Jbptitbpp GDL Fgdfsetowahyud 27440 2 2007ta 2
Jbptitbpp GDL Fgdfsetowahyud 27440 2 2007ta 2
BAB 2
DASAR TEORI
2.1
UMUM
Pada bab 2 ini akan dibahas formulasi perhitungan pada perencanaan kolom serta
persyaratan-persyaratan yang ada dari peraturan yang ditetapkan sebagai bahan acuan
perhitungan. Semua perhitungan desain pada Tugas Akhir ini mengacu pada SNI-031729-2002 yang digunakan di Indonesia dan juga acuan yang lain yaitu AISC-LRFD
1999 sebagai pelengkap. Berdasarkan literatur-literatur tersebut diharapkan penulis
dapat membahas semua teori yang akan digunakan pada saat penyusunan dan
perhitungan pengerjaan Tugas Akhir ini.
Pada dasarnya peraturan SNI-03-1729-2002 hanya memiliki sedikit perbedaan dengan
acuan AISC-LRFD 1999. Berikut ini adalah penjelasan tentang materi yang akan
dibahas dalam proses desain struktur baja.
Peraturan SNI-03-1729-2002 menggunakan prinsip LRFD yang berkembang saat ini,
desain dengan metode ASD sudah lama ditinggalkan karena dianggap tidak reliable
lagi pada kondisi saat ini. Adapun penjelasan mengenai kedua metode tersebut akan
dijelaskan dibawah ini.
a. LRFD (Load and Resistance Factor Design) yaitu di mana pembebanan pada
desain bangunan baja memiliki faktor beban Q (load factor) yang besarnya
ditentukan sesuai dengan fungsi bangunan dan jenis bebannya, sedangkan
kekuatan pada material memiliki faktor reduksi (R) yang mengurangi nilai
kekuatan tersebut akibat perbedaan jenis material, pelaksanaan metode konstruksi,
dan penyederhanaan dalam perhitungan. Kedua variabel tersebut merupakan
variabel yang saling bebas dan tidak mempengaruhi satu sama lain
Rn D .D + L .L + ...
Keterangan :
= faktor reduksi kekuatan
Rn = tahanan penampang
D, L = faktor beban
D, L = beban yang bekerja (D = beban mati, L = beban hidup)
b. ASD (Allowable Stress Design) yaitu dimana perhitungan kuat perlu pada struktur
tersebut dikalikan dengan suatu faktor keamanan. Metode ASD ini sudah tidak
dipakai lagi selama 20 tahun terakhir karena dianggap tidak bisa mendesain suatu
struktur dalam beberapa variasi pembebanan.
Pu
Rn =
SF
2-1
2-2
Bab 2 Dasar Teori
Sementara pada elemen multy story frame perhitungan nilai kc memakai 2 kondisi
yaitu sway dan non sway yang dapat dianalisis dari nomogram untuk mendapatkan
variabel Ga dan Gb. Variabel G merupakan variabel yang terkait dengan inersia
penampang dan panjang elemen.
Nilai tahanan lentur Mn didapat dari kedua kondisi tersebut, yaitu kc sway dan non
sway Kondisi non sway digunakan untuk menghitung tahanan kolom Mnt (moment
non-translated) dengan faktor amplifikasi yang disesuaikan, sementara kondisi sway
untuk menghitung Mlt (moment lateral translated) yang juga disesuaikan dengan
pengaruh faktor amplifikasinya. Perhitungan-perhitungan ini merupakan first order
elastic analysis di mana perubahan geometri struktur dan perubahan kekakuan
struktur akibat adanya gaya aksial diabaikan. Amplifikasi momen merupakan faktor
penting dalam perhitungan struktur yang memperhitungkan sway atau sidesway.
Faktor amplifikasi muncul akibat adanya momen tambahan akibat gaya lateral pada
struktur atau distribusi gaya vertikal yang tidak simetris. Faktor amplifikasi (b dan s)
didapatkan dari analisis yang memperhitungkan perpindahan struktur dalam arah
lateral dan gaya lateral yang ditanggung. Faktor amplifikasi tersebut kemudian
dikalikan dengan momen statis yang bekerja untuk mendapatkan besar momen
sesungguhnya. Namun dalam penulisan laporan Tugas Akhir ini tidak akan
dimasukkan faktor amplifikasi.
