
0,03
4,03
12,18
65,52
ekstraksi
Opal
LB-6
-20,00
43,00
2,00
244,00
13,00
38,00
135,00
302,00
99,82
15,47
0,02
0,59
0,84
1,32
2,57
0,99
0,04
5,79
15,50
56,70
induk
Batuan
LB-6.A
Tabel 3. Hasil Analisis Kimia Batuan pada Lokasi LB-5, LB-6, dan LB-32 (Ansori, 2010)
-20,00
104,00
2,00
150,00
22,00
42,00
325,00
421,00
98,78
3,65
0,12
1,23
1,31
4,32
4,43
0,43
0,06
3,98
17,51
61,74
kglm
Batupasir
LB-6.B
-20,00
45,00
2,00
208,00
18,00
36,00
189,00
256,00
99,03
12,95
0,09
0,71
0,72
1,86
3,44
0,93
0,04
5,15
16,18
56,97
tufan
Lempung
LB-6.C
95,00
-20,00
35,00
2,00
210,00
20,00
62,00
126,00
99,74
16,25
0,22
0,85
0,61
1,55
3,06
1,74
0,17
6,10
14,66
54,54
induk
Batuan
LB-32.1
-20,00
41,00
2,00
189,00
18,00
47,00
268,00
309,00
99,78
14,26
0,07
0,82
1,09
2,33
3,23
1,04
0,13
4,59
14,87
57,36
kglm
Batupasir
LB-32.2
273,10
206,00
6,00
108,00
44,00
54,00
36,00
84,00
99,34
22,33
0,06
0,97
0,15
0,04
0,42
0,90
0,03
7,05
21,41
45,99
tufan
Batupasir
LB-32.10
160
Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 5 No. 3 September 2010: 151-170
ppm
ppm
ppm
ppm
ppm
ppm
ppm
ppm
ppm
ppm
ppm
ppm
ppm
ppm
ppm
Zn
Ga
Ge
As
Rb
Sr
Zr
Nb
Mo
Ag
In
Sn
Sb
Cs
4,55
-0,50
3,01
-0,20
0,79
-2,00
7,19
231,67
29,32
150,30
36,38
-5,00
-1,00
19,65
53,04
-10,00
-20,00
induk
Batuan
LB-5.7A
LB-5.6
4,03
-0,50
1,97
-0,20
-0,50
-2,00
7,93
182,09
70,38
250,04
66,68
21,32
1,14
18,83
88,62
11,34
-20,00
kglm
Batupasir
ppm
Cu
ppm
Ni
Unsur
2,08
-0,50
2,77
-0,20
-0,50
-2,00
5,90
188,03
41,73
94,74
9,94
-5,00
-1,00
18,27
55,08
14,25
-20,00
Bx pumis
4,47
-0,50
1,69
-0,20
-0,50
-2,00
4,96
139,93
31,32
132,77
24,72
-5,00
-1,00
14,77
47,89
-10,00
-20,00
ekstraksi
Opal
LB-6
LB-6.A
4,82
-0,50
2,87
-0,20
-0,50
-2,00
7,17
234,54
36,14
132,91
40,04
10,57
-1,00
22,73
84,14
-10,00
-20,00
induk
Batuan
LB-6.B
3,36
-0,50
2,06
-0,20
-0,50
-2,00
6,83
148,08
40,50
315,76
46,54
12,66
1,08
20,31
98,34
11,54
-20,00
kglm
Batupasir
LB-6.C
3,13
-0,50
2,60
-0,20
-0,50
-2,00
6,77
199,39
35,21
183,48
29,37
-5,00
-1,00
20,04
63,81
-10,00
-20,00
tufan
Lempung
1,14
-0,50
2,69
-0,20
-0,50
-2,00
6,42
186,27
63,52
130,77
19,32
9,88
-1,00
19,38
82,18
-10,00
-20,00
induk
Batuan
LB-32.1
LB-32.2
2,62
-0,50
2,48
-0,20
0,69
-2,00
5,96
171,36
42,15
254,69
35,38
-5,00
1,41
18,74
77,99
-10,00
-20,00
kglm
Batupasir
LB-32.10
1,18
-0,50
1,85
-0,20
-0,50
-2,00
3,67
113,81
53,54
36,36
19,24
6,17
2,25
