Anda di halaman 1dari 42

Bab 1

Kondisi Lingkungan Hidup


& Kecenderungannya
1. LAHAN DAN HUTAN
1.1. Sumber Daya Lahan
1.1.1. Pola Penggunaan lahan
Pola penggunaan lahan Kota Kendari mengalami pola perubahan
setiap satuan waktu.

Pola penggunaan lahan

sampai pada akhir

tahun 2010 terdiri atas:


Permukiman seluas 8.014

ha atau 27,09 % dari luas wilayah

administrasi
Pertanian (sawah, kebun, ladang ) seluas 11.487 ha atau 38,83 % dari
luas wilayah administrasi
Hutan seluas 2.544 ha atau 8,60 % dari luas wilayah administrasi
Lahan Tanaman kayu-kayuan seluas 1.388 ha atau 4,69% dari luas
wilayah administrasi
Padang rumput/semak belukar seluas 236 ha atau 0,80 % dari luas
wilayah administrasi
Lahan kosong tidak diusahakan(alang-alang) 2.608 ha atau 8,82 %
dari luas wilayah administrasi
Rawa seluas 122 ha atau 0,05 % dari luas wilayah administrasi
Kolam/tambank/empang seluas 109 ha atau 0,37 % dari luas wilayah
administrasi
Areal lainnya seluas 3.081 ha atau 10,42 % dari luas wilayah
administrasi
Secara spasial, distribusi penggunaan

lahan Kota

Kendari

disajikan pada Gambar 1.1., sementara proporsi penggunaan lahan


dalam bentuk grafik disajikan pada Gambar 1.2 berikut.

Bab I - 1
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

Tabel 1.1.
Luas Penggunaan Lahan
di Kota Kendari Tahun 2008 2009
No.

Penggunaan Lahan

Luas Penggunaan Tanah (Ha)


2008

2009

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

Tanah Sawah
Bangunan
dan
Halaman
sekitarnya
Tegal/Kebun
Ladang/Huma
Padang Rumput
Rawa yang tidak ditanami
Tambak,
Kolam,
Tebat
dan
Empang
Lahan yang sementara tidak
diusahakan
Lahan tanaman kayu-kayuan
Hutan Negara,Perkebunan

464
7.860
4539
2360
236
115
116
1.186
1.241
3.457
4.611
3.404

494
8.014
4.574
1.978
236
122
109
2.608
1.388
2.544
4.441
3.081

29.589

29.589

Jumlah

Sumber: BPS Kota Kendari, 2010

Gambar 1.1.
Presentase Penggunaan Lahan

Bab I - 2
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

1.1.2. Perubahan Penggunaan lahan


Perubahan penggunaan lahan di wilayah Kota Kendari yang
mengalami perubahan drastis atau alih fungsi adalah pada jenis
penggunaan lahan bangunan dan atau infrastruktur serta pembukaan
lahan pertanian dlaam bentuk lading. Hal ini akibat dari pertumbuhan
penduduk yang berimplikasi terhadap kebutuhan pemukiman serta
adanya perkembangan infrastruktur perkotaan untuk menunjang
aktivitas masyarakat Kota.
Dinamika perkembangan ekonomi di Kota Kendari dalam kurun
waktu 10 tahun terakhir juga menjadi salah satu faktor berkembangnya
pusat-pusat pertumbuhan baru di wilayah bagian Barat dan bagian
Timur, yang ditandai dengan maraknya pembangunan kantor, aktivitas
ekonomi (ruko) serta sarana penunjang lainnya.
Berikut disajikan data beberapa perubahan penggunaan lahan
yang cukup penting dalam kurun waktu 3 tahun terakhir.
Tabel 1.2.
Presentase Perubahan Penggunaan Lahan Dari Beberapa Parameter Yang
Cukup Penting di Wilayah Kota Kendari

2.

Penggunaan
Lahan
Bangunan/Pemukiman/Infrastruktur
Ladang/Huma

3.

Sawah

No.
1.

2008
5.173

Perbandingan Perubahan Luas (Ha)


%
2009
%
2010
%
17,49
7.860
26,57 8.014 27,09

1.714

5,80

1.978

6,69

2.360

7,98

307

1,04

464

1,57

494

1,67

Keterangan :
-

Luas Wilayah Administrasi Kota Kendari = 29.589 ha


Sumber Data : Kendari Dalam Angka 2008 s/d 2010

Berdasarkan tabulasi data diatas, maka dapat diamati bahwa


kecenderungan perubahan dan alokasi lahan terbesar di wilayah Kota
Kendari dalam kurun waktu 3 tahun terakhir adalah pada sektor
pemukiman/perumahan serta sarana infrastruktur penunjang ekonomi
seperti bangunan rumah took (ruko).

Besarnya perubahan ini

memperlihatkan prosentase antara 1% s/d 10%.

