Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
NAPZA (Narkotika, Psikotropiks dan Zat Adiktif lainnya), sering disebut juga sebagai zat
psikoaktif, yaitu zat yang bekerja pada otak, sehingga menimbulkan perubahan perilaku,
perasaan, dan pikiran. Napza ada yang semata-mata berasal dari tumbuh-tumbuhan (natural,
alami) seperti ganja, ada yang semi-sintesis (putauw). Napza didefinisikan sebagai setiap
bahan kimia/zat yang bila masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi tubuh secara
fisik dan psikologi, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta
ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA.1
WHO (World Health Organization) dalam Technical Report Series, no. 516 sejak
tahun 1973 telah menggolongkan zat-zat tersebut dengan istilah dependence-producing
drugs sebagai berikut:1
1. Alcohol-barbiturate type-e.g., ethanol, barbiturates, and certain others drugs with
sedative effects, such as chloral hydrate, chlordiazepoxide, diazepam, meprobamate,
and metaqualone.
2. Amphetamine

type-e.g.,

amptehtamine,

dexamphetamine,

methampheta-mine,

methylphenidate, and phenmetrazine;


3. Canabis type-e.g., preparation of Cannabis sativa L, such as marihuana (bhang,
dagga, kif, maconha), ganja, and hashish (charas);
4. Cocaine type-e.g., cocaine and coca leaves;
5. Khat type-e.g., preparations of Catha edulis Forssk;
6. Opiate (morphine) type-e.g., opiates such as morphine, heroin, and codeine, and
synthetics with morphine-like effects, such as methadone and pethidine; and
7. Volatile solvent (inhalant) type-e.g., toluene, acetone, and carbon tetrachloride.
Dewasa ini beberapa ahli juga mencantumkan nikotin, kafein dan analgetik sebagai
zat yang mendatangkan ketergantungan. Sedangkan berdasarkan efeknya terhadap perilaku
yang ditimbulkan dari NAPZA dapat digolongkan menjadi 3 golongan:1
1. Golongan Depresan (Downer)
Jenis NAPZA yang berfungsi mengurangi aktifitas fungsional tubuh. Jenis ini
menbuat pemakaiannya merasa tenang, pendiam dan bahkan membuatnya tertidur dan
tidak sadarkan diri. Golongan ini termasuk Opioida (morfin, heroin/putauw, kodein),
Sedatif (penenang), hipnotik (otot tidur), dan tranquilizer (anti cemas) dan lain-lain.
2. Golongan Stimulan (Upper)
1

Jenis NAPZA yang dapat merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan
kerja. Jenis ini membuat pemakainya menjadi aktif, segar dan bersemangat. Zat yang
termasuk golongan ini adalah : Amfetamin (shabu, esktasi), Kafein, Kokain.
3. Golongan Halusinogen
Jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek halusinasi yang bersifat merubah
perasaan dan pikiran dan seringkali menciptakan daya pandang yang berbeda
sehingga seluruh perasaan dapat terganggu. Golongan ini tidak digunakan dalam
terapi medis. Golongan ini termasuk : Kanabis (ganja), LSD, Mescalin.
Penyalahgunaan dan Ketergantungan adalah istilah klinis/medik-psikiatrik yang
menunjukan ciri pemakaian yang bersifat patologik yang perlu di bedakan dengan tingkat
pemakaianpsikologik-sosial, yang belum bersifat patologik Penyalahgunaan Napza adalah
penggunaan salah satu atau beberapa jenis NAPZA secara berkala atau teratur diluar indikasi
medis,sehingga menimbulkan gangguan kesehatan fisik, psikis dan gangguan fungsi sosial.1
Ketergantungan Napza adalah keadaan dimana telah terjadi ketergantungan fisik dan
psikis, sehingga tubuh memerlukan jumlah NAPZA yang makin bertambah (toleransi),
apabila pemakaiannya dikurangi atau diberhentikan akan timbul gejala putus zat (withdrawal
symptom). Oleh karena itu ia selalu berusaha memperoleh NAPZA yang dibutuhkannya
dengan cara apapun, agar dapat melakukan kegiatannya sehari-hari secara normal.1,4
Survei terbaru dari National Institute of Drug Abuse (NIDA) 40% dari populasi yang
melaporkan telah menggunakan satu atau lebih zat terlarang dalam kehidupan mereka, 15%
telah menggunakan zat terlarang pada tahun sebelumnya. Prevalensi seumur hidup dari
penyalahgunaan zat sekitar 20%.2 Dewasa ini, diperkirakan di Indonesia juga terdapat
peningkayan jumlah penyalahgunaan NAPZA dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008
prevalensi penyalahgunaan napza sebesar 1,99% dari kelompok umur 10-59 tahun (3.6 juta
jiwa), sedangkan tahun 2010 prevalensi tersebut diproyeksikan naik menjadi 2.21% dan
tahun 2015 naik menjadi 2.8% (5.1 sampai 5.6 juta jiwa).1
Kanabis merupakan salah satu obat yang belum pernah disetujui dan masih populer
diawal abad 21. Kanabis adalah obat terlarang yang digunakan secara luas di negara-negara
seperti: Kanada, Mexico, Costa Rica, Elsalvador, Australia dan Afrika Selatan, dan termasuk
Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2

