Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK PEMICU 4

(DK2P4)

Nama
NIM
Fasilitator

:
:

M. Chairil Riskyta Akbar


FAA 113 045

Pemicu 4
Dina, umur 7 tahun diantar oleh ibunya ke IGD RS tempat anda bertugas
pada pukul 02.00 dinihari. Ibu pasien khawatir karena napas anaknya terlihat
sesak dan berbunyi ngik-ngik, sejak jelang tengah malam. Sejak 2 hari
sebelumnya, Dina mengalami demam, batuk, dan pilek dengan hidung
tersumbat. Kakak pasien sakit serupa beberapa hari sebelumnya.
Keluhan sesak dan ngik-ngik seperti ini merupakan kejadian yang ketiga
kalinya. Terakhir terjadi dua bulan yang lalu. Pasien sering mengalami pilek dan
batuk berulang sejak sekitar setahun yang lalu. Pilek batuk berulang hampir tiap
bulan, kadang disertai demam. Batuk pilek biasanya berlangsung 1 -2 minggu.
Jika sedang mengalami pilek batuk pasien mengeluh sakit kepala, dan napasnya
berbau tidak enak.
Ibu pasien juga mengeluhkan bahwa Dina sering mendengkur hampir tiap
kali tidur. Bila ibunya mengamati, bunyi dengkuran saat tidur secara berkala
terhenti beberapa saat yang kemudian diikuti gelagapan dan suara napas
tercekik dan pasien seperti akan terbangun. Namun pasien kemudian tidur lagi

dan kemudian mulai terdengar kembali dengkurannya. Dalam semalam hal ini
dapat terulang beberapa kali.

1. SINUSITIS
a. Etiologi dan gejala klinis

Etiologi

Penyebab sinusitis akut:


1.
Infeksi virus.
Sinusitis akut bisa terjadi setelah suatu infeksi virus pada saluran pernafasan bagian
atas (misalnya pilek).
2.
Bakteri.
Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan normal
tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus pneumoniae, Haemophilus
influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus tersumbat
akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya
akan berkembang biak dan menyusup ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus
akut.
3.
Infeksi jamur.
Kadang infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut. Aspergillus merupakan jamur
yang bisa menyebabkan sinusitis pada penderita gangguan sistem kekebalan. Pada
orang-orang tertentu, sinusitis jamur merupakan sejenis reaksi alergi terhadap jamur.
4.
Peradangan menahun pada saluran hidung.
Pada penderita rinitis alergika bisa terjadi sinusitis akut. Demikian pula halnya pada
penderita rinitis vasomotor.
5.
Penyakit tertentu.
Sinusitis akut lebih sering terjadi pada penderita gangguan sistem kekebalan dan
penderita kelainan sekresi lendir (misalnya fibrosis kistik).
Penyebab sinusitis kronis:
1.
Asma
2.
Penyakit alergi (misalnya rinitis alergika).
3.
Gangguan sistem kekebalan atau kelainan sekresi maupun pembuangan lendir.

Gejala Klinis

Gejala khas dari kelainan pada sinus adalah sakit kepala yang dirasakan ketika
penderita bangun pada pagi hari. Sinusitis akut dan kronis memiliki gejala yang sama, yaitu
nyeri tekan dan pembengkakan pada sinus yang terkena, tetapi ada gejala tertentu yang
timbul berdasarkan sinus yang terkena:
1. Sinusitis maksilaris menyebabkan nyeri pipi tepat di bawah mata, sakit gigi dan sakit
kepala.
2. Sinusitis frontalis menyebabkan sakit kepala di dahi.

3. Sinusitis etmoidalis menyebabkan nyeri di belakang dan diantara mata serta sakit
kepala di dahi. Peradangan sinus etmoidalis juga bisa menyebabkan nyeri bila
pinggiran hidung di tekan, berkurangnya indera penciuman dan hidung tersumbat.
4.
Sinusitis sfenoidalis menyebabkan nyeri yang lokasinya tidak dapat dipastikan dan
bisa dirasakan di puncak kepala bagian depan ataupun belakang, atau kadang
menyebabkan sakit telinga dan sakit leher.
Gejala lainnya adalah:
1.
Tidak enak badan
2.
Demam dan menggigil menunjukkan bahwa infeksi telah menyebar ke luar sinus.
3.
Letih, lesu
4.
Batuk, yang mungkin semakin memburuk pada malam hari
5.
Hidung meler atau hidung tersumbat.
6.
Selaput lendir hidung tampak merah dan membengkak, dari hidung mungkin keluar
nanah berwarna kuning atau hijau.
b. Faktor Resiko

Menderita alergi yang mempengaruhi sinus.

Mengalami kelainan saluran hidung seperti kelainan septum hidung, polip


hidung, atau tumor.

Mengalami berbagai kondisi medis seperti cystic fibrosis, gastroesophageal


reflux disease (GERD), dan gangguan sistem kekebalan tubuh seperti
immunoglobulin atau kekurangan antibodi.

Paparan rutin terhadap polutan seperti asap rokok.

Wanita hamil

Orang-orang dengan hidung kekeringan

Penderita diabetes

Setelah insersi nasogastric tabung

Ventilasi mekanis untuk bantuan dalam bernapas

Berenang

Menyelam

Ketinggian tinggi pendakian

Cedera hidung dan pipi

c. Patofisiologi dan patogenesis


Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran klirens
dari mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM). Disamping itu mukus juga
mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap
kuman yang masuk bersama udara pernafasan.

Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga mukosa
yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan
juga menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan tekanan negatif didalam
rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus.
Efek awal yang ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous yang dianggap sebagai sinusitis
non bakterial yang dapat sembuh tanpa pengobatan. Bila tidak sembuh maka sekret yang
tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi media yang poten untuk tumbuh dan multiplikasi
bakteri, dan sekret akan berubah menjadi purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang
membutuhkan terapi antibiotik. Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan
terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan semakin berkembang. Keadaan ini menyebabkan
perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista

Virus

Bakteri
Jamur

Menginfeksi ostium sinus & mukosiliar


(KOM)

Oedem

Mukosa yang berhadapan bertemu

Silia tidak dapat bergerak & ostium tersumbat

Tekanan negatif di rongga sinus

Terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus

Sinusitis
Nyeri

Nyeri

letih, lesu

Kelelahan

demam
hidung tersumbat

Hipertermi

Selaput lendir
hidung merah
& bengkak

Gg. Persepsi Sensori (Penciuman)


d. Klasifikasi
Secara klinis sinusitis dapat dikategorikan sebagai sinusitis akut bila gejalanya
berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu. Sinusitis subakut bila berlangsung dari 4
minggu sampai 3 bulan dan sinusitis kronik bila berlangsung lebih dari 3 bulan.
Tetapi apabila dilihat dari gejalanya, maka sinusitis dianggap sebagai sinusitis akut
bila terdapat tanda-tanda radang akut. Dikatakan sinusitis subakut bila tanda-tanda radang
akut sudah reda dan perubahan histologik bersifat reversible dan disebut sinusitis kronik,bila
oerubahan histologik mukosa sinus sudah irreversible, misalnya sudah berubah menjadi
jaringan granulasi atau polipoid. Sebenarnya klasifikasi yang tepat ialah berdasarkan
pemeriksaan histopatologik, akan tetapi pemeriksaan ini tidak rutin dikerjakan.
Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis

Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), Segala sesuatu yang


menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis
Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering menyebabkan
sinusitis infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan molar)
e. Terapi farmako dan non-farmako

Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotika selama 10 14 hari, meskipun


gejala klinik telah hilang. Antibiotika yang diberikan adalah golongan penisilin. Diberikan
juga obat dekongestan lokal berupa tetes hidung, untuk memperlancar drainase sinus. Boleh
diberikan analgetika untuk menghilangkan rasa nyeri.
Terapi pembedahan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila telah terjadi
komplikasi ke orbita atau intrakranial; atau bila ada nyeri yang hebat karena ada sekret
tertahan oleh sumbatan.
Terapi Sinusitis Kronis ini tidak menimbulkan efek samping berbahaya atau komplikasi
yang disebabkan oleh sinusitis kronis ini. Berikut ini ada beberapa terapi sederhana untuk
terapi sinusitis kronis, adalah :
1. Terapi Sinusitis Kronis dengan menggunakan aromaterapi
Aromaterapi dapat diberikan dengan meneteskan wangi dari bunga lavender atau
chamomile dengan dikombinasikan dengan minyak penghangat misalnya dari daun mint atau
pepermint yang dicampurkan dalam satu wadah air. Kemudian penderita sinusitis kronis
menghirup uap atau udara yang keluar dengan menghirup uap dalam-dalam secara perlahan
dari hidung. Kemudian tahan sejenak dan lepaskan nafas kembali secara perlahan. Dengan
aromaterapi ini pengobatan sinusitis kronis pun dapat dilakukan kapan saja. Selain memberi
kesan hangat, mengencerkan dahak di tenggorokan, membuka jalan nafas di hidung serta
mengencerkan mukus/lendir di hidung. Aromaterapi ini dapat memberikan rasa rileks dan
tenang pada saraf-saraf otot di sekitar wajah termasuk hidung, mata dan kepala yang sering
merasakan nyeri dan sakit kepala akibat sinusitis.
5

2. Terapi Sinusitis Kronis dengan mengompres hidung


Selain dengan menggunakan aromaterapi, untuk mengobati sinusitis kronis dapat pula
melakukan terapi dengan mengompres kedua pipi dengan air hangat. Dengan cara merendam
handuk atau kain dalam air hangat yang telah dicampur dengan garam. Kemudian kompres
pipi kanan dan pipi kiri dengan handuk tersebut selama yang diinginkan atau sampai
dirasakan adanya suatu perubahan lebih baik dari pernafasan yang lega dan. Kompres air
hangat dapat membantu melegakan pernafasan dan meringankan hidung tersumbat.
Sumber
:
http://www.amazine.co/25390/gejala-penyebab-faktor-resiko-sinusitis-akut/ diakses pada 21
Maret 2015, 20:27 WIB
http://www.news-medical.net/health/Causes-of-sinusitis-(Indonesian).aspx diakses pada 21
Maret 2015, 20:30 WIB
2. ASTHMA
a. Etiologi dan gejala klinis
Etiologi
Rangsangan yang dapat mencetus serangan asma dapat dikelompokkan dalam tujuh
kategori besar: alergenik, farmakologik, lingkungan, pekerjaan, infeksi, berhubungan dengan
olahraga, dan emosional.
Alergen
Alergen pada asma alergik bergantung pada respon IgE yang dikontrol oleh limfosit T
dan B dan diaktivasi oleh interaksi antigen dengan ikatan sel mast IgE. Setelah menerima
imunogen, interaksinya dengan sel T membentuk TH2. Proses ini bukan hanya membentu
memfasilitasi radang pada asma, tetapi juga menyebabkan pengalihan produksi IgG dan IgM
oleh limfosit B menjadi produksi IgE.
Sebagian besar alergen asma tersawa oleh udara, dan untuk menghasilkan status
sensitivitas membutuhkan waktu yang cukup lama. Setelah terjadi sensitisasi, pasien dapat
menampakkan respon yang hebat, bahkan kontak dalam hitungan menit dapat menghasilkan
eksaserbasi signifikan pada penyakit ini. Asma alergik biasanya musiman, paling banyak
ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Sedangkan yang bukan musiman dapat
ditimbulkan dari alergi terhadap bulu, serpihan kulit binatang, kutu debu, jamur, dan antigen
lingkungan lain yang ada secara kontinyu.
Rangsangan Farmakologis
6

