Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Jalur Pembuatan Besi Baja
Besi dan baja sangat memegang peranan penting sebagai material rekayasa
dalam peradaban kemajuan manusia. Bisa dibayangkan, tidak akan ada peradaban
semodern saat ini tanpa kehadiran material ini. Hampir semua sektor kehidupan
manusia dijumpai baja seperti: jembatan, baja beton untuk rumah, bodi mobil,
peralatan rumah tangga, kereta api, kapal laut, konstruksi pabrik dan lain
sebagainya. Pada kulit bumi jumlah cadangan bijih besi yang melimpah,
mudahnya mendaur ulang besi baja untuk dibuat komponen baru, serta sifat baja
yang dapat di buat baik melalui pemaduan serta perlakuan panas, membuat
material ini sangat menarik untuk terus dikembangkan serta dipergunakan dalam
bidang keteknikan.
Jalur proses pembuatan besi-baja yang menghasilkan long produk (seperti baja
beton, baja profile, baja kawat) serta flat produk (seperti pelat) umumnya dibagi
atas:
1. Jalur Bijih Besi - Tanur Tinggi (Blast Furnace) - Basic Oxygen FurnaceContinous Casting dan Rolling
2. Jalur Bijih Besi - Proses Reduksi Langsung (Hasil Besi Spons) - Tanur
Busur Listrik (EAF) - Continous Casting dan Rolling
3. Jalur Scrap - Tanur Busur Listrik - Continous Casting dan Rolling
4. Jalur Bijih Besi - Smelting Reduction - Basic Oxygen Furnace - Continous
Casting dan Rolling
Gambar 1.1 memperlihatkan alur proses pembuatan besi baja melalui jalur
1, 2 dan 3. Secara umum proses pembuatan besi baja dunia masih didominasi oleh
jalur tanur tinggi (secara teknologi jalur ini sudah sangat mapan) serta jalur
peleburan scrap/ besi-baja bekas pada tanur busur listrik (pemanfaatan besi baja
yang sudah habis masa pakainya). Kedua jalur ini mendominasi lebih dari 90%
produksi besi baja di dunia. Sedangkan pembuatan baja melalui jalur 2 digunakan
pada negara- negara penghasil gas bumi serta batubara (coal). Pada jalur ini bijih
besi direduksi dalam keadaan padat oleh gas CO atau H2 yang berasal dari

cracking gas bumi serta pembakaran batubara (lihat Diktat Kuliah Proses Reduksi
Langsung Proses Pembuatan Besi Baja)

Gambar 1.1 Alur Proses Pembuatan Besi Baja

Teknologi smelting reduction (jalur 4) merupakan jalur yang tengah


dikembangkan, untuk mengantipasi semakin langka serta mahalnya harga kokas
(metallurgical cokes) yang dipergunakan pada jalur tanur tinggi. Pada jalur 4 ini,

sebagai reduktor digunakan batubara (coal) bukan kokas seperti pada tanur tinggi.
Proses ini hingga saat ini masih terus dikembangkan.
1.2. Statistik Produksi Baja
Pada 2006 sekitar 1.239.500.000 ton besi baja diproduksi setiap tahunnya.
Tabel 1.1 adalah statistik jumlah produksi besi baja dunia 2004 - 2006 dengan
produsen terbesar adalah China, Jepang dan Amerika Serikat dan peringkat 10 besar
pada Tabel 1.2.
Tabel 1.1. Produsen terbesar besi baja 2004 hingga 2006
Year

Crude Steel
Production/Year
(Million Ton)

China
Jepang
(Million Ton) (Million Ton)

USA
(Million
Ton)

2006

1,239.5

414,8

116,2

98,5

2005
2004

1.129,4
1.057

349,4
280,5

112,5
112,7

93,9
99,7

Tabel 1.2 Sepuluh besar negara produsen besi baja dunia


2006

2005

Country

2006

2005

% Change

1
2
3
4
5
6
7
8
9

1
2
3
4
5
6
7
8
10
9

China
Japan
USA
Russia
South Korea
Germany
India
Ukraine
Italy
Brazil

418.8
116.2
98.5
70.6
48.4
47.2
44.0
40.8
31.6
30.9

355.8
112.5
94.9
66.1
47.8
44.5
40.9
38.6
29.4
31.6

17.7
3.3
3.8
6.8
1.3
6.1
7.6
5.7
7.5
-2.2

10

Di Indonesia Jumlah produksi baja (crude steel) pada tahun 2006 adalah
sebesar 3,46 juta ton serta sebagian besar diproses melalui peleburan besi spons
(hasil proses reduksi langsung dan ini hanya terdapat pada PT. Krakatau Steel) serta
peleburan besi-baja bekas pada pada tanur busur listrik (electric arc furnace/ EAF).
Jumlah ini belum termasuk pembuatan 'hot rolling coil' (HRC) sebanyak 2,82 juta

ton dan 'cold rolling coil' (CRC) sekitar 0,92 juta ton. Indonesia pada 2007
menduduki urutan ke 37 pada negara-negara penghasil baja dunia, Tabel 1.3.
Tabel 1.3. Negara penghasil besi baja terbesar dunia

BAB II
JENIS BIJIH BESI (IRON ORE)
2.1. Bijih Besi
Di alam Fe merupakan elemen no 4 terbanyak di kerak bumi dengan 5%
setelah Oksigen (46.6 %), Silikon (27.72 %), dan Aluminum (8.13 %). Tabel 2.1.

berikut adalah 15 negara penghasil bijih besi terbesar dunia sepanjang tahun
2006.
Tabel 2.1. Penghasil bijih besi terbesar tahun 2006
World Iron ore production in millton tonnes - top 15 countries

Secara umum terdapat berbagai jenis ikatan unsur Fe, antara lain unsur Fe
berikatan dengan : oksida, sulfida, hidroksida, dan karbonat, Tabel 2.2 dan Tabel 2.3.

