Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat sangat berpengaruh
terhadap berbagai aspek kehidupan. Teknologi informasi khususnya
komputer merupakan suatu sistem yang terdiri atas perangakat Software dan
Hardware mengalami pertumbuhan yang pesat, bahkan komputer disebut-
sebut sebagai tonggak awal revolusi tekhnologi digital. Komputer merupakan
alat modern yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan sehari-hari. Mulai dari
mengerjakan pekerjaan kantor, multimedia, bahkan hiburan. Dewasa ini
perkembangan komputer semakin berkembang dan masih akan terus
berkembang tanpa batas. Kita sebagai manusia mau tidak mau harus
mengikuti perkembangan kemajuan teknologi khususnya bidang
komputerisasi agar kita tidak termakan oleh alat yang kita buat sendiri.
Salah satunya perkembangan ilmu komputer yang sedang berkembang
pesat dalam era informasi sekarang ini adalah berkaitan dengan jaringan
komputer, komputer grafis, aplikasi dari berbagai software yang diambil dari
penerapan konsep dan pemikiran para ahli yang telah dirangkum dalam ilmu
matematika. Adapaun Teori grup, struktur aljabar, statistika dan peluang,
kalkulus semua itu sangat aplikatif dalam dunia science dan teknologi. Dalam
perkembangan teknologi informatika, matematika memberikan pengaruh
tersendiri. Berbagai aplikasi dan program di komputer tidak lepas dari
penerapan aplikasi matematika, diantaranya adalah operasi Aljabar Boolean,
teori graf, matematika diskrit, logika simbolik, peluang dan statistika, serta
Konsep dasar sistem komputer, yaitu dengan adanya sistem bilangan yang
digunakan pada komputer.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. SISTEM BILANGAN

Sistem bilangan adalah kode atau simbol yang digunakan untuk


menerangkan sejumlah hal secara detail. Sistem bilangan adalah bahasa yang
berisi satu set pesan simbul-simbul yang berupa angka dengan batasan untuk
operasi aritmatika penjumlahan, perkalian dan yang lainnya. Pada sistem bilangan
terdapat bilangan integer dan bilangan pecahan dengan titik radix “.”.
(N) r = [ (bagian integer . bagian pecahan) r)
Titik radix

2.1. Sistem Bilangan Biner


Sistem bilangan biner adalah suatu sistem atau cara menghitung bilangan
dengan hanya menggunakan dua simbol angka yaitu ‘0’ dan ‘1’, bilangan ini
sering disebut dengan sistem bilangan berbasis atau radix 2 .Sistem bilangan biner
digunakan untuk mempresentasikan alat yang mempunyai dua keadaan operasi
yang dapat dioperasikan dalam dua keadaan ekstrim. Contoh switch dalam
keadaan terbuka atau tertutup, lampu pijar dalam keadaan terang atau gelap, dioda
dalam keadaan menghantar atau tidak menghantar, transistor dalam keadaan cut
off atau saturasi, fotosel dalam keadaan terang atau gelap, thermostat dalam
keadaan terbuka atau tertutup, Pita magnetik dalam keadaan magnet atau
demagnet.

2.2. Sistem Bilangan Desimal.


Sistem bilangan desimal adalah suatu sistem atau cara menghitung
bilangan dengan menggunakan sepuluh simbol angka yaitu ‘0’ ,‘1’,
‘2’,’3’,’4’,’5’,’6’,’7’,’8’ dan ‘9’ bilangan ini sering disebut dengan sistem
bilangan berbasis atau radix 10. Sistem bilangan desimal kurang cocok digunakan
untuk sistem digital karena sangat sulit merancang pesawat elektronik yang dapat
bekerja dengan 10 level (tiap-tiap level menyatakan karakter desimal mulai 0
sampai 9).

2
Sistem bilangan desimal adalah positional-value system,dimana nilai dari
suatu digit tergantung dari posisinya. Nilai yang terdapat pada kolom ketiga
pada Tabel 2.1., yaitu A, disebut satuan, kolom kedua yaitu B disebut puluhan, C
disebut ratusan, dan seterusnya. Kolom A, B, C menunjukkan kenaikan pada
eksponen dengan basis 10 yaitu 100 = 1, 101 = 10, 102 = 100. Dengan cara yang
sama, setiap kolom pada sistem bilangan biner yang berbasis
2, menunjukkan eksponen dengan basis 2, yaitu 20 = 1, 21 = 2, 22 = 4, dan
seterusnya.

Tabel 2.1. Nilai Bilangan Desimal dan Biner

Kolom desimal Kolom biner


C B A C B A
2 1 0 2 1 0
10 = 100 10 = 10 10 = 1 2 =4 2 =2 2 =1
(ratusan) (puluhan) (satuan) (empatan) (duaan) (satuan)
Setiap digit biner disebut bit; bit paling kanan disebut least significant bit
(LSB), dan bit paling kiri disebut most significant bit (MSB).
Untuk membedakan bilangan pada sistem yang berbeda digunakan
subskrip. Sebagai contoh 910 menyatakan bilangan sembilan pada sistem bilangan
desimal, dan 011012 menunjukkan 01101 pada sistem bilangan biner. Subskrip
tersebut sering diabaikan jika sistem bilangan yang dipakai sudah jelas.