Obat yang paling sering berhubungan dengan fase akut asma adalah aspirin
(NSAIDs), zat warna seperti tartazin, antagonis -adrenergik, dan senyawa sulfit. Tipe yang
sensitif aspirin terutama pada orang dewasa, walaupun terdapat juga pada anak-anak.
Terdapat reaktivitas silang antara aspirin dengan NSAIDs yang menginhibisi prostaglandin
G/H sintase 1. Pasien dengan sensitivitas terhadap aspirin dapat didesensitisasi dengan
pemberian aspirin harian, sehingga terjadi toleransi silang dengan NSAIDs lainnya.
Antagonis -adrenergik pada individ dengan asma dapat menghambat saluran napas
dengan meningkatkan reaktivitas saluran napas dan harus dihindari. Bahkan antagonis adrenergik selektif beta 1 memiliki kecenderungan tersebut dalam dosis yang lebih tinggi.
Terdapat fakta bahwa penggunaan lokal penghambat beta 1 pada mata untuk mengobati
glaukoma berhubungan dengan memburuknya asma.
Senyawa sulfit, yang digunakan secara luas pada makanan dan industri farmasi
sebagai zat untuk sanitasi dan pengawet, dapat menimbulkan penyumbatan saluran napas
bagi orang yang sensitif. Paparan terjadi karena memakan makanan dan obat-obatan yang
mengandung zat-zat tersebut.
Lingkungan dan Polusi Udara
Penyebab asma dari lingkungan biasanya berkaitan dengan kondisi iklim yang
meningkatkan konsentrasi polutan dan antigen atmosfir. Kondisi ini terdapat pada wilayah
indutri berat dan perkotaan padat dan seringkali nerhubungan dengan perubahan suhu atau
siluasi lain yang menimbulkan udara tidak mengalir. Dalam keadaan ini, walaupun populasi
secara umum dapat mengalami gangguan pernapasan, pasien dengan asma dan penyakit
pernapasan yang lain dapat terpengaruh lebih buruk.
Faktor pekerjaan
Obstruksi saluran parnapasan akut dan kronis telah dilaporkan berkaitan dengan
paparan sejumlah besar senyawa yang digunakan dalam berbagai macam industri (umumnya
senyawa dengan berat molekul tinggi). Senyawa dengan berat molekul tinggi menimbulkan
asma dengan menghasilkan reaksi imunologis, sedangkan senyawa dengan berat molekul
rendah merupakan senyawa yang memiliki efek konstriktor bronkus.
Infeksi

Infeksi saluran napas merupakan rangsangan yang paling sering menimbulkan


eksaserbasi akut pada asma. Virus saluran napas dan bukan bakteri atau alergi terhadap
mikroorganisme adalah faktor etiologi yang paling utama. Pada anak yang masih kecil,
penyebab infeksi yang paling penting adalah virus pernapasan sinsisial dan virus
parainfluenza. Pada anak yang lebih besar dan orang dewasa, Rhinovirus dan virus influenza
merupakan patogen yang dominan. Mekanisme induksi eksaserbasi asma oleh virus
berhubungan dengan produksi sitokin oleh sel T yang membantu infiltrasi sel radang pada
saluran napas.
Olahraga
Biasanya serangan timbul setelahnya, dan tidak timbul selama olahraga.
Semakin tinggi tingkat ventilasi dan semakin dingin udara menentukan parahnya obstruksi
saluran napas. Mekanisme yang ditimbulkan oleh olahraga dalam menimbulkan obstruksi
berhubungan dengan hiperemia yang dipengaruhi suhu dan kebocoran kapiler pada dinding
saluran napas.
Stres Emosional
Faktor psikologis yang dapat memperburuk atau meringankan asma. Perubahan pada
diameter saluran napas berhubungan dengan aktivitas eferen n. vagus, tetapi mungkin juga
endorfin memiliki peran. Peran faktor psikologis mungkin bervariasi antara satu pasien
dengan yang lain dan antara satu serangan dengan serangan yang lain.
Asma bronkial terjadi di segala usia, tetapi dominan pada anak-anak.
Menurute t i o l o g i n y a , a s m a m e r u p a k a n p e n y a k i t h e t e r o g e n . F a k t o r g e n e t i k
( a t o p i k ) d a n lingkungan, seperti virus, paparan pekerjaan, dan alergen, memiliki
kontribusi dalaminisiasi dan kontinuasi.
Atopi merupakan faktor resiko yang paling ban yak dalam perkembangan
asma.
Asma alergik seringkali dihubungkan dengan riwayat pen yakit ind
i v i d u dan/atau keluarga seperti rhinitis, urtikaria, dan eksim; dengan reaksi
bengkak danrasa terbakar pada kulit terhadap injeksi ekstrak antigen dari udara secara
intradermal;dengan peningkatan kadar IgE dalam serum; dan/atau dengan respon positif
terhadaptes provokasi yang melibatkan inhalasi antigen spesifik.Penderita asma tanpa
riwayat alergi individu maupun keluarga, dengan teskulit yang negatif, dan
dengan kadar IgE serum yang normal, yang oleh karena itutidak dapat

dikelompokkan
menurut
mekanisme
imunologis
yang
dijelaskansebelumnya, disebut asma idiosinkratik atau asma nonatopik.

telah

Pada umumnya, asmayang terjadi pada usia anak-anak memiliki komponen


alergik yang kuat, sedangkanasma yang berkembang kemudian memiliki etiologi
nonalergik atau campuran.

Gejala Klinis

Secara umum gejala asma adalah sesak napas, batuk berdahak dan suara napas yang
berbunyi ngik-ngik dimana seringnya gejala ini timbul pada pagi hari menjelang waktu
subuh, hal ini karena pengaruh keseimbangan hormon kortisol yang kadarnya rendah ketika
pagi dan berbagai faktor lainnya. Penderita asma akan mengeluhkan sesak nafas karena udara
pada waktu bernafas tidak dapat mengalir dengan lancar pada saluran nafas yang sempit dan
hal ini juga yang menyebabkan timbulnya bunyi ngik-ngik pada saat bernafas. Pada penderita
asma, penyempitan saluran pernafasan yang terjadi dapat berupa pengerutan dan tertutupnya
saluran oleh dahak yang diproduksi secara berlebihan dan menimbulkan batuk sebagai respon
untuk mengeluarkan dahak tersebut. Gambar dibawah ini adalah gambar penampang paru
dalam keadaan normal dan saat serangan asma.8

Gambar 3. Sebelum dan sesudah serangan asma


Salah satu ciri asma adalah hilangnya keluhan di luar serangan. Artinya, pada saat
serangan, penderita asma bisa kelihatan amat menderita (banyak batuk, sesak napas hebat dan
bahkan sampai sepertiter cekik), tetapi di luar serangan diasehat-sehat saja (bisa main tenis 2
set, bisa jalan-jalan keliling taman, dan lain-lain). Inilah salah satu hal yang membedakannya
dengan penyakit lain (keluhan sesak pada asma adalah revesibel, bisa baik kembali di luar
serangan).
b. Faktor Resiko

Jenis Kelamin
9

Pada anak-anak, asma lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak
perempuan. Penyebab hal ini tidak diketahui dengan jelas, akan tetapi beberapa ahli
menemukan bahwa ukuran saluran pernapasan anak laki-laki lebih kecil daripada anak
perempuan. Hal ini dapat merupakan salah satu penyebab timbulnya mengi setelah flu atau
infeksi virus lainnya.
Akan tetapi seiring dengan semakin bertambahnya usia anak, maka resiko terjadinya
asma antara pria dan wanita menjadi sama. Pada usia 40 tahun, wanita memiliki resiko
menderita asma yang lebih tinggi daripada pria
Riwayat Keluarga
Asma merupakan salah satu penyakit yang diturunkan dalam keluarga (herediter). Jika
salah satu orang tua anda menderita asma, maka anda memiliki resiko 3-6 kali lebih tinggi
untuk menderita asma daripada anak yang kedua orang tuanya tidak menderita asma.

Hiperaktivitas Saluran Pernapasan


Memiliki saluran pernapasan yang bereaksi berlebihan terhadap bahan-bahan tertentu

(alergen) merupakan salah satu faktor resiko asma. Pada penderita asma, saluran pernapasan
menjadi hiperaktif dan meradang saat terpapar oleh alergen atau udara dingin. Tidak semua
orang dengan saluran pernapasan yang hiperaktif menderita asma, akan tetapi saluran
pernapasan yang hiperaktif dapat meningkatkan resiko terjadinya asma.

Alergi
Atopi merupakan suatu reaksi alergi pada berbagai bagian tubuh yang bahkan tidak

bersentuhan dengan alergen atau zat yang menyebabkan timbulnya reaksi alergi. Beberapa
penyakit yang dapat timbul akibat atopi adalah eksim (dermatitis atopik), rhinitis alergika,
konjungtivitis alergika, dan asma.
Beberapa alergen seperti bulu binatang, berbagai serangga, dan jamur dapat
menyebabkan timbulnya suatu reaksi alergi, yang pada akhirnya dapat meningkatkan resiko
terjadinya asma.

Lingkungan
Berbagai polusi udara, baik yang berasal dari asap rokok, jamur, atau berbagai zat

berbahaya lainnya dapat menimbulkan suatu reaksi alergi dan asma. Polusi udara, sulfur

10

dioksida, nitrogen oksida, ozon, udara dingin, dan kelembaban udara yang tinggi merupakan
pemicu terjadinya serangan asma.
Ozon, sulfur dioksida, dan nitrogen oksida dapat mengiritasi saluran pernapasan dan
menyebabkan timbulnya batuk, sesak napas, mengi, nyeri dada, dan serangan asma. Cuaca
dingin dapat menyebabkan penyempitan saluran pernapasan dan meningkatkan produksi
lendir pada saluran pernapasan. Peningkatan kelembaban udarah juga dapat menyebabkan
timbulnya gangguan pernapasan pada beberapa orang tertentu.

Asap Rokok
Merokok saat usia remaja atau dewasa muda dapat meningkatkan resiko anda

menderita asma. Selain itu, paparan terhadap asap rokok pada bayi atau anak-anak juga dapat
meningkatkan resiko bayi atau anak tersebut untuk menderita asma di kemudian hari.

Obesitas
Berdasarkan penelitian, asma lebih sering terjadi pada orang dewasa dan anak yang

mengalami obesitas (kegemukan). Serangan asma pada penderita asma yang juga mengalami
obesitas seringkali lebih sulit dikendalikan dan membutuhkan lebih banyak pengobatan.

Kehamilan
Merokok selama hamil dapat menyebabkan penurunan fungsi paru pada bayi yang

anda kandung. Selain itu, bayi yang lahir sebelum waktunya (prematur) juga memiliki resiko
yang lebih tinggi untuk menderita asma di kemudian hari.
c. Patofisiologi dan patogenesis
Patofisiologi
Tanda patofisiologis asma adalah pengurangan diameter jalan napas yang disebabkan
kontraksi otot polos, kongesti pembuluh darah, edema dinding bronkus dan sekret kental yang
lengket. Hasil akhirnya adalah peningkatan resistensi jalan napas, penurunan volume ekspirasi paksa
(Forced Expiratory Volume)dan kecepatan aliran, hiperinflasi paru dan toraks, peningkatan kerja
pernapasan, perubahan fungsi otot pernapasan, perubahan rekoil elastik (Elastic Recoil), penyebaran
abnormal aliran darah ventilasi dan pulmonal serta perubahan gas darah arteri. Pada pasien yang
sangat simtomatik seringkali pada elektrokardiografi ditemukan hipertrofi ventrikel kanan dan
hipertensi paru. Kapasitas vital paksa (Forced Vital Capacity) cenderung 50 % dari nilai normal.
Volume ekspirasi paksa satu detik (1-S Forced Expiratory Volume, FEV 1) rata-rata 30 % atau kurang
dari yang diperkirakan. Sementara rata-rata aliran midekspiratori maksimum dan minimum
11

(Maximum and Minimum Midexpiratory Flow Rates) berkurang sampai 20 %. Untuk mnegimbangi
perubahan mekanik, udara yang terperangkap dalam paru-paru (Air Trapping) ditemukan berjumlah
besar. Pada pasien yang sakit berat, volume residual (RV) sering mendekati 400 % nilai normal,
sementara kapasitas residual fungsional menjadi berlipat ganda. Serangan berakhir secara klinis bila
RV turun sampai 200 % dari nilai yang diperkirakan dan bila FEV1 naik sampai 50 %.
Hipoksia merupakan temuan umum sewaktu eksaserabsi akut tetapi gagal ventilasi relatif
tidak biasa ditemukan. Sebagian besar pasien asma mengalami hipokapnia dan alkalosis respiratorik.
Bila ditemukan asidosis metabolik pada asma akut, hal ini merupakan petunjuk obstruksi berat.
Biasanya tidak ada gejala klinis yang menyertai perubahan gas darah. Sehingga tingkat hipoksia tidak
dapat ditentukan. Sianosis merupakan tanda akhir. Jadi kita tidak boleh menilai status ventilasi
seorang pasien berdasarkan gejala klinis saja. Sehingga tekanan gas darah arteri harus diukur.

