PENDAHULUAN
1.1. Jalur Pembuatan Besi Baja
Besi dan baja sangat memegang peranan penting sebagai material rekayasa
dalam peradaban kemajuan manusia. Bisa dibayangkan, tidak akan ada peradaban
semodern saat ini tanpa kehadiran material ini. Hampir semua sektor kehidupan
manusia dijumpai baja seperti: jembatan, baja beton untuk rumah, bodi mobil,
peralatan rumah tangga, kereta api, kapal laut, konstruksi pabrik dan lain
sebagainya. Pada kulit bumi jumlah cadangan bijih besi yang melimpah,
mudahnya mendaur ulang besi baja untuk dibuat komponen baru, serta sifat baja
yang dapat di buat baik melalui pemaduan serta perlakuan panas, membuat
material ini sangat menarik untuk terus dikembangkan serta dipergunakan dalam
bidang keteknikan.
Jalur proses pembuatan besi-baja yang menghasilkan long produk (seperti baja
beton, baja profile, baja kawat) serta flat produk (seperti pelat) umumnya dibagi
atas:
1. Jalur Bijih Besi - Tanur Tinggi (Blast Furnace) - Basic Oxygen FurnaceContinous Casting dan Rolling
2. Jalur Bijih Besi - Proses Reduksi Langsung (Hasil Besi Spons) - Tanur
Busur Listrik (EAF) - Continous Casting dan Rolling
3. Jalur Scrap - Tanur Busur Listrik - Continous Casting dan Rolling
4. Jalur Bijih Besi - Smelting Reduction - Basic Oxygen Furnace - Continous
Casting dan Rolling
Gambar 1.1 memperlihatkan alur proses pembuatan besi baja melalui jalur
1, 2 dan 3. Secara umum proses pembuatan besi baja dunia masih didominasi oleh
jalur tanur tinggi (secara teknologi jalur ini sudah sangat mapan) serta jalur
peleburan scrap/ besi-baja bekas pada tanur busur listrik (pemanfaatan besi baja
yang sudah habis masa pakainya). Kedua jalur ini mendominasi lebih dari 90%
produksi besi baja di dunia. Sedangkan pembuatan baja melalui jalur 2 digunakan
pada negara- negara penghasil gas bumi serta batubara (coal). Pada jalur ini bijih
besi direduksi dalam keadaan padat oleh gas CO atau H2 yang berasal dari
cracking gas bumi serta pembakaran batubara (lihat Diktat Kuliah Proses Reduksi
Langsung Proses Pembuatan Besi Baja)
sebagai reduktor digunakan batubara (coal) bukan kokas seperti pada tanur tinggi.
Proses ini hingga saat ini masih terus dikembangkan.
1.2. Statistik Produksi Baja
Pada 2006 sekitar 1.239.500.000 ton besi baja diproduksi setiap tahunnya.
Tabel 1.1 adalah statistik jumlah produksi besi baja dunia 2004 - 2006 dengan
produsen terbesar adalah China, Jepang dan Amerika Serikat dan peringkat 10 besar
pada Tabel 1.2.
Tabel 1.1. Produsen terbesar besi baja 2004 hingga 2006
Year
Crude Steel
Production/Year
(Million Ton)
China
Jepang
(Million Ton) (Million Ton)
USA
(Million
Ton)
2006
1,239.5
414,8
116,2
98,5
2005
2004
1.129,4
1.057
349,4
280,5
112,5
112,7
93,9
99,7
2005
Country
2006
2005
% Change
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
2
3
4
5
6
7
8
10
9
China
Japan
USA
Russia
South Korea
Germany
India
Ukraine
Italy
Brazil
418.8
116.2
98.5
70.6
48.4
47.2
44.0
40.8
31.6
30.9
355.8
112.5
94.9
66.1
47.8
44.5
40.9
38.6
29.4
31.6
17.7
3.3
3.8
6.8
1.3
6.1
7.6
5.7
7.5
-2.2
10
Di Indonesia Jumlah produksi baja (crude steel) pada tahun 2006 adalah
sebesar 3,46 juta ton serta sebagian besar diproses melalui peleburan besi spons
(hasil proses reduksi langsung dan ini hanya terdapat pada PT. Krakatau Steel) serta
peleburan besi-baja bekas pada pada tanur busur listrik (electric arc furnace/ EAF).
