Anda di halaman 1dari 99

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

2.1.

LAHAN DAN HUTAN

nilai
mutu

dari total luas

Ha

telah

ditunjuk

tentang

digunakan untuk kegiatan lainnya dalam


3.

lahan

non

(okupasi)/

kehutanan

Kabupaten

Kepulauan

Mentawai,

Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten

analisis

analisis
Indeks

juga

Kualitas

Lingkungan

Hidup

(IKLH)

untuk

parameter

tutupan

lahan

serta

dan

hutan

dari

lahan

adaptasi

perubahan

iklim/pemanasan global (Gas Rumah


Kaca).

Lahan kritis yang cukup luas di


upaya rehabilitasi yang signifikan yaitu

pada

terhadap

rumah kaca (GRK).


beberapa daerah yang belum diikuti

pendekatan

kontribusi

serta

kaitannya dengan penurunan gas

2.

Kerusakan

pendekatan

didasarkan

pemanfaatan kawasan hutan untuk


kegiatan

Selain
(dua),

mengalami perubahan, yaitu :


fungsi

Pengendalian

sebagaimana disebutkan pada point 2

kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir tidak


Alih

Peraturan

Tanah Untuk Produksi Biomassa.

lahan dan hutan Sumatera Barat dalam

1.

kepada

Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000

kawasan hutan, sedangkan 43,713 %

1.848.939 juta Ha. Isu utama terkait dengan

hanya diterapkan terhadap

mengacu

sebagai

bentuk Areal Pengguaan Lain (APL) seluas

terburuk.

bahasan kerusakan tanah. Baku mutu

provinsi seluas 4.229.730 Ha. Tercatat


2.380.791

kondisi

Analisis perbandingan dengan baku

Kawasan hutan di Sumatera Barat


lebih kurang 56,287 %

maksimun

2.1.1.

Kondisi Lahan dan Hutan serta


Kecendrungannya

2.1.1.1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan


Lahan/Tutupan Lahan (Lahan Utama)

Pasaman Barat.
3.

Kerusakan hutan pada kabupaten/kota.

Setelah

terbitnya

Keputusan

Analisis terhadap isu hutan dan lahan

Menteri Kehutanan No.SK.35/Menhut-II/2013

melalui pendekatanpendekatan sebagai

Tanggal 15 Januari 2013, topografi daerah

berikut:

Sumatera Barat yang didominasi oleh

1.

Analisis terhadap obyek dan lokasi

perbukitan mengakibatkan sebagian besar

dilakukan dengan melihat keterwakilan

kawasan hutan di Sumatera Barat berstatus

masalah, bukan keseluruhan daerah

kawasan lindung, baik berupa hutan lindung

kabupaten/kota.

maupun hutan konservasi. Hutan terluas

2.

Analisis

dilakukan

untuk

melihat

berada di Kabupaten Kepulauan Mentawai

kecendrungan dengan membandingkan

seluas 517.853,00

antar lokasi, antar waktu dan trend

yang memiliki hutan terkecil luasnya adalah

Ha, sedangkan kota

kerusakan yang terjadi berdasarkan


II-1

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Kota Bukittinggi seluas 472 Ha sebagai

Sedangkan daerah yang tidak memiliki lahan

hutan kota.

perkebunan adalah Kota Payakumbuh, Kota

Kabupaten
kabupaten

Agam

yang

merupakan

pemanfaatan

Bukittinggi dan Kota Padang Panjang.

lahan

Secara

persentase,

penggunaan

diperuntukkan sebagai lahan sawah yang

lahan terluas di Sumatera Barat adalah

sangat luas yaitu seluas 35.521 Ha

hutan yang berjumlah 60,49 %, sedangkan

sedangan lahan sawah yang terkecil pada

sisanya adalah penggunaan untuk non

Kota Bukittinggi seluas 666 Ha (sumber:

pertanian 1,92 %, sawah 6,63 %, lahan

Tabel SD-1, Buku Data SLHD Sumatera

kering11,63 %, perkebunan 17,80 %,

Barat, 2013). Untuk kawasan perkebunan,

badan air 0,62 % dan penggunaan lainnya

terluas berada di Kabupaten Pasaman Barat

0,92 %. Distribusi penggunaan lahan di

yaitu 188.955 Ha, lahan perkebunan terkecil

Sumatera Barat dapat dilihat pada Gambar

berada di Kota Solok seluas 138 Ha.

2.1.

Gambar 2.1. Persentase Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan


Sumatera Barat Tahun 2013

Sumber : Olahan Tabel SD-1 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013

Pelestarian

2.1.1.2. Luas Kawasan Hutan Menurut


Fungsi/Statusnya

Barat

Alam

(KAS/KPA)

seluas

806.938,74Ha, Hutan Lindung (HL) seluas

Luas kawasan hutan di Sumatera

791.671 Ha, Hutan Produksi (HP) seluas

berdasarkan

360.608 Ha, Hutan Produksi Terbatas (HPT)

Kehutanan
Tanggal

Keputusan

Menteri

No.SK.35/Menhut-II/2013
15

Januari

2013

seluas

seluas 233.210 Ha,


yang

dapat

dan Hutan Produksi

Dikonversi

(HPK)

seluas

+2.380.057,32 Ha yang meliputi Kawasan

187.629 Ha (sumber : Tabel SD-2, Buku

Konservasi

Cagar

Data SLHD Sumatera Barat, 2013). Luas

Margasatwa/Taman

kawasan hutan menurut fungsi/statusnya

yang

Alam/Suaka
Wisata/Kawasan

terdiri
Suaka

dari

Alam/Kawasan

dapat dilihat pada Gambar 2.2.

II-2

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Gambar. 2.2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Statusnya

Sumber: Olahan Tabel SD-2 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013

Perubahan luas kawasan hutan di

Keputusan

Menteri

Kehutanan

Sumatera Barat secara signifikan ditandai

No.SK.35/Menhut-II/2013

Tanggal

15

dengan terjadinya perubahan luas kawasan

Januari 2013 mengalami perubahan hutan

hutan lindung. Pada tahun 2011, terjadi

lindung seluas 443 ha. Untuk lebih jelasnya

perubahan luas kawasan hutan lindung yang

perbandingan perubahan luas kawasan

berkurang sebesar 200.000 Ha. Sedangkan

hutan menurut fungsinya dari tahun 2010

pada tahun 2012 tidak ada perubahan luas

2013 dapat dilihat pada Gambar 2.3 dan

kawasan lindung. Perubahan terjadi lagi

Gambar 2.4.

pada tahun 2013, dimana berdasarkan


Gambar 2.3. Perubahan Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Statusnya

Sumber : OlahanTabel SD-2.1 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013

II-3

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Gambar 2.4. Perubahan Luas Kawasan Hutan di 5 (Lima) Kabupaten/Kota Tahun 2010 - 2013

Sumber : Olahan Tabel SD-2E Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013

2.1.1.3. Luas Kawasan Lindung Berdasarkan


RTRW dan Tutupan Lahannya

(Taman Nasional Kerinci Seblat) dan Suaka

Luas lahan budidaya yang dapat

merupakan taman nasional lintas provinsi

dimaksimalkan

penggunaannya

Alam. Taman Nasional Kerinci Seblat

hanya

yaitu Provinsi Sumatera Barat, Provinsi

55,2% atau seluas 2.463.358,62 Ha, sisanya

Jambi, Provinsi Bengkulu dan Provinsi

adalah kawasan lindung. (sumber : Tabel

Sumatera Selatan. Untuk segmen Sumatera

SD-3 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera

Barat meliputi Kabupaten Pesisir Selatan,

Barat, 2013 dan RTRW Sumatera Barat

Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Solok

2012-2032). Dari total kawasan lindung

dan Kabupaten Sijunjung (sumber : RTRW

terdapat hutan lindung dengan luasan

Sumatera Barat 2012-2032).

23,68% , hutan suaka alam dan pelestarian

Berdasarkan Rencana Tata Ruang

alam 57,56 %, dan 16,39% kawasan lindung

dan Wilayah Provinsi Sumatera Barat Tahun

berada di hutan produksi, hutan produksi

2012 2032 juga didapat gambaran bahwa

terbatas dan hutan konversi serta 0,52%

pemanfaatan lahan kedua paling luas adalah

kawasan lindung berada di luar hutan.

untuk pertanian. Areal pertanian terbesar

(Sumber : RTRW Sumatera Barat 2012-

berada di Kabupaten Pasaman Barat yaitu

2032)

164.373 Ha dan terkecil di Kota Bukittinggi


Kawasan lindung terluas berada di

598 Ha (sumber : RTRW Sumatera Barat

Kabupaten Limapuluh Kota yaitu 290.392,9

2012-2032). Badan Pertanahan Nasional

Ha, diikuti Kabupaten Pesisir Selatan seluas

(BPN) mencatat bahwa penggunaan lahan

271.523,4 Ha berupa Taman Nasional

sawah ke depannya akan dikonversi secara

II-4

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

terencana melalui RTRW kabupaten/kota

Produksi (HP). Gambar 2.5 menggambarkan

untuk kebutuhan : pemukiman, pusat

bahwa dari 12 kabupaten/kota yang memiliki

usaha/perdagangan,

luas penutupan lahan berupa Hutan Tetap

perkantoran,

infrastruktur jalan dan keperluan lainnya.


2.1.1.4. Luas Penutupan Lahan Dalam
Kawasan Hutan dan Luar Kawasan
Hutan

terluas

adalah

Kabupaten

Kepulauan

Mentawai yaitu 382.565,00 Ha. Hutan


Produksi Konservasi terluas pada Kabupaten
Pasaman yaitu 206.266,00 Ha, sedangkan

Luas penutupan lahan dalam dan non

Areal Penggunaan Lain terluas berada di

kawasan hutan dinyatakan dengan luas

Kabupaten Pesisir Selatan yaitu seluas

kawasan Hutan Tetap (HT) dan kawasan

177.559,00 Ha.

Hutan Produksi Konversi (HPK) serta Areal

Perbandingan luas penutupan lahan

Penggunaan Lain (APL). Hutan Tetap (HT)

pada tahun 2012 dengan tahun 2013

merupakan jumlah luasan dari kawasan

menunjukan bahwa terjadi penurunan jumlah

Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam

penutupan lahan baik dalam dan luar

(KSA-KPA), Hutan Lindung (HL), Hutan

kawasan hutan.

Produksi

Terbatas

(HPT)

dan

Hutan

Gambar 2.5. Perbandingan Luas Penutupan Lahan Dalam dan Luar Kawasan Hutan
Tahun 2012 dan Tahun 2013

Sumber : Olahan Tabel SD-4 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013

2.1.1.5. Luas Lahan Kritis

II-5

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Luas lahan kritis pada tahun 2013


adalah 401.400,84 Ha. Lahan kritis terluas

Bukittinggi memiliki luas lahan kritis terkecil


yaitu seluas 104,19 Ha.

terdapat di Kabupaten Limapuluh Kota yaitu

Total luas lahan kritis Provinsi Sumatera

sebesar 97.417,57 Ha, diikuti Kabupaten

Barat mengalami penurunan pada tahun

Sijunjung

dan

2013 dibandingkan tahun 2012. Bila dilihat

Kabupaten Pasaman seluas 69.718,35 Ha.

dari kategori lahan kritis yang dibagi

Kabupaten Padang Pariaman merupakan

berdasarkan potensial kritis, agak kritis, kritis

Kabupaten yang memiliki lahan kritis terkecil

dan sangat kritis, maka pada tahun 2013

seluas 2.517,32 Ha. Sedangkan untuk

terjadi penurunan lahan kritis. Untuk lebih

tingkat kota, lahan kritis terluas adalah Kota

jelasnya

Sawahlunto yaitu 23.706,40 Ha dan Kota

2.6.berikut

seluas

75.517,92

Ha

dapat

dilihat

pada

Gambar

Gambar 2.6. Perbandingan Lahan Kritis di Sumatera Barat Berdasarkan Kategori


Tahun 2012 dan 2013

Sumber : Olahan Tabel SD-5 Buku Data SLHD Provinsi.Sumatera Barat , 2013

2.1.1.6. Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan


Kering Akibat Erosi Air

untuk tebal tanah kurang dari 20 cm;4,2

Kerusakan tanah di lahan kering

erosi) untuk tebal tanah 20 s/d < 50 cm dan

akibat

erosi

air

tahun

2013

dapat

mm/10 tahun (melebihi ambang batas kritis


9,1

m/10 tahun (melebihi ambang batas

digambarkan di 5 (lima) kabupaten/kota yaitu

kritis erosi) untuk tebal tanah antara 50 s/d

Kota Bukittinggi dengan status laju erosi baik

< 100 cm, Kabupaten Pasaman dengan laju

untuk semua ketebalan tanah, Kota Padang

erosi 3,46 mm/10 tahun (melebihi ambang

Panjang, dengan laju erosi 1,5 mm/10

batas kritis erosi) untuk tebal tanah kurang

tahun (melebihi ambang batas kritis erosi)

dari 20 cm; 4,96 mm/10 tahun (melebihi

II-6

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

ambang batas kritis erosi) untuk tebal tanah

Secara umum kerusakan tanah akibat

20 s/d < 50 cm, Kabupaten Agam dengan

erosi terjadi pada ketebalan tanah kurang

laju

1,4 mm/10 tahun (melebihi

dari 20 cm, tebal tanah antara 20 s/d <50 cm

ambang batas kritis erosi) untuk tebal tanah

dan 50 s/d < 100 cm. Kerusakan tanah di

kurang dari 20 cm; 4,1

mm/10 tahun

lahan kering akibat erosi air mengalami

(melebihi ambang batas kritis erosi) untuk

kecenderungan tetap di tahun 2013 ini. Di

tebal tanah 20 s/d < 50 cm. Sedangkan

Kabupaten Pesisir Selatan, erosi yang

besaran

mengakibatkan kerusakan tanah di lahan

erosi

erosi

kerusakan

tanah

yang
di

mengakibatkan
lahan

kering

di

kering masih memenuhi ambang kritis erosi

Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten

(PP 150 Tahun 2000). Gambar 2.7.

Dharmasraya pada semua ketebalan tanah

memperlihatkan perbandingan kerusakan

tidak melebihi ambang batas kritis erosi.

tanah dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun di


Kabupaten Pesisir Selatan.

Gambar 2.7. Perbandingan Kerusakan Tanah di Lahan Kering Akibat Erosi Air di
Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2011 2013

Sumber : Olahan Tabel SD-5.A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013

2.1.1.7. Kerusakan Tanah di Lahan Kering

Hasil evaluasi kerusakan tanah di


lahan kering di 10 (sepuluh) kabupaten/kota
secara umum hasil pemantauan masih dapat
digolongkan dengan status tidak melebihi

baku mutu, namun masih terdapat parameter


baku mutu yaitu parameter Daya Hantar
Listrik, Derajat Pelulusan Air, Redoks dan
Porositas Total. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat sebagaimana Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan Kering

II-7

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

No

Parameter

A.

Kota Bukittinggi

Redoks

Ambang Kritis

Hasil Pengamatan

Status

< 200 mV

16,87 mV

Melebihi

< 0,7 cm/jam; > 8,0 cm/jam

11,37

Melebihi

> 4,0 mS/cm

8,7

Pariaman
1

Derajat Pelulusan air

Daya Hantar Listrik /DHL

Jumlah Mikroba

B.

Kota Solok

Daya Hantar Listrik /DHL

C.

Kabupaten Solok Selatan

Derajat Pelulusan air

Melebihi
6

< 10 cfu/g tanah

2,6 x 10

Melebihi

> 4,0 mS/cm

80,05

Melebihi

< 0,7 cm/jam; > 8,0 cm/jam

11,52

Melebihi

< 30 % ; > 70 %

29,59 %

Melebihi

< 30 % ; > 70 %

72.07%

Melebihi

< 0,7 cm/jam; > 8,0 cm/jam

14.92

Melebihi

> 4,0 mS/cm

166,3

Melebihi

< 30 % ; > 70 %

0.63%

Melebihi

< 200 mV

25,6 mV

Melebihi

< 18 % koloid;

10,4% koloid

Melebihi

> 80 % pasir kuarsitik

< 30 % ; > 70 %

21.40%

Melebihi

< 200 mV

205mv

Melebihi

Padang Pariaman
1

Porositas Total

D.

Solok

Porositas Total

Derajat Pelulusan air

Daya Hantar Listrik /DHL

E.

Pasaman

Porositas Total

Redoks

F.

Agam

Komposisi Fraksi

Porositas Total

Redoks

Sumber : Olahan Tabel SD-7 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013

Untuk perbandingan antara tahun

tersebut tidak mengalami perubahan yang

2011 2013, evaluasi kerusakan tanah pada

signifikan dimana hasil pemantauan secara

lahan kering dapat dilihat di Kabupaten

umum masih memenuhi Ambang Kritis

Pesisir Selatan. Selama 3 (tiga) tahun

sebagaimana PP 150 Tahun 2000.

Tabel 2.2. Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan Kering Kabupaten Pesisir Selatan
Tahun 2011, Tahun 2012 dan Tahun 2013
Ambang Kritis
No.
1

Hasil Pengamatan

Parameter
2

2011

2012

2013

Ketebalan Solum

< 20 cm

39 cm

39 cm

39 cm

Kebatuan Permukaan

> 40 %

25%

25%

25%

II-8

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Komposisi Fraksi

< 18 % koloid;

20%

20%

23%

> 80 % pasir kuarsitik

68%

68%

58%
3

2,1 g/cm3

60%

60%

23,19%

5 cm/jam

5 cm/jam

5 cm/jam

Berat Isi

Porositas Total

Derajat Pelulusan Air

pH (H2O) 1 : 2,5

< 4,5 ; > 8,5

4,63

4.63

4,77

Daya Hantar Listrik /DHL

> 4,0 mS/cm

6 mS/cm

6 mS/cm

105 mS/cm

Redoks

< 200 mV

321 mV

321 mV

321 mV

15 cfu/ g tanah

15 cfu/ g tanah

27,8 cfu/ g tanah

10

Jumlah Mikroba

> 1,4 g/cm

1,1 g/cm3

< 30 % ; > 70 %
< 0,7 cm/jam ; > 8,0
cm/jam

< 10 cfu/g tanah

1,1 g/cm

Sumber : Olahan Tabel SD-7.A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013

2.1.1.8. Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan


Basah

kerusakahan hutan di Sumatera Barat seluas

Hasil pemantauan kualitas tanah di

terbesar adalah perambahan hutan seluas

lahan basah pada 5 (lima) kabupaten/kota di

39.393,31 Ha (63,99%), ladang berpindah

Sumatera Barat secara umum belum terjadi

seluas 16.653 ha (26,63 %), penebangan liar

kerusakan tanah di lahan basah (masih

seluas 4.882,31 ha (7,18 %), dan terakhir

memenuhi baku mutu PP 150 Tahun 2000).

akibat kebakaran hutan seluas 1.606,50 Ha

Kerusakan tanah di lahan basah dapat

(2,57 %). Berdasarkan luas kerusakan hutan

digambarkan bahwa tidak terjadi perbedaan

antar daerah, maka kerusakan hutan

antara tahun 2011 - tahun 2013.

terbesar terdapat di Kabupaten Pasaman

2.1.1.9. Perkiraan Luas Kerusakan Hutan


Menurut Penyebabnya

62.535,12 Ha. Penyebab kerusakan hutan

Barat

(66.700

Dharmasraya
disebabkan

Ha)

dan

(5.551,55
oleh

Kabupaten
Ha)

perambahan

yang
hutan,

.Kerusakan hutan pada umumnya

termasuk dimanfaatkannya kawasan hutan

disebabkan oleh kebakaran hutan, ladang

untuk perkampungan dan pertanian. Untuk

berpindah, penebangan liar, perambahan

lebih jelasnya dapat dilihat sebagaimana

hutan dan lain-lainnya. Pada tahun 2013

Gambar 2.8 berikut

II-9

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Gambar 2.8. Perkiraan Persentase Luas Kerusakan Hutan Menurut Penyebabnya

Sumber : Olahan Tabel SD-9 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013

Pada tahun 2013 dapat digambarkan

kerusakan adalah Kabupaten Limapuluh

bahwa terjadi penurunan kerusakan hutan

Kota, Kota Padang, Kota Solok dan Kota

secara total dibandingkan tahun 2012 karena

Payakumbuh. Untuk lebih jelasnya dapat

kerusakan hutan akibat penebangan liar

dilihat pada Gambar 2.9. dan Gambar 2.10.

mengalami

penurunan

sangat

Salah satu isu pada lahan dan hutan

signifikan dari 103.443,05 Ha tahun 2012

sebagaimana yang telah disampaikan di

menjadi 4.882,31 Ha pada tahun 2013.

awal adalah terjadinya kerusakan hutan

Sedangkan

hutan

pada daerah-daerah yang sedang diusulkan

mengalami peningkatan dari tahun 2012

untuk perubahan fungsi kawasan hutan ke

seluas 37.598 Ha menjadi 39.393,31 Ha.

Menteri

Namun bila dilihat secara parsial di masing-

perubahan fungsi kawasan hutan tersebut,

masing

memungkinkan

akibat

yang

perambahan

kabupaten/kota,

terdapat

Kehutanan.
bagi

Dengan
daerah

adanya
untuk

kabupaten/kota yang mengalami perubahan

mengembangkan kawasan hutan tersebut

peningkatan

menjadi kawasan budidaya (APL). Beberapa

Kabupaten
Agam

dan

Sedangkan

kerusakan
Pesisir

Selatan,

Kabupaten
yang

hutan

yaitu

Kabupaten

Dharmasraya.

mengalami

penuruan

fakta

ditemui

bahwa

keberadaan

perkampungan dan pertanian sudah ada


sejak lama pada lokasi tersebut.

II-10

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Gambar 2.9. Perkiraan Luas Kerusakan Hutan Menurut Penyebabnya

Sumber :Olahan Tabel SD-9 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat , 2013

Gambar 2.10. Perbandingan Perkiraan Luas Kerusakan Hutan


Menurut Penyebabnya Tahun 2011 - Tahun 2013

Sumber :Olahan Tabel SD-9B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013

Pelepasan Kawasan Hutan Yang


Dapat
Dikonversi
Menurut
Peruntukan

penggunaan

Permasalahan mendasar pada

yang paling banyak pada tahun 2013 adalah

hutan dan lahan salah satunya adalah

kegiatan perkebunan sebesar 57.04 % dan

konversi

pertambangan sebesar 20.10 %. Untuk lebih

2.1.1.10.

kawasan

hutan

ke

areal

pertanian,

lain

seperti

pemukiman,

perkebunan,

industri,

pertambangan dan lainnya. Konversi hutan

II-11

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.11

bahwa telah terjadi penurunan luas hutan

konversi hutan terbesar pada tahun 2013

yang dikonservasi dari 56.317,23 Ha di

terjadi di Kabupaten Sijunjung seluas

tahun 2011 menjadi 51.221,83 Ha di tahun

90.484,55

untuk

2012 namun pada tahun 2013 mengalami

Kabupaten

peningkatan konversi menjadi 158.436,43

Ha

yang

Ha. Bila dilihat secara parsial dari masing-

dikonversi untuk areal pertambangan dan

masing kabupaten/kota yang mengalami

saat ini

masih dalam tahapan usaha

peningkatan yaitu Kabupaten Pasaman,

eksplorasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

Kab. Agam, Kabupaten Sijunjung dapat

pada Gambar 2.12.

dilihat pada Gambar 2.13.

