Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus
KLASIFIKASI
DM diklasifikasikan berdasarkan dari patogenesis dasar yang menyebabkan keadaan
hiperglikemia (gambar 1). DM secara umum dibagi menjadi 2 kategori yaitu DM tipe
1 dan tipe 2 (tabel 1). Pada DM tipe 1A terjadi destruksi dari sel beta secara autoimun,
yang menyebabkan defisiensi insulin. DM tipe 1B juga terkarakteristik oleh defisiensi
insulin dan bertendensi menimbulkan ketosis. Bagaimana pun juga pada penderita
DM tipe 1B tidak ditemukan marker imunologis sebagai tanda terjadinya destruksi
dari sel beta. Mekanisme terjadinya destruksi dari sel beta pada penderita- penderita
tersebut belum diketahui. Secara relatif penderita DM tipe 1 tergolong dalam tipe 1B,
yaitu kategori yang idiopatik; kebanyakan dri penderita ini berasal dari AmerikaAfrika atau keturunan Asia.
Gambar 1. Spektrum dari hemostasis glukosa dan diabetes. Spektrum dari toleransi
glukosa yang normal menjadi diabetes type 1, diabetes tipe 2, diabetes tipe lain, dan
diabetes gestasional terlihat dari kiri ke kanan. Kebanyakan tipe dari diabetes,
penderita mengalami perubahan dari toleransi glukosa yang normal menjadi toleransi
glukosa terganggu menjadi diabetes yang sebenarnya. Anak panah menunjukan secara
arah bolak-balik perubahan toleransi glukosa pada beberapa tipe dari diabetes.
Contohnya, penderita DM tipe 2 dapat kembali berubah dari tipe 2 menjadi toleransi
glukosa terganggu dengan berkurangnya berat badan, pada diabetes gestasional,
diabetes juga dapat berubah menjadi toleransi glukosa terganggu atau bahkan
toleransi glukosa normal setelah persalinan. Glukosa darah puasa (GDP) dan glukosa
darah 2 jam post prondial, setelah pemberian glukosa pada setiap kategori tolerasi
glukosa, terlihat pada bagian bawah gambar. Nilai-nilai tersebut tidak digunakkan
untuk mendiagnosa diabetes gestasional.beberapa tipe dari diabetes dapat perlu atau
tidak perlu insulin. (diambil dari American Diabetes Association, 2004)
Pada DM tipe 2 yang terjadi adalah adanya resistensi insulin, gangguan sekresi
dari insulin, dan peningkatan produksi dari insulin. DM tipe 2 didahului oleh suatu
gangguan homeostasis glukosa sebelumnya yaitu terdiri dari yang dikenal dengan
Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT/ Impaired Fasting Glucose/ IFT) dan
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT/ Impaired Glucose Tolerance/ IGT).2
Berdasarakan patofisiologi dan etiologinya maka DM diklasifikasikan
berdasarkan tabel 1. Walaupun semua bentuk dari DM menunjukan keadaan
hiperglikemia, namun mekanisme patologis terjadinya hiperglikemia berbeda-beda.
Beberapa bentuk dari DM terkarakteristik oleh defisiensi insulin yang absolut, atau
defek genetik yang menyebabkan sekresi insulin yang defektif, dan beberapa bentuk
lain dari DM yang terjadi adalah resisitensi dari insulin.
Klasifikasi dari DM saat ini berbeda dengan klasifikasi sebelumnya.
Klasifikasi yang terdahulu dibagi menjadi dua bentuk yaitu insulin-dependent
diabetes mellitus (IDDM) dan noninsulin-dependent diabetes mellitus (NIDDM).
Maka sebenarnya terdapat perbedaan anatara klasifikasi yang sekarang dan dulu.