Jenis Oksida : Magnetit (Fe3C4), Hematit (Fe2C3), Chromite (FeCr2O4),


Ilmenit (FeTiO3)

Jenis Sulfida : Pyrite dan Marcasite (FeS2)

Jenis Hidroksida : Laterit (Fe2O3.x H2O) kandungan Fe sekitar 25%,

Goethit (Fe2O3. H2O), Limonit (Fe2O3. 3H2O).


Jenis Karbonat : Siderit (FeCO3).

Tabel 2.3. Jenis bijih besi sulfida, hidroksida dan karbonat di alam :

Tabel 2.3. Jenis bijih besi sulfida, hidroksida dan karbonat di alam :

2.2. Bijih Besi di Indonesia


Bukanlah sesuatu yang mudah untuk mendapatkan jumlah cadangan bijih
besi yang terdapat di Indonesia. Penambangan bijih besi marak dan ramai setelah
negara China memproduksi besar-besaran besi baja sehingga membutuhkan bijih

besi dari manca negara termasuk Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun
belakangan ini.

Gambar 2.1 daerah potensi bijih besi di Indonesia.


Dari hasil survei, diketahui bahwa; "Cadangan bijih besi di Indonesia
berjumlah cukup besar dan tersebar di beberapa pulau, seperti Jawa, Kalimantan,
Sumatera, Sulawesi, dan Irian Jaya dengan total meiebihi 1.300 juta ton, meskipun
dengan kadar kandungan besi yang masih rendah antara 35-58 % Fe.
Di Indonesia, banyak ditemukan bijih besi berbentuk oksida terutama jenis
Magnesit dan Hematit serta terdapat Limonite dengan deposit yang tak terlalu
besar. Berikut ialah profil bijih besi di Indonesia :
Keterangan Singkat Hematite (Fe2O3) dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Bijih besi Hematite

Hematite, berasal dari Bahasa Yunani yang berarti darah (ditemukan berupa
pasir yang berwana merah), merupakan salah satu ore utama penghasil logam
besi. Hematite dihasilkan dari proses sublimasi hasil aktivitas letusan gunung
berapi. Hematite merupakan batuan hasil metamorfosis dari batuan induk limonite
(Fe2O3, 3H2O), siderite (FeCCb), dan magnesite (Fe3C>4). Di alam hematite biasa
berikatan dengan quartz, maka untuk menghilangkan unsur silika dari quartz yang
berikatan dengan hematite dilakukan proses leaching dengan meteonic water
sehingga didapatkan hematite dengan kadar di atas 50 % Fe. Dalam aplikasinya,
hematite akan bernilai ekonomi untuk diolah jika depositnya mencapai rata-rata
10 juta ton.
Beberapa lokasi hematite di Indonesia ditemukan antara lain pada:

Kalimantan Selatan (Gunung Talang), diprediksi memiliki kandungan


lebih dari 50 juta Metrik Ton (didapat dari data PT. Anugerah Baratama)

Sumatra Selatan, deposit tidak didapat secara pasti tetapi dari data PT.
Novena Texindo Asri, perusahaan tersebut dapat memenuhi pesanan
hingga 30 ribu metrik Ton setiap bulannya.

Jawa Barat (Tasikmalaya)

Sulawesi Utara, diprediksi memiliki kandungan 60 juta Metrik Ton


(didapat dari data PT. Sugico Graha), dengan 58 % Fe Total.

Tabel 2.5 menunjukan kandungan komposisi kimia rata-rata hematite untuk daerah
Jawa Barat (Tasikmalaya) serta Kalimantan Selatan.

Tabel 2.5. Komposisi kimia Hematite dari berbagai daerah

Keterangan Singkat Magnetite (Fe304), Tabel 2.6.


Tabel 2.6. Bijih besi Magnetite

Magnetite, berasal dari kata Magnesia di negara Macedonia, terbentuk dari batuan
yang dihasilkan meialui proses pendinginan hasil letusan vulkanik. Magnetite
merupakan unsur utama penyusun batua diorite, gabro, dan peridotite. Ditemukan
di alam berbentuk pasir berwarna hitam, dalam aplikasinya sering dipadukan
dengan corrondum sebagai material bahan amplas (emery).
Secara detail, magnesite jarang ditemukan. Kebanyakan informasi mengenai bijih
besi Indonesia dijabarkan sebagai bentuk hematite (Fe2C>3).
Disepanjang selatan pantai Jawa banyak sekali ditemukan pasir besi (iron sand)
yakni jenis Titanious Ferrous (FeO.Ti02). Beberapa lokasi magnetite yang
ditemukan antara lain:

Pantai Selatan Pulau Jawa di daerah Cilacap, Kutoarjo, dan Lumajang.

Pengolahan dilakukan PT. Aneka Tambang dengan luas area konsesi 2.304 Ha.
Kandungan Kimia serta Deposit Iron Sand di Selatan Jawa, Tabel. 2.7.:
Tabel 2.7. Cadangan Iron Sand di selatan Jawa
Ore Reserves of Iron Sands as at 31 December 2O04
Location

Glt-Off

Volume

Applied
(kt-sita)

Tonnes
Magnetic
Fraction

Mean of

Iron Sands

Meaa of
Magnetic
Fraction

(000% m5)

Kgfoi

(000*B WDt)

Magpetie

%Fem

Proved Ore Reserves


Kutoarjo
Fe > 45 %
Total Proved Ore Reserves

1,100
1,100

230
230

250
250

47.43
47.43

Probable Orm Reserves


Kutoarjo
Fe>45%
Lumaiaug
Fe>45%
Total Probable Ore Reserves

7,300
1,800
9,100

230
392
264

1,700
700
2,400

47.4
49.7
48.1.