2.3. Sistem Bilangan Oktal.


Sistem bilangan oktal adalah suatu sistem atau cara menghitung
bilangan dengan menggunakan delapan simbol angka yaitu ‘0’ ,‘1’,
‘2’,’3’,’4’,’5’,’6’,dan ’7’ bilangan ini sering disebut dengan sistem bilangan
berbasis atau radix 8. Sistem bilangan oktal digunakan sebagai alternatif untuk
menyederhanakan sistem pengkodean biner. Karena 8 = 23, maka satu (1) digit
oktal dapat mewakili tiga (3) digit biner.

3
2.4. Sistem Bilangan Heksadesimal
Sistem bilangan heksadesimal adalah suatu sistem atau cara
menghitung bilangan dengan menggunakan 16 simbol yaitu ‘0’ ,‘1’,
‘2’,’3’,’4’,’5’,’6’,’7’,’8’,’9’,
’A’,’B’, ’C’,’D’,’E’, dan ‘F’ bilangan ini sering disebut dengan sistem bilangan
berbasis atau radix 16. Identik dengan sistem bilangan oktal, sistem bilangan
heksadesimal juga digunakan untuk alternatif penyederhanaan sistem
pengkodean biner. Karena 16 = 24, maka satu (1) digit heksadesimal dapat
mewakili empat (4) digit biner.
2.5. Konversi Bilangan
Konversi bilangan adalah proses dimana suatu sistem bilangan
tertentu akan dirubah ke bentuk sistem bilangan yg lain. Sudah dikenal, dalam
bahasa komputer terdapat empat basis bilangan. Keempat bilangan itu adalah
Biner, Oktal, Desimal dan Hexadesimal. Keempat bilangan itu saling berkaitan
satu sama lain. Rumus atau cara mencarinya cukup mudah untuk dipelajari.
Konversi dari desimal ke non-desimal, hanya mencari sisa pembagiannya saja.
2.5.1. Konversi Bilangan Desimal ke Biner
Cara untuk mengubah bilangan desimal ke biner adalah dengan
membagi bilangan desimal yang akan diubah, secara berturut-turut
dengan pembagi 2, dengan memperhatikan sisa pembagiannya. Sisa
pembagian akan bernilai 0 atau 1, yang akan membentuk bilangan biner
dengan sisa yang terakhir menunjukkan MSBnya. Sebagai contoh, untuk
mengubah 5210 menjadi bilangan biner, diperlukan langkah-langkah
berikut :
52/2 = 26 sisa 0, LSB
26/2 = 13 sisa 0
13/2 = 6 sisa 1
6/2 = 3 sisa 0
3/2 = 1 sisa 1
½ = 0 sisa 1, MSB

4
Sehingga bilangan desimal 5210 dapat diubah menjadi bilangan biner
1101002.
Cara di atas juga bisa digunakan untuk mengubah sistem bilangan yang
lain, yaitu oktal atau heksadesimal.
Tabel 2.2. Daftar Bilangan Desimal dan Bilangan Biner Ekivalensinya
Biner
Desimal C (MSB) B A (LSB)
(4) (2) (1)
0 0 0 0
1 0 0 1
2 0 1 0
3 0 1 1
4 1 0 0
5 1 0 1
6 1 1 0
7 1 1 1

2.5.2. Konversi Bilangan Desimal ke Oktal


Teknik pembagian yang berurutan dapat digunakan untuk
mengubah bilangan desimal menjadi bilangan oktal. Bilangan desimal
yang akan diubah secara berturut-turut dibagi dengan 8 dan sisa
pembagiannya harus selalu dicatat. Sebagai contoh, untuk mengubah
bilangan 581910 ke oktal, langkah-langkahnya adalah :
5819/8 = 727, sisa 3, LSB
727/8 = 90, sisa 7
90/8 = 11, sisa 2
11/8 = 1, sisa 3
1/8 = 0, sisa 1, MSB
Sehingga 581910 = 132738
2.5.3. Konversi bilangan desimal ke heksadesimal.
Teknik pembagian yang berurutan dapat juga digunakan untuk
mengubah bilangan desimal menjadi bilangan heksadesimal. Bilangan
desimal yang akan diubah secara berturut-turut dibagi dengan 16 dan sisa
pembagiannya harus selalu dicatat. Sebagai contoh, untuk mengubah

5
bilangan 340810 menjadi bilangan heksadesimal, dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
3409/16 = 213, sisa 110 = 116, LSB
213/16 = 13, sisa 510 = 516
13/16 = 0, sisa 1310 = D16, MSB
Sehingga, 340910 = D5116.
2.5.4. Konversi bilangan biner ke desimal.
Seperti yang terlihat pada tabel 2.1. sistem bilangan biner adalah
suatu sistem posisional dimana tiap-tiap digit (bit) biner mempunyai bobot
tertentu berdasarkan atas posisinya terhadap titik biner seperti yang
ditunjukkan pada tabel 2.3.
Tabel 2.3. Daftar Bobot tiap bit Bilangan Biner dan Ekivalensinya dalam
desimal
24 23 22 21 20 2-1 2-2 2-3 Bobot tiap-tiap bit biner

Titik biner
16 8 4 2 1 0.5 0.25 0.125 Ekivalensinya dalam desimal
Titik desimal
Oleh karena itu bilangan biner dapat dikonversikan ke bilangan desimal
dengan cara menjumlahkan bobot dari masing-masing posisinya yang
bernilai 1.
Sebagai contoh, untuk mengubah bilangan biner 1100112 menjadi bilangan
desimal dapat dilakukan sebagai berikut:

1 1 0 0 1 1 Biner
25 + 24 + 21 + 20
32 + 16 + 2 + 1 = 51 Desimal
Sehingga bilangan biner 1100112 berubah menjadi bilangan desimal 5110.
Tabel 2.4. adalah contoh perubahan beberapa bilangan biner menjadi
bilangan desimal.