Patogenesis
Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus,
sumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus.
Obstruksi bertambah berat selama ekspirasikarena secara fisiologis saluran napas
menyempit

pada

fase

tersebut.

Halinimengakibatkanudara

tempatterjadinyaobstruksiterjebaktidak

bisa

Selanjutnyaterjadipeningkatanvolumenresidu,
pasienakanbernapas

pada

volume

yang

distal
diekspirasi.

kapasitasresidufungsional
tinggimendekatikapasitasparu

(KRF)
total

dan
(KPT).

Keadaanhiperinflasiinibertujuan agar saluran napas tetapterbuka dan pertukaran gas


berjalanlancar.

Untukmempertahankanhiperinflasiinidiperlukanotot-ototbantu

napas.

Gangguan yang berupaobstruksisaluran napas dapatdinilai secara obyektifdengan VEP1


(VolumeEkspirasiPaksadetikpertama) atau APE (ArusPuncakEkspirasi) sedangkanpenurunan
KVP (Kapasitas Vital Paru) menggambarkanderajathiperinflasiparu. Penyempitansaluran
napas

dapatterjadibaik

pada

saluran

napas

yang

besar,

sedangmaupunkecil.

Gejalamengimenandakanadapenyempitan di saluran napas besar, sedangkan pada saluran


napas yang kecilgejalabatuk dan sesaklebih dominan dibandingmengi.
Penyempitansalurannapasternyatatidakmerata
daerah

yang

kurangmendapatventilasi,

di

seluruhbagianparu.Ada
sehinggadarahkapiler

daerahyang

melaluidaerahtersebutmengalamihipoksemia.
Penurunan

PaO2mungkinmerupakankelainanpadaasma

klinis.Untukmengatasikekuranganoksigen,

tubuhmelakukanhiperventilasi,

subagar
12

kebutuhanoksigenterpenuhi.Tetapiakibatnyapengeluaran

CO2menjadiberlebihansehingga

PaCO2menurun yang kemudianmenimbulkan alkalosis respiratorik.Padaseranganasma yang


lebihberatlagibanyaksalurannapasdan

alveolus

tertutupolehmukussehinggatidakmemungkinkanlagiterjadinyapertukaran

gas.Hal

inimenyebabkanhipoksemiadankerjaototototpernapasanbertambahberatsertaterjadipeningkatanproduksi

CO2.Peningkatanproduksi

CO2 yang disertaidenganpenurunanventilasialveolusmenyebabkanretensi CO2 (hiperkapnia)


dan terjadiasidosisrespiratorikataugagal napas. Hipoksemia yang berlangsung lama
menyebabkanasidosismetabolik

dan

konstriksipembuluhdarahparu

kemudianmenyebabkanshuntingyaituperedarandarahtanpamelaluiunitpertukaran

yang
gas

yang

baik, yang akibatnyamemperburukhiperkapnia. Dengandemikianpenyempitansaluran napas


pada asma akanmenimbulkanhal-halsebagaiberikut :
1). Gangguanventilasiberupahipoventilasi.
2).Ketidakseimbanganventilasiperfusi

di

mana

distribusiventilasitidaksetaradengansirkulasidarahparu.
3). Gangguandifusi gas di tingkatalveoli.
Ketigafaktortersebutakanmengakibatkan :hipoksemia, hiperkapnia, asidosisrespiratorik pada
tahap yang sangatlanjut.
d. Klasifikasi
Parameter klinis,

Asma Episodik

Asma Episodik

Asma Persisten

kebutuhanobat,

Jarang

Sering

1. Frekuensiserangan

<1x/bulan

>1x/bulan

Sering

2. Lama serangan

<1 minggu

>1 minggu

Hampir sepanjang

danfaalparu

tahun, tidak ada


periode bebas
serangan

13

3. Intensitasserangan

Biasanya ringan

Biasanya sedang

Biasanya berat

4. Di antaraserangan

tanpagejala

seringadagejala

Gejalasiangdanmala
m

5. Tidurdanaktivitas
6. Pemeriksaanfisik di
luarserangan

7. Obatpengendali (anti

Tidakterganggu

seringterganggu

Sangatterganggu

normal

mungkinterganggu

tidakpernah normal

(tidakditemukan

(ditemukankelainan

kelainan)

Tidakperlu

perlu

Perlu

PEF/FEV1>80%

PEF/FEV1 60-80%

PEF/FEV1<60%

inflamasi)
8. Uji faal paru (di
luarserangan)
variabilitas 20-30%
9. Variabilitas faal paru

variabilitas

(bila ada serangan)

>15%

variabilitas >30%

variabilitas >50%

Keterangan:
PEF

: peak expiratory flow (aliran ekspirasi/saat membuang napas puncak)

FEV1 : forced expiratory volume in 1 second (volumekspirasipaksadalam 1 detik).


Dalam penatalaksanaan serangan asma perlu diketahui lebih dahulu derajat beratnya
serangan asma baik berdasarkan cara bicara, aktivitas, tanda-tanda fisis, nilai APE, dan bila
mungkinan alisis gas darah.

Ringan

Sedang

Berat
14

Aktivitas

Dapatberjalan

Jalan terbatas

Sukar berjalan

Dapatberbaring

Lebih suka duduk

Duduk membungkuk
ke depan

Bicara
Kesadaran

Beberapa kalimat

Kalimat terbatas

Kata demi kata

Mungkin terganggu

Biasanya

Biasanya terganggu

terganggu
Frekuensi napas
Retraksi

otot-otot

bantu napas

Meningkat

Meningkat

Sering > 30 kali/menit

Umumnya tidak

Kadang kala ada

Ada

Keras

Keras

< 100

100-120

> 120

Tidak ada (< 10

Mungkin ada (10-

Sering ada (> 25

mmHg)

25 mmHg)

mmHg)

> 80%

60-80%

< 60%

< 45 mmHg

< 45 mmHg

< 45 mmHg

> 95%

91-95%

< 90%

ada

Mengi

Lemah sampai
sedang

Frekuensi nadi
Pulsus paradoksus

APE

sesudah

bronkodilator

(%

prediksi)
PaCO2
SaO2

Keterangan : Dalam menentukan klasifikasi tidak seluruh parameter harus dipenuhi.


e. Terapi farmako dan non-farmako
Tahapan pengobatan asma dibagi menjadi lima tahapan yaitu:
Tahap 1

Gejala asma sangat jarang


Faal paru normal
Bilatidak ada riwayat

kortikosteroid inhalasi, maka pasien diberikan obat pelega.


Obatrekomendasi: agonis beta-2 kerja singkat (SABA) inhalasi.
Alternatif lainnya adalah SABA oral, kombinasi oral SABA dan

pengobatan

dengan

pengontrol

15

Tahap 2

teofilin/aminofilin atau antikolinergik kerja singkat inhalasi.


Tahap 2 sampai dengan 5, pengobatan pengontrol teratur jika

perlu
Ditemukan gejala asma dan eksaserbasi atau perburukan yang
periodik, dengan atau tanpa riwayat pengobatan kortikosteroid
inhalasi sebelumnya, maka diberikan pengontrol kortikosteroid

inhalasi dosis rendah dan pelega jika perlu.


Alternatif pengontrol lainnya adalah anti-leukotrien bagi pasien
yang tidak tepat menggunakan kortikosteroid inhalasi dan

pasien dengan rhinitis alergika.


Selain itu, dapat pula diberikan teofilin lepas lambat kepada

pasien dengan gangguan asma malam hari.


Kortikosteroid bekerja dengan menghambat metabolisme asam
arakidonat, mencegah migrasi sel inflamasi, dan meningkatkan
sensitivitas reseptor beta. Kortikosteroid yang diberikan secara
inhalasi merupakan antiinflamasi paling poten, tetapi

dapat

menimbulkan efek samping berupa kandidiasis oral dan


disfonia. Uniknya, kombinasi tetap kortikosteroid inhalasi dan
beta agonis dapat meningkatkan sintesis reseptor, menurunkan
Tahap 3

desentisasi reseptor, dan efek sinergi


Tahap ini untuk pasien yang tidak kunjung membaik di tahap 2
selama kurang-lebih 12 minggu dan diyakini tidak ada masalah

lain seperti kepatuhan, pencetus, dan lain-lain.


Pasien diberikan pengontrol kombinasi inhalasi dosis rendah
dan agonis beta-2 kerja lama (LABA) yang disebut LABACS.

Tahap 4

Alternatif lainnya sama dengan tahap 2.


Jika tidak kunjung membaik, maka pasien dirujuk ke spesialis

asma
Tahapan setelah tahap 3 dimana harus dinilai apakah gejala
pasien sudah terkontrol sebagian atau belum terkontrol,

kepatuhan pasien, komorbiditas, dan pencetus.


Pengobatan yang diberikan adalah LABACS

kortikosteroid inhalasi diberikan dalam dosis sedang-tinggi.


Pemberian kortikosteroid dosis sedang dianjurkan melalui IDT

dimana

(inhalasi dosis terukur) dan spacer untuk meningkatkan


penghantaran obat ke saluran napas
Sumber:
16

DAI (DewanAsma Indonesia Tahun 2011)


https://www.pilihdokter.com/id/berita/berbagai-faktor-resiko-terjadinya-asma diakses pada 11
Maret 2015, 07:08 WIB
www.klikpdpi.com/konsensus/asma/asma.pdfdiakses pada 11 Maret 2015, 07:14 WIB
3. TUMOR ( INVERTED PAPILLOMA )
a. Etiologi dan gejala klinis

b. Faktor Resiko
c. Patofisiologi dan patogenesis
d. Klasifikasi
e. Terapi farmako dan non-farmako
4. POLIP
a. Etiologi dan gejala klinis
Etiologi
Penyebab Polip hidung belum diketahui secara pasti. Namun ada 3 faktor yang
berperan dalam terjadinya polip nasi, yaitu :
1. Peradangan. Peradangan mukosa hidung dan sinus paranasal yang kronik dan berulang.
2. Vasomotor. Gangguan keseimbangan vasomotor.
3. Edema. Peningkatan tekanan cairan interstitial sehingga timbul edema mukosa hidung.
Terjadinya edema ini dapat dijelaskan oleh fenomena Bernoulli.
Fenomena Bernoulli yang dimaksud yaitu udara yang mengalir melalui tempat yang
sempit akan menimbulkan tekanan negatif pada daerah sekitarnya sehingga jaringan yang
lemah ikatannya akan terisap oleh tekanan negatif tersebut. Akibatnya timbullah edema
mukosa. Keadaan ini terus berlangsung hingga terjadilah polip hidung. Ada juga bentuk
variasi polip hidung yang disebut polip koana (polip antrum koana).
Polip Hidung Polip hidung biasanya tumbuh di daerah dimana selaput lendir
membengkak akibat penimbunan cairan, seperti daerah di sekitar lubang sinus pada rongga
hidung.
Terjadi akibat reaksi hipertensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung. Polip dapat
timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia anak-anak sampai usia lanjut.
Bila ada polip pada anak di bawah usia 2 tahun, harus disingkirkan kemungkinan meningokel
atau meningoensefalokel. Dulu diduga predisposisi timbulnya polip nasi ialah adanya rinitis
alergi atau penyakit atopi, tetapi makin banyak penelitian yang tidak mendukung teori ini dan
17

para ahli sampai saat ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi masih belum diketahui dengan
pasti.
Polip disebabkan oleh reaksi alergi atau reaksi radang. Bentuknya bertangkai, tidak
mengandung pembuluh darah. Di hidung polip dapat tumbuh banyak, apalagi bila asalnya
dari sinus etmoid. Bila asalnya dari sinus maksila, maka polip itu tumbuh hanya satu, dan
berada di lubang hidung yang menghadap ke nasofaring (konka). Keadaan ini disebut polip
konka. Polip konka biasanya lebih besar dari polip hidung. Polip itu harus dikeluarkan, oleh
karena bila tidak, sebagai komplikasinya dapat terjadi sinusitis. Polip itu dapat tumbuh
banyak, sehingga kadang-kadang tampak hidung penderita membesar, dan apabila
penyebarannya tidak diobati setelah polip dikeluarkan, ia dapat tumbuh kembali. Oleh karena
itu janganlah bosan berobat, oleh karena seringkali seseorang dioperasi untuk mengeluarkan
polipnya berulang-ulang.