A. DEFENISI
Kanabis adalah nama singkatan untuk tanaman Cannabis Sativa. 1-4 Tanaman ini rata-rata
akan tumbuh 5-12 kaki tingginya tapi bahkan sampai mencapai 20 kaki. 3 seluruh bagian
tanaman mengandung kanabinoid psikoaktif, yaitu delta 9 tetrahidrocannabinol (THC)
dan bersifat adiktif, dan larut dalam lemak. 1,5 Karena tidak larut dalam air, THC tinggal
lama di dalam lemak jaringan (ternasuk jaringan otal, sehingga menyebabkan brain
damage). Gambaran klinis ganja tergolong kombinasi antara CNS-depresant, stimulansia,
dan halusinogenik.
Istilah kanabis umumnya mengacu kepada pucuk daun, bunga dan batang dari
tanaman yang dipotong, dikeringkan dan dicacah dan biasanya dibentuk menjadi
rokok.5,6 umumnya diperjual-belikan dalam nentuk lintingan, gram-an, kilo-an hingga
berton-ton, atau bentuk lain seperti budha stick dan minyak ganja.1
Nama lain untuk tanaman kanabis adalah marijuana, grass, weed, pot, tea, Mary
Jane, dan produknya hemp, hashish, charas, bhang, ganja, dagga dan sinsemilla.2,4-6
konsentrasi tertinggi dari kanabinoid psikoaktif ditemukan pada puncak bunga dari kedua
jenis tanaman jantan (male) dan betina (female).6
Gambar 1. Ganja Kering
B. EPIDEMIOLOGI

Kanabis obat terlarang yang paling sering digunakan. Dari tahun 2000, kanabis
digunakan oleh 76% pengguna obat pengguna obat terlarang saat ini. Sekitar 96%
pengguna obat terlarang hanya menggunakan kanabis, 17% memakai kanabis dan obat
terlarang lainnya, dan 24% melaporkan menggunakan obat terlarang selain kanabis.2
3

Di indonesia, terdapat 2-3 juta orang yang pernah menghisap ganja (di Amerika
Serikat 5 juta orangpernah menggunakan ganja sepekan sekali). Pengguna pemula ganja,
terutama dikalangan anak usia muda, meningkat tajam 4-5tahun terakhir, karena ganja
mudah diperoleh dimana-mana (produk lokal).1
C. EFEK GANJA
Dosis THC yang diperlukan untuk memperoleh efek farmakologis pada manusia dari
menghisap sekitar 2-22 mg. THC larut dalam lemak dan dengan cepat di absorbsi setelah
inhalasi.5 setelah dihisap atau dicerna, THC akan diubah oleh hati menjadi lebih dari 60
zat metabolit, beberapa diantaranya juga berupa psikoaktif.3
Pertama diubah ke bentuk aktif 11-hidroxy-THC dan dibentuk tidak aktif 9carboxy-THC. Metabolisme lebih lanjut dihati mengubah 1-hidroxy-THC menjadi
beberapa metabolit tidak aktif, termasuk 11-norcarboxy-THC yang dapat dijumpai
beberapa menit setelah penghisapan.
Efek kardiovaskular dan sistem saraf pusat (SSP) sebagai sifat yang merubah
mood, dimulai < 1 menit setelah inhalasi. Puncak efek klinik mungkin terlambat 20-30
menit dan bertahan sedikitnya 2-3 jam.5 Puncak konsentrasi THC dalam darah tercapai
dengan cepat, 10 menit dengan menghisap dan berkurang menjadi 10-15% dari jumlah
awal dalam 1 jam. Waktu paruh bersihan sekitar 30 jam secara umum dapat diterima,
meskipun beberapa laporan, waktu paruhnya sekitar 4 hari. Sehingga THC bertahan
ditubuh untuk beberapa hari bahkan berminggu-minggu.4
Efek farmakologis secara oral, pencernaan kanabis dimulai setelah 30 menit,
puncaknya mencapai 2-3 jam dan bertahan 3-6 jam. Dosis oral sekitar 30 mg kanabis
atau menghisap rokok mengandung sekitar 0,5-2% THC biasanya menghasilkan
intoksikasi. Kanabis dicerna secara oral akan memerlukan sekitar 3 kali sama jumlahnya
dengan THC kanabis yang dihisap untuk menghasilkan efek yang setara karena hanya 36% THC yang diserap.5 Akibat penyalahgunaan ganja tersebut dapat menimbulkan
banyak problem terhadap tubuh, seperti pada tabel di bawah ini.
No
.
1.