Bab I - 3
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

Gambar 1.2.
Pembangunan Pusat-Pusat Ekonomi (Ruko) dan Sarana Penunjang
Menjadi salah satu faktor penting dalam perubahan pola
penggunaan lahan di Kota Kendari dalam kurun 10 tahun terakhir

1.2. Sumberdaya Hutan


Sumberdaya alam berupa kawasan hutan adalah sebuah
ekosistem alami yang mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis
bagi kehidupan manusia. Kota Kendari secara adminstrasi dan ekologis
memiliki dua kelompok kawasan hutan dengan luas, yaitu Kelompok
Hutan Nipa-Nipa yang telah ditetapkan berdasarkan fungsinya menjadi
kawasan konservasi berupa Taman Hutan Raya Murhum seluas 2.685 ha
dan Kelompok hutan Nanga-Nanga Papalia yang berdasrkan fungsinya
ditetapkan sebagai kawasan hutan Lindung seluas 875 Ha dan kawasan
hutan produksi terbatas seluas 1.640 Ha.
Bagi Wilayah Kota Kendari keberadaan kedua kawasan hutan ini
menjadi sangat penting ditinjau dari fungsi ekonomis, ekologis dan sosial
budaya. Fungsi ekonomi kedua sumber daya hutan ini adalah sebagai
sumber pakan, bahan bangunan, tempat tinggal, bahan perdagangan
dan manfaat lainnya. Sedangkan fungsi ekologis antara lain sebagai
penghasil (sink) rosot karbon sekaligus menyerap karbondioksida
(carbon sequester) dan gas-gas beracun lainnya yang dihasilkan dari
aktivitas pembangunan, melindungi dari gas-gas akibat adanya efek
Bab I - 4
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

rumah kaca, daerah tangkapan air serta pengatur stabilitas tata air
yang mengalir kedalam wilayah Kota Kendari.

Keberadaan kedua

kawasan hutan ini ibarat benteng alam dan menjadi penyanggah


(green belt) bagi wilayah Kota Kendari.
Tabel 1.3.
Luas Kawasan Hutan Kota Kendari Berdasarkan TGHK
STATUS KAWASAN (Ha)
KAWASAN HUTAN NANGA-NANGA PAPALIA
Hutan Lindung
(HL)

Hutan Prod.
Terbatas
(HPT)

Hutan Produksi
(HP)

Taman Hutan
Raya
(THR)

875

1.640

2.685

KAWASAN HUTAN NIPA-NIPA


-

Sumber Data : Bidang Kehutanan, Dinas Pertanian dan Kehutanan, 2009

Selain fungsi-fungsi ekologis yang disebutkan diatas, sumberdaya


hutan

berperan

sebagai

penyokong

kehidupan

sosial

ekonomi

masyarakat, bukan hanya yang ada disekitar kawasan akan tetapi juga
masyarakat di luar kawasan hutan, khususnya masyarakat yang ada di
bagian wilayah hilir. Ekosistem hutan juga berperan membentuk aneka
ragam budaya masyarakat akibat interaksi manusia dengan alam yang
memungkinkan munculnya teknologi tepat guna setempat, bahasa,
jenis pangan, dan seni. Oleh karena itu kondisi ekosistem hutan yang
sehat akan memperkuat daya dukung bagi berbagai proses kehidupan
manusia di sekitarnya.
Mengingat fungsi strategis kawasan hutan bagi penyangga
kehidupan manusia, maka ekosistem kedua kawasan hutan ini juga
berperan sangat penting untuk menjadi kawasan penyanggah wilayah
kota dalam mendukung pembangunan yang berjalan dan terus
mengalami perkembangan pesat yang membutuhkan dukungan
sumberdaya alam.

Penyediaan Air, udara (karbon) dan lingkungan


Bab I - 5
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

yang

sehat

merupakan

faktor-faktor

utama

pendukung

keberlangsungan kehidupan manusia di kawasan perkotaan.


Pertumbuhan penduduk dan perkembangan pembangunan
sosial ekonomi wilayah Kota Kendari tidak dapat dipisahkan juga telah
memberikan implikasi penting terhadap keberadaan kedua kawasan
hutan

ini,

sehingga

menyebabkan

berkurangnya

fungsi-fungsi

lingkungan. Deplesi dan penyusutan tutupan kedua kawaan hutan ini


adalah faktor nyata yang penting dari berkurangnya fungsi lingkungan
kedua kawasan ini akibat

aktivitas penduduk yang membutuhkan

ruang sebagai tempat tinggal atau kegiatan bercocok tanam.


Secara umum laju degradasi pada kedua kawasan hutan ini
akibat berbagai faktor penting, yaitu :
a. Alih

fungsi

kawasan;

menjadi

pemukiman

penduduk,

lahan

pertanian tahunan/semusim dan atau tambang galian C;


b. Pemanfaatan kayu sebagai bahan bangunan pemukiman, atau
bangunan lainnya diwilayah Kota Kendari;
c. Perambahan dan pendudukan kawasan.
1.2.1. Kondisi Tutupan Vegetasi Kawasan Hutan
Tutupan vegetasi adalah salah satu aspek penting dalam
penilaian kualitas sumberdaya kawasan hutan untuk memainkan peran
dan fungsinya.

Secara ekologis, tutupan vegetasi memberikan

pengaruh penting terhadap aliran permukaan dan erosivitas yang


terjadi di suatu wilayah sehingga menciptakan iklim mikro.