10.200

260

2,650

48.0

Total (Proved * Probable)

Gambar 2.2 adalah daerah operasi penambangan iron sand ore di Selatan Jawa
oleh PT. Aneka Tambang :

Gambar. 2.2. Daerah Operasi iron sand ore di selatan Jawa


Keterangan singkat mengenai Limonite (Fe2C>3. 3H2O) ditunjukan pada Tabel 2.8.
Tabel 2.8. Bijih besi Limonite
Keterangan singkat mengenai Limonite (Fe2C>3. 3H2O) ditunjukan pada Tabel 2.8.
Tabel 2.8. Bijih besi Limonite

Limonite
(Fe203. 3H20)

Hardness
(Mohr Scale)

Spesific
Gravity

Sifat Fisik

4-5.5

2.9-4.3

Warna : kuning kecoklatan,


Kristal: buruk, cleavage jarang dijumpai.

Limonite merupakan mineral hidrat besi oksida. Kebanyakan dari Lemonite


berasal dari mineral Goethite (Fe203. H2O) dan merupakan jenis mineral batuan
sedimen. Di alam, Limonite sering berikatan dengan Pyrite (FeS2) membentuk
senyawa Pseudomorph.
Beberapa lokasi Limonite yang ditemukan:

Bahubulu, Tapunopaka, Mandiodo ( Sulawesi Tenggara). Dikelola oleh


PT. Aneka Tambang, dengan total daerah konsesi (di 3 tempat itu) 19.000
Ha.

Pulau Gee, Tanjung Buli - Kep. Halmahera (Maluku Utara). Dikelola


oleh PT. Aneka Tambang, dengan luas daerah konsesi 39.040 Ha.

Dikedua lokasi di atas, PT. Antam memanfaatkan Limonite sebagai mineral


penghasil Nikel selain dari mineral Saprolite ( Ni > 2 %; Fe < 25%), sebab di
Limonite terdapat kandungan Ni > 1.2 % dengan Fe > 25 %
Kandungan Kimia serta Deposit Limonite untuk daerah Bahabulu,
Tapunopaka, Mandiodo ( Sulawesi Tenggara), Tabel 2.9.
Tabel 2.9. Limonite di Sulawesi Tenggara
Limotiite (Ni > 1.2 % and Fe > 25%)
Area

C.O.G

1 oarage

Ni

006s

Toaasge
(dmt)

Mesa (%)

Meistace

Meats! Mineral Eesowces


Msndiodo

Ij

32,700

35

21,300

1.54

3iM

7M

Sedangkan untuk daerah Pulau Gee, Tanjung Buli - Kep. Halmahera (Maluku
Utara) diperlihatkan pada Tabel 2.10.
Tabel 2.10. Limonite pada daerah Maluku
liaaointe {Ni > 1.2 ; Fe > 25)

c o.o

I'l
l

Area

Moisted,

<dmt>

MeanCWJ

Laterite (Fe203.xH20) adalah bijih besi yang terjadi karena pelapukan batuan
jenis tertentu akibat pengaaruh cuaca yang terdapat didaerah beriklim lembab,
seperti daerah tropika dan subtropika. Untuk Bijih besi laterit, dalam bentuk pasir
(pasir besi), megandung pokok mineral oksida besi. Terdapat di beberapa daerah
Pulau Sebuku dan beberapa daerah Kalimantan Barat.
Kalsit / Siderit (FeC03) adalah bijih besi ini banyak terdapat didaerah bebatuan
seperti kapur, marmer, atau gamping. Bijih besi ini dijadikan sebagai bahan baku
semen (penyatu berbagai mineral), bahan baku kaca, instrumen optis. Banyak
ditemukan di daerah Pantai selatan Jawa (Jogja) oleh PT.Aneka Tambang dengan
produksi sekitar 2 juta ton.
2.3. Potensi Bijih Besi Indonesia Sebagai Bahan Baku Lokal
Menurut data Departemen ESDM, bumi Indonesia memiliki kandungan bijih besi
tak kurang dari 320,43 juta ton. Tetapi deposit yang sangat besar ini masih berada
di tempatnya dan belum bisa dimanfaatkan secara optimal, karena membutuhkan
investasi besar. PT Krakatau Steel diharapkan dapat secepat mungkin
mengoptimalkan pemanfaatan sumber bijih besi di Kalimantan Selatan untuk
mengurangi ketergantungan impor dengan meningkatkan produksi baja. Selajuntnya
Kalimantan diproyeksikan akan dijadikan pusat industri baja nasional, sebuah ambisi
sekaligus cita-cita besar yang patut didukung. Tetapi langkah ini belum mulus,
studi kelayakan bisnis yang dilakukan oleh PT Krakatau Steel mengalami
hambatan, karena BUMN baja ini menghadapi kendala dari sekelompok pemilik
kuasa lahan pertambangan yang menjadi pemilik izin kuasa penambangan (KP)
dari pemerintah daerah setempat. Sebaiknya, persoalan sektoral ini bisa lebih cepat
diatasi, melalui political will pemerintah dalam memperkuat stmktur industri
nasional, melalui pengembangan sektor baja secara serius. Industri baja
merupakan mother industry yang menjadi tumpuan sekaligus menentukan
kekuatan struktur industri di suatu negara. Dengan bekal deposit bijih besi 320,43
juta ton, Indonesia dapat berpotensi menjadi pemain baja yang diperhitungkan

dalam lingkup global karena memiliki keunggulan pemilikan bahan baku.