Perbedaan yang pertama yaitu, pada DM tipe 1 (dahulu IDDM) mutlak membutuhkan
insulin dalam pengobatannya, sdangkan pada DM tipe 2 (dahulu NIDDM) tidak
membutuhkan insulin scara mutlak untuk mencegah terjadinya ketoasidosis. Namun
karena penderita DM tipe 2 sebenarnya juga membutuhkan insulin untuk mengontrol
kadar gula galam darahnya maka pernyataan diatas sepantasnya mengundang suatu
kebingungan. Perbedaan yang kedua yaitu, usia tidak lagi menjadi patokan atau dasar
pengelompokan/ klasifikasi saat ini. Walaupun DM tipe 1 sering terjadi pada usia
kurang dari 30 tahun, namun proses dari destrukksi dari sel beta dapat terjadi kapan
saja pada setiap umur. Malahan diperkirakan bahwa 5 dan 10% penderita yang
mendapatkan DM setelah usia 30 tahun merupakan DM tipe 1A. Sebaliknya,
walaupun DM tipe 2 secara tipikal terjadi seiring dengan bertambahnya usia, namun
tipe ini juga terjadi pada anak-anak, khususnya pada remaja dengan obesitas.
.
3
meningakat pada masa yang akan datang bersamaan dengan bertambahnya kasus
obesitas dan berkurangnya tingkat aktivitas. Prevalensi antara wanita dan laki-laki
sama namun pada usia > 60 tahun, laki laki prevalensinya lebih besar.
DIAGNOSIS
Cara utama mencegah terjadinya komplikasi dari diabetes adalah diagnosis
awal (early diagnosis). Hal ini penting diketahui untuk DM tipe 2 atau DM tipe 1 lateonset autoimmun, karena gangguan-gangguan ini muncul dalam keadaan tanpa gejala
(asimptomatik) yang berlangsung selama 5-10 tahun. Diabetes melitus adalah
gangguan metabolik yang terkarakteristik dalam keadaan hiperglikemia yang dapat
menyebabkan terjadinya gangguan mikrovaskular yang kronik, neuropathy, dan atau
gangguan makrovaskular. Retinopati dianggap sebagai komplikasi primer karena
sangat berhubungan dengan diabetes, mudah untuk dihitung, dan merupakan
komplikasi kronik yang paling sering muncul. Beberapa studi telah menunjukan
bahwa kadar glukosa darah 200mg/dl setelah 2 jam pemberian glukosa dalam 5-10
tahun akan menderita retinopati diabetes. Pada tatuh 1997, nilai ini berkaitan dengan
kadar GDPT 140 mg/dl. Namun nilai tersebut saat ini terbukti salah. Studi terbaru
menunjukan GDPT antara 120 dan 130 mg/dl dan dihubungkan dengan terjadinya
retinopati diabetik. Data-data tersebut diatas telah membawa kepada suatu kriteria
diagnostik diabetes yang terbaru (tabel 2).
The National Diabetes Data Group and World Health Organization telah
menetapkan kriteria diagnostik untuk DM (tabel 2) yaitu berdasarkan:
(1) Spektrum dari GDP dan respon terhadap glukosa oral bervariasi pada individu
yang normal
(2) DM ditentukan berdasarkan kadar glukosa dalam darah dimana komplikasi
spesifik diabetes muncul dibanding dengan berdasarkan deviasi rata-rata populasi.
Contohnya; prevalensi dari retinopati pada Native America (populasi Pima India)
yang mulai meningkat pada saat GDP >116 mg/dl.
Toleransi glukosa diklasifikasikan menjadi tiga kategori berdasarkan kadar
gula darah puasa (GDP); (1). GDP < 100 mg/dl adalah normal (2). GDP 100 mg/dl
namun < 126 mg/dl adalah GDPT dan (3). GDP 126 mg/dl adalah diabetes melitus.
GDPT dibandingkan dengan TGT dimana kadar glukosa darah antara 140-200 mg/dl
2 jam setelah pemberian glukosa oral 75 mg. Individu dengan GDPT dan TGT
5
memiliki resiko tinggi untuk mengalami DM tipe 2 (40% muncul setelah 5 tahun) dan
penyakit kardiovaskular. Kriteria diagnostik DM yang telah diperbaharui menyatakan
bahwa GDP merupakan tes yang cocok digunakan untuk mendiagnosis penderita DM
yang tidak bergejala. Kadar glukosa darah 200 mg/dl ditambah dengan adanya
gejala klasik dari DM (poliuri, polidipsi, penurunan berat badan) mampu atau cukup
dapat mendiagnosis DM (tabel 2). Tes toleransi glukosa oral, walaupun masih
merupakan cara yang valid untuk mendiagnosis DM, namun tidak dianjurkan menjadi
bagian dari pemeriksaan rutin. Beberapa penemu menyatakan bahwa haemoglobin
A1c dapat digunakan untuk mendiagnosis DM. Walaupun terdapat korelasi yang kuat
anatar peningkatan kadar glukosa darah dengan HbA1c, hubungan antara GDP dan
A1c pada individu dengan toleransi glukosa yang normal atau toleransi glukosa yang
sedang masih kurang jelas, karena itu A1c sampai sekarang belum dipakai untuk
mendiagnosa DM.