22,70
63,97
40,18
-20,00
tufan
Batupasir
Model Mineralisasi Pembentukan Opal Banten (C. Ansori)
161
ppm
ppm
ppm
ppm
ppm
ppm
ppm
ppm
ppm
ppm
ppm
ppm
ppm
ppm
ppm
ppm
ppm
ppm
ppm
ppm
Pr
Nd
Sm
Eu
Gd
Tb
Dy
Ho
Er
Tm
Yb
Lu
Hf
Ta
Tl
Pb
Bi
Th
1,68
8,06
4,36
18,10
0,21
0,75
6,45
0,46
2,97
0,47
3,04
0,95
4,41
0,74
4,00
1,11
3,83
16,78
4,09
28,61
16,47
induk
Batuan
LB-5.7A
ppm
Ce
La
Unsur
1,71
5,59
1,50
11,74
0,62
1,52
5,10
0,88
6,06
1,00
6,72
2,09
9,89
1,69
9,60
2,43
7,98
32,09
7,40
55,37
31,50
kglm
Batupasir
LB-5.6
0,78
6,71
2,47
7,84
0,21
0,43
5,49
0,51
3,45
0,57
3,89
1,24
6,03
1,04
6,00
1,44
5,28
25,47
6,08
40,15
24,84
Bx pumis
LB-5.2 (2)
1,57
4,24
4,53
12,36
0,13
0,84
4,09
0,37
2,41
0,42
2,90
0,89
4,12
0,70
3,98
1,19
3,11
13,65
3,20
30,08
14,56
ekstraksi
Opal
LB-6
1,63
8,02
4,07
15,80
0,50
0,51
6,51
0,42
3,13
0,53
3,55
1,21
6,54
1,33
7,86
1,85
8,03
35,37
8,75
61,36
30,37
induk
Batuan
LB-6.A
1,38
4,52
1,99
9,76
0,51
1,62
4,21
0,62
4,03
0,64
4,21
1,32
6,18
1,00
5,58
2,09
4,96
20,15
4,63
36,07
17,48
kglm
Batupasir
LB-6.B
1,97
6,76
2,64
10,09
-0,10
0,67
6,00
0,55
3,68
0,59
3,80
1,18
5,90
1,02
5,72
1,61
5,56
22,52
5,23
42,98
17,83
tufan
Lempung
LB-6.C
1,76
6,52
7,46
15,83
0,63
0,41
5,53
0,75
5,16
0,86
5,88
1,90
9,38
1,67
9,90
2,33
9,05
39,24
8,98
71,93
32,74
induk
Batuan
LB-32.1
1,71
6,11
2,74
14,02
0,19
0,49
5,31
0,69
4,52
0,70
4,61
1,42
6,61
1,13
6,37
1,67
5,57
22,00
5,07
40,81
17,15
kglm
Batupasir
LB-32.2
0,89
3,85
2,28
9,93
-0,10
0,20
3,42
0,64
4,29
0,74
4,85
1,52
7,70
1,44
8,46
2,51
8,46
40,73
9,77
76,89
35,86
tufan
Batupasir
LB-32.10
162
Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 5 No. 3 September 2010: 151-170
5,60
35,00
3,10
Yb
6,30
Hf
Sm
27,40
200,00
7,90
Pr
Zr
20,00
Pb
Nd
67,00
2,70
Ce
12,30
Th
1,10
636,00
Ba
13,00
125,00
Rb
Nb
142,00
Sr
Ta
5,16
Cs
NASC
0,57
0,57
0,51
0,13
0,15
0,40
0,32
<0.31
0,29
0,10
0,10
0,25
0,15
0,14
0,19
0,20
0,71
LB-5
0,96
0,89
0,68
1,02
1,23
0,61
0,52
0,90
0,43
0,10
0,68
0,62
0,66
0,39
0,29
1,07
0,88
LB-5.7A
1,95
1,97
1,42
0,81
0,90
1,17
0,94
0,59
0,83
0,61
1,38
0,63
0,45
0,47
0,53
1,73
0,78
LB-5.6
1,11
1,26
0,94
0,87
0,99
0,93
0,77
0,39
0,60
0,45
0,39
0,29
0,55
0,20
0,08
0,68
0,40
LB-5.2
0,78
0,91
0,55
0,65
0,69
0,50
0,40
0,62
0,45
0,38
0,76
0,58
0,34
0,16
0,20
0,94
0,87
LB-6
1,01
1,09
1,43
1,03
1,22
1,29
1,11
0,79
0,92
0,55
0,46
0,60
0,65
0,47
0,32
0,95
0,93