Jumlah ini belum termasuk pembuatan 'hot rolling coil' (HRC) sebanyak 2,82 juta
ton dan 'cold rolling coil' (CRC) sekitar 0,92 juta ton. Indonesia pada 2007
menduduki urutan ke 37 pada negara-negara penghasil baja dunia, Tabel 1.3.
Tabel 1.3. Negara penghasil besi baja terbesar dunia
BAB II
JENIS BIJIH BESI (IRON ORE)
2.1. Bijih Besi
Di alam Fe merupakan elemen no 4 terbanyak di kerak bumi dengan 5%
setelah Oksigen (46.6 %), Silikon (27.72 %), dan Aluminum (8.13 %). Tabel 2.1.
berikut adalah 15 negara penghasil bijih besi terbesar dunia sepanjang tahun
2006.
Tabel 2.1. Penghasil bijih besi terbesar tahun 2006
World Iron ore production in millton tonnes - top 15 countries
Secara umum terdapat berbagai jenis ikatan unsur Fe, antara lain unsur Fe
berikatan dengan : oksida, sulfida, hidroksida, dan karbonat, Tabel 2.2 dan Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Jenis bijih besi sulfida, hidroksida dan karbonat di alam :
Tabel 2.3. Jenis bijih besi sulfida, hidroksida dan karbonat di alam :
besi dari manca negara termasuk Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun
belakangan ini.
Hematite, berasal dari Bahasa Yunani yang berarti darah (ditemukan berupa
pasir yang berwana merah), merupakan salah satu ore utama penghasil logam
besi. Hematite dihasilkan dari proses sublimasi hasil aktivitas letusan gunung
berapi. Hematite merupakan batuan hasil metamorfosis dari batuan induk limonite
(Fe2O3, 3H2O), siderite (FeCCb), dan magnesite (Fe3C>4). Di alam hematite biasa
berikatan dengan quartz, maka untuk menghilangkan unsur silika dari quartz yang
berikatan dengan hematite dilakukan proses leaching dengan meteonic water
sehingga didapatkan hematite dengan kadar di atas 50 % Fe. Dalam aplikasinya,
hematite akan bernilai ekonomi untuk diolah jika depositnya mencapai rata-rata
10 juta ton.
Beberapa lokasi hematite di Indonesia ditemukan antara lain pada:
Sumatra Selatan, deposit tidak didapat secara pasti tetapi dari data PT.
Novena Texindo Asri, perusahaan tersebut dapat memenuhi pesanan
hingga 30 ribu metrik Ton setiap bulannya.
Tabel 2.5 menunjukan kandungan komposisi kimia rata-rata hematite untuk daerah
Jawa Barat (Tasikmalaya) serta Kalimantan Selatan.
Magnetite, berasal dari kata Magnesia di negara Macedonia, terbentuk dari batuan
yang dihasilkan meialui proses pendinginan hasil letusan vulkanik. Magnetite
merupakan unsur utama penyusun batua diorite, gabro, dan peridotite. Ditemukan
di alam berbentuk pasir berwarna hitam, dalam aplikasinya sering dipadukan
dengan corrondum sebagai material bahan amplas (emery).
Secara detail, magnesite jarang ditemukan. Kebanyakan informasi mengenai bijih
besi Indonesia dijabarkan sebagai bentuk hematite (Fe2C>3).
Disepanjang selatan pantai Jawa banyak sekali ditemukan pasir besi (iron sand)
yakni jenis Titanious Ferrous (FeO.Ti02). Beberapa lokasi magnetite yang
ditemukan antara lain:
Pengolahan dilakukan PT. Aneka Tambang dengan luas area konsesi 2.304 Ha.
Kandungan Kimia serta Deposit Iron Sand di Selatan Jawa, Tabel. 2.7.:
Tabel 2.7. Cadangan Iron Sand di selatan Jawa
Ore Reserves of Iron Sands as at 31 December 2O04
Location
Glt-Off
Volume
Applied
(kt-sita)
Tonnes
Magnetic
Fraction
Mean of
Iron Sands
Meaa of
Magnetic
Fraction
(000% m5)
Kgfoi
(000*B WDt)
Magpetie
%Fem
1,100
1,100
230
230
250
250
47.43
47.43
7,300
1,800
9,100
230
392
264
1,700
700
2,400
47.4
49.7
48.1.
