Anda di halaman 1dari 7

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No.

1, (2013) 1-7 1
STUDI PERUBAHAN KARAKTERISTIK FISIK,
MEKANIK DAN DINAMIK TANAH TERHADAP SIKLUS
PEMBASAHAN DAN PENGERINGAN PADA TANAH
PERMUKAAN LERENG DI NGANTANG – MALANG
Indra Mustomo, Efendi Yasin, Andi Patriadi, dan Ria Asih Aryani Soemitro, Trihanyndio Rendy Satrya.
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
E-mail: ria@ce.its.ac.id, rendy_star@ce.its.ac.id

Abstrak - Siklus pembasahan dan pengeringan merupakan volume tanah yang diakibatkan oleh perubahan kadar air
peristiwa alam yang terjadi secara terus-menerus pada daerah Chomaedi, M. Khoiri & Machsus (2007) menyatakan bila
beriklim tropis seperti Indonesia. Proses pembasahan dan kadar air dalam pori tanah meningkat volume tanah akan
pengeringan secara berulang dapat mempengaruhi sifat fisik, mengembang, dan bila kadar air tanah berkurang sebaliknya
mekanik dan dinamik dari tanah itu sendiri, karena terjadinya
tanah akan menyusut. Maekawa dan Miyakita (1991)
perubahan volume tanah yang disebabkan oleh perubahan
kadar air menyimpulkan bahwa jumlah siklus pengeringan dan
pembasahan berulang akan mengurangi kekuatan geser
Penelitian ini berlokasi di Ngantang – Malang desa Jombok tanah, sampai pada siklus tertentu.
telah mengalami tiga kali penurunan tanah secara signifikan Salah satu lereng di kabupaten Malang kecamatan
selama 3 tahun terakhir. Penelitian ini menitikberatkan
Ngantang desa Jombok telah mengalami penurunan tanah
pengaruh proses pembasahan dan pengeringan terhadap sifat
fisik, mekanik dan dinamik tanah pada kedalaman -1 m secara signifikan. Menurut Kepala Desa setempat
sampai dengan -5 m per kedalaman 1 m pada siklus ke-1, ke-2, penurunan pertama turun sedalam ± 3 m terjadi pada bulan
ke-4 dan ke-6. Sifat fisik meliputi berat jenis tanah (γt), berat Februari 2009 dalam kurun waktu kurang lebih sebulan,
jenis kering tanah (γd), kadar air (wc), derajat kejenuhan (Sr), penurunan kedua terjadi pada Februari 2010 turun sedalam
porositas (n), angka pori (e), Specific Gravity (Gs) dan batas ± 2 m selama kurang lebih sebulan dan penurunan ketiga
Atterberg (LL, PL, PI). Sifat mekanik meliputi kohesi (c), terjadi di tahun 2011 turun ± 1 m selama kurang lebih
modulus elastisitas (E) dan tegangan air pori negatif (Suction). sebulan. Hipotesa penyebab penurunan tanah tersebut
Sifat dinamik meliputi modulus geser (G) dengan alat Elemen adalah proses pembasahan dan pengeringan yang
Bender. Pada Proses pembasahan dengan cara menambahkan
mengurangi kekuatan geser tanah sehingga memungkinkan
kadar air dari kondisi awal (wi) dengan selisih antara kadar
air jenuh (wsat) dan kadar air kondisi awal (wi) sebesar 25%,
kembali terjadi penurunan mengingat kondisi lereng yang
50%, 75%, dan 100%. Sedangkan proses pengeringan masih rentan akan bencana.
dilakukan dengan cara mengurangi kadar air dari kondisi Penelitian ini menitikberatkan pengaruh proses
awal (wi) dengan selisih antara kadar air jenuh (wsat) dan pembasahan dan pengeringan pada tanah permukaan lereng
kadar air kondisi awal (wi) sebesar 25%, 50%, 75%, dan dengan kedalaman -1 m sampai -5 m dengan menggunakan
100%. benda uji tanah tidak terganggu per kedalaman 1 m.
Dalam proses pembasahan dan pengeringan nilai kadar air
(wc) mengalami penurunan dari kondisi inisial awal sampai II. TINJUAN PUSTAKA
kondisi inisial di siklus 6 dengan penurunan rata-rata
9,06%pada puncak penurunan di siklus 2. Sama halnya A. Sifat Fisik Tanah
dengan nilai derajat kejenuhan (Sr) mengalami penurunan
Sifat fisik tanah yaitu sifat yang berhubungan dengan
rata-rata 3,73% dengan nilai puncak terendah pada siklus 4
dan naik di siklus 6. Sedangkan nilai kohesi (Cu) mengalami
elemen penyusunan massa tanah yang ada. Dalam keadaan
peningkatan rata-rata 3,83% dengan nilai puncak pada siklus tidak jenuh, tanah terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu butiran
4 dan turun di siklus 6. Pada proses pembasahan dan padat (solid), bagian air (water) dan bagian udara (air).
pengeringan mengakibatkan nilai modulus geser (Gmax) Keberadaan materi air dan udara biasanya menempati pada
menurun sebesar 3,27% dengan penurunan hingga siklus 4 ruangan antara butiran/pori pada massa tanah tersebut.
dan naik di siklus 6 dan tegangan air pori negatif (-Uw) Ilustrasi untuk memahami susunan elemen pada massa tanah
mengalami peningkatan rata-rata 51,06% dengan nilai puncak dapat diasumsikan seperti gambar 2.1 berikut (Das, 1998).
pada siklus 4 dan turun di siklus 6.
Kata kunci – siklus pembasahan dan pengeringan, sifat
fisik, sifat mekanik, sifat dinamik, elemen bender, tanah
permukaan, lereng, stabilitas, Ngantang – Malang