2-3
Bab 2 Dasar Teori
Mux
Nu
Muy
+
+
1
2 c Nn b Mnx b Mny
Keterangan :
Nu = beban aksial ultimit
Mu = momen ultimit
Nn = tahanan aksial penampang
Mn = tahanan lentur penampang
c = 0.85 (faktor reduksi tekan)
b = 0.9 (faktor reduksi lentur)
2.2
STABILITAS
Konsep stabilitas pada suatu struktur merupakan dapat dijelaskan sebagai kondisi
kesetimbangan. Sistem struktur yang diberikan gaya luar memiliki dua kondisi
displacement akibat gaya luar, yaitu :
a. Struktur dapat kembali ke posisi semula di mana struktur tersebut harus dalam
kondisi stabil
b. Struktur tidak dapat kembali ke posisi semula, akibatnya struktur tidak dapat
berfungsi sebagaimana mestinya. Kondisi struktur seperti ini disebut kondisi tidak
stabil (instabilitas)
Instabilitas adalah kondisi di mana struktur mengalami perubahan geometri sehingga
tidak lagi menahan beban sebagaimana mestinya. Masalah stabilitas dalam elemen
struktur merupakan hal yang penting yang perlu diperhitungkan dalam kondisi Limit
States Design. Struktur baja memiliki beberapa masalah dalam stabilitas dan semua
harus diperhitungkan terutama pada elemen balok dan kolom. Tegangan tekan dan
regangan merupakan hasil dari beban aksial dan beban momen (flexural bending)
2-4
Bab 2 Dasar Teori
Lp = 1,76ry
E
untuk profil HWF dan IWF
fy
Lp = 0,13Ery
JA
untuk profil Square dan Tubular HSS
Mp
X 1
2
Lr = ry 1 + 1 + X 2 f L untuk profil HWF dan IWF
fL
Lr = 2 Ery
JA
untuk profil Square dan Tubular HSS
Mr
Keterangan :
Lp = panjang bentang maksimum untuk balok yang mampu menerima momen plastis
Lr = panjang bentang minimum untuk balok yang kekuatannya mulai ditentukan oleh
momen kritis tekuk torsi lateral
E = Modulus elastisitas
ry = radius girasi sumbu Y
J = konstanta puntir torsi
A = luas penampang
2-5
Bab 2 Dasar Teori
STABILITAS AKSIAL
Teori stabilitas elastis pertama kali dikembangkan oleh Euler pada abad ke 18. Hasil
analisis berdasarkan pada teori Euler yang dianggap tidak konservatif karena
mengasumsikan bahwa material akan berperilaku elastis pada kondisi apapun.
a. Sistem Elastis Euler Buckling
Sistem Elastis Euler Buckling terjadi pada elemen kolom diberi beban aksial sebesar
N dan beban aksial tersebut ditambahkan hingga kolom mencapai batas lelehnya.
Namun akan terdapat deviasi awal pada pembebanan tersebut yang menyebabkan
elemen kolom dapat berdeformasi lateral. Deformasi lateral ini akan kembali ke posisi
semula pada saat beban aksial yang dikenakan berada di bawah beban aksial kritis
(Ncr). Jika beban kitis ini dikenakan, maka elemen tersebut tidak lagi berada dalam
kondisi stabil. Elemen ini akan berubah menjadi tidak stabil atau dalam prosesnya
disebut buckling.
Defleksi dari beban aksial ini merupakan fungsi dari gelombang sinusoidal yang
solusi deformasinya dapat diselesaikan dengan perhitungan diferensial. Sehingga dari
penurunan rumus ini dapat dilihat bahwa Ncr bisa diperoleh dari perhitungan ini.
y = A sin kx + B cos kx
Keterangan :
A, B = Konstanta
sin kx, cos kx = fungsi deformasi gelombang
Dari hasil tersebut didapatkan :
NL2
=2
EI
2-6
Bab 2 Dasar Teori
Ncr =
n 2 . 2 EI
(kc.L )2
Fenomena tekuk lokal adalah terjadinya tekuk setempat pada bagian penyusun
penampang tanpa memperlihatkan tekuk secara keseluruhan. Untuk mencegah
terjadinya tekuk lokal maka suatu penampang harus dikelompokkan menjadi tiga
yaitu kompak, tidak kompak, dan langsing. Di mana ketiga kriteria di atas memiliki
perbedaan perilaku dan perhitungan.
2-7
Bab 2 Dasar Teori
Nilai faktor panjang tekuk kc tergantung pada kekangan rotasi dan translasi pada
ujung-ujung komponen struktur. Untuk komponen tunggal perhitungan nilai kc dapat
dapat langsung dicari dengan melihat gambar 2.1. Sementara untuk komponen
struktur rangka atau portal, maka nilai kc dicari dari persamaan Ga dan Gb.