Problem
Fisik

Tabel 1. Akibat Penyalahgunaan Ganja1


Gangguan
- Gangguan sistem reproduksi (infertilisasi, mengganggu menstruasi,
maturasi organ seksual, kehilangan libido, impotensi)
- Foetal damage selama kehamilan
- Infeksi sistem pernafasan (sinusitis, bronchitis menahun)
- Carsinogenic agents (kanker paru, organ pernafasan bagian atas,
saluran pencernaan, leher dan kepala)
- Emphysema, gangguan kardiovaskular, gangguan imunitas,
4

2.

Psikiatri

3.

Sosial

4.

Kematia
n

gangguan saraf (sakit kepala, gangguan fungsi oordinasi dan


motorik)
- Gangguan memori sampai kesulitan belajar
- Sindrom amotivasional
- Ansietas, panik sampai reaksi bingung
- Psikotik paranoid sampai Skizofrenia
- Depresi berat sampai suicide
- Apatis, perilaku anti sosial
- Euphoria
- Distorsi dalam persepsi, termasuk persepsi waktu
- Peningkatan sensasi
- Kesulitan belajar sampai dikeluarkan dari sekolah
- Hancurnya academik or job performance sampai kehilangan
pelerjaan
- Gangguan dalam mengendarai kendaraan, alat mesin
- Terlibat problema hukum
- Suside
- Infeksi berat
-Tindakan kekerasan (termasuk kecelakaan lalu lintas)

D. MANIFESTASI GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU 2-3,6-11


a. Intoksikasi Akut2,3
Pengaruh subjektif dari intoksikasi kanabis bervariasi dari suatu individu ke individu
yang lain, tergantung pada tingginya variabel dosis pemberian, lamanya penggunaan,
dan kerentanan individual terhadap efek psikotis tertentu. Secara khas intoksikasi
dicirikan oleh periode awal High yang digambarkan sebagai perasaan
kesejahteraan dan kebahagiaan. Tanda dan gejala dari intosikasi ini berupa euforia
diikuti periode mengantuk atau sedasi, distorsi persepsi termasuk persepsi waktu,
pendengaran dan penglihatan terganggu. Efek subjektif dari intoksikasi sering berupa
reaksi disosasi.6
Fungsi yang terganggu terjadi bermacam-macam bahkan pada dosis rendah pada
kognitif, pelaksanaan tugas, termasuk ingatan, waktu reaksi, belajar, persepsi,
kordinasi gerak, perhatian dan mengenali tanda.5,6 Pada dosis yang tinggi juga
mempengaruhi tingkat kesadaran (consiciousness) lebih jelas pengaruhnya terhadap
penilaian kognitif. Kanabis membangkitkan delirium organik toksis yang menetap
lama dan kebingungan (Confusion) dengan proses pikir yang kacau, afek yang labil,
waham dan halusinasi pernah dilaporkan.2,5-6,9
Pedoman diagnostik intoksikasi akut menurut PPDGJ-III, sebagai berikut:

Intoksikasi akut merupakan fenomena peralihan. Intensitas intoksikasi


berkurang dengan berlalunya waktu dan pada akhirnya efeknya menghilang bila
tidak terjadi penggunaan zat lagi (kembali ke kondisi semula), kecuali jika ada

jaringan yang rusak atau terjadi komplikasi lainnya.


Intoksikasi akut sering dikaitkan dengan tingkat dosis zat yang digunakan (dosedependent), pada individu dengan kondisi organik tertentu yang mendasarinya
(misal: insufisiensi ginjal atau hati) yang dg dosis kecil dapat menyebabkan efek

intoksikasi berat yang tidak proporsional.


Disinhibisi sosial (penyimpangan perilaku yang masih dapat diterima
masyarakat seperti: pesta, atau upacara keagamaan).

Sedangkan menurut DSM-IV-TR kriteria diagnosis intoksikasi kanabis, jika


memenuhi kriteria dibawah ini:

Baru menggunakan ganja


Tingkah laku maladaptif yang bermakna secara klinis atau perobahan psikologis
(sepeti gangguan koordinasi motorik, euforia, kecemasan, sensasi waktu
melambat, gangguan penilaian, penarikan diri terhadap sosial) yang terjadi

segera setelah penggunaan ganja.