I. PENDAHULUAN

S ECARA geografis Indonesia terletak pada daerah


tropis, dimana terdapat musim hujan yang tinggi dan
musim kemarau dengan cuaca yang panas. Pergantian
(Sumber : Braja M. Das 1988)
Gambar 2.1 (a) Elemen tanah dalam keadaan asli,
(b) Tiga fase elemen tanah
musim tersebut menyebabkan terjadinya proses pembasahan
dan pengeringan secara berulang-ulang.. Proses pembasahan
Pada gambar 2.1 (a) memperlihatkan elemen tanah yang
dan pengeringan secara terus menerus dapat mempengaruhi
mempunyai volume V dan W, sedang gambar 2.1 (b)
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-7 2

memperlihatkan hubungan berat dan volume tanah dalam  Modulus elastisitas merupakan perbandingan antara
tiga fase yang dipisahkan (butiran padat, air dan udara). tegangan yang terjadi terhadap regangan. Nilai ini bias
Berat udara dianggap sama dengan nol. Hubungan volume didapatkan dari Triaxial Test , secara empiris dapat
yang umum dipakai untuk suatu elemen tanah adalah ditentukan dari jenis tanah dan data sondir
sebagai berikut :
C. Sifat Dinamik Tanah.
1. Angka pori (e) adalah perbandingan volume rongga (Vv)
dengan volume butiran (Vs), yang dinyatakan dalam Perhitungan sifat dinamik dengan alat Elemen Bender,
bentuk desimal. kecepatan gelombang geser, Vs dapat dihitung. Persamaan
2. Porositas (n) adalah perbandingan antara volume rongga berikut di gunakan untuk menghitung Vs.
(Vv) dengan dengan volume total (Vt), dinyatakan dalam L
desimal atau prosen tetapi dalam desimal lebih Vs 
diutamakan.
t
dimana L adalah jarak efektif atau panjang sampel
3. Kadar air (Wc) adalah perbandingan antara berat air
tanah, sedangkan t adalah waktu tempuh yang diperlukan
(Ww) dengan berat butiran (Ws) dalam tanah tersbut,
oleh gelombang geser untuk merambat di tanah. Dengan
dinyatakan dalam prosen.
menggunakan persamaan berikut, modulus geser maksimum
4. Berat volume tanah (γ) adalah perbandingan antara berat
(Gmaks) dapat ditentukan.
tanah total (Wt) dengan volume tanah total (Vt).
5. Berat volume kering (γd) adalah perbandingan antara Gmaks  V 2
berat butiran (Ws) dengan volume tanah total (Vt). dimana :
6. Berat volume butiran padat (γs) adalah perbandingan ρ : kerapatan massa tanah = γ/g (gr.dt2/cm4)
antara berat butiran padat (Ws) dengan volume butiran V : kecepatan rambat gelombang geser (cm/dt)
padat (Vs). γ : berat volume tanah (gr/cm3)
7. Derajat kejenuhan (Sr) adalah perbandingan antara
volume air (Vw) dengan volume rongga pori (Vv) yang
dinyatakan dalam prosen. Apabila jarak dari derajat III. URAIAN PENELITIAN
kejenuhan dinyatakan dalam 0% - 100%, maka 0%
(tanah tersebut kering) dan 100% (tanah tersebut jenuh). A. Pendahuluan
8. Specific Gravity (Gs) perbandingan antara berat volume Berikut adalah diagram alir penelitian.
butiran padat (γs) dengan berat volume air (Vw).
Tabel 2.1 Nilai Angka Pori, Kadar Air, dan Berat Volume
Kering untuk Beberapa Tipe Tanah.

Mulai

(Sumber : Braja M. Das 1988) Studi Literatur


Studi Penelitian
Terdahulu

B. Sifat Mekanik Tanah.


Pengambilan contoh tanah tidak
Sifat mekanis tanah merupakan sifat perilaku dari terganggu dengan kedalaman -1m
struktur massa tanah pada dikenai suatu gaya atau tekanan sampai -5m di Ngantang - Malang

yang dijelaskan secara teknis mekanis. Parameter kekuatan


tanah tersebut terdiri dari : Hasil penelitian di
 Kohesi (Cu), yaitu gaya tarik antara butiran tanah yang laboratorium mekanika tanah
tergantung pada jenis tanah dan kondisi kerapatan butir.
 Bagian butiran yang bersifat gesekan tergantung pada
A
tekanan efektif bidang geser terhadap sudut geser dalam
(Ø) yang terbentuk.
 Tegangan air pori negatif (-Uw), ditentukan dengan
menggunakan kurva kalibrasi kertas filter Whatman no.
42.
Hasil penelitian di
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1,tanah
laboratorium mekanika No. 1, (2013) 1-7 3

A tanah serta pengaruh pembasahan terhadap perubahan


parameter fisik, mekanik dan dinamik tanah.
A. Pengujian Sifat Fisik
1) Uji Berat Jenis
Pengujian berat jenis (specific gravity) dilakukan dengan
menggunakan standar uji ASTM D 854-72. Nilai specific
gravity (Gs) yang diperoleh akan membantu dalam
mengklasifikasikan jenis tanah yang diuji. Hasil dari
percobaan adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1 Nilai Berat Jenis Tiap Kedalaman Kondisi Inisial
Sifat Fisik
Kedalaman
γt
(m) γd (gr/cm3) Gs
(gr/cm3)
1 1.57 0.94 2.61
2 1.52 0.95 2.70
3 1.30 0.72 2.56
4 1.39 0.73 2.53
5 1.54 1.00 2.47
(Sumber : Hasil Penelitian)

