Anda di halaman 1dari 8

BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1. Farmakologi Kolinergik


Sebutan kolinergik bersumber dari efek neurotransmitter asetilkolin, seperti efek yang
berlawanan dengan adrenergic, noradrenalin (norepineprine). Asetilkolin di sintesa pada
ujung saraf oleh enzyme kolin asetiltransferase,

dengan reaksi katalisa dikedua

asetilkoenzym A dan kolin setelah itu lepas, asetilkolin akan cepat terhidrolisa oleh
asetilkolinesterase (kolinesterase sesungguhnya) kedalam asetat dan kolin.
Asetilkolin adalah neurotransmitter pada sistem saraf parasimpatis (ganglion
parasimpatetik dan sel effektor) bagian dari system saraf simpatis ( ganglion simpatetik,
medulla adrenal dan kelenjar keringat) beberapa neuron dalam sistem saraf pusat dan inervasi
saraf somatic otot skeletal.
Reseptor kolinergik memiliki subdivisi kedalam dua kelompok besar yang bergantung
pada reaksinya pada alkaloid muskarinik dan nikotinik Stimulasi nikotinik pada ganglia
autonomic dan reseptor otot skeletal (reseptor) nikotinik, sedangkan aktifitas muskarinik pada
sel effektor ujung organ pada otot polos bronchial, kelenjar ludah dan sinoatrial node
(reseptor muskarinik ). Reseptor nikotinik di block oleh pelumpuh otot nondepolarisasi dan
reseptor muskarinik diblock oleh obat antikolinergik seperti sulfas atropine. Walaupun
reseptor nikotinik dan muskarinik berbeda terhadap responnya terhadap beberapa agonis (cth.
Nikotin, muskarin) dan beberapa antagonis (cth, pankuronium, atropine) keduanya respon
terhadap asetilkonlin. Tujuan utama reversal pelumpuh otot adalah memaksimalkan transmisi
nikotinik sementara efek samping muskarinik minimal.
2.1.1. Struktur

Penghambat kolinesterase yang banyak digunakan dapat


dibedakan atas 3 kelompok kimia: (1) alkohol sederhana yang memiliki gugus amonium
kuartener. Contohnya edrofonium, (2) ester asam karbamat dari alkohol yang memiliki gugus
amonium kuartener atau tersier (karbamat, contohnya neostigmin), (3) derivat organik asam
fosfat (organofosfat, contohnya isoflurant).

2.1.2. Mekanisme Kerja


Transmisi neuromuscular bergantung pada asetilkolin yang terikat pada reseptor
kolinergik nikotini pada motor end plate. Pelumpuh otot nondepolarisasi

berkompetisi

dengan asetilkolin untuk berikatan pada sisi ini. Selanjutnya terjadi hambatan transmisi
neuromuskular. Reversal block bergantung pada diffuse gradual, redistribusi, metabolisme
dan ekskresinya pelumpuh otot dari tubuh (reversal spontan) atau dengan pemberian obatobat reversal tertentu (reversal farmakologi). Kolinesterase inhibitor secara tidak langsung
meningkatkan jumlah asetilkolin yang ada untuk berkompetisi dengan pelumpuh otot
nondepolarisasi, selanjutnya neurotransmitter akan pulih kembali.
Kolinesterase inhibitor di-inaktif oleh asetilkolinesterase melalui ikatan enzym
reverse. Stabilitas ikatan yang berpengaruhi dan durasi kerja : daya tarik elektrostatik dan
ikatan hydrogen terhadap edrophonium yang bekerja singkat, ikatan kovalen neostigmin dan
pyridostigmin yang terakhir lebih panjang. Efek klinik durasi kolinesterase inhibitor,
bagaimanapun kemungkinan lebih dipengaruhi oleh jumlah obat yang sampai diplasma.
Perbedaan pada durasi dipengaruhi dosis pemulihan. Kolinesterase inhibitor reversible juga
dipergunakan untuk mendiagnosa dan mengobati myasthenia gravis.