10.200
260
2,650
48.0
Gambar 2.2 adalah daerah operasi penambangan iron sand ore di Selatan Jawa
oleh PT. Aneka Tambang :
Limonite
(Fe203. 3H20)
Hardness
(Mohr Scale)
Spesific
Gravity
Sifat Fisik
4-5.5
2.9-4.3
C.O.G
1 oarage
Ni
006s
Toaasge
(dmt)
Mesa (%)
Meistace
Ij
32,700
35
21,300
1.54
3iM
7M
Sedangkan untuk daerah Pulau Gee, Tanjung Buli - Kep. Halmahera (Maluku
Utara) diperlihatkan pada Tabel 2.10.
Tabel 2.10. Limonite pada daerah Maluku
liaaointe {Ni > 1.2 ; Fe > 25)
c o.o
I'l
l
Area
Moisted,
<dmt>
MeanCWJ
Laterite (Fe203.xH20) adalah bijih besi yang terjadi karena pelapukan batuan
jenis tertentu akibat pengaaruh cuaca yang terdapat didaerah beriklim lembab,
seperti daerah tropika dan subtropika. Untuk Bijih besi laterit, dalam bentuk pasir
(pasir besi), megandung pokok mineral oksida besi. Terdapat di beberapa daerah
Pulau Sebuku dan beberapa daerah Kalimantan Barat.
Kalsit / Siderit (FeC03) adalah bijih besi ini banyak terdapat didaerah bebatuan
seperti kapur, marmer, atau gamping. Bijih besi ini dijadikan sebagai bahan baku
semen (penyatu berbagai mineral), bahan baku kaca, instrumen optis. Banyak
ditemukan di daerah Pantai selatan Jawa (Jogja) oleh PT.Aneka Tambang dengan
produksi sekitar 2 juta ton.
2.3. Potensi Bijih Besi Indonesia Sebagai Bahan Baku Lokal
Menurut data Departemen ESDM, bumi Indonesia memiliki kandungan bijih besi
tak kurang dari 320,43 juta ton. Tetapi deposit yang sangat besar ini masih berada
di tempatnya dan belum bisa dimanfaatkan secara optimal, karena membutuhkan
investasi besar. PT Krakatau Steel diharapkan dapat secepat mungkin
mengoptimalkan pemanfaatan sumber bijih besi di Kalimantan Selatan untuk
mengurangi ketergantungan impor dengan meningkatkan produksi baja. Selajuntnya
Kalimantan diproyeksikan akan dijadikan pusat industri baja nasional, sebuah ambisi
sekaligus cita-cita besar yang patut didukung. Tetapi langkah ini belum mulus,
studi kelayakan bisnis yang dilakukan oleh PT Krakatau Steel mengalami
hambatan, karena BUMN baja ini menghadapi kendala dari sekelompok pemilik
kuasa lahan pertambangan yang menjadi pemilik izin kuasa penambangan (KP)
dari pemerintah daerah setempat. Sebaiknya, persoalan sektoral ini bisa lebih cepat
diatasi, melalui political will pemerintah dalam memperkuat stmktur industri
nasional, melalui pengembangan sektor baja secara serius. Industri baja
merupakan mother industry yang menjadi tumpuan sekaligus menentukan
kekuatan struktur industri di suatu negara. Dengan bekal deposit bijih besi 320,43
juta ton, Indonesia dapat berpotensi menjadi pemain baja yang diperhitungkan
Propinsi
Kalimantan Barat
Sumatera Barat
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Lampung
Kalimantan Selatan
Sumatera Selatan
Kalimatan Tengah
NTT
Nangroe
Aceh
Jambi
Bangka Belitung
13
Kep. Riau
Bijih
Logam
281.072.987, 160.283.059,69
27.702.277,
1.246.400,94
95
18.000.000,
9.900.000,00
00
17.500.000,
5.250.000,00
00
11.187.250,
6.349.103,75
7.980.245,
4.686.903,05
00
1.600.000,
1.131.840,00
00
1.000.000,
550.000,00
00
726.000,0
457.525,20
00
350.000,0
191100,00
0
0
124.830,0
59.534,70
24.466,32
058.785,0
0
50.000,0
30.250,00
0
bersenyawa dengan unsur lain. Besi (Fe) ini 95 % nya digunakan untuk industri
modern. Logam besi dihasilkan dari smelting iron ore menjadi pig iron. Kemudian
baja diproses dari pig iron dengan menghilangkan pengotor (impurities) seperti
silicon, phosphorus dan sulphur, serta reduksi kadar karbon.