Dari Tabel 4.1, besarnya berat jenis tiap kedalaman


memiliki variasi yang berbeda dan tidak dipengaruhi oleh
kedalaman.
2) Kadar Air ( Wc ) ,angka pori, porositas, dan Derajat
Kejenuhan ( Sr )
Pengujian kadar air (water content, wc) berdasarkan
standar uji ASTM D 2216-71 yang bertujuan untuk
menentukan berat air terhadap tanah asli.
Tabel 4.2 Nilai Kadar Air dan Derajat Kejenuhan Tiap
Kedalaman
Gambar 3.1 Diagram Alir Sifat Fisik
Kedalaman
wc (%) E n (%) Sr (%)
1 66.93 1.77 63.96 98.37
B. Proses Pembasahan dan Pengeringan
2 59.35 1.83 64.69 87.53
Proses pembasahan dilakukan secara bertahap 3 81.85 2.58 72.08 81.28
berdasarkan prosentase penambahan kadar air (Gambar 3.1).
Prosentase penambahan air ditentukan dari penjumlahan 4 89.70 2.47 71.18 92.09
antara kadar air awal (Wi) dengan prosentase kadar air 5 54.88 1.48 59.72 91.53
dikalikan dengan selisih antara kadar air jenuh dengan kadar (Sumber : Hasil Penelitian)
air awal ( Wsat – Wi). Pada proses pembasahan, benda uji
dengan kondisi inisial dijenuhkan secara bertahap dengan 3) Nilai Uji Atterberg Limit
penambahan air hingga mencapai jenuh 100%. Untuk Pengujian batas atterberg meliputi batas cair, batas
pengukuran tegangan air pori negatif, kertas filter tipe plastis dan indeks plastis. Hasil pengujian selengkapnya
Whatman No. 42 diletakkan pada 1/3 tinggi benda uji. dapat dilihat pada Tabel 4.3 sebagai berikut:
Dalam hal ini kertas filter diletakkan pada benda uji triaksial Tabel 4.3 Nilai Atterberg limit tiap kedalaman
(Elemen Bender). Sedangkan pada proses pengeringan Batas Atterberg
Kedalaman
berdasarkan penurunan berat dari bahan uji. Penurunan
(m) PL LL IP
bahan uji ditentukan dari selisih antara kadar air awal (Wi)
dengan prosentase kadar air dikalikan dengan selisih antara 1 39.31 48.23 8.91
kadar air jenuh dengan kadar air awal ( Wsat – Wi).
2 45.68 57.56 11.88
3 40.45 48.30 7.85
IV. ANALISA DAN HASIL PENELITIAN
4 49.54 57.91 8.38
Penelitian dilakukan di laboratorium mekanika tanah,
5 25.38 38.63 13.25
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi
Sepuluh Nopember, dengan menggunakan tanah lempung (Sumber : Hasil Penelitian)
tidak terganggu yang diambil di daerah Ngantang - Malang,
Jawa Timur. Parameter- parameter tanah hasil pengujian
yang dibahas meliputi parameter fisik, mekanik dan dinamik
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-7 4

4) Uji Analisa Saringan dan Hidrometer 7) Grafik Hubungan Parameter


80 80
Hasil pengujian distribusi ukuran butiran dan analisa A B
hidrometer adalah prosentase fraksi lempung ≤ 0,002 mm, 60

Gmax x 103 (kPa)


60
yang digunakan untuk melakukan klasifikasi jenis benda uji
Tabel 4.4 Nilai Analisa Saringan dan Hidrometer Tiap 40 40

Kedalaman
20 20
Analisa Saringan 100 85 70 55 40 1000 10000 100000 1000000

Kedalaman wc (%) -Uw (kPa)


Kerikil Pasir Lanau Lempung 1
(m) 1

(%) (%) (%) (%) C D


0.9 0.9

1 0.00% 35.26% 38.08% 26.66%

ɣd (gr/cm3)
0.8 0.8
2 4.70% 90.29% 4.41% 0.59%
0.7
3 0.00% 35.26% 45.36% 9.74% 100 85 70 55 40
0.7
20 35 50 65 80
wc (%) Gmax x 103 (kPa)
4 0.34% 62.10% 31.13% 6.42% 100 85 70 55 40 20 35 50 65 80
70 70
5 1.53% 84.70% 11.34% 2.44%
E
(Sumber : Hasil Penelitian) 80 80