Vegetasi

hutan berfungsi sebagai :


a) intersepsi butiran air hujan melalui daun dan tajuk tanaman
sehingga mengurangi erosivitas tanah;
b) mengurangi dan menghambat laju kecepatan aliran permukaan
dan kekuatan perusak air yang akan mentransformasi agregat
tanah;
c) menyimpan cadangan air tanah;
d) menambah serasah sebagai media penyubur tanah.
Bab I - 6
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

Analisis dengan sistem digitasi ulang terhadap Citra satelit


(landsat ETM 7+) November tahun 2008, menunjukkan bahwa tutupan
lahan di kedua kawasan hutan diklasifikasikan, sebagai berikut :
a)
b)
c)
d)
e)

sangat rapat (> 80%) seluas 611,2 ha atau 24,4%


rapat (61% s/d 80%) seluas 273,5 ha atau 10,9%
sedang (41% s/d 60%) seluas 490,2 ha atau 19,5
kurang rapat (21% s/d 40%) seluas 577 ha atau 23%
terbuka (< 20%) seluas 563,1 ha atau 22,4%
Tekanan terhadap kedua kawasan hutan di wilayah Kota Kendari

sangat dipengaruhi oleh aktivitas masyarakat yang bermungkim di


sekitar kawasan.

Tingkat tekanan terhadap kedua kawasan juga

sangat dipengaruhi oleh aksesibilitas yang relatif dekat dan mudah


menuju kedua kawasan tersebut.

Gambar 1.3.
Aktivitas di Sekitar Kawasan Yang
Memberikan Tekanan Terhadap
Penutupan dan Fungsi Kawasan

Gambaran kondisi penutupan lahan pada salah satu kawasan


hutan di Kota Kendari disajikan dalam peta penutupan lahan berikut.
Bab I - 7
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

Laporan SLHD Kota Kendari


Tahun 2010

Bab I - 8
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

2. KEANEKARAGAMAN HAYATI
Keanekaragaman
komponen

hayati

merupakan

salah

ekologis dalam sebuah ekosistem.

satu

pilar

dari

Belum banyak yang

memahami peran sesungguhnya dari keanekaragaman hayati yang


sangat penting adalah penyimpan gen yang mengandung sifat
keturunan

dalam

tubuh

makhluk

hidup.

Oleh

karena

itu

keanekaragaman hayati juga disebut dengan sumberdaya daya


genetik.

Banyak

sekali

hasil

temuan

dalam

bidang

pangan,

farmasi/kesehatan dan ilmu pengetahuan lainnya yang membuktikan


bahwa keanekaragaman hayati adalah sumber kehidupan jangka
panjang dimuka bumi ini.
Dalam banyak hal, kegiatan pembangunan kadang-kadang
secara

langsung

keanekaragaman

dan

tidak

hayati.

langsung

Implementasi

menyebabkan
kebijakan

degradasi

umum

nasional

dengan sistem pembangunan berkelanjutan nampaknya belum dapat


berjalan dengan optimal, karena keanekaragaman hayati cenderung
terus

menurun

sementara

pemanfaatannya

bagi

kesejahteraan

masyarakat belum meningkat secara signifikan.


Upaya melindungi keanekaragaman hayati dilakukan dengan
berbagai cara antara lain dengan usaha cagar alam (konservasi) in situ
dan ex situ.
langsung

Berbagai aktivitas manusia baik langsung maupun tidak

telah

memberikan

pengaruh

yang

besar

menurunnya keanekaragaman hayati dimuka bumi ini.

terhadap
Beberapa

laporan Badan konservasi dan perlindungan keanekaragaman hayati


dunia

menyatakan

bahwa

tidak

kurang

dari

15

ribu

jenis

keanekaragaman hayati yang hilang dalam satu tahun akibat berbagai


aktivitas manusia.
Komposisi vegetasi pada suatu tipe hutan sangat penting diketahui
untuk mengukur kualitas kawasan hutan. Komposisi dimaksud, antara lain :
vegetasi pada lapisan tajuk di bagian atas (pohon) dan vegetasi pada
lapisan bawah (lantai hutan). Termasuk di sini diantaranya adalah

