Anda di halaman 1dari 30

BAB 1

PENGENALAN KONSEP DAN SISTEM BILANGAN


DIGITAL
KOMPETENSI
1. Memahami konsep-konsep Digital sehingga dapat membedakan antara besaranbesaran Analog.dan Digital
2. Mengenal sistem bilangan-bilangan Digital dan dapat mengkonvesikan antar sistem
bilangan.
3. Mengenal dan memahami bentuk karakteristik pulsa Digital dan standart tegangan
logika Digital.

1.1 REPRESENTASI SISTEM BILANGAN


Pada dasarnya ada dua cara dalam merepresentasikan atau menyatakan nilai
bilangan dari suatu kuantitas, yaitu : dalam bentuk tampilan analoq dan digital.

1.1.1 REPRESENTASI ANALOG


Representasi analog didefinisikan sebagai suatu kuantitas (input) dapat dinyatakan
dalam kuantitas lain (output) yang berbanding lurus dengan kuantitas pertama atau
dapat digambarkan sebagaimana dalam Gambar : 1.1a.

INPUT
ANALOG

OUTPUT
ANALOG
SISTEM
ANALOG

(a)
INPUT
ANALOG

OUTPUT
DIGITAL
SISTEM
DIGITAL

(b)

Gambar : 1.1 Representasi a). Analog dan b). Digital


KONSEP DAN SISTEM BILANGAN DIGITAL

MODUL AJAR DIGITAL SMT-1&2 PSTE /D3 & D4

1.1.2 REPRESENTASI DIGITAL


Representasi digital didefinisikan sebagai kuantitas-kuantitas yang tidak dinyatakan
dengan kuantitas sebanding, tetapi dengan simbol-simbol yang disebut digit. Tetapi
representasi analog perubahannya secara kontinyu (linier) . Dengan demikian
perbedaan utama antara kuantitas analog dan kuantitas digital, secara sederhana dapat
dinyatakan sebagai berikut :
Analog kontinyu

Digital diskrit (step-demi-step)

Contoh : 1.1
Berikut ini manakah yang menyatakan kuantitas analog dan mana menyatakan digital ?
(a) Sistem sensor elektronik (counter) yang dapat menghitung objek bergerak di
sepanjang ban berjalan (conveyor) ?
(b) Speedometer standart ?
(c) Perubahan temperature fisis ?
(d) Molekul-molekul suatu bahan tampak ?
(e) Tampilan LCD (liquid crystal display) ?

Jawaban :
(a) Digital
(b) Analog
(c) Analog
(d) Digital, karena jumlah molekul hanya dapat dihitung secara diskrit tertentu dan
tidak sebarang harga pada rentang kontinyu.
(e) Digital.

KONSEP DAN SISTEM BILANGAN DIGITAL

MODUL AJAR DIGITAL SMT-1&2 PSTE /D3 & D4

1.2 SISTEM DIGITAL DAN ANALOG


Sebuah sistem digital terdiri dari kombinasi alat-alat (listrik, mekanis, fotolistrik
dsb) yang disusun untuk melaksanakan fungsi-fungsi tertentu dimana kuantitaskuantitas dinyatakan secara digital. Sebaliknya pada sebuah sistem analog adalah
kuantitas-kuantitas fisik secara prinsip bersifat analog. Beberapa sistem praktis
umumnya bersifat hybrid, yaitu mengandung keduanya baik kuantitas digital maupun
analog dan terjadi interaksi (konversi) dari keduanya.
Gambar : 1.2 menunjukkan pengendalian proses hybrid dimana masukan (input)
yang berupa besaran fisis (alamiah) akan diubah melalui alat pengubah sensor atau
transduser menjadi besaran analog (listrik), apabila dikehendaki pemrosesan data
secara digital, maka sinyal analog tersebut harus dikonversi lagi ke dalam bentuk sinyal
digital melalui alat yang disebut converter analog-ke-digital (ADC). Hasil olah data
tersebut berupa digital dan dapat ditampilkan langsung menggunakan alat tampilan
digital yang disebut seven-segment (atau LCD). Apabila dikehendaki tampilan analog
misal penunjukkan berupa meter-analog, maka data tersebut harus dikonversi kembali
menjadi sinyal analog melalui alat konversi converter digital-ke-analog (DAC).

VARIABEL
PROSES
(FISIS)

ANALOG

SENSOR
TRANDUSER

ANALOG

KONVERTER
(ADC)

DIGITAL

DIGITAL

SENTRAL
PROSESOR
DIGITAL

ANALOG

KONVERTER
(DAC)

0123

Gambar : 1.2 Diagram Blok Pengendalian Proses Hybrid

KONSEP DAN SISTEM BILANGAN DIGITAL

MODUL AJAR DIGITAL SMT-1&2 PSTE /D3 & D4

1.3 SISTEM BILANGAN DIGITAL


Sistem bilangan yang digunakan pada teknologi digital, yang paling umum adalah
sistem bilangan : decimal, biner, oktal dan hexadecimal. Seperti ditunjukan dalam
Tabel : 1.1
Tabel : 1.1 Perbandingan Sistem Boilangan Digital
PERBANDINGAN SISTEM BILANGAN DIGITAL

1.3.1

DESIMAL (10)

BINER (2)

OKTAL (8)

HEXADESIMAL (16)

0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

0000
0001
0010
0011
0100
0101
0110
0111
1000
1001
1010
1011
1100
1101
1110
1111

00
01
02
03
04
05
06
07
10
11
12
13
14
15
16
17

0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
A
B
C
D
E
F

Sistem Bilangan Desimal


Sistem desimal tersusun atas 10 digit/angka simbol, ke-10 simbol ini adalah : 0,

1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. Dengan menggunakan simbol-simbol desimal ini, kita dapat


menyatakan setiap kuantitas. Sistem desimal juga disebut dengan sistemdasar-10 ,
karena ia memiliki 10 digit simbol. Sistem desimal juga disebut dengan sistem nilai
posisional

dimana nilai dari sebuah digit bergantung pada posisinya. Misalnya

perhatikan untuk bilangan decimal : 27,35. bilangan ini sesungguhnya sama dengan : 2
(puluhan) + 7 (satuan) + 3 (per-sepuluhan) + 5 (per-seratusan). Atau : 2x10 + 7x1 +
3x0,1 + 5x0,01. Titik decimal digunakan untuk memisahkan antara bilangan bulat dan
pecahan dari bilangan tersebut. Dalam Gambar : 1.3 beberapa posisi relative terhadap
titik decimal memiliki bobot yang dapat dinayatakan sebagai pangkat-10.
Dalam Gambar : 1.3 diperlihatkan bilangan 27.35. Titik decimal memisahkan pangkat
10 positip dari pangkat 10 negatip. Jadi bilangan 27.35 sama dengan :
(7.100) + (3.10-1) + (5.10-2).