Kriteria diagnosis DM yang terbaru tidak membuat atau memunculkan
penderita DM yang baru namun membuat diagnosa DM lebih mudah dilakukan pada
penderita yang belum terdiagnosa melalui kadar GDP daripada tes glukosa oral.
Contonya; prevalensi total DM di Amerika serikat (dewasa) pada usia 40-47 tahun
adalah 14,26%. Penderita DM yang belum terdiagnosa dapat terdeteksi dari gula
darah 2 jam setelah pemberian (GD 2 jam Post Prondial), glukosa darah 200 mg/dl,
adalah sebesar 6,34%. Dan hampir dua per tiga dari mereka (4,35%) terdeteksi
melalui kadar GDP 126 mg/dl. Hanya 1/3 dari mereka (2,35%) terdeteksi melalui
kadar GDP 140 mg/dl.
Tabel 2
Tabel Klasifikasi Etiologis Diabetes Melitus
I.
: Akromegali
Sindroma cushing
Feokromositoma
Hipertiroidisme
: Vacor,
pentamidin,
glukokortikoid,
asam
hormon
tiroid,
nikotinat,
tiazid,
g. Imunologi (jarang)
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah dan tidak dapat
ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan diagnosis
DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang
dipakai. Untuk diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan
glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan
diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilakukan di laboratorium
klinik yang terpercaya (yang melakukan program pemantauan kendali mutu secara
teratur). Walaupun demikian sesuai dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan
darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka
kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk pemantauan
hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler.
Pemeriksaan penyaring
Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik
dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/tanda DM, sedangkan pemeriksaan
penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang
mempunyai resiko DM. Serangkain uji diagnostik akan dilakukan kemudian pada
mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif, untuk memastikan diagnostik
definitif.
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu resiko DM sbb:
1.
2.
Berat badan lebih: BBR > 110% BB idaman atau IMT > 23 kg/m2
3.
4.
5.
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi > 4000 gram
6.
Bukan
Belum pasti
DM
Plasma Vena
Dm
< 110
DM
110 199
200
Darah
< 90
90 199
200
Kapiler
Plasma Vena
< 110
110 125
126
Darah
< 90
90 109
110
(mg/dl)
Kapiler
10
11
12
GDP
atau
GDS
126
< 126
200
< 200
GDP
atau
GDS
126
110 125
200
110 - 199
< 110
GDP
atau
GDS
GDP
atau
GDS
GDP
atau
GDS
TTGO
GD 2 Jam
200
GDP
GDS
GDPT
TGT
140 199
DIABETES MELITUS
TGT
13
< 140
GDPT
Nasihat Umum
Perencanaan Makan
Latihan Jasmani
Berat Idaman
Belum
Perlu
Obat
Penurun Glukosa
PATOGENESIS
DM tipe 1
Muncul sebagai hasil dari kerja yang sinergis dari faktor genetic, lingkungan dan
faktor imunologis yang akhirnya akan merusak sel beta pankreas. Individu yang secara
genetik memiliki sel beta yang normal pada saat lahir, namun akan kehilangan sel-sel
beta sekunder karena destruksi secara autoimun yang dapat muncul setelah beberapa
bulan sampai tahun. Proses autoimun ini dianggap dicetuskan oleh stimulus yang
infeksius/lingkungan dan memiliki molekul spesifik.