6
Tabel 2.4. Contoh Pengubahan Bilangan Biner menjadi Desimal

Kolom biner Desimal


Biner
32 16 8 4 2 1
1110 - - 1 1 1 0 8 + 4 + 2 + 0 =14
1011 - - 1 0 1 1 8 + 0 + 2 + 1 =11
11001 - 1 1 0 0 1 16+ 8 + 0 + 0 + 1 =25
10111 - 1 0 1 1 1 16+ 0 + 4 + 2 + 1 =23
110011 1 1 0 0 1 1 32+16+ 0 + 0 + 2 + 1 = 51

Cara lain untuk mengkonversikan bilangan biner menjadi bilangan desimal


dapat dilakukan dengan cara menjumlahkan angka 2 dengan pangkat
koefisien biner yang berharga 1. Sebagai contoh, untuk mengubah
bilangan 101112 menjadi bilangan desimal, dilakukan dengan langkah-
langkah sebagai berikut :
101112 = 1x 24 + 0x 23 + 1x 22 + 1x 21 + 1x 20 = 2310

2.5.5. Konversi bilangan biner ke oktal

Konversi dari bilangan biner ke bilangan oktal dilakukan dengan


mengelompokkan setiap tiga digit biner dimulai dari digit paling
kanan(LSB). Kemudian, setiap kelompok diubah secara terpisah ke
dalam bilangan octal.

Sebagai contoh, bilangan 111100110012 dapat dikelompokkan menjadi:


11 110 011 001, sehingga:
112 = 38, MSB
1102 = 68
0112 = 38
0012 = 18, LSB
Jadi, bilangan biner 111100110012 apabila diubah menjadi bilangan oktal
= 36318.
2.5.6. Konversi bilangan Biner ke Heksadesimal
Bilangan biner dapat diubah menjadi bilangan heksadesimal
dengan cara mengelompokkan setiap empat digit dari bilangan biner

7
tersebut dimulai dari digit paling kanan (LSB). Kemudian, setiap
kelompok diubah secara terpisah ke dalam bilangan heksadesimal.
Sebagai contoh, 01001111010111102 dapat dikelompokkan menjadi: 0100
1111 0101 1110. Sehingga:
01002 = 416, MSB
11112 = F16
01012 = 516
11102 = E16, LSB
Dengan demikian, bilangan 01001111010111102 = 4F5E16.
2.5.7. Konversi Bilangan Oktal ke Desimal.
Sistem bilangan oktal adalah suatu sistem posisional dimana tiap-
tiap digit oktal mempunyai bobot tertentu berdasarkan atas posisinya
terhadap titik oktal seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.5.
Tabel 2.5. Daftar Bobot tiap digit bilangan oktal dan ekivalensinya dalam desimal
84 83 82 81 80 8-1 8-2 Bobot tiap-tiap digit oktal

Titik oktal
4096 512 64 8 1 0.125 0.015625 Ekivalensinya dalam desimal
Titik desimal

Oleh karena itu bilangan oktal dapat dikonversikan ke bilangan desimal


dengan cara menjumlahkan bobot kali nilai-nilai dari masing-masing
posisinya.
Sebagai contoh, untuk mengubah bilangan oktal 3728 menjadi bilangan
desimal dapat dilakukan sebagai berikut:
3 7 2 Oktal
3x82 + 7x81 + 2x80
192 + 56 + 2 = 250 Desimal
Sehingga bilangan oktal 3728 berubah menjadi bilangan desimal 25010.

8
2.5.8. Konversi bilangan oktal ke biner.
Konversi dari bilangan oktal ke bilangan biner dilakukan dengan
cara mengubah setiap digit pada bilangan oktal secara terpisah menjadi
ekivalen biner 3 digit, seperti yang terlihat pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6. Ekivalen setiap digit bilangan oktal menjadi 3 bit bilangan biner
Digit oktal 0 1 2 3 4 5 6 7
Ekivalen biner 000 001 010 011 100 101 110 111
3 bit

Sebagai contoh, bilangan oktal 35278 dapat diubah menjadi bilangan biner
dengan cara sebagai berikut:
38 = 0112, MSB
58 = 1012
28 = 0102
78 = 1112, LSB
Sehingga bilangan oktal 35278 sama dengan bilangan biner 011 101 010
1112.
2.5.9. Konversi bilangan oktal ke heksadesimal.
Konversi dari bilangan oktal ke bilangan
heksadesimal dapat dilakukan dengan cara mengubah bilangan oktal ke
bilangan biner atau ke bilangan desimal terlebih dahulu. Sebagai contoh,
bilangan oktal 3278 dapat diubah menjadi bilangan heksadesimal dengan
cara diubah dulu ke bilangan desimal, sebagai berikut:

Oktal 3 2 7
Desimal 3x82 + 2x81 + 7x80 = 215

Selanjutnya hasil bilangan desimal diubah ke bilangan heksadesimal,


215/16 = 13, sisa 710 = 716, LSB
13/16 = 0, sisa 1310 = D16, MSB

9
Sehingga, 3278 = 215 10 = D716.
Cara lain diubah dulu ke bilangan biner, sebagai berikut:
Oktal 3 2 7
Biner 011 010 111