KONSEP DAN SISTEM BILANGAN DIGITAL

(2.10+1) +

MODUL AJAR DIGITAL SMT-1&2 PSTE /D3 & D4

Nilai-nilai Posisional
103

102

101

100

10-1

10-2

10-3

10-4

MSD

Titik
Desimal

LSD

Gambar : 1.3 Nilai Posisi Desimal Sebagai Pangkat-10

1.3.2

Sistem Bilangan Biner

Kekurangan pada sistem bilangan decimal adalah tidak relevan bila digunakan untuk
sistem-sistem digital. Misalnya, sangat sulit untuk mendisain rangkaian elektronik
sedemikian rupa yang dapat bekerja dengan 10 level tegangan yang berbeda (setiap
level menyatakan satu karakter decimal, yaitu 0 sampai 9). Sebaliknya akan lebih
mudah untuk mendisain rangkaian-rangkaian elektronik akurat yang beroperasi dengan
hanya dua level tegangan.
Pada sistem biner hanya ada dua simbol atau nilai digit yang mungkin yaitu : 0 dan
1. Walaupun demikian sistem biner (dasar-2) ini dapat digunakan untuk menyatakan
setiap kuantitas yang dapat dinyatakan dalam decimal atau sistem-sistem bilangan yang
lain, yang memerlukan digit-digit bilangan biner lebih banyak untuk menyatakan suatu
kuantitas tertentu.
Pada sistem biner juga berlaku nilai posisional, dimana tiap-tiap digit biner memiliki
nilainya sendiri atau bobot yang dinyatakan sebagai pangkat-2. yang ditunjukkan
dalam Gambar : 1.4. Dimana tempat-tempat disebelah kiri dari titik biner (sama
dengan titik decimal) adalah pangkat-2 positip dan tempat-tempat di sebelah kanan
dari titik biner adalah pangkat-2 negatip.
Pada Gambar : 1.4 ditunjukkan bilangan biner : 1011.101(2), untuk menemukan
ekivalen sistem desimalnya, kita cukup menghitung jumlah dari hasil kali pangkat-2
terhadap setiap nilai digit (0 atau 1) bergantung pada nilai posisinya

KONSEP DAN SISTEM BILANGAN DIGITAL

MODUL AJAR DIGITAL SMT-1&2 PSTE /D3 & D4

Nilai-nilai Posisional
24

23

22

21

20

2-1

2-2

2-3

2-4

MSB

Titik Biner

LSB

Gambar : 1.4 Nilai Posisi Biner sebagai Pangkat-2


Contoh : 1.2
1011.101(2), =
3

(10)
1

= (1 x 2 ) + (0 x 2 ) + (1 x 2 ) + (1 x 20) + (1 x 2-1) + (0 x 2-2) + (1 x 2-3)


= 8 + 0 + 2 + 1 + 0,5 + 0 + 0,125
= 11.625(10).

1.3.3

Sistem Bilangan Oktal

Sistem bilangan oktal seperti halnya biner juga sangat penting dalam pemakaianpemakaian pada teknik digital karena memiliki relevansi terhadap nilai-nilai biner.
Bilangan octal juga disebut dengan basis-delapan, ia memiliki simbol-simbol bilangan
: 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7. Simbol / kode angka 8 dan 9 tidak digunakan pada system
oktal. Gambar : 1.5 memperlihatkan diagram nilai posisional untuk sistem oktal.
Dalam diagram Gambar : 1.5 diberikan contoh nilai bilangan oktal : 234.3708 seperti
dalam prinsip sistem-sistem bilangan yang lain, maka dengan mudah dicari nilai
ekivalen desimalnya, yaitu : 234.370 8 = (2x82) + (3x81) + (4x80) + (3x8-1) + (7x8-2) +
(0x8-3)

= 128 + 24 + 4 + 3/8 + 7/64 + 0


= 15610
Nilai-nilai Posisional
84

83

82

81

80

8-1

8-2

8-3

MSD

Titik Oktal

8-4

LSD

Gambar : 1.5 Nilai Posisional Sistem Oktal Sebagai Pangkat-8


6

KONSEP DAN SISTEM BILANGAN DIGITAL

MODUL AJAR DIGITAL SMT-1&2 PSTE /D3 & D4

Cara penulisan urutan hitungan oktal sama seperti halnya pada sistem desimal, setelah
hitungan maksimum bilangan oktal (angka 7) , maka harus kembali ke angka awal
(0) yaitu untuk posisi digit yang lebih tinggi 10 (baca satu-nol) . dan seterusnya
untuk 20 (baca, dua-nol). Berikut ini cara penulisan hitungan oktal :
0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7,
10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17,
20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 30, dst.

1.3.4 Sistem Bilangan Hexadesimal


Sebagaimana pada sistem oktal, hexadecimal juga memiliki relevansi terhadap sistem
biner. Bilangan hexadecimal juga disebut sebagai dasar-16, dan lambang/simbol yang
digunakan seperti pada sistem decimal,

dimana setelah angka maksimum 9,

hitungan selanjutnya digunakan lambang-lambang abjad : A, B, C, D, E dan F,


masing-masing menyatakan ekivalen dengan : 10, 11, 12, 13, 14 dan 15. Apabila
diinginkan menghitung nilai hexadecimal yang lebih tinggi, maka setelah hitungan
maksimum F dilanjutkan 10 (baca, satu-nol) kemudian diikuti bilangan-bilangan :
11, 12, 13, 14 dst seperti ditunjukkan berikut ini :
0,1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, A, B, C, D, E, F
10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 1A, 1B, 1C, 1D, 1E, 1F
20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 2A, 2B, 2C, 2D, 2E, 2F ..

dst.