Dua (atau lebih) dari tanda-tanda berikut, yang berkembang dalam 2 jam

penggunaan ganja:
- Injeksi konjungtiva
- Meningkatkan nafsu makan
- Mulut kering
- Takikardia
Gejala-gejalanya tidak karena kondisi medis umum ataupun gangguan mental
lainnya.

b. Penggunaan yang Merugikan (Harmful Use)


Pola penggunaan zat psikoaktif yang merusak kesehatan fisik (hepatitis karena
penggunaan obat melalui suntikan diri sendiri) atau mental (gangguan depresi
sekunder karena konsumsi berat alkohol. Sindrom ketergantungan belum tampak,
tapi sudah ada hendaya psikososial.
c. Sindrom Ketergantungan (dependence syndrome)
Ketergantungan dan penyalahgunaan NAPZA adalah istilah kedokteran. Seseorang
disebut ketergantungan dan mengalami penyalahgunaan NAPZA, bila memenuhi
kriteria diagnostik tertentu. Menurut PPDGJ-III, Gangguan Penggunaan NAPZA
terdiri atas 2 bentuk:2
6

1. Penyalahgunaan, yaitu yang mempunyai harmful effects terhadap kehidupan


orang, menimbulkan problem kerja, mengganggu hubungan dengan orang lain
(relationship) serta mempunyai aspek legal
2. Adiksi atau ketergantungan, yaitu yang mengalami toleransi, putus zat, tidak
mampu menghentikan kebiasaan menggunakan, menggunakan dosis NAPZA
lebih dari yang diinginkan.
Ketergantungan menjadi 2 jenis,meliputi :
Ketergantungan psikologis adalah kondisi ketergantungan yang ditandai
dengan stimulasi kognitif dan afektif yang mendorong konatif (perilaku).
Stimulasi kognitif tampak pada individu yang selalu membanyangkan,
memikirkan dan merencanakan untuk dapat menikmati zat tertentu. Stimulasi
afektif adalah rangsangan emosi yang mengarahkan individu untuk
merasakan kepuasan yang pernah dialami sebelumnya. Kondisi konatif
merupakan hasil kombinasi dari stimulasi kognitif dan afektif. Dengan
demikian ketergantungan psikologis ditandai dengan ketergantungan

padaaspek-aspek kognitif dan afektif.


Katergantungan fisiologis adalah kondisi ketergantungan yang ditandai
dengan kecenderungan putus zat. Kondisi ini seringkali tidak mampu
dihambat atau dihalangi pecandu mau tidak mau harus memenuhinya.
Dengan

demikian

orang

yang

mengalami

ketergantungan

secara

fisiologisakan sulit dihentikan atau dilarang untuk mengkonsumsinya.

Pedoman diagnostik menurut PPDGJ-III, sebagai berikut:11


Diagnosis ketergantungan yang pasti ditegakkan jika ditemukan 3 atau lebih gejala di
bawah ini dialami dalam masa 1 tahun sebelumnya:
1) Adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa (kompulsi) untuk
menggunakan zat psikoaktif.
2) Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat, termasuk sejak
mulainya, usaha penghentian, atau pada tingkat sedang menggunakan.
3) Keadaan putus zat secara fisiologis ketika penghentian penggunaan zat atau
pengurangan, terbukti dengan adanya gejala putus zat yang khas atau orang
tersebut menggunakan zat atau golongan zat yang sejenis dengan tujuan untuk
menghilangkan atau menghindari terjadinya gejala putus zat.
4) Terbukti adanya toleransi, berupa peningkatan dosis zat psikoaktif yang
diperlukan guna memperoleh efek yang sama yang biasanya diperoleh dengan
dosis lebih rendah (contoh yang jelas dapat ditemukan pada individu yang
7