Iron ore (bijih besi) biasanya terdapat dalam beberapa jenis batuan, diantaranya yaitu
:
Magnetite (Fe304)
74,2 % Fe
Hematite (Fe203)
69,9 % Fe
Limonite (HFe02)
63 % Fe
Siderite (FeC03)
48,2 % Fe
Ilmenite (FeO.Ti02)
36,81 % Fe
Chamosite (Mg,Fe,Al)6(Si,Al)4i4(OH)8
29,61 % Fe
Pyrite (FeS)
46,6 % Fe
dari
ore
tersebut
untuk
dijadikan
konsentrat
agar
proses
Low-Grade Ore
Low-grade ore memiliki kandungan Fe hanya berkisar 25-30% Fe. Ore dengan
kandungan yang rendah ini dapat dilakukan benefisiasi terlebih dahulu sebelum
digunakan, sebagai contoh dengan proses wet-magnetic separation.
Gambar 3.1. berikut ini merupakan flowsheet singkat dari pengolahan ore (low
grade iron ore menjadi high grade iron ore)
A simple flowsheet of a mineral processing plant Ore
3.3.
Proses Kominusi
Suatu bijih besi memiliki bentuk yang berbeda-beda, ada yang besar ada pula yang
kecil. Untuk mendapatkan konsentrat dengan kadar yang tinggi, maka ukuran dari
bijih besi haruslah seragam. Kadar Fe ditentukan pula dari luas penampang dari
batuan tersebut, semakin besar ore/bijih tersebut, maka akan semakin kecil kadar
Fe yang terdapat didalamnya. Hal ini disebabkan tidak meratanya distribusi kadar
Fe dalam suatu bijih. Jadi definisi dari kominusi adalah proses reduksi ukuran bijih
mineral ke ukuran yang lebih kecil. Tujuan kominusi adalah sebagai berikut:
-
kotorannya
(gangue/waste) sebagai persiapan proses separasi
Untuk memudahkan material handling
Comminution dilakukan dalam dua tahapan,
yaitu:
Crushing ; sampai ukuran 10 mesh (2 mm)
Grinding ; ukuran < 10 mesh (< 2 mm) Proses kominusi ini
tergantung kepada beberapa hal, diantaranya yaitu :
Sifat Mineral
Kapasitas produksi
Cost
Primary crushing
Pada tahap ini, batuan yang mengandung bijih besi direduksi sehingga memiliki ukuran
sebesar 70-300 mm. Alat yang digunakan antara lain jaw crusher dan gyratory crusher.
Kecepatan produksi dari alat tersebut mencapai 1250 t/h. Biasanya alat yang digunakan
pada tahap ini ialah jaw crusher. Gambar 3.4 menunjukkan escavator yang sedang
memasukkan batuan hasil penambangan ke dalam belt conveyor untuk ditransportasikan
menuju primary crusher.
Gambar 3.4. Batuan ditransportasikan dengan belt conveyor menuju primary crusher
Sedangkan yang ukurannya masih terlalu besar akan diproses kembali oleh
alat jaw crusher.
Gyratory Crusher
Gyratory crusher memiliki kapasitas feed lebih banyak daripada kapasitas feed
dari jaw crusher. Alat ini dapat bekerja dengan kecepatan maksimum 3.650 t/h
dengan hasil akhir mencapai ukuran 280 mm. Gambar dari alat ini dapat dilihat
pada Gambar 3.6. Proses reduksi feed dapat terjadi pada alat ini karena adanya
perputaran dari
inner crushing head (1). Perputaran tersebut menyebabkan batuan terlempar ke
arah concave (2), dan membuat batuan tersebut tereduksi ukurannya. Spindle (3)
dapat bergerak naik turun karena terdapat pegas di bagian dasar. Pergerakan
tersebut membantu dalam proses reduksi dan untuk menghindari kerusakan alat.