Kebijakan dan arah pengembangan yang tepat akan memungkinkan pemanfaatan
keunggulan tersebut bagi kepentingan nasional melalui penguatan industri baja.
Potensi deposit bijih besi menurut provinsi dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Kalimantan Barat berada pada posisi teratas, sementara Kalimantan Tengah berada
pada urutan ke delapan, di atas NTT, NAD, Jambi, Bangka Belitung dan Kepulauan
Riau, Tabel 2.11.
Tabel 2.11. Propinsi Kaya Bijih Besi Primer
Peringka
t 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Propinsi
Kalimantan Barat
Sumatera Barat
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Lampung
Kalimantan Selatan
Sumatera Selatan
Kalimatan Tengah
NTT
Nangroe
Aceh
Jambi
Bangka Belitung

13

Kep. Riau

Bijih
Logam
281.072.987, 160.283.059,69
27.702.277,
1.246.400,94
95
18.000.000,
9.900.000,00
00
17.500.000,
5.250.000,00
00
11.187.250,
6.349.103,75
7.980.245,
4.686.903,05
00
1.600.000,
1.131.840,00
00
1.000.000,
550.000,00
00
726.000,0
457.525,20
00
350.000,0
191100,00
0
0
124.830,0
59.534,70
24.466,32
058.785,0
0
50.000,0
30.250,00
0

Sumber: Nurul Taufiqu Rochman, 2007

BAB III PEMURNIAN


BIJIH BESI
3.1. Kandungan Fe Dalam Bijih Besi
Seperti telah diketahui besi atau iron (Fe) merupakan unsur terbanyak ke empat
yang terdapat di muka bumi ini dan merupakan major constituent dari inti bumi
(Earth's core). Sangat jarang iron ore ini ditemukan dalam bentuk murninya-selalu

bersenyawa dengan unsur lain. Besi (Fe) ini 95 % nya digunakan untuk industri
modern. Logam besi dihasilkan dari smelting iron ore menjadi pig iron. Kemudian
baja diproses dari pig iron dengan menghilangkan pengotor (impurities) seperti
silicon, phosphorus dan sulphur, serta reduksi kadar karbon.
Iron ore (bijih besi) biasanya terdapat dalam beberapa jenis batuan, diantaranya yaitu
:
Magnetite (Fe304)

74,2 % Fe

Hematite (Fe203)

69,9 % Fe

Limonite (HFe02)

63 % Fe

Siderite (FeC03)

48,2 % Fe

Ilmenite (FeO.Ti02)

36,81 % Fe

Chamosite (Mg,Fe,Al)6(Si,Al)4i4(OH)8

29,61 % Fe

Pyrite (FeS)

46,6 % Fe

Mayoritas type batuan yang ditambang untuk memproduksi logam Fe adalah


hematite dan limonite yang menghasilkan ore dengan kandungan tinggi ("highgrade" ore), dan siderite serta chamosite dengan kandungan Fe yang rendah ("lowgrade" ore). Oleh karena itu, tidak semua dari ore-ore yang terdapat dalam alam
memiliki kandungan Fe yang tinggi, maka diperlukan suatu proses pengkayaan atau
enrichment

dari

ore

tersebut

untuk

dijadikan

konsentrat

agar

proses

pereduksiannya nanti berjalan efisien dan ekonomis.


High-Grade Ore
High-grade ore umumnya memiliki kandungan ~>60% Fe. High grade ore ini
dapat langsung digunakan untuk dilebur - feed smelters baik dalam bentuk raw
lump ore, jika ukurannya sudah sesuai (biasanya diatas 6 mm), atau dibentuk lagi
dengan agglomerisasi (sinter atau pellets) untuk ukuran yang undersize (biasanya
ukuran dibawah 6 mm). Proses Sinter dan proses pelletasi akan dibahas pada bab
tersendiri.

Low-Grade Ore
Low-grade ore memiliki kandungan Fe hanya berkisar 25-30% Fe. Ore dengan
kandungan yang rendah ini dapat dilakukan benefisiasi terlebih dahulu sebelum
digunakan, sebagai contoh dengan proses wet-magnetic separation.
Gambar 3.1. berikut ini merupakan flowsheet singkat dari pengolahan ore (low
grade iron ore menjadi high grade iron ore)
A simple flowsheet of a mineral processing plant Ore

Gambar 3.1. Flowsheet Pengolahan Bijih (Ore)

3.2. Proses Pengkayaan Low Grade Iron Ore


Proses pengkayaan iron ore ini akan meningkatkan kadar iron dalam suatu ore
sehingga didapat suatu konsentrat iron ore dengan kadar yang efisien untuk diolah
(smelting). Dalam mineral processing, proses pengkonsentrasian kadar besi setelah
ditambang dimaksudkan untuk mengurangi jumlah ore yang harus ditransportasi
dan diproses oleh smleter dan memisahkan meinral berharga dari gangue mineral.
Jadi tujuan dari proses pengkayaan (enrichment) bijih Fe ini adalah untuk
mendapatkan konsentrat Fe dengan kadar kemurnian >60% dan ukuran tertentu
yang sesuai dengan prasyarat proses pembuatan besi / baja yang akan dilakukan
{Blast Furnace, Direct Reduction, Smelting Process, dll)

3.3.