Sistem hexadecimal juga memiliki nilai posisi seperti halnya pada sistem bilangan
lainnya (Gambar : 1.6) yang telah dibahas dan semua ketentuan pada sistem bilangan
sebelumnya juga berlaku pada sistem bilangan hexadecimal.
Nilai-nilai Posisional
164

163

162

161

160

16-1

16-2

16-3

MSD

Titik Hexa

16-4

LSD

Gambar : 1.6 Nilai Posisi Hexadesimal Sebagai Dasar 16


KONSEP DAN SISTEM BILANGAN DIGITAL

MODUL AJAR DIGITAL SMT-1&2 PSTE /D3 & D4

Contoh diagram Gambar : 1.8 dapat dijabarkan secara matematis sebagai berikut :
234.120(16) = (2x162) + (3x161) + (4x160) + (1x16-1) + (2x16-2) + (0x16-3)
= (512 + 48 + 1/16 + 2/256 + 0) 10
=

(10)

1.4 KONVERSI ANTAR SISTEM BILANGAN


1.4.1 Konversi Biner ke Desimal (sebaliknya)
Pada subab: 1.3 telah dijelaskan bagaimana menjabarkan suatu sistem nilai
posisional biner ke dalam decimal setaranya. Sebuah contoh untuk nilai biner :11 dapat
dijabarkan secara matematis sebagai :
Biner 11 = 10 + 1
Desimal 3 = 2 + 1 ,
Biner 111 = 100 + 10 + 1
Desimal
7 = 4 + 2 + 1 dan
Biner 1111 = 1000 + 100 + 10 + 1
Desimal
15 = 8 + 4 + 2 + 1
Sehingga untuk mengkonversi biner 0 (nol) sampai 15 setaranya dapat ditulis seperti
dalam Tabel : 1.2
Tabel : 1.2 Konversi Desimal ke Biner
DESIMAL (10)

BINER (2)

DESIMAL (10)

BINER (2)

0
1
2
3
4
5
6
7

0000
0001
0010
0011
0100
0101
0110
0111

8
9
10
11
12
13
14
15

1000
1001
1010
1011
1100
1101
1110
1111

Sebaliknya bagaimana mendapatkan kembali nilai bilangan asal (biner) dari bilangan
decimal ? Diambil contoh dari Tabel : 1.2 untuk nilai decimal 15, apabila akan dicari

KONSEP DAN SISTEM BILANGAN DIGITAL

MODUL AJAR DIGITAL SMT-1&2 PSTE /D3 & D4

kembali nilai binernya, maka dibagi habis dengan dasar-dua (biner) yaitu sebagai
berikut :
OPERASI

HASIL

SISA

POSISI

15
2

=7

LSB

7
2

=3

3
2

=1

1
2

=0

MSB

Perhatikan prosedur pembagian diatas : 15 dibagi dengan 2 menghasilkan nilai 7


dengan sisa = 1, dari hasil 7 dibagi lagi dengan 2 menghasilkan nilai 3 dengan sisa = 1
begitu seterusnya hingga habis dibagi dengan dua.

Sisa dari pembagian pertama

memiliki nilai posisi LSB dan sisa pembagian terakhir memiliki nilai posisi MSB. Dan
cara penulisan setara binernya diawali dari bawah ke atas (arah panah) yaitu : 15(10) =
1111(2)
Contoh ; 1.3
Konversikan bilangan desimal 53 kedalam bilangan biner setaranya ?
Jawaban :
OPERASI

HASIL

SISA

POSISI

= 17

LSB

=8

=4

=2

2
2

=1

1
2

=0

MSB

35
2
17
2
8
2
4
2

Sehingga dapat ditulis hasilnya : 35 (10) = 100011(2)

KONSEP DAN SISTEM BILANGAN DIGITAL

MODUL AJAR DIGITAL SMT-1&2 PSTE /D3 & D4

Pecahan dalam Biner


Sebagaimana dijelaskan pada subab : 1.3 untuk menjabarkan pecahan biner (fractions)
yakni di sebelah kanan dari titik biner ditulis sebagai pangkat negatip.

Contoh ; 1.4
Biner : 0.1011 dapat ditulis decimal setaranya sebagai berikut ;
0.1011(2) = (1x2-1) + (0x2-2) + (1x2-3) + (1x2-4)
= 0,5 + 0 + 0,125 + 0,0625
= 0,6875(10)
Oleh karena itu untuk memperoleh kembali nilai pecahan binernya harus dikalikan
dengan bilangan dasar dua hingga diperoleh nilai nol dibelakang koma, yaitu sebagai
berikut :

0,6875
X2

0,3750
X2

0 , 7500
X2

0 , 5000
X2

1 , 3750

0 , 7500

1 , 5000

1 , 0000

MSB

LSB

Sehingga hasilnya ditulis :


0,6875 (10) = 0.1011 (2)

1.4.2 Konversi Oktal ke Desimal ( sebaliknya)


Pada subab: 1.3.3 telah dibahas bahwa bilangan-bilangan oktal (dasar-8) memiliki
nilai posisi sebagaimana bilangan biner (dasar-2). Sebagai contoh bilangan oktal 37
dapat ditulis ke dalam nilai decimal setaranya sebagai berikut :
(31)8 = (3x81) + (1x80 ) = 24 + 1 = (25)10

10

KONSEP DAN SISTEM BILANGAN DIGITAL

MODUL AJAR DIGITAL SMT-1&2 PSTE /D3 & D4

Untuk memperoleh kembali nilai bilangan oktal dari nilai desimalnya harus dibagi
habis dengan delapan, yaitu sebagai berikut :

OPERASI

HASIL

SISA

POSISI

25
8
3
8

=3

LSD

=0

MSD

Dan cara penulisan dari hasil pembagian tersebut dimulai dari MSD ke LSD, yaitu : :
(25)10 = (31)8
Untuk operasi-operasi pecahan dapat mengikuti cara-cara yang digunakan dalam
operasi biner, karena oktal memiliki dasar delapan, maka untuk memperoleh nilai
setaranya harus dikalikan dengan delapan hingga habis.
Sebagai contoh, desimal (0,1875)10 = .. 8 ?

Sehingga diperoleh :

0,1875
X8

0,5000
X8

1 , 5000

4 , 0000

MSD

LSD

(0,1875)10 = (0,14) 8

Contoh : 1.5
Konversikan sistem bilangan decimal dibawah ini ke dalam sistem oktal setaranya :
49,21875(10) = ..