Organofosfat, kelompok lain kolinesterase inhibitor. Bentuknya sangat stabil dan


ikatannya dengan enzim bersifat irreversible. Penggunaan organofospat , seperti ekotiopat,
untuk pengobatan glukoma yang menghasilkan pemanjangan blockade suksinilkolin, sebab
obat ini juga menghambat pseudokolinesterase
Mekanisme kerja lain dari asetilkolinesterase menghambat aktifitas kerja dan
pemulihan fungsi neuromuscular. Sebagai contoh, neostigmin yang langsung berefek selaras
pada reseptor nikotinik. Selanjutnya pergerakan asetilkolin dan lepasnya oleh saraf mungkin
akan meningkat (mekanisme presinaptik).
Pada dosis yang berlebihan, asetilkolinesterase inhibitor dapat bekerja berlawanan,
berpotensiasi terhadap pelumpuh otot nondepolarisasi. pada penambahan, obat ini
memperpanjang blockade depolarisasi suksinilkoline. Dua mekanisme yang dapat
diterangkan efek terakhir, meningkatnya asetilkolin (depolarisasi motor end plate yang
meningkat) dan penghambatan aktifitas kolinesterase. Neostigmin lebih kuat dari
edrophonium

dalam

menghambat

pseudokolinesterase,

akhirnya

menghambat

esetilkolinesterase sehingga tidak dominant. Kemudian walaupun neostigmin dapat sedikit


memperlambat metabolisme mivacurium, efek ini berkaitan dengan kecepatan pulihnya
blockade mivacurium. Pada dosis yang besar, neostigmin sendiri menyebabkan kelemahan
blockade depolarisasi neuromuscular.

2.2. Neostigmin Methylsulfate


Tersedia sebagai bromida dan garam methylsulfate.
Sifat fisik: bubuk kristal putih yang tersedia yang tidak berbau dan mudah larut dalam
air. Merupakan senyawa amonium kuartener sintetis, yang terdiri dari bagian karbamat dan
gugus amonium kuartener. Susunannya ikatan kovalen acetylcholinesterase. Molekul larut
dalam lemak sehingga tidak bisa melewati sawar darah otak.
Neostigmin methylsulfate pertama kali dipergunakan pada tahun 1877 sebagai obat
glaukoma dan pada tahun 1931 disintesis oleh Aeschliman dan Reinest pada tahun 1931
dalam bentuk neostigmin methylsulfate sebagai stimulan pada traktus intestinal dan
pengobatan miastenia gravis.

Neostigmin methylsulfate merupakan obat anti kolinesterase, termasuk golongan


kolinergik yaitu obat yang mempengaruhi sistems saraf otonom yang bekerja pada reseptor.
Terdapat 2 jenis reseptor kolinergik yaitu reseptor muskarinik dan nikotinik. Reseptor
muskarinik ditemukan pada organ afektor otonom, kelenjar lakrimalis, pencernaan, gaster,
dan otot polos. Sedangkan reseptor nikotinik terdapat pada susunan saraf pusat, medula
adrenal, ganglia otonom (simpatik/parasimpatik) dan neuromuscular junction. Obat anti
kolinesterase bekerja pada kedua reseptor dengan menghambat degradasi asetilkolin.
2.2.1. Dosis & Kemasan
Dosis maksimal neostigmin yang direkomendasikan adalah 0.08 mg/kg (hinga 5 mg
pada dewasa), tetapi jumlah yang lebih kecil sudah mencukupi. Neostigmin biasanya dikemas
dengan konsentrasi larutan

1mg/ml dalam 10 ml, ada juga dengan konsentrasi larutan

0.5mg/ml atau 0.25mg/ml.