Proses Kominusi

Suatu bijih besi memiliki bentuk yang berbeda-beda, ada yang besar ada pula yang
kecil. Untuk mendapatkan konsentrat dengan kadar yang tinggi, maka ukuran dari
bijih besi haruslah seragam. Kadar Fe ditentukan pula dari luas penampang dari
batuan tersebut, semakin besar ore/bijih tersebut, maka akan semakin kecil kadar
Fe yang terdapat didalamnya. Hal ini disebabkan tidak meratanya distribusi kadar
Fe dalam suatu bijih. Jadi definisi dari kominusi adalah proses reduksi ukuran bijih
mineral ke ukuran yang lebih kecil. Tujuan kominusi adalah sebagai berikut:
-

Membebaskan ikatan fisio-mekanis antara mineral berharga dan

kotorannya
(gangue/waste) sebagai persiapan proses separasi
Untuk memudahkan material handling
Comminution dilakukan dalam dua tahapan,
yaitu:
Crushing ; sampai ukuran 10 mesh (2 mm)
Grinding ; ukuran < 10 mesh (< 2 mm) Proses kominusi ini
tergantung kepada beberapa hal, diantaranya yaitu :

Sifat Mineral

Kapasitas produksi

Rasio reduction & ukuran akhir yang dibutuhkan

Energi yang dibutuhkan


Wet / dry product

Cost

3.3.1 Proses Crushing


Ukuran batuan yang mengandung bijih besi hasil penambangan tidaklah seragam,
seperti terlihat pada Gambar 3.2. Yang besar, ukurannya dapat mencapai 1 m (40
inch) dan yang kecil dapat berukuran 1 mm (0,04 inch). Maka, untuk batuan yang
terlalu besar, dilakukan penghancuran terlebih dahulu sebelum dilakukan crushing
dan kemudian grinding.

Gambar 3.2. Batuan yang mengandung bijih besi hasil peledakan


Proses crushing merupakan proses awal dalam pengolahan iron ore. Crushing
bertujuan untuk memisahkan / membebaskan mineral berharga dari gangue-nya.
Crushing biasanya dilakukan tiga tahap, menggunakan jaw atau gyratory untuk
tahap primer, reduction gyratory atau standard cone untuk tahap kedua dan shorthead cone or rolls pada closed-circuit untuk tahap akhir menuju gravity
concentration.
Jadi disini iron ore dengan kadar rendah dihancurkan terlebih dahulu untuk
mengecilkan ukurannya. Setelah melewati proses crushing ini, hasilnya dilanjutkan
kepada proses grinding.
Batuan yang dilakukan proses crushing ditransportasikan sepanjang proses ini
dengan alat belt conveyor. Secara umum, ketiga tahapan dalam crushing dapat
dilihat dari Gambar 3.3. di bawah ini.

Gambar 3.3. Tahapan dalam proses crushing

Primary crushing

Pada tahap ini, batuan yang mengandung bijih besi direduksi sehingga memiliki ukuran
sebesar 70-300 mm. Alat yang digunakan antara lain jaw crusher dan gyratory crusher.
Kecepatan produksi dari alat tersebut mencapai 1250 t/h. Biasanya alat yang digunakan
pada tahap ini ialah jaw crusher. Gambar 3.4 menunjukkan escavator yang sedang
memasukkan batuan hasil penambangan ke dalam belt conveyor untuk ditransportasikan
menuju primary crusher.

Gambar 3.4. Batuan ditransportasikan dengan belt conveyor menuju primary crusher

Gambar 3.5. Alat Jaw crusher


Jaw crusher (Gambar 3.5.) terdiri dari piringan logam yang bergerak (moving
jaw) dan piringan logam yang diam (fixed jaw). Bentuk crusher ini lebih lebar
di sisi atas daripada sisi bawahnya. Jadi, feed yang berupa baruan yang
mengandung bijih besi, dimasukkan dari atas (vibrating feeder). Kemudian
feed tersebut akan tereduksi karena pergerakan dari moving jaw (yang
digerakkan oleh flywheel). Hasil reduksi akan keluar melalui jarak (gap) antara
fixed jaw dan moving jaw.
Ukuran dari hasil tahap ini diatur oleh gap yang ada pada bagian dasar alat.
Meskipun demikian, terkadang batuan yang besar masih dapat lolos dari gap
yang ada karena bentuknya memanjang. Oleh karena itu, sebelum masuk ke
tahap berikutnya (secondary crushing), maka hasil reduksi dimasukkan ke
dalam alat screening (saringan dengan ukuran mesh tertentu) terlebih dulu.
Feed yang ukurannya sudah sesuai akan masuk ke tahap berikutnya.

Sedangkan yang ukurannya masih terlalu besar akan diproses kembali oleh
alat jaw crusher.
Gyratory Crusher
Gyratory crusher memiliki kapasitas feed lebih banyak daripada kapasitas feed
dari jaw crusher. Alat ini dapat bekerja dengan kecepatan maksimum 3.650 t/h
dengan hasil akhir mencapai ukuran 280 mm. Gambar dari alat ini dapat dilihat
pada Gambar 3.6. Proses reduksi feed dapat terjadi pada alat ini karena adanya
perputaran dari
inner crushing head (1). Perputaran tersebut menyebabkan batuan terlempar ke
arah concave (2), dan membuat batuan tersebut tereduksi ukurannya. Spindle (3)
dapat bergerak naik turun karena terdapat pegas di bagian dasar. Pergerakan
tersebut membantu dalam proses reduksi dan untuk menghindari kerusakan alat.
Hasil reduksi dengan alat gyratory crusher juga melalui tahap penyaringan
(screening) untuk menyeleksi ukuran, untuk menuju ke proses selanjutnya.