(8)

Jawaban :

KONSEP DAN SISTEM BILANGAN DIGITAL

11

MODUL AJAR DIGITAL SMT-1&2 PSTE /D3 & D4

Bagian bulat

Bagian pecahan

49
= 6 + 1
8
(LSD)
6
= 0 + 6
8
(MSD)

Sehingga hasilnya ditulis :

0,21875
X8

0,75000
X8

1 , 75000

6 , 0000

MSD

LSD

49,21875(10) = 61,16

(8)

1.4.3 Konversi Hexadesimal ke Desimal (sebaliknya)


Seperti pada konversi bilanagan-bilangan decimal, oktal dan biner, sistem
hexadecimal juga memiliki nilai posisional (subab : 1.4.4), pada bilangan hexadecimal
digit-digit : 10, 11, 12, 13,14 dan 15 disimbolkan dengan huruf-huruf : A, B, C, D, E,
dan F. Hal ini semata-mata untuk membedakan antara sistem decimal dengan
hexadecimal (dasar-16). Selanjutnya untuk menuliskan decimal setaranya dapat
dijabarkan sebagai berikut :
23(16) = (2x161) + (3x160) = 32 + 3 = 35(10).

Contoh lain :
3B(16) = (3x161) + (Bx160) = 48 + 11 = 59(10)
Catatan : B = 11 (hexadecimal)

Pecahan Hexadesimal
Gambar diagram nilai posisi hexadecimal, nilai pecahan ditunjukan oleh pangkat
negatip (sebelah kanan titik hexa). Sebagai contoh :
0,8(16) = (8x16-1) = 8/16 = 0,5(10)

12

KONSEP DAN SISTEM BILANGAN DIGITAL

MODUL AJAR DIGITAL SMT-1&2 PSTE /D3 & D4

Sebaliknya apabila dikonversi kembali nilai decimal ke dalam hexadecimal, maka


untuk bilangan bulat (integer) harus dibagi habis dengan 16 (dasar-16). Dan untuk
pecahan harus dikalikan dengan 16 sampai diperoleh nilai nol (terkecil) dibelakang
koma dari nilai decimalnya.

Contoh : 1.6
Konversikan nilai bilangan decimal berikut {152,50(10)} kedalam hexadesimalnya
Jawaban :

Bagian bulat

Bagian pecahan

152
= 9 + 8
16
(LSD)

0,500
X 16
8 , 000

9
= 0 + 9
16
(MSD)

Sehingga hasilnya ditulis :

{152,50(10)} = (98,8) 16

1.4.4 Konversi Oktal ke Biner (sebaliknya)


Cara pertama, dalam operasi konversi Oktal ke Biner atau sebaliknya biasanya
dilakukan melalui konversi perantara (jembatan),

yaitu

terlebih

dahulu

dikonversikan kedalam nilai decimal (dasar-10) kemudian dikonversikan lagi ke dalam


biner (dasar-2). Sebagai contoh : 275(8) =

(2)

Langkah-1 konversi ke dalam Decimal


275(8)

= (2x82) + (7x81) + (5x80)


= 128 + 56 + 5
= 189(10)

Langkah-2 konversi ke dalam Biner


189(10) = ..

(2)

KONSEP DAN SISTEM BILANGAN DIGITAL

13

MODUL AJAR DIGITAL SMT-1&2 PSTE /D3 & D4

Prosedurnya dapat ditulis seperti berikut, yaitu pembagian habis dengan dua (bilangan
dasar-2), Sehingga hasilnya ditulis : 189(8) = 1 0 1 1 1 1 0 1

(2) .

dimana nilai sisa

pembagian dalam biner terakhir merupakan nilai posisi MSB. Dan jawaban seluruhnya
adalah :
275(8) = 189(10) = 1 0 1 1 1 1 0 1 (2)

OPERASI

189
2
94
2
47
2
23
2
11
2
5
2
2
2
1
2

HASIL

SISA

POSISI

= 94

LSB

= 47

= 23

= 11

=5

=2

=1

=0

MSB

Cara ke-dua, perlu diketahui dalam bilangan oktal (dasar-8) memiliki simbol-simbol
digit : 0 sampai dengan 7 atau digit terbesar dalam oktal adalah =7 yang berarti biner
setaranya dipenuhi dalam 3-bit (digit), yakni : 7(8) = 111(2) .
Apabila kita lihat kembali hasil konversi pada penjelasan sebelumnya (Tabel : 1.1) ,
dimana bilangan-bilangan : (0 000); (1 001); (2 010); . dan (7
111) . Apabila disusun kembali sesuai dengan posisi digit-digit diatas, akan terlihat
sebagai hubungan yang sangat sederhana, yaitu :
275(8) = 010 111 101 (2)

14

KONSEP DAN SISTEM BILANGAN DIGITAL

MODUL AJAR DIGITAL SMT-1&2 PSTE /D3 & D4

Sehingga untuk mengkonversi bilangan oktal kedalam bilangan binernya akan lebih
mudah bila dilakukan dengan cara mengkonversi masing-masing digit oktal menjadi
kelompok (group) 3-bit kode binernya. Dan disusun sesuai posisi digit oktalnya.
Sehingga operasi cara pertama dengan cara kedua adalah sama.

Contoh : 1.7
Konversikan sistem bilangan oktal berikut ini menjadi nilai biner setaranya .
3576,04 (8) = .

(2)

Jawaban ;
3576,04 (8) = 011 101 111 110 . 000 100 (2)
Dan sebaliknya apabila mengkonversi kembali dari biner ke oktal setaranya dapat
dilakukan dengan cara mengelompokan berturut-turut dalam 3-bit, yakni :
1.

Untuk bilangan bulat (integer) dikelompokan dalam 3-bit berturut-turut kearah kiri

dari titik biner.


2.

Untuk bilangan pecahan dikelompokan dalam 3-bit berturut-turut kearah kanan

dari titik biner.


Contoh : 1.8
Konversikan kembali nilai biner berikut ini menjadi bilangan oktal setaranya ?
1100101010001.1100110 (2) = .