Bab I - 9
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

tumbuhan memanjat (liana dan rotan), palem bukan rotan, pakupakuan, herba, tumbuhan epifit, lumut dan lain-lain yang kesemuanya
merupakan sumber genetik (genetic resource) dari jenis-jenis tumbuhan
yang ada di dalamnya.
Tingginya tingkat keragaman hayati (biodiversity) di kawasan hutan
tropis merupakan salah satu kekayaan tersendiri yang tak ternilai
harganya. Tingkat keragaman hayati juga memberikan ukuran dan
menjadi indikasi penting kestabilan komunitas hutan. Semakin tinggi
keragaman hayati maka semakin stabil komunitas (Richards, 1964;
Whitmore, 1990).
Pada kawasan hutan Nanga-Nanga Papalia, berdasarkan data
dan informasi yang didapatkan dari kegiatan inventarisasi potensi pada
tahun 2008, 53 plot transek pengamatan, terdapat 27 jenis tingkatan
pohon, 38 jenisnya tingkatan tiang, 39 tingakatan pancang dan 6 jenis
rotan serta berbagai jenis epifit.
Data keragaman jenis setiap tingkatan vegetasi di dalam kawasan
hutan yang ditemukan dan dikenali berdasarkan tingkatannya diuraikan
lebih detail dalam bentuk tabel-tabel berikut.
Tabel 1.4.
Daftar Jenis Vegetasi/Flora Tingkat Pohon
Yang Ditemukan di Kawasan Hutan Nanga-Nanga Papalia
& Tahura Murhum
No.
Pohon
(1)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Nama Jenis
Daerah/
Ilmiah
Perdagangan
(2)
(3)
Castanopsis
Eha
buruana
Shorea Spp
Meranti
Myristica
Pontoh
koodersii
Barringtonia
Kayu Puta
racemosa
Metrosideros
Kayu Besi
petiolata
Adenandra
Bolo-Bolo
celebica
Bolo-Bolo Putih Thea Spp
Dracon.
Dao
mangiferum
DambuEugenia Spp
dambu

Kerapata
n Relatif
(%)
(4)

Frekuensi
Relatif
(5)

Domin
asi
Relatif
(6)

0,27

1,31

0,12

INP

Ket.

(7)

(8)

0,9

2,48

Endemik

0,26

0,03

0,41

Prod.

0,39

1,22

0,18

1,79

Prod.

0,20

0,17

0,14

0,51

Prod.

0,27

033

0,21

0,81

End.

0,14

0,29

0,04

0,43

LL

0,22

0,18

0,14

0,53

LL

0,27

033

0,21

0,81

Prod

0,14

0,29

0,04

0,43

Prod.

Bab I - 10
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

Litsea Sp
Ficus benyamina

1,22
0,27

0,48
1,33

0,41
0,21

2,11
1,86

Endemik
DL.

Dyera costulata

0,14

0,29

0,10

0,53

Endemik

Callophylum Spp
0,29
0,68
0,19
Unidentified
0,14
0,29
0,04
Vitex copassus
0,22
0,18
0,14
Palaquium Sp
0,27
2,21
0,11
Intis retusa
0,14
0,29
0,04
Dyospiros
0,22
0,14
0,10
Unidentified
0,14
0,29
0,04
Unidentified
0,22
0,18
0,14
Koompassia
21
Banggeris
0,27
033
0,21
excelsa
Cinnamon Spp
21.
Kayu Cina
0,14
0,29
0,04
Unidentified
22.
Tolihe
0,08
0,19
0,05
Dyospyros
23.
Gito-Gito
1,10
0,72
0,63
Surensis
Schima walicii
24.
Puspa
0,08
0,93
0.10
Unidentified
25.
Kacapi
0,26
0,49
0,33
Terminalia
26.
Kadanca
0,18
0,23
0,41
barencia
Altingia exelca
27.
Rasamala
0,12
0,73
0,08
Sumber Data : Hasil Inv. Kegiatan Pemetaan Kawasan Hutan, Bappeda, 2008

1,16
0,43
0,53
2,59
0,43
0,46
0,43
0,53

Prod.
Endemik
LL
Prod.
LL
Endemik
LL
LL

0,81

Prod.

0,43
0,32

Prod.
LL

2,45

Endemik

1,11
1,08

Prod.
LL

0,82

Prod.

0,93

Prod.

10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.

Huru
Beringin
Jelutung
dataran
Bintangur
Uru
Kulipapo
Nato
Longori
Anyurung
Onahaa
Kisuji

Tabel 1.5.
Jenis-jenis Keragaman Fauna yang Ditemukan atau Terindikasi Hidup
di Kawasan Hutan Nanga-Nanga Papalia
No
1.
2.
3.
4.
5.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
1
2
3
1
2
3
4
1
2

Nama Ilmiah
Mamalia
Sus scrofa
Cervus timorensis
Macaca ochreata
Myotis adversus
Rattus rattus
Aves
Aecipter rhodogaster
Gallus gallus
Dicaeum sp.
Ducula aenea
Gymnocrex rosenbergii
Halcyon
Heinrichia calligyna
Hirudo ruscita
Milvus Sp
Riticeros cassidix
Rhipidura teysmanni
Reptil
Mabuya multifasciata
Phiton reticulata
Varanus bengalensis
Amphibia
Bufo spp
Limnonectes modestus
Polypedates leucomystax
Rana sp
Vertebrata
Ordo. Lepidoptera
Ordo. Odonata

Nama Indonesia/lokal
Babi Hutan
Rusa
Kera Hitam Sulawesi
Kelelawar kecil abu
Tikus hutan
Tekukur
Ayam Hutan
Burung cabe
Peragam hijau
Mandar muka biru
Cekakak
Cingcoang Sulawesi
Layang-layang asia
Elang Sulawesi
Rangkong Sulawesi
Kipasan Sulawesi
Kadal
Ular Phyton
Biawak
Katak Batu
Katak sungai kecil
Katak pohon
Katak
Kupu-kupu
Capung