Sr (%)
5) Nilai Tegangan air pori negatif, Kohesi, dan 90 90

Modulus Elastisitas F
Nilai tegangan air pori negatif (-Uw), kohesi (Cu) dan 100 100

modulus elastisitas tiap kedalaman adalah sebagai berikut: siklus 1 siklus 2 siklus 4 siklus 6

Tabel 4.5 Nilai Tegangan air pori negatif (-Uw), kohesi (Cu) Gambar 4.1 Hubungan Kadar Air (wc) – Modulus Geser
dan dari Modulus elastisitas Tiap Kedalaman (Gmax) – Tegangan Air Pori Negatif (-Uw),
kadar Air (wc) – Berat Volume Tanah Kering
Parameter Mekanik
Kedalaman (γd) – Modulus Geser (Gmax), Kadar Air (wc) –
(m) Cu Derajat Kejenuhan (Sr) – Modulus Geser (Gmax)
-Uw (kPa) E (kPa)
(kg/cm2) pada kedalaman 4 m
1 7289.26 0.19 1,483.24
 Analisa Gambar 4.1 A
2 3509.14 0.33 6,523.73 Gambar 4.1 A adalah grafik hubungan antara kadar air
3 34835.35 0.16 2,094.61 (wc) dengan modulus geser (Gmax) pada kedalaman 4
4 47174.6 0.21 4,356.19 meter. Kecenderungan semakin rendah nilai kadar air (wc)
maka nilai modulus geser (Gmax) cenderung semakin
5 4011.32 0.35 2,476.78 tinggi
(Sumber : Hasil Penelitian)  Analisa Gambar 4.1 B
Gambar B adalah grafik hubungan antara tegangan air pori
6) Nilai Modulus Geser Maksimum Tiap Kedalaman negatif (-Uw) dengan modulus geser (Gmax) pada
Nilai modulus geser (Gmax) dari tiap kedalaman adalah kedalaman 4 meter. Pada siklus 1, 2, 4 dan 6 bahwa
sebagai berikut semakin tinggi nilai tegangan air pori negatif (-Uw) maka
Tabel 4.6 Nilai Modulus Geser Maksimum Tiap Kedalaman nilai modulus geser (Gmax) cenderung semakin tinggi
 Analisa Gambar 4.1 C
Kedalaman Sifat Dinamik
Gambar 4.1 C adalah grafik hubungan antara kadar air
(m) Gmax x 103 (kPa) (wc) dengan berat volume kering (γd) pada kedalaman 4
1 80.34 meter. Pada siklus 1, 2, 4 dan 6 bahwa semakin rendah
nilai kadar air (wc) maka nilai berat volume kering (γd)
2 59.24
cenderung semakin tinggi
3 71.03  Analisa Gambar 4.1 D
4 42.92 Gambar 4.1 D adalah grafik hubungan antara modulus
geser (Gmax) dengan berat volume kering (γd) pada
5 96
kedalaman 4 meter. Terlihat pada siklus 1, 2, 4 dan 6
(Sumber : Hasil Penelitian) bahwa semakin tinggi modulus geser (Gmax) maka
cenderung diikuti nilai berat volume kering (γd) yang
semakin tinggi
 Analisa Gambar 4.1 E
Gambar 4.1 E adalah grafik hubungan antara kadar air
(wc) dengan derajat kejenuhan (Sr) pada kedalaman 4
meter. Terlihat pada siklus 1, 2, 4 dan 6 bahwa semakin
tinggi nilai kadar air (wc) maka diikuti dengan tingginya
nilai derajat kejenuhan (Sr).
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-7 5