Gambar 3.6. Alat Gyratory Crusher

Secondary crushing
Hasil dari primary crusher merupakan umpan untuk proses secondary crusher.
Hasil reduksi dari tahap ini memiliki ukuran 5-20 mm. alat yang digunakan pada
tahap ini ialah gyratory crusher ataupun cone crusher.
Cone Crusher

Gambar 3.7 menunjukkan gambaran dari alat cone crusher. Alat ini mereduksi
feed dengan proses rotasi dari eccentric yang membuat mantel berputar ke arah
concave. Proses tersebut menyebabkan aksi penggerusan feed yang berasal dari
hasil primary crusher, sehingga hasilnya akan memiliki ukuran yang lebih kecil.
Hasil reduksi dari tahap kedua ini keluar melalui gap (antara mantel dan concave).
Bentuk dari gap ini meruncing ke bawah.

Gambar 3.7. Alat Cone Crusher


Hasil reduksi dari tahap secondary crusher ini juga melalui proses penyaringan
(screening) seperti yang dilakukan terhadap hasil proses primary crushing. Jadi,
bila batuan sudah sesuai dengan ukuran (5-20 mm), maka akan menuju proses
selanjutnya. Tetapi jika belum sesuai ukuran, maka akan kembali diproses oleh alat
secondary crusher.
Tertiary crushing
Pada tahap ini, alat yang digunakan ialah sama dengan alat yang digunakan pada
tahap secondary crushing. Hasil akhir dari tahap tertiary crushing ialah batuan
mineral besi yang memiliki ukuran sebesar 5-10 mm.
Gambar 3.8 meniBijukkan alat screening yang digunakan untuk menyaring hasil
reduksi dari batuan yang mengandwng mineral besi.

Gambar 3.8. Alat Screening


Gambar 3.9 di bawah ini menunjukkan keseluruhan tahapan proses crushing untuk
batuan yang mengandung mineral besi.

Gambar 3.9. Flowchart proses crushing batuan yang mengandung mineral


besi. 3.3.2 Grinding
Proses grinding dapat dilakukan satu tahap untuk bijih yang sederhana.Untuk bijih
yang kompleks maka grinding dilakukan dua tahap.
TahapI

Coarse Grinding: Rod mills, Gambar 3.10, digunakan sebagai mesin coarse
grinding. Rod mills mampu memasukkan feed hingga sebesar 50 mm dan
menghasilkan produk sehalus 300 microns.

Gambar 3.10. Rod Mill


Tahap II

Fine Grinding : Fine grinding, yang merupakan tahap final dari proses
comminution, dilakukan dalam ball mills yang menggunakan steel balls sebagai
grinding medium. Ball mill, dengan input 0.5 mm material dapat menghasilkan
produk yang lebih kecil dari 100 microns. Grinding biasanya dilakukan dalam
kondisi basah.
Tujuan proses grinding hamper sama dengan proses crushing yaitu :
> Untuk mendapatkan degree of liberation yang tepat dalam mineral processing.
> Meningkatkan specific surface area dari mineral berharga.
Gambar 3.11 berikut ini adalah merupakan gaya-gaya yang digunakan dalam
proses grinding ini

Gambar 3.11. Jenis Gaya dalam Grinding


Proses grinding ini memanfaatkan kecepatan putar mill yang menyebabkan adanya
dua gerakan media gerinda, gerakan-gerakan tersebut adalah : H Gerakan
Cataract

Suatu gerakan parabolik akibat kecepatan putar mill yang tinggi,


menghasilkan gaya impak (lihat Gambar 3.12) > Gerakan Cascade
Suatu gerakan yang dihasilkan oleh gerakan mill yang relatif lambat,
sehingga proses reduksi dilakukan oleh dinding mill dengan adanya gaya
gesek, dihasilkan produk yang lebih halus

Gambar 3.12. Gerakan dalam Grinding


Mills Jenis-jenis grinding yang biasa digunakan yaitu :

Rod Mill - Rod mill menggunakan media grinding berupa

silinder-

silinder panjang. Diameter rod yang umum dipakai : 25-150 mm.


Keuntungan pemakaian rod mill: o Distribusi ukuran dari umpan akan
terjamin, sehingga tidak perlu
ditambahkan alat sirkuit tertutup o Media grinding dengan harga
yang relatif murah o Efisiensi grinding yang tinggi akibat ruang
kosong yang sangat sedikit
Mill dapat bekerja pada kondisi optimum karena mudah untuk mengganti
silinder yang rusak Ball Mill - Ball mill (Gambar 3.13) adalah grinding
mill dengan media grinding
berupa bola-bola baja. Perbandingan panjang dan diameternya - 1 : 1,5

Gambar 3.13. Ball Mills

Gambar 3.14. AG Mills

Autogenous Mill Autogenous mill, Gambar 3.14 menggunakan batu-batuan


bijih logam yang akan direduksi ukurannya sebagai media grinding.Biasanya
ditambahkan bola baja untuk membantu terjadinya reduksi ukuran karena efek
tumbling. Dalam proses ini Crushed ore + air dalam AG mill. Ore halus keluar
(dari AG mill) berupa slurry (air & ore @50%) dan menuju classifier.

3.4.

Sizing

Setelah proses kominusi, proses selanjutnya adalah proses Sizing. Sizing ini
terbagi atas 2 jenis, screening dan classification.
3.4.1 Screening
Screening. Proses ini dimaksudkan untuk mendapatkan ukuran ore Fe dengan
kadar optimum. Tujuan dari proses screening :

Menyeleksi ukuran-ukuran partikel suatu mineral - memisahkan iron ore


dari pengganggunya berdasarkan ukuran ore.