Hasil reduksi dengan alat gyratory crusher juga melalui tahap penyaringan
(screening) untuk menyeleksi ukuran, untuk menuju ke proses selanjutnya.
Secondary crushing
Hasil dari primary crusher merupakan umpan untuk proses secondary crusher.
Hasil reduksi dari tahap ini memiliki ukuran 5-20 mm. alat yang digunakan pada
tahap ini ialah gyratory crusher ataupun cone crusher.
Cone Crusher
Gambar 3.7 menunjukkan gambaran dari alat cone crusher. Alat ini mereduksi
feed dengan proses rotasi dari eccentric yang membuat mantel berputar ke arah
concave. Proses tersebut menyebabkan aksi penggerusan feed yang berasal dari
hasil primary crusher, sehingga hasilnya akan memiliki ukuran yang lebih kecil.
Hasil reduksi dari tahap kedua ini keluar melalui gap (antara mantel dan concave).
Bentuk dari gap ini meruncing ke bawah.
Coarse Grinding: Rod mills, Gambar 3.10, digunakan sebagai mesin coarse
grinding. Rod mills mampu memasukkan feed hingga sebesar 50 mm dan
menghasilkan produk sehalus 300 microns.
Fine Grinding : Fine grinding, yang merupakan tahap final dari proses
comminution, dilakukan dalam ball mills yang menggunakan steel balls sebagai
grinding medium. Ball mill, dengan input 0.5 mm material dapat menghasilkan
produk yang lebih kecil dari 100 microns. Grinding biasanya dilakukan dalam
kondisi basah.
Tujuan proses grinding hamper sama dengan proses crushing yaitu :
> Untuk mendapatkan degree of liberation yang tepat dalam mineral processing.
> Meningkatkan specific surface area dari mineral berharga.
Gambar 3.11 berikut ini adalah merupakan gaya-gaya yang digunakan dalam
proses grinding ini
silinder-
3.4.
Sizing
Setelah proses kominusi, proses selanjutnya adalah proses Sizing. Sizing ini
terbagi atas 2 jenis, screening dan classification.
3.4.1 Screening
Screening. Proses ini dimaksudkan untuk mendapatkan ukuran ore Fe dengan
kadar optimum. Tujuan dari proses screening :
Prinsip kerja proses screening adalah melewatkan ore material yang memiliki
berbagai macam ukuran dalam suatu screen. Ore tersebut akan melewati atau
tertahan di screen ini tergantung kepada ukuran partikel yang lebih kecil atau
lebih besar dari ukuran aperture screen. Efisiensi kerja screen tergantung atas
tingkat kesempurnaan pemisahan material ke dalam fraksi ukuran di atas atau di
bawah dimensi/ukuran aperture.
Alat yang dapat digunakan dapat berupa Rotating Probability Screen (Gambar 3.15)
dan Tromel (Gambar 3.16).
Proses pengklasifikasian dengan screening ini sangat cocok jika proses gravity
concentration dilakukan. Jenis-jenis screening yang dapat digunakan yaitu :
Vibrating screen
Vibrating grizzly screen, (Gambar 3.17) yaitu suatu alat "screen" yang seringkali
dipergunakan dalam penambangan mineral, berfungsi sebagai penyaring material
yang sangat kasar menjadi material yang halus yang bentuknya tersusun atas
rangkaian batang logam keras yang sejajar dan di letakkan pada bingkainya.seperti
pada gambar di bawah ini.
Trommel Screen
Seperti halnya Vibrating - Grizzly screen yang bekerja dengan cara mengaduk dan
bergetar, Trommel screen pun (Gambar 3.18.) bekerjanya hampir serupa,yaitu
yang bergerak adalah silinder di dalamnya yang akan memisahkan material tersebut
dari yang berukuran kasar hingga berukuran yang akan dipergunakan. Dan dapat
memisahkan partikel yang kering maupun yang basah dan mengandung lumpur.
