Anda di halaman 1dari 47

Obat pada sistem syaraf pusat

(Drug on the central nervous system)


Drh Darmono MSc
Obat adalah suatu bahan yang berbentuk padat atau cair atau gas yang
menyebabkan pengaruh terjadinya perubahan fisik dan atau psykologik pada tubuh.
Hampir semua obat berpengaruh terhadap sistem saraf pusat. Obat tersebut bereaksi
terhadap otak dan dapat mempengaruhi pikiran seseorang yaitu perasaan atau tingkah
laku, hal ini disebut obat psykoaktif.
Obat dapat berasal dari berbagai sumber. Banyak diperoleh dari ekstraksi
tanaman, misalnya nikotin dalam tembakau, kofein dari kopi dan kokain dari tanaman
koka. Morfin dan kodein diperoleh dari tanaman opium, sedangkan heroin dibuat dari
morfin dan kodein. Marijuana berasal dari daun, tangkai atau biji dari tanaman kanabis
(canabis sativum) sedangkan hashis dan minyak hash berasal dari resin tanaman tersebut,
begitu juga ganja.
Alkohol adalah suatu produk yang berasal dari bahan alami juga yang diproses
melalui mekanisme fermentasi, itu terjadi bila buah, biji-bijian atau sayuran dibuat
kompos. Jamur seperti mushroom dan beberapa jenis tanaman kaktus dapat diproses
menjadi obat yang bersifat halusinogenik.
Obat yang berbahaya yang termasuk dalam kelompok obat yang berpengaruh
pada

system

saraf

pusat(SSP/CNS)

adalah

obat

yang

dapat

menimbulkan

ketagihan/adiksi(drug addict). Menurut klasifikasi umum obat yang berpengaruh pada


SSP banyak jenisnya ada yang bersifat adiktif maupun yang non-adiktif.

1. Obat depresansia SSP


Obat yang termasuk golongan ini adalah obat yang berefek menghambat aktifitas SSP
secara spesifik maupun umum. Yang termasuk menghambat SSP secara umum adalah
obat dalam kelompok anastesi umum, dalam bab ini hal tersebut tidak dibahas. Yang
dibahas adalah:
a) Golongan obat sedative-hipnotik
Yang termasuk dalam golongan ini ialah obat yang yang menyebabkan depresi ringan
(sedative) sampai terjadi efek tidur (hipnotika). Pada efek sedative penderita akan
menjadi lebih tenang karena kepekaan kortek serebri berkurang. Disamping itu
kewaspadaan terhadap lingkungan, aktivitas motorik dan reaksi spontan menurun.
Kondisi tersebut secara klinis gejalanya menunjukkan kelesuan dan rasa kantuk. Yang
termasuk golongan obat sedative-hipnotik adalah:
-

Ethanol (alcohol)

Barbiturate:

i) longakting: Fenobarbital
ii) short acting: seconal

Benzodiazepam

Methaqualon

Dsb

b) Golongan analgesic
Yang termasuk golongan obat analgesic adalah obat yang berefek pada penghilangan rasa
nyeri (analgesic opioid) dan obat anti piretik serta obat anti inflamasi non-steroid.
Sedangkan yang dibahas dalam bab ini adalah obat analgesic opioid karena kelompok
obat tersebut dapat menimbulkan adiksi (ketagihan), misalnya:
-

Morphine

Codein

Pentazocine

Naloxone

Dsb

2. Obat stimulansia SSP


Obat yang termasuk golongan ini pada umumnya ada dua mekanisme yaitu:
-Memblokade system penghambatan dan meninggikan perangsangan synopsis.

Obat stimulansia ini bekerja pada system saraf dengan meningkatkan transmisi yang
menuju atau meninggalkan otak. Stimulan tersebut dapat menyebabkan orang merasa
tidak dapat tidur, selalu siaga dan penuh percaya diri. Stimulan dapat meningkatkan
denyut jantung, suhu tubuh dan tekanan darah. Pengaruh fisik lainnya adalah
menurunkan nafsu makan, pupil dilatasi, banyak bicara, agitasi dan gangguan tidur.
Bila pemberian stimulant berlebihan dapat menyebabkan kegelisahan, panic, sakit
kepala, kejang perut, agresif dan paranoid. Bila pemberian berlanjut dan dalam waktu
lama dapat terjadi gejala tersebut diatas dalam waktu lama pula. Hal tersebut dapat
menghabat kerja obat depresan seperti alcohol, sehingga sangat menyulitkan
penggunaan obat tersebut.
i) Obat yang bersifat stimulansia sedang adalah:
a) Cafein dalam kopi, teh dan minuman kokakola
b) Ephedrin yang digunakan untuk pengobatan bronchitis dan asthma
c) Nikotin dalam tembakau, selain bagi perokok berat yang digunakan untuk
relaks/istirahat
ii) Obat yang bersifat stimulansia kuat:
a) Amphetamine, termasuk amphetamine yang illegal seperti Shabu
b) Kokaine atau coke atau crack
c) Ecstasy
d) Tablet diet seperti Duromine dsb.
Obat-obat tersebut yang termasuk dalam kelompok ii) adalah obat yang termasuk
golongan obat terlarang karena mengakibatkan pengguna menjadi orang yang bersifat
dan berkelakuan melawan hukum dan ketagihan
3) Obat halusinogenik
Obat halusinogenik berpengaruh terhadap persepsi bagi penggunanya. Orang
yang mengkonsumsi obat tersebut akan menjadi orang yang sering berhalusinasi,
misalnya mereka mendengar atau merasakan sesuatu yang ternyata tidak ada.
Pengaruh obat halusinogenik ini sangat bervariasi, sehingga sulit diramalkan
bagaimana atau kapan mereka mulai berhalusinasi.
Pengaruh lain dari obat halusinogenik ini ialah pupil dilatasi, aktifitas meningkat,
banyak bicara atau tertawa, emosionil, psykologik euphoria, berkeringat, panic,

paranoid, kehilangan kesadaran terhadap realitas, iraional, kejang lambung dan rasa
mual.
Yang termasuk obat halusinogenik ialah:
-

Datura

Ketamine atauK

LSD (Lysergik acid diethylamide)

Muscakine (peyote cactus)

PCP(Phencyclidine)

Canabis dan ecstasy juga termasuk golongan halusinogenik


3. Golongan Marijuna, Hashis dan Canabis
Golongangan obat ini ialah obat yang tyermasuk dalam obat terlarang (narkoba),
narkotik dan obat terlarang. Obat yang termasuk dalam golongan ini menyebabkan efek
ketagihan atau adiktif/addict. Karena efeknya yang menyebabkan ketagihan, maka
golongan obat terlarang tersebut banyak diselundupkan ke Indonesia baik melalui
bandara, pelabuhan ataupun melalui angkutan darat. Dari rtahun ke tahun pengguna obat
terlarang tersebut terus meningkat di Indonesia sehingga banyak kasus kejahatan yang
dihubungkan dengan obat terlarang tersebut meningkat baik dalam jumlah dan
kualitasnya.
a. Adiksi (addictif/ketagihan)
Adiksi adalah suatu kondisi dimana seseorang mengerjakan atau menggunakan
sesuatu sebagai kebiasaan (habit) atau suatu keharusan/kewajiban (compulsory) karena
bila tidak dilakukan akan menyebabkan rasa ketidak nyamanan.
Adiksi berpengaruh terhadap psikologik dan fisiologik penderita, dimana
penyalahgunaan (abuse) obat cenderung menyebabkan terjadinya adiksi ini. Salah satu
obat yang termasuk disalah gunakan adalah cocaine.
Cocaine adalah merupakan obat stimulant yang cepat mencapai jaringan otak dan
menyebabkan pengguna mejadi bereaksi berlebihan. Obat yang berbeda dapat
menyebabkan efek yang sama pada neuroteransmiter otak yaitu pada reseptor synaptic.
Misalnya heroin atau morfin berpengaruh menyerupai efek opioid yaitu pada endorphin
atau encofalin. Nikotin menyerupai asetilkolin , kanabis serupa endo-canabinoid dan

ampetamin/cocain berefek menyerupai dopamin/norephineprin. Didalam otak yang


dipengaruhi adalah suatu sistem disebut circuit (sirkuit), dimana sirkuit ini terdiri dari
satu set neuron yang ditemukan dalam Ventral Tegmental Area (VTA) yang
berhubungan dengan nucleus accumbens dan daerah lain seperti prefrontal cortex.
Beberapa ahli saraf dewasa ini melakukan penelitian mengenai mekanisme
molekuler dari obat tersebut yang dapat mengganggu sirkuit. Mereka juga mempelajari
bagaimana dopamin diproduksi dan bagaimana transmisi diterima. Dopamin adalah
pembawa berita (messenger) kimiawi, mereka menduga obat tersebut berpengaruh
terhadap mekanisme tersebut, terutama pada perubahan sistem neuron bekerja. Laju dari
proses toksisitas tersebut berlanjut bergantung pad tipe obat, rute pemberian dan
pengaruh psikologiknya. Sehingga terjadinya proses adiksi menjadi terpusat pada
kelebihan penggunaan obat, oleh sebab itu kebiasaan orang yang bertingkah laku tidak
normal, terlihat pada individu tersebut.
b. Beberapa reisko bila seseorang menggunakan obat terlarang:
-

Kondisi malnutrisi dapat mengakibatkan resiko ketagihan dan peka terhadap


infeksi penyakit

Penggunan alat suntik yang tidak steril dapat terjadi resiko infeksi penyakit
hepatitis dan HIV

Pemakaian obat yang tidak jelas asalnya dapat menimbulkan resiko terjadinya
overdosis, misalnya penggunaan heroin yang over dosis dapat menyebabkan
koma dan kematian

Ketagihan itu sendiri dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan tingkah laku
tidak normal.

c. Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang menggunakan narkoba


yaitu
-

Mengalami stress berat

Permasalahan pribadi

Permasalahan ditempat kerja/sekolah/sosial

Dengan demikian terlihat bahwa ketergantungan terhadap narkoba terpusat pada sekitar
terjadinya sifat anti-sosial individu dan sifat sikopatologi lainnya (penyakit kejiwan).