Selanjutnya hasil bilangan biner dikelompokkan setiap empat bit dimulai


dari digit paling kanan (LSB). Kemudian, setiap kelompok diubah secara
terpisah ke dalam bilangan heksadesimal.
Biner 0 1101 0111
Heksadesimal 0 D 7
Sehingga, 3278 = 110101112 = D716.
2.5.10. Konversi Bilangan Heksadesimal ke Desimal
Sistem bilangan heksadesimal adalah suatu sistem posisional
dimana tiap-tiap digit heksadesimal mempunyai bobot tertentu
berdasarkan atas posisinya terhadap titik heksadesimal seperti yang
ditunjukkan pada tabel 2.7.
Tabel 2.7. Daftar Bobot tiap digit bilangan heksadesimal dan ekivalensinya
dalam desimal
162 161 160 16-1 16-2 Bobot tiap-tiap digit
heksadesimal
Titik heksadesimal
256 16 1 0.0625 0.00390625 Ekivalensinya dalam desimal
Titik desimal

Oleh karena itu bilangan heksadesimal dapat dikonversikan ke bilangan


desimal dengan cara menjumlahkan bobot kali nilai-nilai dari masing-
masing posisinya.
Sebagai contoh, bilangan heksadesimal 152B16 dapat diubah menjadi
bilangan desimal dengan cara sebagai berikut:

152B16 = (1 x 163) + (5 x 162) + (2 x 161) + (11 x 160)

10
= 1 x 4096 + 5 x 256 + 2 x 16 + 11 x 1
= 4096 + 1280 + 32 + 11
= 541910
Sehingga, 152B16 = 541910
2.5.11. Konversi bilangan heksadesimal ke biner.
Konversi dari bilangan heksadesimal ke bilangan biner dapat
dilakukan dengan cara mengubah setiap digit pada bilangan heksadesimal
secara terpisah menjadi ekivalen biner 4 bit, seperti yang terlihat pada
Tabel 2.8.
Tabel 2.8. Ekivalen setiap digit dari bilangan heksadesimal menjadi 4
bit bilangan biner
Digit Heksadesimal Ekivalen biner 4 bit
0 0000
1 0001
2 0010
3 0011
4 0100
5 0101
6 0110
7 0111
8 1000
9 1001
A 1010
B 1011
C 1100
D 1101
E 1110
F 1111

Sebagai contoh, bilangan heksadesimal 2A5C16 dapat diubah ke bilangan


biner sebagai berikut.
216 = 0010, MSB
A16 = 1010
516 = 0101
C16 = 1100, LSB

11
Sehingga, bilangan heksadesimal 2A5C16 dapat diubah menjaid bilng
an biner 0010 1010 0101 11002.
2.5.12. Konversi bilangan heksadesimal ke oktal.
Konversi dari bilangan heksadesimal ke bilangan oktal
dapat dilakukan dengan cara mengubah bilangan heksadesimal ke
bilangan biner atau ke bilangan desimal terlebih dahulu.
Sebagai contoh, bilangan heksadesimal 9F216 dapat diubah menjadi
bilangan oktal dengan cara diubah dulu ke bilangan desimal, sebagai
berikut:

Heksadesimal 9 F 2
Desimal 9x162 + 15x161 + 2x160 =
2304 + 240 + 2 = 254610

Selanjutnya hasil bilangan desimal diubah ke bilangan oktal,


2546/8 = 318, sisa 210 = 28, LSB
318/8 = 39, sisa 610 = 68,
39/8 = 4, sisa 710 = 78,
4/8 = 0, sisa 410 = 48, MSB

Sehingga, 9F216 = 2546 10 = 47628.


Cara lain diubah dulu ke bilangan biner, sebagai berikut:
Heksadesimal 9 F 2
Biner 1001 1111 0010
Selanjutnya hasil bilangan biner dikelompokkan setiap tiga bit dimulai dari
digit paling kanan (LSB). Kemudian, setiap kelompok diubah secara
terpisah ke dalam bilangan heksadesimal.

Biner 100 111 110 010


Heksadesimal 4 7 6 2
Sehingga, 9F216 = 1001111100102 = 47628.

12
2.6. Bilangan Biner Pecahan
Dalam sistem bilangan desimal, bilangan pecahan disajikan dengan
menggunakan titik desimal. Digit-digit yang berada di sebelah kiri titik desimal
mempunyai nilai eksponen yang semakin besar, dan digit-digit yang berada di
sebelah kanan titik desimal mempunyai nilai eksponen yang semakin kecil.
Sehingga,
0.110 = 10-1 = 1/10
0.1010 = 10-2- = 1/100
0.2 = 2 x 0.1 = 2 x 10-1, dan seterusnya.
Cara yang sama juga bisa digunakan untuk menyajikan bilangan biner pecahan.
Sehingga,
0.12 = 2-1 = ½, dan
0.012 = 2-2- = ½2 = ¼
Sebagai contoh,
0.1112 = 1/2 + 1/4 + 1/8
= 0.5 + 0.25 + 0.125
= 0.87510
101.1012 = 4 + 0 + 1+ ½ + 0 + 1/8
= 5 + 0.625
= 5.62510
Pengubahan bilangan pecahan dari desimal ke biner dapat dilakukan
dengan cara mengalikan bagian pecahan dari bilangan desimal tersebut dengan 2,
bagian bulat dari hasil perkalian merupakan pecahan dalam bit biner. Proses
perkalian diteruskan pada sisa sebelumnya sampai hasil perkalian sama dengan 1
atau sampai ketelitian yang diinginkan. Bit biner pertama yang diperoleh
merupakan MSB dari bilangan biner pecahan. Sebagai contoh, untuk mengubah
0.62510 menjadi bilangan biner dapat dilaksanakan dengan.