LB-6.A
1,30
1,20
0,89
0,67
0,75
0,74
0,59
0,49
0,54
0,53
1,47
0,51
0,37
0,66
0,37
2,29
0,65
LB-6.B
1,19
1,03
0,99
0,95
1,04
0,82
0,66
0,50
0,64
0,52
0,61
0,73
0,55
0,40
0,23
1,33
0,61
LB-6.C
<0.03
<0.02
0,02
<0.032
0,03
0,02
0,01
<0.25
0,01
0,09
7,13
0,05
<0.008
0,02
0,05
0,09
0,16
LB-32
1,67
1,77
1,62
0,88
1,05
1,43
1,14
0,79
1,07
0,49
0,37
0,65
0,53
0,15
0,15
0,89
0,22
LB-32.1
1,46
1,34
1,00
0,84
0,95
0,80
0,64
0,70
0,61
0,46
0,45
0,63
0,50
0,49
0,28
1,89
0,51
LB-32.2
1,38
1,54
1,51
0,54
0,54
1,49
1,24
0,50
1,15
0,28
0,18
0,33
0,31
0,13
0,15
0,25
0,23
LB-32.10
0,03
0,03
0,02
0,03
0,03
0,00
0,01
0,25
0,00
0,08
0,09
0,04
0,01
0,00
0,02
0,01
0,10
LV
163
7,90
27,40
5,60
1,20
5,20
0,85
5,54
1,04
3,28
0,50
3,10
0,46
Nd
Sm
Eu
Gd
Tb
Dy
Ho
Er
Tm
Yb
Lu
67,00
Ce
Pr
31,00
La
NASC
0,51
0,57
0,59
0,61
0,60
0,56
0,63
0,60
0,47
0,51
0,40
0,32
0,29
0,25
LB-5
1,00
0,96
0,94
0,93
0,91
0,80
0,87
0,77
0,92
0,68
0,61
0,52
0,43
0,53
LB-5.7A
1,91
1,95
2,00
2,05
2,01
1,78
1,99
1,85
2,02
1,42
1,17
0,94
0,83
1,02
LB-5.6
1,12
1,11
1,14
1,19
1,19
1,09
1,23
1,15
1,20
0,94
0,93
0,77
0,60
0,80
LB-5.2
0,81
0,78
0,85
0,88
0,86
0,74
0,83
0,76
0,99
0,55
0,50
0,40
0,45
0,47
LB-6
0,92
1,01
1,05
1,08
1,16
1,18
1,56
1,51
1,54
1,43
1,29
1,11
0,92
0,98
LB-6.A
1,34
1,30
1,27
1,29
1,27
1,11
1,18
1,07
1,74
0,89
0,74
0,59
0,54
0,56
LB-6.B
1,19
1,19
1,18
1,16
1,14
1,06
1,20
1,10
1,34
0,99
0,82
0,66
0,64
0,58
LB-6.C
<0.087
<0.032
<0.1
<0.031
<0.096
0,02
<0.117
0,02
<0.042
0,02
0,02
0,01
0,01
0,01
LB-32
1,64
1,67
1,73
1,80
1,82
1,69
1,96
1,90
1,95
1,62
1,43
1,14
1,07
1,06
LB-32.1
1,51
1,46
1,39
1,41
1,37
1,19
1,33
1,22
1,40
1,00
0,80
0,64
0,61
0,55
LB-32.2
1,40
1,38
1,47
1,48
1,46
1,39
1,70
1,63
2,09
1,51
1,49
1,24
1,15
1,16
LB-32.10
0,09
0,03
0,10
0,03
0,10
0,02
0,12
0,02
0,04
0,02
0,00
0,01
0,00
0,00
LV
164
Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 5 No. 3 September 2010: 151-170
165
1000
LB-5
Percontoh/NASC
100
LB-5.7A
10
LB-5.6
LB-5.2
0,1
LV
0,01
NASC
0,001
Cs
Sr
Rb
Ba
Th
Ta
Nb
Ce
Pb
Unsur
Pr
Nd
Zr
Hf
Sm
Yb
1000
LB-32
Percontoh/NASC
100
10
LB-32.1
LB-32.2
LB-32.10
0,1
LV
0,01
NASC
0,001
Cs
Sr
Rb
Ba
Th
Ta
Nb
Ce
Pb
Unsur
Pr
Nd
Zr
Hf
Sm
Yb
Gambar 6. Diagram laba-laba berbagai unsur pada lokasi penambangan rakyat di Ciliwuk (LB-5) dan Cibeureum (LB-32).
Konsentrasi terendah unsur mobile pada lapisan batuan teratas (Ansori, 2008).