GOLONGAN OBAT YANG BEKERJA MEMPENGARUHI SISTEM


SARAF PUSAT
BAB VII
Golongan Obat Pada Penyakit Parkinson

Susunan Saraf Pusat


Obat obat yang bekerja mempengaruhi SSP, bekerja dengan cara mengubah
beberapa tahapan dalam neurotransmitter. Obat obat yang bekerja mempengaruhi
SSP mekanisme kerja obatnya antara lain, bekerja pada presinaptik, mempengaruhi
produksi, penyimpanan atau mengakhiri kerja neurotransmitter. Ada juga obat yang
bekerja dengan cara memacu atau menghambat reseptor postsinaps.
Konsep ini berlaku untuk mengetahui etiologi dan strategi pengobatan penyakit yang
disebabkan karena kerusakan pada SSP terutama pada neurotransmitter dopamine,
Asetilkolin, dan serotonin (neurotransmitter yang berperan dalam otak).

Penyakit Parkinson
Definisi Parkinson adalah gangguan otak progresif yang menimbulkan gangguan
neurologik gerakan otot, dengan tanda2 tremor, kaku otot, bradikinesia (lambat
dalam memulai dan melakukan gerakan) kelainan posisi tubuh dan cara berjalan.
Etiologi Penyebab penyakit parkinson tidak diketahui, tetapi ada hubungannya
dengan penurunan aktivitas inhibitor neuron dopaminergik dalam substansi nigra dan
korpus stratum dari sistem ganglia basalis otak yang berfungsi mengatur gerakan.
Substansi nigra, merupakan sumber neuron dopaminergik yang berakhir dalam
striatum. Setiap neuron dopaminergik akan membuat ribuan kontaks dalam striatum
dan memodulasi sebagian aktivitas sel.
Striatum, striatum dan substansi nigra dihubungkan oleh neuron yang mengeluarkan
transmitter inhibitor GABA diterminal dalam substansi nigra. Sebaliknya sel2
substansi nigra mengirim neuron ke striatum dengan transmitter dopamin di ujung
terminalnya.
Mekanisme terjadinya ganggguan neurotransmitter yang menyebabkan penyakit
parinson,
1. Dopamin bekerja sebagai neurotransmiter inhibisi, Acetilkolin bekerja
neurotransmiter eksitasi. Dan bekerja saling menyeimbangkan.

2. Pada penyakit parkinson terjadi penurunan dopamin karena neuron pada


substansi nigra berkurang sehingga sekresi dopamin dalam neostriatum pun
menurun. (lihat gambar 7.1)
3. Tanpa dopamin neuron akan distimulasi berlebihan oleh Ach menyebabkan tonus
(ketegangan) otot berlebihan yang ditandai oleh tremor dan rigiditas (kaku)

Gambar 7.1
Penyebab Penyakit Parkinson
Parkinson sekunder : disebabkan oleh ensefalitis virus atau lesi caskuler kecil yang
multifel. Obat2 seperti fenotiazin dan haloperidol yang berfungsi menghambat
reseptor dopamin di otak dapat menyebabkan parkinson sehingga tidak boleh
digunakan untuk penderita parkinson.

Golongan Obat Pada Penyakit Parkinson


1. levodopa
2. Bromokriptin
3. Amantadin
4. Deprenil
5. Triheksifenidil, Benzotropin, Biperidin (Golongan Antimuskarinik)

Tujuan terapi pada Penyakit Parkinson adalah :


1. Mengembalikan dopamin dalam ganglia basalis (ganglion yang ada di neostriatum)
2. Melawan eksitasi neuron kolinergik
3. Sehingga terjadi keseimbangan kembali dopamin/Ach.

Levodopa
Levodopa adalah prekursor metabolik dopamin. Mekanisme kerja Levodopa adalah
mengendalikan kadar dopamin substansia nigra, di dalam neuron tsb levodopa akan
berkonversi menjadi dopamin, tetapi pada pengobatan yang terlambat dimana
jumlah neuron dan sel2 yang mampu mengambil levodopa berkurang akibat
penyakit.
Kesembuhan bersifat simptomatik dan berlangsung selama obat berada dalam

tubuh. Parkinson diakibatkan dopamin yang tidak mencukupi pada daerah tertentu di
otak. Dopamin tidak dapat melewati sawar darah otak, sementara levodopa dapat,
sehingga lebih mudah levodopa lebih mudah diubah menjadi dopamin di otak.
Efek kerja dari levodopa yaitu mengurangi kekakuan, tremor dan gejala parkinson
lainnya

Karbidopa
Karbidopa dipakai untuk memperkuat efek levodopa , suatu inhibitordekarboksilase
dopamin yang tidak menembus sawar darah otak. Mekanisme kerja Karbidopa
adalah mengurangi metabolisme levodopa pada saluran cerna dan jaringan perifer,
shg meningkatkan ketersediaan levodopa di SSP dan selain itu karena karbidopa
membantu memperkuat efek levodopa secara tidak langsung, jadi keuntungannya
dapat merendahkan dosis pemakaian levodopa sehingga menurunkan efek samping.

Bromokriptin
Bromokriptin suatu derivat ergotamin (alkaloid ergot yang terdapat pada gantum
hitam yang terkontaminasi jamur rye) dan mempunyai sifat vasokontriktor
merupakan agonis reseptor dopamin (atau dapat berikatan dengan reseptor
dopamin). Tetapi karena Respon yang ditimbulkan bromokriptin kecil maka sering
diberikan bersama dengan levodopa. Penggunaan Bromokriptin harus diwaspadai
pada pasien dengan infark miokard karena akan menimbulkan masalah jantung, dan
penggunaan pada pasien dengan tukak lambung akan semakin parah.

Amantadin
Amantadin merupakan obat anti virus influensa yang berpengaruh sebagai
antiparkinson.
Mekanisme kerjanya adalah meningkatkan sintesa, pengeluaran atau ambilan
dopamin dari neuron yang sehat. (shg bila pelepasan dopamin sudah maksimum,
amantadin tidak bermanfaat)
Efek samping yang ditimbulkan yaitu, gelisah, halusinasi, agitasi, dan bingung. Pada
dosis tinggi akan menyebabkan psikosis toksik akut. Dibanding levodopaefek kerja
amantadin kecil dan dapat menimbulkan toleransi, namun efek samping lebih kecil.

Deprenil
Deprenil disebut juga selegilin bekerja secara selektif menghambat MAO B (yang
memetabolisme dopamin) (lihat gambar 7.2) tapi tidak menghambat MAO A
(metabolisator NE dan Serotonin)
Fungsi deprenil, menurunkan metabolisme dopamin, meningkatkan kadar dopamin di
otak, meningkatkan kerja levodopa (sehingga mengurangi pengguanaan dosis
levodopa)
Harus diwaspadai bila penggunaan dosis besar karena dapat menghilangkan
selektifitas (menjadi tidak selektif lagi) dan menimbulkan hipertensi yang berbahaya.
Gambar mekanisme kerja Deprenil

Meningkatkan kadar dopamin


Gambar 7.2
Antimuskarinik
Antimuskarinik kurang efektif bila dibandingkan dengan levodopa dan dalam terapi
parkinson berfungsi sebagai tambahan terapi. Mekanisme kerjanya yaitu
menghambat transmisi kolinergik, sehingga meningkatkan transmisi adrenergik
(karena pembentukan yang tidak seimbang antara rasio dopamin/asetilkolin)
Antimuskarinik yang sering digunakan untuk pengobatan parkinson yaitu,
benzotropin, triheksifenidil, biperidin. Efek lain yang menyertai penggunaan obat
antimuskarinik adala memacu perubahan pikiran, serostomia (mulut kering),
masalah visualisasi. Efek sampingnya, antara lain dilatasi pupil, bingung dan
halusinasi.

BAB VIII
Golongan Obat pada Penyakit Gangguan Kejiwaan

Golongan Obat pada Gangguan Depresi

Keadaan yang tidak sesuai dengan kehidupan yang bersangkutan disertai hambatan
emosi menyeluruh. Depresi berbeda denga skizoprenia yang menggangu dalam
pemikiran. Penyakit depresi mayor dan bipolar adalah penyakit alam perasan yang

menyimpang, mengganggu energi, pola tidur, napsu makan, libido dan kemampuan
bekerja.
Gejala depresi yaitu, emosi yang jatuh, tanpa harapan, tiada nafsu makan, dan tidak
bisa tidur. Cara berfikir pasien itu2 aja berkisar hanya pada diri sendiri. Disertai
gejala bandaniah rasa penat, nyeri lambung, nyeri jantung. Bila ditutupi oleh
keluhan2 organis disebut depresi terselubung. Depresi berbahaya akan
menyebabkan bunuh diri.
Depresi disebabkan karena defisiensi monoamin seperti norepinefrin dan serotonin
otak pada tempat2 penting di otak. Sementara manik (bipolar) disebabkan karena
peningkatan neurotransmiter diatas pada otak.
Kerja Semua golongan antidepresi bekerja dengan memperkuat langsung atau tidak
langsung kerja norepinefrin, dopamin dan atau serotonin otak,

Golongan Obat Antidepresan


Terdapat 3 (tiga) golongan obat antidepresan yaitu, Antidepresan Trisiklik (TCA),
Selektif Serotonin Re-Uptake Inhibitor (SSRI) dan Mono Amin Oksidase Inhibitor
(MAOI)

Antidepresan Trisiklik (TCA)


Yang termasuk obat golongan TCA adalah Amitriptilin, Amoksapin, Desipramin,
Doksepin, Imipramin, Maprotilin, Nortriptilin, Trimipramin
Mekanisme kerja TCA ;Menghambat ambilan neurotransmiter, TCA menghambat
ambilan norepinefrin dan serotonin neuron masuk ke terminal saraf pra sinaps,
dengan menghambat jalan utama pengeluaran neurotransmiter , TCA akan
meningkatkan konsentrasi monoamin dalam celah sinaps, menimbulkan efek
antidepresan.
Efek TCA adalah meningkatkan pikiran, memperbaiki kewaspadaan mental,
meningkatkan aktifitas fisik, mengurangi angka kesakitan pada depresi.
Efek timbul memerlukan waktu 2 minggu atau lebih. Indikasi untuk Depresi,
gangguan panik, dan dapat digunakan untuk mengontrol ngompol bagi anak diatas 6
tahun.