Gejala Klinis

Gejala Polip Hidung Ketika baru terbentuk, sebuah polip tampak seperti air mata dan jika
telah matang, bentuknya menyerupai buah anggur yang berwarna keabu-abuan. Penderita
biasanya mengeluhkan hidung tersumbat, penurunan indra penciuman, dan gangguan
pernafasan. Akibatnya penderita bersuara sengau.
1. Hidung tersumbat.
2. Terasa ada massa didalam hidung.
3. Sukar membuang ingus.
4. Gangguan penciuman : anosmia & hiposmia.
5. Gejala sekunder. Bila disertai kelainan jaringan & organ di sekitarnya seperti post
nasal drip, sakit kepala, nyeri muka, suara nasal (bindeng), telinga rasa penuh,

mendengkur, gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup.


Pemeriksaan fisik.

Terlihat deformitas hidung luar.


Rinoskopi anterior. Mudah melihat polip yang sudah masuk ke dalam rongga hidung.
Dengan pemeriksaan rhinoskopi anterior biasanya polip sudah dapat dilihat, polip yang masif
seringkali menciptakan kelainan pada hidung bagian luar. Pemeriksaan Rontgen dan CT scan
dapat dilakukan untuk
Polip biasanya tumbuh di daerah dimana selaput lendir membengkak akibat
penimbunan cairan, seperti daerah di sekitar lubang sinus pada rongga hidung. Ketika baru
terbentuk, sebuah polip tampak seperti air mata dan jika telah matang, bentuknya menyerupai
buah anggur yang berwarna keabu-abuan.
Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip nasi adalah hidung tersumbat. Sumbatan ini
tidak hilang timbul dan makin lama makin memberat. Pada sumbatan yang hebat dapat
18

menyebabkan timbulnya gejala hiposmia bahkan anosmia. Bila polip ini menyumbat sinus
paranasal, akan timbul sinusitis dengan keluhan nyeri kepala dan rhinore. Bila penyebabnya
adalah alergi, maka gejala utama adalah bersin dan iritasi di hidung. Sumbatan hidung yang
menetap dan semakin berat dan rinorea. Dapat terjadi sumbatan hiposmia atau anosmia. Bila
menyumbat ostium, dapat terjadi sinusitis dengan ingus purulen. Karena disebabkan alergi,
gejala utama adalah bersin dan iritasi di hidung.
Pada pemeriksaan klinis tampak massa putih keabu-abuan atau kuning kemerahmerahan dalam kavum nasi. Polip bertangkai sehingga mudah digerakkan, konsistensinya
lunak, tidak nyeri bila ditekan, mudah berdarah, dan tidak mengecil pada pemakaian
vasokontriktor.

b. Faktor Resiko
Beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko menderita polip hidung adalah
intoleransi terhadap aspirin, sindrom Churg Strauss, alergi rhinitis, sinusitis, dan fibrosis
kistik.Faktor genetika juga diperkirakan berperan dalam pertumbuhan polip. Seorang anak
akan lebih berisiko mengalami polip hidung jika orang tuanya memiliki polip.

Asma Bronkiale, 20-50% penderita asma mengalami polip


Ciystic Fibrosis Polyps terjadi sekitar 6-48% pada penderita CF
Rinitis ALERGI
allergic fungal sinusitis Terjadi sekitar 85%
Rinosinusitis kronik
Primary ciliary dyskinesia
Aspirin intolerance Terjadi sekitar 8-26% pada penderita polip
Alcohol intolerance Terjadi sekitar 50% pada penderita polip
Churg-Strauss syndrome Terjadi sekitar
50 % pada penderita Churg-Strauss
syndrome
Young syndrome (chronic sinusitis, nasal polyposis, azoospermia)
Nonallergic rhinitis with eosinophilia syndrome (NARES) Terjadi sekitar 20 %
pada penderita NARES
c. Patofisiologi dan patogenesis

19

Polip berasal dari pembengkakan mukosa hidung yang terdiri atas cairan interseluler
dan kemudian terdorong ke dalam rongga hidung dan gaya berat. Polip dapat timbul dari
bagian mukosa hidung atau sinus paranasal dan seringkali bilateral. Polip hidung paling
sering berasal dari sinus maksila (antrum) dapat keluar melalui ostium sinus maksilla dan
masuk ke ronga hidung dan membesar di koana dan nasopharing. Polip ini disebut polip
koana. Secara makroskopik polip tershat sebagai massa yang lunak berwarna putih atau
keabu-abuan. Sedangkan secara mikroskopik tampak submukosa hipertropi dan sembab. Sel
tidak bertambah banyak dan terutama terdiri dari sel eosinofil, limfosit dan sel plasma
sedangkan letaknya berjauhan dipisahkan oleh cairan interseluler. Pembuluh darah, syaraf
dan kelenjar sangat sedikit dalam polip dan dilapisi oleh epitel throrak berlapis semu.
Mekanisme patogenesis yang bertanggungjawab terhadap pertumbuhan polip hidung
sulit ditentukan. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan polip, antara
lain:
Proses inflamasi yang disebabkan penyebb multifaktorial termasuk familiar dan faktor
herediterAktivasi respon imun lokalHiperaktivitas dari persarafan parasimpatis.
Semua jenis imunoglobulin dapat ditemui pada polip nasi, tapi peningkatan IgE
merupakan jenis yang paling tinggi ditemukan bahkan apabila dibandingkan dengan tonsil
dan serum sekalipun. Kadar IgG, IgA, IgM terdapat dalam jumlah bervariasi, dimana
peningkatan jumlah memperlihatkan adanya infeksi pada saluran napas.
Beberapa mediator inflamasi juga dapat ditemukan di dalam polip. Histamin
merupakan mediator terbesar yang konsentrasinya di dalam stroma polip 100-1000
20

konsentrasi serum. Mediator kimia lain yang ikut dalam patogenesis dari nasal polip adalah
Gamma Interferon (IFN-) dan Tumour Growth Factor (TGF-). IFN- menyebabkan
migrasi dan aktivasi eosinofil yang melalui pelepasan toksiknya bertanggungjawab atas
kerusakan epitel dan sintesis kolagen oleh fibroblas . TGF- yang umumnya tidak ditemukan
dalam mukosa normal merupakan faktor paling kuat dalam menarik fibroblas dan meransang
sintesis matrik ekstraseluler. Peningkatan mediator ini pada akhirnya akan merusak mukosa
rinosinusal yang akan menyebabkan peningkatan permeabilitas terhadap natrium sehingga
mencetuskan terjadinya edema submukosa pada polip nasi.

Fenomena bernouli menyatakan bahwa udara yang mengalir melalui celah yang
sempit akan mengakibatkan tekanan negatif pada daerah sekitarnya, sehingga jaringan yang
lemah akan terhisap oleh tekanan negatif ini sehingga menyebabkan polip, fenomena ini
dapat menjelaskan mengapa polip banyak terjadi pada area yang sempit di kompleks
osteomatal.
21

Patogenesis polip pada awalnya ditemukan bengkak selaput permukaan yang


kebanyakan terdapat pada meatus medius, kemudian stroma akan terisi oleh cairan
interseluler sehingga selaput permukaan yang sembab menjadi berbenjol-benjol. Bila proses
terus membesar dan kemudian turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai
sehingga terjadi Polip
d. Klasifikasi

Polip hidung Tunggal. Jumlah polip hanya sebuah. Berasal dari sel-sel permukaan

dinding sinus tulang pipi (maxilla).


Polip Hidung Multiple. Jumlah polip lebih dari satu. Dapat timbul di kedua sisi
rongga hidung. Pada umumnya berasal dari permukaan dinding rongga tulang hidung
bagian atas (etmoid).
e. Terapi farmako dan non-farmako
Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi ialah menghilangkan keluhan-

keluhan yang dirasakan oleh pasien. Selain itu juga diusahakan agar frekuensi infeksi
berkurang, mengurangi/menghilangkan keluhan pernapasan pada pasien yang disertai asma,
mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip.
Medikamentosa : kortikosteroid, antibiotik &anti alergi.
Operasi : polipektomi & etmoidektomi.
Kombinasi : medikamentosa & operasi.
Berikan kortikosteroid pada polip yang masih kecil dan belum memasuki rongga
hidung. Caranya bisa sistemik, intranasal atau kombinasi keduanya. Gunakan kortikosteroid
sistemik dosis tinggi dan dalam jangka waktu singkat. Berikan antibiotik jika ada tanda
infeksi. Berikan anti alergi jika pemicunya dianggap alergi.
Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga polipektomi
medikamentosa. Untuk polip stadium 1 dan 2, sebaiknya diberikan kortikosteroid intranasal
selama 4-6 minggu. Bila reaksinya baik, pengobatan ini diteruskan sampai polip atau
gejalanya hilang. Bila reaksinya terbatas atau tidak ada perbaikan maka diberikan juga
kortikosteroid sistemik. Perlu diperhatikan bahwa kortikosteroid intranasal mungkin
harganya mahal dan tidak terjangkau oleh sebagian pasien, sehingga dalam keadaan demikian
langsung diberikan kortikosteroid oral. Dosis kortikosteroid saat ini belum ada ketentuan
yang baku, pemberian masih secara empirik misalnya diberikan Prednison 30 mg per hari
selama seminggu dilanjutkan dengan 15 mg per hari selama seminggu.Menurut van Camp
dan Clement dikutip dari Mygind dan, Lidholdt untuk polip dapat diberikan prednisolon
22

dengan dosis total 570 mg yang dibagi dalam beberapa dosis, yaitu 60 mg/hari selama 4 hari,
kemudian dilakukan tapering off 5 mg per hari. Menurut Naclerio pemberian kortikosteroid
tidak boleh lebih dari 4 kali dalam setahun. Pemberian suntikan kortikosteroid intrapolip
sekarang tidak dianjurkan lagi mengingat bahayanya dapat menyebabkan kebutaan akibat
emboli. Kalau ada tanda-tanda infeksi harus diberikan juga antibiotik. Pemberian antibiotik
pada kasus polip dengan sinusitis sekurang-kurangnya selama 10-14 hari.
Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip yang sangat
masif dipertimbangkan untuk terapi bedah. Terapi bedah yang dipilih tergantung dari luasnya
penyakit (besarnya polip dan adanya sinusitis yang menyertainya), fasilitas alat yang tersedia
dan kemampuan dokter yang menangani. Macamnya operasi mulai dari polipektomi
intranasal menggunakan jerat (snare) kawat dan/ polipektomi intranasal dengan cunam
(forseps) yang dapat dilakukan di ruang tindakan unit rawat jalan dengan analgesi lokal;
etmoidektomi intranasal atau etmoidektomi ekstranasal untuk polip etmoid; operasi CaldwellLuc untuk sinus maksila. Yang terbaik ialah bila tersedia fasilitas endoskop maka dapat
dilakukan tindakan endoskopi untuk polipektomi saja, atau disertai unsinektomi atau lebih
luas lagi disertai pengangkatan bula etmoid sampai Bedah Sinus Endoskopik Fungsional
lengkap. Alat mutakhir untuk membantu operasi polipektomi endoskopik ialah microdebrider
(powered instrument) yaitu alat yang dapat menghancurkan dan mengisap jaringan polip
sehingga operasi dapat berlangsung cepat dengan trauma yang minimal.
Polipektomi merupakan tindakan pengangkatan polip menggunakan senar polip
dengan bantuan anestesi lokal. Kategori polip yang diangkat adalah polip yang besar namun
belum memadati rongga hidung.
Etmoidektomi atau bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan
tindakan pengangkatan polip sekaligus operasi sinus. Kriteria polip yang diangkat adalah
polip yang sangat besar, berulang, dan jelas terdapat kelainan di kompleks osteomeatal.
Antibiotik sebagai terapi kombinasi pada polip hidung bisa kita berikan sebelum dan
sesudah operasi. Berikan antibiotik bila ada tanda infeksi dan untuk langkah profilaksis pasca
operasi.
Sumber
:
http://journal.lib.unair.ac.id/index.php/JK/article/view/931 diakses pada 17 Maret
2015, 18:07 WIB
5. FIBROSIS KISTIK
a. Etiologi dan Gejala Klinis
Etiologi
Fibrosis kistik merupakan suatu kelainan genetik. Sekitar 5% orang kulit putih
memiliki 1 gen cacat yang berperan dalam terjadinya penyakit ini. Gen ini bersifat resesif dan