Mempersiapkan ukuran feed yang tepat untuk proses penggolahan selanjutnya


(gravity concentration).
Sebagai bagian dari usaha sizing untuk meningkatkan efisiensi dari suatu mineral.
Screening biasanya dilakukan pada relatively coarse material, dan proses ini
umumnya terbatas untuk ukuran material diatas 250 microns, ukuran yang lebih
halus dapat dilakukan dengan proses classification.

Prinsip kerja proses screening adalah melewatkan ore material yang memiliki
berbagai macam ukuran dalam suatu screen. Ore tersebut akan melewati atau
tertahan di screen ini tergantung kepada ukuran partikel yang lebih kecil atau
lebih besar dari ukuran aperture screen. Efisiensi kerja screen tergantung atas
tingkat kesempurnaan pemisahan material ke dalam fraksi ukuran di atas atau di
bawah dimensi/ukuran aperture.
Alat yang dapat digunakan dapat berupa Rotating Probability Screen (Gambar 3.15)
dan Tromel (Gambar 3.16).

Gambar 3.15. Rotating Probability Screen

Gambar 3.16. Tromel

Proses pengklasifikasian dengan screening ini sangat cocok jika proses gravity
concentration dilakukan. Jenis-jenis screening yang dapat digunakan yaitu :

Vibrating screen

Vibrating grizzly screen, (Gambar 3.17) yaitu suatu alat "screen" yang seringkali
dipergunakan dalam penambangan mineral, berfungsi sebagai penyaring material
yang sangat kasar menjadi material yang halus yang bentuknya tersusun atas
rangkaian batang logam keras yang sejajar dan di letakkan pada bingkainya.seperti
pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.17. Vibrating Screens

Trommel Screen

Seperti halnya Vibrating - Grizzly screen yang bekerja dengan cara mengaduk dan
bergetar, Trommel screen pun (Gambar 3.18.) bekerjanya hampir serupa,yaitu
yang bergerak adalah silinder di dalamnya yang akan memisahkan material tersebut
dari yang berukuran kasar hingga berukuran yang akan dipergunakan. Dan dapat
memisahkan partikel yang kering maupun yang basah dan mengandung lumpur.

Gambar 3.18. Vibrating Screens


3.4.2 Classification
Proses sizing berikutnya adalah classification. Classification berguna untuk
mengendapkan partikel-partikel berdasarkan bentuk dan densitas dengan laju yang
berbeda-beda. Pemisahan dari classification ini
Proses Classification yang biasa dilakukan yaitu dengan
menggunakan :

Hydraulic classifier (Gambar 3.19)

Berguna untuk memisahkan mineral dengan memakai sifat perbedaan berat jenis
material,tekanan air,sifat aliran air. Mineral dengan massa jenis lebih berat dari
tekanan

air akan mengendap dan mineral dengan massa jenis lebih ringan akan terbawa ke
tempat selanjutnya dan mineral yang kita inginkan akan mengendap di tempat
terakhir.

Gambar 3.19. Hydraulic classifier

Gambar 3.20. Settling cone

Settling cone (Gambar 3.20)


Merupakan bentuk classifier yang paling sederhana. Hanya dibutuhkan usaha
yang minimal untuk melakukan lebih daripada memisahkan padatan dari larutan
(mis, biasanya digunakan sebagai dewatering (pengurangan kadar air, atau
pemisahan liquid-liquid untuk mendapatkan suatu cairan dari cairan mentahnya
(crude).

Rake Classifier (Gambar 3.21)

Menggunakan penggaruk yang digerakkan. Penggaruk menciduk material yang


mengendap dan membawanya naik dengan jarak yang cukup dekat. Material
perlahan-lahan naik dan menuju tempat keluar

Gambar 3.21. Rake Classifier

Cyclone
Cyclone (Gambar 3.22) sering digunakan dalam industri pengolahan mineral.
Biasanya penggunaan cyclone untuk pengolahan seng merupakan kelanjutan dari
proses clssification dengan trommel screen. Pemisahan ore pada cyclone
bergantung pada basis partikel size.

Gambar 3.22. Cyclone

Hydroyclone

Hydrocyclone (Gambar 3.23) merupakan type classifier yang digunakan secara


countinu dengan memanfaat gaya sentrifugal untuk mempercepat pemisahan. Alat
ini termasuk alat yang paling sering digunakan pada dunia pertamabangan. Alat
ini menghasilkan partikel yang sangat halus. Cara kerja hydrocyclone adalah
memberikan dua gaya pada partikel pada arah yang berbeda dimana salah satu
gaya adalah gaya sentrifigal yang mengarah keluar dan gaya satu lagi dengan
mengarah kedalam. Gaya sentrifugal kan membuat partikel-partikel yang berukuran
lebih kecil dan ringan bergerak kearah dinding cyclone sedangkan yang lebih berat
akan tertarik menuju tengah cyclone

Gambar 3.23. Hydrocyclone

3.5.

Dewatering

Tujuan dari proses ini adalah untuk mengurangi kadar air dalam konsentrat. Proses
ini menggunakan tekanan udara yang tinggi untuk mengurangi kadar air. Proses
dewatering ini dapat dilakukan setelah proses classification ataupun setelah proses
pengkonsentrasian.

3.6.

Concentration

Proses concentration merupakan proses utama yang dibahas dalam paper ini. Hasil
dari proses classification yang telah kita dapatkan kemudian dilewatkan dalam
beberapa proses concentration. Setelah proses liberasi ore berharga dari
pengganggunya, concentration dilakukan untuk memisahkan mineral berharga ini
dari ganguenya tadi. Ada beberapa proses concentration ini, diantaranya yaitu
gravity concentration, froth flotation, dan magnetic particle separation ataupun
heavy medium separation.
3.6.1 Gravity Concentration (GC)

Metode GC menggunakan prinsip perbedaan berat jenis partikel pada waktu


bergerak yang
maksimum

disebabkan

oleh

adanya

gaya

grafitasi.