Selektif Serotonin Re-Uptake Inhibitor (SSRI)

Yang termasuk obat golongan SSRI adalah Fluoksetin, Fluvoksamin, Nefazodon,


Paroksetin, Sertralin, Trazodon, Venlafaksin.
SSRI merupakan Antidepresan baru, sehingga penggunaannya harus hati - hati,
karena efek jangka panjangnya belum diketahui.
Mekanisme kerjanya sama seperti TCA tetapi lebih selektif menghambat ambilan
neurotransmitter serotonin dibanding yang lain (dopamin).
Indikasi SSRI Untuk depresi (lebih unggul dari golongan TCA), penderita Bulimia
nevrosa, anoreksia nevrosa, gangguan panik, nyeri neuropati diabetik, dan sindrom
premenstrual.

Mono Amin Oksidase Inhibitor (MAOI)


Yang termasuk golongan MAOI yaitu, Isokarboksazid, Feneizin dan Tranilsipromin.
Monoamin oksidase adalah suatu enzim mitokondria yang ditemukan dalam jaringan
saraf dan jaringan lain, seperti usus dan hati. Dalam neuron, MAO berfungsi sebagai
katup penyelamat (menonaktifkan neurotransmiter monoamin ( NE, dopamin,
serotonin).
Mekanisme kerja MAOI (lihat gambar dibawah)
a). MAO menginaktifasi monoamin (NE,serotonin,dopamin) yang keluar dari vesikel
shg monoamin dalam neuron berkurang.
b). Obat MAOI menghambat inaktivasi monoamin oleh MAO, sehingga monoamin
tetap aktif dan berdifusi kedalam ruang sinaps. (lihat gambar 8.1)
Gambar 8.1

Indikasi MAOI yaitu :


1. Untuk depresi pada pasien yang tidak responsif atau alergi oleh antidepresan
trisiklik.
2. Ansietas hebat
3. Pasien Aktivitas psikomotorik lemah
4. Pengobatan fobia
5. Depresi atipikal (pikiran labil, menolak kebenaran, gangguan napsu makan)

Golongan Obat pada Gangguan Bipolar

Pasien dengan gangguan bipolar, mengalami dua situasi yang sangat berbeda, pada
saat tertentu pasien mengalami fase depresi, kemudian mengalami fase manik,
dimana perubahan yang terjadi sangat ekstrim. Bila pasien berada dalam fase manik
maka gejala gejalanya adalah bahagia, berharap dan gembira berlebihan,
Perubahan mendadak dari merasa gembira ke lekas marah atau permusuhan,
Keresahan.
Tutur kata cepat dan kurang konsentrasi, Dorongan seksual tinggi, Cenderung
membuat rencana besar dan sulit dicapai

Golongan obat anti bipolar


Garam litium seperti Litium asetat, litium karbonat, litium sulfat dan antipsikotik
seperti asam Valproat.

Golongan Obat pada Skizoprenia

Skozoprenia adalah jenis psikosis dengan berbagai gangguan kepribadiaan disertai


perubahan cara berfikir, perasaannya dan hubungannya dengan lingkungannya.
Biasanya gangguan mental ini terjadi disebabkan disfungsi otak yang diwariskan.
Gejala dasar pada gangguan skizoprenia adalah berfikir (kacau, lupa tiba2,
perubahan urutan berfikir), acuh tak acuh, mudah terangsang, hilangnya kontak
dengan lingkungan, merasa asing sendiri, terpecahnya kepribadiaan. Selain gejala
dasar adapula gejala tambahan yaitu, halusinasi, gila (rasa diikuti, rasa seperti
keracunan, gila seks), tidak mau melakukan aktivitas, ungkapan2 aneh,
pembentukan istilah2 baru, pengulangan terus menerus. Setiap gangguan kejiwaan
diamati dari gejala2 yang ditimbulkan dan dialami oleh penderita, sehingga dapat
membedakan gangguan kejiwaan satu dengan gangguang kejiwaan yang lainnya.
Penyebab skizoprenia secara farmakologis adalah peningkatan aktivitas neuron
dopaminergik pada otak (SSP), sehingga golongan obat yang digunakan untuk
pengobatan skizoprenia adalah menurunkan aktivitas neuron dopamin.

Golongan Obat antiskizoprenia (neuroleptik, antipsikotik, transkuilizer mayor)


Terdapat 5 (lima) golongan obat antiskizoprenia yaitu :
1. Golongan Fenotiazin yaitu, Klorpromazin, Flupenazin, Proklorperazin, Promazin,

Prometazin, Tioridazin.
2. Golongan Butirofenon yaitu, haloperidol.
3. Golongan Benzisoksazol yaitu, Risperidon.
4. Golongan Tioxanti yaitu, Tiotiksen.
5. Golongan Dibenzodiazepin yaitu, Klozapin.
Mekanisme Kerja Obat Neuroleptika (Antiskizoprenia) secara umum adalah
menghambat reseptor dopamin dalam otak dan perifer dan serotonin dalam otak.
(lihat gambar 8.2)

Gambar 8.2
Indikasi neuroleptika (antiskizorenia) adalah,
1. sebagai antipsikotik/antiskizoprenia : mengurangi halusinasi dan agitasi dengan
cara menghambat reseptor dopamin di otak. Efek menenangkan dan mengurangi
gerakan spontan. Berbeda dengan depresan SSP lain, golongan neuroleptik tidak
menekan fungsi intelektual.
2. sebagai pencegahan mual dan muntah (pada peristiwa mual muntah juga terjadi
peningkatan pelepasan dopamin)
Telah dikatakan bahwa mual muntah juga diakibatkan karena peningkatan dopamin,
maka penggunaan neuroleptika dapat juga diberikan untuk kasus mual muntah
selain sebagai antiskizoprenia, dibawah ini penggunaan neuroleptika untuk gejala
mual muntah sesuai penyebabnya (lebih spesifik).
- Obat Meklizin, dimenhidrinat digunakan untuk antiemetik karena vertigo.
- Obat Skopolamin, Prometazin, digunakan sebagai antiemetik pada mabuk jalan.
- Obat Domperidon,metoklorpramid, digunakan untuk antiEmetik pada kemoterapi
kanker
- Obat Tietilperazin,domperidon adalah antiemetik pada terapi radiasi
Kerja obat neuroleptik menghambat dopamin dan atau serotonin, selain itu banyak
obat2 neuroleptik yang menghambat reseptor kolinergik, adrenergik, histamin
dengan berbagai efek samping, diantaranya efek antimuskarinik seperti kabur, mulut
kering, sedasi, bingung, kontipasi, retensi urin. Efek anti adrenergik seperti
hipotensi, pusing
Semua obat neuroleptika bekerja menghambat dopamin sehingga hampir semuan
mempunyai efek antiemetik (seperti diterangkan diatas)

Golongan Obat pada Ansietas (Cemas)

Ansietas adalah gangguan mental berupa suatu ketegangan yang tidak


menyenangkan, rasa takut,gelisah dan penyebabkannya tidak diketahui. Ansietas
ringan tidak perlu diobati, ansietas berat diobati. Gejala ansietas adalah Takhikardi,
berkeringat, gemetar, palpitasi dan aktivitas simpatik
Secara farmakologi penyebab ansietas karena terjadinya letupan neuritansmitter di
otak, sehingga obat obat yang digunakan untuk menurunkan gejala ansietas
adalah menormalkan letupan neurotransmitter yang terjadi di otak.

Golongan Obat Antiansietas (Ansiolitik)


Obat yang digunakan untuk mengobati cemas, dari golongan benzodiazepin,
golongan ini dibedakan berdasarkan sifat ada tidaknya efek hipnotik, dengan
pembagian sebagai berikut :
Pertama, golongan benzodiazepin Bersifat ansiolitik dan tidak mempunyai efek
hipnotik adalah Alprazolam, Klordiazepoksid, Klonazepam, Klorazepat, Diazepam dan
Lorazepam . Kedua Golongan benzodiazepine Bersifat Hipnotik adalah Quazepam,
Midazolam, Estazolam, Flurazepam, Temazepam dan Triazolam.
Mekanisme Kerja benzodiazepine sebagai anti cemas ,
1. Letupan neuron (cemas) dapat terjadi karena tertutupnya saluran Cl, karena tidak
ada ikatan pada GABA sehingga reseptor kosong. Pengikatan GABA menyebabkan
saluran ion Cl membuka.
2. Bila pengikatan GABA diperkuat oleh benzodiazepin (obat ansiolitik), yang
menyebabkan masuknya Cl lebih banyak.
3. Masuknya Cl membuat hiperpolarisasi yang dapat menghambat letupan neuron.
(lihat gambar 8.3)

Gambar 8.3

Indikasi obat golongan Ansiolitik


1. Untuk gangguan ansietas digunakan diazepam, untuk pasien yang memerlukan
pengobatan lama. Alprazolam untuk pengobatan lama atau pendek. Obat ini

menimbulkan adiksi sehingga hanya untuk ansietas kronik.


2. Untuk gangguan otot digunakan diazepam, bisa juga digunakan untuk kaku otot.
3. Untuk penanganan kejang dengan obat klonazepam untuk kejang karena epilepsi.
epilepsi Klorazepat, diazepam dan oksazepam untuk pengobatan akut putus alkohol.
4. Untuk gangguan tidur, tidak semua benzodiazepam dapat digunakan sebagai obat
tidur, meskipun semua mempunyai efek sedatif dan penenang. Yang digunakan
untuk gangguan tidur (obat tidur) adalah Flurazepam, Temazepam, Triazolam

BAB IX
Golongan Obat pada Penyakit Epilepsi

Epilepsi adalah suatu kelainan kejang kambuhan yang berbeda -beda yang memiliki
persamaan yaitu lepasan saraf otak yang mendadak, berlebihan dan tidak normal.
Lepasan neuron yang mendadak ini menyebabkan gerakan - gerakan atau persepsi
yang abnormal yang berlagsung singkat tetapi cenderung berulang.
Perbedaan tempat lepasan listrik yang terjadi menentukan perbedaan gejala yang
timbul, misal epilepsi yang menyebabkan kejang kejang jika motor korteks yang
terlibat. Tetapi jika korteks parietal atau oksipital yang terlibat, gejala serangan
halusinasi penglihatan, pendengaran atau penciuman yang timbul.
Etiologi epilepsi primer terjadi bila tidak ada penyebab anatomik yang spesifik untuk
kejang, seperti trauma. Kejang2 ditimbulkan karena abnormalitas turunan dalam
SSP. Biasanya pasien diobati dengan obat antiepileptik.
Sementara etiologi epilepsi sekunder disebabkan oleh sejumlah gangguan yang
reversibel, seperti tumor, luka kepala, hipoglikemik, infeksi meningen atau
penghentian alkohol secara cepat pada peminum.