23

penyakit hanya timbul pada seseorang yang memiliki 2 buah gen ini. Seseorang yang hanya
memiliki 1 gen tidak akan menunjukkan gejala.
Gen ini mengendalikan pembentukan protein yang mengatur perpindahan klorida dan
natrium melalui selaput sel. Jika kedua gen ini abnormal, maka akan terjadi gangguan dalam
pemindahan klorida dan natrium, sehingga terjadi dehidrasi dan pengentalan sekresi.
Fibrosis kistik menyerang hampir seluruh kelenjar endokrin (kelenjar yang
melepaskan cairan ke dalam sebuah saluran). Pelepasan cairan ini mengalami kelainan dan
mempengaruhi fungsi kelenjar:
# Pada beberapa kelenjar (misalnya pankreas dan kelenjar di usus), cairan yang dilepaskan
(sekret) menjadi kental atau padat dan menyumbat kelenjar. Penderita tidak memiliki
berbagai enzim pankreas yang diperlukan dalam proses penguraian dan penyerapan lemak di
usus sehingga terjadi malabsorpsi (gangguan penyerapan zat gizi dari usus) dan malnutrisi.
# Kelenjar penghasil lendir di dalam saluran udara paru-paru menghasilkan lendir yang kental
sehingga mudah terjadi infeksi paru-paru menahun.
# Kelenjar keringat, kelenjar parotis dan kelenjar liur kecil melepaskan cairan yang lebih
banyak kandungan garamnya dibandingkan dengan cairan yang normal.
Fibrosis kistik merupakan penyakit autosomal resesif akibat mutasi gen yang terletak
pada kromosom 7. Mutasi gen ini menyebabkan hilangnya fenilalanin pada rantai asam
amino 508 yang dikenal sebagai regulator transmembran fibrosis kistik (CFTR).
Protein CFTR merupakan rantai asam amino yang berfungsi sebagai saluran clorida
diatur oleh AMP siklik. Proses pembentukan CFTR seluruhnya ditemukan pada membrane
plasma epitel normal. Mutasi DF508 menyebabkan proses yang tidak benar dan pemecahan
protein CFTR intraseluler sehingga tidak ditemukannya protein CFTR pada lokasi selluler.
Disfungsi epitel. Epitel yang dirusak oleh fibrosis kistik memperlihatkan fungsi yang
berbeda, misalnya bersifat volume sekretorik atau pancreas dan bersifat garam absorbsi tetapi
tidak volume absorbsi atau saluran keringat dimana pada kelenjar keringat konsentrasi Na+
dan Cl- yang disekresikan tinggi.
Pada paru-paru, secret yang menebal dan lengket menyumbat saluran nafas distal dan
kelenjar submukosa sehingga menutupi permukaan saluran nafas dan secret yang tebal dan
kental ini adalah media yang baik untuk tumbuhnya kuman pathogen yang tidak mudah
untuk dieradikasi seperti pseudomonas aureginosa, staphylococcus aureus dan lain-lain
sehingga terjadi infiltrasi neutrofil.

Gejala Klinis
24

Pada saat lahir, fungsi paru-paru penderita masih normal, gangguan pernafasan baru
terjadi beberapa waktu kemudian.
Lendir yang kental pada akhirnya menyumbat saluran udara kecil, yang kemudian
mengalami peradangan.
Lama-lama dinding bronkial mengalami penebalan, sehingga saluran udara terisi
dengan lendir yang terinfeksi dan daerah paru-paru mengkerut (keadaan ini disebut
atelektasis) disertai pembesaran kelenjar getah bening.
Semua perubahan tersebut menyebabkan berkurangnya kemampuan paru-paru untuk
memindahkan oksigen ke dalam darah.
Ileus mekonium (salah satu bentuk penyumbatan usus pada bayi baru lahir) terjadi
pada 17% penderita fibrosis kistik. Mekonium adalah bahan berwarna hijau gelap yang
keluar sebagai tinja pertama pada bayi baru lahir.
Pada penderita fibrosis kistik, mekoniumnya kental dan mengalir lebih lambat
sehingga bisa menyumbat usus. Penyumbatan usus bisa menyebabkan perforasi pada dinding
usus atau menyebabkan usus terpuntir. Mekonium juga bisa tersangkut di usus besar atau
anus dan menyebabkan penyumbatan sementara.
Bayi yang menderita ileus mekonium hampir selalu mengalami gejala fibrosis kistik
lainnya di kemudian hari.
Gejala awal dari fibrosis kistik pada bayi yang tidak mengalami ileus mekoneum
seringkali berupa penambahan berat badan yang buruk pada usia 4-6 minggu.
Berkurangnya jumlah sekresi pankreas yang sangat penting untuk pencernaan lemak dan
protein menyebabkan terjadinya gangguan pencernaan pada 85-90% bayi yang menderita
fibrosis kistik. Bayi sering buang air besar dengan tinja yang banyak, berbau busuk dan
berminyak, disertai perut yang buncit.
Meskipun nafsu makannya normal atau tinggi, tetapi pertumbuhan bayi berlangsung
lambat.
Bayi
tampak
kurus
dan
memiliki
otot
yang
lembek.
Gangguan penyerapan vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E dan K) bisa
menyebabkan rabun senja, rakitis, anemia dan kelainan perdarahan.
Pada 20% bayi dan balita yang tidak diobati, lapisan usus besar menonjol ke anus
(keadaan ini disebut prolaps rektum).
Bayi yang mendapatkan susu kedele atau ASI bisa menderita anemia dan
pembengkakan karena mereka tidak menyerap protein dalam jumlah yang memadai.
Sekitar separuh anak-anak yang menderita fibrosis kistik memiliki gejala berikut:
- batuk terus menerus
- bunyi nafas mengi (bengek)

25

- infeksi saluran pernafasan.


Batuk seringkali disertai oleh tersedak, muntah dan sulit tidur.
Lama-lama dada akan berbentuk seperti tong (barrel-shaped) dan kekurangan oksigen
menyebabkan jari tangan berbentuk seperti pentungan dan kulit berwarna kebiruan.
Bisa ditemukan polip hidung dan sinus terisi dengan cairan yang kental.
Remaja seringkali mengalami pertumbuhan yang lambat, pubertasnya tertunda dan
ketahanan fisiknya berkurang.
Komplikasi yang bisa terjadi pada dewasa dan remaja adalah:
# Pneumotoraks
# Batuk darah
# Gagal jantung
# Pneumonia berulang
# Kegagalan pernafasan kronis
# Penyakit hati
# Diabetes mellitus
# Osteoporosis dan artritis.
Infeksi merupakan masalah yang utama. Bronkitis berulang dan pneumonia secara
perlahan akan menghancurkan paru-paru.
Kematian biasanya terjadi akibat kegagalan paru-paru dan gagal jantung.
Sekitar 2-3% penderita mengalami diabetes yang tergantung kepada insulin karena
pada pankreas terdapat jaringan parut yang menyebabkan pankreas tidak dapat lagi
menghasilkan insulin dalam jumlah yang memadai.
Penyumbatan saluran empedu oleh sekret yang kental bisa menyebabkan peradangan
hati dan akhirnya terjadi sirosis.
Sirosis bisa menyebabkan kenaikan tekanan di dalam vena yang menuju ke hati
(hipertensi portal), sehingga terjadi pelebaran vena di kerongkongan bagian bawah (varises
esofagealis). Vena yang abnormal ini bisa mengalami perdarahan hebat.
Penderita
seringkali
mengalami
gangguan
fungsi
reproduksi.
Sekitar 98% pria dewasa mengalami kemandulan. Mereka tidak menghasilkan sperma atau
hanya menghasilkan sedikit sperma karena vas deferens terbentuk secara tidak normal.
Pada wanita, sekret leher rahimnya sangat kental sehingga kesuburannya menurun.
Penderita wanita yang hamil sangat peka terhadap komplikasi kehamilan.
26

Jika penderta banyak mengeluarkan keringat karena cuaca panas atau karena demam,
bisa terjadi dehidrasi karena meningkatnya pembuangan air dan garam. Pada keringat
penderita bisa terlihat butir-butir garam dan keringatnya terasa asin.
Pada saat lahir, fungsi paru-paru penderita masih normal, gangguan pernafasan baru
terjadi beberapa waktu kemudian. Lendir yang kental pada akhirnya menyumbat saluran
udara kecil, yang kemudian mengalami peradangan.
Hampir sekitar 90-100% pasien menunjukan penyakit sinus secara radiologis.
Frekwensi polip nasi pada pasien-pasien F fibrosis kistik bervariasi antara 6-67%. Gejala
klinis sinusitis yang ditandai dengan nyeri, discharge, demam atau postnasal drip, hanya
ditemukan sekitar 10% pada pasien-pasien dengan fibrosis kistik. Hampir semua pasienpasien fibrosis kistik yang menunjukkan bukti kelainan secara radiologis malahan tidak
menunjukan gejala klinis. Fenomena ini mungkin mewakili kondisi sesungguhnya dari
stadium asimtomatis, atau ini diduga merupakan kondisi kronik perjalanan penyakitnya
dimana pasien telah beradaptasi dengan gejala sinusitisnya.
Gejala klinis pasien yang dicurigai fibrosis kistik menurut Brihaye:
a.
b.
c.
d.
e.

Obstruksi hidung
Nasal discharge yang makin memburuk
Nyeri wajah
Batuk yang makin memburuk
Demam
b. Faktor Resiko

Faktor-faktor, yang dapat meningkatkan risiko cystic fibrosis termasuk:

Kehadiran gen cystic fibrosis, orang tua;


Saudara- saudara, memiliki cystic fibrosis;
Orang tua dengan cystic fibrosis terutama ibu, Laki-laki, menderita fibrosis kistik
sering steril.
c. Patofisiologi dan Patogenesis

Fibrosis kistik merupakan penyakit autosomal resesif akibat mutasi gen yang terletak
pada kromosom 7. Mutasi geb ini menyebabkan hilangnya fenilalanin pada rantai asam
ammino 508 yang dikenal sebagai regulator transmembran fibrosis kistik (CF T R)
Protein CF T R merupakan rantai asam amino yang berfungsi sebagai saluran Cl- diatur
AMP siklik. Proses pembentukan CF T R seluruhnya ditemukan pada membran plasma epitel
normal. Mutasi DF 508 menyebabkan proses yang tidak benar dan pemecahan protein CF T
R intraseluler sehingga tidak ditemukannya protein CF T R pada lokasi selluler.
Disfungsi epitel adalah epitel yang dirusak oleh fibrosis kistik memperlihatkan fungsi
yang berbeda, misalnya bersifat volume sekretoris atau pankreas dan bersifat garam absorbsi
tetapi tidak volime absorbsi atau saluran keringat dmana pada kelenjar keringat konsentrasi
Na+ dan Cl- yang disekresikan tinggi.
Pada paru manusia, sekret yang tebal dan lengket menyumbat saluran nafas distal dan
kelenjar submukosa sehingga menutupi permukaan saluran nafas dan sekret yang tebal dan
27

kental ini adalah media yang baik untuk tumbuhnya kuman patogen yang tidak mudah untuk
dieradikasi seprtipseudomonas aureginosa, staphy lococcus aureus dan lain-lain, sehingga
terjadi infiltrasi banyak neutrofil.
d. Klasifikasi
Secara garis besar, menurut jenis mutasi pada gen CFTR, fibrosis kistik dapat terbagi
menjadi:
Kelas I: defek sintesis protein. Mutasi ini terkait dengan tidak adanya protein CFTR pada

bagian apikal permukaan sel epitel.