2-8
Bab 2 Dasar Teori
Nilai Ga dan Gb ini dibagi atas struktur dengan rangka yang bergoyang dan tak
bergoyang. Untuk komponen struktur tak begoyang, kekangan translasi ujungnya
dianggap tak hingga. Dan untuk komponen struktur yang bergoyang dianggap
kekangan translasinya dianggap nol. Ga dan Gb adalah perbandingan antara kekakuan
komponen struktur dengan tekan dominan terhadap kekakuan pada masing-masing
ujung A dan B. Nilai yang didapatkan tersebut akan dihitung dengan menggunakan
nomogram untuk mendapatkan nilai kc sesuai dengan kondisi bergoyang atau takbergoyang.
Nilai G suatu komponen struktur pada rangka portal dapat ditentukan sebagai berikut :
I
G=
kolom
Balok
Persamaan untuk menghitung nilai G di atas ditambahkan syarat yang berlaku sebagai
berikut :
a. Untuk komponen struktur tekan yang dasarnya tidak terhubungkan secara kaku pada
pondasi nilai G tidak boleh diambil kurang dari 10, kecuali bila dilakukan analisis
khusus pada nilai G tersebut.
b. Untuk komponen struktur tekan yang dasarnya terhubungkan secara kaku pada
pondasi, nilai G diambil tidak kurang dari 1, kecuali bila dilakukan analisis khusus
pada nilai G tersebut.
2-9
Bab 2 Dasar Teori
Suatu struktur yang mengalami batas keruntuhan akibat tekuk menunjukkan struktur
tersebut tidak efisien, artinya struktur itu tidak dapat memanfaatkan potensi suatu
penampang yang dibuat dari baja mutu tinggi. Yang menentukan kekuatan batang
tekan adalah dominan karena bentuk penampangnya dan bukan karena mutu bajanya.
Semakin langsing suatu penampang, maka elemen tersebut semakin rentan mengalami
tekuk. Berkaitan dengan hal di atas maka penampang yang paling efisien dalam
mengantisipasi keruntuhan akibat tekuk adalah memiliki rmin yang besar karena
persamaan untuk menghitung nilai kelangsingan () ditentukan sebagai berikut :
L
kc.L
= k =
r
r
Untuk elemen yang direncanakan sebagai batang tekan maka rasio kelangsingan kL/r
tidak boleh lebih dari 200 pada semua arah (SNI-03-1729-2002) sedangkan pada
peraturan baru AISC-LRFD 2005 batasan < 200 sudah dihilangkan.
2.3
Formulasi perhitungan pada batang tekan untuk penampang tunggal menurut SNI
terbagi atas 2 rumusan menurut profil yang digunakan, yaitu profil siku ganda atau
profil T dan selain profil siku ganda atau profil T. Di bawah ini akan dijelaskan
tentang formulasi tersebut pada kondisi penampang tidak langsing ( < r) untuk
profil selain profil siku ganda atau profil T karena profil yang dibahas adalah profil
HWF, IWF, Square dan Tubular HSS.
Parameter kelangsingan dihitung dari SNI-03-1729-2002 sebagai berikut :
c =
kc.L 1
r
fy
E
Di mana :
r=
I
radius girasi
A
2 - 10
Bab 2 Dasar Teori
Faktor Tekuk
=1
1.43
=
1.6 0.67c
c 1.2
= 1.25c 2
Daya dukung nominal komponen tekan (kecuali profil siku ganda atau profil T) dapat
dihitung sebagai berikut :
fy
Nn = Ag
Sedangkan kuat tekan rencana cNn . Untuk penampang yang mempunyai rasio lebartebal > r tidak diatur pada Tabel 7.5.1 SNI-03-1729-2002 sehingga mengacu pada
metode AISC-LRFD. Pada dasarnya perhitungan untuk profil langsing hanya
menambahkan pengaruh Aef pada perhitungan angka tekuk Euler sebagai berikut :
Tabel 2.2 Hubungan kelangsingan (c) dengan faktor tekuk () penampang langsing
c 0.25
Faktor Tekuk
= 1
Q
=
0.25 < c 1.2
c 1.2
1.43
1.6 0.67c Q
= 1.25 c
t 150 1
1
b
f
f b t
Aef
Ag (b be )t
=
Ag
Ag
2 - 11
Bab 2 Dasar Teori
2.4
fcr = 0.658 c fy
0.877
fy
c 2
Di mana :
kL fy
r E
- Fcr adalah tegangan tekuk lentur (flexural buckling stress). Sementara keterangan
untuk variabel lainnya telah dijelaskan pada sub-bab sebelumnya.