Pada sebagian besar individu, marker imunologis muncul setelah dipicu oleh suatu
kondisi namun sebelum DM secara klinis telah muncul sel-sel beta kemudian mulai
dan sekresi insulin secara progresif mulai rusak, walaupun toleransi glukosa ditangani
tingkat penurunan dari sel beta bervariasi pada setiap individu. Sebagian ada yang
secara cepat menjadi penderita DM namun sebagian ada pula yang berjalan lebih
lambat.
Secara klinis DM tidak terlihat bila sel-sel beta telah rusak sebagian besar (80%). Ini
berarti bahwa fungsi dari sel-sel beta yang sisa masih ada, namun tidak mampu
mengontrol toleransi glukosa. Peristiwa yang memicu terjadinya diabetes sering
diasosiasikan dengan kebutuhan insulin yang meningkat, yang muncul pada saat
infeksi atau pubertas. Setelah gejala awal dari DM tipe, fase Honeymoon dapat
muncul selama kadar gula dalam darah terkontrol dan dalam dosis insulin yang
rendah atau jarang sekali saat insulin negatif dibutuhkan.
Namun fase dimana insulin endogen ini masih diproduksi oleh sel-sel beta yang
tersisa akan menghilang seiring proses kerusakan dari sel-sel beta tersebut dan
individu ini akan benar-benar mengalami defisiensi insulin.
14
15
DM tipe 2
Keadaan resistensi insulin dan sekresi insulin yang abnormal merupakan penyebab
utama dari DM tipe 2. Walaupun masih kontroversional keadaan mana yang lebih
awal muncul namun resistensi insulin akan menyebabkan defeksekresi dari insulin
yang kemudian diabetes akan timbul apabila sekresi insulin tidak adekuat.
DM tipe 2 terkarakteristik oleh 3 patofisiologi; Sekresi insulin yang abnormal,
resistensi insulin perifer dan produksi glukosa oleh hepar yang berlebihan.
Obesitas, baik viseral atau sentral (berdasarkan rasio hip-waist) sangat umum pada
DM tipe 2. Sel adiposa mensekresi sejumlah produk (leptin, TNF-, Free fatty acids,
resilin dan adinopecilin) yang memodulasi sekresi insulin, kerja dari insulin dan berat
badan dan berkontribusi terjadinya resistensi insulin. Pada stadium awal dari
gangguan ini, toleransi glukosa masih tetap normal, resistensi insulin karena pada saat
ini sel beta berkompensasi dengan menambah pengeluaran insulin.
Saat resistensi insulin dan hiperinsulinemia kompensasi terjadi sel-sel tangerhans
(islet) pada beberapa individu tidak dapat menghadapi keadaan hiperinsulinemia
tersebut. Toleransi glukosa terganggu yang terkarakteristik oleh elevasi, setelah
pemberian glukosa (fost prondial) kemudian muncul. Penurunan yang lebih jauh dari
sekresi insulin dan penambahan dari produksi insulin oleh hepar dapat menyebabkan
diabetes dengan hiperglikemi pada saat puasa. Dan pada akhirnya, kegagalan dari sel
sel beta muncul marker dari inflamasi sperti IL-6 dan protein (reactive sering
meningkat pada DM tipe 2).
Insulin Resisten
Penurunan kemampuan dari insulin untuk bekerja secara efektif di target organ perifer
(khususnya otot dan hati) adalah kondisi yang utama pada DM tipe 2 dan muncul dari
kombinasi F genetic dan obesitas. Resistensi insulin adalah relatif, karena kadar
supernormal dari insulin dalam darah akan menormalkan glukosa darah.
Resistensi insulin merusak penggunaan dari glukosa oleh jaringan yang sensitif
terhadap insulin dan meningkatkan output dari glukosa oleh hepar, kedua efek
tersebut disebut Hiperglikemia. Peningkatan dari produksi glukosa oleh hepar
menyebabkan penempatan dari kadar glukosa dara puasa, yang menyebabkan
16
PENGELOLAAN
A. Tujuan Pengelolaan
Tujuan pengelolaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup pasien diabetes
Tujuan jangka pendek: hilangnya keluhan & tanda DM & mempertahankan rasa
nyaman & sehat
Tujuan jangka panjang: tercegah
dan
terhambatnya
progresivitas
penyulit
17
2.