Klasifikasi Epilepsi terdapat 2 (dua) jenis yaitu yang bersifat parsial dan generalisata.
Parsial (fokal)
A. Parsial sederhana, dimana selama kejang kesadaran tidak terganggu.
B. Parsial kompleks, dimana selama kejang kesadaran terganggu.
Generalisata :
A. Tonik-klonik (gran mal), bila kejang diawali fase tonik adalah kontraksi kuat dan
kaku otot lengan dan tungkai. Lalu diikuti fase klonik yaitu kontraksi dan relaksasi

ritmik otot, menyebabkan hilangnya kesadaran.kebingungan dan kelelahan.


B. Absence (petit mal ), bila kehilangan kesadaran yang pendek dan sembuh sendiri.
Memandang dan berkedip2 cepat selama 3-5 detik.
C. Mioklonik, bila terjadi kontraksi otot yang singkat berulang2 dalam beberapa
menit, serangan ini jarang terjadi bagi semua umur.
D. Kejang demam yaitu terjadi kejang pada anak 3 bulan sampai 5 tahun disertai
demam tinggi, biasanya kejang tonik-klonik yang berlangsung singkat.
E. Status epileptikus yaitu serangan serangan epilepsi yang berlangsung secara
cepat.

Golongan Obat Antiepilepsi


1. Fenitoin
2. Karbamazepin
3. Fenobarbital
4. Asam valproat
5. Benzodiazepin
6. Gabapentin, Lamotrigen
Mekanisme Kerja Obat Antiepilepsi secara umum adalah menghambat lepasan listrik
dari area fokal atau mencegah meluasnya lepasan listrik abnormal ke daerah
disekililing otak.

Fenitoin
Untuk serangan tonik-klonik dan parsial (fokal) untuk pasien dewasa. Interaksi obat
terjadi bila fenitoin diberikan bersamaan dengan kloramfenikol, dikumarol, cimetidin,
sulfonamid. INH, karena obat obat tersebut dapat menghambat metabolisme
fenitoin, sehingga konsentrasi fenitoin meningkat dalam plasma. Sebaliknya apabila
diberikan bersamaan dengan karbamazepin akan memperkuat metabolisme fenitoin.

Karbamazepin
Karbamazepin efektif untuk serangan epilepsi parsial (sederhana dan kompleks),
Merupakan obat pilihan pertama. Dapat juga digunakan untuk terapi manik depresi
dalam memperbaiki gejala manik depresi.
Interaksi obat terjadi bila diberikan bersamaan dengan simetidin, diltiazem,

eritromisin, INH, profoksifen karena obat obat tersebut, akan menghambat


metabolit karbamazepin sehingga konsentrasi karbamazepin meningkat dalam
plasma.

Fenobarbital
Beberapa indikasi Fenobarbital, yaitu digunakan untuk serangan kejang parsial
sederhana, kurang efektif untuk serangan parsial kompleks, Status epileptikus pada
anak - anak, Serangan kejang demam pada anak - anak, serangan tonik-klonik
kambuhan bila tidak responsif terhadap kombinasi diazepam dan fenitoin.
Dapat juda dipakai sebagai sedatip ringan untuk menghilangkan ansietas ketegangan
mental dan insomnia, walaupun benzodiazepin lebih baik.

Asam valproat
Asam valproat digunajan pada serangan mioklonik, petit mal, tonik-klonik. Asam
valproat juga digunakan untuk pengobatan bipolar pada fase manik. Interaksi obat
akan terjadi bila dgunakan bersamaan dengan fenobarbital, karena asam valproat
akan menghambat metabolisme fenobarbital.

Benzodiazepam
Golongan benzodiazepam yang digunakan untuk epilepsi kronik adalah klonazepam,
klorazepat. Sedangkan untuk gejala epilepsi akut digunakan diazepam. Golongan
Benzodiazepam paling aman dan sedikit sekali memberikan efek samping. Tapi
kekurangannya dapat menimbulkan sedatif atau mengantuk.

Gabapentin
Gabapentin merupakan kelas obat baru pada penyakit epilepsi. Dapat digunakan
pada serangan parsial sederhana dan kompleks, serangan generalisata tonik-klonik.

BAB X
Golongan Obat Analgetika Kuat

Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering, sebenarnya nyeri
berfungsi untuk mengingatkan atau melindungi atau memudahkan diagnosa. Tetapi

apabila sangat menyiksa penderita, sehingga nyeri kadang harus dihilangkan.


Beberapa rangsang yang dapat menimbulkan nyeri, yaitu kerusakan jaringan,
gangguan metabolisme jaringan. Kerusakan dan gangguan tersebutakan
membebaskan senyawa yang disebut zat nyeri (mediator nyeri) berupa Histamin,
Bradikinin, Serotonin, Ach da Prostaglandin.
Nyeri
Somatik
Nyeri
Permukaan
Nyeri I
Nyeri II
Kulit
Nyeri
Dalaman
Otot
Jaringan ikat
Tulang
Sendi
Perut
Nyeri
Viseral
Contoh : Tusukan jarum, cubitan
Contoh : Kejang otot,
Sakit kepala
Contoh ; kolik kantung empedu, nyeri luka lambung

Sebenarnya yang terjadi dalam tubuh, apabila terjadi rangsang yang dapat
menimbulkan nyeri, secara otomatis tubuh akan mengaktifkan System penghambat
nyeri yang diperankan oleh senyawa endogen, yaitu Endorfin dan Enkefalin.
Endorfin (endogen) dan obat gol analgetika kuat (eksogen) bekerja pada reseptor
yang sama, yang disebut reseptor opiat, sama farmakodinamika sama tapi berbeda
dalam farmakokinetikanya, karena sifat peptida pada endorfin.

Mekanisme Kerja Endorfin Kerja pada saraf prasinaptik menurunkan pembebasan


neurotransmitter lain, khususnya senyawa P yang berfungsi sebagai pembawa impuls
nyeri sanaptik.sehingga jumlah potensial aksi yang ditimbulkan menurun.
Salah satu contoh mekanisme sistem penghambat nyeri yang terjadi pada kasus
kecelakaan lalu lintas, yang menimbulkan sistem penghatar nyeri menaik, Masih
terdapat sistem penghambat nyeri tubuh yang mempersulit penerusan impuls nyeri
dengan demikian menurunkan rasa nyeri. Menjelaskan kenapa pada situasi tekanan
(stress) pada luka pada kecelakaan lalu lintas mula2 tidak terasa, baru disadari
setelah berhentinya ketegangan.

Mekanisme terjadinya nyeri pada SSP


Pada system saraf pusat (SSP) yang terdiri dari medulla spinalis, medulla oblongata,
midbrain dan korteks serebri, terdapat reseptor yang berhubungan dengan nyeri
disebut reseptor opioid.
Reseptor opioid tersebut bila berikatan dengan senyawa yang dilepaskan oleh tubuh
karena adanya kerusakan, perasan emosional dan perasaan sensorik yaitu senyawa
bradikinin, serotonin dan prostaglandin maka ikatan reseptor opioid senyawa kimia
tersebut akan terjadi proses nyeri.
Proses nyeri tersebut dapat dihambat bila reseptor opioid berikatan dengan endorfin
dan enkefalin sehingga menghasilkan efek analgetik. mekanisme yang terjadi pada
proses analgetik adalah ikatan antagonis kompetitif.
Reseptor opioid dibagi menjadi beberapa kelas reseptor, dan memiliki makna
farmakologis yang penting yaitu, , , dan .
Table 1.1
no
Kelas
Efek kerja
1
Reseptor
analgesi supraspinal, derpresi pernapasan, menurunkan motilitas GI dan kontraksi
pupil.
2
Reseptor

Analgesia spinal, sedasi, kontraksi pupil


3
Reseptor
Disforia, halusinasi, efek psikotomimetik, dan dilatasi pupil

Beberapa Golongan Obat Analgetika Kuat


Salah satu contoh obat yang mempunyai efek analgetika kuat, yaitu meferidin
(Pethidin), morfin, fentanil dan tramadol.

Meferidin (Pethidin)

Komposisi :
Pethidine HCl injeksi 50 mg/ml
Petidin tablet 50 mg
Indikasi : analgesia untuk semua tipe nyeri yang berat.
Nyeri sedang sampai berat, sebagai suplemen sedasi sebelum pembedahan, nyeri
pada infark miokardium walaupun tidak seefektif morfin sulfat, untuk menghilangkan
ansietas pada pasien dgn dispnea karena acute pulmonary edema & acute left
ventricular failure
Cara kerja obat : Petidin merupakan narkotika sintetik derivat fenilpiperidinan dan
terutama berefek terhadap susunan saraf pusat. Petidin terutama bekerja sebagai
agonis reseptor .
Efeknya terhadap SSP adalah menimbulkan analgesia, sedasi, euphoria, dapresi
pernafasan serta efek sentral lain. Efek analgesik petidin timbul aga lebih cepat
daripada efek analgetik morfin, yaitu kira-kira 10 menit, setelah suntikan subkutan
atau intramuscular, tetapi masa kerjanya lebih pendek, yaitu 2-4 jam. Absorbsi
petidin melalui pemberian oral maupun secara suntikan berlangsung dengan baik.
Obat ini mengalami metabolism di hati dan diekskresikan melalui urin.
Dosis dan cara pemberian :
Analgesi Obstetrik : Dosis tunggal 100-150 mg IM, Boleh diulang hanya sekali, tapi
jarang.
Hindari penggunaan total lebih dari 1,5 mg/kg
Penghilang nyeri neonatal : Dosis 1 mg/kg IM atau IV (diulang setelah 6-8 jam),

resiko besar terjadinya depresi pernapasan.