Bab I - 11
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

Status*
T

W
W
W
J
J

E
SI
E

EN
dd
DD

P




E
E

E
E




VU


E
E
E
E




3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26

Monomorium pharaonis
Componotus pennsylvnicus
Polyrhachis hauxwelli
Iridomyrmex anceps
Lobopelta ocillifera
Lactrodectus mactans
Argiope Aurelia
Loxosceles reclosa Gertsch.
Phyllophaga portoricensis
Allonemobius fasciatus L.
Neoxabea bipunclata Geer
Blatta orientalis
Aedes stimulans Walker.
Melanoplus differentialis
Dermatobia hominis L.Jr.
Halticus bractatus Say.
Phaneeus vindex
Melanoplus sanguinipes
Laphira lata
Phanomeris pyillotomae
Melanolestes picipes
Callosoma scrutator
Lycosa sp
Polydesmid millipede

Semut merah
Semut hitam
Semut raja
Semut hitam besar/Kolimondi
Semut merah hitam besar
Laba-laba janda hitam
Laba-laba kebun
Laba-laba coklat
Kumbang kulit
Jangkrik tanah
Jangkrik pohon
Kecoak timur
Nyamuk hutan
Belalang bertaji
Lalat belatung
Kepik daun
Kumbang scrabeid
Belalang pronotum bertaji
Lalat perampok
Tabuhan
Kepik Pembunuh
Kumbang tanah
Laba-laba tanah
Kaki seribu

Sumber Data :
-

Hasil Inv. Kegiatan Pemetaan Kawasan Hutan, Bapopeda, 2008


Bidang Kehutanan Kota Kendari, 2009

E = Endemisitas (E = Endemik Sulawesi, e = Endemik Wallacea),


T = Keterancaman (EN = Endangered, NT = Near Threatened, dd = Dat Deficient,
VU = Vulnerable),
P = Keterlindungan (o = dilindungi)

Gambar 1.4.
Monyet Sulawesi (Macaca maura l) dan Rangkong
Sulawesi (Riticeros cassidix)
Fauna Endemik yang masih mudah dijumpai
di Kawasan Kota Kendari

Bab I - 12
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

3. Sumber Daya AIR


Air merupakan zat yang paling esensial dibutuhkan dalam setiap
aspek kehidupan, kita semua tidak dapat hidup tanpa air. Hanya 2.5%
yang berupa air tawar dan cuma <1% yang dapat dimanfaatkan
dengan biaya rendah, yaitu: air di danau, sungai, waduk dan sumber air
tanah

dangkal,

sehingga

diperlukan

upaya

bersama

untuk

mempertahankan keberadaannya dan untuk kelangsungan kehidupan


diperadaban sekarang serta yang akan datang. Oleh karena itu dalam
konteks ini, diamanatkan kepada manusia untuk menjaga air dan
sumber-sumber air dari segala bentuk perbuatan yang menimbulkan
kerusakan.
Sumberdaya air merupakan sumberdaya yang ketersediaannya
dirasakan

semakin

terbatas.

Pengelolaan

sumberdaya

air,

perlu

dilakukan berbagai tindakan yang meliputi efisiensi dan distribusi


sumberdaya air yang memadai sesuai kebutuhan.
Perubahan strategi dalam pengelolaan sumberdaya air akan
menjamin tersedianya sumberdaya air bagi kebutuhan berbagai sektor
pembangunan yaitu: sektor rumah tangga, industri, perdagangan,
kesehatan,

pariwisatan,

pertanian,

transportasi,

pembangkit

tenaga

perikanan

listrik,

proses

dan

akuakultur,

pendinginan

dan

sebagainya. Oleh karena itu untuk kelangsungan kehidupan tersebut


maka sunberdaya air permukaan maupun air tanah harus mendapat
proteksi dari manusia dengan sebaik-baiknya agar kita mendapatkan
manfaat otimum dari sumberdaya air (Agenda 21 Indonesia, 1997).
Degradasi sumberdaya alam khususnya air dan lahan, yang
ditandai dengan deplesi sumber air (permukaan dan air bawah tanah,
baik kuantitas maupun kualitasnya), semakin meluasnya tanah kritis dan
DAS kritis, penurunan produktifitas lahan, semakin meluasnya kerusakan
hutan (terutama karena perambahan) baik hutan pegunungan maupun
hutan

pantai

(mangrove).

Permasalahan

pencemaran,

baik

pencemaran air, udara maupun tanah yang penyebarannya sudah

Bab I - 13
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

cukup meluas dan terkait dengan industri, rumah tangga dengan segala
jenis limbahnya, terutama sampah.
Khusus untuk masalah krisis sumberdaya air bersih semakin nyata
dihadapi oleh setiap daerah.

Fluktuasi debit dan kualitas air semakin

jauh diatas ambang baku mutu lingkungan untuk air permukaan. Rusak
dan terganggunya suberdaya hutan dan lahan sebagai wilayah
tangkapan air (catcment area) menjadi penyebab utama fluktuasi
debit. Sementara gelontotoran limbah padat dan cair dari berbagai
sumber

yang

mengandung

zat

pencemar

kimia

tinggi

telah

menyebabkan terganggunya kualitas air.