berdiri),
lingkar pinggang
Tanda neuropati
Mata (ketajaman penglihatan/visus, katarak)
Gigi mulut
Keadaan kaki (termasuk rabaan nadi kaki), kulit dan kuku
o Pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan:
Hb, leukosit, hitung jenis leukosit, LED
Glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan
Urinalisis rutin
o Pemeriksaan laboratorium tambahan yang disarankan, tergantung fasilitas
yang tersedia:
A1C
Albuminuri mikro
Kreatinin
Albumin/Globulin dan SGPT
Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL dan trigliserida
EKG
Fibrinogen
Foto sinar-X dada
Funduskopi
o Edukasi singkat mengenai:
Apakah penyakit DM itu
Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
Hipoglikemia
Masalah khusus yang dihadapi
18
3.
C. Pilar pengelolaan DM
PILAR PENATALAKSANAAN DIABETES
PERENCANAAN MAKAN
LATIHAN
Edukasi
INTERVENSI
JASMANI
FARMAKOLOGIS
Dari berbagai penelitian yang ada dapat disimpulkan bahwa latihan jasmani yang
teratur bersama dengan perencanaan makanan yang tepat dan penurunan BB
merupakan penatalaksanaan diabetes yang dianjurkan terutama bagi penyandang DM
tipe 2.
19
Edukasi
20
Perencanaan Makan
Perencanaan makan merupakan salah satu pilar pengelolaan diabetes, meski sampai
saat ini tidak ada satupun perencanaan makan yang sesuai untuk semua pasien.
Perencanaan makan harus disesuaikan menurut kebiasaan masing-masing individu.
Yang dimaksud dengan karbohidrat yaitu gula, tepung dan serat. Faktor yang
berpengaruh pada respon glikemik makanan adalah cara memasak, proses penyiapan
makanan dan bentuk makanan serta komposisi makanan (karbohidrat, lemak dan
protein). Jumlah masukan kalori makanan yang berasal dari karbohidrat lebih penting
daripada sumber atau macam karbohidratnya. Gula pasir sebagai bumbu masakan tetap
diijinkan. Pada keadaan glukosa darah
60 70 %
Protein
10 15 %
Lemak
20 25 %
Makanan dengan komposisi karbohidrat sampai 70-75% masih memberikan hasil yang
baik. Jumlah kandungan kolesterol disarankan < 300 mg/hari. Diusahakan lemak
berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh (MUFA, Mono Unsaturated Fatty Acid),
dan membatasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah
kandungan serat 25 g/hari, diutamakan serat larut. Pasien diabetes dengan hipertensi
perlu mengurangi konsumsi garam. Pemanis buatan dapat dipakai secukupnya.
Pemanis buatan yang tak bergizi yang aman dan dapat diterima untuk digunakan
pasien diabetes termasuk yang sedang hamil adalah: sakarin, aspartam, acesulfame
potassium dan sucralose. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi,
umur, ada tidaknya stres akut dan kegiatan jasmani.
21
Untuk penentuan status gizi, dapat dipakai Indeks Massa Tubuh (IMT) dan rumus
Broca.
Indeks massa tubuh dapat dihitung dengasn rumus IMT = BB(kg) / TB (m2)
Klasifikasi IMT*
BB Kurang
< 18.5
BB Normal
18.5 22.9
BB Lebih
23.0
Dengan resiko
23.0 24.9
Obes I
25.0 29.9
Obes II
30
BB < 90 % BBI
BB Normal bila
BB 90 110 % BBI
BB Lebih bila
Gemuk bila
BB > 120 %
Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani teratur (3-4 kali/minggu selama 30
menit) merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes tipe 2. Latihan jasmani
dapat menurunkan berat abdan dan memperbaiki sensitifitas terhadap insulin, sehingga
akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dimaksud adalah
jalan, bersepeda santai, jogging, berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan
dengan umur dan status kesegaran jasmani. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki
ke pasa, menggunakan tangga, berkebun tetap dilakukan. Batasi atau jangan terlalu
lama kegiatan yang kurang gerak seperti menonton televisi.
o
Intervensi Farmakologis
22
23
2. Tiazolidindion
Tiazolidindion
(contoh;
rosiglitazon
dan
pioglitazon)
berikatan
pada
dengan
meningkatkan
jumlah
pentranspor
glukosa,
sehingga
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose
tidak mengakibatkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling
sering ditemukan ialah kembung dan flatulen.