ketergantungan alkohol dan opiad yang dosis hariannya dapat mencapai taraf
yang dapat membuat tak berdaya atau mematikan bagi pengguna pemula).
5) Secara progresif mengabaikan menikmati kesenangan atau minta lain disebabkan
penggunaan zat psikoaktif, meningkatnya jumlah waktu yang diperlukan untuk
mendapatkan atau menggunakan zat atau untuk pulih dari akibatnya.
6) Tetap menggunakan zat meskipun ia menyadari adanya akibat yang merugikan
kesehatannya, seperti gangguan fungsi hati karena minum alkohol yang
berlebihan, keadaan depresi sebagai akibat dari suatu periode penggunaan zat
yang berta, atau hendaya fungsi kognitif berkaitan dengan penggunaan zat; upaya
perlu diadakan untuk memastikan bahwa pengguna zat sungguh-sungguh, atau
dapat diandalkan, sadar akan hakekat dan besarnya bahaya.
Kriteria DSM-IV-TR untuk ketergantungan zat
Suatu pola maladaptif penggunaan zat, yang menimbulkan hendaya atau penderitaan
yang secara klinis signifikan, yang dimanifestasikan oleh tiga (atau lebih) hal berikut,
terjadi dalam periode 12 bulan yang sama:
1. Toleransi, seperti didefenisikan salah satu di bawah ini:
a. Kebutuhan untuk terus meningkatkan jumlah zat untuk mencapai intoksikasi
atau efek yang diinginkan.
b. Penurunan efek yang sangat nyata dengan berlanjutnya penggunaan zat
dalam jumlah yang sama.
2. Putus zat, seperti didefenisikan salah satu di bawah ini:
a. Karakteristik sindrom putus zat untuk zat tersebut (mengacu kriteria A dan B
untuk keadaan purus zat dari suatu zat spesifik)
b. Zat yang sama (atau berkaitan erat) dikonsumsi untuk meredakan atau
menghindari gejala putus zat
3. Zat sering dikonsumsi dalam jumlah lebih besar atau dalam periode yang lebih
lama dari seharusnya.
4. Terdapat keinginan persisten atau ketidakberhasilan upaya untuk mengurangi atau
mengendalikan aktivitas penggunaan zat.
5. Menghabiskan banyak waktu melakukan aktivitas yang diperlukan untuk
memperoleh zat (cth., mengunjungi banyak dokter atau berkendara jarak jauh),
menggunakan zat (cth., merokok seperti kereta api), atau untuk pulih dari
efeknya.
6. Mengorbankan atau mengurangi aktivitas reaksional, pekerjaan, atau sosial yang
penting karena penggunaan zat.
7. Penggunaan zat berlanjut meski menyadari masalah fisik atau psikologis rekuren
yang dialami mungkin disebabkan atau dieksaserbasi zat tersebut (cth., saat ini
menggunakan kokain walau menyadari adanya depresi terinduksi kokain atau
8

minum berkelanjutan meski mengetahui bahwa ulkus akan menjadi lebih parah
dengan mengonsumsi alkohol).
Tentukan jika:
o Dengan ketergantungan fisiologis: terbukti adanya toleransi atau withdrawal.
o Tanpa ketergantungan fisiologis: tidak terbukti adanya toleransi atau withdrawal.
Tentukan perlangsunganya:
o
o
o
o
o
o

Remisi dini penuh


Pemisi dini parsial
Remisi penuh menetap
Remisi parsial menetap
Dalam terapi agonis
Dalam lingkungan yang diatur

Kriteria DSM-IV-TR untuk Penyalahgunaan Zat yaitu:6-9

Suatu pola maladaptif penggunaan zat yang menimbulkan hendaya atau penderitaan
yang secara klinis signifikan, seperti dimanifestasikan oleh satu (atau lebih) hal
berikut yang terjadi dalam periode 12 bulan:
1. Penggunaan zat berulang mengakibatkan kegagalan memenuhi kewajiban utama
dalam pekerjaan, sekolah, atau rumah (cth., absen berulang atau kinerja buruk
dalam pekerjaan yang berhubungan dengan penggunaan zat; absen, skors, atau
dikeluarkan dari sekolah terkait zat; penelantaran anak atau rumah tangga).
2. Penggunaan zat berulang pada situasi yang secara fisik berbahaya (cth.,
mengendarai mobil atau mengoperasikan mesin saat sedang mengalami hendaya
akibat penggunaan zat).
3. Masalah hukum berulang terkait zat (cth., penahanan karena perilaku kacau
terkait zat).
4. Penggunaan zat berlanjut meski memiliki masalah sosial atau interpersonal yang
persisten atau rekuren yang disebabkan atau dieksaserbasi oleh efek zat (cth.,

berselisih dengan pasangan tentang konsekuensi intoksikasi, perkelahian fisik)


Gejala tidak memenuhi kriteria ketergantungan zat untuk kelas zat ini

d. Keadaan Putus Zat (withdrawal state)


Sekelompok gejala dengan aneka bentuk dan keparahan yang terjadi pada
penghentian pemberian zat secara absolut atau relatif sesudah penggunaan zat yang
terus-menerus dan dalam jangka panjang dan atau dosis tinggi. Onset dan perjalanan
keadaan putus zat biasanya waktunya terbatas dan berkaitan dengan jenis dan dosis

zat yang digunakan sebelumnya. Keadaan putus zat dapat disertai dengan komplikasi
kejang.
Pedoman Diagnostik menurut PPDGJ-III, sebagai berikut:
Keadaan putus zat merupakan indikator sindrom ketergantungan (lihat Flx.2) dan

diagnosis sindrom ketergantungan zat harus turut dipertimbangkan.