(8)

Jawaban :
Dari persoalan tersebut disusun/dikelompokan kembali dalam 3-bit, untuk bil bulat
dari titik biner kekiri dan pecahan kekanan yang diperoleh sebagai berikut :
001 100 101 010 001 . 110 011 000 (2) = 14521.630 (8)

1.5 OPERASI SISTEM BILANGAN


1.5.1 Operasi Penjumlahan
1).

Bilangan Biner

Operasi penjumlahan dalam biner ada empat hal pokok yang perlu diperhatikan, yaitu :
0 + 0 = 0
0 + 1 = 1
KONSEP DAN SISTEM BILANGAN DIGITAL

15

MODUL AJAR DIGITAL SMT-1&2 PSTE /D3 & D4

1 + 0 = 1
1 + 1 = 0 carry = 1 (bawaan/sisa)
Pada kasus ke-4 (1 + 1) artinya, memberikan hasil penjumlahan = 0 dan carry/sisa = 1,
carry /sisa ini mempunyai status (posisi) setingkat lebih tinggi dari hasil jumlahnya.
Apabila ditulis nilai binernya = 10 (satu-nol) setara dengan decimal 2.
Contoh : 1.9
Jumlahkan nilai dari kelompok-kelompok biner dibawah ini ?
a). {001101 + 100101}2 = ()2
b). {1011011 + 1011010}2 = ()2
Jawaban :
Sebaiknya dalam operasi penjumlahan ini kita susun kembali seperti berikut :
a) 001101 13
100101 + 37+
1100102
5010

b) 1011011
91
1011010 + 90+
101101012
18110

2). Bilangan Oktal


Penjumlahan pada bilangan oktal dilakukan dengan cara yang saama seperti pada
operasi biner, namun karena oktal memiliki dasar-8, apabila dalam menjumlahkan dua
bilangan oktal hasilnya melebihi bilangan dasarnya (=8), maka sisa selebihnya yang
ditulis sebagai hasil jumlah dan memberikan bawaan/carry = 1.
Contoh ; 1.10
Jumlahkan kelompok-kelompok bilangan oktal dibawah ini ?
{235 + 126}(8) =

(8)

Jawaban :
Seperti dalam operasi penjumlahan biner kita susun kembali oktal seperti berikut :
235
126+
3638
Perhatikan penjumlahan pada kolom pertama (LSD) sebernarnya dihasilkan : 11
(sebelas), karena oktal memiliki dasar-8, maka hasil jumlah dari kolom pertama akan
16

KONSEP DAN SISTEM BILANGAN DIGITAL

MODUL AJAR DIGITAL SMT-1&2 PSTE /D3 & D4

dibagi dengan 8 yang menghasilkan carry = 1 pada posisi kolom kedua (sebelah kiri
LSD) dan sisa = 3. Oleh karena itu sisa = 3 harus dituliskan sebagai hasil pada posisi
LSD, dan carry (=1) harus ditambahkan dengan bilangan pada kolom kedua yang
menghasilkan sisa lagi = 6 dst. Dengan cara yang sama, lakukan penjumlahan untuk
bilangan-bilangan oktal yang lain berikut ini !
a). (2017 + 4674)8 =
b). (76 + 23)8
= .

(8)
(8)

3). Bilangan Hexadesimal


Pada operasi penjumlahan hexadecimal sama seperti yang dilakukan pada oktal,
namun hexa memiliki bilangan dasar-16, sehingga apabila dalam penjumlahan dua
bilangan hexa melebihi/sama dengan bilangan dasarnya (=16), maka harus dibagi
dengan 16 atau dapat memiliki carry = 1.

Contoh : 1.11
Jumlahkan dalam hexadecimal untuk bilanagan dibawah ini ?
(21A + 352)16 = ..

16

Jawaban :
21A
352 +
56C16
Perhatikan

penjumlahan

dua

bilangan

pada

kolom

(digit)

pertama

(A+2)

menghasilakan nilai 12 (dalam decimal), namun pada sistem hexa tidak dikenal simbol
12, melainkan kode 12 disimbolkan dengan C. Dan apabila dalam penjumlahan hexa
hasilnya melebihi (sama) dengan 16, maka ia memiliki bawaan atau carry = 1.
Perhatikan contoh lain berikut ini !
a)

72C
A3F +
116B (16)

b).

207A
8194 +
A21E (16)

KONSEP DAN SISTEM BILANGAN DIGITAL

17

MODUL AJAR DIGITAL SMT-1&2 PSTE /D3 & D4

1.6

SISTEM KODE DIGITAL

1.6.1 Kode BCD


Kode BCD adalah representasi desimal yang didekodekan dalam biner. Kode
BCD menggunakan 4-bit (1-nibble) untuk merepresentasikan setiap digit desimal dari
0 sampai 9. Dan untuk merepresentasikan nilai desimal lebih dari 9 diperlukan 2-digit
desimal atau lebih, dan dalam BCD direpresentasikan menggunakan 2-nibble atau
lebih. Tabel : 1.3 menunjukan nilai ekivalensi Biner dan BCD dari bilangan desimal 0
sampai 15. Sebagai catatan bahwa satu nibble dapat merepresentasikan 16 bilangan,
tetapi sistem BCD hanya menggunakan sepuluh digit kode desimal (0 9).

Tabel : 1.3
PERBANDINGAN KODE BINER DAN BCD
DESIMAL (10)

BINER (2)

0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

0000
0001
0010
0011
0100
0101
0110
0111
1000
1001
1010
1011
1100
1101
1110
1111

BCD (8421)

0001
0001
0001
0001
0001
0001

0000
0001
0010
0011
0100
0101
0110
0111
1000
1001
0000
0001
0010
0011
0100
0101

1.6.2 Konversi BCD ke Desimal


Untuk mendapatkan representasi BCD dari bilangan desimal, setiap digit desimal
direpresentasikan dengan sebuah nibble biner (4-bit) setaranya.
Contoh : 1.12
Konversikan (3729)10 ke sistem BCD

18

KONSEP DAN SISTEM BILANGAN DIGITAL

MODUL AJAR DIGITAL SMT-1&2 PSTE /D3 & D4

Jawab :
Dengan menggunakan Tabel : 1.4 setiap digit desimal direpresentasikan dengan sebuah
nibble biner (4-bit) setaranya.

0011 0111 0010 1001 (BCD)


Sebagai catatan, konversi ini lebih mudah dari pada konversi (3729)10 ke sistem Biner
yang harus dibagi habis dengan dasar-2 dan menghasilkan : 111010010001(2) Namun
dalam contoh: 1.12 menghasilkan ketidakefisienan representasi BCD karena
menggunakan jumlah bit yang lebih banyak (16-bit). Sehingga untuk bilangan desimal
yang lebih besar akan lebih boros dalam penggunaan memori register penyimpan data.