Berguna untuk memisahkan mineral dengan memakai sifat perbedaan berat jenis
material,tekanan air,sifat aliran air. Mineral dengan massa jenis lebih berat dari
tekanan
air akan mengendap dan mineral dengan massa jenis lebih ringan akan terbawa ke
tempat selanjutnya dan mineral yang kita inginkan akan mengendap di tempat
terakhir.
Cyclone
Cyclone (Gambar 3.22) sering digunakan dalam industri pengolahan mineral.
Biasanya penggunaan cyclone untuk pengolahan seng merupakan kelanjutan dari
proses clssification dengan trommel screen. Pemisahan ore pada cyclone
bergantung pada basis partikel size.
Hydroyclone
3.5.
Dewatering
Tujuan dari proses ini adalah untuk mengurangi kadar air dalam konsentrat. Proses
ini menggunakan tekanan udara yang tinggi untuk mengurangi kadar air. Proses
dewatering ini dapat dilakukan setelah proses classification ataupun setelah proses
pengkonsentrasian.
3.6.
Concentration
Proses concentration merupakan proses utama yang dibahas dalam paper ini. Hasil
dari proses classification yang telah kita dapatkan kemudian dilewatkan dalam
beberapa proses concentration. Setelah proses liberasi ore berharga dari
pengganggunya, concentration dilakukan untuk memisahkan mineral berharga ini
dari ganguenya tadi. Ada beberapa proses concentration ini, diantaranya yaitu
gravity concentration, froth flotation, dan magnetic particle separation ataupun
heavy medium separation.
3.6.1 Gravity Concentration (GC)
disebabkan
oleh
adanya
gaya
grafitasi.
Ukuran
partikel
sangat baik untuk partikel-partikel kasar. Hal ini secara ekonomis dan teknis akan
menguntungkan karena pemisahan air akan lebih mudah, serta zat kimia yang
merugikan akan hilang sehingga tidak akan mengganggu proses selanjutnya.
Prinsip kerjanya berdasarkan perbedaan densitas, dimana partikel-partikel yang
mempunyai berat jenis yang lebih besar akan jatuh dengan kecepatan yang lebih
cepat daripada partikel-partikel yang kecil. Alat yang digunakan pada metode GC
ini disebut gravity separator. Gravity separator ini terbagi berdasarkan ukuran
partikel-partikel yang mengendap dalam proses.
Jenis-jenis dari GC ini antara lain : Jigs, Pinched Sluices and Cones, Spiral,
Shaking Tables. Namun yang umum digunakan dalam pengolah seng yaitu Jigs,
Cones dan Shaking Tables.
Shaking Table
Prinsip kerja shaking table (Gambar 3.24) yaitu : Air mengalir pada permukaan,
terjadi gesekan antara keduanya sehingga kecepatan air pada bagian atas akan
lebih besar daripada di dasar, semakin dekat ke permukaan, kecepatan alir semakin
cepat. Partikel berukuran kecil cenderung terhambat geraknya akibat gaya gesekan
tersebut. Partikel dengan specific gravity tinggi akan bergerak lebih lambat daripada
specific gravity kecil. Akibat aliran air, partikel dapat dipisahkan berdasarkan
ukuran dan kepadatannya. Semakin besar jangkauan ukuran partikel, efisiensi
pemisahan berkurang.
Cone
Cone (Gambar 3.26) mempunyai prinsip kerja yang hampir sama dengan
pinched sluices, tetapi biasanya alatnya lebih rumit. Pada pinched sluices feed
masuk kedalam lubang umpan dan mengalir kebawah akibat kemiringan dari
pinched sluices. Pada waktu mengalir terjadi pemisahan, partikel berat berada
di lapisan atas, dan partikel
ringan berada di lapisan bawah. Untuk menghasilkan kualitas yang tinggi, con
biasanya disusun empat tingkat
sulfida yang melimpah, kehadiran mineral Cu, dan sifat alami asam atau basa dari
gangue mineral.
Namun selain faktor diatas masih terdapat faktor lain yang turut mempengaruhi
kesuksesan suatu proses flotasi. Faktor tersebut antara lain keuniforman dari particle
size,
penggunaan reagents yang tepat/cocok dengan mineralnya, dan kondisi air yang
tidak akan berekasi dengan reagent yang ditambahkan atau gelembung udara.
Berikut ini merupakan desain dan fungsi datri Flotation Cell CGambar 3.27)