Keadaan putus zat, dicatat sebagai diagnosis utama, bila hal ini merupakan alasan

rujukan dan cukup parah sehingga memerlukan perhatian medis secara khusus.
Gejala fisik bervariasi sesuai dengan zat yang digunakan. Gangguan psikologis
(misalnya anxietas, depresi dan gangguan tidur). Yang khas ialah pasien akan
melaporkan bahwa gejala putus zat akan mereda dengan meneruskan penggunaan
zat.

Kriteria DSM-IV-TR untuk Keadaan putus zat:

Terjadinya

sindroma zat spesifik karena penghentian mendadak (atau

pengurangan) penggunaan zat yang lama dan berat.


Sindroma diatas menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau

gangguan dalam hal sosial,pekerjaan atau area fungsi-fungsi penting lainnya


Gejala-gejalanya tidak karena kondisi medis umum ataupun gangguan mental
lainnya.

e. Keadaan Putus Obat dengan Delirium


Pedoman Diagnostik menurut PPDGJ-III, sebagai berikut:
Suatu keadaan putus zat (F1x.3) diserta komplikasi delirium (kriteria umum

delirium F05.-)
Termasuk: Delirium tremens merupakan akibat dari putus alkohol secara absolut
atau relatif pada pengguna yang lama dan sangat tergantung. Onset biasanya
terjadi sesudah putus alkohol. Suatu keadaan gaduh gelisah toksik yang

berlangsung singkat, dapat membahayakan jiwa, disertai gangguan somatik.


Gejala prodromal khas: insomnia, gemetar dan ketakutan. Onset dapat didahului
oleh kejang akibat putus zat.
Trias klasik dari gejalanya adalah kesadaran berkabut dan kebingungan,
halusinasi dan ilusi yang nyata yang mengenai salah satu modalitas sensorik, dan

tremor hebat.
Biasanya ditemukan waham, agitasi, insomnia atau siklus tidur yang terbalik, dan
aktivitas otonomik yang berlebihan.

f. Gangguan Psikotik
Pedoman diagnostik menurut PPDGJ-III, sebagai berikut:
Gangguan psikotik yang terjadi selama atau segera sesudah penggunaan zat
psikoaktif (biasanya dalam waktu 48 jam), bukan merupakan manifestasi dari
10

keadaan putus obat (lihat F1x.4) atau suatu onset lebih lambat. Gangguan psikotik
onset lambat (dengan onset lebih dari 2 minggu setelahpenggunaan zat

dimasukkan dalam F1x.75).


Gangguan psikotik yang disebabkan oleh zat psikoaktif dapat tampil dengan pola
gejala yang bervariasi. Variasi ini akan dipengaruhi oleh jenis zat yang digunakan

dan kepribadian pengguna zat.


Pada penggunaaan obat stimulan, seperti kokain dan amfetamin, gangguan
psikotik yang diinduksi oleh obat umumnya berhubungan erat dengan tingginya

dosis dan/atau penggunaan zat yang berkepanjangan


Diagnosis gangguan psikotik jangan hanya ditegakkan berdasarkan distorsi
persepsi

atau

pengalaman

halusinasi,

bila

zat

yang

digunakan

ialah

halusinogenika primer (misalnya lisergide (LSD), meskalin, kanabis dosis tinggi).


Perlu pertimbangan kemungkinan diagnosis intoksikasi akut (F1x.0)
g. Sindrom Amnesik
Pedoman Diagnostik menurut PPDGJ-III, sebagai berikut
Sindrom amnesik yang disebabkan oleh alkohol atau zat psikoaktif harus

memenuhi kriteria umum sindrom amnesik organik (lihat F04).


Syarat utama untuk menentukan diagnosis adalah:
1. Gangguan daya ingat jangka pendek (dalam mempelajari hal baru); gangguan
sensasi waktu (menyusun kembali urutan kronologis, meninjau kejadian
berulang kali menjadi satu peristiwa, dll.);
2. Tiadanya gangguan daya ingat segera, tiadanya gangguan kesadaran, dan
tiadanya gangguan kognitif secara umum;
3. Adanya riwayat atau bukti objektif penggunaan alkohol atau obat yang kronis
(terutama dengan dosis tinggi).

h. Gangguan Psikotik Residual atau Onset Lambat


Pedoman Diagnostik menurut PPDGJ-III, sebagai berikut
Onset gangguan harus secara langsung berkaitan dengan penggunaan alkohol atau
zat psikoaktif. Onset pertama yang berjarak jauh sesudah episode penggunaan zat

harus apabila ada bukti yang jelas dan kuat sebagai efek residual zat tersebut.
Gangguan fungsi kognitif, afek, kepribadian, atau perilaku yang disebabkan oleh
alkohol dan zat psikoaktif lainya yang berlangsung melampaui jangka waktu
khasiat psikoaktifnya (efek residual zat tersebut terbukti secara jelas). Gangguan
tersebut harus memperlihatkan suatu perubahan atau peningkatan yang nyata dari

fungsi sebelumnya yang normal.