Ha

perkebunan,
Pasaman

yang

dikonversi

selanjutnya

seluas

49.705,64

Kecenderungan konversi hutan


pada tahun 2011 - 2013 dapat digambarkan
Gambar 2.11. Konversi Hutan Tahun 2013

Sumber : Olahan Tabel SD-10 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013

Gambar 2.12. Konversi Hutan di 8 (Delapan) Kabupaten/Kota Tahun 2013

Sumber : Olahan Tabel SD-10.A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013

II-12

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Gambar 2.13. 8 (Delapan) Kabupaten/Kota yang Melakukan


Konversi Hutan Terluas Tahun 2011 - Tahun 2013

Sumber: Olahan Tabel SD-10 B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013

2.1.2 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup


Tutupan Hutan dan Lahan

dengan luas kawasan hutan berdasarkan


Keputusan Menteri Kehutanan.
Berdasarkan data yang terdapat dalam

Cara

lain untuk menilai kondisi

hutan dan lahan secara cepat

buku data SLHD Provinsi Sumatera Barat, telah

adalah

dilakukan perhitungan Indeks Tutupan Hutan dan

Kualitas

Lahan dengan hasil perhitungan menunjukkan

Lingkungan Hidup (IKLH) tutupan hutan dan

bahwa tutupan hutan dan lahan di Sumatera

lahan berdasarkan data luas hutan primer

Barat

dan luas hutan sekunder yang dibandingkan

jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut.

dengan

menggunakan

Indeks

masih berkategori baik. Untuk lebih

Tabel 2.3. Indeks Tutupan Hutan dan Lahan Provinsi Sumatera Barat
No.

Jenis Hutan

1.

Hutan Primer

2.

Hutan Sekunder
Total

Luas Tutupan (Ha)


593.707
1.385.656
1.979.363

Luas Kawasan
Hutan/LKH (Ha)

Indeks Tutupan
Hutan dan Lahan
(ITH)

Kategori

0,83164

Baik

2.380.057,32
2.380.057,32

Sumber : Olahan Tabel SD-1B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013

2.2.

KEANEKARAGAMAN
HAYATI

Keanekaragaman hayati merupakan


keanekaragaman makhluk hidup di muka bumi
dan peran-peranan ekologisnya yang meliputi
keanekaragaman ekosistem, keanekaragaman

II-13

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

spesies,

dan

keanekaragaman

genetik.

Keanekaragaman hayati daerah merupakan


gambaran keanekaragaman yang terdapat atau
yang dimiliki daerah tersebut dan merupakan
satu kesatuan yang utuh.
Keanekaragaman hayati memiliki nilainilai lingkungan, budaya, sosial dan ekonomi

2.2.1.

Flora dan Fauna yang dilindungi

Fauna yang dilindungi dari jenis


reptilia ada 7 spesies dengan status endemik
yaitu : ajag/anjing hutan, beruang madu
(Helarctos malayanus), binturong (Artictis

yang penting. Karena itu, keanekaragaman

binturong), harimau sumatera (Phantera

hayati suatu daerah akan turut membentuk

tigris sumaterae), kelinci hutan, ungko

kebudayaan dan sosiologi masyarakat suatu

(Hylobates

daerah. Selain itu, sesuai dengan perkembangan

sumatera (Hystric sumatrae). Sedangkan

zaman, maka keanekaragaman hayati juga bisa

dari jenis burung ada 30 jenis dengan status

mempengaruhi aktivitas perekonomian kelompok

endemik dimana 5 (lima) jenis diantaranya

masyarakat yang menempati daerah tersebut.

Berikut analisis keanekaragaman


hayati

di

didasarkan

Sumatera
pada

kelangkaannya,
kualitatif

dan

Barat.
statusnya,

kelimpahannya
tidak

Analisis
jenis
secara

berdasarkan

kuantitasnya. Analisis juga berdasarkan


perbandingan antar lokasi terkait dengan
sebaran spesies.

syndactylus),

dan

landak

dalam status terancam yaitu sempidan


sumatera, ciung mungkal sumatera, cucak
mutiara, paok scheinder dan tokhtor sunda.
Sedangkan burung ciung batu sumatera,
cucak sumatera, merabu/bangau tong-tong
dan pedendang topeng berada dalam status
terancam. Untuk spesies yang dilindungi dari
jenis aves yaitu Beluk Jambuk dan

itik

liar/mentok rimba.
Gambar 2.14. Fauna yang Dilindungi
Klasifikasi
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Kelas

: Mammalia

Ordo

: Rodentia

Famili

: Hystricidae

Genus

: Hystrix

Spesies

: Hystrix sumatrae

Dari jenis reptilia ada 3 (tiga)

atau yang lebih dikenal dengan katak

spesies dalam kondisi terancam yaitu Baning

merupakan spesies dengan status endemik,

coklat, kura-kura pipi putih dan kuyu batok.

terancam dan berlimpah. Sedangkan kodok

Sedangkan spesies yang dilindungi yaitu

sawah (Fejervarya cancrivora) dan katak

Bulus/labi-labi, kura-kura duri dan labi-labu

pohon (Hyla versicolor) merupakan spesies

hutan. Dari jenis amphibi terdapat Rana, sp

dalam status terancam.

Jenis amphibi
II-14

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

dalam status berlimpah yaitu koncek hijau

Flora

yang

terancam

(Rana cancrivora) dan koncek kasek (Bufo

keberadaannya yaitu : anggrek bulan

melanotictos)

sumatera

Dari jenis keong untuk spesies


keong

mas

dan

siput

dalam

status

berlimpah. Kupu-kupu Bidadari (Chetosia


myrina),

kupu-kupu

sayap

surga

(Ornithoptera paradisea) dan kupu-kupu raja


(Trides criton) merupakan spesies endemik
yang terancam dari jenis insecta, dua jenis
spesies

lainnya

yang

terancam

yaitu

kumbang dan belalang sembah sedangkan


spesies yang keberadaannya berlimpah
yaitu belalang sembah dan capung.

(Phalaenopsis

sumatrana),

Raflesia (Rafflesia arnoldi), Pinus Kerinci


(Pinus

merkusii),

bunga

bangkai

(Amorphopalus titanium), kantong semar


(Nepenthes,

sp.), tengkawang

stenopten),

anggrek

hitam

(Shorea
(Coelogne

Pandurata),rumput laut (Euchema cottonii),


Rhizhantes (Rhizhantes sp).

Sedangkan

spesies yang dilindungi yaitu Raflesia


(Rafflesia

arnoldi)

Kantong

Semar

(Nepenthes, sp.) Vanda Sumatera (Vanda


sumatreae) dan Anggrek Hitam (Coelogne
pandurata).

Gambar 2.15. Flora yang Dilindungi

2.2.2.

Bunga Bangkai (Amorphopalus titanium)


Jumlah dan Jenis Spesies Fauna
Beruang madu

(Helarctos

yang Dilindungi

Harimau

dahan

Jumlah spesies yang dilindungi di

Harimau

sumatera

(Neofelis

malayanus),
nebulosa),

(Panthera

tigris

kabupaten/kota di Sumatera Barat yang

sumatrae), kucing hutan/Meong congkok

terbanyak yaitu dari jenis hewan menyusui

(Felis bengelensis) dan Menjangan/Rusa

sebanyak 30 jenis yang terdapat di

sambar (Cervus,sp) hal ini dimungkinkan

Kabupaten

karena Kabupaten Solok Selatan termasuk

Solok

Selatan

diantaranya

II-15

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

sebagian

wilayah

konservasi

Taman

religiosa

robusta),

Rangkong

Gading

Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Sedangkan

(Rhinoplax vigil) dan Kuau (Argusianus

jumlah spesies dilindungi kedua terbanyak

argus). Sedangkan yang ketiga terbanyak

yaitu dari jenis burung sebanyak 16 spesies

yaitu dari jenis Amphibi yaitu sebanyak 15

masih di wilayah Kabupaten Solok Selatan

spesies yang terdapat di Kabupaten Solok.

diantaranya Alap-alap putih/alap-alap tikus

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

(Ealanus caerulleus), Beo Nias (Gracula

Gambar 2.16.

Gambar 2.16. Jumlah dan Jenis Spesies Fauna yang Dilindungi di Kabupaten/Kota

Sumber : Olahan Tabel SD 11 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013

Jumlah dan Jenis Spesies Flora dan

(satu) jenis dan tumbuh-tumbuhan sebanyak

Fauna yang Endemik

7 (tujuh) jenis. Diketahui juga di Kota

Jumlah spesies flora dan fauna

Sawahlunto terdapat 4 (empat) jenis spesies

yang endemik terbanyak menurut data dari

yang endemik dan di Kabupaten Pasaman

Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat

sebanyak 9 (sembilan) jenis spesies.

tahun 2013 terdapat di Kota Padang dengan

Adapun perbandingan jumlah da spesies

klasifikasi hewan menyusui sebanyak 8

antar daerah dapat dilihat pada Gambar

(delapan) jenis, Burung sebanyak 5 (lima)

2.17.

2.2.3.

jenis, Reptil sebanyak 13 jenis, Amphibi 1


Gambar 2.17. Jumlah dan Jenis Spesies Flora dan Fauna yang Endemik

II-16

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Sumber

Olahan Tabel SD-11B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013

2.2.4.

Jumlah dan Jenis Spesies Flora dan

21 spesies. Jenis reptil terbanyak juga

Fauna yang Terancam

terdapat di Kota Padang sebanyak 15


menyusui

spesies dan dari jenis tumbuhan sebanyak

jumlah terbanyak diketahui terdapat di

10 jenis juga terdapat di Kota Padang. Untuk

Kabupaten Solok Selatan yaitu sebanyak 28

lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar

spesies, sedangkan untuk spesies burung

2.18.

Untuk

jenis

hewan

terbanyak terdapat di Kota Padang sebanyak


Gambar 2.18. Jumlah dan Jenis Spesies Flora dan Fauna yang Terancam

Sumber : Olahan Tabel SD-11C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013

2.2.5.

Jumlah dan Jenis Spesies Flora dan


Fauna yang Berlimpah

Untuk jenis spesies yang berlimpah


di Kota Padang terdapat 11 jenis ikan,
sedangkan di Kota Bukittinggi spesies
II-17

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

burung

diketahui

lebih

banyak

yaitu

sebanyak 3 (tiga) jenis, dari amphibi 4

sebanyak 16 jenis. Di Kabupaten Solok

(empat) spesies dan dari keong 1 (satu)

Selatan diketahui sebanyak 3 (tiga) jenis dan

spesies, sedangkan untuk tumbuhan ada 2

dari burung 1 (satu) species. Di Kabupaten

(dua) spesies. Untuk lebih jelasnya dapat

Padang Pariaman diketahui dari jenis reptil

dilihat pada Gambar 2.19

Gambar 2.19.Jumlah Jenis Spesies Flora dan Fauna yang Berlimpah

Sumber: Olahan Tabel SD-11D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013

2.3. AIR

Sumatera Barat memiliki lebih dari


3.303 anak sungai dan sungai utama yang
melintasi kabupaten/kota, terbagi dalam 8
II-18

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

(delapan) wilayah sungai dengan potensi

Berdasarkan

Lampiran

III.1

sumberdaya air yang cukup besar, yakni

Keputusan Presiden RI No. 12 Tahun 2012

mencapai lebih kurang 50.950 juta m3/tahun

tentang Penetapan Wilayah Sungai, 8

yang terdiri dari 36.393 juta m3/tahun air

(delapan) Wilayah Sungai (WS) dalam

permukaan dan 14.557 m3/tahun air tanah.

Provinsi Sumatera Barat dapat dijabarkan


seperti Tabel 2.4. dan Gambar 2.20 berikut.

Tabel.2.4. Kode dan Nama Wilayah Sungai (WS) Provinsi Sumatera Barat
No
1
2
3
4
5
6
7
8

Kode

Nama Wilayah Sungai


5 (lima) WS lintas provinsi
01.18.A2
WS Rokan
(Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Riau);
01.27.A2
WS Kampar
(Sumatera Barat dan Riau)
01.29.A2
WS Indragiri-Akuaman
(Sumatera Barat dan Riau)
01.37.A2
WS Batang Hari
(Sumatera Barat dan Jambi)
01.18.A2
WS Batang Natal-Batang Batahan
(Sumatera Barat dan Sumatera Utara)
2 (dua) WS lintas kabupaten/kota
01.21.B
Silaut Tarusan
01.19.B
Masang Pasaman
1 (satu) WS dalam satu kabupaten/kota
01.20.C
Siberut Pagai Sipora

Sumber : Keputusan Presiden RI No. 12 Tahun 2012 tentang Penetapan Wilayah Sungai

Gambar 2.20. Peta Wilayah Sungai Sumatera Barat

Sumber : Keputusan Presiden RI No. 12 Tahun 2012 tentang Penetapan Wilayah Sungai

Berdasarkan data dari Dinas PSDA


Prov. Sumbar tahun 2011, luas catchment

area untuk masing-masing Wilayah Sungai


(WS) Sumatera Barat adalah:

II-19

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

1.

WS Rokan: 2.189,29 km2; WS Kampar:

disebabkan aktifitas domestik dan industri,

2.588,34

baik dari industri skala besar maupun dari

km2;

WS

IndragiriAkuaman:

10.542,71 km2;
2.
3.

usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

WS Batang Hari: 8.245,22

WS Batang

Pendekatan analisis dilakukan pada

Natal-Batang Batahan: 379,549 km2;

sumber air yaitu :

Silaut Tarusan: 6.279,19 km2; Masang

1.

Pasaman: 5.933,23
4.

km2;

km2;

yang

dianalisis

adalah

sungai-sungai target Standar Pelayanan

Siberut Pagai Sipora: 7.337,90 km2;

Kewenangan pengelolaan sumber air


di Sumatera Barat terdiri dari kewenangan

Minimal (SPM) dan Sungai-sungai lintas


provinsi yang strategis.

2.

kabupaten/kota.

Terhadap

Danau/Telaga/Embung

yang

dianalisis

adalah Danau/Telaga/ Embung yang skala

pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan


pemerintah

Sungai-sungai

prioritas

3.

Parameter yang diuji adalah parameter

sungai-sungai lintas provinsi merupakan

kunci dan parameter yang memperlihatkan

kewenangan pemerintah pusat. Sungai-

kecendrungan penurunan kualitasnya.

sungai lintas kabupaten/kota merupakan


kewenangan

pemerintah

provinsi,

sedangkan sungai-sungai yang berada

3.3.1.

3.3.1.1. Inventarisasi Sungai

dalam wilayah administrasi kabupaten/kota


mejadi

kewenangan

pemerintah

Kondisi Air & Kecenderungannya

Di Provinsi Sumatera Barat terdapat


sekitar 606 buah sungai, baik skala besar
maupun kecil, dengan rincian sungai lintas

kabupaten/kota.
Salah satu isu lingkungan hidup
strategis pada pembahasan SLHD Sumatera

provinsi sebanyak 27 sungai besar dan sungai


kecil meliputi lintas Provinsi Sumatera Utara,
Riau, Jambi dan Bengkulu. Sungai Lintas

Barat Tahun 2013 adalah masalah sumber

kabupaten/kota sebanyak 81 sungai dan sungai

air, yang dapat dapat dirumuskan sebagai

dalam

berikut:

sebanyak 498 sungai besar dan kecil.

wilayah

administrasi

kabupaten/kota

a. Kuantitas sumber air, yaitu perbedaan

Sungai lintas provinsi di Sumatera

debit yang signifikan antara musim

Barat yang dijadikan sebagai sungai strategis

kemarau dan musim hujan, yaitu

nasional yaitu Batang Hari (Provinsi Sumatera

dengan telah terjadinya degradasi pada

BaratJambi),

sempadan, Daerah Aliran Sungai DAS)

Sumatera BaratRiau), dan Indragiri-Akuaman

dan Daerah Tangkapan Air (DTA).

(Provinsi Sumatera BaratRiau), serta Sungai

Kualitas

terjadinya

Batang Kuantan. Hulu keempat sungai strategis

penurunan kualitas air permukaan sebagai

nasional tersebut berada di Sumatera Barat,

dampak dari aktifitas domestik (limbah),

yaitu:

b.

sumber

air,

yaitu

Batang

Kampar

(Provinsi

pertanian, perikanan serta pertambangan.


Khusus untuk daerah perkotaan cenderung

II-20

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

1)

2)

3)

4)

Hulu Sungai Batang Hari berada di Jorong

sungai utama. Kedalaman sungai juga bervariasi,

Batang Hari, Nagari Alahan Panjang Kec.

yaitu pada kisaran 0,12 m s/d 9 m. Perbedaan

Lembah Gumanti, Kabupaten Solok.

kedalaman sungai sangat dipengaruhi oleh

Hulu Sungai Kampar berada di Jorong

intensitas curah hujan. Sungai terlebar adalah

Patamuan Nagari Muaro Sungai Lalo Kec.

Sungai Batang Hari (lebar permukaan mencapai

Mapat

150 m). Beberapa sungai dengan kedalaman

Tunggul

Selatan,

Kabupaten

Pasaman.

mencapai 9 m adalah Sungai Batang Kampar

Hulu Sungai Indragiri - Akuaman merupakan

Kiri, Sungai Batang Angkis Gadang, serta Sungai

outlet Danau Singkarak (Batang Ombilin) di

Batang Pinago, ketiga sungai tersebut terdapat di

Kabupaten Tanah Datar.

Kabupaten Limapuluh Kota. Untuk nilai debit

Hulu Batang Kuantan, berada di Kabupaten

sungai-sungai di Sumatera Barat, debit minimum

Sijunjung dan hilir berada pada Kecamatan

bervariasi antara 0,02 m3/detik (Sungai Batang

Kamang Baru. Hulu sungai merupakan

Painan, Kabupaten Pesisir Selatan) s/d 434,99

pertemuan 2 sungai, yakni Batang Ombilin

m3/detik (Sungai Batang Hari, Kabupaten Solok

dan

Selatan), sedangkan debit maksimum berkisar

Batang

Palangki

di

Kabupaten

Sijunjung.

antara 0,1 m3/detik (Sungai Batang Batu

Sungai-sungai

di

Sumatera

Barat

memiliki panjang, lebar (permukaan dan dasar)


serta kedalaman yang bervariasi. Sungai Batang

Gending, Kabupaten Solok Selatan) sampai


dengan 1.864,60 m3/detik (Sungai Batang Hari,
Kabupaten Dharmasraya).

Hari adalah yang terpanjang di Sumatera Barat.

Berdasarkan perbandingan rasio debit

Total panjang Sungai Batang Hari 775 km,

maksimum/miniman sungai di Sumatera Barat,

sekitar 583 km berada di Propinsi Jambi dan 192

debit sungai di Kota Padang cenderung

km berada di Provinsi Sumatera Barat (Sumber:

berfluktuasi cukup tinggi dengan rasio tertinggi

Dinas PSDA Provinsi Sumatera Barat, 2012),

debit antara musim kemarau dan musim hujan

melintasi Kabupaten Solok (17 km), Kab. Solok

adalah Batang Latuang sebesar 742,62; Batang

Selatan (89 km), dan Kabupaten Dharmasraya

Limau Manis yaitu : 702,32; dan Batang Arau

(60 km).

sebesar 128,57. Sungai lain adalah Batang


Lebar permukaan sungai di Sumatera

Barat berkisar antara 1 - 150 m, dan lebar dasar


sungai berkisar antara 0,5 m s/d 156 m. Bagian
rentang dan hilir sungai pada umumnya melebar
seiring bersatunya beberapa anak sungai ke

Gumanti (107,14) dan Sumani (120) yang berada


di Kabupaten Solok. Perbandingan rasio debit
maksimum/minimum sungai di Sumatera Barat
tahun 2011-2013 dapat dilihat pada Gambar
2.21.

Gambar 2.21. Perbandingan Rasio Debit Maksimim/Minimum Sungai


Di Sumatera Barat Tahun 2011-2013

II-21

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Sumber: Olahan Tabel SD-12C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

2.3.1.2

Inventarisasi

Danau/Waduk/Situ/

Embung

danau/waduk/embung/telaga, baik skala besar


maupun kecil, yang tersebar di kecamatan/nagari
kabupaten/kota

se-Sumatera

Barat,

dengan rincian sebagai berikut: Kota Padang (1);


Kota Padang Panjang

(Sumatera Utara), dengan luas mencapai 10.780


Ha dan kapasitas volume sebesar 16.100.000

Sumatera Barat memiliki 248 buah

dalam

kedua di Sumatera setelah Danau Toba

(1); Kota Solok (2);

Kabupaten Padang Pariaman (5); Kabupaten


Tanah Datar (63); Kabupaten Pesisir Selatan (8);
Kabuparten Sijunjung (12); Kabupaten Solok
(39); Kabupaten Dharmasraya (20); Kabupaten
Pasaman Barat (3); Kabupaten Agam (39); dan
Kabupaten Limapuluh Kota (55), sehingga total
248 buah danau/waduk/embung/telaga. Dari
jumlah tersebut, terdapat 5 (lima) buah danau
besar, yaitu Danau Singkarak (Kabupaten Tanah
Datar dan Kabupaten Solok), Danau Maninjau
(Kabupaten Agam), Danau Diatas dan Danau
Dibawah (keduanya berada di Kabupaten Solok).
Danau Singkarak merupakan danau terbesar

m3.
Keberadaan danau/telaga antara lain
dimanfaatkan

untuk

irigasi,

air

minum,

pembangkit listrik, pengendali banjir, serta


pariwisata. Danau Singkarak memiliki peran dan
fungsi yang sangat penting, baik dari segi
ekonomi-sosial-budaya,
pembangunan

maupun

nasional,

yaitu

menunjang
sebagai

Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) untuk


distribusi wilayah Sumatera Bagian Selatan
(Sumatera Barat, Riau, Jambi dan Sumatera
Selatan). Terdapat satu jenis ikan di Danau
Singkarak, satu-satunya di dunia, merupakan
ikan endemik Danau Singkarak , yaitu Ikan Bilih
(Mystacoleucus padangensis). Keberadaan ikan
ini semakin menurun, bahkan terancam punah,
karena frekuensi penangkapan ikan yang cukup
tinggi serta cara-cara penangkapan yang tidak
ramah lingkungan.

Gambar 2.22. Keindahan Danau Singkarak

II-22

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Gambar 2.23. Tepian Danau Singkarak Sebagai Ajang Tour De Singkarak

Gambar 2.22. Ikan bilih Danau Singkarak


Gambar 2.24. Ikan Khas Danau Singkarak (Ikan Bilih)

Di samping Danau Singkarak, Danau

umum kondisi terbesar di Sumatera Barat dapat

Maninjau di Kabupaten Agam, juga digunakan

dilihat pada Tabel 2.5. berikut peta lokasi 4

sebagai sumber energi listrik (PLTA). Masyarakat

(empat) danau terbesar di Sumatera Barat

sekitar memanfaatkan danau untuk budidaya

seperti pada Gambar 2.25.

ikan melalui Keramba Jaring Apung (KJA). Data

Ketinggian Permukaan
(mdpl)

Danau
Singkarak

Danau Tektonik

1.078

130,0

20

6,5

268

16,1

363,5 LS : 03644,17

Danau
Maninjau

Danau Vulkanik

248

99,5

16

105

10,4

459,0 LS : 019

Jenis Danau

Lebar Maksimal (km)

Nama
Danau

Volume Air (km3)

Luas Danau (km2)

No

Kedalaman Rata-rata
(m)

Luas Catchment Area


(km2)

Panjang Maksimal (km)

Tabel 2.5. Danau di Sumatera Barat

Koordinat

Lokasi

Kab. Solok dan


Kab. Tanah
BT : 1003221,14 Datar
Kab. Agam

BT : 10012

II-23

Danau Tektonik

Danau
Dibawah

Danau Tektonik

39

6,25

Kedalaman Rata-rata
(m)

Lebar Maksimal (km)

Panjang Maksimal (km)

17,0

2,75

44

Ketinggian Permukaan
(mdpl)

Danau
Diatas

Volume Air (km3)

Jenis Danau

Luas Danau (km2)

Nama
Danau

No

Luas Catchment Area


(km2)

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

0,37

1.531,0 LS : 1437

Koordinat

Lokasi

Kab. Solok

BT : 1004517
30

14,0

5,62

309

0,28

1.462,0 LS : 1035

Kab. Solok

BT : 1004351

Sumber : Olahan Tabel SD-12 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013

Gambar 2.25. Lokasi 4 (Empat) Danau Terbesar di Sumatera Barat

Sumber : Google Earth, 2013

Di

samping

danau/telaga,

di

Beberapa embung di Sumatera Barat

Sumatera Barat juga terdapat embung.

antara

Embung atau tandon air merupakan waduk

Limapuluh Kota), Talago Bujur (Kabupaten

berukuran mikro di lahan pertanian (small

Tanah Datar), Ampiang Parak (Kabupaten Pesisir

farm

untuk

Selatan), Lubuk Mato Kucing (Kabupaten Pesisir

menampung kelebihan air hujan di musim

Selatan), Embung Gaung (Kabupaten Solok),

hujan. Di lahan rawa namanya pond yang

Embung Ngalau (Kabupaten Sijunjung), serta

reservoir)

yang

dibangun

berfungsi sebagai tempat penampungan air


drainase saat kelebihan air di musim hujan
dan sebagai sumber air irigasi pada musim
kemarau.

lain

Batang

Simung

(Kabupaten

Embung Lubuk Banio (Kabupaten Dharmasraya).