2.2.2. Farmakokinetik
Neostigmin kurang diserap melalui oral. Diberikan secara subkutan, intramuskular
dan intravena. Karena struktur quartenary ammonium, neostigmin methylsulfate tidak
melewati plasenta dan dalam dosis terapi juga tidak terdeteksi dalam susu manusia.
Neostigmin methylsulfate 15-25% terikat serum albumin. Volume distribusi besar karena
lokalisasi jaringan yang luas. Neostigmin methylsulfate mengalami hidrolisis oleh
kolinesterase menjadi 3- hidroksi fenil trimetil amonium (3OH-PTM) yang tidak aktif.
Neostigmin methylsulfate juga dimetabolisme oleh enzim mikrosomal dalam hati.
Neostigmin methylsulfate dan 3OH-PTM diekskresikan oleh ginjal ekskresi tubular dan
proporsi yang sama dihancurkan oleh hati. Gagal ginjal memperlambat klirens plasma
neostigmin methylsulfate. Waktu paruh plasma nestigmin methylsulfate adalah 30-50 menit.
2.2.3. Farmakodinamik
Neostigmin methylsulfate adalah antikolinesterase yang menghambat hidrolisis
asetilkolin melalui mekanisme kompetisi dengan asetilkolin untuk berikatan dengan
asetilkolinesterase. Asetilkolin terakumulasi pada sinapsis kolinergik dan efeknya memanjang
dan meningkat.
a. Efek muskarinik

Sistem kerdiovaskular:

biasanya mengurangi denyut jantung, cenderung untuk

mengurangi tekanan darah karena vasodilatasi perifer dan menyebabkan bradikardia.


Efek ini berlawanan dengan stimulasi ganlia simpatis.
Sistem pernapasan: menyebabkan penyempitan bronkiolus dan meningkatan sekresi
trakeobronkial
GIT: meningkatkan tonus dan motilitas usus dan meningkatkan produksi asam
lambung.
Mata: menghasilkan miosis dan lakrimasi
Kelenjar ludah: meningkatkan sekresi saliva
b. Efek nikotinik
Otot rangka: meningkatkan kekuatan otot dengan aksi antikolinesterase dengan
meningkatkan jumlah asetilkolin selama setiap impuls saraf, dengan langsung
merangsang reseptir kolinoseptiv pada motor end plate dengan menyerupai kesamaan
struktural dengan asetilkolin.
Otot ganglia: dalam dosis kecil merangsang ganglia simpatis, sedangkan didosis yang
lebih besar itu menghambat simpatis. Obat ini tidak meleati sawar darah otak dan
efeknya kurang dapa SSP
2.2.4. Neostigmin methylsulfate intratekal
Neostigmin

methylsulfate

intratekal

menghambat

hidrolisis

asetilkolin

dan

menghasilkan analgesia pada hewan dan manusia.


Pada penelitian kimia jaringan didapatkan penyebaran asetilkolinesterase pada sel di
kornu dorsal, yang demikian merupakan indikasi adanya aktifitas imunologi yang dapat
ditemukan pada dendrit dan akson di subtantia gelatinosa. Para peneliti menduga bahwa
serabut saraf sensorik primer dapat merangsang saraf kolinergik di kornu dorsal, asetilkolin
dilepas oleh saraf-saraf lokal yang mendapat modulasi lewat mekanisme pre dan post
sinaptik, rangsangan dibawa oleh saraf aferen kecil.
Agonis muskarinik dapat dirangsang dan dihambat pada berbagai sistem sel di kornu
dorsal, hal ini memungkinkan bekerjanya anti nosiseptik pada agonis muskarinik spinal, pada
akhirnya didapat 2 mekanisme yaitu satu interneuron penghambat rangsang dan satu neuron
produksi kornu dorsal yang hiperpolarisasi. Reseptor muskarinik kolinergik spinal
mempengaruhi efek antinosiseptik pada pemberian intratekal penghambat asetilkolinesterase
(neostigmin methylsulfate). Efek antinosiseptik terjadi karena aktivasi intrinsic asending dan
desending cerebralcholinergic pathways. Pemberian neostigmin methylsulfate intratekal akan