Kelas II: abnormalitas pelipatan, pemrosesan, dan pengangkutan protein. Mutasi ini
menyebabkan defek pemrosesan protein dari RE ke Golgi karena protein yang tidak terlipat
dan terglikosilasi sempurna dan terdegradasi sebelum mencapai permukaan sel. Kelainan
tersering abnormalitas gen fibrosis kistik pada penderita adalah mutasi kelas II yang
menyebabkan delesi tiga nukleotida yang menyebabkan hilangnya fenilalanin pada posisi

asam amino 508 ( F508).


Kelas III:defek regulasi. Mutasi kelas ini mencegah aktivasi CFTR dengan mencegah
pengikatan dan hidrolisis ATP yang penting untuk transpor ion. Dengan demikian, jumlah

CFTR di permukaan normal, namun tidak fungsional.


Kelas IV: penurunan konduksi. Mutasi ini biasanya muncul pada domain transmembran
CFTR yang membentuk kanal ionik untuk transport klorida. Jumlah CFTR di apikal
membrane nornam, namun dengan penurunan fungsi. Kelas ini biasanya terkait fenotipe yang

lebih ringan.
Kelas V: penurunan jumlah. Mutasi ini mempengaruhi daerah pemotongan atau promoter
CFTR sehingga menyebabkan turunnya produksi normal protein. Kelas ini biasanya terkait

fenotipe yang lebih ringan.


Kelas VI: kesalahan pengaturan kanal ion terpisah. Mutasi pada kelas ini menyebabkan
gangguan fungsi regulasi CFTR. Contohnya, mutasi F508 merupakan mutasi pada kelas II
dan kelas IV.
Selain CFTR, penelitian menunjukkan adanya peran gen dan lingkungan dalam

perkembangan fibrosis kistik.2,3 Sebagai contoh, cystic fibrosis modifier locus(CFM1) yang
mempengaruhi insidensi dan keparahan dari meconium ileus terletak pada kromosom 19q13,
walaupun gen yang terlibat belum dapat dipetakan. Kandidat genetic lain adalah mannose-binding
lectin yang merupakan bagian system imun. Polimorfisme fungsional salah satu atau kedua alelnya
terkait dengan rendahnya protein yang bersirkulasi, menyebabkan peningkatan risiko penyakit paru
tiga kali lipat dan penurunan ketahanan terhadap infeksi bakteri pada penderita fibrosis kistik.
Pada penderita fibrosis kistik dengan mutasi homozigot F508, lektin ini mempengaruhi pula
keparahan pada gangguan hati dan mempercepat timbulnya sirosis. Pengaruh lingkungan sangat
terlihat pada perkembangan gangguan saluran pernafasan fibrosis kistik yang merupakan memiliki
variasi fenotipe tak terduga. Contoh dari pengaruh lingkungan adalah virulensi organisme, tingkat
kesuksesan terapi, dan infeksi lanjutan atau tambahan dari organisme lain, serta paparan rokok dan
28

alergen. Keseluruhannya dapat mempengaruhi tingkat dan progesivitas penyakit paru-paru pada
penderita fibrosis kistik

e. Terapi farmako dan non-farmako


Penatalaksaan fibrosis kistik meliputi dua hal yaitu medikamentosa dan pembedahan.
Medikamentosa
Pasien fibrosis kistik mungkin mengeluhkan gejala kronik dari obstruksi hidungnya
berupa discharge purulen atau batuknya sehingga dibutuhkan terapi antibiotik efektif
terhadap kuman pseudomonas dan staphylococci serta digabung dengan irigasi rongga hidung
rutin (aggresive nasal toilet) mungkin dapat meredakan gejala klinis yang ada.
Irigasi rongga hidung memegang peranan penting yang sebaiknya dilakukan rutin pada
pasien yang mulai timbul keluhan. Keluhan ini terjadi karena gangguan mucociliary
clearance secara kronik
. Irigasi menggunakan saline bertujuan menurunkan kolonisasi
bakteri, mencuci keluar sekresi lendir yang menyebabkan obstruksi, dan secara berkala
membantu vaskonstriksi pembuluh darah konka. Irigasi juga diperlukan terhadap semua
intervensi pembedahan karena walau tujuan pembedahan membesarkan ostium sinus namun
tidak ditujukan terhadap kerusakan mucociliary clearance yang ditimbulkan akibat
pembedahan.
Beberapa ahli menggunakan antibiotik antipseudomonal seperti tobramycin sebagai
tambahan dalam irigasi rongga hidung dan dilaporkan berhasil menurunkan kolonisasi bakteri
pseudomonas.

Pembedahan
Terapi pembedahan dilakukan bila terapi medikamentosa tidak efektif, bagaimanapun
juga pertimbangan pembedahan harus benar-benar matang pada pasien FK karena bahayabahaya kemungkinan terbentuknya mucus kental yang banyak selama operasi dengan anastesi
umum yang resikonya semakin meningkat sejalan dengan lamanya intubasi.
a. Indikasi pembedahan pada pasien FK menurut Nishioka (Kris, 2008) :
1. Obstruksi nasi persistent yang disebabkan polip nasi dengan atau tanpapenonjolan ke
medial dinding lateral hidung.
2. Medialisasi dinding lateal hidung yang dibuktikan melalui CT scan walau tanpa disertai
gejala subjektif obstruksi nasi, pembedahan perlu dilakukan karena tingginya prevalensi
mucocelelike formations.
3. Timbulnya eksaserbasi penyakit paru yang berkorelasi dengan eksaserbasi penyakit
sinonasalnya, memburuknya status penyakit parunya atau penurunan aktifitas fisik serta
kegagalan terapi medikamentosa.
4. Nyeri wajah atau nyeri kepala yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya selain adanya FK
yang dapat menggangu kualitas hidup penderita.
5. Tak ada perbaikan dari gejala klinis sinonasal setelah terapi medikamentosa adekuat.

b. Kontraindikasi dilakukan pembedahan (Kris, 2008) :


1. Penyakit paru obstruktif kronik berat yang beresiko saat dilakukan anastesi.
2. Pasien dengan FK sangat beresiko terhadap defisiensi vitamin K akibat insufisiensi
pankreas, penyakit hepatobilier atau keduanya dan jika tidak disuplement akan beresiko
perdarahan18, yang ditandai dengan pemanjangan masa prothrombin time(PT) dan harus
dikoreksi terlebih dahulu sebelum dilakukan pembedahan.
3. Sinusitis kronik dapat menyebabkan terganggunya/terlambatnya pneumatisasi dan
perkembangan dari sinus maksila, etmoid dan frontal pada pasien FK khususnya anak-anak
sehingga ini terkadang kurang diperhitungkan. Dalam hal diatas perlu dilakukan CT scan

29

coronal dan axial preoperatif untuk kenfirmasi sebelumnya. Abnormalitas anatomis ini
menjadikan pembedahan harus lebih berhati-hati.
c. Pertimbangan-pertimbangan penting lainnya dalam prosedur pembedahah (Kris, 2008) :
1. Jika mungkin pembedahan dilakukan dalam waktu kurang dari 1 jam untuk menghindari
masalah respirasi (respiratory compromise) yang tentu saja durasi operasi ini bergantung dari
luasnya penyakit, banyaknya kehilangan darah, metoda/prosedur pembedahan dan
pengalaman ahli bedahnya. Prinsip utama yang tetap harus dipegang adalah seaman dan
semaksimal mungkin menghindari komplikasi.
2. Angkat polip sebersih dan seaman mungkin sambil mengingat kemungkinan terjadi
kekambuhan. Prosedur ini secara umum ditujukan untuk perbaikan (improvement) tidak
untuk penyembuhan (cure). Tinggalkan residual polips jika landmarks adekuat tidak
memungkinkan.
3. Penggunaan pembedahan sinus endoskopik canggih menggunakan microdebrider sangat
memudahkan dalam pengangkatan jaringan patologis (polips) lebih bersih dan akurat karna
visualisasi lebih baik. Teknik ini telah mulai banyak dilakukan oleh para ahli bedah.
4. Dari beberapa penelitian polipektomi dikombinasi dengan prosedur drainase sinus angka
kekambuhan dan periode bebas gejala menjadi lebih lama
d. Perawatan pasca operasi juga sangat memegang peranan penting dalam keberhasilan
penatalaksanaan:
1. Pasien dirawat dirumah sakit sampai fungsi parunya benar-benar adekuat (dievaluasi
minimal 1 malam)
2. Lakukan irigasi rutin (aggresively) menggunakan normal saline atau hypertonic sodium
chloride solution
3. Pencucian/irigasi pasca operasi mencegah terbentuknya sinekia. Khusus pasien-pasien
anak yang tidak dapat dilakukan irigasi dapat dilakukan 2-3 minggu kemudian di ruang
operasi.
Pencegahan
Konsumsi makanan yang baik, aktivitas fisik, serta dukungan psikis dan sosial.
Makanan sebaiknya mengandung kalori dan protein yang cukup agar pertumbuhan penderita
tetap berlangsung normal. Penderita harus mengonsumsi lemak dalam jumlah yang lebih
banyak karena mereka umumnya tidak dapat menyerap lemak dengan baik. Mencegah
perkawinan dengan penderita fibrosiskistik.
Sumber

https://www.scribd.com/doc/94960387/Fibrosis-Kistik-Refrat-Dr-Erikadiakses pada 21
Maret 2015, 21:09 WIB
http://omedicine.info/id/mukovistsidoz-mv-kistoznyiy-fibroz.htmldiakses pada 21 Maret
2015, 21:17 WIB
6. WHEEZING
a. Mekanisme
Pada wheezing terdapat dua jenis wheezing mengenai timbulnya suara wheezing
berdasarkan letak obstruksinya yaitu: (1)wheezing pada obstruksi saluran napas intrathorakal,
dan (2)wheezing pada penyempitan ekstratorakal.
30

Wheezing yang terjadi akibat obstruksi saluran napas intrathorakal terutama pada
ekspirasi karena saluran napas, sesuai dengan perubahan intrathorakal , cenderung melebar
pada inspirasi dan menyempit pada ekspirasi .Peningkatan resistensi intrathorakal biasanya
terjadi akibat penyempitan atau penyumbatan bronkus karena tekanan dari luar, kontraksi otot
bronkus, penebalan lapisan mukus, atau sumbatan lumen oleh mucus, hal ini benyak terjadi
pada asma atau bronchitis kronis.
Obstruksi intrathorakal terutama mengganggu proses ekspirasi karena saat inspirasi
tekanan intrathorakal menurun sehingga melebarkan jalan pernapasan. Perbandingan waktu
ekspirasi dan inspirasi akan meningkat. Ekspirasi yang terhambat akan melebarkan duktulus
alveolus (emfisema sentrilobular) menurunkan elastisitas paru (peningkatan komplians), dan
bagian tengah pernapasan akan terdorong kearah inspirasi (barrel chest). Hal ini
meningkatkan kapasitas residu fungsional dan dibutuhkan tekanan intrathorakal untuk
melakukan ekspirasi karena komplians dan resistensi meningkat. Akibatnya, terjadi
penekanan bronkiolus sehingga tekanan jalan napas semakin meningkat. Obstruksi akan
menurunkan kapasitas pernapasan maksimal (V max) dan FEV1 . Kejadian ini penting
dimengerti pada penderita (misal) asma karena pasien dengan penyakit asma ketika asma
kambuh, pasien akan gugup karena merasa sesak napas dan makin berusaha inspirasi
sebanyak-banyaknya, oleh karena itu bagi dokter atau perawat harus bisa menenangkan
terlebih dahulu kejiwaan pasien, karena ketika gugup dan inspirasi kuat makin memperburuk
kondisi mereka.
Jika wheezing yang terdengar pada saat inspirasi menunjukkan adanya penyempitan
saluran napas ekstrathorakal, misal pada trakea bagian atas atau laring. Peningkatan resistensi
ekstrathorakal, misalnya pada kelumpuhan pita suara, edema glotis, dan penekanan trakea
dari luar(tumor/struma). Pada trakeomalasia, dinding trakea melunak dan mengalami kolaps
saat inspirasi.
b. Etiologi
Kondisi ini biasanya disebabkan oleh bronkospasme, edema mukosa, hilangnya
penyokong elastik, dan berlikunya saluran nafas. Asma maupun obstruksi oleh bahan
intralumen, seperti benda asing atau sekresi yang diaspirasi, merupakan penyebabnya pula.
Wheezing yang tidak berubah dengan batuk, mungkin menunjukan bronkus yang tersumbat
sebagian oleh benda asing atau tumor.
Mengi berasal dari bronki oleh osilasi kontinyu dari dinding jalan nafas yang
menyempit. Mengi cenderung menjadi lebih keras pada ekspirasi. Ini disebabkan
31

penyempitan jalan nafas terjadi bila tekanan paru lebih tinggi seperti pada ekspirasi. Mengi
inspirasi menunjukan penyempitan jalan nafas yang berat.
Mengi dapat berasal dari bronki dan bronkiolus yang kecil. Bunyi yang terdengar
mempunyai puncak suara tinggi dan bersiul. Ronki berasal dari bronki yang lebih besar atau
trakea dan mempunyai bunyi yang berpuncak lebih rendah dari sonor. Bunyi-bunyi tersebut
terdengar pada klien yang mengalami penurunan sekresi.
c. Manifestasi Klinis