1.6.3 Kode Excess-3


Kode Excess-3 merupakan pengembangan dari sistem kode BCD. Dalam
pengembangannya kadang memiliki kelebihan didalam operasi aritmatika. Kode
Excess-3 untuk sebuah bilangan desimal dibentuk dalam kode yang sama dengan kode
BCD, namun hanya ditambahkan dengan angka 3 pada masing-masing digit sebelum
mengkodekan dalam biner. Sebagai contoh untuk mengkodekan nilai desimal 4
kedalam kode excess-3 harus menambah 3 telebih dahulu dan diperoleh angka 7.
kemudian angka 7 ini dikodekan kedalam eqivalen nilai binernya dalam 4-bit sehingga
ditulis : desimal = 4 Excess-3 = 0111. Tabel : 1.4 menunjukan nilai eqivalensi dari
Desimal-Biner dan BCD untuk bilangan desimal 0 hingga 15. Catatan: bahwa satu
nibble dapat merepresentasikan 16 bilangan, tetapi sistem BCD hanya menggunakan
sepuluh digit desimal.

Contoh : 1.13
Konversikan nilai desimal 48 kedalam kode Excess-3 ?
Jawab :
4 8 (desimal) = .. (excess-3) 4
8 nilai desimal
3+
3 + penambahan 3 (setiap digit)
7
11
(0111) (1011) Kode Excess-3

KONSEP DAN SISTEM BILANGAN DIGITAL

19

MODUL AJAR DIGITAL SMT-1&2 PSTE /D3 & D4

Tabel : 1.4 menunjukan hubungan kode BCD dan kode Excess-3 untuk setiap digit
desimal. Perlu dicatat bahwa kedua kode hanya menggunakan 10 dari 16 group kode 4bit biner yang mungkin. Dan 6-group kode biner yang lain tidak digunakan dalam kode
Excess-3, yaitu : 0000, 0001, 0010 , 1101, 1110, dan 1111.

Tabel : 1.4 Konversi Desimal ke Kode Excess-3


KONVERSI SISTEM KODE DIGITAL
DESIMAL (10)

BCD

0
1
2
3
4
5
6
7
8
9

0000
0001
0010
0011
0100
0101
0110
0111
1000
1001

EXCESS-3

0011
0100
0101
0110
0111
1000
1001
1010
1011
1100

1.6.4 Kode Gray


Kode Gray termasuk kelas kode yang disebut kode perubahan minimum atau minimum
change code, dimana hanya mengubah satu bit dalam grup kodenya apabila pindah dari
satu step ke step berikutnya. Kode Gray merupakan kode tak berbobot atau
unweighted, yang berarti bahwa posisi-posisi bit dalam grup-grup kode tidak
mempunyai bobot tertentu. Oleh karena itu, kode Gray tidak sesuai untuk operasi
aritmetik tetapi digunakan pada alat-alat input/output dan pada beberapa jenis
konvertor-konvertor analog ke digital.
Tabel : 1.5 menunjukan konversi kode Gray setaranya dalam 4-bit, yang menunjukan
konversi tiap kode biner yang akan berubah hanya satu bit dari 1 ke 0 atau dari
0 ke 1. Kode Gray sering digunakan dalam situasi dimana kode biner yang
lainnya kemungkinan menghasilkan kesalahan selama proses transisi dalam satu word
20

KONSEP DAN SISTEM BILANGAN DIGITAL

MODUL AJAR DIGITAL SMT-1&2 PSTE /D3 & D4

kode ke word kode yang lain. Misal dengan menggunakan kode 8421 (biner) yang
memerlukan transisi perubahan bit dari 0111 ke 1000 dimana setiap bitnya terjadi
perubahan significan, akan cenderung terjadi kesalahan Namun dalam kode Gray
untuk setiap perubahan wordnya hanya satu bit yang berubah.

Tabel : 1.5 Konversi Biner Ke Kode Gray


PERBANDINGAN KODE BINER DAN KODE GRAY
DESIMAL (10)

BINER

0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

0000
0001
0010
0011
0100
0101
0110
0111
1000
1001
1010
1011
1100
1101
1110
1111

GRAY-CODE

0000
0001
0011
0010
0110
0111
0101
0100
1100
1101
1111
1110
1010
1011
1001
1000

Contoh : 1.14
Konversikan Biner : 1010 ke kode Gray
Jawab :
Step-1 Digit paling kiri kode Gray ditulis sama dengan binernya (MSB)
1 0 1 0

1 . . .

Biner
Gray

Step-2 Jumlahkan digit paling kiri dengan digit disebelah kanannya


1+0 1 0

Biner

KONSEP DAN SISTEM BILANGAN DIGITAL

21

MODUL AJAR DIGITAL SMT-1&2 PSTE /D3 & D4

1 . .

Gray

Step-3 Jumlahkan digit kiri berikutnya dengan digit disebelah kanannya


1
1

0+1 0

1 1 .

Biner
Gray

Step-4 Jumlahkan digit kiri berikutnya dengan digit terakhir (LSB)


1

1 + 0 Biner

1 1 Gray (hasil konversi kode Gray lengkap) Tabel: 1.5

Contoh : 1.15
Mengkonversi kembali Gray ke Biner
Untuk mengubah dari Gray ke Biner diperlukan prosedur yang berlawanan
dengan prosedur yang diberikan di atas. Yaitu :
1. Bit biner pertama adalah sama dengan bit kode Gray pertama
2. Apabila bit Gray kedua 0, bit biner kedua sama dengan yang pertama; apabila bit
gray kedua 1, bit biner kedua adalah kebalikan dari bit biner pertama.
3. Langkah 2 diulang untuk setiap bit berikutnya.
Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut :
1 1 0 1 Gray

1 0 0 1 Biner

1.7

PERNYATAAN KUANTITAS BINER


Kuantitas-kuantitas biner dapat dinyatakan dengan setiap alat yang hanya

mempunyai dua kondisi kerja. Misalnya, suatu saklar (switch) hanya memiliki dua
keadaan kerja yaitu : terbuka atau tertutup. Switch untuk keadaan terbuka
menyatakan biner 0 sebaliknya untuk keadaan tertutup menyatakan biner 1 .
Dengan pernyataan ini sekarang kita dapat menyatakan setiap bilangan biner seperti
22

KONSEP DAN SISTEM BILANGAN DIGITAL

MODUL AJAR DIGITAL SMT-1&2 PSTE /D3 & D4

ditunjukkan pada Gambar : 1.7, dimana keadaan dari berbagai macam switch (a) dan
lampu pijar (b) menyatakan biner : 100102 .

nyala
tertutup

mati

terbuka

1
1

(b)

(a)

Gambar : 1.7 Kuantitas Biner a). dengan Switch, b). dengan Lampu
Selanjutnya biner 0 dan 1 dapat dinyatakan oleh dua level tegangan yang ekstrim
berlawanan seperti ditunjukan dalam Gambar : 1.8.