0.625 x 2 = 1.25, bagian bulat = 1 (MSB), sisa = 0.25


0.25 x 2 = 0.5, bagian bulat = 0, sisa = 0.5
0.5 x 2 = 1.0, bagian bulat = 1 (LSB), tanpa sisa

13
Sehingga,
0.62510 = 0.1012
2.7 Contoh Soal dan Penyelesaiannya

1. Konversi Sistem Bilangan Desimal ke Binari:


45(10) = …. (2)
Caranya:
45 : 2 = 22 sisa 1
22 : 2 = 11 sisa 0
11 : 2 = 5 sisa 1
5 : 2 = 2 sisa 1
2 : 2 = 1 sisa 0
Sehingga 45(10) = 10110(2)
2. Konversi Desimal ke Oktal
385(10) = …. (8)
Caranya:
385 : 8 = 48 sisa 1
48 : 8 = 6 sisa 0
Sehingga 385(10) = 601(8)
3. Konversi Desimal ke Hexadesimal
1583(10) = …. (16)
Caranya:
1583 : 16 = 98 sisa 15 = F
98 : 16 = 6 sisa 2
Sehingga 1583(10) = 62F(8)
4. Konversi Oktal ke Desimal
324(8) = …. (10)
Caranya:
324(8) = 3 x 8² + 2 x 8′ + 4 x 8°
= (3 X 64) + (2 X 8) + (4 x 1)
= 192 + 16 + 4

14
= 212(10)
Jadi, 324(8) = 212(10)
5. Konversi Binari ke Desimal
101101(2) = …. (10)
Caranya:
101101 = (1 x 2^5) + (0 x 2^4) + (1 x 2³) + (1 x 2²) + (0 x 2′) +
(1 x 2°)
= (1 x 32) + (0 x 16) + (1 x 8) + (1 x 4) + (0 x 2) + (1 x 1)
= 32 + 0 + 8 + 4 + 0 + 1
= 45
Sehingga 101101(2) = 45(10)

15
B. PANGKAT

Bilangan berpangkat , yaitu merupakan bilangan penyederhana dari


sebuah bilangan yang di kalikan , atau untuk lebih.
an = a x a x a x a x . . . .x n ( Sebanyak n )
Keterangan :
an = bilangan berpangkat
a = bilangan pokok
n = pangkat
3.1 Jenis – Jenis Bilangan Berpangkat

3.1.1 Bilangan Berpangkat Bulat Positif

yaitu merupakan penyederhanaan dari seatu perkalian bilangan bulat yang


memiliki faktor yang sama.

Apabila dirumuskan adalah :

an = a x a x a x a x . . . .x n ( Sebanyak n )

Ket:

a = bilangan dasar ( bilangan pokok )

n = pangkat ( eksponen )

Contoh :

25 = 2 x 2 x 2 x 2 x 2 = 32

72 = 7 x 7 = 49

16
Pembuktian Sifat-Ssifat Bilangan Pangkat Positif
No Sifat-sifat Bukti Contoh
.
1. am x am x an = (a x a x a x…x a) x (a x a x a. 23 x 25 = 23+5=28
an = a m+n a x…x a) b. a4 x a5 = a4+5 = a9
m faktor n c. (2x + 3)2 (2x + 3)3
factor = (2x + 3)2+3
= a x a x a x a x a ……x a = (2x + 3)5
(m + n) faktor
= am+n
2. am : am am-n+n am-n . a. 36 – 34 = 36-4 = 32
an = am-n, an an
m>n an =
an =
an =
am- b. (a-1)5
n
. an = m-n
a .1 (a-1)2 =
(a-1)3

= am-n

3. (am)n = am (am)n = am x am x am x …(am) a. (23)4 = (2)3x4= 212


xn
n faktor
= (a x a x …) x (a x a x …x…x(a x a b. (x2)3 = (x)2x3 = x6
x …)
m faktor m
faktor
n faktor
= a x a x a x a x a = ... ... ... x a
(m x n ) faktor
= (a)mn

17
4. (a x (a x b)n = (a x b) x (a x b) x….x a. (2 x 3)4 = 24 x 34
b)n = an x (axb)
bn n factor b.(a2 x b3)4 =a8 x b12
= (a x a x …x a) x (b x b x …
x b)
n faktor n
faktor
= an x bn
5. ( ( a )n = a/b x a/b x a/b x …x a/b a. (
a )n = an
b n faktor 2/3)2 = 22/32
= a x a x a x … x a , n
b faktor
bn b x b x b x … x b , n
factor b. (a/b)3 = a3/b3
= an
bn

c. (a2/b3)4=a8/b12

3.1.2 Bilangan Berpangkat Bulat Negatif

Jika a € R , a ≠ 0 dan n € bilangan positif, maka a-n . 1 = 1 dan a-n = 1


a-n an
dari definisi di atas dapat kita tunjukkan, dengan menggunakan sifat bentuk
pangkat bulat positif dan nol yaitu sebagai berikut:
an . a-n = an+(-n)
an . a-n = ao
an . a-n = 1
bagilah kedua ruas dengan an , sehingga diperoleh:
an . a-n = 1 → an . a-n = 1 → 1 . a-n = 1 → a-n = 1
an an an an an an

18
a. Pengertian Pangkat Nol
Untuk setiap a € R, maka ao = 1 (oo tidak didefinisikan)
Gunakan sifat-sifat bilangan pangkat bulat positif, untuk membuktikan alasan
pendefinisian.
ao . an = ao+n = an bagilah kedua ruas dengan an sehingga
diperoleh: ao+n = an
an an
ao . an = an
an an
ao (1) = 1
ao = 1

3.2 Sifat – Sifat Bilangan Berpangkat

Untuk dapat megerjakan permasalahan – permasalahan di dalam soal


bilangan berpangkat , kita harus mengetahui sifat – sifat bilangan berpangkat
supaya kita dalam mengerjakannya kita memiliki tata aturan dasar atau sebagai
pacuan dalam mengerjakannya dan supaya mempermudah dalam
mengerjakannya .