Pengembangan

dan

pembangunan

embung merupakan upaya di dalam konservasi


air. Ketersediaan air pada embung diharapkan
mampu mengatasi kekurangan air pada musim

II-24

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

kemarau. Di Sumatera Barat khususnya pada

embung atau tabek yang sudah sejak lama

bagian Timur Bukit Barisan seperti Kabupaten

masyarakat

Solok, Tanah Datar, Limapuluh Kota, Agam,

memenuhi kebutuhan air. Pemerintah sejak

Bukittinggi dan kawasan lainnya dimana topografi

tahun 1965 hingga tahun 2012 telah banyak

dan

terbatas,

memberikan bantuan dalam pengembangan

pengembangan embung sangat cocok untuk

embung. Beberapa embung dengan skala yang

membantu pemecahan masalah kekurangan air

cukup besar dan masih berfungsi di Sumatera

di musim kemarau. Pada beberapa kenagarian di

Barat dapat dilihat pada Tabel 2.6

sumberdaya

air

yang

mengembangkannya

untuk

kabupaten-kabupaten tersebut dapat ditemui

Tabel 2.6. Beberapa Embung di Sumatera Barat


No.

Nama Embung

Volume Tampungan (m3)


3.000.000

Kabupaten

Amping Parak

Pesisir Selatan

Embung Danau Tuo

510.000

Solok

Embung Lubuk Pinawar

140.000

Limapuluh Kota

Embung Danau Tuo

510.000

Solok

Embung Sei Bawak

110.000

Agam

Embung Sijawi-jawi

50.000

Dharmasraya

Sumber : Olahan Tabel SD-13.A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Gambar 2.26. Embung Teratak Paneh Ampiang Parak, Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan

Gambar 2.27. Pembabatan Hutan di Sempadan Sungai untuk Ditanami Karet

2.3.1.3. Kualitas Air Sungai

Kualitas air sungai dipengaruhi oleh


bagian hulunya dan juga kondisi DAS serta

II-25

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

aktifitas pada sempadan sungai. Pada umumnya,

Hari) dan 4 (empat) titik sampling untuk anak

di sempadan sungai ditemukan daerah/lahan

sungai (yang bermuara) ke Batang Hari. Adapun

bukaan (land clearing) yang akan digunakan

titik lokasi pemantauan dapat dilihat pada Tabel

untuk perladangan (tanaman sawit, jagung, atau

2.7 dan Gambar 2.28. Dari hasil analisis

karet).Pohon dan tanaman bekas land clearing

laboratorium, beberapa parameter yang diatas

dibakar. Lahan bekas bukaan ini sangat rawan

baku mutu adalah pH, TSS, BOD, COD, Nitrit,

mengalami erosi sebagai akibat dari tergerusnya

Total Phosphat, Raksa, Seng, serta parameter

top soil oleh air hujan.

bakteriologis (Fecal Coli dan Total Coliform).

a.

Unsur Hg selain ditemukan pada sampel air, juga

Sungai Batang Hari

ditemukan pada sampel sedimen yang diambil

Kondisi air Sungai Batang Hari saat ini


sangat

memprihatinkan

kekeruhan

yang

dimana

sangat

tinggi,

tingkat

(pada titik BH3, BH4, BH5), untuk periode


pemantauan kelima.

sehingga

mempengaruhi tingkat sedimentasi pada badan

Tingginya hasil analisis laboratorium

sungai. Tingginya tingkat kekeruhan air Sungai

pada beberapa parameter uji kualitas air

Batang Hari diindikasi disebabkan karena

Sungai

semakin

disebabkan oleh kegiatan :

meningkatnya

aktifitas

kegiatan

penambangan galian golongan C dan aktifitas


ekploitasi penambangan bijih besi yang berlokasi

Penambangan

Hari,

galian

diindikasikan

Golongan

(sirtukil)

di Air Dingin Kabupaten Solok, kegiatan


Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di

Batang

Aktifitas PETI (aktifitas penambangan

sepanjang Sungai Batang Hari mulai dari

emas/proses amalgamasi dan kerukan

Kabupaten Solok Selatan hingga Kabupaten

bebatuan untuk mendapatkan emas)

Dharmasraya, adanya kegiatan land clearing

Masuknya residu pupuk dan pestisida

untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit

pada lahan pertanian/perladangan di

dan

sepanjang sempadan Sungai Batang

masih

terindikasi

adanya

kegiatan

perambahan hutan, sehingga tingkat erosi akibat


aliran

air

permukaan

telah

menimbulkan

sedimentasi yang cukup tinggi pada badan


Sungai Batang Hari.

Hari

di DAS Sungai Batang Hari

Pemantauan kualitas air Sungai Batang


Hari pada tahun 2013, dilakukan terhadap 6

Aktifitas domestik (pemanfaatan MCK)


Pengaruh sedimen yang terbawa arus
saat musim hujan akibat terjadinya
bukaan lahan.

(enam) titik sampling untuk sungai utama (Batang

Tabel. 2.7. Lokasi Pemantauan Kualitas Air Sungai Batang Hari Tahun 2013
No

Titik
Sampling

Kode
Sampling

BH1

Jorong

Nagari

Kecamatan

Batang
Hari

Alahan
Panjang

Lembah
Gumanti

Koordinat

Kabupaten/Kota

Solok

LS

BT

01o0611,0

100o4621,1

II-26

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

No

Titik
Sampling

Kode
Sampling

II

BH2

III

BH3

IV

BH4

BH5

VI

VII

VIII

IX

10

BH6
BH
Sangir
BH
Momong
BH
Pangian
BH
Sipotar

Jorong

Nagari

Kecamatan

Gasing
Muaro
Sangir
Sungai
Sangkir

Lubuk UlangAling
Kampung
Baru
Sungai
Dareh

Sangir
BatangHari
Sangir
Pulau
Punjung

Solok Selatan

Siguntur
Sungai
Langkok
Muaro
Sangir
Sungai
Kambut

Siguntur
Sungai
Langkok
Kampung
Baru
Sungai
Kambut

Sitiung

Dharmasraya

Tiumang

Dharmasraya

Sangir
Pulau
Punjung

Solok Selatan

Siguntur
Koto
Ranah

Siguntur
Lubuk Ulang
Aling

Sitiung
Sangir
BatangHari

Dharmasraya

Koordinat

Kabupaten/Kota

Solok Selatan

Dharmasraya

Dharmasraya

Solok Selatan

LS

BT

01o1603,9

101o1946,2

01o1203,4

101o2103,5

00o5746,1

101o3012,9

00o5711,0

101o3323,2

01o0544,3

101o4649,7

01o0544,3

101o4649,7

00o5918,0

101o2551,9

00o5703,2

101o3318,7

01o0452,2

101o2335,9

Sumber : Bapedalda Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Gambar 2.28. Peta Lokasi Titik Sampel Sungai Batanghari

Sumber : Bapedalda Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Parameter TSS

Pada hulu sungai (BH1), parameter TSS


masih berada di bawah Baku Mutu, karena.

II-27

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

daerah hulu masih belum dipengaruhi oleh

sungai. Tingginya nilai parameter TSS ini

aktifitas manusia yang dapat meningkatkan

diindikasikan akibat aktifitas penambangan

kandungan TSS. Parameter TSS mengalami

galian C dan penambangan emas illegal

peningkatan dari hulu ke hilir serta berada di

(PETI).Parameter

atas Baku Mutu, terutama saat pemantauan

penurunan pada pemantauan bulan Mei,

bulan April dan Juni (kecuali titik BH5), pada

Juli, dan Oktober 2013.

TSS

mengalami

titik BH3 hingga BH6, termasuk pada anak


Gambar 2.29. Parameter TSS pada Sungai Batang Hari

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Gambar 2.30.Aktifitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) Di Sungai Batang Hari

Sumber : Hasil Pemantauan Bapedalda Provinsi Sumatera Barat, 2013

Parameter BOD

Parameter BOD berada di atas baku


mutu pada pemantauan periode bulan
April dan Mei, kecuali untuk yaitu titik

BH1 dan BH Sipotar. Dari pemantauan


lapangan, bulan tersebut terkategori
musim kemarau. Dengan debit yang
rendah, pengaruh aktifitas domestik

II-28

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

(pemukiman)

berdampak

terhadap

Batang Hari.

tingginya kandungan BOD pada Sungai


Gambar 2.31. Parameter BOD pada Sungai Batang Hari

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

berada diatas Baku Mutu (kecuali untuk

Parameter COD

Parameter COD mengalami mengalami


fluktuatif naik dan turun secara tidak
beraturan dari hulu hingga ke hilir. Untuk
pemantauan pada bulan April, Juni, dan
Oktober, kandungan COD-nya sebagian

titik BH1 dan BH4 pada bulan April).


Tingginya
satunya

parameter
karena

COD

aktifitas

salah

domestik

(pemukiman). Hasil analisis memenuhi


baku mutu di Bulan Mei dan Jul i2013.

Gambar 2.32. Parameter COD Air Sungai Batang Hari

II-29

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013

Total Phospat (PO4)

yang berada di bawah Baku Mutu. PO4

Kandungan Total Pospat berada di atas

dipengaruhi oleh aktifitas pertanian dan

Baku Mutu, kecuali titik BH1 dan BH

perladangan (penggunaan pestisida dan

Pangian untuk pemantauan bulan Juni

pupuk).

Gambar 2.33. ParameterTotal Phospat Air Sungai Batang Hari

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

NO2

BH Pangian dan BH Sangir. Sama

Pengukuran parameter NO2 berada di

seperti PO4, NO2 juga dipengaruhi oleh

bawah Baku Mutu, kecuali pemantauan

aktifitas pertanian dan perladangan

bulan Mei pada titik pemantauan BH5,

(penggunaan pestisida dan pupuk).

Gambar 2.34. Parameter NO2 Air Sungai Batang Hari

II-30

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Sumber : Olahan data Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Hg
Lebih

BH6) berada di atas baku mutu. Dari


didominasi

karena

aktifitas

hulu ke hilir kandungan Hg cenderung

penambangan emas (PETI). Kandungan

mengalami penurunan.Sedangkan untuk

Hg untuk pengukuran bulan April (BH3

pemantauan pada anak sungai tidak

dan BH4) dan Oktober (BH2, BH4, BH5,

ditemukan kandungan Hg.

Gambar 2.35. Parameter Hg Air Sungai Batang Hari

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Zn

Sipotar),

Kandungan Zn untuk pengukuran bulan

Oktober

(BH2

dan

BH

Momong) berada di atas baku mutu.

Mei (BH4, BH6, BH Sipotar), Juni (BH


Gambar 2.36. Parameter Seng (Zn) Air Sungai Batang Hari

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

II-31

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Fecal Coli/E. Coli


Parameter E.Coli untuk semua titik dan
waktu pemantauan berada di atas Baku
Mutu, demikian juga untuk parameter

atas Baku Mutu, kecuali untuk sampling


bulan Juni (BH4, BH5, BH6, BH
Pangian) dan bulan Oktober (BH1, BH2,
BH Sangir).

Total Coliform lebih dominan berada di


Gambar 2.37.ParameterFecal Coli Air Sungai Batang Hari

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Gambar 2.38. ParameterTotal Coliform Air Sungai Batang Hari

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Sedimen

II-32

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Sampling dan analisis untuk sedimen

BH5) pada pemantauan periode V (bulan

yang dilakukan adalah untuk parameter Hg,

Oktober 2013). Berikut tabel hasil analisis

Zn, Cu, Cd, Ni, Ag. Sampling untuk sedimen

sedimen selama pemantauan tahun 2013.

dilakukan untuk 3 (tiga) titik (BH3, BH4, dan


Tabel 2.8. Hasil Analisis Laboratorium Sampel Sedimen
No

Parameter

Waktu Sampling

Satuan

Baku Mutu
Kelas II*

April

Mei

Juni

Juli

Oktober

BH3
1
2
3
4
5
6
BH4

Raksa (Hg)
Seng (Zn)
Tembaga (Cu)
Kadmium (Cd)
Nikel (Ni)
Perak (Ag)

mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

2.00377
146.1
37.68
2.408
210
6.16

1
2
3
4
5
6
BH5

Raksa (Hg)
Seng (Zn)
Tembaga (Cu)
Kadmium (Cd)
Nikel (Ni)
Perak (Ag)

mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

5.52116
11.78
21.34
2.146
332.6
2.42

1
2

Raksa (Hg)
Seng (Zn)

mg/l
mg/l

(-)
(-)

0.42374
254.2

3
4

Tembaga (Cu)
Kadmium (Cd)

mg/l
mg/l

(-)
(-)

57.68
2.834

5
6

Nikel (Ni)
Perak (Ag)

mg/l
mg/l

(-)
(-)

315.4
2.8

Sumber : Bapedalda Provinsi Sumatera Barat, 2013.

b.

Sungai Batang Kampar


Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Kampar

mencakup kawasan seluas 24.548 km dan


terletak pada 100 10- 103 15BT dan 0 41 LU
- 0 35 LS, dengan panjang 580 km dan lebar
100 - 300 m, serta kedalaman 6 - 10 m. Debit

sungai mencapai 49 - 2200 m/detik dan debit


normal mencapai 500 - 700 m/detik.
Sungai Batang Kampar terdiri dari 2 (dua)
anak sungai besar yaitu Sungai Kampar Kanan
dan Sungai Kampar Kiri. Kedua sungai ini
bertemu menjadi satu yaitu Sungai Batang
Kampar di sekitar Muaro Sako. Panjang Sungai

II-33

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

seluruhnya 580 Km, dengan kedalaman rata-rata

ikan dalam keramba, serta sarana transportasi,

6 meter. Bagian hilir Sungai Batang Kampar

industri pulp dan kertas, industri minyak kelapa

dipengaruhi oleh pasang surut dan saat awal

sawit, serta areal penambangan pasir, kerikil dan

pasang diawali oleh munculnya gelombang besar

bahan galian lainnya.

yang disebut oleh masyarakat sebagai bono.

Adapun luas catchment area Batang

Saat ini air Sungai Batang Kampar (Sungai

Kampar Kanan adalah 5.231 km, dengan hulu

Kampar Kanan) merupakan sumber air bagi

sungai berada di Gunung Gadang Pegunungan

PLTA Kotopanjang. Di samping itu, air sungai

Bukit Barisan (Jorong Patamuan Nagari Sungai

Kampar Kanan dimanfaatkan juga sebagai

Lolo Kec. Mapat Tunggul Selatan Kabupaten

sumber pemenuhan kebutuhan air minum, mandi

Pasaman). Kapasitas tampung alur sungai di

dan cuci (MCK) bagi masyarakat yang berdomisili

bagian

sepanjang sempadan dan DAS Kampar Kanan.

sedangkan kapasitas tampung alur sungai bagian

Sedangkan badan air dimanfaatkan sebagai

hilir (Danau Bingkuang sampai Taratak Buluh)

ladang penangkapan ikan, areal pemeliharaan

sebesar 700 m/detik.

hulu

(Bangkinang)

1.000

m/detik,

Tabel 2.9. Titik Koordinat Pemantauan Sungai Batang Kampar

Nama
Sungai

Kode Titik
Sampling

Titik Koordinat (GPS)

Nama Titik
Sampling
(dari hulu ke
hilir)

S/N

S/N

derajat

menit

detik

derajat

menit

detik

BK 1

Titik I

18

23.3

100

16

54.2

BK 2

Titik II

20

27.5

100

18

4.3

BK 3

Titik III

19

43.3

100

19

34.1

BK 4

Titik IV

19

21.3

100

20

41.1

BK 5

Titik V

21

29.7

100

21

42.5

BK 6

Titik VI

23

18.5

100

23

19.3

Sungai
Batang
Lolo

BK Lolo

Titik VII

20

46.2

100

17

59

Sungai
Batang
Mongan

BK Mongan

Titik VIII

19

5.4

100

26

22.1

Sungai
Batang
Kampar

Sumber : Bapedalda Provinsi Sumatera Barat, 2013

Lokasi sampel sebagaimana Tabel 2.9 di

adminitrasi Provinsi Sumatera Barat dengan

atas adalah lokasi sampel hulu sampai hilir

rincian lokasi sebagai berikut :

sungai yang berada di 2 (dua) wilayah


II-34

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

1.

2.

3.

Titik I (di Jorong Partamuan, Nagari Muaro

8.

Titik VIII anak Sungai (di Jorong Kayu

Sungai Lolo, Kecamatan Mapat Tunggul

Godang, Nagari Galugur, Kecamatan Kapur

Selatan Kabupaten Pasaman)

IX, Kabupaten Limapuluh Kota)

Titik II (di Jorong Muaro, Nagari Muaro

Berikut tinjauan lebih lanjut kualitas air Sungai

Sungai Lolo, Kecamatan Mapat Tunggul

Batang Kampar berdasarkan parameter kunci

Selatan Kabupaten Pasaman)

dan spesifik.

Titik III (di Kecamatan Kapur IX, Kabupaten


Limapuluh Kota)

4.
5.

Titik IV (di Jorong Koto Tangah, Kecamatan


Kapur IX, Kabupaten Limapuluh Kota)

Parameter TSS mengalami peningkatan

Titik V (di Jorong Galugur, Nagari Galugur,

dari hulu hingga hilir dan cenderung

Kecamatan Kapur IX, Kabupaten Limapuluh


Kota)
6.

Titik VI (di Jorong Tanjung Jajaran, Nagari


Galugur, Kecamatan Kapur IX, Kabupaten
Limapuluh Kota)

7.

TSS

Titik VII anak Sungai (di Jorong Muaro,

berada di atas Baku Mutu, terutama


pada

bulan

September.

Mei,

Agustus,

Sampling

untuk

dan
bulan

Oktober hasil analisisnya memenuhi


baku mutu.

Nagari Muaro Sungai Lolo, Kecamatan


Mapat

Tunggul

Selatan

Kabupaten

Pasaman)

Gambar 2.39. Parameter TSS Air Sungai Batang Kampar

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

BOD

mutu.

Sedangkan

untuk

bulan

Mei,

Parameter BOD untuk pemantauan

kandungan BOD-nya berada diatas Baku

bulan Agustus, September, Oktober dan

Mutu, kecuali untuk yaitu titik BK1, BK2 dan

November, hasil analisisnya memenuhi baku

BK Mongan.

Gambar 2.40. Parameter BOD Air Sungai Batang Kampar

II-35

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

COD

pemantauan bulan Mei (BK1 dan BK5) dan

Parameter COD yang hasil analisisnya

Agustus (BK1).

berada diatas Baku Mutu yaitu pada


Gambar 2.41.Parameter COD Air Sungai Batang Kampar

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

NO2

berada dibawah Baku Mutu sebagiamana

Kecuali pemantauan bulan Oktober (BK

dapat dilihat pada Gambar 2.42.

Mongan), semua pengukuran parameter NO2


Gambar 2.42. Parameter NO2 Air Sungai Batang Kampar

II-36

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Total Phospat

untuk pemantauan bulan Mei, yang di bawah

Kandungan Total Phospat berada di


atas Baku Mutu kecuali titik BK Mongan

Baku Mutu dapat dilihat sebagaimana


Gambar 2.43.

Gambar 2.43. Parameter Total Phospat Air Sungai Batang Kampar

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Seng (Zn)

pemantauan bulan November yang di

Kandungan Zn berada di bawah Baku

atas Baku Mutu dapat dilihat pada

Mutu,

Gambar 2.44.

kecuali

titik

BK5

untuk

Gambar 2.44. Parameter Zn Air Sungai Batang Kampar

II-37

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Fecal Coli/E. Coli


Parameter E.Coli untuk

Coliform lebih dominan berada di atas Baku


semua titik dan

waktu pemantauan berada di atas Baku


Mutu, demikian juga untuk parameter Total

Mutu,

kecuali

untuk

sampling

bulan

September (BK Lolo, BK Mongan) dan bulan


Oktober (BK1, BK3).

Gambar 2.45. Parameter Fecal Coli Air Sungai Batang Kampar

Sumber : Olahan data Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Gambar 2.46. Parameter Total Coliform Air Sungai Batang Kampar

II-38

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

c.

Sungai Batang Kuantan

6.

Padang

Di samping Sungai Batang Hari dan Sungai


Batang Kampar, Sungai Batang Kuantan juga
termasuk sungai strategis nasional lintas provinsi
(hulu berada di Sumatera Barat dan hilir berada
di Riau). Hulu sungai merupakan pertemuan 2
Kabupaten

Sijunjung,

dengan

panjang sungai di segmen Sumatera Barat


adalah + 54,08 km dan luas DAS +1.210,80 km2.

Pemantauan dilakukan dengan lokasi


sampel sungai berada di 2 (dua) wilayah
adminitrasi Provinsi Sumatera Barat dengan

Tarok,

Kec.Kamang

Baru,

Kabupaten Sijunjung)
7.

Titik VII anak Sungai (di Jorong Kulampi,


Nagari Aia Angek, Kabupaten Sijunjung)

8.

Titik VIII anak Sungai (di Jorong Koto Ilia


Nagari

sungai, yakni Batang Ombilin dan Batang


Palangki di

Titik VI (di Jorong Pintu Batu, Nagari

Durian

Gadang,

Kabupaten

Sijunjung)
9.

Titik IX anak Sungai (di Jorong Pintu Batu,


Nagari Padang Tarok, Kec. Kamang Baru,
Kabupaten Sijunjung)

10. Titik X anak Sungai (di Jorong Pintu Batu,


Nagari Padang Tarok, Kec. Kamang Baru,
Kabupaten Sijunjung)

rincian lokasi sebagai berikut :

Pembahasan mengenai kualitas air Sungai

1.

Titik I (di Jorong Subarang Ombak, Nagari

Batang Kuantan terhadap perbandingan dengan

Muaro, Kabupaten Sijunjung)

Baku Mutu difokuskan terhadap parameter yang

2.

Titik II (di Jorong Subarang Ombak, Nagari

melebihi baku mutu air sungai Kelas II, sebagai

Muaro,

berikut:

Kabupaten

Sijunjung

setelah

pertemuan dengan Batang Kulampi)


3.

Titik III

TSS

(di Jorong Koto Ilia, Nagari Durian

Gadang,

Kabupaten

Sijunjung

setelah

pertemuan dengan Batang Kako)


4.

Titik IV (di Jorong Pintu Batu, Nagari


Padang

5.

Tarok,

Kec.Kamang

Baru,

Parameter TSS berada di atas Baku


Mutu, terutama pada sampling bulan
Oktober dan November. Sedangkan
untuk sampling bulan Juni, Juli, dan

Kabupaten Sijunjung)

September cenderung memenuhi baku

Titik V (di Jorong Pintu Batu, Nagari Padang

mutu.