Model Mineralisasi
Berdasarkan data di atas, maka proses pembentuk
an opal Banten dihasilkan dari proses pelapukan,
166
Percontoh/NASC
LB-5,-8 m
1
LB-5.7A,- 8m
0,1
LB-5.6,-6 m
LB-5.2, -2 m
0,01
LV
0,001
La
Ce
Pr
Nd
Sm
Eu
Gd
Tb
Dy
Ho
Er
Tm
Yb
Lu
Unsur
Percontoh/NASC
10
LB-6,-7m
LB-6.A,-7m
LB-6.B,-4m
0,1
LB-6.C,-3m
0,01
LV
0,001
La
Ce
Pr
Nd
Sm
Eu
Gd
Tb
Unsur
Dy
Ho
Er
Tm
Yb
Lu
Gambar 7. Diagram unsur tanah jarang pada lokasi penambangan rakyat di Ciliwuk (LB-5) dan Cibeureum (LB-32), Kesamaan
pola pada semua lokasi menunjukkan adanya korelasi spasial dan kesamaan sumber batuan induk (Ansori, 2008).
3. Perangkap permeabilitas menghadang gerakan silika ke bawah. Proses pelapukan yang diikuti pelindian unsur mobile (mudah bergerak) serta larutan
silika dari lapisan batuan di atas akan tersirkulasi
dengan baik pada lapisan konglomerat/batupasir
kerikilan yang kemudian secara perlahan masuk
dan tertahan pada retakan dan pori-pori yang terbentuk pada batulempung sebagai batuan induk.
4. Patahan dan retakan hanya menaikkan permeabilitas. Retakan dan patahan yang terjadi sebagai
akibat gerak epirogenetik pada kala Plistosen
Awal mengakibatkan semakin mudahnya perge
167
4,50
LB-5.6
4,00
LB-5.7A
3,50
LB-6
15,00
Al2 O 3
LB-6.A
LB-6.B
10,00
LB-6.C
LB-32
LB-32.1
5,00
LB-32.2
LB-32.10
cc
0,00
0,00
20,00
40,00
60,00
SiO2 (wt %)
80,00
LB-5.6
LB-5.7A
LB-6
LB-6.A
LB-6.B
LB-6.C
2,00
LB-32
1,50
LB-32.1
LB-32.2
LB-32.10
1,00
0,50
cc
0,00
20,00
40,00
60,00
SiO2 (wt %)
80,00
100,00
6,00
LB-5.7A
5,00
LB-6
4,00
LB-6.B
LB-6.A
LB-6.C
3,00
LB-32
3,00
LB-5
LB-5.2
2,50
LB-5.6
2,00
LB-5.7A
LB-6
1,50
LB-6.B
1,00
LB-32
LB-6.A
LB-6.C
LB-32.1
LB-32.1
2,00
LB-32.2
1,00
LB-32.2
0,50
LB-32.10
LB-32.10
cc
0,00
0,00
4,00
20,00
40,00
60,00
SiO2 (wt %)
80,00
LB-5
3,50
LB-5.2
3,00
LB-5.7A
LB-6
LB-5.6
2,50
LB-6.A
LB-6.B
2,00
LB-6.C
1,50
LB-32
LB-32.1
1,00
LB-32.2
LB-32.10
0,50
cc
0,00
0,00
20,00
40,00
60,00
SiO2 (wt %)
80,00
0,00
100,00
100,00
cc
0,00
20,00
40,00
60,00
SiO2 (wt %)
80,00
100,00
6,00
LB-5
LB-5.2
5,00
LB-5.6
LB-5.7A
LB-6
LB-6.A
4,00
CaO (wt%)
Fe2O3
LB-5.2
2,50
0,00
7,00
MgO(wt %)
LB-5
3,00
100,00
8,00
Na2O (wt%)
20,00
5,00
K2O (wt%)
25,00
LB-6.B
LB-6.C
LB-32
3,00
2,00
LB-32.1
LB-32.2
LB-32.10
cc
1,00
0,00
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
SiO2 (wt %)
Gambar 8. Diagram variasi SiO 2 dengan oksida lainnya. Koefisien negatif terlihat pada diagram SiO2 vs. Al2O3, Fe2O3 dan
MgO, koefisien positif pada diagram SiO2 vs. Na2O, K2O, CaO (Ansori, 2008).
168
Tahap-3, Holosen
Batulempung
(batuan induk)
Tuf
Opal
Konglomerat/
Batupasir kerikilan
Soil
Aliran air
tanah
Gambar 9. Model mineralisasi pembentukan opal Lebak, tanpa skala (Ansori, 2010).
169
170