Volt
10V

0V

Gambar : 1.8 Level Logika Tegangan Menyatakan 1 dan 0


Misalnya , biner 0 dapat dinyatakan dengan harga nominal +0 volt dan biner 1
dengan +10 volt. Semua sinyal input dan output akan mempunyai salah satu harga : 0
volt atau +10 volt, dalam batas toleransi tertentu. Untuk lebih jelasnya Gambar 1.10
menunjukkan sebuah bentuk sinyal-sinyal digital, yang selalu berada pada salah satu
dari dua harga level tegangan. Disini bentuk sinyal digambarkan mengalir dengan
urutan biner : 010101.

KONSEP DAN SISTEM BILANGAN DIGITAL

23

MODUL AJAR DIGITAL SMT-1&2 PSTE /D3 & D4

1.8 KARAKTERISTIK PULSA DIGITAL


Data biner dalam sistem digital secara kontinyu selalu berubah-ubah dalam
kecepatan tinggi. Oleh karena itu perlu mengenal karakteristik-karakteristik tertentu
dari sinyal digital yang berubah dengan cepat. Beberapa karakteristik ini dapat diamati
dengan melihat pada sebuah pulsa digital, seperti ditunjukkan pada Gambar : 1.11.
Pulsa tunggal tersebut menunjukkan sebuah sinyal digital yang dimulai dari 0 Volt
(logika 0) hingga waktu t1, pada saat terjadi suatu lompatan yang sangat cepat
menuju ke +10 Volt (logika 1), sepanjang waktu t2, hingga kembali ke posisi 0 Volt
lagi.
Selama terjadi waktu pulsa naik atau rise-time (tr) Gambar 1.9 didefinisikan sebagai
waktu yang diperlukan sinyal untuk naik dari titk 10% ke titik 90%. Dan waktu turun
atau fall-time (tf) dengan cara yang sama didefinisikan sebagai bentuk gelombang
menuju negatip. Pada sistem-sistem digital tr dan tf terletak dalam rentang waktu
microdetik dan nanodetik.

Volt
tp
10V
90%
50%
10%
0V

t
tr

tf

Gambar : 1.9 Bentuk Sinyal Digital Tertentu

Beberapa rangkaian digital yang dapat bekerja secara cermat dan kredibel hanya
apabila bentuk gelombang inputnya memiliki waktu naik dan waktu turun dibawah
harga maksimum tertentu. Seperti yang akan didiskusikan nanti, dimana untuk
mempercepat naik dan turunnya bentuk gelombang pulsa dapat dilakukan dengan
memperpendek tr dan tf.
24

KONSEP DAN SISTEM BILANGAN DIGITAL

MODUL AJAR DIGITAL SMT-1&2 PSTE /D3 & D4

1). Lebar Pulsa (tp)


Lebar pulsa atau pulse width (tp) adalah waktu antara titik 50 % saat pulsa naik hingga
50 % saat pulsa turun. Harga-harga tp dapat terjadi sepanjang rentang waktu yang
sangat lebar, dari nanodetik hingga detik.

2). Pulse-Repetition Frequency (PRF)


Dalam beberapa pemakaian digunakan sederetan pulsa-pulsa digital, seperti misalnya
pada sinyal jam (clock) yang ditunjukan dalam Gambar : 1.10. Jumlah pulsa yang
terjadi perdetik disebut : Pulse-Repetition Frequency (PRF) dan dinyatakan dalam
pulsa per detik atau pulse-per-second (pps). Hal ini sama seperti halnya frekwensi
(Hz), dan kedua istilah tersebut sering digunakan dalam teknik pulsa. Gambar : 1.10
menunjukkan sebuah deretan pulsa-pulsa periodik, rentang waktu antara sisi-sisi naik
dan turun dari pulsa yang berurutan disebut perioda (T) dan menyatakan panjang satu
cycle dari gelombang tersebut.
Volt
T
tp

t
T

Gambar : 1.10 Bentuk Gelombang Pulsa Repetitif

Pulse-Repetition Frequency atau kecepatan laju pulsa dapat dihitung dari :


PRF =

1
T

atau

f =

1
T

Dimana PRF adalah dalam satuan pps dan f dalam satuan Hz apabila t dinyatakan
dalam detik.

Contoh : 1.3
Hitunglah Pulse-Repetition Frequency apabila T sama dengan 2 mikrodetik ?
KONSEP DAN SISTEM BILANGAN DIGITAL

25

MODUL AJAR DIGITAL SMT-1&2 PSTE /D3 & D4

Jawab :

106
1
1
PRF =
=
=
= 500,000 pps
2 x10 6
2
2 s

3). Duty Cycle (DC)


Duty cycle dari suatu deretan pulsa repetitive didefinisikan sebagai perbandingan dari
lebar pulsa tp dengan periode T dalam satuan %. Secara matematis ditulis sebagai :
DC =

tp
x 100 %
T

Misalkan apabila suatu pulsa memiliki periode 4 s, maka duty cyclenya adalah 25 %.
Pada kasus khusus dari duty cycle = 50 % sangat sering terjadi dalam teknik pulsa.
Pada kasus DC = 50 % deretan semua pulsanya simetris, yakni lebar untuk pulsa
rendah dan pulsa tingginya sama. Sehingga bentuk pulsa ini sering disebut dengan
gelombang bujur-sangkar (square-wave).

4).