Sifat – sifat bilangan berpangkat adalah sebagai berikut :

3.2.1 Perkalian Bilangan Berpangkat

Dalam perkalian bilangan berpangkat , maka berlaku sifat seperti di bawah ini :

Contoh :

 22 x 26 = 2 2+6 = 28
 32 x 32 = 2 2+2 = 24

19
3.2.2 Pembagian Bilangan Berpangkat

Dalam pembagian bilangan berpangkat berlaku rumus :

Contoh :

 36 : 32 = 2 6-2 = 24
 66 : 63 = 66-3 = 63

3.3 Sifat Pemangkatan Bilangan Berpangkat

Apabila ada suatu bilangan berpagkat yang di pangkatkan lagi ,maka berlaku
rumus :

(am)n = a m x n

Contoh :

( 23 ) 2 = 2 3 x 2 = 2

3.4 Sifat Perpangkatan Suatu Perkalian atau pembagian

 Apabila ada dua bilangan bulat yang dikalikan dan di pangkatkan maka
berlaku rumus :

( a x b ) n = an x b n

 Apabila ada dua bilangan bulat yang di bagi dan di pangkatkan maka
berlaku rumus :

( a : b ) n = an : bn

20
3.5 Contoh Soal dan Penyelesaiannya

1. Sederhanakan bentuk bilangan berpangkat berikut.

Jawab:

< = >( P6 / q -9 ) ( 4q2 /p6 )

< = >( P6 : 1/ q 9 ) (4q2 . p-6 )

< = > (P6 . q 9 ) (4q2 . p-6 )

< = > 4. P6 + (-6) . q 9+2

<= > 4. P0 . q 11

< = > 4.1. q 11

< = > 4 q 11

2. Sederhanakan bentuk bilangan berpangkat berikut.

Jawab:

< = > 2x3 : x -2 + 4x6 : x -2

< = > 2x3 : 1/ x2 + 4x6 : 1/ x2

< = > 2x3 . x2 + 4x6 . x 2

< = > 2 x3 + 2 + 4 x6 + 2

< = > 2 x5 + 4x8

3. Tentukan hasil dari bentuk pangkat berikut.

53 x 54 = 53x 54 = 5 3+ 4 = 57

21
4. Tentukan hasil dari bentuk pangkat berikut.
( -3 ) 6 x ( -3 ) 9 = ( -3 )6x ( -3 )9 = ( – 3 ) 6 + 9 = ( – 3 ) 15
5. Tentukan hasil dari bentuk pangkat berikut.
( – 2 ) 10 x ( -2 ) 20 = ( – 2 )10x ( -2 ) 20 = ( -2 ) 10 + 20 = ( -2 ) 30

C. AKAR
Akar bilangan merupakan perpangkatan dengan pangkat/eksponen bilangan
pecahan. Pangkat bilangan pecahan disebut juga pangkat rasional.

4.1 Pengertian bilangan rasional

Bilangan rasional adalah bilangan yang dapat dinyatakan dalam bentuk


pecahan a/b, perbandingan dua bilangan bulat a dan b dengan b 0 (ditulis a/b)
atau sebagai bentuk desimal yang berakhir/berulang secara periodik.
Contoh:
Nyatakan bilangan-bilangan berikut sebagai perbandingan dua bilangan bulat !
a. 6 b. -30 c. 25% d. 0,4 e. √4
Jawab:
a. 6 = 12 b. -90 .
2 3
c. 2 5 = ¼ d. 0,4 = 4
100 10
e. √4 = 2 = 2/1

4.2 Menyederhanakan Bentuk Akar Kuadrat


Menyederhanakan bentuk akar kuadrat dapat dilakukan dengan menggunakan
sifat-sifat bentuk akar. Sifat-sifat tersebut dapat dibuktikan dengan pengertian
dasar bentuk akar kuadrat.

Sifat-sifat Bentuk Akar Kuadrat

22
NO. Sifat-sifat Bukti Contoh
1. (√x)2 = x √x = a ↔ x = a2 a. (√5)2 = 5
Maka (√x)2 = (a)2 = x b. (√2a)2 = 2a
c. (√x + 1)2 = x +
2√x + 1
2. √xy = √x . √y √x = a ↔ x = a2 √48 = √16
dan x3 = √16 x √3
√y = b ↔ y = b2, maka = 4√3
√xy = √a2 . b2 4√150 = 4√25 x 6
= √(ab)2 = a b = = 4 √25 x √6
√x . √y = 4 (5) x √6
= 20√6
3. √x/y = √x √x = a Jika dan hanya
√y
jika x = a2 √64/49 = √64 = 8
√49 7
√y = b Jika dan hanya jika
y = b2
Maka,
√x/y = √a2/b2 = √(a/b)2
= a = √x
b √y
4. Silahkan buktikan 3
√8 = (8)⅓
n
√an = (an)1/n = a Sebagai latihan! = (23)⅓
, = 23/3 = 1
a ≥0
5. Silahkan buktikan
n
√an b = n√an x n√b Sebagai latihan! √72 = √36 x 2 = √36 x
= a n√b, √2
A dan b ≥0 = (62)1/2
x √2
= 6 √2

23
4.3 Operasi Aljabar Pada Bentuk Akar Kuadrat
Dengan menggunakan sifat pada bilangan real, pengertian bentuk akar
dan sifat-sifatnya maka kita dapat melakukan operasi aljabar pada bentuk
akar. Operasi aljabar yang dimaksud adalah penjumlahan, pengurangan,
perkalian, dan pembagian. Operasi aljabar pada bentuk akar digunakan untuk
menyederhanakan bentuk akar.