Kontra indikasi :
Penderita dengan gangguan fungsi hati yang berat, Depresi pernafasan, Alkoholisme
akut, kejang-kejang, Penderita asma bronchial dan payah jantung sebagai akibat
dari penyakit paru-paru kronik, Hipersensitif terhadap petidin, Penderita yang
menggunakan MAOI dalam jangka waktu 14 hari sebelumnya, Cedera kepala,
Asidosis diabetik, Hipertensi.
Peringatan :
- Petidin sebaiknya tidak diberikan secara intravena kecuali peralatan resusitatif dan
antagonis opioid telah disiapkan
- Dosis tinggi/pemberian petidin dengan cepat secara IVdapat menyebabkan
terjadinya depresi pernafasan secara cepat
- Petidin injeksi sebaiknya diberikan secara perlahan-lahan dan dalam larutan yang
telah diencerkan
- Penggunaan tidak dianjurkan pada penderita dengan luka pada kepala dan
kenaikan intrakanial
- Dapat menimbulkan kesukaran pada saat eksplorasi oleh alat pada duktus empedu
- Pemberian secara intra-arterial yang kurang hati-hati dapat menyebabkan
terjadinya nekrosis dan pembekakan
- Dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikis dapat timbul pada
pengulangan dosis
- Penghentian penggunaan petidin secara tiba-tiba pada penderita yang
ketergantungan secara fisik dapat menimbulkan sindroma putus obat termasuk
konvulsi
- Digunakan secara hati-hati dan jika diperlukan penguranagan dosis dianjurkan
pada penderita manula dan penderita dengan kerusakan fungsi paru-paru, hati,
ginjal, dan penderita hipotiroid, insufisiensi, hipertrofi prostat, atau penyempitan
urethra, hati-hati juga pada penderita yang masih sangat muda atau penderita yang
menerima terapi seperti fenobarbital dan phenitoin
- Tidak boleh untuk penderita infark cardiac karena menyebabkan kenaikan tekanan
darah dan hambatan sistemik vascular sebanding dengan peningkatan kecepatan
denyut jantung
- Hiperglikemia terjadi pada agonis opioid

- Dapat menyebabkan depresi sistem pernafasan pada bayi baru lahir


- Pada mata petidin dapat menyebabkan miosis, midriasis atau tidak adanya
perubahan pupil.
- Penggunaan pada saat menyusui tidak dianjurkan karena dapt mengakibatkan air
susu mengandung petidin dan belum diketahui secara signifikan secara klinis
Efek samping :
- Dosis besar meferidin menyebabkan tremor, kedutan otot, dan sangat jarang,
konvulsi.
- Hipotensi yang berat bila obat ini diberikan pasca operasi.
- Dapat menyebabkan ketergantungan.
Interaksi obat :
- Isoniazid : Meningkatkan efek samping isoniazid.
- Antidepresan (MAOi & trisklik) : Potensiasi efek antidepresan.
- Kontraseptik oral & estrogen : Menghambat metabolisme petidin.
- MAO inhibitor : Penggunaan bersama petidin menyebabkan serotonin sindrom
(agitasi, sakit kepala, hipertensi, hipotensi, konvulsi, hiperpireksia, koma),
- Agonis opiod lainnya, anestetik umum, trankuilizer, sedative, hipnotik : Potensiasi
efek depresi sistem saraf pusat.
- Relaksan otot : Opioid dpt meningkatkan kerja penghambatan neuromuscular
- Kumarin antikoagulan : Potensiasi aktivitas antikoagulan.
- Diuretik : opioid menurunkan efek diuretic pada pasien dengan kongestif jantung

Morfin
Komposisi : Mengandung morfin sulfat 10 mg/ml
Indikasi : Digunakan untuk pre-medikasi bedah, mengatasi nyeri pasca bedah, nyeri
akibat kanker.
Cara kerja obat : Morfin mengikat reseptor opioid, terutama reseptor ( lihat tabel
1.1 )
Dosis dan cara pemberian :
Untuk mendapatkan dosis bolus tunggal 1 mg/ml adalah 0,1 ml (1 mg) ad 1 ml
dengan NaCL 0,9%.
Untuk infus kontinu, encerkan 1 ml preparat dengan 10 ml NaCL 0,9%, ambil 1 ml
yang telah diencerkan tadi kemudian di encerkan lagi dengan 50 ml Dektrose 10%,

infuskan dengan kecepatan 1 ml/jam.


Efek samping : Depresi pernapasan berat, muntah, alergi yang meningkatkan efek
hipotensi
Interaksi obat :
Penggunaan bersamaan dengan fenotiazin, IMAO, antidepresan trisiklik, amfetamin
dapat meningkatkan analgesia.
Cara penyimpanan : Pada lemari khusus obat sesuai aturan penyimpanan obat
narkotika dan psikotropika.

Fentanil
Komposisi : Cairan injek 0,05 mg/ml
Indikasi : Analgetik narkotik tambahan pada anestesi umum atau regional,
memperkuat Anesthesia, nyeri berat pada pasien yang telah mendapatkan terapi
opioid untuk mengatasi nyeri kanker kronis, depresan nafas pada pasien dengan
assisted respiretion
Cara kerja obat :
Fentanyl merupakan golongan opioid sintetik dari kelompok fenilpiperidin
dan bekerja sebagai agonis reseptor M. fentanyl banyak digunakan untuk anestetik
karena waktu untuk mencapai puncak analgesia lebih singkat dibanding morfin dan
meperidin (sekitar 5 menit) efek cepat berakhir setelah dosis kecil yang diberikan
secara bolus dan relatif kurang mempengaruhi kardiovaskuler.
Dosis dan cara pemberian :
Penggunaan IV dan IM
IV 25 50 mcg / jam ; IM 0,05 0,1 mcg tiap 1 2 jam
Penggunaan Transdermal 25 mcg/jam tiap 72 jam
Penggunaan transmukosal 200 mcg dapat diulang satu kali, 30 menit setelah dosis
pertama lalu dititrasi/disesuaikan secara bertahap.
Kontra indikasi : Depresi pernapasan., Luka kepala., Alkoholisme akut. Dan Serangan
asmatis akut.
Peringatan : Pasien berusia lanjut dan lemah, Difungsi hati & ginjal, Penyakit paru.
Menurunnya cadangan pernapasan, Anak berusia kurang dari 2 tahun,
Hipotiroidisme, Pembesaran prostat, Syok, Sumbatan usus besar, Penyakit
kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah).

Efek samping : Depresi pernapasan, otot kaku, hipotensi, bradikardia,


laringospasme, mual dan muntah. Kedinginan, kelelahan, halusinasi setelah operasi,
gejala-gejala ektrapiramidal saat digunakan dengan suatu tranquilizer seperti
Droperidol.
Interaksi obat : Premedikasi opioid : analgesic opioid meningkatkan efek sodium
oksibat
(hindari penggunaan bersamaan)
Hindari penggunaan dengan Obat-obat depresan susunan saraf pusat.
Nitroksida.

Tramadol
Komposisi : Mengandung Tramadol Hidroklorid 50 mg
Indikasi : Pengobatan nyeri akut dan kronik yang berat, nyeri pasca pembedahan.
Dosis dan cara pemberian :
Dewasa dan anak > 16 thn
Dosis umum : dosis tunggal 50 mg, dosis tersebut biasanya cukup untuk meredakan
nyeri, apabila masih terasa nyeri dapat ditambah 50 mg setelah selang waktu 30-60
menit.
Dosis maksimum : 400 mg sehari, dosis sangat tergantungpada intenstas rasa nyeri
yang diderita
Penderita gangguan hati dan ginjal dengan bersihan klirens < 30 ml/menit : dosis
tramadolnya 50-100 mg setiap 12 jam, maksimum 200 mg per hari.
Pasien dengan cirrhosis : dosis tramadolnya 50 mg setiap 12 jam.
Kontra indikasi : hipersensitifitas terhadap tramadol dan opiat

BAB XI
Golongan Obat Analgetik Lemah

Bagaimana proses nyeri dan inflamasi terjadi di sistem perifer.


Prostaglandin adalah suatu mediator kimia atau hormon lokal yang diproduksi dalam
jumlah kecil oleh semua jaringan secara normal, dan di dalam tubuh dengan cepat di
metabolisme menjadi bentuk yang inaktif.
Tapi dalam kondisi infeksi, luka atau kerusakan metabolisme jaringan prostaglandin

akan diproduksi lebih banyak, prostaglandin ini berasal dari fosfolipid membran sel
yang rusak akibat kerusakan, infeksi atau luka tersebut, sehingga prostaglandin
beredar dalam darah.
Prostaglandin yang dilepaskan tersebut dapat menyebabkan inflamasi dan nyeri,
sebenarnya merupakan penanda bahwa di dalam tubuh telah terjadi sesuatu yang
abnormal, dan manifestasi yang dirasakan oleh penderita adalah nyeri.
Sintesa Prostaglandin, berasal dari prekursor asam arakidonat yang terdapat dalam
fosfolopid membran sel (salah satu komponen membran sel)
Dalam proses nyeri dan inflamasi terjadi dua jalur sintesa mediator kimia yaitu,
Jalur Siklooksigenase sebagai jalur sintesa prostaglandin, tromboksan dan
prostasiklin dari asam arakidonat. Dan Jalur Lipooksigenase sebagai jalur sintesa
leukotrien dari asam arakidonat.
Enzim yang berperan dalam pembentukan prostaglandin adalah Enzim
siklooksigenase, enzim tersebut terdapat sebagai jenis COX1 dan COX2.