DIAGNOSIS

Asma

Bronkiolitis

Wheezing berkaitan
dengan batuk dan pilek

GEJALA

Riwayat wheezing berulang, kadang tidak berhubungan


dengan batuk dan pilek

Hiperinflasi dinding dada

Ekspirasi memanjang

Berespons baik terhadap bronkodilator

Episode pertama wheezing pada anak umur < 2 tahun

Hiperinflasi dinding dada

Ekspirasi memanjang

Gejala pada pneumonia juga dapat dijumpai

Respons kurang/tidak ada respons dengan bronkodilator

Wheezing selalu berkaitan dengan batuk dan pilek

Tidak ada riwayat keluarga dengan asma/eksem/hay


fever

Ekspirasi memanjang

Cenderung lebih ringan dibandingkan dengan wheezing


akibat asma

32

Benda asing

Pneumonia

Berespons baik terhadap bronkodilator

Riwayat tersedak atau wheezing tiba-tiba

Wheezing umumnya unilateral

Air trapping dengan hipersonor dan pergeseran


mediastinum

Tanda kolaps paru

Batuk dengan napas cepat

Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam

Demam

Crackles/ ronki

Pernapasan cuping hidung

Merintih/grunting

7. NAFAS BERBAU

a. Patofisiologi
Bentuknya bermacam-macam,bau tersebut bisa menjadi tanda dan gejala halitosis penyakit
gus,tonsil,sinus atau karies. Halitosis disebabkan oleh bakteri yang dapat berasal dari rongga mulut,
Dapat juga dari Uremia bisa juga menyebabkan bau dari hasil sisa metabolisme yang dikeluarkan oleh
tubuh (hasil sisa yang ditransmisikan dari darah ke paru-paru dan dikeluarkan pada saat proses
ekspirasi)
Bau yang dimuculkan dari gejala batuk pilek biasanya disebakan oleh infeksi virus,bakteri
atau jamur. Infeksi tersebut menyerang saluran nafas atau dan kemudian berkoloni yang dapat
menyebabkan bau.

b. Manifestasi Klinis
Beberapa jenis kanker bisa menyebabkan bau mulut, begitu juga dengan infeksi paruparu dan abses.
33

Selain itu, gagal ginjal menghasilkan napas berbau seperti urin, sedangkan bau amis
menandakan adanya masalah pada hati.
Diabetes dan asam refluks kronis dapat pula menyebabkan bau mulut. Sebagian orang
mungkin mengalami bau mulut karena intoleransi laktosa.
Dehidrasi menyebabkan masalah pencernaan dan sembelit juga merupakan salah satu
penyebab bau mulut.
Gigi palsu dapat pula memicu halitosis jika tidak dibersihkan dengan benar.

Infeksi sinus, misalnya, menyebabkan keluarnya cairan dari sinus yang melewati

bagian belakang tenggorokan sehingga menimbulkan bau busuk.

Beberapa jenis infeksi tenggorokan juga memicu bau mulut. Aktivitas bakteri di tonsil

bisa pula menyebabkan bau mulut ringan.


Berbagai jenis bakteri dalam mulut kemudian menguraikan sisa makanan dan
melepaskan gas hidrogen sulfida yang menyebabkan bau busuk.

8. SNORING
a. Mekanisme

Pada saat tidur otot-otot di sekitar mulut,


tenggorokan, dan leher cenderung rileks.

palatum (selaput yang ada di bagian belakang langitlangit mulut) dan uvula (bagian kecil, seperti jari yang
menggantung di bagian belakang langit-langit mulut)
atau bagian lain pada saluran nafas atas sistem
respirasi menghambat aliran udara akibat dari etiologi
yang telah dijelaskan sebelumnya

Terjadi getaran jaringan pada saat


udaramenyelinap masuk dan melewati
tenggorokan
Terjadi suara dengkuran

34

b. Etiologi

Terjadinya penurunan tonus/tahanan otot lidah dan dinding faring (sehingga jatuh

ke belakang).
Tebalnya jaringan dinding faring.
Langit-kangit terlalu konkaf/cembung dan palatum mole yang lunak, uvula terlalu

panjang.
Buntu hidung meningkatkan daya dorong udara, terjadi penurunan dirongga
tenggorok (sampai dengan vakum) sehingga menyebabkan jaringan tenggorok

menjadi menebal dan floppy.


Obesitas/kegemukan
Laki-laki lebih banyak daripada wanita, karena lemak laki-laki lebih
menumpuk ke atas (lengan-leher) sedang wanita daerah pinggul. Pada obesitas
mempunyai kecenderungan mendengkur 8-12 kali lebih besar. Lingkar leher lebih
dari 17,5 inchi kemungkinan mendengkur lebih besar.

Rangka jalan napas


Hidung buntu (polip, dll).
Belakang langit-langit (pembesaran tonsil dan adenoid, uvula dan palatum
mole panjang dan ke belakang.
Lidah besar.
Non Rangka
Gangguan tonus/ketegangan otot sekitar jalan napas (pengaruh rokok, alkohol,

obat-obatan hipnotif).
c. Manifestasi Klinis
Mengantuk di siang hari
Sulit berkonsentrasi
Hubungan menjadi bermasalah dengan orang lain
Resiko terjadi tekanan darah tinggi, gagal jantung dan stroke
Attention-Deficit/Hyperactivity (ADHD) pada anak-anak yang
memiliki obstructive sleep apnea
9. PILEK
35

a. Patofisiologi
Virus influenza A, B dan C masing-masing dengan banyak sifat mutagenik yang mana
virus tersebut dihirup lewat droplet mukus. Yang terarolisis dari orang-orang yang terinfeksi.
Virus ini menumpuk dan menembus permukaan mukosa sel pada saluran napas bagian
atas,menghasilkan sel lisis dan kerusakan epithelium silia. Neuramidase mengurangi sifat
kental mukosa sehingga memudahkan penyebaran eksudat yang mengandung virus pada
saluran napas bagian bawah. Di suatu peradangan dan nekrosis bronchiolar dan epithelium
alveolar mengisi alveoli dan eksudat yang berisi leukosit, eritrosit dan membran hyaline.Hal
ini sulit untuk mengontrol influenza sebab permukaan sel antigen virus memiliki kemampuan
untuk berubah.
Imunitas terhadap virus influenza A dimediasi oleh tipe spesifik immunoglobin A (lg A)
dalam sekresi nasal. Sirkulasi lg G juga secara efektif untuk menetralkan virus. Stimulus lg G
adalah dasar imunisasi dengan vaksin influenza A yang tidak aktif.Setelah nekrosis dan
deskuamasi terjadi regenerasi epithelium secara perlahan mulai setelah sakit hari kelima.
Regenerasi mencapai suatu maksimum kedalam 9-15 hari, pada saat produksi mukus dan silia
mulai tamapk. Sebelum regenerasi lengkap epithelium cenderung terhadap invasi bakterial
sekunder yang berakibat pada pneumonia bakterial yangdisebabkan oleh staphiloccocus
Aureus. Gejala akut biasanya 2-7hari diikuti oleh periode penyembuhan kira-kira seminggu.
Resiko tinggi pada orang yang berpenyakit kronik.
b. Manifestasi Klinis
Pilek Menahun
Sinus
Rhinitis Alergi
Rhinitis Vasomotor
Tonsilitis
Faringitis
Pilek
Infeksi Virus
10. SAKIT KEPALA
a. Patofisiologi
36

Sefalgia
Nyeri kepala adalah suatu sensasi subyektif yang dapat ditimbulkan oleh banyak hal
Karakteristiknya:
1. Sumber pada proses intrakranial
Adanya proses yang mendesak ruang dalam rongga kepala seperti tumor,perdarahan
subdural,meningitis dll. Nyeri yang timbul bersifat
- preogresif,bertambah terus menerus
- sakit bertambah pada perubahan posisi batuk dan mengejan
- tidak mempunyai pola tertentu,tidak konstan,berdenyut atau nyeri hebat
2. Nyeri kepala vaskuler
ciri khasnya ialah kepala yang terasa berdenyut,umumnya seirama dengan denyut nadi,mulamula timbul ringan dan makin lama semakin menonjol kemudian berangsur berkurang.
3. Akibat kontraksi otot yang berlebihan
sifatnya konstan,terus menerus,sering terasa nyeri kepala yang samar-samar (kronik). Lokasi
frontal,oksipital,temporal ataum umum . biasanya bertambah berat jika leher dikontraksikan.
Nyeri ini disebabkan oleh kontraksi otot-oto skelet kulit kepala,muka,kuduk dan bahu.

Kejadian sakit kepala ketegangan tentu lebih besar dari migrain. Namun, kebanyakan
pasien mengobati sakit kepala ketegangan sendiri dan tidak mencari nasihat medis. Seperti
migrain, sakit kepala ketegangan lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Tidak
seperti migrain, mereka jarang dimulai pada masa kanak-kanak atau remaja tetapi lebih
mungkin terjadi pada usia pertengahan dan bertepatan dengan kecemasan, kelelahan, dan
depresi di saat susah hidup.
Pada seri besar Lance dan Curran, sekitar sepertiga dari pasien dengan sakit kepala
ketegangan terus-menerus telah siap mengakui gejala depresi. Berdasarkan pengalaman
praktisi, kecemasan kronis atau depresi berbagai tingkat keparahan hadir dalam sebagian
besar pasien dengan sakit kepala berkepanjangan. Migrain dan sakit kepala traumatis
mungkin rumit oleh sakit kepala ketegangan, yang, karena ketekunan, sering membangkitkan
kekhawatiran tumor otak atau penyakit intrakranial lainnya. Namun, seperti Patten
menunjukkan, tidak lebih dari satu atau dua pasien dari setiap ribu dengan sakit kepala
ketegangan akan ditemukan pelabuhan tumor intrakranial, dan dalam pengalaman kami,
penemuan tumor telah paling sering disengaja (lihat lebih lanjut pada).
Dalam kelompok besar pasien, sakit kepala, bila berat, mengembangkan kualitas
berdenyut, yang istilah ketegangan-ketegangan migrain atau sakit kepala vaskular-telah
diterapkan (Lance dan Curran). Ini terutama terjadi pada pasien dengan sakit kepala harian
berlarut-larut dan kronis. Pengamatan seperti ini cenderung mengaburkan perbedaan yang
tajam antara migren dan sakit kepala ketegangan dalam beberapa kasus.
Selama bertahun-tahun itu mengajarkan bahwa ketegangan sakit kepala yang
disebabkan kontraksi berlebihan dari otot craniocervical dan penyempitan terkait dari arteri
kulit kepala. Namun, tidak jelas bahwa salah satu dari mekanisme berkontribusi terhadap usul
ketegangan sakit kepala, setidaknya dalam bentuk yang kronis. Sampai saat ini telah merasa
bahwa pada kebanyakan pasien dengan sakit kepala tegang, otot-otot craniocervical cukup
santai (palpasi) dan tidak menunjukkan bukti kontraksi terus-menerus ketika diukur dengan
37

permukaan (EMG) rekaman elektromiografi. Anderson dan Frank tidak menemukan


perbedaan dalam tingkat kontraksi otot antara migrain dan sakit kepala tegang. Namun,
dengan menggunakan perangkat laser yang cerdik, Sakai et al telah melaporkan bahwa otot
perikranium dan trapezius yang mengeras pada pasien dengan sakit kepala karena tegang.
Baru-baru ini, oksida nitrat telah terlibat dalam asal-usul ketegangan-jenis sakit kepala,
khususnya dengan menciptakan sensitisasi sentral untuk stimulasi sensorik dari struktur
tengkorak. Dukungan kuat untuk konsep ini berasal dari beberapa laporan bahwa inhibitor
oksida nitrat mengurangi kekerasan otot dan nyeri pada pasien dengan sakit kepala kronis
ketegangan.

b. Manifestasi Klinis
Sinusitis
Influenza (Flu)
Bronkitis
Kanker Paru-paru
Pneumonia

11. GANGGUAN PERNAFASAN


a. Patofisiologi
Hal-hal yang bisa menyebabkan sesak napas antara lain :
1. Faktor psikis.
2. Peningkatan kerja pernapasan.
a. Peningkatan ventilasi (Latihan jasmani, hiperkapnia, hipoksia, asidosis
metabolik).
b. Sifat fisik yang berubah ( Tahanan elastis paru meningkat, tahanan elastis
dinding toraks meningkat, peningkatan tahanan bronkial).
3. Otot pernapasan yang abnormal.
a. Penyakit otot ( Kelemahan otot, kelumpuhan otot, distrofi).
b. Fungsi mekanis otot berkurang.