Tarok,

Kec.Kamang

Baru,

Kabupaten

Sijunjung)

Gambar 2.47. Hasil Analisis Parameter TSS Sungai Batang Kuantan

II-39

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

pH

baku mutu. Sedangkan untuk bulan

Parameter pH untuk pemantauan bulan

Juni, berada di luar range Baku Mutu,

Juli,

yaitu untuk titik BKN1, BKN2, BKN3,

September,

Oktober

dan

November, hasil analisisnya memenuhi

dan BKN Kako.

Gambar 2.48. Hasil Analisis Parameter pH Sungai Batang Kuantan

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013

BOD

November, kandungan BOD yang di

Parameter BOD untuk pemantauan

atas Baku Mutu adalah pada titik BKN1

bulan Juli, September, dan Oktober

(Juni,

hasil analisisnya memenuhi baku mutu.

November), BKN5 (Juni), BKN6 (Juni).

November),

BKN2

(Juni,

Sedangkan untuk bulan Juni dan


Gambar 2.49. Hasil Analisis Parameter BOD Sungai Batang Kuantan

II-40

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

COD

pemantauan bulan September (BKN2,

Hasil analisis parameter COD sudah

BKN4) dan November (BKN1 dan

memenuhi Baku Mutu kecuali untuk

BKN2).

Gambar 2.50. Hasil Analisis COD Air Sungai Batang Kuantan

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

NO2

parameter NO2 berada dibawah Baku

Kecuali pemantauan bulan Oktober

Mutu untuk semua titik lokasi dan waktu

(BKN1, BKN2, dan BKN Kulampi),

pemantauan.

Gambar 2.51. Hasil Analisis NO2 Air Sungai Batang Kuantan

II-41

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Total Phospat
Kandungan

dari
Total

Phospat

pada

umumnya berada di atas Baku Mutu,

hulu

mengalami

sampai

hilir

penurunan

cenderung
ke

arah

pemenuhan baku mutu.

namun selama pemantauan tahun 2013,


Gambar 2.52. Hasil Analisis Parameter Total Phospat Sungai Batang Kuantan

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Sulfida (H2S)
Kandungan H2S berada di bawah Baku

Oktober lebih dominan di atas Baku


Mutu.

Mutu kecuali untuk pemantauan bulan


Gambar 2.53. Hasil Analisis Parameter H2S Sungai Batang Kuantan

II-42

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Fecal Coli/E. Coli dan Total Coliform

dominan berada di atas Baku Mutu,

Parameter E.Coli untuk semua titik

kecuali

dan waktu pemantauan berada di

September

atas Baku Mutu, demikian juga untuk

Mongan) dan bulan Oktober (BKN1,

parameter

BKN3).

Total

Coliform

lebih

untuk

sampling

(BKN

Lolo,

bulan
BKN

Gambar 2.54. Hasil Analisis Parameter Fecal Coli Sungai Batang Kuantan

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Gambar 2.55. Hasil Analisis Parameter Total Coliform Sungai Batang Kuantan

II-43

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Gambar 2.56.Penambangan PETI di Daerah Hulu Sungai Batang Kuantan


di Kabupaten Sijunjung

Sumber : Hasil Pemantauan Bapedalda Provinsi Sumatera Barat, 2013

Gambar 2.57. Pengambilan Sampel Air Sungai Batang Kuantan


di Kabupaten Sijunjung

Sumber : Hasil Pemantauan Bapedalda Provinsi Sumatera Barat, 2013

d.

lingkungan hidup pada Bapedalda Provinsi

Sungai Batang Agam


Batang

Agam

adalah

Sumatera Barat
sungai

lintas

kabupaten/kota yang melintasi Kabupaten Agam,


Kota Bukittinggi, Kabupaten Limapuluh Kota dan
Kota Payakumbuh, dan termasuk kepada target
pemantauan

dalam

Rencana

Pencapaian

Pemantauan kualitas air Sungai Batang


Agam dilakukan sebanyak 2 (dua) periode,
mewakili musim hujan dan musim kemarau,
mulai dari hulu rentang hingga hilir, pada 10
(sepuluh) titik pemantauan yang sekaligus

Standar Pelayananan Minimal (RPSPM) bidang

II-44

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

sebagai titik sampling kualitas air sungai. Sungai

dengan Peraturan Gubernur Sumatera Barat

Batang Agam terbagi atas segmen kelas yaitu

Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penetapan

dengan pembagian BA 1 s/d BA 8 tergolong

Klasifikasi Mutu Air Sungai Batang Agam, Batang

Kelas I, sedangkan BA 9 s/d BA 10 tergolong

Pangian, dan Batang Lembang. Berikut lokasi

Kelas II. Pembagian segementasi kelas ini sesuai

dari 10 (sepuluh) titik sampling Batang Agam.

Tabel 2.10. Lokasi Sampling Pemantauan Kualitas Air Sungai Batang Agam

1
1.

Kode
Sampling
2
BA 1

2.

BA 2

3.

BA 3

4.

BA 4

5.

BA 5

6.

BA 6

7.

BA 7

8.

BA 8

9.

BA 9

10.

BA 10

No.

Lokasi Sampling
3
Jorong Sawah Liek, Nagari Batipuah,
Kecamatan Sungai Puar
Nagari Taluak,
Kecamatan Banuhampu
Kel. Aur Tajungkang Tengah Sawah,
Kec. Guguak Panjang
Jorong Joho, Nagari Kamang,
Kec. Kamang Magek
Nagari Padang Tarok,
Kec. Baso
Jorong Bumbung, Nagari Situjuh Batu,
Kec. Situjuah V Nagari
Kel. Balai Panjang,
Kec. Payakumbuh Selatan
Kel. Ibuh,
Kec. Payakumbuh Barat
Kel. Payobasuang,
Kec. Payakumbuh Timur
Jorong Pintu Koto, Nagari Bukit Limbuku,
Kecamatan Harau

Kabupaten/Kota
4
Kabupaten Agam
Kabupaten Agam
Kota Bukittinggi
Kabupaten Agam
Kabupaten Agam
Kabupaten
Limapuluh Kota
Kota Payakumbuh
Kota Payakumbuh
Kota Payakumbuh
Kabupaten
Limapuluh Kota

Koordinat
LS: 002255
BT: 1002240,1
LS: 001928,9
BT: 1002243,1
LS: 001756,8
BT: 1002218,1
LS: 001342,8
BT: 1002544,4
LS: 001549,5
BT: 1003231,6
LS: 001731,6
BT: 1003540,6
LS: 001549,0
BT: 1003653,1
LS: 001343,1
BT: 1003814,7
LS: 001159,9
BT: 1004016.9
LS: 001151,7
BT: 100 4037.8

Sumber : Bapedalda Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Analisis kualitas air Sungai Batang

Nilai TSS dari hulu sampai hilir, baik

Agam difokuskan pada parameter yang melebihi

pemantauan periode I maupun Periode II,

baku mutu dengan membandingkan antara dua

hasil analisisnya masih berada di bawah

periode

Baku Mutu, kecuali untuk pemantauan

waktu

pemantauan.

Pembahasan

dilakukan secara terintegrasi dari hulu ke hilir.


TSS

Periode II (Juli 2013) di titik BA4 yang di


atas baku mutu.

Gambar 2.58. HasilAnaisis Parameter TSS Sungai Batang Agam

II-45

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

BOD

(masih memenuhi baku mutu). Pada

Kandungan BOD pada pemantauan Periode


I hasil analisisnya berada diatas baku mutu,
kecuali untuk titik BA2, BA8 dan BA10

Periode II, hanya di titik BA1 dan BA7 yang


di bawah baku mutu, selebihnya di atas
baku mutu.

Gambar 2.59. HAsil Analisis Parameter BOD Sungai Batang Agam

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

COD

memenuhi baku mutu adalah pada titik BA5

Nilai COD melebihi baku mutu pada

dan BA6 (Kriteria Mutu Air Kelas I), dan

pemantauan periode I yaitu pada titik BA1,

pada BA9 dan BA10 masih memenuhi baku

BA3 s/d BA5 (Kriteria Mutu Air Kelas I).

mutu (Kriteria Mutu Air Kelas II).

Pada

pemantauan

Periode

II,

yang

Gambar 2.60. Hasil Analisis Parameter COD Sungai Batang Agam

II-46

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Phospat
Kandungan

Kelas I maupun Kelas II, semua parameter


Pospat

pada

pemantauan

berada diatas baku mutu.

periode I dan II, baik untuk Kriteria Mutu Air


Gambar 2.61. Hasil Analisis Parameter Phospat Sungai Batang Agam

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Amoniak

kecuali di titik BA3 dan BA4. Sedangkan

Kandungan Amoniak untuk periode I pada

untuk periode II, yang melebihi baku mutu

umumnya berada di bawah baku mutu

pada titik BA2 dan BA3.

Gambar 2.62. Hasil Analisis Parameter Amoniak Sungai Batang Agam

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Sulfida
Kandungan

pemantauan periode II, nilai parameter


Sulfida

pada

pemantauan

periode I, berada di atas baku mutu, kecuali

memenuhi baku mutu untuk semua titik


pemantauan.

pada titik BA2, BA3, BA7 dan BA9. Pada

II-47

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Gambar 2.63. Hasil Analisis Parameter Sulfida Sungai Batang Agam

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Besi (Fe)

kecuali titik BA1 pada periode I yang

Nilai Fe melebihi baku mutu untuk semua

memenuhi baku mutu.

titik pemantauan, baik periode I maupun II,


Gambar 2.64. Hasil Analisis Parameter Besi Sungai Batang Agam

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

E. Coli

II-48

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Seluruh

lokasi

pemantauan

memiliki

kandungan E. Coli di atas Baku Mutu yang

dipersyaratkan, baik untuk kriteria mutu air


sungai Kelas I maupun Kelas II.

Gambar 2.65. Hasil Analisis Parameter E.Coli Sungai Batang Agam

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

pemantauan BA5 (berada di bawah

Total Coliform

Parameter Total Coliform berada di atas


baku

mutu,

kecuali

pada

Baku Mutu kualitas air sungai Kelas II).

titik

Gambar 2.66. Hasil Anasisis Parameter Total Coliform Sungai Batang Agam

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

2.3.1.4. Kualitas
Embung

Air

Danau/Waduk/Situ/

Kualitas

air

danau

sangat

disebabkan tekanan akibat pemanfaatan


II-49

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

sempadan dan air danau. Berbeda dengan

memenuhi baku mutu. Untuk di Kabupaten

danau-danau yang berada di daerah lain,

Agam, sampling air danau pada lokasi intake

kualitas air danau di Kota Sawahlunto sangat

PLTA Danau Maninjau, parameter TSS dan

dipengaruhi oleh proses permbentukannya

BOD berada di atas baku mutu. Sedangkan

yang merupakan lobang besar bekas

titik sampling di tengah danau Maninjau,

aktifitas penambangan. Berdasarkan hasil

parameter yang melebihi baku mutu adalah

analisis

BOD, fecal coli dan total coli.

laboratorium

yang

dilakukan

terhadap sampel air yang diambil di Danau

Penurunan

kualitas

air Danau

Kandi dan Danau Tandikek di Kota

Maninjau disebabkan oleh pencemaran

Sawahlunto, hanya parameter Sulfida (H2S)

organik terutama senyawa nitrogen dan

yang berada di atas baku mutu. Untuk di

posfat yang berasal dari air limbah industri,

Kota Pariaman, sampel air pada Talao

penduduk, pertanian dan aktifitas perikanan

Manggung, Talao Pauh dan Talao Karan

KJA (Keramba Jaring Apung). Tingkat

Aur, kandungan COD melebihi baku mutu.

pencemaran

Demikian juga untuk Embung Pulau Belibis,

senyawa nitrogen, posfat, dan zat organik

Embung Banda Panduang, dan Embung

dapat dibagi 3 (tiga) kategori yaitu:

Telaga Biruhun (ketiganya di Kota Solok),

pencemaran amat sangat berat (hypertrophic

parameter COD melebihi baku mutu.

Sedangkan untuk Embung Tanjung Paku

pencemaran berat (eutrophic = penyuburan

dan Telaga Ampang Kualo (Kota Solok),

berat), dan lain-lain pencemaran sedang

serta Lubuk Bonta dan Tirta Alami (Kab.

(oligotrophic = penyuburan sedang), dan

Padang Pariaman),

mesotrophic (belum tercemar).

No
1
2
3
4
5
6

parameternya masih

danau

penyuburan

amat

yang

diakibatkan

sangat

berat),

Tabel 2.11. Parameter yang Melebihi Baku Mutu Beberapa


Danau/Telaga/Embung di Sumatera Barat
Parameter yang
Danau/Telaga/Embung
Kabupaten/Kota
Melebihi Baku Mutu *
Danau Kandi dan Danau Kota Sawahlunto
Sulfida (H2S)
Tandikek
Talao Manggung, Talao Pauh Kota Pariaman
COD
dan Talao Karan Aur
Embung Pulau Belibis, Embung Kota Solok
COD
Banda Panduang, dan Embung
Telaga Biruhun
Embung Tanjung Paku dan Kota Solok
Telaga Ampang Kualo
Lubuk Bonta dan Tirta Alami
Kab. Padang Pariaman
Danau Maninjau
Kab. Agam
TSS, BOD, fecal coli dan
total coliform
Sumber: Olahan Tabel SD-15 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013
Ket:erangan : *Baku Mutu = Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001

II-50

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Pembahasan lebih lanjut kualitas air

Maninjau

kurang

perikanan,

melebihi baku mutu.

pemeliharaan ikan dengan karamba jaring

1)

apung.

Parameter

BOD5

(Biochemical

untuk

untuk

danau difokuskan pada parameter yang


Danau Singkarak dan Danau Maninjau

terutama

mendukung

kegiatan

COD (Chemical Oksigen Demand)

Oxygen Demand)

Hasil pengukuran COD di Danau

Hasil pengukuran BOD di Danau

Singkarak pada stasiun inlet muara sungai

Singkarak pada stasiun inlet muara Sungai

Sumani (43,26 mg/L), Pasar Ombilin/Dam

Sumani (3,50 mg/L),

pasar Ombilin/Dam

Weir PLTA (5,25 mg/L), outlet Intake PLTA

Weir PLTA (1,95 mg/L), outlet Intake PLTA

Malalo (9,49 mg/L) dan inlet Sungai Sumpur

Malalo (2,51 mg/L) dan inlet Sungai Sumpur

(27,20 mg/L). Sedangkan hasil pengukuran

(3,18 mg/L)). Hasil pengukuran BOD di

COD di perairan Danau Maninjau pada

perairan Danau Maninjau

pada stasiun

stasiun sekitar Hotel Tandirih kadar BOD

kadar BOD (2,74

(16,07 mg/L), lokasi KJA di Jorong Pakan

mg/L), lokasi KJA di Jorong Pakan Rabaa

Rabaa Nagari Koto Kaciek (47,82 mg/L),

Nagari Koto Kaciek

(3,50 mg/L), outlet

outlet Intake PLTA Maninjau di Jorong Muko-

Intake PLTA Maninjau di Jorong Muko-Moko

Moko (8,94 mg/L) dan lokasi yang jarang

(2,60 mg/L) dan lokasi yang jarang KJA di

KJA di Sigiran (24,05 mg/L).

sekitar Hotel Tandirih

Sigiran (2,95 mg/L).

Berdasarkan kepada kriteria nilai COD,


digunakan

bahwa di stasiun inlet Singkarak di muara

sebagai petunjuk pengkayaan bahan organic

Sungai Sumani nilai COD 43,26 mg/L, maka

pada ekosistem perairan, peningkatan nilai

perairan tersebut dianggap sudah tercemar.

BOD5 menunjukkan peningkatan konsumsi

Demikian juga dengan perairan Danau

oksigen oleh mikroorganisme pengurai untuk

Maninjau terutama pada lokasi KJA perairan

dekomposisi bahan organik. Perairan alami

sudah tercemar. Hal ini dapat disebabkan

nilai BOD berkisar antara 0,5-0,7 mg/L,

pakan yang tidak termakan oleh ikan dan

perairan dengan nilai BOD mencapai 10

hasil eksresi akan meningkatkan kadar

mg/L

mengalami

bahan organik di perairan. Dekomposisi

pencemaran. Ambang batas BOD untuk

bahan organik menyebabkan peningkatan

kepentingan perikanan Baku Mutu Kualitas

nilai BOD dan COD yang selanjutnya akan

Air Kelas 3 menurut Peraturan Pemerintah

menurunkan kadar oksigen terlarut (DO) dan

Nomor 82 Tahun 2001 adalah minimal 6

melepaskan unsur N dan P.

Nilai

BOD5

dianggap

dapat

telah

mg/l. Dengan demikian dapat disimpulkan


bahwa kondisi perairan danau Singkarak dan

2)

Danau Dibawah dan Danau Diatas

II-51

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

BOD perairan
BOD

dalam

Kualitas

bidang

perikanan

menunjukkan jumlah oksigen (O2) untuk


pernapasan. Perairan alami nilai BOD

air

sumur

gali

sangat

dipengaruhi aktifitas domestik. Di samping itu,


aktifitas

manusia

lainnya

seperti

pertanian/perkebunan, peternakan, industri dan


pertambangan,

juga

dapat

mempengaruhi

berkisar antara 0,5-7,0 mg/l, perairan

kualitas

dengan nilai BOD 10 mg/l dianggap telah

kandungan mineral bebatuan dan tanah, juga

mengalami pencemaran. Hasil pengukuran

turut andil mempengaruhi kualitas air sumur.

air

sumur.Kondisi

alami

seperti

nilai BOD Danau Diatas berkisar antara

Dinas Energi Sumber Daya Mineral

2,10-3,56 mg/l, dan Danau Dibawah berkisar

(ESDM) Provinsi Sumatera Barat pada tahun

antara 3,05-3,96 mg/L. Ambang batas BOD

2013 melakukan pemantauan kualitas air sumur

untuk kepentingan perikanan Baku Mutu

di 6 (enam) kabupaten di Sumatera Barat. Dari

Kualitas Air Kelas 3 menurut Peraturan

hasil analisis laboratorium, diperoleh data bahwa

Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 adalah

dari semua parameter uji pemantauan, hanya

minimal 6 mg/l. Dengan demikian dapat


disimpulkan bahwa kondisi perairan Batang
Danau Kembar kurang mendukung untuk
perikanan.
COD perairan
Hasil pengukuran nilai COD Danau
Diatas berkisar antara 6,34-20,11 mg/L dan

parameter Fe (besi) yang terindikasi berada di


atas baku mutu (Peraturan Menteri Kesehatan
No. 416 Tahun 1990 tentang Syarat-syarat dan
Pengawasan Kualitas Air), antara lain di
Kabupaten Padang Pariaman (pada semua titik
sampling), Kabupaten Agam (pada 4 titik dari 10
titik lokasi sampling), Kabupaten Tanah Datar
(pada 2 titik dari 8 titik lokasi sampling),
Kabupaten Limapuluh Kota (pada 5 titik dari 8

Danau Dibawah berkisar antara 22,40-26,81

titik lokasi sampling), Kabupaten Pesisir Selatan

mg/L. Kisaran tersebut mengindikasikan

(pada 1 titik dari 8 titik lokasi sampling),

perairan belum tercemar. Nilai COD pada

Kabupaten Solok (pada 2 titik dari 8 titik lokasi

perairan yang tidak tercemar biasanya lebih

sampling), Kabupaten Sijunjung (pada 4 titik dari

kecil dari 20 mg/l, pada perairan tercemar

8 titik lokasi sampling), Kabupaten Dharmasraya

dapat melebihi 200 mg/l dan perairan yang

(pada 2 titik dari 10 titik lokasi sampling).

terkena limbah industri COD-nya dapat


mencapai 60.000 mg/l. Sedangkan menurut
NTAC (National Threat Assessment Centre),
kandungan CO2 bebas lebih dari 25 mg/l
sudah membahayakan kehidupan ikan.

(Sumber: olahan data Tabel SD-16 Buku Data


SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013)
2.3.2.

Bahasan Khusus
Salah satu isu lingkungan hidup di

Sumatera Barat adalah masalah pencemaran


sungai dimana terdapatnya kandungan Merkuri
(Hg) pada Sungai Batang Hari, sebagai akibat

2.3.1.5. Kualitas Air Sumur

aktifitas pertambangan emas illegal (PETI). Dari


pemantauan tahun 2008 hingga tahun 2013

II-52

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

didapatkan

trend

data

kandungan

Hg

sebagaimana tertera pada Gambar 2.67.


Kandungan

merkuri

2013 rata-rata kandungan Hg sedikit berada di


atas baku mutu. Kandungan rata-rata Hg dari

mengalami

tahun 2008 2013 dapat dilihat pada Tabel 2.12.

puncaknya pada tahun 2010, kemudian menurun


hingga tahun 2012, dan pada tahun

Gambar 2.67. Hasil Analisis Parameter Merkuri (Hg) Sungai Batang Hari
Tahun 2008 2013

Sumber : Olahan Data Pemantauan Kualitas Air Sungai Skala Nasional, Bapedalda Provinsi Sumatera Barat, 2013

Tabel 2.12. Rata-Rata Kandungan Hg


pada Sungai Batang Hari Tahun 2008 2013
Kandungan Hg Rata-rata

Baku Mutu

(mg/L)

(mg/L)

2008

0,001344

0,002

2009

0,001289

0,002

2010

0,045851

0,002

2011

0,010799

0,002

2012

0,00204

0,002

2013

0,002681

0,002

No

Tahun

Sumber : Olahan Data Pemantauan Kualitas Air Sungai Skala Nasional,


Bapedalda Provinsi Sumatera Barat, 2013

2.3.2.2. Indek Kualitas Lingkungan


Hidup (IKLH) Air

Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status


Mutu Air, dilakukan perhitungan IKLH air Sungai
Batang Hari, Batang Kampar, Batang Kuantan

Dengan mengacu kepada Keputusan


Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115

pada segmen Sumatera Barat, serta Batang


Agam yang dapat dilihat pada Tabel 2.13 berikut.

II-53

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Tabel 2.13. Indeks Kualitas Air Sungai Batang Hari, Batang Kampar,
Batang Kuantan dan Batang Agam Tahun 2013
NO
1

PARAMETER

INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP


BATANG HARI

BATANG KAMPAR

BATANG KUANTAN

BATANG AGAM

Hulu
TSS

Memenuhi Baku Mutu

Memenuhi Baku Mutu

Cemar Ringan

Memenuhi Baku Mutu

DO

Memenuhi Baku Mutu

Memenuhi Baku Mutu

Memenuhi Baku Mutu

COD

Memenuhi Baku Mutu

Cemar Ringan

BOD

Memenuhi Baku Mutu

Memenuhi Baku Mutu

Memenuhi Baku
Mutu
Memenuhi Baku
Mutu
Cemar Ringan

Fosfat

Cemar Ringan

Cemar Ringan

Cemar Ringan

Cemar Ringan

Fecal Coli

Cemar Berat

Cemar Berat

Cemar Ringan

Cemar Ringan

Total Coliform

Cemar Sedang

Cemar Berat

Cemar Ringan

Cemar Ringan

TSS

87,5 % Cemar Ringan

72% Cemar ringan

DO

Memenuhi Baku Mutu

Memenuhi baku mutu

87,5% Memenuhi
baku mutu
Memenuhi baku mutu

COD
BOD

50% Memenuhi Baku


Mutu
Cemar ringan

Fosfat

Cemar ringan

72% Memenuhi baku


mutu
57% Memenuhi baku
mutu
Cemar ringan

Memenuhi baku
mutu
Memenuhi baku
mutu
Memenuhi baku
mutu
75% Memenuhi baku
mutu
75% Cemar ringan

Fecal Coli

50% Cemar berat

Cemar berat

75% Cemar ringan

50% Cemar ringan

Total Coliform

75% Cemar ringan

86% Cemar berat

63% Memenuhi baku


mutu

37,5% Memenuhi
baku mutu

TSS

Cemar Ringan

Memenuhi Baku Mutu

Memenuhi Baku Mutu

DO

Memenuhi Baku Mutu

Memenuhi Baku Mutu

COD

Memenuhi Baku Mutu

Memenuhi Baku Mutu

BOD

Memenuhi Baku Mutu

Memenuhi Baku Mutu

Fosfat

Cemar Ringan

Cemar Ringan

Fecal Coli

Cemar Sedang

Cemat Berat

Memenuhi Baku
Mutu
Memenuhi Baku
Mutu
Memenuhi Baku
Mutu
Memenuhi Baku
Mutu
Memenuhi Baku
Mutu
Cemar Ringan

Total Coliform

Cemar Ringan

Cemar Berat

Memenuhi Baku
Mutu

Memenuhi Baku Mutu

Memenuhi Baku Mutu


Memenuhi Baku Mutu

Rentang

63% Memenuhi baku


mutu
63% Memenuhi baku
mutu
87,5% Cemar ringan

Hilir

Memenuhi Baku Mutu


Memenuhi Baku Mutu
Memenuhi Baku Mutu
Cemar Ringan
Cemar Ringan

Keterangan : Rentang terdiri dari 8 titik sampling


Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

2.4. KUALITAS UDARA AMBIEN


Kualitas udara sangat berhubungan
dengan tingkat kesehatan masyarakat dan
kegiatan pembangunan. Untuk menjelaskan
kualitas udara di Sumatera Barat maka
analisis dilakukan dengan pendekatan :

1. Kualitas

udara

ambien

dianalisis

berdasarkan hasil pemantauan kualitas


udara ambient dan kualitas air hujan.
2. Daerah yang dipantau adalah 13 daerah
target

Standar

Pelayanan

Minimal

(SPM) Bidang Lingkungan Hidup.