Mekanisme Kerja Analgetika


Analgetika lemah (sampai sedang) bekerja secara perifer, selain kerja analgetika
golongan obat ini juga memiliki spektrum kerja lain yaitu antipiretik dan antiflogistik
Golongan obat analgetika ini disebut juga anti inflamasi non steroid (AINS) dengan
mekanisme kerja menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam
arakhidonat menjadi PGG2 terganggu.
, selain itu terdapat juga golongan obat lain yang mempunyai kerja menghambat
sintesa prostaglandin (kerja analgetika) tetapi golongan tersebut mempunyai
struktur steroid sehingga dinamakan anti inflamasi steroid (AIS) dengan mekanisme
kerja yang berbeda yaitu menghambat pembentukan asam arakhidonat (zat
pembentuk prostaglandin) dari fosfolipid. (lihat gambar 11.1)

Luka/trauma
Kerusakan Membran sel
Phospolipod
Asam Arakhidonat
Endoperoksid PGG2
Prostaglandin

Hidroperoksid
Leukotrien
Enzim Lipooksigenase
Enzim Siklooksigenase
Dihambat AIS
Dihanbat AINS
Gambar 11.1
Cara obat analgetika bekerja terhadap nyeri, yaitu :
- Mencegah sensibilitas reseptor nyeri dengan cara penghambatan sintetik
prostaglandin dengan analgetika yang bekerja perifer.
- Mencegah pembentukan rangsang dalam reseptor nyeri dengan mamakai
anastetika permukaan atau anestetika infiltrasi.
- Menghambat penerusan rangsang dalam serabut sensorik dengan anestetika
konduksi.
- Meringankan nyeri atau meniadakan nyeri melalui kerja dalam sistem saraf pusat
dengan analgetika yang bekerja pada pusat atau obat narkosis.
- Mempengaruhi pengalaman nyeri dengan psikofarmaka (trankuilansia,
neuroleptika, antidepresiv)

Beberapa Golongan Obat Analgetika lemah


Derivat asam propionat
Ibuprofen
Ketoprofen
Derivat asam salisilat
Aspirin
Derivat asam fenamat
Asmef
Derivat Pirazolon
Fenilbutazon
Derivat asam asetat
Asam fenilasetat co : Diklofenak
Asam asetat indol co : Indometasin, Sulindac
Derivat Oksikam

Piroksikam
OBAT AINS

Parasetamol
Komposisi : Mengandung parasetamol 500 mg
Indikasi : Meringankan rasa sakit pada sakit kepala, sakit gigi, menurunkan demam,
setelah vaksinasi.
Cara kerja obat :
Dosis dan cara pemberian :
Dewasa : 3-4 kali sehari 500 mg
Umur 6-12 thn : 250-500 mg per 6-8 jam
Umur >1-5 thn : 125-250 mg per 6-8 jam
Umur <1 thn : 60-120 mg per 6-8 jam atau menurut petumjuk dokter.
Kontra indikasi :
Tidak boleh digunakan pada pederita dengan gangguan hati berat.
Hipersensitif terhadap parasetamol da defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase.
Peringatan :
Dapat menimbulkan gangguan fungsi hati dan ginjal yang berat (disfungsi hati dan
ginjal)
Hati-hati pada penderita forpiria, peminum alkohol karena dapat meningkatkan
resiko kerusakan hati.
Efek samping :
Penggunaan dalam jangka waktu lama dan dosis besar dapat menyebabkan
gangguan fungsi hati dan hipersensitifitas.
Ruam kulit dan reaksi alergi lainnya.
Kasus khusus : purpura trombositopenik, anemia hemolitik dan agranulositosis.

Ibuprofen
Komposisi : Ibuprofen 200 mg
Indikasi :
Meredakan demam, mengurangi rasa nyeri pada sakit gigi, sakit kepala nyeri otot,
nyeri setelah operasi cabut gigi dan penyakit reumatik.
Dosis dan cara pemberian :

Dewasa : 200 mg 3x4 kali/hari


Anak-anak 1-12 thn untuk mengurangi demam suhu < celcius =" 5"> 39 derajat
celcius = 10 m /kg BB, diberikan 2-4 kali/hari.
Kontra indikasi : Hipersensitif terhadap ibuprofen atau AINS lainnya, ulkus peptik
berat dan aktif, hamil trimester ketiga.
Efek samping : Gangguan salran cerna, mual muntah, nyeri lambung, diare,
konstipasi, perdarahan lambung, ruam kulit, bronkospasme, trombositopenia dan
penurunan ketajaman penglihatan.

Asam Mefenamat
Komposisi : Tiap kaplet mengandung 500 mg asam mefenamat.
Indikasi : meredakan nyeri ringan sampai berat pada sakit kepala, sakit gigi, nyeri
otot tulang, nyeri karena luka, nyeri setelah operasi, nyeri setelah melahirkan,
dismenore, nyeri rematik, nyeri tulang belakang, demam.
Dosis dan cara pemberian :
Dewasa dan anak > 14 tahun : awal 500 mg, kemudian 250 mg tiap 6 jam.
Dismenore : awal 500 mg, kemudian 250 mg tiap 6 jam.
Kontra indikasi : Pasien dengan tukak peptik, kerusakan ginjal dan pasien asma yang
sensitif terhadap Anti inflamasi Non steroid.
Peringatan :
Penggunaan asam mefenamat maksimal 7 hari.
Penggunaan obat diberikan segera sesudah makan.
Hati hati penggunaan pada ibu hamil dan menyusui.
Pada pasien dengan peradangan abdomen efek samping diare dapat menjadi berat.
Tidak dianjurkan penggunaan pada anak dibawah 14 tahun.
Efek samping :
Diare, mengantuk, konstipasi dan anemia hemolitik, eritema kulit, bronkokontriksi.
Interaksi obat :
Pemberian Asam Mefenamat bersama dengan Anti Koagulan (mencegah pembekuan
darah) akan menyebabkan efek anti koagulan meningkat sehingga resiko perdarahan
meningkat.

Ketoprofen

Komposisi, Ketoprofen tersedia dalam bentuk sediaan:


Tablet : 50 mg, 100 mg, 200 mg
Supositoria : 100 mgInjeksi : 100 mg/ml-ampul, 100 mg/2ml, 100 mg/vialGel : 2,5
mg/g, 25 mg
Indikasi :
Ketoprofen dapat digunakan sebagai anti-encok seperti Rematik inflamasi
kronik/abartikuler, gout, atritis akut, osteoatritis, rematoid atritis, skiatika, dan nyeri
pada punggung bawah
Ketoprofen umumnya diresepkan untuk arthritis inflamasi yang berhubungan dengan
nyeri atau sakit gigi yang parah yang mengakibatkan radang gusi. Ketoprofen dapat
juga digunakan untuk mengobati rasa sakit, terutama nyeri saraf seperti neuralgia
pasca-herpes untuk radiculopathy, dalam bentuk krim, salep, cair, semprot, atau gel
yang juga berisi Ketamine dan lidokain, bersama dengan agen lain yang mungkin
berguna seperti cyclobenzaprine, amitryptiline, asiklovir, gabapentin, orphenadrine
dan obat lain yang digunakan untuk pengobatan sebagai NSAID atau ajuvan, atipikal
atau nyeri potensiator.
Cara kerja obat : Ketoprofen merupakan suatu antiinflamasi non steroid dengan efek
antiinflamasi,analgesik dan antipiretik. Sebagai anti inflamasi bekerja dengan
menghambat sintesa prostaglandin. Pada pemberian oral kadar puncak dicapai
selama 0,52 jam. Waktu paruh eliminasi pada orang dewasa 3 jam, dan 5 jam pada
orang tua.
Dosis dan cara pemberian :
Penggunaan oral
Dosis awal yang dianjurkan : 75 mg 3 kali sehari atau 50 mg 4 kali sehari.
Dosis maksimum 300 mg sehari. Sebaiknya digunakan bersama dengan makanan
atau susu.
Penggunaan IM
50100 mg tiap 4 jam. Dosis maksimum 200 mg/hari, tidak lebih dari 3 hari.
Penggunaan supp
1 suppositoria pada pagi dan malam hari, 1 suppositoria pada malam hari, jika
digabungkan dengan pemberian oral pada siang hari.
Penggunaan Gel
2 x sehari dioleskan tipis pada bagian yang nyeri, maksimal pemakaian 7 hari.

Kontra indikasi :
Hipersensitif terhadap ketoprofen, aspirin dan AINS lain.
Gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat
Ulkus peptikum dan pada penderita asma.
Peringatan :
Hati-hati bila diberikan pada penderita hiperasiditas lambung.
Tidak dianjurkan penggunaan pada wanita hamil dan menyusui.
Hati-hati pada penderita gangguan fungsi ginjal.
Efek samping :
ulkus gastrointestinal, penurunan jumlah sel darah merah (akibat pendarahan GI),
dan jarang kerusakan ginjal, protein kerugian, dan gangguan perdarahan.
Interaksi obat :
Ketoprofen tidak boleh digunakan dalam dengan NSAID atau kortikosteroid lainnya,
karena hal ini meningkatkan risiko ulserasi GI. Ini juga harus digunakan dengan hatihati dengan antikoagulan lain. Hal ini umumnya digunakan dengan omeprazol,
sucralfate, dan simetidin untuk membantu melindungi saluran GI.
Petunjuk konsultasi :
Katakan pada dokter, jika anda alergi atau mengalami reaksi apapun yang tidak
lazim, atau terhadap obat obatan seperti aspirin atau salisilat yang lain, ketorolak,
oksifenbutazon, suprofen, zomepirak.
Jangan memakai ketoprofen selama 3 bulan terakhir kehamilan, kecuali atas
perintah dokter.
Efek yang timbul pada anak anak sama dengan efek yang timbul pada orang
dewasa.
Katakana pada dokter, jika anda mengalami masalah kesehatan berikut : alcohol,
masalah perdarahan, colitis ( tukak lambung, atau gangguan saluran cerna lain ),
diabetes mellitus, hepatitis atau gangguan hati lainnya, sedang atau punya riwayat
gangguan ginjal, baru baru ini mengalami iritasi atau perdarahan pada anus,
system lupus erythematous, merokok atau pernah merokok, anemia, asma, epilepsy,
retensi cairan ( kaki membengkak), penyakit jantung, penyakit jiwa, Parkinson,
tukak, bintik putih atau merah di mulut ( jika timbul setelah memakai obat, kadang
kadang menunjukan efek samping yang serius.
Untuk mengurangi gangguan cerna, sebaiknya diminum bersama makanan atau

antasida.
Tidak perlu diminum bersama makanan, jika sediaan salut enteric karena dapat
melindungi lambung dari iritasi obat.
Jika menggunakan antasida, sebaiknya jenis kombinasi alumunium dengan
magnesium kecuali jika dokter memberikan antasida jenis lain.
Minumlah obat ini dengan segelas air putih (250 ml).
Beberapa sediaan obat harus ditelan utuh, tidak boleh digerus atau dihancurkan.
Agar efektif dan aman, jangan minum melebihi anjuran dosis, frekuensi dan lamanya
pengobatan dari dokter anda.
Simpan di tempat yang terhindar dari panas dan cahay serta jauhkan dari jangkauan
anak anak.
Jangan di simpan di tempat yang lembab atau panas karena akan merusak obat.
Jagalah agar suppositoria atau sediaan cair obat ini tidak beku
Jangan menyimpan obat yang telah kadaluarsa atau tidak digunakan lagi.