 Analisa Gambar F 100


Gambar 4.1 F adalah grafik hubungan antara kadar air
90
(wc) dengan modulus geser (Gmax) pada kedalaman 4
80
meter. Kecenderungan semakin rendah nilai kadar air (wc) 1m
maka nilai modulus geser (Gmax) cenderung semakin 70 2m

wc (%)
tinggi. 60 3m
4m
1.6 1.6 50

1.55 1.55
B 40
5m

30
1.5

ɣt (gr/cm3)
1.5
(i) 1 2 4 6
1.45 1.45 siklus
A
1.4 1.4 Gambar 4.3 Hubungan Kadar Air (wc) dengan Proses
100 90 80 70 60 50 20 40 60 80
Pembasahan dan Pengeringan
Sr (%) Gmax x 103 (kPa)
100 90 80 70 60 50 20 40 60 80 100
0.2 0.2

0.25 0.25 D 80

Gmax x 103 (kPa)


Cu (kg/cm2)

0.3 0.3 1m

0.35 0.35
2m
60
3m
C 0.4 0.4
4m
0.45 0.45 40
5m
siklus 1 siklus 2 siklus 4 siklus 6

20
Gambar 4.2 Hubungan Derajat Kejenuhan (Sr) – Berat (i) 1 2 4 6
Volume Tanan (γt) – Modulus Geser (Gmax), siklus
dan Derajat Kejenuhan (Sr) – Kohesi (Cu) – Gambar 4.4 Hubungan Modulus Geser (Gmax) dengan
Modulus Geser (Gmax) pada kedalaman 5 m Proses Pembasahan dan Pengeringan
 Analisa Gambar 4.2 A 0.4
Gambar 4.2 A adalah adalah grafik hubungan antara
derajat kejenuhan (Sr) dengan berat volume tanah (γt) 0.35

pada kedalaman 5 meter. Terlihat bahwa pada setiap siklus 0.3 1m


Cu (kN/cm2)

menunjukkan semakin tinggi nilai derajat kejenuhan (Sr) 0.25


2m

maka nilai berat volume tanah (γt) cenderung semakin 3m


0.2
tinggi. 4m

 Analisa Gambar 4.2 B 0.15 5m

Gambar 4.2 B adalah grafik hubungan antara modulus 0.1


geser (Gmax) berat volume tanah (γt) pada kedalaman 5 (i) 1 2 4 6
meter. Pada grafik ini terlihat pada siklus 1, 2, 4 dan 6 siklus
bahwa semakin rendah nilai modulus geser (Gmax) Gambar 4.5 Hubungan Kohesi (Cu) dengan Proses
cenderung semakin tinggi nilai dari berat volume tanah Pembasahan dan Pengeringan
(γt). 100000
 Analisa Gambar 4.2 C
Gambar 4.2 C adalah grafik hubungan antara kohesi (Cu)
dengan derajat kejenuhan (Sr) pada kedalaman 5 meter. 1m

Terlihat pada siklus 1, 2, 4 dan 6 bahwa semakin rendah 10000


2m
-Uw (kPa)