II-54

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

3. Parameter

yang

dianalisis

adalah

(lima) diantaranya yaitu SO, CO, O, TSP dan

parameter kunci target SPM Bidang

PM nilainya masih berada di bawah baku mutu.

Lingkungan Hidup.

Namun patut diwaspadai terutama untuk titik

Untuk menganalisis isu kualitas udara

Simpang Rumbio, Kota Solok dimana untuk

ambien di Sumatera Barat, digunakan


pendekatan

analisis

statistik

yang

menunjukkan kondisi rata-rata dan kondisi


ekstrim (maksimum atau minimum) serta

parameter CO dan TSP nilainya hampir


mendekati batas baku mutu yaitu untuk CO 9.526
g/Nm dengan baku mutu 10.000 g/Nm dan
TSP 215 g/Nm dengan baku mutu 230
g/Nm. Demikian juga untuk titik depan

analisis perbandingan antar lokasi dan baku

Terminal Aur Kuning, Kota Bukittinggi dimana

mutu. Sementara kecendrungan perubahan

nilai CO di Kota Bukittinggi juga hampir

menggunakan

analisis

mendekati batas baku mutu yaitu 9.096 g/Nm

perbandingan antar waktu pada lokasi

(baku mutu: 10.000 g/Nm) dan titik depan

tertentu.

Taman Segitiga, Kota Sawahlunto dengan

2.4.1.

pendekatan

Hasil Pemantauan Kualitas Udara


Ambien

kandungan TSP yang hampir mendekati batas


baku mutu yaitu 215 g/Nm (baku mutu: 230
g/Nm). Sementara itu untuk titik pantau Depan

Berdasarkan hasil analisis laboratorium,

UKM Center, Kota Payakumbuh dan Depan

secara umum kondisi udara tahun 2013 di

Mesjid Nurul Iman, Kota Padang Panjang

Sumatera Barat tergolong baik. Namun untuk titik

kandungan NO telah melewati batas baku mutu

pantau Depan UKM Center, Kota Payakumbuh

yaitu masing-masing sebesar 1.725 g/Nm dan

dan Depan Mesjid Nurul Iman, Kota Padang

1.014

Panjang kandungan NO telah melewati batas

g/Nm.Hal ini dapat dilihat jelas pada Gambar

baku mutu yang telah ditetapkan PP No. 41

2.68.

tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran


Udara yaitu masing-masing sebesar 1.725
g/Nm dan 1.014 g/Nm dengan baku mutu
150 g/Nm. Dibandingkan tahun 2012, rata-rata

g/Nm

dengan

baku

mutu

150

Sumber utama gas nitrogen dioksida


(NO) pada titik sampel adalah emisi gas
buang kendaraan bermotor mengingat lokasi

kualitas udara ambient di Sumatera Barat

merupakan daerah padat lalu lintas, dimana

cenderung mengalami perbaikan terutama untuk

pada jam-jam sibuk seperti pagi dan sore

parameter PM, TSP dan CO.

hari

kerap

terjadi

antrian

kendaraan

Hasil analisis laboratorium menunjukkan

bermotor. Nilai terendah ditemui di Depan

bahwa dari 6 (enam) parameter yang dianalisa 5

Taman Segitiga, Kota Sawahlunto dengan


nilai 9 g/Nm.

Gambar 2.68. Hasil Analisis Parameter NO


di Kabupaten/Kota Tahun 2013

II-55

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Sumber :Olahan Tabel SD-18, Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Gambar 2.69. Hasil Analisis Parameter Parameter SO


di Kabupaten/Kota Tahun 2013

Sumber :Olahan Tabel SD-18, Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Kandungan SO tertinggi ditemui


pada titik Simpang Rumbio Kota Solok
dengan nilai 108,4 g/Nm namun masih

ditemui di titik Depan Taman Segitiga, Kota


Sawahlunto dengan nilai 17,7 g/Nm.
Untuk kadar CO tertinggi ditemui di

berada di bawah baku mutu yaitu 365

titik Depan Kantor Lurah Tanjung Saba

g/Nm diikuti pada titik Depan Pustu Ulu

Pitameh, Kota Padang diikuti di Depan

Gadut, Kota Padang sebesar 95 g/Nm dan


Depan Terminal Lubuk Alung, Kabupaten
Padang Pariaman dengan nilai 94,89

Terminal Aur Kuning, Kota Bukittinggi


dengan nilai mendekati batas baku mutu
yaitu masing-masing 9.526 g/Nm dan

g/Nm. Sementara itu nilai SO terendah


II-56

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

9096 g/Nm dengan baku mutu 10.000

Panjang yaitu sebesar 36,86 g/Nm dapat

g/Nm, sementara nilai terendah ditemui di

dilihat sebagaimana Gambar 2.70.

Depan Mesjid Nurul Iman, Kota Padang


Gambar 2.70. Hasil Analisis Parameter CO
di Kabupaten/Kota Tahun 2013

Sumber :Olahan Tabel SD-18, Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Kandungan O tertinggi ditemui pada

Limapuluh Kota sebesar 36,29 g/Nm,

titik Depan Pustu Ulu Gadut, Kota Padang

dengan

baku

mutu

235

g/Nm

dengan nilai 108,8 g/Nm dan nilai

sebagaimana dapat dilihat pada Gambar

terendah pada titik Depan Kantor Wali

2.71.

Nagari Sungai Antuan Mungka, Kabupaten

Gambar 2.71. Hasil Analisis Parameter O


di Kabupaten/Kota Tahun 2013

II-57

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Sumber :Olahan Tabel SD-18, Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Untuk parameter TSP kandungan

g/Nm. Sementara kandungan terendah

tertinggi diperoleh pada titik Depan Kantor

diperoleh pada titik Depan PDAM Painan,

Lurah Tanjung Saba Pitameh, Kota Padang

Kabupaten Pesisir Selatan yaitu 63 g/Nm

dan

sebagaimana dapat dilihat pada Gambar

Depan

Taman

Segitiga,

Kota

Sawahlunto dengan nilai 215 g/Nm dan

2.72.

hampir mendekati batas baku mutu yaitu 230


Grafik 2.72.Hasil Analisis Parameter TSP
di Kabupaten/Kota Tahun 2013

Sumber :Olahan Tabel SD-18, Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Dari 3 (tiga) titik sampel pengukuran

Mesjid Al Munawarah Siteba, Kota Padang

PM, nilai tertinggi ditemui pada titik Depan

yaitu 58,79 g/Nm sementara nilai terendah

II-58

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

pada titik Depan Kantor Wali Nagari Sungai

sebesar 15,89 g/Nm dapat dilihat pada

Antuan Mungka, Kabupaten Limapuluh Kota

Gambar 2.73.

Gambar 2.73. Hasil Analisis Parameter PM


di Kabupaten/Kota Tahun 2013

Sumber :Olahan Tabel SD-18, Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Dari hasil pengamatan lapangan,

rata-rata 80,78 g/Nm dan 56,57 g/Nm

sumber pencemar udara dominan pada titik

menjadi 37,45 g/Nm. Namun lebih tinggi

sampel adalah dari emisi gas buang

jika dibandingkan dengan data tahun 2010

kendaraan bermotor. Disamping itu diperoleh

yaitu 17,62 g/Nm.

informasi

bahwa

masih

ditemuinya

pembakaran sampah oleh masyarakat.


Kurangnya pohon peneduh di sekitar lokasi
padat lalu lintas juga mempengaruhi kualitas
udara di sekitar lokasi pemantauan.
2.4.2.

Analisis

Kualitas

Udara

Berdasarkan lokasi, untuk Nagari Sei


Antuan Muko, Kabupaten Limapuluh Kota,
dibandingkan tahun lalu (2012) terjadi
penurunan

nilai

PM

lebih

besar

dibandingkan lokasi lain yaitu sebesar 65


Ambien

g/Nm. Sebaliknya untuk lokasi Pustu Ulu

Perbandingan Antar Lokasi dan Antar

Gadut, Padang, jika dibandingkan dengan

Waktu

data

Parameter PM

peningkatan kadar PM sebesar 9,67

tahun

2012

yang

lalu,

terjadi

diperoleh,

g/Nm, namun masih berada dibawah baku

dibandingkan dengan tahun 2011 dan 2012

mutu yang telah ditetapkan (baku mutu

nilai rata-rata PM pada 3 (tiga) titik pantau

PM: 150 g/Nm). Sementara untuk titik

di Sumatera Barat di tahun 2013 mengalami

Depan

penurunan (terjadi perbaikan kualitas udara

Padang, dibandingkan tahun 2012 yang lalu

ambien untuk parameter PM) yaitu dari

terjadi penurunan kadar PM sebesar 2,02

Dari

data

yang

Mesjid

Al

Munawarah

Siteba,

II-59

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

g/Nm pada tahun 2013. Lebih jelasnya

dapat dilihat pada Gambar 2.74.

Gambar 2.74.
Perbandingan Kualitas Udara Ambien Provinsi Sumatera Barat Parameter PM
Tahun 2010 - 2013

Sumber :Olahan Tabel SD-18, Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Parameter Debu (TSP)

diperoleh pada Simpang Rumbio Solok yaitu

Hasil analisis laboratorium terhadap

sebesar 43,1 g/Nm jika dibandingkan

rata-rata nilai TSP di Sumatera Barat

tahun 2012 lalu, namun masih dibawah

menunjukkan bahwa dalam 4 (empat) tahun

batas baku mutu yang telah ditetapkan (baku

terakhir terjadi penurunan rata-rata kadar

mutu TSP: 230 g/Nm).

TSP yaitu 185,78 g/Nm di tahun 2010

Sementara itu penurunan nilai TSP

menjadi 168,65 g/Nm di tahun 2011 dan

tertinggi dibandingkan tahun 2012 lalu

pada

sedikit

diperoleh pada titik Simpang Empat Padang

peningkatan menjadi 182,41 g/Nm dan

Panjang dan Depan Terminal Aur Kuning

kembali turun pada tahun 2013 menjadi

Bukittinggi yaitu masing-masing sebesar 176

150,62 g/Nm. Dibandingkan tahun 2012

g/Nm dan 165,52 g/Nm. Hal ini

terjadi kenaikan kadar TSP udara ambien

menyebabkan kadar TSP pada masing-

pada beberapa titik pantau yaitu di Depan

masing lokasi turun menjadi dibawah baku

Pustu

Lapangan

mutu yang telah ditetapkan, dimana pada

Merdeka Pariaman, Simpang Padang Luar

tahun 2012 yang lalu nilainya telah melewati

Kabupaten. Agam, Depan UKM Center

batas baku mutu yang telah ditetapkan.

Payakumbuh dan Simpang Rumbio Solok.

Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar

Kenaikan nilai TSP tertinggi tahun 2013

2.75.

tahun

Ulu

2012

Gadut

mengalami

Padang,

Gambar 2.75. Perbandingan Hasil Analisis Parameter TSP di Beberapa Lokasi


Tahun 2010 - 2013

II-60

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Sumber :Olahan Tabel SD-18, Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Parameter CO

Padang, Puskesmas Ulu Gadut Padang,

Secara umum, rata-rata nilai CO

Nagari

Sei

Antuan

Muko

Kabupaten

pada beberapa titik pantau tahun 2013

Limapuluh Kota, Depan PDAM Painan

mengalami penurunan dibandingkan tahun

Kabupaten Pesisir Selatan, Simpang Padang

2012,

peningkatan

Panjang, Terminal Aur Kuning Bukittinggi,

dibanding tahun 2011 dan 2010 yang lalu.

Depan UKM Center Payakumbuh dan

Dibandingkan tahun 2012, hasil pemantauan

Simpang Rumbio, Solok. Namun untuk titik

untuk parameter CO pada tahun 2013 terjadi

Tanjung Saba Lubeg Padang dan Terminal

penurunan kadar CO pada 8 (delapan) titik

Aur Kuning Bukittinggi patut diwaspadai

yaitu

karena kadar CO pada lokasi mendekati

namun

Tanjung

mengalami

Saba

Lubuk

Begalung

batas baku mutu yang telah ditetapkan.

Gambar 2.76. Perbandingan Hasil Analisis Parameter CO di beberapa Lokasi


Tahun 2010 2013

II-61

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Sumber :Olahan Tabel SD-18, Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Penurunan

kadar

CO

tertinggi

Parameter O

diperoleh pada titik Simpang Kota Padang

Secara umum, nilai rata-rata O

Panjang yaitu sebesar 12.577,1 g/Nm dan

pada beberapa titik pantau di Provinsi

menjadikan kandungan CO pada titik ini

Sumatera Barat mengalami peningkatan jika

yang sebelumnya berada diatas baku mutu

dibandingkan data yang diperoleh pada

menjadi dib awah batas baku mutu yang

tahun 2012 namun mengalami penurunan

telah ditetapkan. Sementara itu kenaikan

jika dibandingkan dengan data tahun 2010

nilai CO terjadi pada titik Depan Mesjid Al

dan 2011. Hasil pemantauan kualitas udara

Munawarah

Lapangan

ambien parameter O terhadap 15 (lima

Merdeka Pariaman, Terminal Lubuk Alung

belas) titik pantau menunjukkan bahwa di

Siteba

Padang,

Kabupaten.Padang Pariaman dan Simpang


Padang Luar Kabupaten Agam. Kenaikan
tertinggi terjadi pada titik Terminal Lubuk
Alung Kabupaten Padang Pariaman yaitu
sebesar 3.797 g/Nm, namun nilainya
masih berada dibawah batas baku mutu
yang telah ditetapkan yaitu 10.000 g/Nm

tahun 2013 kenaikan nilai O tertinggi


berada di Depan Terminal Lubuk Alung
Kabupaten Padang Pariaman yaitu sebesar
59,1 g/Nm, diikuti Depan UKM Center
Payakumbuh; Simpang Padang Panjang;
Terminal Aur Kuning Bukittinggi, Simpang
Padang Luar Kabupaten. Agam, Lapangan

sebagiamana gambar 2.76.


II-62

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Merdeka Pariaman dan Depan PDAM

Puluh Kota, diikuti Puskesmas Ulu Gadut

Painan dengan nilai kenaikan masing-

Padang, Simpang Rumbio Solok, Depan

masing sebesar 51 g/Nm; 46,2 g/Nm;

Mesjid Al Munawarah Siteba Padang, dan

14,37 g/Nm; 4,03 g/Nm; 3,84 g/Nm

Tanjung Saba Pitameh Lubeg Padang

dan 3 g/Nm.

dengan nilai penurunan masing-masing

Penurunan nilai O terbesar berada pada


titik Sei Antuan Mungka Kabupaten Lima

sebesar 19,53 g/Nm; 18,2 g/Nm; 9,96


g/Nm; 8,07 g/Nm dan 7,38 g/Nm
sebagaimana Gambar 2.77.

Gambar 2.77. Perbandingan Hasil Analisis Parameter O di Beberapa Lokasi


Tahun 2010 2013

Sumber : Olahan Tabel SD-18 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

2.4.3.

Indeks Kualitas Udara


Penghitungan Indeks Kualitas Udara)

di Sumatera Barat untuk tahun 2013 ini


dilakukan pada 15 (lima belas) titik yaitu:
Kota Padang sebanyak 3 (tiga) lokasi/titik
mewakili kawasan padat lalu lintas, industri
dan permukiman; Kota Bukittinggi sebanyak

1 (satu) lokasi/titik mewakili kawasan padat


lalu lintas; Kota Payakumbuh sebanyak 1
(satu) lokasi/titik mewakili kawasan padat
lalu lintas; Kota Solok sebanyak 1 (satu)
lokasi/titik mewakili kawasan padat lalu
lintas; Kota Pariaman sebanyak 1 (satu)
lokasi/titik mewakili kawasan padat lalu
lintas; Kota Padang Panjang sebanyak 1

II-63

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

(satu) lokasi/titik mewakili kawasan padat

mewakili

kawasan

lalu lintas; Kota Sawahlunto sebanyak 1

Kabupaten Lima Puluh Kota sebanyak 1

(satu) lokasi/titik mewakili kawasan padat

(satu)

lalu lintas; Kabupaten Padang Pariaman

pemukiman; Kabupaten Pesisir Selatan

sebanyak 1 (satu) lokasi/titik mewakili

sebanyak 1 (satu) lokasi/titik mewakili

kawasan padat lalu lintas; Kabupaten Agam

kawasan padat lalu lintas dan Kabupaten

sebanyak 1 (satu) lokasi/titik mewakili

Dharmasraya sebanyak 1 (satu) lokasi/titik

kawasan padat lalu lintas; Kabupaten

mewakili kawasan padat lalu lintas.

lokasi/titik

padat

lalu

mewakili

lintas;
kawasan

Pasaman Barat sebanyak 1 (satu) lokasi/titik


Gambar 2.78.
Indeks Kualitas Udara di Bebeapa Lokasi Tahun 2013

Sumber :Olahan Tabel SD-18, Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Dari Gambar 2.78. dapat dilihat

hal ini disebabkan tingginya kandungan NO

bahwa secara umum nilai Indeks Kualitas

pada kedua lokasi dan nilainya telah

Udara di Provinsi Sumatera Barat rata-rata

melewati batas baku mutu yang telah

diatas nilai 90 dan hampir mendekati 100.

ditetapkan.

Hal

tersebut

menggambarkan

bahwa

kualitas udara di Sumatera Barat masih


tergolong baik. Namun untuk titik di Simpang
Padang Panjang dan Depan UKM Center
Kota Payakumbuh nilainya termasuk kurang

Tingginya nilai NO pada lokasi


diperkirakan bersumber dari emisi gas buang
kendaraan

bermotor

mengingat

lokasi

merupakan daerah padat lalu lintas, dimana


pada jam-jam sibuk seperti pagi dan sore

II-64

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

hari

kerap

terjadi

antrian

kendaraan

pada tahun 2013 rata-rata bernilai 6,62;

bermotor pada lokasi.

Kabupaten

2.4.4.

Kabupaten Tanah Datar 6,1; Kabupaten

Kualitas Air Hujan

Data kualitas air hujan meliputi 5


(lima) Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera
Barat yaitu Kota Padang, Kabupaten Pesisir
Selatan, Kabupaten Padang Pariaman,
Kabupaten Dharmasraya dan Kabupaten
Tanah Datar. Dari data yang diperoleh,
diketahui bahwa pH air hujan di Kota Padang

Pesisir

Padang

Selatan

6,05

Pariaman
dan

8,4;

Kabupaten

Dharmasraya 6,78. Nilai pH air hujan pada


masing-masing lokasi masih berada pada
range baku mutu berdasarkan Permenkes
No.416/MenKes/Per/IX/1990 tentang SyaratSyarat dan Pengawasan Kualitas Air,
dimana baku mutu untuk ph berkisar 5,5
9,0 dapat dilihat sebagaimana Gambar 2.79.

Gambar 2.79.
Perbandingan Nilai pH Air Hujan pada 5 (Lima) Kabupaten/Kota Tahun 2013

Sumber : Olahan Tabel SD-24 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Disamping nilai pH, nilai DHL air

Kabupaten Pesisir Selatan 8,36 mmhos/em,

hujan Kabupaten Padang Pariaman juga

Kota

lebih tinggi dibandingkan nilai DHL daerah

Kabupaten Dharmasraya 0,014 mmhos/em

lain

sebagaimana Gambar 2.80.

yaitu

168,6

mmhos/em,

diikuti

Padang

0,048

mmhos/em

dan

Kabupaten Tanah Datar 9,9 mmhos/em,


Gambar 2.80.
Perbandingan Nilai DHL Air Hujan di 5 (Lima) Kabupaten/Kota Tahun 2013

II-65

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Sumber : Olahan Tabel SD-24, Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Nilai SO air hujan untuk Kota

mg/L, Kabupaten Pesisir Selatan 16,5 mg/L

Padang rata-rata 25,12 mg/L dan lebih tinggi

dan Kabupaten Dharmasraya rata-rata 9,32

dibandingkan daerah lain. Sementara itu nilai

mg/L. Nilai SO pada masing-masing daerah

terendah diperoleh di Kabupaten Padang

masih berada di bawah baku mutu yaitu 400

Pariaman yaitu 5,34 mg/L. Untuk Kabupaten

mg/L dapat dilihat sebagaiman Gambar 2.81.

Tanah Datar nilai SO air hujan rata-rata 10


Gambar 2.81.
Perbandingan Nilai SO Air Hujan di 5 (Lima) Kabupaten/Kota Tahun 2013

Sumber : Olahan Tabel SD-24 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Pengukuran NO air hujan dilakukan


pada 4 (empat) kabupaten/kota yaitu Kota

Padang,

Kabupaten

Tanah

Datar,

Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten

II-66

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Dharmasraya. Nilai rata-rata NO untuk Kota

Tanah Datar 0,5 mg/L, Kabupaten Pesisir

Padang lebih tinggi dibandingkan tiga daerah

Selatan

lainnya yaitu 16 mg/L, diikuti Kabupaten

Dharmasraya rata-rata berjumlah 0,032 mg/l

0,45

mg/L

dan

Kabupaten

sebagaimana Gambar 2.82.