menghambat hidrolisis asetilkolin di spinal sehingga konsentrasi dalam cairan serebrospinal


meningkat. Asetilkolin merupakan neurotransmiter dan bersifat inhibisi neuron sensorik.
Konsentrasi asetilkolin yang tinggi ini akan mengaktifkan reseptor kolinergik di medula
spinalis dan akan menghasilkan efek nosiseptik yang baik. Dan telah diteliti reseptor ini
berinteraksi dengan reseptor opioid dan reseptor -2 adrenergik. Efek nosiseptik timbul
akibat terjadinya hambatan neurotransmiter yang dilepas oleh neurosensorik. Namun pada
kenyataannya mekanisme ini masih merupakan postulat untuk bermacam reseptor di medula
spinalis seperti reseptor , -2 yang diketahui merupakan reseptor spesifik untuk rasa nyeri.
Meskipun demikian sifat dan farmakologi dari interaksi antara reseptor kolinergik, -2
adrenergik dan opioid masih belum jelas.
Hood dkk membuktikan bahwa terjadi peningkatan kadar asetilkolin di cairan
serebrospinal setelah penyuntikan neostigmin ke dalam rongga subarakhnoid, adanya
penghambat asetilkolinesterase akan menyebabkan peningkatan tonus reseptor kolinergik,
sehingga kadar asetilkolin meningkat. Neostigmin methylsulfate mempunyai efek analgetik
melalui keterikatannya pada reseptor muskarinik di substansia gelatinosa dan lamina III dan
V substansia grisea medula spinalis. Derajat analgesia setelah pemberian neostigmin
methylsulfate intratekal tergantung pada banyaknya asetilkolin yang dibebaskan di dalam
susunan saraf pusat. Telah dibuktikan pula bahwa neostigmin methylsulfate tidak bersifat
neurotoksik sehingga tidak membahayakan penderita. Efek samping seperti mual, muntah
dan gejolak kardiovaskuler (hipotensi, bradikardi), timbul bila terjadi penyebaran obat ke
batang otak. Mual yang diinduksi neostigmin spinal adalah berhubungan dengan dosis, dan
apakah dosis kecil neostigmine spinal dapat menghasilkan analgesia berarti tanpa mual
menunggu uji klinis yang tepat. Karena opioid, biasanya diberikan pada pasien paska operasi,
juga menyebabkan mual, penelitian masa depan harus menguji kemungkinan bahwa
neostigmine spinal mungkin memperburuk mual yang diinduksi reseptor opioid. Potensi
neostigmin methylsulfate intratekal meningkat pada periode paska operasi, karena sistem
saraf noradrenergik desenden atau sistem spinal antinosiseptif kolinergik diaktifkan oleh
stimulus nyeri terus menerus menyebabkan peningkatan pelepasan asetilkolin yang
menghasilkan neostigmine meningkatkan efek analgesia selektif.
Efek neurologis: Relawan yang menerima neostigmin methylsulfate intratekal
menunjukkan kelemahan motorik dan pengurangan refleks tendon pada ekstremitas bawah
setelah dosis yang lebih besar , kemudian onset efek yang sama pada ekstremitas atas. Efek
motorik asenden konsisten dengan penyebaran ke sefalad dari neostigmin dalam cairan