nilai kohesi (Cu) maka derajat kejenuhan (Sr) cenderung 3m

semakin tinggi. 4m

 Analisa Gambar 4.2 D 5m

Gambar 4.2 D adalah grafik hubungan antara modulus 1000


geser (Gmax) dengan kohesi pada kedalaman 5 meter. (i) 1 2 4 6
Terlihat pada siklus 1, 2, 4 dan 6 bahwa semakin tinggi siklus
nilai modulus geser (Gmax) maka nilai kohesi (Cu)
cenderung semakin tinggi. Gambar 4.6 Hubungan Tegangan Air Pori Negatif (-Uw)
dengan Proses Pembasahan dan Pengeringan
Dapat dilihat pada Gambar 4.3 merupakan grafik
hubungan kadar air (wc) dengan siklus pembasahan dan
pengeringan dengan titik terendah pada siklus 2. Sedangkan V. KESIMPULAN DAN SARAN
pada Gambar 4.4 parameter modulus geser (Gmax) dengan
titik terendah pada siklus 4. Pada Gambar 4.5 nilai kohesi A. Kesimpulan
(Cu) dengan nilai puncak pada siklus 4, sama halnya dengan Dari studi yang telah dilakukan, maka dapat diambil
nilai tegangan air pori negatif (-Uw) pada Gambar 4.6 nilai beberapa kesimpulan sebagai berikut :
puncak pada siklus 4.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-7 6