Gambar 2.82.
Perbandingan Nilai NO Air Hujan di 4 (Empat) Kabupaten/Kota Tahun 2013

Sumber : Olahan Tabel SD-24, Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Nilai Cr untuk 3 (tiga) kabupaten/kota

untuk

Kabupaten

Padang

Pariaman

di Sumatera Barat masih berada dibawah

mencapai 0,02 mg/L, sementara untuk

baku

Kabupaten Dharmasraya rata-rata 0,002

mutu

berdasarkan

No.416/MenKes/Per/IX/1990

Permenkes
yaitu

0,05

mg/L. Untuk Kota Padang kadar Cr air

mg/L dapat dilihat sebagaimana Gambar


2.83.

hujannya rata-rata 0,01 mg/L, sedangkan


Gambar 2.83.
Perbandingan Nilai Cr Air Hujan di 3 (Tiga) Kabupaten/Kota Tahun 2013

Sumber : Olahan Tabel SD-24, Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Berdasarkan data yang diperoleh

untuk nilai Ca+air hujan pada 3 (tiga) daerah

yang dipantau telah melewati batas baku


mutu

berdasarkan

Permenkes

II-67

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

No.416/MenKes/Per/IX/1990 dengan nilai

menyebabkan

baku mutu sebesar 0,005 mg/L. Kadar Ca+

Kabupaten Padang Pariaman lebih tinggi

air hujan tertinggi diperoleh di Kabupaten

dibandingkan daerah lainnya. Sementara itu

Padang Pariaman yaitu sebesar 36 mg/L.

untuk

Hal ini diperkirakan mempengaruhi nilai pH

Dharmasraya nilai rata-rata Ca+ masing-

air hujan di Kabupaten Padang Pariaman,

masing berjumlah 0,5 mg/L dan 0,83 mg/L

dimana dengan tingginya kandungan Ca+

sebagaimana

Perbandingan Nilai

Ca+

Kota

nilai

pH

Padang

air

dan

Gambar

hujan

di

Kabupaten

2.84.

berikut

Gambar 2.84.
Air Hujan di 3 (Tiga) Kabupaten/Kota Tahun 2013

Sumber : Olahan Tabel SD-24, Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Dari 3 (tiga) daerah yang dipantau

lainnya, yaitu Kabupaten Dharmasraya rata-

kadar Mg+nya, air hujan Kota Padang rata-

rata sebesar < 0,1 mg/L dan Kabupaten

rata memiliki kadar Mg+sebesar <0,23 mg/L

Padang Pariaman berjumlah <0,01 mg/L

dan lebih tinggi dibandingkan 2 (dua) daerah

sebagaimana Gambar 2.85.

Perbandingan Nilai

Mg+

Gambar 2.85.
Air Hujan di 3 (Tiga) Kabupaten/Kota Tahun 2013

II-68

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Sumber : Olahan Tabel SD-24 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Pengukuran kandungan NH air

Kabupaten Dharmasraya yaitu 0,050 mg/L,

hujan dilakukan pada 2 (dua) daerah yaitu

sementara di Kota Padang berjumlah 0,035

Kota Padang dan Kabupaten Dharmasraya.

mg/L sebagaimana Gambar 2.86. berikut

Kadar rata-rata NH tertinggi diperoleh di


Gambar 2.86.
Perbandingan Nilai NH Air Hujan di 2 (Dua) Kabupaten/Kota Tahun 2013

Sumber : Olahan Tabel SD-24 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

II-69

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

2.5.

tujuh

LAUT,

PESISIR

DAN

kecamatan

untuk

membantu

upaya

PANTAI

penyelamatan lingkungan. Analisis juga

Provinsi Sumatera Barat memiliki

lokasi dan baku mutu, khusus untuk kualitas

dilakukan dengan perbandingan antar waktu,

kabupaten/kota

yang

mempunyai

air.

wilayah pesisir pantai dengan panjang garis


pantai 2.420 km, yang memanjang dari

2.5.1.

Luas Tutupan dan Kondisi Terumbu

Kabupaten Pesisir Selatan hingga Kab.

Karang

Pasaman Barat dan Kabupaten Kepulauan

Lokasi terluas kerusakan terumbu

Mentawai. Garis pantai yang cukup panjang

karang terdapat di Kabupaten Pesisir

selain dari Kabupaten Kepulauan Mentawai

Selatan di Kecamatan Sutera pada tahun

adalah Kabupaten Pesisir Selatan dan diikuti

2012 wilayah yang rusak mencapai 953,51

oleh Kabupaten Pasaman Barat, sedangkan

Ha dan pada tahun 2013 mengalami

yang

penurunan menjadi 610,45 Ha, diikuti oleh

terpendek

adalah

garis

pantai

Kabupaten Agam.

Kabupaten Padang Pariaman di Kec. Batang


dengan

Anai dengan luas wilayah terumbu karang

wilayah pesisir dan laut di Sumatera Barat

yang rusak pada tahun 2013 mencapai 314

adalah :

Ha. Pada tahun 2012 di Kota Padang

Isu

1.

lingkungan

Kerusakan

terumbu

terkait

karang

dan

padang lamun terjadi di Kabupaten


Pesisir Selatan.
2.

Kerusakan terjadi akibat pemanfaatan


sempadan pantai terutama di Kota
Padang.
Pendekatan analisis kerusakan dan

pencemaran
dilakukan

wilayah
pada

pesisir

lokasi

dan

spesifik

laut
level

khususnya Pulau Bindalang luas wilayah


terumbu karang yang rusak mencapai
30,096 Ha dan pada tahun 2013 mengalami
penurunan menjadi 7,10 Ha sedangkan
untuk Kabupaten Agam di Kecamatan
Tanjung Mutiara pada tahun 2012 wilayah
terumbu karang yang rusak seluas 16,20 Ha
dan pada tahun berikutnya mengalami
kenaikan menjadi 33,00 Ha.

II-70

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Gambar 2.87.Lokasi Terluas Kerusakan Terumbu Karang di 4 (empat) Kabupaten/Kota

Sumbar : Olahan Tabel SD-19A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013

Tutupan terumbu karang terluas

Pariaman sebesar 39,5 Ha dengan 51%

terdapat di Kabupaten Pesisir Selatan

diantaranya dalam kondisi baik dan 44,50

sebesar 61.042 Ha dengan luas 30,91 %

dalam kondisi sedang. Kabupaten Padang

berada dalam kondisi sangat baik, 10,17 %

Pariaman memiliki luas tutupan terumbu

dalam kondisi baik, 26,50 % dalam kondisi

karang 55,60 Ha dan 91,70% diantaranya

sedang dan sisanya 32,40 % berada dalam

mengalami

keadaan rusak. Untuk Kota Padang luas

Kabupaten Agam luas tutupan terumbu

tutupan terumbu karang sebesar 153,10 Ha

karang 33 Ha dan hampir seluruhnya

dengan 28,4 % diantaranya dalam keadaan

mengalami kerusakan. Untuk lebih jelasnya

rusak. Luas tutupan terumbu karang di Kota

dapat dilihat pada Gambar 2.8 berikut.

kerusakan

sedangkan

di

Gambar 2.88. Luas Tutupan dan Kondisi Terumbu Karang

Sumber : Olahan Tabel SD-19 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

II-71

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Tutupan terumbu karang di Provinsi

daerah setempat dan perlunya pengawasan

Sumatera Barat memiliki luas 33.811,59 Ha

ke depannya terutama yang disebabkan oleh

dengan kondisi 5,34% dalam kondisi sangat

pemanfaatan hasil laut yang tidak ramah

baik, 10,54 dalam kondisi baik, 24,92 dalam

lingkungan

kondisi sedang dan 59,16 % diantaranya

menggunakan bahan peledak. Disamping itu

dalam kondisi rusak sebagaimana dapat

juga akibat kegiatan penambagan bahan

dilihat pada

galian secara illegal terutama pasir, batu dan

Gambar

2.89.

Rusaknya

terumbu karang di Sumatera Barat patut

seperti

penangkapan

ikan

kerikil (sirtukil).

menjadi perhatian serius bagi pemerintah


Gambar 2.89. Persentase Luas Terumbu Karang Sumatera Barat

Sumber : Olahan Tabel SD-19.A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

2.5.2.

Luas dan Kerusakan Padang Lamun

Ekosistem padang lamun juga

Padang Lamun adalah ekosistem

merupakan daerah pemijahan (spawning

yang terletak di tengah ekosistem mangrove

gound), pengasuhan (nursery graound),

yang berhubungan dengan daratan dan

daerah mencari makan (feeding ground)

ekosistem

yang

dan daerah pembesaran (rearing ground)

berhubungan dengan laut dalam. Dari fungsi

bagi biota laut lainnya. Padang lamun juga

ekosistem padang lamun juga penting bagi

merupakan indikator biologis di perairan

kehidupan

yang

yang tercemar logam berat. Gambar 2.90

merupakan mata rantai bagi kehidupan

berikut menggambarkan kerusakan padang

akuatik.

lamun di beberapa daerah di Sumatera Barat

terumbu

darat
Karena

karang

maupun
itu,

laut

merusak

dan

menghilangkan padang lamun berarti akan


memutus mata rantai kehidupan.

II-72

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Gambar 2.90 Luas dan Kerusakan Padang Lamun

Sumber : Olahan Tabel SD-20 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Seperti terlihat pada Gambar 2.90,

laut,

mengurangi

kencang,

mengurangi

di Kabupaten Kepulauan Mentawai seluas

gelombang, rekreasi dan pembersih air dari

Selatan dan kemudian Kota Padang.


Sementara

kerusakan

yang

diketahui

dan

angin

luas tutupan padang lamun tertinggi terdapat


35.218 Ha diikuti oleh Kabupaten Pesisir

tinggi

tiupan

kecepatan

arus

polutan. Fungsi- fungsi tersebut akan terus


berlanjut kalau keberadaan ekosistem mangrove
dapat dipertahankan.

hanyalah di daerah Kabupaten Pesisir

Dari Gambar 2.91 dapat dilihat

Selatan yaitu sekitar 52,95%. Rusaknya

bahwa dari segi luas tutupsn mangrove, Kota

padang lamun di Kabupaten Pesisir Selatan

Padang berada di peringkat paling atas

terutama

diikuti oleh Kabupaten Pesisir Selatan,

disebabkan

oleh

aktifitas

penangkapan ikan hias yang menggunakan

Kabupaten

Agam

dan

terakhir

Kota

arus listrik sehingga mengganggu ekosistem

Pariaman. Sedangkan dari kerapatan pohon,

padang lamun tersebut.

Kota Pariaman memiliki ekosistem mangrove


yang paling tinggi kerapatan pohonnya.

2.5.3.

Luas

dan

Kerapatan

Tutupan

Mangrove
Mangrove memiliki fungsi yang sangat
penting dalam pelestarian lingkungan seperti
proteksi terhadap abrasi, pengendali intrusi air

II-73

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Gambar 2.91. Luas dan Kerapatan Tutupan Mangrove

Sumber : Olahan Tabel SD-20 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Kualitas Air Laut

gerbang perekonomian Indonesia bagian

2.5.5.1. Objek Pelabuhan

barat.Pelabuhan Teluk Bayur dipenuhi oleh

2.5.4.

Berbagai limbah yang dihasilkan


oleh kegiatan manusia baik limbah domestik,
industri maupun pariwisata sebagian besar
diantaranya bermuara di laut, tidak hanya

berbagai kapal laut, baik itu kapal barang,


kapal penumpang, kapal nelayan dan lainlain.
Pengambilan sampel di Pelabuhan teluk

pemukiman

Bayur dilakukan pada 2 (dua) titik yaitu

masyarakat, limbah yang dihasilkan dari

dengan jarak 50 m dari pelabuhan dengan

kegiatan pariwisata di daerah pesisir laut

koordinat 005957,1 Lintang Selatan dan

juga turut berkontribusi mencemari wilayah

1002224,2 Bujur Timur serta 100 m dari

pantai, sementara itu limbah cair maupun

pelabuhan dengan koordinat 010023,6

padat yang berasal dari aktivitas kapal turut

Lintang Selatan dan 1002248,2 Bujur

memperparah kondisi perairan laut, terutama

Timur. Saat pengambilan sampel cuaca

di daerah pelabuhan. Berikut dapat kita lihat

cerah dan kondisi air terlihat berminyak, hal

data kualitas air laut dari beberapa lokasi

ini dimungkinkan berasal aktivitas kapal di

titik sampel :

pelabuhan.

limbah

domestik

dari

a. Pelabuhan Teluk Bayur, Kota Padang


Pelabuhan Teluk Bayur terletak di Kota
Padang, merupakan salah satu pelabuhan
teramai yang berada dibawah wilayah
operasional Pelindo II dan menjadi pintu

II-74

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

No.

Parameter

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

TSS
pH
DO
BOD.5
Posfat
Nitrat
Amoniak
Sulfida
Timbal
Seng
Kadmium
Air Raksa
MPN Coli Tinja
MPN Coliform

Tabel 2.14. Hasil Analisis Sampel Air Laut


Pelabuhan Teluk Bayur Kota Padang
Jarak dari Pelabuhan
Satuan
Baku Mutu
50 m
100 m
mg/L
80
6
10
6.5 8.5
6.84
6.92
mg/L
8.32
6.86
mg/L
3.4
2.6
mg/L
0.07
0.09
mg/L
7.291
6.88
mg/L
0.3
0.058
0.039
mg/L
0.03
<0.02
<0.02
mg/L
0.05
0.695
0.43
mg/L
0.1
0.43
0.431
mg/L
0.01
<0.002
<0.002
mg/L
0.003
0.00077
0.0004
/100 mL
170
17
/100 mL
1000
550
33

Sumber : Olahan Tabel SD-16 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Berdasarkan Tabel 2.14 di atas diketahui

Pasar Baru. Selain itu juga terdapat

bahwa sampel air laut pada Pelabuhan Teluk

galangan kapal yang sudah tidak beroperasi

Bayur baik pada jarak 50 m dari pelabuhan

lagi. Beberapa jenis kapal melakukan

maupun 100 m dari pelabuhan memiliki

aktivitas di Pelabuhan Panasahan seperti

kandungan timbal dan seng yang telah

Kapal Nelayan yang berjumlah 5 kapal per

melewati batas baku mutu air laut untuk

hari, Tongkang 1 kapal per bulan dan kapal

pelabuhan berdasarkan Keputusan Menteri

perintis 1 kali per 15 hari.

Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun


2004 tentang Baku Mutu Air Laut. Tingginya
kandungan timbal dan seng pada sampel
yang diambil dimungkinkan berasal dari
ceceran bahan bakar kapal yang beraktivitas
di pelabuhan.
b. Pelabuhan Panasahan, Kabupaten
Pesisir Selatan
Pelabuhan Panasahan telah beroperasi
selama 2 (dua) tahun, dengan kegiatan
pembongkaran muatan ikan dari Mentawai,
bongkar muat dari Kambang, Surantiah dan

Pengambilan sampel air laut pada


Pelabuhan Panasahan dilakukan pada 2
(dua) titik yaitu jarak 50 m dari pelabuhan
dengan koordinat 012152 Lintang Selatan
dan 1003401 Bujur Timur kedalaman 7
m dari permukaan laut serta 100 m dari
pelabuhan dengan koordinat 012146
Lintang Selatan dan 1003358,6 Bujur
Timur kedalaman 9 m dari permukaan laut.
Saat pengambilan sampel kondisi lapangan
terlihat bersih, kondisi cuaca mendung dan
sepi

aktivitas

dikarenakan

sebelumnya

terjadi hujan.

II-75

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Tabel 2.15. Hasil Analisis Sampel Air Laut


Pelabuhan Panasahan Kabupaten Pesisir Selatan
Jarak dari Pelabuhan
Parameter
Satuan
Baku Mutu
50 m
100 m
TSS
mg/L
80
7
5
pH
6.5 8.5
6.72
6.81
DO
mg/L
7.07
7.28
BOD.5
mg/L
2.4
1.1
Posfat
mg/L
0.09
0.16
Nitrat
mg/L
7.35
6.97
Amoniak
mg/L
0.3
0.026
0.015
Sulfida
mg/L
0.03
<0.02
<0.02
Timbal
mg/L
0.05
0.973
0.985
Seng
mg/L
0.1
0.973
6.618
Kadmium
mg/L
0.01
<0.002
<0.002
Air Raksa
mg/L
0.003
0.00049
0.00067
MPN Coli Tinja /100 mL
2000
2000
MPN Coliform
/100 mL
1000
2000
2000

No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Sumber : Olahan Tabel SD-16 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Berdasarkan Tabel 2.15 di atas, dapat dilihat

Padang Barat, Kota Padang. Kawasan ini

bahwa sampel air laut pada Pelabuhan

telah dikelola oleh Dinas Pariwisata Kota

Panasahan baik pada jarak 50 m maupun

Padang, dan telah dilengkapi fasilitas taman,

100 m dari pelabuhan memiliki kadar timbal

tempat bermain, pujasera, WC dan tempat

dan seng yang tinggi

berdagang. Pantai Muaro terletak di pusat

dibandingkan

baku

10 kali lipat

mutu

yang

telah

kota

dan

dekat

dengan

pemukiman

ditetapkan. Tingginya kandungan kedua zat

penduduk. Pantai ini ramai dikunjungi

tersebut dimungkinkan berasal dari ceceran

terutama pada hari libur dan sore hari.

bahan bakar kapal yang beraktivitas di

Secara visual, di pantai ini banyak terdapat

pelabuhan atau dari ceceran bahan bakar

sampah berserakan yang bersumber dari

minyak dari aktivitas bongkar muat pada

aktivitas perdagangan pada lokasi, limbah

lokasi. Disamping itu nilai MPN Coliform dari

domestik

sampel juga telah berada diatas baku mutu

pengunjung. Masyarakat sekitar pantai pada

yang telah ditetapkan. Hal ini dimungkinkan

umumnya

berasal

nelayan dan pedagang, dengan jumlah

dari

limbah

domestik

dari

pemukiman penduduk disekitar pelabuhan.

penduduk

maupun

bermatapencarian

aktivitas
sebagai

penduduk 5.000 jiwa.

2.5.5.2. Objek Wisata

a. Pantai Muaro, Kota Padang


Secara

administratif

Pantai

Muaro

terletak di Kelurahan Berok, Kecamatan

II-76

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Tabel 2.16. Hasil Analisis Sampel Air Laut Pantai Muaro Kota Padang
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Parameter
TSS
pH
DO
BOD.5
Posfat
Nitrat
Amoniak
Sulfida
Timbal
Seng
Kadmium
Air Raksa
MPN Coli Tinja
MPN Coliform

Satuan

Baku Mutu

mg/L

20
7 8.5
>5
10
0.015
0.008
nihil
nihil
0.005
0.095
0.002
0.002
200
1000

mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
/100 mL
/100 mL

Jarak dari pantai


50 m
100 m
9
11
6.61
6.66
7.07
8.73
1.6
2.4
0.26
0.22
5.629
7.151
0.35
0.482
<0.02
<0.02
0.341
0.286
0.167
0.244
<0.002
<0.002
0.00057
0.00031
140
540
280
1600

Sumber : Olahan Tabel SD-17 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Berdasarkan Tabel 2.16 di atas,


dapat dilihat bahwa sampel air laut pada
Pantai Muaro baik pada jarak 50 m maupun
100 m dari tepi pantai memiliki kadar posfat,
nitrat, amoniak, sulfida, timbal dan seng
diatas baku mutu untuk objek wisata yang
telah ditetapkan berdasarkan Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51
tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut.
Disamping itu pada jarak 100 m dari tepi
pantai kandungan MPN Coli Tinja dan MPN
Coliform sampel air laut juga telah diatas
baku mutu. Tingginya kandungan zat

b. Pantai Carocok Painan, Kabupaten


Pesisir Selatan
Pantai Carocok terletak pada Nagari
Painan, Kec. Empat Jurai Kabupaten Pesisir
Selatan. Sebagian besar masyarakat yang
tinggal disekitar lokasi ini bermata pencarian
sebagai nelayan dan berdagang. Saat
pemantauan, di lokasi sedang berlangsung
kegiatan reklamasi pantai untuk memperluas
areal

parkir.

Setiap

harinya,

jumlah

pengunjung di pantai ini bisa mencapai


ratusan pada hari biasa dan akan semakin
banyak di saat hari libur.

tersebut dimungkinkan berasal dari aktivitas


perdagangan pada lokasi, limbah domestik
penduduk maupun aktivitas pengunjung.
Tabel 2.17. Hasil Analisis Laboratorium Sampel Air Laut
Pantai Carocok Kabupaten Pesisir Selatan.
No.
1.
2.
3.
4.

Parameter
TSS
pH
DO
BOD.5

Satuan

Baku Mutu

mg/L

20
7 8.5
>5
10

mg/L
mg/L

50 m
5
6.67
8.52
1.5

Jarak dari pantai


100 m
4
6.69
7.07
1.9

II-77

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

No.

Parameter

5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Posfat
Nitrat
Amoniak
Sulfida
Timbal
Seng
Kadmium
Air Raksa
MPN Coli Tinja
MPN Coliform

Satuan

Jarak dari pantai


50 m
100 m
0.06
0.12
6.6
6.98
0.017
0.021
<0.02
<0.02
0.77
0.532
6.661
5.361
<0.002
<0.002
0.00643
0.00145
2000
2000
2000
2000

Baku Mutu

mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
/100 mL
/100 mL

0.015
0.008
nihil
nihil
0.005
0.095
0.002
0.002
200
1000

Sumber : Olahan Tabel SD-17 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Hasil pengujian kualitas air laut

dan Korong Gantiang Tangah Padang,

tmenunjukkan bahwa baik pada jarak 50 m

Kenagarian Ulakan. Jumlah penduduk yang

dari bibir pantai maupun jarak 100 m, sampel

bermukim di sekitar kawasan ini sebanyak

air laut yang diambil memiliki kandungan

50 KK dengan jumlah 200 jiwa. Sebagian

posfat, nitrat, amoniak, sulfida, timbal, seng,

besar penduduk pada lokasi bermata

air raksa MPN Coli Tinja dan MPN Coliform

pencarian sebagai nelayan dan berdagang

diatas baku mutu yang telah ditetapkan.

makanan.

Tingginya kandungan beberapa parameter

terdapat warung makan, dan pada hari libur

tersebut

diperkirakan

lokasi ini ramai dikunjungi para wisatawan.

aktivitas

kapal/perahu

mengingat

lokasi

Pelabuhan

Panasahan,

bersumber
di

dari

pelabuhan,

berdekatan
serta

dengan
limbah

domestik yang berasal dari pemukiman


penduduk,

limbah

perkotaan

maupun

aktivitas wisata pada lokasi.


c. Pantai Tiram, Kabupaten Padang
Pariaman
Pantai Tiram merupakan muara dari
Batang Tapakis.Secara Administrasi Pantai
Tiram terletak dalam wilayah Korong Tiram

Disepanjang

pantai

banyak

Untuk pelestarian pantai ini, pada


tahun 2006 yang lalu telah dilakukan
penanaman cemara laut sebanyak 1.100
batang dan mangrove sebanyak 2.000
batang oleh Kantor Lingkungan Hidup
Kabupaten Padang Pariaman, namun yang
masih tersisa hanya sekitar 30 % saja.
Selanjutnya pada tahun 2008 juga dilakukan
penanaman cemara laut sebanyak 1.000
batang di Korong Gantiang Tangah Padang
oleh DKP Provinsi Sumatera Barat, dan yang
berhasil tumbuh hanya 50 %.