Tabel Mekanisme kerja, efek samping utama dan pengaruh terhadap penurunan
A1C
Cara kerja utama
Sulfonilurea
Glinid
Metformin
Penghambat
glukosidase alfa
Tiazolidindion
Insulin
BB naik, hipoglikemia
sensitivitas
Diare,
produksi
hati,
1.5 2.5 %
0.5 1.0 %
tinja lembek
terhadap
glukosa
dispepsia,
asisdosis laktat
Flatulens,
insulin
Menekan
1.5 2.5 %
1.5 2.5 %
Penurunan A1C
Edema
1.3 %
Hipoglikemia,
Potensi normal
BB naik
Klorpropamid
Produk
Mg / tab
orisinal
Diabenese
Dosis
Lama
Frek
harian
kerja
hari
24
Pemberian
Glibenklamid
Glipizid
Gliklazid
Daonil
Euglucon
Minidiab
Glucontrol-XL**
Diamicron
Diamicron-MR**
2.5 5
2,5 - 15
12 - 24
1-2
5 10
5 - 20
10 - 16
80
80 - 240
10 - 20
1-2
1-2
1
Glikuidon
Glurenorm
30
30 -120
Sebelum
Glimepirid
Amaryl
1,
0.5 - 6
24
makan
1.5 - 6
120
360
Tidak
4-8
24
bergantung
15.30
15 - 30
24
jadwal makan
2,
3,
4
Glinid
Repaglinid
NovoNorm
0.5,
1,
2
Nateglinid
Tiazolidindion
Rosiglitazon*
Pioglitazon
Penghambat
Glukosidase
Biguanid
Starlix
Actos
Bersama
Acarbose
Glucobay
50 100
100 -300
suapan
pertama
Metformin
Glucophage
Bersama
Kombinasi
Metformin +
1-3
Gluconvance*
Glibenklamid
25
sesudah
makan
INSULIN
Insulin diperlukan pada keadaan:
Ketoasidosis diabetik
26
TERAPI KOMBINASI
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian
dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Kalau dengan
OHO tunggal sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, perlu kombinasi dua
kelompok obat hipoglikemik oral yang berbeda mekanisme kerjanya. Untuk memulai
terapi kombinasi tidak perlu menunggu sampai dosis maksimal. Dapat pula diberikan
kombinasi ketiga kelompok OHO bila belum juga tercapai sasaran yang diinginkan,
atau ada alasan klinis insulin tidak memungkinkan untuk diberikan.
Kalau dengan OHO dosis hampir maksimal, baik sendiri-sendiri ataupun secara
kombinasi, sasaran glukosa darah belum tercapai, dipikirkan adanya kegagalan
pemakaian OHO. Pada keadaan demikian dapat dipakai kombinasi OHO dan insulin.
Untuk kombinasi OHO dan insulin, insulin kerja sedang dapat diberikan pada pagi hari
atau malam hari. Yang banyak digunakan adalah kombinasi OHO dan insulin malam
hari, mengingat walaupun dapat diperoleh keadaan kendali glukosa darah yang sama,
tetapi jumlah insulin yang diperlukan paling sedikit pada kombinasi OHO dan insulin
kerja sedang malam hari. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 5 unit yang
diberikan antara jam 22.00 24.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut
dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Peningkatan dosis 2 - 4
unit dilakukan tiap 3 - 4 hari. Bila dengan cara tersebut kadar glukosa darah sepanjang
hari masih tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan
insulin saja.
Tabel Jenis dan lama kerja insulin
Manusia
Insulin
Awitan*
Efek Puncak*
Durasi Efektif*
Durasi Maksimum*
Regular
NPH
Lente
0.5 - 1.0
2-4
3-4
23
4 10
4 12
3-6
10 - 16
12 - 18
46
14 18
16 20
Insulin
Awitan*
Efek Puncak*
Durasi Efektif*
Durasi Maksimum*
Lispro**
Aspart**
Glargine**
0.25
0.25
4-5
12
12
tanpa puncak
3-4
3-4
24
24
Analog
* Dalam jam
27
Efek
Buatan
Puncak
(jam)
2-4
Lama Kerja
68
18 24
1-8
14 15
Tanpa puncak
24
2.