Piroxicam
Indikasi : Rematoid artritis, osteoartritis, anklilosing spondilitis, gout akut dan
gangguan muskulo skeletal akut.
Dosis dan cara pemberian :
Dewasa :
Rematoid artritis, osteoartritis, ankilosing spondilitis : 20 mg dalam dosis tunggal
atau dosis terbagi
Gout akut : 40 mg sehari dalam dosis terbagi selama 4-6 hari. Tidak dianjurkan
untuk pemakaian lama.
Gangguan muskulo skeletal akut : 40 mg sehari dalam dosis tunggal / dosis terbagi
selama 2 hari, selanjutnya 20 mg sehari dalam dosis tunggal selama 7-14 hari.
Kontra indikasi :
pada penderita yang hipersensitif terhadap Piroxicam, cross sensitivitas yang
potensial terhadap aspirin dan obat-obat anti inflamasi non steroid lain dapat
mengalami bonchospasm, nasal polip dan angioedema.
Penderita yang mempunyai riwayat tukak lambung aktifatau sejarah tukak yang
berulang perforasi atau pendarahan lambung.
Peringatan :

hati-hati bila digunakan pada pendeita dengan riwayat penyakit saluran cerna bagian
atas, kegagalan fungsi ginjal, kegagalan fungsi jantung, hipertensi, dan keadaan lain
yang berhubungan dengan retensi cairan, kaena dapat memperburuk keadaan.
Gangguan fungsi hati
Data-data yang menunjang keamanan pemakaian pada wanita hamil dan menyusui
belum mencukupi.
Keamanan pnggunaan pada anak-anak belum diketahui dngan pasti.
Efek samping :
Ikatan dengan protein darah kuat dan menggantikan ikatan albumin dengan obat
lain.
Piroxicam dan aspirin tidak boleh diberikan secara bersamaan.
Hati-hati bila diberikan bersama-sama dengan litium akan meningkatkan kada litium
dalam plasma.
Interaksi obat :
Ikatan dengan protein darah kuat dan menggantikan ikatan albumin dengan obat
lain.
piroxicam dan aspirin diberikan secara bersamaan.akan meningkatkan efek analgetik
hati-hati bila diberikan bersama-sama dengan litium akan meningkatkan kadar litium
dalam plasma.

BAB XI
Golongan Obat Anestesi

Penggunaan obat untuk anestesi tidak digunakan tunggal selalu dikombinasi,


bersamaan dengan obat preanestesi atau dengan pelemas otot tujuannya adalah
untuk menjaga keseimbangan, membantu proses anestesi dan menurunkan dosis
obat anestesi.
Golongan obat Preanestetik dapat menyebabkan penderita tenang, menghilangkan
rasa sakit, melindungi terhadap efek yang tidak diinginkan pada proses pembedahan
selanjutnya.
Jenis obat preanestesi
- Benzodiazepin : untuk menghilangkan ansietas dan memudahkan amnesia.

- Untuk sedasi : barbiturat.


- Antihistamin untuk mencegah reaksi alergi difenhidramin.
- Untuk mengurangim keasaman lambung : simetidin.
- Antiemetik : droperidol.
- Analgesia : opioid
- Antikolinergik : skopolamin
- Obat2 ini membantu kelancaran anestesi dan menurunkan dosisi anestesi.
Tahap anestesi
1. Mengalami analgesia,
2. Amnesia, dan
3. Tidak sadar sedangkan
4. Otot mengalami relaksasi dan
5. Penekanan refleks yang tak dikehendaki.
Fase anestesi terdiri dari 3 (tiga) tahap yaitu, induksi, pemeliharaan dan sadar
kembali dari anestesi.
- Induksi : suatu periode waktu dari mulai pemberiaan anestetik sampai pada
anestesi pembedahan yang efektif pada penderita. Atau kecepatan konsentrasi
efektif obat anestetik yang mencapai otak.
- Pemeliharaan : suatu fase anestesi yang bertahan.
- Sadar kembali : pembalikan induksi dan tergantung dari seberapa cepanya obat
anestetik hilang dari otak atau waktu dari putusnya pemberian obat anestetik sampai
kesadaran kembali.
Kedalaman Anestesi
Kedalaman anestesi ditandai dengan meningkatnya penekanan SSP yang disebabkan
oleh penumpukan obat anestetik di otak. Dibagi dalam 4 stadium diantaranya,

Stadium I (fase analgesia) : Hilangnya sensasi nyeri akibat gangguan transmisi


sensorik pada traktus spinotalamikus. Penderita sadar dan dapat diajak bicara. Pada
saat mendekati
Stadium II (gelisah) : Penderita mengalami delirium dan tingkah laku kekerasa,
tekanan darah dan pernapasan meningkat, untuk menghindari stadium ini dapat
diberikan barbiturat kerja singkat, seperti natrium pentotal yang diberikan secara IV

sebelum diberikan anestetik inhalasi.

STADIUM KEDALAMAN ANESTESI


Stadium III (anestesi pembedahan) : Relaksasi otot rangka, refleks mata menurun,
pergerakan bola mata terhenti, pembedahan dapat dilakukan pada stadium ini.

Stadium IV (paralisis medular) : Depresi kuat pusat pusat pernapasan dan


vasomotor, kematian dapat cepat terjadi.

Golongan Obat Anestesi


Obat obat anestesi yang sering dipakai yaitu, ketamin, benzodiazepin, barbiturate,
opioid dan propofol.

Ketamin
Ketamin anestesi non barbiturat kerja secara singkat, dimana penderita tampaknya
bangun tapi tidak sadar dan tidak merasakan sakit.
Ketamin digunakan untuk anak - anak dan dewasa muda untuk tindakan singkat,
efek ketamin dapat meningkatkan aliran darah otak dan halusinasi pasca bedah
(mimpi buruk)
Kombinasi dengan barbiturat dengan tujuan untuk menghilangkan stadium mimpi
buruk,

Benzodiazepin
Banyak sekali golongan benzodiazepin yang digunakan untuk tujuan antiansietas
(lihat bab ansietas) tetapi untuk penggunaan anestesi lebih banyak dignakan
benzodiazepin jenis Lorazepam dan midazolam dimana efek anestesinya lebih kuat
dibanding diazepam.
Penggunaan anestesi dari golongan benzodiazepin dapat menimbulkan terjadi
amnesia, efek analgesia kurang dan menimbulkan aktivitas otot rangka tak
terkendali.

Kombinasi dengan pelemas otot yaitu parasimpatomimetik (isofluran)

Barbiturat
Golongan barniturat adalah Tiopental, tiamilal, metoheksital. Bersifat anestetika kuat
dan analgesia lemah. Banyak diberikan secara IV, cepat masuk SSP dan menekan
SSP, kurang dari 1 menit.distribusinya luas ke jaringan tubuh, otot rangka dan
jaringan adiposa, dari adiposa (gudang obatnya ) kemudian merembes berlahan2
kemudian dimetabolisbagai (bersama analgetika kuat gol opioid.

Opioid
Golongan opioid yang sering digunakan dalam anestesi adalah morfib dan fentanil.
Morfin digunakan dalam anestesi adalah efek analgetika nya yang kuat sehingga
harus ditambahkan nitrogen oksida, dan ini merupakan anestesi yang bagus untuk
pembedahan jantung. Tetapi kenyataannya fentanil lebih sering digunakan daripada
morfin.
Nalokson merupakan antagonis opioid (menghambat kerja efek opioid)

Propofol
Profopol merupakan sedatif/hipnotik IV yang digunakan untuk menginduksi atau
memelihara anestesi. Mula kerja pelan terjadi pada waktu 40 detik.
Dan preanestesi untuk propofol yaitu golongan narkotik sebagai analgesi.
Diposkan oleh dinna di 07:31

Obat sistem syaraf simpatik


JAN 5
Posted by denikrisna
Nah sebelum kita bahas tentang obat di syaraf otonom kita masuk
preface dulu!

Nervous system

seperti kita tau sistem syaraf dibagi menjadi 2 kelompok besar:


1. Sistem syaraf pusat (Central Nervous System / CNS) , terdiri dari
otak (brain) dan sumsum tulang belakang (spinal cord)
2. Sistem syaraf Perifer (Peripheral Nervous System / PNS), terdiri
dari 2 macam:
1.) sistem syaraf somatik, terdapat di sel otot skeletal
2.) sistem syaraf otonom, sel efektornya: otot polos, otot jantung,
kelenjar2 tubuh
sistem syaraf otonom dibagi lagi menjadi 2: Sistem syaraf simpatik dan
parasimpatik

Sistem syaraf otonom (Autonomic Nervous system / ANS)


Nah yg kita bahas cm yg ini ama sistem syaraf otonom. kenapa? karena
itu yg masuk bahan uas ^^v. Untuk di bagian yg otonom dulu. cekidot

Function?
1. Pemeliharaan kondisi internal tubuh
2. Sistem homeostatis

Jadi seperti yg udah disebutin di atas kalo efektor dari sistem syaraf
otonom meliputi otot polos, otot jantung dan kelenjar2 tubuh. Jadi
regulasinya sistem syaraf otonom pada otot polos misalnya otot polos yg
ada di gastrointestinal, di trakea dll.