4.4 Penjumlahan dan Pengurangan Bentuk Akar


Operasi penjumlahan dan pengurangan bentuk akar.
Jika a , b, dan c anggota bilangan real, maka a√c + b√c = (a+b)√c
dan
a√c - b√c = (a-b)√c
Pembuktian sifat penjumlahan dan pengurangan bentuk akar dapat dilakukan
dengan menggunakan sifat distributif perkalian terhadap
penjumlahan/pengurangan bilangan real. Sifat ini berlaku pada bilangan rasional
atau irracional sebab kedua bilangan itu termasuk bilangan real.
a√c + b√c = (a+b)√c (sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan)
a√c - b√c = (a-b)√c (sifat distributif perkalian terhadap pengurangan)
Rumus-rumus yang dapat digunakan pada operasi aljabar adalah sebagai berikut:
1. a√c + b√c = (a+b)√c
2. a√c - b√c = (a-b)√c
3. b n√ a x d n√ c = bd n √ac
4. b n√ a : d n√ c = b/d n √a/c
n
√ a dan n√ c ada nilainya dan n bilangan bulat positif lebih dari satu atau sama
dengan dua.

4.5 Perkalian Bentuk Akar


Operasi Perkalian bentuk akar
Jika x , y anggota bilangan real positif, maka:
√ x . √y = √xy

24
4.6 Pembagian Bentuk Akar
Operasi Pembagian Bentuk Akar
Jika x , y anggota bilangan real positif, maka
√x/y=√x √y

4.7 Merasionalkan Penyebut


Jika kita menemukan bentuk pecahan dengan penyebut bentuk akar,
maka untuk menyederhanakan bentuk pecahan tersebut kita dapat menghilangkan
bentuk akar penyebutnya. Proses menghilangkan bentuk akar pada penyebut
dinamakan merasionalkan penyebut.
Untuk merasionalkan penyebut kita harus mengalikan pembilang dan penyebut
dengan pecahan faktor yang sama yang dapat merasionalkan penyebut. Untuk
memudahkan bagaimana cara merasionalkan penyebut, anda pahami dulu hal-hal
berikut:
1. √a x √a akan menghasilkan bilangan rasional a
2. ( a + √b) x ( a - √b) akan menghasilkan bilangan rasional a2 - b
3. (√a + √b) x (√a - √b) akan menghasilkan bilangan rasional a - b
Pembuktian:
1. √a x √a = √a2 = a
2. ( a + √b) x ( a - √b) = a2 – a √b + a √b - (√b)2 = a2 - b
3 (√a + √b) x (√a - √b) = (√a )2 - √a . √b + √a . √b - (√b)2 = a – b

25
4.8 Contoh Soal dan Penyelesaiannya

1. Sederhanakan :
5√24 + 3√3(√18 + 2√32)
Jawab :
5√24 + 3√3(√18 + 2√32)
= 5√4 √6 + 3√3 √18 + 3√3 . 2√32
=5.2 √6 + 3√3 √9√2 + 3√3 .2√16√2
= 10√6 + 3√3 .3√2 + 3√3 . 2 .4√2
= 10√6 + 9√6 + 24√6 = 43√6

2. Sederhanakan:
(1 + 3√2) − (4 − √50)
Jawab:
(1 + 3√2) − (4 − √50)
= 1 + 3√2 − 4 + √50
= 1 + 3√2 − 4 + √25 √2
= 1 + 3√2 − 4 + 5√2
= − 3 + 8√2 atau = 8√2 – 3

3. Sederhanakan bentuk berikut:

Jawab:

26
4. Hitung dan sederhanakan bentuk akar berikut ini.
8√3 + 6 √2 + 12√3 − 4√2

Jawab:
= 8√3 + 12√3 + 6√2 − 4√2

= (8 + 12)√3 + (4 − 2)√2

= 20√3 + 2√2

5. Sederhanakan bentuk berikut.

Jawab:

27
D. LOGARITMA

Logaritma adalah invers dari bentuk eksponen (pangkat), yaitu mencari


pangkat dari suatu bilangan pokok hingga hasilnya sesuai dengan yang telah
diketahui berdasarkan uraian tersebut.
Bentuk an dikenal sebagai bilangan berpangkat. a disebut basis dan n
disebut pangkat atau eksponen. Jika nilai a dan n diketahui, maka nilai b =
an dapat dihitung dan b disebut numerus. Sebaliknya, bagaimana cara
menentukan nilai n apabila yang diketahui nilai a dan b ?.silakan anda pahami
bentuk kesamaan
24 = 16, didapat bahwa 4 adalah bilangan n yang diperlukan agar bilangan
berpangkat 2n = 16.
4 disebut logaritma dari 16 berbasis 2 dan ditulis 4 = 2log 16.
Dengan demikian secara umum Logaritma dapat didefinisikan sebagai berikut:
alog b = c ↔ ac = b, dengan syarat a ≠ 1 dan a, b > 0
a disebut bilangan pokok (basis) logaritma
Apabila dalam penulisan logaritma tidak dicantumkan bilangan pokoknya, maka
dianggap bilangan pokoknya adalah 10.
Contoh:
10log 10 = log 10 = 1 dan 10log 100 = log 100 = 2