II-78

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Tabel 2.18. Hasil Analisis Laboratorium Sampel Air Laut


Pantai Tiram, Kabupaten Padang Pariaman
Jarak dari pantai
Parameter
Satuan
Baku Mutu
50 m
100 m
TSS
mg/L
20
26
7
pH
7 8.5
6.89
7.18
DO
mg/L
>5
6.45
5.82
BOD.5
mg/L
10
3.7
2.2
Posfat
mg/L
0.015
0.14
0.08
Nitrat
mg/L
0.008
3.61
2.761
Amoniak
mg/L
nihil
0.013
0.003
Sulfida
mg/L
nihil
<0.02
<0.02
Timbal
mg/L
0.005
<0.003
<0.003
Seng
mg/L
0.095
<0.01
0.395
Kadmium
mg/L
0.002
<0.002
<0.002
Air Raksa
mg/L
0.002
<00026
<0.00026
MPN Coli Tinja /100 mL
200
2400000
2400000
MPN Coliform
/100 mL
1000
2400000
2400000

Sumber : Olahan Tabel SD-17 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Pengambilan sampel air laut pada

batas baku mutu yang ditetapkan, ini dapat

Pantai Tiram dilakukan pada 2 (dua) titik

dilihat secara visual dimana air terlihat keruh

yaitu pada jarak 50 m dari bibir pantai dan

dan bewarna kekuning-kuningan, hal ini

100 m dengan koordinat masing-masing

diperkirakan pengaruh dari muara sungai,

004316,4 LS dan 1001150,3 BT serta

dimana air pada muara sungai terlihat keruh

004319,0 LS dan 1001146,6 BT. Saat

akibat hujan sebelumnya.

pengambilan sampel cuaca mendung, sedikit


berombak dengan kondisi air agak kuning.
Dari Tabel 2.18 di atas dapat dilihat
bahwa beberapa parameter pada sampel air
laut Pantai Tiram baik pada jarak 50 m
maupun 100 m dari tepi pantai telah
melewati batas baku mutu yang telah
ditetapkan, yaitu nitrat, posfat, amoniak,
sulfida serta MPN Coli Tinja dan MPN
Coliform. Tingginya kandungan beberapa
senyawa tersebut diprediksi berasal dari
limbah

domestik

yang

berasal

dari

pemukiman penduduk, limbah perkotaan


maupun

aktivitas

wisata pada

lokasi.

d. Pantai Gandoriah, Kota Pariaman


Pantai Gandoriah merupakan kawasan
wisata yang dikelola oleh Pemerintah Kota
Pariaman

bekerja

dengan

masyarakat

setempat.Setiap bulan Muharam pantai


Gandoriah sangat ramai dikunjungi oleh
wisatawan lokal dan mancanegara untuk
menyaksikan Pekan Budaya Tabuik yang
digelar setiap tahun mulai tanggal 1
Muharam s/d 10 Muharam.Jumlah penduduk
yang tinggal di sekitar lokasi 100 KK
dengan jumlah 400 jiwa, sebagian besar
penduduknya bermata pencarian sebagai
nelayan dan pedagang makanan. Sekitar

Disamping itu untuk TSS air laut pada jarak


50 m dari tepi pantai juga telah melewati
II-79

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

pantai banyak ditumbuhi cemara laut dan

Tingginya nilai TSS pada sampel disebabkan

pohon kelapa.

karena saat pengambilan sampel kondisi air


laut dalam keadaan pasang naik dan keruh,

Dari Tabel 2.19. di bawah dapat

sementara untuk posfat, nitrat, amoniak,

dilihat bahwa nilai TSS, posfat, nitrat,

sulfida, dan MPN Coli Tinja serta MPN

amoniak, sulfida, dan MPN Coli Tinja serta

Coliform diperkirakan bersumber dari limbah

MPN Coliform sampel air laut Pantai

domestik yang berasal dari pemukiman

Gandoriah baik jarak 50 m maupun 100 m

penduduk,

dari tepi pantai telah melewati baku mutu.

limbah

perkotaan

maupun

aktivitas wisata pada lokasi.


Tabel 2.19. Hasil Analisis LAboratorium Sampel Air Laut Pantai Gandoriah Kota Pariaman
No.

Parameter

Satuan

Baku Mutu

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

TSS
pH
DO
BOD.5
Posfat
Nitrat
Amoniak
Sulfida
Timbal
Seng
Kadmium
Air Raksa
MPN Coli Tinja
MPN Coliform

mg/L

20
7 8.5
>5
10
0.015
0.008
nihil
nihil
0.005
0.095
0.002
0.002
200
1000

mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
/100 mL
/100 mL

Jarak dari pantai


50 m
100 m
524
22
7.94
7.11
4.37
6.24
6.4
2.6
0.53
0.081
7.621
4.001
0.416
0.006
<0.02
<0.02
<0.003
<0.003
<0.01
<0.01
<0.002
<0.002
0.00073
0.01338
2400000
1600000
2400000
1600000

Sumber : Olahan Tabel SD-17 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

e. Pantai Sasak, Kabupaten Pasaman


Barat
Pantai Sasak merupakan kawasan
objek wisata, terletak di Jorong Pasa Lamo,

penanaman cemara laut, ketaping, batang baru


dan melinjo yang merupakan hasil swadaya
masyarakat dengan jumlah total 10.000 batang.
Disekitar

pantai

banyak

ditemui

Nagari Sasak, Kecamatan Sasak Ranah Pasisie,

sampah gelas plastik berserakan dan hanya

Kabupaten Pasaman Barat dan merupakan

terdapat satu buah bak sampah yang kurang

tempat bermuaranya sungai Batang Kapa dan

dimanfaatkan,

Batang Pasaman. Untuk pelestarian pantai ini

berlangsung aktivitas pembangunan dam dan

pada tahun 2011 telah dilakukan penanaman

jalan di pinggir muara Pantai Sasak, kegiatan ini

cemara laut sebanyak 1.000 batang yang

sedikit banyak berpengaruh pada kualitas air

merupakan bantuan DKP Kabupaten Pasaman

disekitar lokasi. Selain itu dilokasi juga terdapat

Barat dan pada tahun 2012 juga telah dilakukan

dermaga wisata, tempat bersandarnya kapal

saat

pemantauan

sedang

penangkap ikan. Air dermaga terlihat berminyak

II-80

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

dan kotor. Dari informasi yang diperoleh terdapat

mereka akan meninggalkan kegiatan melaut dan

20 kapal penangkap ikan milik masyarakat yang

melaksanakan aktivitas bertani. Secara visual

beroperasi setiap harinya.

saat pengambilan sampel kondisi air keruh dan


dalam kondisi pasang naik. Hasil analisis

Selain itu, di sekitar kawasan Pantai

laboratorium terhadap sampel air laut dapat

Sasak terdapat Perkampungan Nelayan yang

dilihat pada Tabel 2.20.

dihuni 37 KK atau 140 jiwa. Disaat terang bulan

Tabel 2.20. Hasil Analisis Laboratorium Sampel Air Laut


Pantai Sasak, Kabupaten Pasaman Barat
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

Parameter
TSS
pH
DO
BOD.5
Posfat
Nitrat
Amoniak
Sulfida
Timbal
Seng
Kadmium
Air Raksa

Satuan

Baku Mutu

mg/L

20
7 8.5
>5
10
0.015
0.008
nihil
nihil
0.005
0.095
0.002
0.002

mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L

Jarak dari pantai


50 m
100 m
115
111
6.5
6.7
8.11
8.73
3.5
6.7
0.27
0.19
3.23
3.1
0.082
0.085
<0.02
<0.02
<0.003
<0.003
<0.01
<0.01
<0.002
<0.002
<0.00026
0.00089

Sumber : Olahan Data SD-17 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013.

Berdasarkan Tabel 2.20 di atas dapat


dilihat bahwa nilai TSS, posfat, nitrat, amoniak,
sulfida pada sampel air laut baik jarak 50 m
maupun 100 m dari pantai telah melewati baku
mutu. Tingginya nilai TSS pada sampel
disebabkan karena pada saat pengambilan
sampel tengah terjadi pasang naik serta sedang
berlangsung aktivitas pembangunan dam dan
jalan di pinggir muara Pantai Sasak sehingga air

2.6. IKLIM
Secara

umum

Sumatera

Barat

menjadi keruh. Disamping itu tingginya beberapa

memiliki curah hujan tahunan yang relatif

parameter tersebut diduga juga bersumber dari

tinggi dengan 5 (lima) kelompok pola curah

limbah domestik dari pemukiman penduduk


sekitar, aktivitas pariwisata, pertanian serta
dimungkinkan juga akibat aktivitas pabrik sawit
PT. Gresindo yang berada di dekat Batang
Pasaman yang alirannya bermuara ke Pantai
Sasak.

hujan. Kelompok pertama, puncak curah


hujan pertama terjadi pada bulan Maret
sedangkan puncak curah hujan kedua terjadi
pada bulan September. Intensitas curah
hujan terendah terjadi pada bulan Juni.

II-81

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Kelompok kedua, puncak curah hujan

melakukan analisis perbandingan antar

pertama terjadi pada bulan April sedangkan

lokasi. Selain itu juga akan dibahas dalam

puncak curah hujan kedua terjadi pada bulan

catatan khusus tentang peredaran bahan

November. Intensitas curah hujan terendah

perusak ozon pada bengkel servis AC dan

terjadi pada bulan Juni. Kelompok ketiga,

peralatan pendingin di Sumatera Barat.

puncak curah hujan pertama terjadi pada

2.6.1.

bulan April sedangkan puncak curah hujan


kedua

terjadi

pada

bulan

November.

Intensitas curah hujan terendah terjadi pada


bulan Mei. Kelompok keempat, puncak curah
hujan pertama terjadi pada bulan April
sedangkan puncak curah hujan kedua terjadi
pada bulan Desember. Intensitas curah
hujan terendah terjadi pada bulan Juni.
Kelompok kelima, puncak curah hujan
pertama terjadi pada bulan April sedangkan
puncak curah hujan kedua terjadi pada bulan
Oktober. Intensitas curah hujan terendah

Pada tahun 2013, musim hujan di


Sumatera Barat dimulai pada bulan Oktober
mencapai

Desember.

puncaknya

Sementara

Tahun 2013 rata-rata curah hujan


tertinggi dari 11 (sebelas) kabupaten/kota di
Sumatera Barat terjadi di bulan Oktober dan
mencapai puncaknya di bulan Desember
yaitu

sebesar

440,19

mm.

Hal

ini

diperkirakan karena pada saat itu terjadi


medan angin yang kuat dari perairan barat
sehingga menambah massa uap air yang
masuk ke wilayah Sumatera Barat dan
menaikkan potensi curah hujan pada saat
itu.
Selanjutnya terjadi penurunan rata-

terjadi pada bulan Juni.

dan

Curah Hujan Rata-Rata Bulanan

di

suhu

bulan
rata-rata

tahunan pada 10 (sepuluh) kabupaten kota


di Sumatera Barat sekitar 26,69C, dengan
suhu terendah 21,3C dan tertinggi 33,62C.
Iklim di Sumatera Barat akan dibahas lebih
lanjut pada sub bab berikutnya.

rata curah hujan, dimana rata-rata curah


hujan terendah terjadi di bulan Juni hingga
mencapai 116 mm. Rendahnya curah hujan
di bulan Juni disebabkan pada pertengahan
Juni hingga Juli 2013 kisaran suhu muka laut
perairan barat Sumatera antara 29C - 30C
yang luasannya meluas dan memanjang
hingga bagian tengah dari Samudera Hindia.
Dengan demikian maka keadaan uap air di
perairan barat pada periode itu sama atau

Pembahasan dalam penulisan terdiri

lebih rendah sehingga kurang menambah

dari analisis statistik yang menunjukkan

potensi hujan pada periode waktu itu

kondisi

(Sumber : BMKG Stasiun Klimatologi

rata-rata

dan

kondisi

ekstrim

(maksimum atau minimum) curah hujan dan

Sicincin).

suhu di Prov. Sumatera Barat dan dengan


Gambar 2.92.
Curah Hujan Rata-Rata Bulanan di Kabupaten/Kota Tahun 2013

II-82

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Sumber : Olahan Tabel SD-22, Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013

Pada bulan Oktober curah hujan

hujan tertinggi terjadi di Kabupaten Pesisir

tertinggi terjadi di Kabupaten Limapuluh Kota

Selatan diikuti Kota Padang sebesar 731,8

dan Kota Payakumbuh yaitu sebesar 557,1

mm dan terendah di Kabupaten Tanah Datar

mm dengan sifat hujan normal, diikuti Kota


Padang Panjang, Kota Sawahlunto dan
Kabupaten Padang Pariaman yaitu masingmasing sebesar 408 mm, 375,2 mm dan 321
mm dengan sifat hujan normal. Sementara
itu di bulan Desember rata-rata curah hujan

Rata-rata

curah

hujan

bulanan

terendah di bulan Juni terjadi di Kabupaten


Tanah Datar yaitu 42 mm, diikuti Kota
Sawahlunto dan Kota Bukittinggi sebesar
58,7 mm dan 83,3 mm dengan sifat hujan
normal sampai bawah normal.

berkisar 774 mm 236 mm. Dimana curah

Gambar 2.93.
Curah Hujan Rata-Rata Bulanan di 11 Kabupaten/Kota Tahun 2013

II-83

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Sumber :Olahan Tabel SD-22, Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013

Pada Gambar 2.94 dapat dilihat

Kota Payakumbuh memiliki rata-rata curah

bahwa rata-rata curah hujan tahunan

hujan tertinggi dibandingkan 10 (sepuluh)

terendah terdapat di Kabupaten Tanah Datar

kabupaten/kota

dengan jumlah curah hujan rata-rata 166,25

mm/tahun, dimana curah hujan tertinggi

mm/tahun, dimana curah hujan tertinggi

terjadi pada bulan Oktober dengan jumlah

terjadi pada bulan Oktober sebesar 321 mm

557,1 mm dengan sifat hujan normal dan

dan curah hujan terendah terjadi pada bulan

curah hujan terendah pada bulan Januari

Juni sebesar 42 mm dengan sifat hujan

sebesar 38,5 mm.

lainnya

yaitu

381,67

normal sampai bawah normal. Sementara itu


Gambar 2.94.
Curah Hujan Rata-Rata Tahunan di Kabupaten/Kota Tahun 2013

Sumber :Olahan Tabel SD-22 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013

II-84

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Gambar 2.95. Peta Perkiraan Curah Hujan


Bulan November 2013 Sumatera Barat

Pada Gambar 2.95 di atas terlihat peta

pada Bulan Maret yaitu 27,54C, dimana

prakiraan curah hujan Bulan November 2013

suhu tertinggi terjadi di Kabupaten Sijunjung

yang dilakukan oleh BMKG Stasiun Klimatologi

sebesar 33,22C. Sementara suhu terendah

Sicincin. Prakiraan curah hujan pada Bulan


November tersebut didominasi oleh curah hujan
401 500 mm dan 501 600 mm yaitu di
Kabupaten

Pesisir

Selatan,

Kota

Solok,

Kabupaten Limpuluh Kota dan Kabupaten Solok

terjadi pada bulan Juni dan Agustus sebesar


26,34C, dimana suhu terendah terjadi di
Kota Bukittinggi dengan masing-masing
suhu sebesar 22,8C dan 21,9C.

Selatan.

Suhu

rata-rata

tahunan

tertinggi

terjadi di Kabupaten Sijunjung yaitu 32,13C

2.6.2. Suhu Udara Rata-Rata Bulanan

Suhu rata-rata bulanan pada 10


(sepuluh) kab/kota di Provinsi Sumatera
Barat berkisar 21,3C 33,62C, dengan
rata-rata suhu tahunan 26,69C. Suhu ratarata bulanan tertinggi Sumatera Barat jatuh

disusul Kabupaten Pesisir Selatan sebesar


30,75C, sedangkan suhu terendah dialami
di Kota Bukittinggi dengan rata-rata 22,2C
dapat dilihat sebagaimana Gambar 2.96,
Gambar 2.97 dan Gambar 2.98. berikut.

Gambar 2.96.

II-85

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Suhu Rata-Rata Bulanan di Kabupaten/Kota Tahun 2013

Sumber :Olahan Tabel SD-23, Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013

Gambar 2.97.
Suhu Rata-Rata Bulanan di Kabupaten/Kota Tahun 2013

Sumber :Olahan Tabel SD-23 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013

Gambar 2.98.
Suhu Rata-rata Tahunan di Kabupaten/Kota Tahun 2013

Sumber :Olahan Tabel SD-23, Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2013

II-86

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

2.6.3. Bahasan Khusus : Bahan Perusak


Ozon (BPO)

Kota

Solok,

Kota

Payakumbuh,

Kota

Pariaman, Kabupaten Padang Pariaman,


dapat

Kabupaten Pasaman, Kabupaten Agam,

menyebabkan kenaikan intensitas radiasi

Kabupaten Tanah Datar, Kab. Pesisir

UV-B yang mencapai permukaan bumi. Hal

Selatan,

tersebut akan menimbulkan dampak negatif

Kabupaten Sijunjung, Kota Sawahlunto dan

terhadap berbagai aspek kehidupan, baik

Kabupaten Limapuluh Kota. Hasil monitoring

untuk kesehatan manusia, hewan dan

terhadap 43 bengkel servis peralatan

tumbuhan.

pendingin pada 14 kabupaten/kota Sumatera

Penipisan

lapisan

ozon

Isu penipisan lapisan ozon tidak


terkait

secara

pemanasan

langsung

global,

Dharmasraya,

Barat dapat dilihat pada Tabel 2.21.

efek

Dari total bengkel servis peralatan

terdapat

pendingin yang dilakukan di masing-masing

dengan

namun

Kabupaten

beberapa jenis bahan kimia yang memiliki

kabupaten/kota,

kontribusi terhadap keduanya. Salah satunya

pemantauan tahun sebelumnya (2011

adalah penggunaan bahan perusak ozon

2012), jumlah bengkel yang menggunakan

(BPO) seperti Chloro Fluoro Carbons (CFC)

refrigerant yang sudah dilarang (R-12) di

dan Hydro Chloro Fluoro Carbons (HCFC),

tahun 2013 ini sebanyak 26 % dari total

dimana selain berpotensi merusak lapisan

bengkel yang dipantau, hal ini meningkat

ozon, CFC dan HCFC juga merupakan gas

dari tahun sebelumnya yaitu 19 % dari total

rumah

bengkel yang dipantau. Sementara itu

kaca

yang

dapat memberikan

jumlah

iklim.

refrigerant oplosan pada tahun 2013 ini

Sumatera

Barat

telah

melaksanakan

pemantauan dan pengecekan pengguna

yang

hasil

kontribusi terhadap terjadinya perubahan

Tahun 2013, Bapedalda Provinsi

bengkel

dibandingkan

menggunakan

mengalami penurunan dibandingkan tahun


lalu yaitu dari 19,5% menjadi 0 % dari total
bengkel yang dipantau.

refrigerant pada bengkel servis peralatan

Jumlah bengkel yang menggunakan

pendingin (AC dan kulkas) di 14 (empat

refrigerant ramah ozon dan yang masih

belas) kabupaten/kota di Sumatera Barat

diizinkan (R-134a dan R-22) di tahun 2013

yaitu Kota Bukittinggi, Kota Padang Panjang,

ini mengalami peningkatan dari 48 % di


tahun 2011-2012 menjadi 74 %.

II-87

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Tabel 2.21. Jumlah Bengkel Pengguna Bahan Perusak Ozon di Provinsi Sumatera Barat

NO

Kabupaten/Kota

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Kota Solok
Kota Bukittinggi
Kota Payakumbuh
Kota Sawahlunto
Kota Padang Panjang
Kabupaten Pariaman
Kabupaten Padang Pariaman
Kabupaten Lima puluh Kota
Kabupaten Agam
Kabupaten Tanah Datar
Kabupaten Pesisir Selatan
Kabupaten Sijunjung
Kabupaten Dharmasraya
Kabupaten Pasaman
Total
Jumlah

Jumlah Bengkel Servis Peralatan Pendingin


Refrigeran ramah ozon
Refrigeran sudah
Refrigeran oplosan /
dan masih diizinkan
dilarang / BPO (R-12)
campuran
(R134a dan R-22)
1
3
1
4
3
3
2
1
4
1
3
1
1
4
1
2
1
1
1
3
2
11
32
43 bengkel

Sumber : Bapedalda Provinsi Sumatera Barat, 2013

Gambar 2.99. Perbandingan Jumlah Bengekel Servis Peralatan Pendingin Pengguna


BPO di Sumatera Barat tahun 2011 - 2013

Sumber : Bapedalda Provinsi Sumatera Barat, 2013

II-88

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

2.7.

BENCANA

kebakaran hutan/lahan. Bencana seperti banjir,

Indonesia terletak pada pertemuan


tiga lempeng tektonik dunia, memiliki lebih dari
128 gunung berapi aktif, dan sekitar 150
sungai, baik besar maupun kecil mempunyai
kerentatan yang cukup tinggi untuk dapat
terjadinya bencana alam. Disamping

itu

patahan-patahan kerak bumi yang banyak


terdapat di Indonesia juga merupakan potensi

longsor, bencana kekeringan, angin puting


beliung dan kebal sumber daya alam yang
dilakukan hanya mementingkan aspek ekonomi
semata

tanpa

kelestarian

mempertimbangkan

lingkungan.

Kondisi

aspek

ini

lebih

cenderung terjadi karena campur tangan


manusia dan pola pembangunan ysng tidak
berwawasan lingkungan.

yang dapat menyebabkan terjadinya bencana

2.7.1.

alam. Salah satu patahan kerak bumi yang

2.7.1.1. Bencana

paling aktif adalah yang terdapat di pulau

Kerugian

Sumatera yang dikenal dengan patahan

Sepanjang tahun 2013 bencana alam

semangko.

Kondisi Umum
Banjir,

Korban

dan

berupa banjir yang terjadi di Sumatera Barat

Di sepanjang jajaran pegunungan

dialami oleh 15 kabupaten/kota dengan total

bukit barisan ini terdapat beberapa gunung api

areal yang terendam adalah seluas 2.254,25

aktif dan beberapa sungai besar yang

Ha

merupakan bagian yang tak terpisahkan dari

43.276.520.000. Dari beberapa kota yang

kondisi topografi pulau Sumatera secara umum.

mengalami bencana banjir di tahun 2013 maka

Kondisi ini menyebabkan terjadinya kerentanan

kota terparah yang mengalami bencana banjir

wilayah terhadap terjadinya bencana alam

adalah kota Padang dengan luas areal yang

dengan potensi yang cukup besar.

terendam adalah 52 Ha dan tingkat kerugian

Provinsi Sumatera Barat dengan 19


kabupaten/kota

total

kerugian

mencapai

Rp.

mencapai Rp.525.000.000.

setengahnya

Sedangkan di tahun yang sama kota

mempunyai topografi dengan kemiringan yang

yang paling sedikit mangalami kerugian akibat

cukup

Agam,

bencana banjir adalah kota Bukittinggi dengan

Kabupaten

luas areal yang terendam adalah 6,75 Ha dan

Selatan,

kerugian sebesar Rp.40.000.000. Kabupaten

Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Solok, dan

Pasaman dengan luas areal yang terendam

Kabupaten Limapuluh Kota. Daerah ini sangat

870,95 Ha dan total kerugian mencapai

rentan dengan terjadinya bencana alam berupa

Rp.4.407.560.000, sedangkan Kabupaten yang

longsor dan banjir bandang. Sedangkan

paling

beberapa daerah kabupaten/kota lainnya yang

Kabupaten Padang Pariaman dengan total

mempunyai

areal yang terendam adalah sebesar 23,50Ha

tinggi,

hampir

dan

seperti

Kabupaten

Kabupaten

Pesisir

Pasaman,

Kabupaten

topografi

Selatan,
Solok

datar

seperti

Kota

Padang, Kota Pariaman, sebagian Kabupaten


Padang Pariaman bencana alam yang sering
terjadi adalah bencana banjir.
Provinsi Sumatera Barat dalam tahun

sedikit

mengalami

banjir

adalah

dan kerugian sebesar Rp. 195.000.000.


Jumlah korban di Sumatera Barat
akibat bencana banjir adalah sebanyak 6 orang
meninggal dunia dan 3.236 jiwa / 19 KK

2013 telah mengalami beberapa kali bencana


alam baik banjir, tanah longsor, kekeringan, dan

II-89

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

terpaksa mengungsi untuk lebih jelasnya dapat

2012 total luas areal yang terendam akibat

dilihat pada buku data Tabel BA-1 (buku data)

bencana banjir adalah 793 Ha dengan total

Pada tahun 2013 total luas areal yang


terendam

akibat

bencana

banjir

kerugian

mencapai

Rp.242.864.110.500.

adalah

Perbadingan luas areal yang terendam dan

2.254,25Ha dengan total kerugian mencapai

jumlah kerugian akibat banjir tahun 2013 dan

Rp. 43.276.520.000, sedangkan pada tahun

tahun 2012 dapat dilihat pada Gambar 2.100.