Classification
Sistem syaraf otonom sendiri dibagi menjadi 2:

1. sistem syaraf simpatik


2. sistem syaraf parasimpatik
untuk post ini dibahas yg simpatik dulu ya :B

Sistem Syaraf Simpatik


Efeknya?
Fight or Flight Response?
Gampangnya ilustrasi ekstrimnya seperti ini:
saat tengah jalan2 dengan damai di jakal, tiba2 ada banci berdandanan
menor and the gang (5 orang) datang dari arah berlawanan. mereka

cekikikan melihat ke arahmu dan bisik2 g enak. dan saat itulah mereka
mengejarmu!
saat itulah saraf simpatik menunjukkan kegunaannya. What happens
saat 5 banci mengejarmu? Aliran darah meningkat, denyut jantung
meningkat dag dig dug g karuan, tekanan darah juga.
Nah saat itu apa yg anda lakukan?
Would u?
1. Fight: melawan banci2 itu. entah dengan ninju, atau teriak2 ngatain
mereka
or
2. Flee: yg tidak punya nyali ya kabuuuurrr
*diambil dari pengalaman pribadi dan tolong jangan ketawa ==

Additional information

Syaraf post ganglion lebih panjang dari preganglion sehingga


aksinya lebih luas.

Terletak di bagian thoraks dan lumbar pada kolom vertebral sistem


syaraf pusat karenanya disebut toracolumbar

Sympathetic Transmitter Substances


Nah sekarang kalo yg ini kita bahas neurotransmitternya.
Neurotransmitter?
Senyawa yg dihasilkan oleh ujung syaraf untuk memberikan sinal menuju
sel lainnya

Neurotransmitter syaraf simpatik


Norepinephrine atau Noradrenaline merupakan neurotransmitter sistem
syaraf simpatik.

taken from Color Atlas of Pharmacology

Biosintesis norepinefrin

1. Tyrosine

Asam amino Tyrsine memasuk sel syaraf secara transport aktif. Tyrosine
mengalami hidroksilasi dengan bantuan Tyrosine hydroxylase menjadi LDOPA di sitosol sel syaraf
2. DOPA
DOPA mengalami dekarboksilasi menjadi DOPAMINE dengan bantuan Lamino acid decarboxylase
3. DOPAMINE
Dopamine dioksidasi oleh dopamine--hydroxylase (hanya terdapat di
vesikel) menjadi Norepinephrine dengan kofaktor askorbat
4. Norepinephrine

Reseptor Norepinephrine
Reseptor norepinephrine adalah reseptor adrenergik / adrenoreseptor.
Reseptor adrenergik dibagi menjadi:
1. Reseptor alfa adrenergik, dibagi menjadi 2 :
1) alfa-1 adrenergik
menyebabkan vasokonstriksi pada pembuluh darah, saluran
gastrointestinal, vasodilatasi otot bronkus (efeknya lebih kecil dibanding
beta-2)
2) alfa-2 adrenergik
inhibisi pelepasan insulin, induksi pelepasan glukagon, kontraksi spincher
pada gastro intestinal
2. Reseptor beta adrenergik, dibagi menjadi 3:

1.) beta 1 : terdapat di jantung


menaikkan heart rate (jumlah denyut jantung per unit waktu),
menaikkan kontraksi jantung
2.) beta 2: terdapat di pembuluh darah, otot polos skeletal, otot polos
bronkus
relaksasi otot polos di gastro intestinal dan bronkus, dilatasi arteri,
glukoneogenesis
3.) beta 3: terdapat di jaringan adiposa
menyebabkan lipolisis untuk diet tp sayang efek sampingnya :O
supaya sedikit sistematis ini ada gambarnya:

Obat2 yg bekerja pada sistem syaraf simpatik


1. Agonis adrenergik (Adrenomimetik / simpatomimetik)
Namanya juga agonis, berarti efeknya memperkuat aktifvitas syaraf
adrengergik. efeknya ada dua macem:

1. Agonis adrenergik langsung


Obat yg termasuk tipe ini langsung berikatan pada reseptor adrenergik.
sehingga mengaktivasi reseptor tersebut
obat2 yg bertindak sebagai agonis adrenergik langsung memiliki afinitas
terhadap reseptor2 tertentu. misalnya:
1. Norepinefrin : memiliki afinitas terhadap reseptor , 1
2. Epinefrin

: memiliki afinitas terhadap reseptor , 1, 2

3. Isoproterenol: memiliki afinitas terhadap reseptor 1, 2


loh kok bisa beda? ada akibat struktur kimianya. tp karena saya sendiri
belum paham jd maaf ^^b

Efek thd tubuh?


Biar gampang ini ada efek yg terjadi akibat rangsangan terhadap reseptor
tsb:
1. Stimulasi jantung
reseptor apa yg ada di jantung? 1 kan? jadinya untuk menstimulasi
jantung harus pake obat yg bekerja pada reseptor 1. Dari ketiga contoh
di atas kan smuanya bisa.
2. Efek thd otot polos

Kalo disini tdp 2 reseptor: dan


stimulasi thd reseptor akan menyebabkan vasokonstriksi, sedangkan
stimulasi thdp reseptor akan menyebabkan vasodilatasi
kenapa? karena keduanya melalui transduksi signal yg berbeda (nah
biomol keluar ==)
3.Bronkodilatasi
Reseptor apa yg ada di bronkus? 2. karenanya pake yg memacu reseptor
ini
4. Efek metabolisme
seperti yg udah ditulis di atas juga bahwa pemacuan reseptor akan
menginduksi proses glukoneogenesi (glikogen jadi glukosa)

Obat lain
1. Fenileprin, metaraminol, dan methoxamine
ketiga obat di atas efeknya terhadap reseptor jadi g ngefek ke jantung
secara langsung
mereka menyebabkan vasokonstriksi dan peningkatan tekanan darah baik
sistolik maupun diastolik. tp di jantungnya ada reflexi bradikardia jadi
tekanan darah di jantung g terlalu berubah.
Karena efeknya sebagai vasokonstriktor maka ketiga obat tersebut
digunakan untuk mengembalikan tekanan darah selama anestesi spinal
maupun keadaan hipotensif lainnya.

fenileprin juga secara luas dipakai sebagai nasal dekongestan namun


jangan diberikan kepada penderita glaukoma karena dikhawatirkan
terjadi peningkatan tekanan intraokular
2. Dobutamin
efek terhadap reseptor 1. efeknya lebih besar dari dopamin (inget lebih
besar efek lebih besar jg efek sampingnya ^^b). fungsinya untuk
meningkatkan denyut jantung
3. Terbutaline and Albuterol
Untuk obat penyakit asma karena merupakan agonis selektif untuk
reseptor 2.

2. Agonis Adrenergik tidak langsung


Kalo agonis yg ini dia bereaksi secara tidak langsung. cara kerjanya:
1. menghambat re-uptake : kan kalo NEnya kebanyakan atau g kepake
dia akan mengalami reuptake masuk kembali ke sel syaraf semula dan
disimpan dalam granul
2. menghambat MAO (mono amin oksidase): karena MAO-lah yg
menginaktivasi neuro transmitter.
3. Menyebabkan pelepasan NE

Obatnya
1. Efedrin
Dapat menembus sawar darah otak dan mempengaruhi sistem saraf
pusat. Obat ini dipake per oral dan durasinya lebih lama dari

norepinefrin. Cara kerjanya adalah melepaskan norepinefrin. namun ada


juga efek lainnya yaitu sebagai bronkodilator.
2. Amphetamine dan turunannya
kalo yg ini pasti udah pada denger. yep obat yg sering dipake buat
doping. efeknya sama kaya efedrin yaitu bisa menembus sawar darah
otak namun efeknya jauh lebih kuat! para atlit yg minum ini akan merasa
beternaga dan g merasa capek. Sekarang sudah tidak direkomendasikan
sebagai obat lagi karena disalahgunakan.

2. Antagonis adrenergik (Adrenolitik / simpatolitik)


obat yang mengeblok sistem saraf simpatik dengan mekanisme:
1. menurunkan rangsang simpatetik dari otak
2. mengeblok reseptor adrenergik
3. menurunkan pengeluaran NE

Dibagi menjadi :
1. Blocker
obat atau senyawa yang mengeblok reseptor alfa adrenergik, dibagi
menjadi:
1.) Pengeblok
mengeblok reseptor secara tidak spesifik ( 1 dan 2 sama2 diblok).
karenanya jarang digunakan.
contoh obat: fentolamin, tolazolin
fungsinya? ya untuk vasodilator

2.) Pengeblok -1
kalo yg ini udah spesifik hanya untuk -1.
contoh obat: prazosin, trimazolin, terazolin
fungsinya? sebagai obat antihipertensi. kan seperti yg dijelaskan di awal
kalo -1 itu bikin vasokonstriksi.
3.) Pengeblok -2
sama kalo yg ini spesifiknya tp hanya untuk -2
contoh obat: yohimbin
efek samping: aprodisiaka (meningkatkan libido, bisa untuk obat disfungsi
jg )

2. Blocker
obat atau senyawa yg mengeblok resptor beta adrenergik, dibagi
menjadi:
1.) Pengeblok
mengeblok reseptor secara tidak spesifik. karenanya jarang digunakan.
contoh obat: propanolol, karteolol, pindolol, timolol
fungsinya? menurunkan denyut jantung, kardiak output, tekanan darah
2.) Pengeblok -1
kalo yg ini udah spesifik hanya untuk -1.
contoh obat: asebutolol, atenolol, betaxolol

fungsinya? menurunkan frekuensi denyut jantung dan untuk pengobatan


hipertensi
3.) Pengeblok -2
sama kalo yg ini spesifiknya tp hanya untuk -2
contoh: butaxamine (g dipake, cm buat peneliatin)
jarang digunakan. kenapa? karena bikin bronkokonstriksi. (siapa yg mau
sesek?)

3. Central Blocker
Mekanismenya dengan menurunkan aktivitas sel syaraf simpatik. dengan
menghambat rangsan simpatetik dari otak dmaupun menghambat
pengeluaran NE dari ujung syaraf simpatik

Anda mungkin juga menyukai