Gangguan ini harus dibedakan dari kondisi yang berhubungan dengan peristiwa
putus zat (lihat Flx.3 dan Flx.4). Pada kondisi tertentu dan untuk zat tertentu,

11

fenomena putus zat dapat terjadi beberapa hari atau minggu sesudah zat
dihentikan penggunaannya.
i. Gangguan Mental dan Perilaku Lainnya
Kategori untuk semua gangguan sebagai akibat penggunaan zat yang dapat
diidentifikasi berperan langsung pada keadaan tersebut, tetapi tidak memenuhi
kriteria gangguan yang telah disebutkan di atas.
j. Gangguan Mental dan Perilaku YTT

Gambar 2. Diagnosis Tree Of Cannabis Use Disorder9-10

E. LABORATORIUM
Pemeriksaan urin untuk kanabis dan zat lainnya telah umum pada beberapa keadaan
seperti program pengobatan dan tempat penempatan tenaga kerja. Kebanyakan
laboratorium menggunakan Enzym- Multipllied Immunoassay Technique (EMIT),
meskipun Radio Immunoassay (ROA) adalah yang paling sering digunakan. Kedua tes
diatas relatif sensitif dan tidak mahal.2 Membantu sebagai penyaringan (Screening) awal
karena jauh dari sempurna. Perbandingan terbaru menunjukkan ketidaksesuaian pada
positif palsu dan negatif palsu meskipun penyaringan dan kondisi laboratorium dalam
penerapan yang terbaik.7 Untuk mengkonfirmasi tes, digunakan Chromatography-Mas
Spectroscopy (GCMS).5,7 Kanabis dan metabolitnya dapat dideteksi di urin pada nilai cut
12

off 100 ng/ml pada 42-72 jam setelahefek psikologis menurun. 5 Karena metabolit
kanabinoid adalah larut lemak, menetap di cairan tubuh dalam periode yang agak lama
dan diekskresikan secara perlahan. Uji saring untuk kanabinoid pada individu yang
menggunakan secara iseng dapat memberikan hasil positif untuk 7-10 hari dan pada
pengguna kanabis berat dapat memberikan nilai positif 2-4 minggu.2
F. TERAPI
Pendekatan penanganan untuk zat yang tercakup dalam bagian ini bervariasi menurut
zatnya, pola penyalahgunaan, ketersediaan sistem pendukung psikososial, dan gambaran
individu pasien. Dua tujuan utama penanganan penyalahgunaan zat telah ditentukan:
yang pertama adalah abstinensi zat dan yang kedua adalah kesejahteraan fisik, psikiatri,
serta psikososial pasien.2
Pada beberapa kasus, mungkin perlu memulai terapi di unit rawat inap. Meski
situasi rawat jalan lebih disukai dibanding situasi rawat inap, godaan yang tersedia bagi
pasien rawat jalan untuk menggunakan secara berulang mungkin menjadi rintangan yang
terlalu berat untuk memulai terapi. Penanganan rawat inap juga diindikasikan pada kasus
gejala medis atau psikiatri berat, riwayat gagalnya penanganan rawat jalan, kurangnya
dukungan psikososial, atau riwayat penyalahgunaan zat jangka panjang atau sangat berat.
Setelah periode awal detoksifikasi, pasien memerlukan periode rehabilitas terus-menerus.
Sepanjang penanganan, terapi individu, kelompok, atau keluarga bisa jadi efektif.
Edukasi tentang penyalahgunaan zat serta dukungan terhadap upaya pasien adalah faktor
eksternal dalam penanganan.2
Umumnya tidak perlu farmakoterapi, dapat diberikan terapi supportif dengan
'talking down'. Untuk beberapa pasien suatu obat antiansietas ( Lorazepam, Alprazolam,
Chlordiazepoxide) mungkin berguna untuk menghilangkan gejala putus zat jangka pendek.

Untuk pasien lain penggunaan kanabis mungkin berhubungan dengan gangguan depresi
dasar yang mungkin berespons dengan terapi antidepresan spesifik. Bila terdapat gejala
psikotik menonjol dapat diberikan Haloperidol 1-2 mg oral atau IM ulangi setiap 20-30
menit.1,2,8-10
G. PROGNOSIS
Ketergantuingan kanabis terjadi perlahan, yang mana mereka akan mengembangkan pola
peningkatan dosis dan frekuensi penggunaan. Efek yang menyenangkan dari kanabis
sering berkurang pada penggunaan berat secara teratur.6
BAB III
KESIMPULAN
13