Pemeriksaan A1C
Tes Hemoglobin Glikasi (GHb), disebut juga glycohemoglobin, hemoglobin
glikosilasi atau A1C, merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek
perubahan terapi 8 12 minggu sebelumnya, sehingga tidak dapat digunakan
untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek
3.
(jam)
dan waktu tidur (untuk menilai resiko hipoglikemia), 2 jam setelah makan
(menilai ekskursi maksimal glukosa selama sehari), diantara siklus tidur
(untuk menilai adanya hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa gejala), dan
ketika mengalami gejala seperti hypoglicemic spells atau penyakit lain.
4.
5.
telah dimungkinkan
Kriteria Pengendalian DM
Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian
DM yang baik. Diabetes terkendali baik tidak berarti hanya kadar glukosa
darahnya saja yang baik, tetapi harus secara menyeluruh kadar glukosa darah,
status gizi, tekanan darah, kadar lipid dan A1C seperti pada tabel di bawah ini.
Sedang
110 - 125
145 179
6.5 - 8
29
Buruk
126
180
>8
< 200
< 100
> 45
< 150
18.5 - 22.9
< 130/80
200 239
100 129
240
130
150 199
23 25
130-140 / 80-90
200
> 25
> 140/90
Keterangan:
Angka diatas adalah hasil pemeriksaan plasma vena
Perlu konversi nilai kadar glukosa darah dari darah kapiler darah utuh ke plasma vena
Untuk pasien berumur lebih dari 60 tahun, sasaran kadar glukosa darah lebih tinggi
dari biasa (puasa < 150 mg/dl, dan sesudah makan < 200 mg/dl). Demikian pula kadar
lipid, tekanan darah, dan lain-lain, mengacu pada batasan kriteria pengendalian
sedang. Hal ini dilakukan mengingat sifat-sifat khusus pada pasien usia lanjut dan
juga untuk mencegah kemungkinan timbulnya efek samping dan interaksi obat. ADA
menganjurkan pemeriksaan kadar glukosa darah malam hari (bed time) jam 22.00.
PENYULIT
Penyulit akut :
1. ketoasidosis diabetik
2. hiperosmolar non ketotik
3. hipoglikemia
Penyulit kronik :
1. makroangiopati :
-
2. mikoroangiopati :
-
3. neuropati
30
PENCEGAHAN
Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang termasuk
kelompok resiko tinggi, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi untuk
mendapat DM. Edukasi sangat penting dalam upaya pencegahan primer.Pemerintah
melalui semua jajaran terkait seperti Departemen Kesehatan dan Departemen
Pendidikan
perlu
memasukkan
upaya
pencegahan
primer
DM
dalam
31
Pencegahan Sekunder
Maksud pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal
penyakit. Deteksi dini dilakukan dengan pemeriksaan penyaring, namun kegiatan
tersebut memerlukan biaya yang besar. Memberikan pengobatan sejak awal sudah
harus diwaspadai dan sedapat mungkin dicegah kemungkinan terjadinya penyulit
menahun. Sistem rujukan yang baik akan sangat mendukung pelayanan kesehatan
primer yang merupakan ujung tombak pengelolaan DM. Melalui langkah-langkah
tersebut, diharapkan dapat diperoleh hasil yang optimal.
Pencegahan Tersier
Kalau kemudian penyulit menahun DM ternyata terjadi juga, maka pengelola harus
berusaha mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi pasien sedini
mungkin, sebelum kecacatan tersebut menetap.
Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait sangat
diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli sesama disiplin
ilmu seperrti konsultan penyakit jantung dan ginjal, maupun para ahli dari disiplin lain
seperti pada bagian mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi
medis, gizi, podiatri dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
32
33
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
DIAGNOSIS
DAN
PENATALAKSANAAN
Disusun oleh :
Fiona Mauria Tambunan (0061050061)
Pembimbing :
Dr. YUNUS TANGGO, Sp.Pd
34