Penundaan Propagasi

Karakteristik lain dari pulsa digital adalah besarnya waktu penundaan antara input dan
output, yakni saat sebuah system rangkaian digital (atau gate) diberikan data input dan
berapa lama kemudian outputnya berubah memberikan respon terhadap input tersebut.
Lama waktu respon output tersebut disebut dengan penundaan propagasi atau
propagation-delay (tpd) yang ditunjukkan dalam Gambar : 1.11. Penundaan propagasi
pada sistem-sistem digital berkecepatan tinggi merupakan hal yang sangat penting
untuk dicermati, dimana sinyal-sinyal digital harus berada pada titik-titik tertentu pada
waktu tertentu pula, hal ini sering disebut sebagai sinkronisasi sistem.
Penundaan-penundaan yang berakumulasi sering dapat menimbulkan gangguangangguan yang fatal pada sistem. Untuk alasan ini, para perancang sistem digital harus
mengetahui nilai-nilai tpd untuk setiap bagian rangkaian.

26

KONSEP DAN SISTEM BILANGAN DIGITAL

MODUL AJAR DIGITAL SMT-1&2 PSTE /D3 & D4

INPUT

Rangkaian Digital
1
0
OUTPUT

tpd
Gambar : 1.11 Ilustrasi dari Penundaan Propagasi

5). Memory (Bersifat Penyimpan Data)


Apabila sebuah sinyal input diberikan kepada sebuah sistem alat atau rangkaian, maka
output dari sistem tersebut akan memberikan respon terhadap inputnya. Dan apabila
sinyal inputnya diputus, maka output akan kembali pada kondisi semula. Sistem
rangkaian ini dikatakan tidak memiliki sifat menyimpan data (memory),

Rangkaian Digital
Non-memory

Rangkaian Digital
Memory

memory

Gambar : 1.12 Perbandingan antara Operasi Non-memory dan Memory

karena output kembali ke kondisi semula (normal). Namun dalam sistem-sistem


digital tertentu ada yang memiliki sifat dapat menyimpan data (memory), apabila
sebuah input data diberikan pada sistem rangkaian tersebut, output akan berubah
keadaannya, tetapi output akan tetap tinggal pada keadaan baru tersebut walaupun
kemudian inputnya diputus. Sifat mempertahankan respon terhadap input sesaat ini

KONSEP DAN SISTEM BILANGAN DIGITAL

27

MODUL AJAR DIGITAL SMT-1&2 PSTE /D3 & D4

disebut dengan memory. Gambar : 1.12 menunjukkan diagram sifat-sifat rangkaian


non-memory dan memory.

6).

Logika Tegangan TTL (Transistor-Transistor Logic)

Pemilihan tegangan adalah sembarang, dan masih banyak kemungkinan lain yang dapat
digunakan. Representasi yang umum digunakan adalah 0 volt hingga 0,8 volt untuk
menyatakan biner 0 (logika 0) dan 2,0 volt hingga 5,0 volt untuk biner 1 (logika
1). Kenyataan ini disesuaikan dengan pemakaian rangkaian-rangkaian dari beberapa
keluarga terintegrasi digital (IC-TTL). Gambar : 1.13 menunjukkan logika tegangan
dari TTL

Volt
5,0
Logika
1

Logika
1

2,0
0,8
0

Logika tak tentu


(floating)
Logika
0

Logika
0
t

Gambar : 1.13 Diagram Logika Tegangan untuk TTL

_______

28

KONSEP DAN SISTEM BILANGAN DIGITAL

MODUL AJAR DIGITAL SMT-1&2 PSTE /D3 & D4

1.9 PERTANYAAN, SOAL dan DISKUSI


1 Berikut manakah yang menyatakan kuantitas analog dan manakah yang digital ?

a).

Tekanan gas dalam tabung ?


b). Atom-atom dari sebuah material ?
c). Skala penala gelombang radio ?
d). Perubahan temperature dalam periode 24 jam ?
e). Switch sepuluh posisi (rotary switch) ?
2. Ubahlah bilangan-bilangan biner berikut ini menjadi bilangan decimal setaranya
a). 110012
= (10)
b). 1001.10012 = (10)
c). 10011011001.101102 = ..

(10)

3. Ubahlah bilangan-bilangan tersebut kedalam nilai setaranya ?


a). 234.7(8) = (10)
b). 100.10(10) = (8)
c). ABC(16) = . (10)
d). 1000(10) = . (16)
e). 10011011001.10110(2) = . (8)
f). 135.7(8) = .. (2)
g). 10011011001.10110(2) = (16)
h). AF01(16) = . (2)
4. Jumlahkan system bilangan-bilangan dibawah ini ?
a) (101100101 + 111001010)2 = . (2)
b). (234 + 567)8 = . (8)
c). (ABA + AB1)16 = .... (16)
5. Tuliskan dalam tabel bilangan biner secara berurutan dari 0 sampai 128 ?
6 Berapa banyak dapat menghitung dalam biner dengan menggunakan 10 tempat (bit)
?
7. Berapa banyak (bit) yang diperlukan untuk menghitung nilai biner hingga 290 ?
8. Perhatikan bentuk gelombang pada gambar berikut ini, tentukanlah nilai-nilai dari
tr, tf dan tp ?

KONSEP DAN SISTEM BILANGAN DIGITAL

29

MODUL AJAR DIGITAL SMT-1&2 PSTE /D3 & D4


Volt
10

2
1

t (us)
0

10

15

20

9. Gambarkan sebuah bentuk gelombang biner dengan karakteristik sebagai berikut :


PRF = 1 kHz, duty-cycle = 25%, level biner 0 = -1 volt dan level biner 1 = +6
volt ?
10 Jelaskan perbedaan antara rangkaian-rangkaian yang bersifat memory dan nonmemory ?
11 Sebutkan keuntungan-keuntungan utama menggunakan sistem teknik digital ?
12 Jelaskan perbedaan utama antara sistem analog dengan sistem digital ?
13. Konversikan bilangan-bilangan berikut ini ke kode BCD ?
a). (47,28)10
b). (362)8
c). (7AF,2C)16
14. Konversikan kode BCD 11101011001,10011 ke sistem Biner, Desimal dan
Hexadesimal.
15. Konversikan bilangan-bilangan berikut ini ke kode BCD ?
a). (10110111011)2
b). (2012)10
c). (F16,747)16
16. Konversikan bilangan-bilangan berikut ini ke kode Gray ?
a). 101011100 (2)
b). F16 (16)

30

KONSEP DAN SISTEM BILANGAN DIGITAL

Anda mungkin juga menyukai