Kanabis adalah nama singkatan untuk tanaman Cannabis Sativa. 1-4 Seluruh bagian tanaman
mengandung kanabinoid psikoaktif, yaitu delta 9 tetrahidrocannabinol (THC) dan bersifat
adiktif, dan larut dalam lemak.1,5 Karena tidak larut dalam air, THC tinggal lama di dalam
lemak jaringan (ternasuk jaringan otal, sehingga menyebabkan brain damage). Gambaran
klinis ganja tergolong kombinasi antara CNS-depresant, stimulansia, dan halusinogenik.
Di indonesia, terdapat 2-3 juta orang yang pernah menghisap ganja (di Amerika
Serikat 5 juta orangpernah menggunakan ganja sepekan sekali). Pengguna pemula ganja,
terutama dikalangan anak usia muda, meningkat tajam 4-5tahun terakhir, karena ganja mudah
diperoleh dimana-mana (produk lokal).
Dosis THC yang diperlukan untuk memperoleh efek farmakologis pada manusia dari
menghisap sekitar 2-22 mg. THC larut dalam lemak dan dengan cepat di absorbsi setelah
inhalasi.5 setelah dihisap atau dicerna, THC akan diubah oleh hati menjadi lebih dari 60 zat
metabolit, beberapa diantaranya juga berupa psikoaktif.
Penyalahgunaan ganja dapat memyebabkan masalah bagi fisik, psikiatri, sosial hingga
menyebabkan kematian. Adapun manifestasi penggunaan ganja (kanabis) yaitu menyebabkan
gangguan mental dan perilaku bagi penggunanya berupa intoksikasi akut, penggunaan yang
merugikan, sindrom ketergantungan, keadaan putus obat, delirium, gangguan psikotik, dan
sindrom amnestik.
Pemeriksaan urin untuk kanabis dan zat lainnya telah umum. Kebanyakan
laboratorium menggunakan Enzym-Multipllied Immunoassay Technique (EMIT), meskipun
Radio Immunoassay (ROA) adalah yang paling sering digunakan.1
Tujuan utama penanganan penyalahgunaan zat telah ditentukan: yang pertama adalah
abstinensi zat dan yang kedua adalah kesejahteraan fisik, psikiatri, serta psikososial pasien.
Umumnya tidak perlu farmakoterapi, dapat diberikan terapi supportif dengan 'talking down'.
Untuk beberapa pasien suatu obat antiansietas (Lorazepam, Alprazolam, Chlordiazepoxide)
mungkin berguna untuk menghilangkan gejala putus zat jangka pendek. Untuk pasien lain
penggunaan kanabis mungkin berhubungan dengan gangguan depresi dasar yang mungkin
berespons dengan terapi antidepresan spesifik. Bila terdapat gejala psikotik menonjol dapat
diberikan Haloperidol 1-2 mg oral atau IM ulangi setiap 20-30 menit.1,2,8-10
DAFTAR PUSTAKA
1. Bahri, Husain, dkk. 2014. Buku ajar psikiatri. Jakarta: FK-UI
14

2. Kaplan H I, and Sadock BJ, Synopsis of Psychiatry: Ed. Sadock BJ. Sadock VA. Vol. 1.
9th Edition. USA. Lippincott William & Wilkins
3. Inaba DS. Cohen WE. Uppers, Downers, Alla Arrounders. 4th Edition. USA. CNS
Publications, Inc. 2000:2-7, 232-46, 425-428.
4. Julien RM. A Primer of Drug Action. 6th Edition. New York. WH. Freeman and
Company. 1992: 269-87.
5. Macfadden W. Woody GE. Canabis- Related Disorders. Kaplan & Sadocks
Comprehensive Textboo of Psichiatry. Eds. Sadock BJ. Sadock VA. 11th Edition.
Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins. 2000: 990-9.
6. Martin PR. Hubbard JR. Substance-Related Disorders. Current Diagnosis & Treatment in
Psychiatry. Eds. Ebert MH. Loosen PT. Nurcombe B. Singapore. McGrawHill
Companies. Inc. 2000: 243: 247-8: 256-7.
7. Smith DE. Seymor RB. Clinical;s Guide to Substance Abuse. Singapore. McGrawHill
Companies. Inc. 2001:91-6.
8. Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat Ditjen Kesehatan Masyarakat Depkes
9. First, Michael B.dkk. Clinical Guide to the Diagnosis and Treatment of Mental
Disorders. England: John Wiley & Sons Ltd.
10. Kay, Jerald, dkk. 2006. Essentials of Psychiatry. England: John Wiley & Sons Ltd.
11. Maslim, Rusdi. 2010. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III. Jakarta: Bagian ilmu penyakit jiwa FK-Unika Atmaja Jakarta. Hal:34-43.

15

Anda mungkin juga menyukai