Gambar 2.100.
Perbandingan Total Luas Areal Terendam dan Total Kerugian Akibat Banjir
di Sumatera Barat Tahun 2012 - 2013

Sumber : Olahan Tabel BA-1A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat,2013

Pada tahun 2013 di Sumatera Barat

dan wilayah kabupaten mengalami perbedaan

terjadi penurunan jumlah angka kerugian akibat

yang cukup mencolok yang terjadi pada

banjir yakni Rp.43.276.520.000dari luas areal

taksiran

yang terendam 2.254,25Ha dibanding dengan

dampak dari bencana banjir. Kota Padang

yang terjadi pada tahun 2012 dengan tingkat

sebagai kawasan perkotaan akibat banjir yang

kerugian mencapai Rp.242.864.110.500 dari

terjadi pada tahun 2013 dengan luas areal yang

luasan areal yang tergenang 793 Ha. Terjadi

terendam sebesar 52 Ha jumlah kerugian yang

penurunan yang sangat signifikan dari tingkat

dialami adalah

kerugian yang dialami, akan tetapi luasan areal

tahun 2012 dengan luas areal yang terendam

yang tergenang akibat banjir meningkat dari

sebesar 341 hektar total kerugian yang dialami

793 Ha menjadi 2.254,25 Ha.

sebesar Rp. 231.375.000.

nilai

ekonomi

kerugian

sebagai

Rp. 525.000.000, dan pada

Apabila dibandingkan tingkat kerugian

Jumlah kerugian akibat banjir pada

yang dialami oleh beberapa wilayah di

tahun 2013 jauh lebih besar dibanding jumlah

Sumatera Barat maka antara wilayah perkotaan

kerugian yang dialami pada tahun 2012 namun

II-90

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

luasan areal yang tergenang banjir justru

penurunan baik jumlah areal yang tergenang

semakin kecil. Perbedaan jumlah kerugian yang

akibat banjir maupun jumlah angka kerugian

sangat signifikan ini dapat diprediksi akibat nilai

yang dialami seperti Kota Solok dimana pada

ekonomi harga tanah dan bangunan setiap

tahun 2011 luas arel yang tergenang akibat

tahunnya terjadi fluktuasi yang cenderung

banjir adalah 35 Ha dengan kerugian mencapai

mengalami peningkatan yang cukup tajam,

Rp.1.065.000.000, tahun 2012 dengan areal

apalagi untuk Kota Padang sebagai daerah

yang tergenang seluas 127 Ha namun angka

perkotaan sehingga angka taksiran kerugian

kerugian dapat ditekan seminimal mungkin dan

akibat dampak bencana banjir setiap tahunnya

tahun 2013 dengan areal yang terendam seluas

juga meningkat tajam.

20 Ha, kerugian yang dialami hanya sebesar

Namun tidak demikian halnya dengan


tingkat kerugian akibat banjir yang terjadi di
wilayah kabupaten sebagai kawasan pedesaan
seperti

Kabupaten

Pasaman,

dimana

berdasarkan data tahun 2013 dengan areal


terendam akibat banjir seluas 870,95 Ha,
kerugian

yang

dialami

adalah

Rp.4.407.560.000, pada tahun 2012 dengan


areal yang terendam seluas 138 Ha kerugian
yang dialami adalah Rp.947.900.000. Luas
areal yang terendam akibat banjir dari tahun
sebelumnya mengalami peningkatan yang
cukup besar yakni hampir mencapai 60%,
namun jumlah angka kerugian juga mengalami
peningkatan yang setara yakni hampir 50%. Hal
ini menunjukkan bahwa jumlah kerugian akibat
banjir

diwilayah

pedesaan

dibandingkan

Rp.70.000.000. Begitu juga di Kabupaten


Padang Pariaman dimana berdasarkan data
tahun 2011 dengan areal yang terendam akibat
banjir seluas 6 Ha dengan jumlah kerugian
yang dialami sebesar Rp.900.000.000 dan pada
tahun 2012 dengan areal yang terendam seluas
4

Ha

kerugian

yang

dialami

adalah

Rp.2.010.000.000 sedangkan pada tahun 2013


walaupun terjadi kenaikan angka luasan areal
yang terendam yakni 23,50 Ha akan tetapi
tingkat kerugian yang dialami hanya sebesar
Rp.195.000.000. Hal ini membuktikan bahwa
pemerintah

dan

segenap

komponen

masyarakat di kedua wilayah ini cukup baik


dalam menghadapi resiko bencana sehingga
kerugian material akibat bencana dapat ditekan
seminimal mungkin.

dengan jumlah luasan areal yang terendam

Pada tahun 2013, jumlah korban

maka tingkat kerugian yang dialami tidak terjadi

meninggal terbanyak akibat banjir di wilayah

perbedaan yang signifikan tiap tahunnya, hal ini

Propinsi Sumatera Barat adalah di Kabupaten

karena nilai jual tanah dan bangunan di wilayah

Padang Pariaman dengan jumlah 4 orang

pedesaan setiap tahunnya cenderung selalu

korban meninggal dunia dan korban mengungsi

stabil sehingga taksiran ekonomi kerugian

terbanyak terdapat di wilayah Kabupaten Agam

akibat banjir di wilayah kabupaten dari tahun ke

dengan 710 orang pengungsi. Kabupaten Agam

tahun tidak mencolok tajam dan cenderung

dengan luas areal terendam 167 Ha sebagai

stabil.

dampak yang ditimbulkan akibat banjir, maka


di

jumlah pengungsi mencapai 710 orang, namun

Sumatera Barat berdasarkan data tahun 2012

korban jiwa dapat ditekan sehingga tidak ada

dan

korban jiwa. Sedangkan Kota Solok dengan

Beberapa
tahun

2013

kabupaten/kota
menunjukan

terjadinya

II-91

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

areal yang tergenang seluas 20 Ha maka

Hal ini perlu menjadi perhatian semua pihak

jumlah masyarakat yang mengungsi mencapai

bagaimana kondisi lingkungan ini tetap dapat

240 orang dan juga tidak ada korban jiwa.Hal

terjaga dengan baik sehingga tingkat kerugian

ini menunjukan bahwa pada kedua daerah ini

akibat

telah menerapkan sistim siaga bencana

diminimalisir.

berbasis masyarakat sehingga korban akibat


dampak bencana alam seperti banjir dapat

alam

dapat

Kerugian
Sepanjang tahun 2013 tidak terjadi

Beberapa faktor yang menyebabkan


penurunan

bencana

2.7.1.2. Bencana Kekeringan, Luas, dan

ditekan seminimal mungkin.

terjadinya

terjadinya

lingkungan

lalu bencana kekeringan di Sumatera Barat

tersebut sehingga menyebabkan terjadinya

terjadi didua daerah yakni di Kabupaten

banjir yang cukup parah pada wilayah-wilayah

Pasaman dan Kabupaten Tanah Datar. Akibat

seperti

terjadinya

dari peristiwa ini maka di Kabupaten Pasaman

penurunan kualitas fungsi kawasan hutan

terjadi gagal panen padi sawah seluas 148,6

sebagai daerah tangkapan air dan daerah

Ha

resapan air. Penurunan kualitas hutan ini

mencapai 684.240.000 rupiah. Kondisi ini juga

disebabkan antara lain adanya kegiatan illegal

dialami oleh Kabupaten Tanah Datar yang

loging

mengalami gagal panen padi sawah seluas 9

Kota

Padang

sehingga

kualitas

bencana kekeringan. Pada tahun 2012 yang

adalah

menyebabkan

kerapatan

dengan

dan terganggunya siklus air yang di kawasan

mencapai Rp. 33.300.000. Secara komulatif

hutan tidak dapat menyerap air hujan secara

maka kerugian akibat bencana kekeringan yang

optimal. Faktor lainnya adalah terjadinya alih

terjadi di Sumatera Barat pada tahun 2012

fungsi kawasan hutan menjadi areal pengunaan

mencapai Rp. 717.540.000 yang disebabkan

lain seperti untuk areal pertanian, perkebunan

oleh terjadinya gagal panen padi sawah pada

dan pemukiman sehingga luasan kawasan

areal seluas 157,6 Ha. Tahun 2011 akibat

hutan

yang

kekeringan juga terdapat kerugian sebesar Rp.

antara

16.351.080.000 karena ancaman terjadinya

intensitas curah hujan yang turun dengan

gagal panen padi sawah seluas 1.448 Ha.

luasan kawasan hutan yang berfungsi sebagai

Perbandingan tingkat kerugian akibat bencana

daerah tangkapan air.

kekeringan dari tahun 2010 - 2013 dapat dilohat

mengakibatkanketidakseimbangan

Sedangkan untuk

daerah lain dapat diperkirakan terjadinya

taksiran

kerugian

Ha

berkurang

perkiraan

taksiran

tumbuhan di kawasan hutan semakin berkurang

semakin

dengan

perkiraan

kerugian

pada Gambar 2.101.

bencana banjir oleh kegiatan illegal logging.


Gambar 2.101. Perbandingan Peristiwa Bencana Kekeringan, Luas, dan Kerugian
di Kabupaten/Kota Tahun 2010 - Tahun 2013

II-92

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Sumber : Olahan Tabel BA-2A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat,2013

2.7.1.3. Bencana Alam Tanah Longsor, dan

985.000.000,- sedangkan di Kabupaten Agam

Gempa Bumi, Korban, Kerugian

jumlah

Di tahun 2013 akibat bencana

10.386.760.600,- dan secara teknis Kabupaten

longsor, tercatat 28 (dua puluh delapan) orang

Padang Pariaman dan Agam termasuk daerah

meninggal

kerugiannya

rawan longsor walau sebagian besar daerah ini

mencapai Rp. 43.077.560.600, terdapat 2 (dua)

mempunyai topografi perbukitan dengan tingkat

lokasi yang mengalami bencana tanah longsor,

kemiringan

yaitu Kabupaten Padang Pariaman telah

terjadinya alih fungsi lahan di sekitar areal yang

menyebabkan 1 orang meninggal dunia, dan

kawasan rawan longsor, Kedepan diharapkan

Kabupaten Agam yang mengakibatkan 20(dua

masalah ini menjadi pertimbangan untuk

puluh) orang meninggal dunia. Kota yang

kebijakan

mengalami kerugian finansial cukup besar

daerah yang berpotensi rawan longsor untuk

akibat tanah longsor yakni pada Kabupaten

lebih jelasnya dapat dilihat sebagaimana

Padang Pariaman dengan jumlah kerugian Rp.

Gambar 2.102.

dunia

dan

total

kerugian

cukup

mencapai

tinggi,

pemanfaatan

Rp.

ditambah

ruang

lagi

dibeberapa

Gambar 2.102. Jumlah Korban Meninggal dan PerkiraanKerugian Akibat Bencana Tanah
Longsor di 2 (Dua) Kabupaten Tahun 2013

Sumber : Olahan Tabel BA-4 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat,2013

2.7.1.4. Bencana Kebakaran Hutan/ Lahan,


Luas, dan Kerugian
Untuk

melihat

kabupaten/kota

yaitu

Kabupaten

Pesisir

Selatan, Kabupaten Pasaman, Kabupaten


kecenderungan

Dharmasraya, Kabupaten Solok,

Kabupaten

bencana kebakaran hutan/lahan ini, dianalisis

Tanah Datar, Kabupaten Sijunjung Kabupaten

pada tahun 2011 yakni berjumlah 8 (delapan)

Limapuluh Kota, Kota Solok, khususnya di 8

II-93

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

(delapan)

kabupaten/kota

tingkat

Selatan dengan total luas 1.952,50 Ha, dan

kerugian diatas Rp. 15.000.000,00 pada tahun

jumlah kerugian sebesar Rp. 950.479.000 dan

2013 adalah Kabupaten yaitu Kabupaten

yang terkecil ialah Kota Solok seluas 6 Ha

Pesisir

Pasaman,

dengan kerugian yakni sebesar Rp. 15.000.000.

Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Solok,

Luas areal kebakaran hutan terjadi sebanyak

Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Sijunjung

11 (sebelas) kabupaten/kota, hanya delapan

Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten

Kabupaten/ Kota yang bisa diprediksi total

Agam. Kabupaten terluas yang mengalami

kerugiannya untuk lebih jelasnya dapat dilihat

kebakaran hutan yaitu Kabupaten Pesisir

sebagaimana Gambar 2.103.

Selatan,

dengan

Kabupaten

Gambar 2.103. 7 (tujuh) Kabupaten/Kota yang mengalami Bencana Kebakaran Hutan/Lahan, Luas,
dan Kerugian di Tahun 2013

Sumber : Olahan Tabel BA-3 Buku Data SLHD Kabupaten/Kota se-Sumatera Barat, 2013

2.7.2.

Bahasan Khusus

2.7.2.1. Kecenderungan Bencana Banjir

2013 di Kota Bukitinggi yakni 6,75 Ha.Tahun


2013 Kabupaten yang paling luas mengalami

Data tahun 2011, 2012 dan 2013,

kebanjiran adalah Kabupaten Pasaman seluas

tentang bencana banjir di Provinsi Sumatera

870.95 Ha, tahun 2012 seluas 138 Ha dan

Barat daerah-daerah yang sering terjadi

yang

bencana banjir adalah Kota Padang dengan

Pariaman tahun 2013 yakni 23.5Ha dan tahun

areal yang tergenang adalah 480 Ha pada

2012 seluas 4 Ha. Dengan demikian selama 3

tahun 2011 dan 341 Ha pada tahun 2012,

tahun terakhir total jumlah luas areal terendam

sedangkan pada tahun 2013 wilayah ini juga

akibat banjir di Sumatera Barat di tahun 2011

megalami bencana banjir dengan luas areal

mencapai seluas 819,66 Ha,tahun 2012 793

yang tergenang adalah seluas 52 Ha. Dari

Ha dan tahun 2013 seluas 2.254,25 Ha. Total

daerah-daerah yang ada di Sumatera Barat

kerugian akibat banjir tahun 2011 dalam bentuk

dalam dua tahun terakhir areal yang terluas

rupiah

terendam banjir masih terletak di Kota Padang

308.616.170.448, tahun 2012

yakni kurang lebih 821 Ha, sedangkan areal

242,864,110,500 dan tahun 2013 sebesar Rp.

yang paling kecil terendam pada tahun 2011 di

43.276.520.000. Untuk lebih jelasnya dapat

Kota Padang Panjang yakni 3,5 Ha dan tahun

dilihat

terkecil

ialah

diestimasikan

pada

Kabupaten

sebesar

Gambar

Padang

Rp.

sebesar Rp.

2.104

II-94

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Gambar 2.104.
Kerugian dan Luas Areal Terendam Bencana Banjir Dalam Kurun Waktu 3 Tahun

Sumber : Olahan Tabel BA 1-A, Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat,2013

Bencana

banjir

yang

terjadi

di

dalam menghadapi resiko banjir dengan total

Sumatera Barat dalam kurun waktu 3 tahun

kerugian yang turun pada tahun 2013

(2011 - 2013) telah mengalami peningkatan

dibandingan kerugian tahun 2011.

jumlah dari 11 (sebelas) kabupaten/kota pada


tahun 2011tahun 2012 menjadi penurunan
jumlah yakni 10 kabupaten/kota, pada tahun
2013 jumlahnya menjadi 12 (dua belas)
kabupaten/kota.Hal ini menunjukan bahwa
kecenderungan

bencana

banjir

memang

meningkat. Dan peningkatan luas dan jumlah


wilayah yang mengalami bencana banjir ini
tidak bisa dilihat dari total kerugian yang
menurun.
Peningkatan luas lahan dan wilayah
yang mengalami banjir dengan Total areal
terendam dalam kurun waktu 3 tahun pada
tahun

2011 pada tahun 2013 mengalami

kenaikan yang disebabkan oleh kondisi tanah


sebagai penyimpan air telah mengalami
degradasi. Sedangkan kerugian yang tidak
meningkat (materi dan jiwa) akibat banjir,
berhubungan dengan kesiapan masyarakat

2.7.2.2. Kecenderungan

Bencana

Kekeringan
Bencana kekeringan pada tahun
2010, 2011, dan 2012 terjadi bencana
kekeringan sepanjang tahun Hal ini signifikan
karena terjadi penebangan liar hutan dan
pembukaan lahan untuk pertanian secara
sembarangan, Hal tersebut perlu dicegah
karena area hutan merupakan area resapan
dan media penjaga ketersediaan air di dalam
tanah. Jika hutan digunduli maka potensi
terjadinya bencana banjir akan semakin besar
ketika curah hujan besar dan intensitas hujan
yang cukup lama. Angka ini berbeda signifikan
dengan yang terjadi di tahun 2010, sampai
tahun 2011 memang bencana kekeringan
sampai menyebabkan total kerugian di Wilayah
Provinsi Sumatera Barat

sebesar

II-95

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

dari

Rp.

15.495.600.000

Rp. 16.351.080.000

sampai

dengan meningkatkan

luas area yang gagal panen seluas 1.448 Ha


tahun 2011.

Sementara di tahun 2012

menurun menjadi Rp. 717,540,000 dengan luas


wilayah yang gagal panen karena kekeringan
seluas 157,6 Ha. Sedangkan tahun 2013 tidak
terjadi bencana kekeringan
Untuk

melihat

kecenderungan

bencana kekeringan ini, dianalisis dari 3 (tiga)


tahun terakhir (2010-2013). Peristiwa bencana
kekeringan dalam kurun waktu 3 tahun yang
terjadi di Propinsi Sumatera Barat terjadi
peningkatan yang sangat signifikan antara
tahun 2010 dengan tahun 2011, baik jumlah
daerah yang mengalami bencana kekeringan,
total areal gagal panen padi, dan total kerugian
secara material/finansialpun meningkat di
tahun 2012, Terjadi penurunan bencana
kekeringan secara drastis, pada tahun 2013
dimana tidak ada kejadian bencana kekeringan
Perbandingan bencana kekeringan di tahun
2010 dan 2013 yang telah dijelaskan tertera
pada Gambar 2.104.

2.7.2.3. Kecenderungan Bencana Longsor


Dalam kurun selama 3 (tiga) tahun
terakhir, terlihat bahwa bencana tanah longsor
di Sumatera Barat terjadi penurunan jumlah
daerah yang mengalami bencana tanah
longsor pada tahun 2011 sebanyak 8 (delapan)
daerah.Sedangkan dari segi korban jiwa terjadi
penurunan dari 5 (lima) jiwa pada tahun 2011
dengan kerugian sebesar Rp. 2.146.000.000,-,
Pada tahun 2012, tanah longsor hanya terjadi
di Kota Padang, Kabupaten Padang Pariaman
dan Kabupaten Pasaman Barat. Jumlah total
meninggal dunia 7 (tujuh) jiwa dengan kerugian
Rp. 29,844,765,000. Di tahun 2013 Kota
Padang tidak korban jiwa akibat terjadi longsor
dan hanya di Kabupten Padang Pariaman yang
masih terjadi yang mengakibatkan 1 (satu) jiwa
meninggal dunia, Kabupaten Pesisir Selatan
sebanyak 7 (tujuh) jiwadan di Kabupten Agam
telah menyebabkan 20 jiwa meninggal dunia
dengan

total

43.077.560.600,-

kerugian
untuk

sebesar

Rp.

lebih

jelas

perbandingannya pada Gambar 2.105.

Gambar 2.105. Perbandingan Perkiraan Kerugian Tanah Longsor serta Jumlah Jiwa Tahun 2011 Tahun 2013

II-96

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Sumber : Olahan Tabel BA-4, Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat,2013

2.7.2.4. Bencana Kebakaran Hutan/ Lahan,

kabupaten/kota

yaitu

Kabupaten

Pesisir

Luas, dan Kerugian

Selatan, Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten

Peristiwa kebakaran hutan sepanjang

Tanah Datar. Sedangkan wilayah kota, terjadi

tahun 2010 sampai dengan tahun 2013 daerah

di Kota Padang, Kota Solok dan Kota

yang mengalami peningkatan dan penurunan

Sawahlunto.

dari tahun ketahun, dengan Luas areal

mengalami kebakaran hutan adalah Kabupaten

kebakaran hutan sepanjang tahun 2010 seluas

Pesisir Selatan dengan total luas 507 Ha, dan

642,89 Ha di 5 (lima) kabupaten/kota yaitu

11

Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Pesisir

kebakaran hutan dengan tingkat kerugian pada

Selatan,

Kabupaten

tahun 2013 yaitu Kabupaten Pesisir Selatan,

Pasaman dan Kabupaten Limapuluh Kota,

Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Tanah

sedangkan tahun 2011 seluas 974,65 Ha

Datar, Kabupaten Solok, Kabupaten Pasaman,

terjadi di 8 (delapan) kabupaten/kota yaitu Kota

Kabupaten

Padang,

Solok,

Sijunjung, Kabupaten Limapuluh Kota, Kota

Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Pesisir

SawahluntoKota Sawahlunto dan Kota Solok.

Selatan, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten

Dan total areal yang mengalami kebakaran

Dharmasraya, dan Kabupaten Limapuluh Kota,

hutan seluas 2.288,50 Ha, untuk lebih jelasnya

sepanjang tahun 2012 Luas areal kebakaran

dapat dilihat sebagaimana Gambar 2.106

hutan

Kabupaten

Kota

seluas

Solok,

Sawahlunto,

1.002

Ha

Kota

di

(sebelas)

Kabupaten

terluas

Kabupaten/Kota

Dharmasraya,

yang

mengalami

Kabupaten

(enam)

Gambar 2.106. Perbandingan Perkiraan Luas Hutan/Lahan Terbakar (Ha)


Tahun 2010 - Tahun 2013

II-97

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Sumber : Olahan Data BA-3A Buku Data SLHD Kab/Kota, 2013

Tabel 2.22. Data Korban Kejadian Bencana Tahun 2013

No

Jenis Bencana

Jumlah
Kejadian

Meninggal
(jiwa)

Hilang
(jiwa)

Luka/sakit
(jiwa)

Abrasi

Banjir

17

Banjir Bandang

Kebakaran

87

Longsor

20

10

Puting Beliung

18

Total

137

24

17

Sumber : Badan Peanggulangan Bencana Provinsi Sumatera Barat, 2013

Sepanjang tahun 2013 terjadi 6

kebakaran dengan korban jiwa meninggal 1

(enam) peristiwa bencana yakni bencana

(satu) orang dan luka/sakit sebanyak 3 (tiga)

Abrasi, Banjir, Banjir Bandang, Kebakaran,

jiwa, sedangkan korban jiwa yang terbanyak

Longsor, dan Puting Beliung. Dari tabel jenis

ditimbulkan adalah kejadian korban longsor

bencana beserta akibat korban jiwa yang

yakni meninggal sebanyak 20 (dua puluh) jiwa,

ditimbulkan

terjadi

dengan total semua korban meninggal adalah

sebanyak 137 (seratus tiga puluh tujuh)

24 (dua puluh empat ) jiwa selama tahun 2013,

bencana kebakaran yang signifikan dengan

sebagaimana tertera pada Tabel 2.23.

Tahun

2013,

maka

total 87 (delapan puluh tujuh) kejadiaan

Tabel 2.23. Data Kerusakan Kejadian Bencana Tahun 2013

No

Jenis Bencana

Rumah Rusak
Berat

Rumah Rusak
Sedang

Rumah Rusak
Ringan
II-98

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

1
2
3
4
5
6

Abrasi
Banjir
Banjir Bandang
Kebakaran
Longsor
Puting Beliung
Total

0
23
5
54
12
89
183

89
0
0
0
0
75
164

28
1
8
22
1
212
272

Sumber : Badan Peanggulangan Bencana Provinsi Sumatera Barat,2013

Dari Tabel 2.23. peristiwa bencana

ringan yang signifikan yang mengakibatkan

selama tahun 2013 menimbulkan kerugian

rumah rusak berat ditimbulkan dari bencana

material sebanyak total 183 (seratus delapan

Puting Beliung yakni 89 (delapan puluh

puluh tiga) rumah rusak berat, 164 (seratus

sembilan), 75 (tujuh puluh lima) rumah rusak

enam puluh empat) rumah rusak sedang dan

sedang dan 212 (dua ratus dua belas)

272 (dua ratus tujuh puluh dua) rumah rusak

mengakibatkan rumah rusak ringan.

II-99

Anda mungkin juga menyukai