Dewasa ini sumberdaya air belum mendapat proteksi yang layak
untuk menghindari terjadinya kehancuran kehidupan secara total, yang
berarti melumpuhkan kegiatan ekonomi secara keseluruhan.

Tanpa

disadari pada saat ini juga kita telah membayar biaya yang cukup tinggi
untuk mendapatkan segelas air yang layak bagi kesehatan.

Bagi

Indonesia yang merupakan negara agraris yang tengah merintis arah


pembangunan

nasionalnya

menuju

era

industrialisasi,

peranan

sumberdaya air sangatlah menentukan. Disamping itu, sejalan dengan


pertambahan penduduk Indonesia yang terus berlangsung, peranan
sumberdaya air tersebut akan dirasakan semakin menentukan dalam
kehidupan sehari-hari. Di lain pihak keberadaan sumberdaya air yang
dapat memenuhi kebutuhan penduduk dan kegiatan pembangunan di
berbagai sektor semakin mengkhawatirkan.

Hal ini disebabkan oleh

berbagai faktor seperti pencemaran, penggundulan hutan, kegiatan


pertanian yang mengabaikan kelestarian lingkungan, dan berubahnya
fungsi daerah-daerah tangkapan air.
3.1. Kondisi dan Kualitas Air
Kota Kendari dialiri dan merupakan muara 22 aliran kali/sungai
besar dan kecil yang tersebar di semua kecamatan, aliran kali/sungai
tersebut pada umumnya memiliki potensi yang dapat dijadikan sebagai
penopang

kebutuhan

industri,

kebutuhan

rumah

Bab I - 14
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

tangga,

irigasi

pertanian, budidaya perikanan serta pembangkit energi skala kecil.


Meningkatnya aktivitas manusia di beberapa sektor pembangunan
seperti; sektor pertambangan, pertanian, industri, barang dan jasa
menyebabkan

permintaan

(kebutuhan)

air

cenderung

semakin

bertambah. Harapan untuk mendapatkan air yang berkualitas dari segi


debit dan baku mutu semakin dirasakan penting.
Adapun data kali/sungai yang mengalir di wilayah administrasi
Kota Kendari diuraikan dalam Tabel 1.6 berikut :
Tabel 1.6.
Data Jumlah dan Panjang Aliran Kali/Sungai yang Mengalir dan Bermuara
di Wilayah Kota Kendari
No

Nama Kali/Sungai

Panjang (Km)

Potensi Pemanfaatan

1.

Wanggu

17,0

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Lasolo
Kampung Salo
Mandonga
Kambu
Kadia
Abeli
Abeli Dalam
Amarilis
Lepo-Lepo
Watu-Watu
NangaNanga/Andonohu
Mokoau
Lahundape
Punggaloba
Lemo
Lalonggori
Mata
Watubangga
Wua-Wua
Benu-Benua
Korumba

6,52
4,70
7,90
15,01
10,39
10,10
6,55
2,30
8.91
2,33

Pertanian, Tambak, Transportasi


Lokal
Air bersih masyarakat, pertanian
Rumah tangga
Rumah tangga
Rumah tangga, pertanian
Air bersih PDAM, Rumah tangga
Air bersih masyarakat
Pertanian
Air bersih masyarakat

5,54

Air baku PDAM, pertanian/irigasi

6,43
4,68
4,01
4,21
4,41
2,60
3,41
4,76
2,91
5,56

Air bersih masyarakat


Air bersih
Air bersih masyarakat, pertanian
Air bersih masyarakat,
Pertanian
Air bersih
-

Panjang Total

144,64

12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.

Sumber : Hasil Olahan Beradasrkan Digitasi dan Interpretasi Citra Landsat TM-7, 2008

Bab I - 15
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

Selain kuantitasnya, kualitas air sungai-sungai utama yang mengalir


di wilayah Kota Kendari juga telah banyak

yang

menurun

karena

terkontaminasi dengan limbah padat dan pollutan limbah rumah


tangga. Pemantauan kualitas air di 5 sungai utama di Kota Kendari
dalam kurun waktu tahun 2008 dan tahun 2009, dengan parameter
pantau seperti DO (Dissolved Oxygen), BOD (Biochemical Oxygen
Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), PO4, fecal coli dan total
coliform, sebagian besar masih memenuhi kriteria mutu air kelas I
berdasarkan PP 82 Tahun 2001. Masalah paling utama yang dijumpai
pada kualitas air adalah tingginya tingkat kekeruhan akibat proses
sedimentasi di sepanjang daerah hulu dan bagian tengah aliran sungai.
Pembukaan lahan dan kawasan hutan disepanjang DAS Wanggu
adalah

salah

satu

penyumbang

sedimen

terbesar

sehingga

menyebabkan pendangkalan di Teluk Kendari.

Gambar 1.5.
Kondisi Sungai Wanggu, Kali
Mandonga dan Kali Kadia Sungai
Utama Yang Mengalir di Wilayah
Kota Kendari

Bab I - 16
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

3.2. Potensi Sumber Air Bersih


Kawasan hutan Nanga-Nanga Papalia selain memiliki keragaman
hayati yang tinggi juga merupakan sumber air bersih yang penting bagi
wilayah Kota Kendari. Dalam kawasan hutan terdapat 5 lima catchment
area yang merupakan hulu dari pengaliran/kali, yaitu :
1) Kali Abeli, yang hulunya barada di punggungan bagian Selatan
kawasan hutan Nanga-Nanga Papalia dan bermuara ke
Kendari.