1. Pada proses pengeringan siklus 1 benda uji akan pori negatif mengalami kenaikan, dari inisial sampai
mengalami perubahan bentuk secara drastis dan tidak siklus 1 sebesar 81,28%, dari inisial sampai siklus 2
dapat mengembalikan bentuk seperti kondisi awal sebesar 72,76 %, dari inisial sampai siklus 4 sebesar
walaupun dilakukan proses pembasahan. 79,74 %, dan dari siklus 2 sampai siklus 4 sebesar
2. Berdasarkan grafik hubungan kadar air (wc) dan derajat 76,48%
kejenuhan (Sr) pada setiap kedalaman, pada kondisi
B. Saran
pembasahan terlihat nilai kadar air (wc) meningkat
diikuti dengan nilai derajat kejenuhan (Sr) meningkat. Berikut ini saran-saran untuk pengembangan penelitian
3. Berdasarkan grafik hubungan modulus geser (Gmax) dan selanjutnya :
tegangan pori negatif (-Uw) pada setiap kedalaman,
pada kondisi pengeringan terlihat nilai modulus geser  Menguji berdasarkan lokasi atas, tengah dan bawah
(Gmax) meningkat diikuti dengan nilai tegangan pori lereng agar mnedapatkan data yang lebih spesifik.
negatif (-Uw) meningkat.  Melakukan pengujian mekanik Triaksial dengan kondisi
4. Berdasarkan grafik hubungan kadar air (wc) dan berat Consolidated Undrained (CU) agar mendapatkan nilai
volume tanah kering (γd) pada setiap kedalaman, pada sudut geser dalam.
kondisi pembasahan terlihat nilai kadar air (wc)
 Setelah pengambilan bahan uji dari lapangan sebaiknya
meningkat diikuti dengan nilai berat volume tanah
kering (γd) menurun. segera mungkin dilakukan pengujian parameter-
5. Berdasarkan grafik hubungan derajat kejenuhan (Sr) parameter tanah di laboratorium agar kondisi tanah tidak
dan berat volume tanah (γt) pada setiap kedalaman, berubah akibat faktor suhu yang berbeda.
pada kondisi pembasahan terlihat nilai derajat  Untuk mempermudah menguji pengkondisian
kejenuhan (Sr) cenderung meningkat diikuti dengan diperlukan pipa PVC yang dibuat sesuai dengan ukuran
nilai berat volume tanah (γt) cenderung menurun. bahan uji.
6. Berdasarkan grafik hubungan modulus geser (Gmax) dan
kohesi pada setiap kedalaman, pada kondisi  Pada proses pengkondisian pembasahan sebaiknya
pengeringan terlihat nilai modulus geser (Gmax) disimpan didalam desikator.
meningkat diikuti dengan nilai kohesi meningkat.
7. Berdasarkan grafik hubungan pembasahan dan DAFTAR PUSTAKA
pengeringan terhadap kadar air (wc) dapat dilihat bahwa Bowles, J.E. 1984. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah,
pada kondisi inisial awal selalu mengalami penurunan, Erlanga, Jakarta.
sebagai contoh pada kedalaman 1 m nilai kadar air
Das, B.M., (translated by Mochtar N.E, and Mochtar I.B.).
mengalami penurunan dari inisial sampai siklus 1
1988. Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip
sebesar 11,23%, dari inisial sampai siklus 2 sebesar