- c =
Kuat tekan rencana adalah c Nn, dengan Nn = fcr. Ag. Dan faktor tahanan c untuk
komponen struktur tekan tidak berbeda dengan standar SNI yaitu 0.85. Dari rumusan
kcL
di atas dapat diketahui bahwa pengaruh kelangsingan batang
menyebabkan
r
perbedaan tipe keruntuhan struktur. Untuk batang yang tidak langsing maka kekuatan
batang ditentukan oleh material (struktur leleh akibat dari beban aksial) dan itu
ditunjukkan dengan batasan c 1,5. Sedangkan untuk batang dengan c > 1,5,
berarti struktur relatif lebih langsing sehingga kondisi tekuk lebih memungkinkan
untuk terjadi keruntuhan.
2 - 12
Bab 2 Dasar Teori
0.877
fy
e 2
Di mana :
e =
fy
fe
Keterangan :
Iw = konstanta puntir lengkung
G = modulus geser baja
2 - 13
Bab 2 Dasar Teori
fe =
fey + fez
1
2H
Di mana : r02 =
4. fey. fez.H
( fey + fez )2
Ix + Iy
+ x02 + y 02
A
x2 + y2
H = 1 0 2 0
r0
fex =
fey =
2E
kxL
rx
2E
kyL
ry
2 ECw
1
fez =
+ GJ
2
2
(KzL )
Ar0
2 - 14
Bab 2 Dasar Teori
Gambar 2.3 Flow chart penampang tekuk lentur berdasarkan SNI 03-1729-2002
2 - 15
Bab 2 Dasar Teori
Gambar 2.4 Flow chart penampang tekuk lentur berdasarkan AISC-LRFD 1999
2.5
Momen erat kaitannya dengan komponen struktur lentur, seperti balok di mana batang
tarik dan batang tekan digabungkan dengan suatu pemisah (separasi) yang dapat
bersifat tetap atau berubah sesuai fungsi posisinya. Besarnya tegangan lentur untuk
komponen lentur yang memiliki satu sumbu simetri dan dibebani pada pusat
gesernya:
Mx My
+
=
Sx Sy
=
Mx . cy
Ix
My . cx
Iy
keterangan :
2 - 16
Bab 2 Dasar Teori
2.5.1
Dalam menghitung kuat lentur nominal penampang akibat pengaruh tekuk lokal ada
beberapa hal yang harus penulis perhatikan, yaitu :
a. Batasan Momen
i. Kuat lentur plastis Mp menyebabkan seluruh penampang mengalami tegangan
leleh sehingga harus diambil Mp = fy.Z
ii. Momen batas tekuk Mr = S (fy fr), dimana fr adalah tegangan sisa.
iii. Perhitungan modulus penampang elastis harus dilakukan secermat mungkin,
dengan meninjau sumbu yang menjadi acuan pada saat perhitungan.
b. Tahanan momen berdasarkan kelangsingan penampang
Tahanan untuk kasus tekuk lokal didasarkan pada kelangsingan atau rasio lebar-tebal
dari penampang. Berikut ini tiga mekanisme tahanan lentur nominal penampang
untuk tekuk lokal, yaitu :
i. Penampang kompak (0 < p) :
Mn = Mp = fy . Z, di mana :
2 - 17
Bab 2 Dasar Teori
p
r p
Mn = Mp (Mp Mr )
iii. Penampang langsing ( > r) :
( )
Mn = Mr r
2.5.2
Tekuk global diakibatkan adanya momen yang timbul pada ujung batang. Momenmomen tersebut terdiri dari beberapa kombinasi yang tergantung dari besarnya dan
arah momen di tiap ujung batang. Berikut ini merupakan batasan pada perhitungan
kuat lentur nominal batang :
i. Batasan penggunaan Mp dan Mr sesuai dengan sub-bab sebelumnya
ii. Momen kritis Mcr sesuai dengan tabel dibawah ini :
2 - 18
Bab 2 Dasar Teori
Profil
Mcr
Cb
E
EI Y GJ +
I Y IW
L
L
2CbE
JA
L iy
Rumus tahanan lentur nominal Mcr ini digunakan untuk batang yang memiliki kriteria
termasuk bentang panjang atau L > Lr. Karena termasuk bentang panjang, maka nilai
tahanan Mcr ini akan lebih kecil dibandingkan oleh Mp. Perencanaan menurut AISC
LRFD 1999 juga menyebutkan bahwa persamaan elastis dari batang panjang L > Lr
memiliki asosiasi dengan penampang yang mengalami torsi saint-venant pada orde
pertama dan torsi warping pada orde kedua sehingga dalam persamaannya terdapat
variabel torsi.