serebrospinal dan telah diamati pada manusia yang menerima dosis yang jauh lebih besar dari
neostigmin methylsulfate intratekal dan dianggap karena tindakan langsung pada neuron
motorik, daripada iskemia atau neurotoksik, karena neostigmin methylsulfate dalam dosis
besar tidak mengurangi aliran darah medula spinalis atau menyebabkan perubahan
histopatologi . Efek samping ini dapat membatasi penggunaan dosis besar neostigmin
methylsulfate intratekal untuk paska operasi atau manajemen nyeri kronis. Sedasi dan
kecemasan dikaitkan dengan injeksi spinal neostigmin 750g dan gejala ini bisa disebabkan
stimulasi kolinergik sentral. Neostigmin methylsulfate intratekal bahkan tidak menyebabkan
perubahan dalam perhatian, memori atau koordinasi motorik.
Efek gastrointestinal: Mual dan muntah terjadi dengan peningkatan dosis setelah
pemberian neostigmin methylsulfate intratekal. Kemungkinan besar efek ini terjadi di batang
otak, terlihat lambat 30-90 menit setelah injeksi spinal. Mual dan muntah adalah efek
samping yang paling mengganggu yang dapat membatasi penggunaan neostigmin
methylsulfate intratekal dalam praktek klinis. Mual yang diinduksi Neostigmin methylsulfate
adalah bergantung dosis dan apakah dosis kecil neostigmin methylsulfate intratekal dapat
menghasilkan efek analgesia bermakna dengan atau tanpa mual membutuhkan uji klinis yang
tepat.
Sistem kardiovaskular: Berbeda dengan pemberian sistemik, dosis injeksi neostigmin
methylsulfate intratekal yang relatif besar meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung.
Stimulasi kardiovaskular dari neostigmine methylsulfate disebabkan oleh rangsangan pada
neuron simpatis preganglionik lebih jelas setelah injeksi langsung ke kolom sel
interomediolateral, daripada setelah injeksi intratekal pada hewan dengan medulla spinalis
yang ukurannya sama dengan manusia. Dosis obat yang lebih kecil dapat menjelaskan
kurangnya stimulasi kardiovaskular yang diamati dengan dosis 500g dari neostigmin
methylsulfate.
Efek pernapasan: Diamati bahwa tidak ada efek neostigmin methylsulfate intratekal
pada respirasi kecuali penurunan angka end-tidal CO2 setelah dosis besar 750g dengan efek
hemodinamik .
Efek terhadap sistem urologi: Pemberian sistemik neostigmin methylsulfate
menyebabkan peningkatan tekanan intravesika di kandung kemih , meskipun peran reseptor
muskarinik spinal pada refleks kandung kemih tidak dijelaskan. Meskipun retensi urin
diamati pada pemberian neostigmin methylsulfate intratekal dengan dosis lebih besar, durasi
retensi urin lebih singkat dibandingkan dengan morfin intratekal.

2.2.5. Pertimbangan Klinik


Efek neostigmin (0.04mg/kg) biasanya terlihat dalam 5 10 menit dan lebih dari
sejam. Pada pasien pediatrik dan orang tua terlihat lebih sensitif terhadap efek ini,
pengalaman onset yang lebih cepat pada pemberian dosis yang lebih kecil. Durasi obat
memanjang pada pasien geriatri. Efek samping muskarinik akan minimal dangan pemberian
obat antikolinergik yang bersamaan. Mula kerja glikopirolat (0.2mg glikopirolat dalam 1mg
neostigmin) mirip seperti neostigmin yang menyebabkan sedikit takikardi pada pemberian
bersama atropin (0.4mg atropin dalam 1 mg neostigmin). Telah dilaporkan neostigmin dapat
melewati sawar plasenta pada bayi yang menyebabkan bradikardi. Selanjutnya atropin
merupakan obat antikolinergik pilihan dari pada pasien gravida yang menerima neostigmin.
Neostigmin juga dipergunakan untuk pengobatan miastenia gravis, atonia kandung kemih dan
ileus paralitik. Neostigmin (50-100g) telah dipergunakan sebagai tambahan pada pemberian
anestesi intratekal yang memanjangkan blockade sensori dan motorik, diperkirakan dengan
inhibisi sehingga pelepasan asetilkolin terhenti. Bagaimanapun juga, efek samping berupa
mual, muntah, sulit buang air besar, masa pulih yang lebih lama dan bradikardi yang resisten
terhadap atropin,pada neostigmin dosis besar (200g).

Anda mungkin juga menyukai