Rekayasa Geoteknik) Jilid I. Erlangga,
6,18 %, dari inisial sampai siklus 4 sebesar 7,21% dan
Jakarta.
dari inisial sampai siklus 6 sebesar 8,41%
8. Berdasarkan grafik hubungan pembasahan dan Fredlund, D.G. and Rahardjo, H. 1993. Soil Mechanics for
pengeringan terhadap modulus geser (Gmax) dapat Unsaturated Soils, Balkema. Rotterdam.
dilihat bahwa pada kondisi inisial awal sampai siklus 1, Hardiyatmo, H.C. 1992. Mekanika Tanah. PT. Gramedia
dari siklus 1 sampai siklus 2 dan dari siklus 2 sampai Pustaka Utama, Jakarta.
siklus 4 cenderung mengalami kenaikan, sebagai Indarto, 1995. Metode Kertas Filter Untuk Menentukan
contoh pada kedalaman 2 m nilai modulus geser Karakteristik Tegangan Air Pori Negatif
mengalami kenaikan dari inisial sampai siklus 1 sebesar pada Tanah, Majalah IPTEK ITS, Surabaya.
4,23% , dari inisial sampai siklus 2 sebesar 16,44 %, Muntaha, M. 2010. “Perilaku Parameter Dinamik
dari inisial sampai siklus 4 sebesar 20,17 % dan dari (shear modulus) Tanah Residual Akibat
siklus 2 sampai siklus 6 sebesar 13,88%
Siklus Pembasahan-Pengeringan”.
9. Berdasarkan grafik hubungan pembasahan dan
pengeringan terhadap kohesi (Cu) dapat dilihat bahwa Laporan Akhir Penelitian Disertasi
pada kondisi inisial awal kedalaman 1 m dan 3 m Doktor Institut Teknologi Sepuluh
sampai siklus 1, dari siklus 1 sampai siklus 2 dan dari Nopember, Surabaya.
siklus 2 sampai siklus 4 mengalami kenaikan. Pada Panjaitan, S.R.N. 2000. Pengaruh Siklus Pengeringan dan
kondisi inisial awal kedalaman 2 m dan 5 m sampai Pembasahan Terhadap Karakteristik Kuat
siklus 1, dari siklus 1 sampai siklus 2 dan dari siklus 2 Tekan Tanah Mengembang yang
sampai siklus 4 mengalami penurunan. Sedangkan pada Distabilisasi dengan Fly Ash. Tesis S2, Pasca
kedalaman 4 m kondisi inisial awal kedalaman 1 m dan Sarjana, ITS, Surabaya.
3 m sampai siklus 1 mengalami penurunan, dari siklus 1 Smith, M.J. dan Madyayanti, I.E. 1992. Seri Pedoman
sampai siklus 2 mengalami kenaikan dan dari siklus 2 Godwin, Mekanika Tanah. Erlangga, Jakarta.
sampai siklus 4 mengalami kenaikan. Terzaghi, K. and Peck R.B. 1967. Soil Mechanics in
10. Berdasarkan grafik hubungan pembasahan dan Engineering Practice, 2nd edition. Erlangga,
pengeringan terhadap tegangan air pori negatif (-Uw) Jakarta.
dapat dilihat bahwa pada kondisi inisial awal sampai
Wesley, L.D. and Irfan, T.Y. 1997. Classification of
siklus 1, dari siklus 1 sampai siklus 2 dan dari siklus 2
residual soil. Chap. 2 In Blight, G.E. (ed)
sampai siklus 4 cenderung mengalami kenaikan,
sebagai contoh pada kedalaman 1 m nilai tegangan air
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-7 7

“Mechanics of residual soils”. ISSMFE (TC


25). Balkema

Anda mungkin juga menyukai