Teluk

Bagi masyarakat yang ada di Kelurahan Tobimeita dan

Kelurahan Benua Nirae, Kali Abeli merupakan sumber kehidupan


sehari-hari. Aktivitas dan keperluantermasuk sumber air bersih untuk
minum sebagian besar berasal dari aliran kali Abeli.
2) Kali Anggoeya, yang bermuara di bagian luar batas kawasan hutan
produksi

yang

melewati

pemukiman

Anggoeya dengan pajang 7,31 km.

penduduk

di

kelurahan

Aliran kali Anggoeya juga

menjadi sumber air baku untuk reservoir PDAM di unit Anggoeya.


3) Kali Lemo merupakan salah satu kali yang catchment areanya
berasal dari bagian timur kawasan hutan produksi dan bermuara di
Teluk Kendari, yang melewati Kelurahan Tondonggeu dan mengarah
ke bagian barat wilayah Desa Lalowaru, dengan panjang pengaliran
4,1 km.
4) Kali Andounohu adalah aliran kali terbesar dan terpanjang yang
bagian hilir berasal dari kawasan hutan Nanga-Nanga Papalia. Kali
Andounohu bermuara ke Teluk Kendari dengan melewati wilayah
kelurahan Rahandauna dan Kelurahan Andounohu. Panjang aliran
kali Andounohu berkisar 22 km. Debit yang besar dengan anak kali
yang banyak menjadikan kali Andounohu sebagai salah satu reservoir
penting bagi unit PDAM Kota Kendari.
5) Kali Kambu, adalah aliran kali terpanjang kedua setelah kali
Andounohu yang wilayah catchment areanya berasal dari kawasan
hutan Nanga-Nanga Papalia. Panjang aliran kali kambu adalah
19,7 km.

Bab I - 17
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

6) Kali Nanga-Nanga adalah aliran kali yang cathment areanya berasal


dari wilayah bagian barat kawasan hutan produksi kabupaten Konsel
dan bermuara ke sub das Wanggu dengan melintasi sebagian kawan
pemukiman di Kelurahan Baruga. Panjang aliran kali Nanga-Nanga
14,8 km.

Gambar 1.6.
Potensi Air Bersih Permukaan Yang Bermuara Dalam
Kawasan Hutan Nanga-Nanga Papalia

Pemanfaatan sumber air bersih yang berasal dari kawasan hutan


Nanga-Nanga Papalia selain sebagai pemenuhan kebutuhan reservoir
PDAM juga bagi keperluan pemukiman dan keperluan pertanian di
kawasan bagian bawah yang dialiri.

Selain kualitas yang baik juga

memiliki debit stabil.


Berikut disajikan data-data hasil analisa parameter kualitas air
terhadap beberapa sungai utama dan kualitas air di beberapa titik
sumur warga yang ada di wilayah Kota Kendari.

Bab I - 18
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

1. Parameter Fisik
Pemantauan terhadap kualitas fisik dengan parameter pH, BOD,
COD, DO, TSS serta tingkat Kekeruhan dilakukan secara sampling pada 4
aliran sungai/kali, masing-masing pada kali Kadia, Kali Mandonga, Kali
Tipulu dan Kali Sodoha.
a) Parameter pH
Keempat sungai yang diuji memperlihatkan bahwa semua masih
dibawah batas ambang baku mutu lingkungan untuk mutu kelas I dan II
air permukaan berdasarkan PP 82 tahun 2001. Satu-satunya Sungai yang
mempunyai nilai pH sedikit lebih rendah adalah pada Sungai Mandonga
dengan kisaran pH 5,6 6,3.
Nilai parameter pH ini menunjukkan bahwa keempat sungai masih
memungkinkan dan memenuhi syarat untuk digunakan sebagai air baku
air minum dan budidaya atau kepentingan prasarana umum.
b) Parameter BOD5
Parameter BOD5 merupakan indikator penting dalam menilai
kualitas fisik air permukaan. Besarnya beban zat cemaran yang masuk
kedalam badan air secara langsung akan berpengaruh

terhadap

parameter BOD dan COD.


Keempat sungai yang diuji memperlihatkan bahwa semua masih
dibawah batas ambang baku mutu lingkungan untuk mutu kelas I dan II
air permukaan berdasarkan PP 82 tahun 2001. Meskipun demikian,
parameter BOD keempat sungai lainnya cenderung masih jauh dibawah
ambang baku mutu air, dengan kisaran 1,08 1,22 mg/l.
Meskipun

keempat

sungai parameter

BOD

masih dibawah

ambang baku mutu kelas air I dan II akan tetapi laju peningkatan
diperkirakan akan meningkat setiap waktu mengingat aktivitas dibagian
hulu keempat sungai cukup aktif dilakukan.