Ukuran

partikel

yang diperbolehkan untuk proses ini adalah 50 mm. Metode GC

sangat baik untuk partikel-partikel kasar. Hal ini secara ekonomis dan teknis akan
menguntungkan karena pemisahan air akan lebih mudah, serta zat kimia yang
merugikan akan hilang sehingga tidak akan mengganggu proses selanjutnya.
Prinsip kerjanya berdasarkan perbedaan densitas, dimana partikel-partikel yang
mempunyai berat jenis yang lebih besar akan jatuh dengan kecepatan yang lebih
cepat daripada partikel-partikel yang kecil. Alat yang digunakan pada metode GC
ini disebut gravity separator. Gravity separator ini terbagi berdasarkan ukuran
partikel-partikel yang mengendap dalam proses.
Jenis-jenis dari GC ini antara lain : Jigs, Pinched Sluices and Cones, Spiral,
Shaking Tables. Namun yang umum digunakan dalam pengolah seng yaitu Jigs,
Cones dan Shaking Tables.

Shaking Table

Prinsip kerja shaking table (Gambar 3.24) yaitu : Air mengalir pada permukaan,
terjadi gesekan antara keduanya sehingga kecepatan air pada bagian atas akan
lebih besar daripada di dasar, semakin dekat ke permukaan, kecepatan alir semakin
cepat. Partikel berukuran kecil cenderung terhambat geraknya akibat gaya gesekan
tersebut. Partikel dengan specific gravity tinggi akan bergerak lebih lambat daripada
specific gravity kecil. Akibat aliran air, partikel dapat dipisahkan berdasarkan
ukuran dan kepadatannya. Semakin besar jangkauan ukuran partikel, efisiensi
pemisahan berkurang.

Gambar 3.24. Shaking


Table Cara kerja shaking table di atas yaitu :

} Pada meja terdapat jalur-jalur yang mempunyai arah menyeberangi


meja secara melintang.
^ Ketika meja diberi goncangan, partikel ringan dan padat akan
terhambat lajunya akibat friksi sehingga tidak mudah jatuh dan sampai
ke ujung meja, sedangkan partikel besar dan ringan akan jatuh ke bagian
bawah.
Jigs
Jig (Gambar 3.25) merupakan metode tertua dari Gravity Concentration.
Pemisahan jenis-jenis mineral pada jigs menurut perbedaan berat jenis (BJ). Cara
kerja jigs:
Mineral yang mempunyai berat jenis besar akan berpenetrasi melalui ragging
dan jig screen.
Box bergerak naik turun dgn siklus tertentu dan menghasilkan suatu arus.
Pada overflow, pengeluaran partikel ringan dengan bantuan arus air dari bawah.
Gerakan box menstimulir arus pulsatif dari fluida, gerakan ini mencapai 55300 pulse/menit.

Gambar 3.25. Jigs

Cone

Cone (Gambar 3.26) mempunyai prinsip kerja yang hampir sama dengan
pinched sluices, tetapi biasanya alatnya lebih rumit. Pada pinched sluices feed

masuk kedalam lubang umpan dan mengalir kebawah akibat kemiringan dari
pinched sluices. Pada waktu mengalir terjadi pemisahan, partikel berat berada
di lapisan atas, dan partikel
ringan berada di lapisan bawah. Untuk menghasilkan kualitas yang tinggi, con
biasanya disusun empat tingkat

Gambar 3.26. Cone


3.6.2 Froth Flotation
Froth flotation merupakan pemisahan partikel berdasarkan sifat fisika dan kimia dari
permukaan material dan merupakan kebalikan dari gravity concentration, dimana
material yang berat mengapung, sedangkan yang ringan akan tenggelam. Prinsip
Froth flotation adalah adanya gelembung udara yang naik pada suatu larutan, di
mana hanya partikel mineral tertentu yang menempel pada gelembung (gaya adhesi)
dan partikel yang lain akan tenggelam
Hal ini dicapai dengan menggunakan reagent kimia yang akan bereaksi dengan
mineral yang diinginkan. Keefektivan metode ini tergantung kepada 4 faktor yang
berhubungan dengan sifat alami dari ore tersebut; derajat oksidasi, kehadiran iron

sulfida yang melimpah, kehadiran mineral Cu, dan sifat alami asam atau basa dari
gangue mineral.
Namun selain faktor diatas masih terdapat faktor lain yang turut mempengaruhi
kesuksesan suatu proses flotasi. Faktor tersebut antara lain keuniforman dari particle
size,
penggunaan reagents yang tepat/cocok dengan mineralnya, dan kondisi air yang
tidak akan berekasi dengan reagent yang ditambahkan atau gelembung udara.
Berikut ini merupakan desain dan fungsi datri Flotation Cell CGambar 3.27)

Gambar 3.27. Flotation Cell


Proses Flotation pada pengolahan Iron ore pada umumnya diperlihatkan pada
Gambar 3.28 sebagai berikut:

Udara dipompakan menuju slurry yang akan menghasilkan buih.

Konsentrat slurry ditambahkan reagent untuk memisahkan valuable


mineral (hydrophobic) dan gangue (hydrophilic)

Buih yang mengapung mengandung material yang berharga.

Material yang tenggelam disebut tailing

Proses ini menghasilkan konsentrat iron sekitar 54.5 - 65 persen

Anda mungkin juga menyukai