TINJAUAN PUSTAKA
Desinfektan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk mencegah
digunakan untuk membunuh jasad renik adalah ukuran dan komposisi populasi
jasad renik, konsentrasi zat antimikroba, lama paparan, temperatur, dan
lingkungan sekitar (Pratiwi, 2008) sehingga merusak membran sel, mendenaturasi
protein, dan menghambat enzim. Pada kadar optimal, senyawa ammonium
kuartener menyebabkan sel mengalami lisis sedangkan pada kadar yang lebih
tinggi, terjadi denaturasi protein enzim bakteri (Siswandono, 1995; Stevens,
2011).
2.1
Penggolongan Desinfektan
Menurut Siswandono (1995), desinfektan dapat dibagi menjadi enam
kelompok, yaitu:
2.1.1
Turunan aldehida
Senyawa turunan aldehid memiliki gugus aldehid (COH) pada struktur
Turunan alkohol
Turunan alkohol merupakan bahan yang banyak digunakan selain turunan
Senyawa pengoksidasi
Turunan fenol
Fenol sendiri mempunyai efek antiseptik dan desinfektan. Golongan fenol
menimbulkan iritasi (gangguan) pada jaringan hidup dan oleh karena itu
digunakan terutama sebagai disinfektan untuk benda mati. Satu persen lisol
(kresol dicampur dengan sabun) telah digunakan pada kulit, tetapi konsentrasi
yang lebih tinggi tidak dapat ditolerir.
Fenol digunakan sebagai senyawa baku dalam pengujian desinfektan
karena memiliki mekanisme kerja yang luas. Fenol dapat merusak dinding sel dan
membran sel, mengkoagulasi protein, merusak ATPase, merusak sulfohidril dari
protein, dan merusak DNA sehingga efektif membunuh bakteri (Siswandono,
1995; Fazlara and Ekhtelat, 2012).
Pemasukan gugus halogen, seperti klorin dan bromin ke inti fenol akan
meningkatkan aktivitas antiseptik. Aktivitas ini lebih meningkat bila jumlah
halogen yang dimasukkan bertambah. Polihalogenisasi fenol akan membentuk
senyawa yang mempunyai kelarutan dalam air sangat kecil. Ikatannya dengan
reseptor inti fenol lemah, sehingga aktivitasnya rendah. Pemasukan gugus nitro
dapat meningkatkan aktivitas antimikroba. Sedangkan pemasukan gugus asam
karboksilat dan asam sulfonat menurunkan aktivitas antimikroba karena
menurunkan kelarutan dalam lemak sehingga penembusan ke membran sel bakteri
menurun (Pratiwi, 2008; Ghanem, et al., 2012).
Fenol, fenol terhalogenisasi, dan alkilfenol meskipun efek antibakterinya
besar tetapi tidak dapat digunakan secara sistemik karena toksisitasnya tinggi.
Senyawa-senyawa tersebut hanya digunakan untuk antiseptik kulit, mulut, dan
desinfektan. Contoh: timol, kresol, klorokresol, klorosilenol, dan betanaftol
(Pratiwi, 2008).
2.1.5
larutan air, tidak berwarna, dan tidak menimbulkan korosi pada alat logam.
Kerugiannya adalah senyawa ini tidak efektif dengan adanya sabun dan surfaktan
anionik dan non ionik, ion Ca dan Mg, serum darah, makanan, dan senyawa
kompleks organik (Fazlara dan Ekhtelat, 2012).
2.1.6
DAFTAR PUSTAKA
Aboh, M., Oladosu, P., dan Ibrahim, K. (2013). Antimicrobial Activities of Some
Brands of Households Disinfectants Marketed in Abuja Municipal Area
Council, Federal Capital Territory, Nigeria. American Journal of Research
Communication. 1(8): 172-183.
Brewer, C. (2010). Variations in Phenol Coefficient Determinations of Certain
Disinfectants. American Journal of Public Health. 33(1): 261.
Butcher, W and Ulaeto, D. (2010). Contact Inactivation of Orthopoxviruses by
Household Disinfectants. Philadelphia: Department of Biomedical
Sciences, Dstl Porton Down. Hal. 279-283.
Elisabeth, R., Apriliana, E., dan Rukmono, P. (2012). Uji Efektivitas Pada
Antiseptik di Unit Perinatologi Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek
Bandar Lampung. Medical Journal of Lampung University. 14(1): 125126.
Fazlara, A and Ekhtelat, M. (2012). The Disinfectant Effects of Benzalkonium
Chloride on Some Important Foodborne Pathogens. American-Eurasian
Journal of Agricultural & Environment Scientifique. 12(1): 23-29.
Ghanem, K.M., Fassi, F.A., and Hazmi, N.M. (2012). Optimization of
Chloroxylenol Degradation by Aspergillus niger Using Plackett- Burman
Design and Response Surface Methodology. African Journal of
Biotechnology. 11(84): 144-156.
Kahrs, R.F. (1995). Disinfectants, Antiseptics, Sanitizers, and Sterilizing Agents.
Revue Scientifique et Technique de L Office International Des Epizooties.
14(1): 105-122.
Larson, E. (2013). Monitoring Hand Hygiene. American Journal of Infection
Control. 41(2): 43-45.
Loughlin, M.F., Jones, M.V., and Lambert, P.A. (2002). Pseudomonas aeruginosa
Cells Adapted to Benzalkonium Chloride Show Resistance to Other
Membran-active Agents But Not to Clinically Relevant Antibiotics.
Merseyside: Microbiology Research Group, School of Life and Health
Sciences, Aston University. Hal. 631-639.
Pratiwi, S. (2008). Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal. 17-18.
Singleton, E. (2000).Disinfectan: PhenolCoefficient Methods. New York: AOAC
International. Hal. 240. Siswandono. (1995). Kimia Medisinal. Surabaya:
Airlangga University Press. Hal. 249-250.
Somani, S.B., Ingole, W.N., and Kulkarni, S.N. (2011). Disinfection of Water by
Using Sodiun Chloride (NaCl) and Sodium Hypochlorite (NaOCl).
Shegaon: Shri Sant Gajanan Maharaj College of Engineering. Hal. 4043.
Stampi, S., De Luca, G., Onorato, M., Ambrogiano, E., and Zanetti, F. (2002).
Peracetic Acid as an Alternative Wastewater Disinfectant to Chlorine Dioxide.
Bologna: Department of Medicineand Public Health, Division of Hygiene,
University of Bologna. Hal. 725-731.
Stevens, M.P. (2011). Kimia Polimer. Edisi dua. Diterjemahkan oleh Sopyan.
Jakarta: Pradnya Paramita. Hal. 613.