Semua penyebab sesak napas kembalinya adalah kepada lima hal antara lain :
1. Oksigenasi jaringan menurun.
2. Kebutuhan oksigen meningkat.
3. Kerja pernapasan meningkat.
4. Rangsangan pada sistem saraf pusat.
5. Penyakit neuromuskuler.
b. Manifestasi
38

Emfisema
Pneumonia
TBC
Asfiksia
Asidosis
Pleuritis
Bronkhitis
Sinusitis
Polip
Difter

PENDALAMAN DK2P4
1. KOMPLIKASI PENYAKIT SINUSITIS
1. Komplikasi Penyakit Sinusitis atau Komplikasi Sinusitis adalah Osteomileitis atau abses
subperiosteal. Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya pada anak-anak
2. Kelainan orbita, disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita).
Kelainan dapat berupa edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiosteal, abses orbita dan
selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus kavernosus.
3. Kelainan intrakranial. Dapat berupa meningitis, abses ektradural atau subdural, abses otak
dan trombosis sinus kavernosus
4. Kelainan paru, seperti bronkhitis dan bronkhiektasis.
Sumber

http://www.edisicetak.joglosemar.co/berita/awas-komplikasi-sinusitis-ancam-pembengkakansekitar-mata-65466.html diakses pada 22 Maret 2015, 06:42 WIB


39

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31193/4/Chapter%20II.pdf diakses pada 22


Maret 2015, 06:43 WIB
2. PROGNOSIS
Prognosis untuk penderita sinusitis akut yaitu sekitar 40 % akan sembuh secara spontan
tanpa pemberian antibiotik. Terkadang juga penderita bisa mengalami relaps setelah
pengobatan namun jumlahnya sedikit yaitu kurang dari 5 %. Komplikasi dari penyakit ini
bisa terjadi akibat tidak ada pengobatan yang adekuat yang nantinya akan dapat
menyebabkan sinusitis kronik, meningitis,
brain
abscess,
atau
komplikasi extra
sinus lainnya.
Sedangkan prognosis untuk sinusitis kronik yaitu jika dilakukan pengobatan yang dini
maka akan mendapatkan hasil yang baik. Untuk komplikasinya bisa berupa orbital cellulitis,
cavernous sinus thrombosis, intracranial extension (brain abscess, meningitis) dan mucocele
formation.
3. OSAS
a. Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan American Academy on Sleep Medicine:

OSAS ringan : AHI 5-14

OSAS sedang : AHI 15-30

OSAS berat : AHI >30


b. Patofisiologi

Ada tigafaktor yang berperanpadapatogenesis OSAS

1. Obstruksisalurannapasdaerah faring akibatpendoronganlidahdanpalatumkebelakang


2. Kelainanfungsikontrolneuromuskularpadaotot dilator faring
3. Kelainankraniofasialmulaidarihidungsampaihipofaring

c. Faktor Resiko

40

d. Terapi

Menurunkan BB

Continuous positive airway pressure (CPAP)

Bedah
Uvulopalatopharyngoplasty(UPPP)
Genioglosusadvancement
Maksilo-mandibular osteotomi
Miotomihioiddengansuspensi
Laser-assisted uvuloplasty(LAUP)
radiofrequency ablation (RA) palatum
nasal radioablation
Tonsilektomi
Adenoidektomi

e. Gejala Klinis

41

Manifestasi klinis OSAS yang mudah dipantau adalah mendengkur dan kesulitan

bernapas saat tidur.


Ketidaknormalan/gangguan pertumbuhan bagian muka (disproporsi kraniofasial)
seperti bentuk dagu terlalu kecil.

ORGAN/SISTEM
TUBUH

GEJALA DAN TANDA


Batuk, pilek, bersin, sesak(astma), napas pendek, wheezing, banyak

1 Sistem Pernapasan lendir di saluran napas atas (mucus bronchial) , rattling dan vibration
dada.
Palpitasi (berdebar-debar), flushing (muka ke merahan), nyeri dada,
colaps, pingsan, tekanan darah rendah, denyut jantung meningkat,
2

Sistem Pembuluh skipped beats, hot flashes, pallor; tangan hangat, kedinginan, tingling,
Darah dan jantung redness or blueness of hands; faintness; pseudo-heart attack pain ;
nyeri dada depan, tangan kiri, bahu, leher, rahang hingga menjalar di
pergelangan tangan

3 Sistem Pencernaan Nyeri perut, sering diare, kembung, muntah, sulit berak, sering buang
angin (flatus), mulut berbau, kelaparan, haus, saliva meningkat,
canker sores, metallic taste in mouth, stinging tongue, nyeri gigi,
42

burping, retasting foods, ulcer symptoms, heartburn, indigestion,


nausea, vomiting, gangguan mengunyah dan menelan, abdominal
rumbling, konstipasi, spastic colitis, emotional colitis, gall bladder
colic, cramps, diarrhea, passing gas, timbul lendir atau darah dari
rektum, anus gatal atau panas.
Sering gatal, dermatitis, urticaria, bengkak di bibir, lebam biru (seperti
4 Kulit

bekas terbentur) bekas hitam seperti digigit nyamuk. Kulit kaki dan
tangan kering tapi wajahberminyak.Sering berkeringat.
Hidung : Hidung buntu, bersin, hidung gatal, pilek, post nasal drip,
epitaksis, tidur mendengkur, mendengus
Tenggorok : tenggorokan nyeri/kering/gatal, palatum gatal, suara
parau/serak,

Telinga

Hidung

Tenggorokan

batuk

pendek

(berdehem),
Telinga : telinga terasa penuh/ bergemuruh / berdenging, telinga
bagian dalam gatal, nyeri telinga dengan gendang telinga kemerahan
atau normal, gangguan pendengaran hilang timbul, terdengar suara
lebih keras, akumulasi cairan di telinga tengah, pusing, gangguan
keseimbangan. Pembesaran kelenjar di sekitar leher dan kepala
belakang bawah

Sistem

Saluran

Kemih dan kelamin

7 Sistem
Saraf Pusat

Sering kencing, nyeri kencing; tidak bisa mengontrol kandung kemih,


bedwetting;

vaginal

discharge;

genitalia

gatal/bengkak/kemerahan/nyeri; nyeri bila berhubungan kelamin

Susunan Sering sakit kepala, migrain, short lost memory (lupa nama orang,
barang sesaat), floating (melayang), kepala terasa penuh atau
membesar.Perilaku

impulsif,

sering

marah,

mood

swings,

compulsively sleepy, drowsy, groggy, confused, dizzy, imbalance,


staggering gait, slow, sluggish, dull, lack of concentration, depressed,
crying; tense, angry, irritable, anxious, panic, stimulated, aggressive,
overactive, frightened, restless, manic, hyperactive with learning
disability, jittery, convulsions, head feels full or enlarged, floating
sensation,

poor

memory,

misreading

or

reading

without
43

comprehension, variation in penmanship legibility; hallucinations,


delusions, paranoia, bicara gagap; claustrophobia, paralysis, catatonic
state, perceptual dysfunction, typical symptoms of mental retardation.
Sensitive dan mudah marah, impulsif (bila tertawa atau bicara
berlebihan), overaktif, deperesi, terasa kesepian merasa seperti
terpisah dari orang lain, kadang lupa nomor, huruf dan nama sesaat,
lemas (flu like symtomp)
Kulit
8 Sistem Hormonal

berminyak

(atas

leher),

kulit

kering

(bawah

leher),

endometriosis, Premenstrual Syndrome, kemampuan sex menurun,


Chronic Fatique Symptom (sering lemas), Gampang marah, Mood
swing, sering terasa kesepian, rambut rontok
Nyeri tulang, nyeri otot, nyeri sendi: Fatigue, kelemahan otot, nyeri,

Jaringan otot dan bengkak, kemerahan local pada sendi; stiffness, joint deformity;
tulang

arthritis soreness, nyeri dada, otot bahu tegang, otot leher tegang,
spastic umum, , limping gait, gerak terbatas
Nyeri gigi atau gusi tanpa adanya infeksi pada gigi (biasanya

1
0

Gigi dan mulut

berlangsung dalam 3 atau 7 hari). Gusi sering berdarah. Sering


sariawan. Diujung mulut, mulut dan bibir sering kering, sindrom oral
dermatitis.
nyeri di dalam atau samping mata, mata berair,sekresi air mata
berlebihan, warna tampak lebih terang, kemerahan dan edema

11 Mata

palpebra,

Kadang mata kabur, diplopia, kadang kehilangan

kemampuan visus sementara, hordeolum..


4. MENDENGKUR

a. Faktor-faktor

terjadinya

ngorok/snoring

menurut

pdf

dengan

judul

Penatalaksanaan Mendengkur Dan Henti Napas Saat Tidur (Snoring-Osa) oleh dr


Aliyah Hidayati, SpTHT-KL :
Terjadinya penurunan tonus/tahanan otot lidah dan dinding faring (sehingga jatuh

ke belakang).
Tebalnya jaringan dinding faring.
44

Langit-kangit terlalu konkaf/cembung dan palatum mole yang lunak, uvula terlalu

panjang.
Buntu hidung meningkatkan daya dorong udara, terjadi penurunan dirongga
tenggorok (sampai dengan vakum) sehingga menyebabkan jaringan tenggorok

menjadi menebal dan floppy.


Obesitas/kegemukan
Laki-laki lebih banyak daripada wanita, karena lemak laki-laki lebih
menumpuk ke atas (lengan-leher) sedang wanita daerah pinggul. Pada obesitas
mempunyai kecenderungan mendengkur 8-12 kali lebih besar. Lingkar leher lebih
dari 17,5 inchi kemungkinan mendengkur lebih besar.

Rangka jalan napas


Hidung buntu (polip, dll).
Belakang langit-langit (pembesaran tonsil dan adenoid, uvula dan palatum
mole panjang dan ke belakang.
Lidah besar.
Non Rangka
Gangguan tonus/ketegangan otot sekitar jalan napas (pengaruh rokok, alkohol,
obat-obatan hipnotif).

Palatum dan Uvula =>

45

Gambar Anatomi Larynx dan Pharynx

b. Mekanisme snoring :
Pada saat tidur otot-otot di sekitar mulut,
tenggorokan, dan leher cenderung rileks.

palatum(selaput yang ada di bagian belakang langitlangit mulut) dan uvula (bagian kecil, seperti jari yang
menggantung di bagian belakang langit-langit mulut)
atau bagian lain pada saluran nafas atas sistem
respirasi menghambat aliran udara akibat dari etiologi
yang telah dijelaskan sebelumnya

Terjadi getaran jaringan pada saat


udaramenyelinap masuk dan melewati
tenggorokan
46

Terjadi suara dengkuran

Sumber

http://staff.ui.ac.id/system/files/users/achmad.hudoyo/material/anatomiparu05.pdf diakses
pada 22 Maret 2015, 07:05 WIB
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23552/5/Chapter%20II.pdf daikses pada 22
Maret 2015, 07:05 WIB

47

Anda mungkin juga menyukai