5.1 Sifat-Sifat Logaritma

5.1.1 Logaritma dari perkalian


Logaritma dari perkalian 2 bilangan sama dengan penjumlahan logaritma
dari masing-masing bilangan, didefinisikan sebagai berikut:
alog MN = alog m + alog n, dengan syarat a ≠ 1 dan a, M, N > 0
Pembuktian:
Misal M = an ↔ alog M = p dan N = aq ↔ alog N = q sehingga MN
= ar ↔ alog MN = r
Karena ar = MN, maka alog MN = r = p + q = alog M + alog N ( terbukti).
5.1.2 Logaritma dari pembagian

28
Logaritma dari pembagian 2 bilangan sama dengan logaritma dari
pembilang dikurangi logaritma dari penyebutnya, didefinisikan sebagai berikut:
alog(M : N) = alog m – alog n, dengan syarat a ≠ 1 dan a, M, N > 0
Pembuktian:
Misal M = an ↔ alog M = p dan N = aq ↔ alog N = q sehingga M:N =
ar ↔ alog M : N = r
Karena ar = M : N, maka alog ( M : N ) = r = p - q = alog M - alog N (
terbukti).

5.1.3 Logaritma dari perpangkatan

Logaritma dari perpangkatan suatu bilangan adalah perkalian dari bilangan


pangkat dengan logaritma bilangan pokok.
alog Mp = p. alog M, dengan a ≠ 0, dan a, M, p > 0.

5.1.4 Mengubah basis logaritma

Logaritma suatu bilangan sama dengan logaritma bilangan tersebut dibagi


dengan logaritma dari basisnya, didefinisikan sebagai berikut:
Mlog N = aLog N
aLog M , dengan syarat a, M ≠ 1 dan a, M, N > 0
Pembuktian:
Misal M = ap ↔ alog M = p
N = aq ↔ alog N = q
Maka MLOG N = ap log aq = q .ap log a = q .ap log (ap)1/p = q/p =
alog N
alog M (terbukti).
5.1.5 Perpangkatan dengan logaritma

Perpangkatan statu bilangan (a) dengan logaritmo sebuah bilangan (M)


dengan basis sama dengan bilangan pokok (a) didefinisikan sebagai
berikut:

29
alog M
a =M, dengan syarat a ≠ 1 dan a, M > 0
Pembuktian:
Misal alog M = p ↔ ap = M
Maka = alog M
a = ap
= M (terbukti).

5.2 Contoh Soal dan Penyelesaiannya


1.

2.

30
3.

4.

5.

31
32
BAB III

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

1. Dari makalah yang dapat disimpulkan bahwa dalam sistem penulisan bilangan
komputer terdapat beberapa sistem penulisan, yaitu: sistem bilangan biner, sistem
bilang desimal dan sistem bilangan hexadesimal.Beberapa sistem ini sangat
diperlukan dalam penulisan bilangan komputer, terutama sistem bilangan biner,
kerena sistem bilangan ini merupakan dasar dari penulisan system bilangan lain.

2. Jika a bilangan real dan n bilangan bulat posotif, maka a pangkat n


atau pangkat n dari a ditulis an yaitu: an = a x a x a x ... x a yang terdiri dari
n buah faktor.
a disebut bilangan pokok/basis dan n disebut pangkat/eksponen.

3. Sifat-sifat bilangan pangkat positif;


Jika m, n € A dan a € R, maka:
am x an = a m+n
am : an = am-n, m>n
(am)n = amxn
(a x b)n = an x bn
(a : b)n = an : bn

4. Bentuk akar hádala bentuk bilangan-bilangan di bawah tanda akar bila ditarik
akarnya tidak dapat menghasilkan bilangan rasional.
Misal √2, √3, √5 adalah bentuk akar dan √4, √9, √16 adalah bukan bentuk akar
.
5. Definisi logaritma:
a
log b = c ↔ ac = b, dengan syarat a ≠ 1 dan a, b > 0
a disebut bilangan pokok (basis) logaritma
a. Sifat-sifat logaritma:

33
1. a
log M.N = alog m + alog n, dengan syarat a ≠ 1 dan a, M, N > 0
2. a
log(M : N) = alog m – alog n, dengan syarat a ≠ 1 dan a, M, N > 0
3. a
log Mp = p. alog M, dengan a ≠ 0, dan a, M, p > 0
M
4. log N = aLog N
a
Log M , dengan syarat a, M ≠ 1 dan a, M, N > 0
a
log M
5. a =M, dengan syarat a ≠ 1 dan a, M > 0
a
6. log b . b log c . c log d = alog d
7. an
Log bm = m a
log b
n
a
8. log 1 = 0
a
9. log an = n
a
10. log b = 1
b
log a

6.2 Saran

Penulis menyadari banyak terdapat kekeliruan dalam penulisan makalah


ini, maka penulis mengharapkan masukan dan kritikan yang membangun dari para
pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Atas masukan kritikan dan sarannya,
penulis ucapkan terima kasih.

34

Anda mungkin juga menyukai