iii. Faktor pengali momen Cb didapatkan dari persamaan
12.5M max
2.3
Cb =
2.5M max + 3M A + 4M B + 3M C
Faktor pengali momen Cb hadir karena adanya perbedaan gradien dan variasi momen
pada sepanjang bentang batang. Nilai Cb SNI-03-1729-2002 dari momen ini
dimisalkan dengan MA, MB,dan MC. Dimana MA adalah momen di bentang, MB
adalah momen di bentang, MC adalah momen di bentang.
Rumus yang dikeluarkan oleh AISC LRFD 1999 hanya memperhitungkan momen di
ujung-ujung batang yang berbeda dengan rumus SNI-03-1729-2002. Nilai Cb yang
diambil dalam penulisan laporan Tudas Akhir disini adalah Cb 1 atau minimum 1,
dengan tujuan bahwa pembuatan alat bantu ini hanya dittujukan untuk desain awal
(preliminary design). Nilai Cb = 1 adalah nilai yang konservatif.
2 - 19
Bab 2 Dasar Teori
Profil
Lr
Lp
X
i y 1 1 + 1 + X 2 fl 2
fl
fl = fy fr
1.76i y
E
fy
X1 =
Sx
EGJA
2
2
S Iw
X 2 = 4 x
GJ Iy '
0.13Ei y
JA
Mp
0.13Ery
JA
Mr
Pada perencanaan lentur, untuk menghitung momen nominal elemen struktur dapat
dianalisis ke dalam empat kasus, yaitu :
a. Kasus 1a (Lb Lps)
Kondisi-kondisi yang berlaku untuk analisis perencanaan pada kasus 1a ini adalah :
i. Nilai Mn = Mp = fy . Zx
ii. Kapasitas rotasi R : dari rentang 7 9 untuk perencanaan gempa
iii. Nilai Lps dihitung dengan menggunakan rumus : Lps = (8500/fy) . ry
iv. Penampang merupakan penampang kompak : p
b. Kasus 1b (Lb Lpd)
Kondisi-kondisi yang berlaku untuk analisis perencanaan pada kasus 1a ini adalah :
i. Nilai Mn = Mp = fy . Zx
ii. Kapasitas rotasi R : dari rentang 3 7 untuk perencanaan plastis
iii. Nilai Lpd dihitung dengan menggunakan rumus :
25000 + 15000( M 1 / M 2 )
Lpd =
.ry ; di mana
fy
|M1/M2| 1, digunakan nilai negatif bila kelengkungannya tunggal dan positif bila
kelengkungannya ganda
iv. Penampang merupakan penampang kompak : p
c. Kasus 2 (Lpd Lb Lp)
i. Nilai Mn = Mp = fy . Zx
ii. Kapasitas rotasi R : dari rentang 1 3, biasanya digunakan untuk perencanaan
umum
iii. Nilai Lp dihitung dengan menggunakan rumus :
Lp = 1.76i y
E
fy
2 - 20
Bab 2 Dasar Teori
Lr Lb
Lb Lp
Mn = Cb
Mp +
Mr ; di mana
Lr Lp
Lr Lp
A = 2btf
Iy = 1/6 tf . b3
Sx = Ix / y
Sy = Iy / x
Iw = Iy
(d t f ) 2
4
Cb = faktor pengali momen
X1 =
Iw
S Iw
X 2 = 4
= 4 (1 +v) 2
iy J X1
GJ Iy '
Sx
EGJA'
2
2
Lr Lb
Lb Lp
Mp +
(Mn untuk bentang menengah : Mn = Cb
Mr ; dan Mn
Lr Lp
Lr Lp
untuk penampang tak-kompak pada rumus tekuk lokal lentur :
p
Mn = Mp (Mp Mr )
)
r p
2 - 21
Bab 2 Dasar Teori
(r )
Mn = Mp (Mp Mr )
(r p )
(Lr L ) Mp
Mn = Cb Mr + (Mp Mr )
(Lr Lp )
(r )
Mn = Mp (Mp Mr )
(r p )
(Lr L )
Mn = Cb Mr + (Mp Mr )
(Lr Lp )
( )
Mn = Mr r
2 - 23
Bab 2 Dasar Teori