Bab I - 19
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

c) Parameter COD
Sama dengan parameter BOD, COD air seringkali digunakan
sebagai indikator penting dalam menilai kualitas fisik air permukaan.
Besarnya beban zat cemaran yang masuk kedalam badan air secara
langsung akan berpengaruh terhadap parameter BOD dan COD.
Hasil

uji

dari

paremeter

COD

terhadap

Keempat

sungai

memperlihatkan bahwa semua masih dibawah batas ambang baku


mutu lingkungan untuk mutu kelas IV dan V air permukaan berdasarkan
PP 82 tahun 2001. Nilai COD tertinggi terjadi di kali Kadia dengan nilai
COD 57,16 mg/l.
d) Parameter TSS
Hasil

uji

dari

paremeter

TSS

terhadap

Keempat

sungai

memperlihatkan bahwa semua sungai masih dibawah batas ambang


baku mutu lingkungan untuk mutu kelas I dan II air permukaan
berdasarkan PP 82 tahun 2001. Nilai TSS tertinggi dijumpai pada sampel
air yang berasal dari kali Kadia dengan nilai TSS 11,2 mg/l, selebihnya
berada pada kisaran nilai : 9,3 mg/l; 7,5 mg/l, 8,2 mg/l.
2. Parameter Kimia
Untuk parameter kimia air permukaan data yang disajikan dalam
laporan ini mengacu pada parameter nitrit, nitrat, pospat, pestisida,
detergen, Hg, Pb, dan Cd.
a) Parameter Nitrit
Parameter kimia nitrit, pada semua sungai yang dipantau tidak
memperlihatkan adanya kadar yang melebihi ambang batas.

Kadar

tertinggi dijumpai pada kali Tipulu dan kali Sodohoa sebesar 0,05 mg/l
sementara sungai/kali lainnya terdeteksi masih dibawah ambang baku
mutu.
b) Parameter Nitrat
Parameter kimia nitrat, pada semua sungai yang dipantau tidak
memperlihatkan adanya kadar yang melebihi ambang batas. Kadar
Bab I - 20
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

tertinggi dijumpai pada kali Mandonga sebesar 9,78 mg/l sementara


sungai/kali lainnya berada pada kisaran 9,12; 8,67 dan 9,44 mg/l.
c) Parameter Pospat
Parameter kimia pospat, pada semua sungai yang dipantau tidak
memperlihatkan adanya kadar yang melebihi ambang batas.

Kadar

tertinggi dijumpai pada Kali Mandonga yaitu 0,28 mg/l.


d) Parameter Klorida
Parameter kimia klorida, pada semua sungai yang dipantau
terdapat klorida yang melebihi ambang baku mutu. Hal ini kemungkinan
diakibatkan oleh banyaknya aktifitas yang dilakukan oleh warga
masyarakat disekitar kali tersebut. Sehingga air di semua kali tersebut
sudah tercemar dengan zat klorida.
e) Parameter Detergen
Parameter kimia detergen ditengarai banyak ditemukan pada
sungai-sungai yang mengalir dalam wilayah Kota Kendari. Pada semua
sungai yang dipantau, Kali Kadia dan kali Sodohoa terdeteksi kandungan
detergen yang cukup tinggi, meskipun belum melebihi ambang baku
mutu. Sementara kali Mandongan dan Kali Tipulu kadar detergen masih
dibawah dari kadar detergen pada kali Kadia.

Konstribusi kadar

detergen pada sampel air, diprediksi sebagian besar dihasilkan dari


aktivitas pemukiman masyarakat dan buangan aktivitas hotel/restoran
yang hampir pasti tidak terdeteksi.
4. UDARA
4.1. Kondisi Udara
Pencemaran udara dapat terjadi yang disebabkan oleh adanya
kontaminan (pencemar) di udara yang mengakibatkan kandungan
senyawa gas menjadi berubah. Perubahan ini dapat memberikan
dampak negatif bagi kelangsungan hidup makhluk hidup karena
menimbulkan reaksi kimia secara spontan di udara.

Bab I - 21
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

Potensi gangguan pencemaran udara di wilayah Kota Kendari


disamping sumber gas buang dari pollutan bergerak, juga terjadi pada
aktivitas

pembangunan,

khususnya

akibat

kegiatan

penimbunan

beberapa bagian wilayah Kota dengan material yangh cukup besar.


Aktivitas transportasi pengangkut tanah timbunan telah memberikan
pengaruh terhadap peningkatan kadar debu di udara bebas. Meskipun
hanya bersifat temporer, akan tetapi memberikan pengaruh yang
langsung kepada sebagian penduduk kota, baik yang ada di jalur
transportasi material, maupun yang ada disekitar kawasan pengurugan.
Berdasarkan bentuk fisiknya, pencemar udara dibedakan menjadi
dua yaitu yang berbentuk partikulat dan berbentuk gas. Indikator
terjadinya pencemaran udara mengacu pada 2 peraturan yaitu
Peraturan Pemerintah (PP) No. 41 Tahun 1999 tentang Baku Mutu Udara
Ambien dan SK Menaker No. 51/Menaker/1999 tentang nilai ambang
batas (NAB). Pencemaran udara di wilayah Kota Kendari relatif belum
terdeteksi, peningkatan kadar konsentrat sebagai emisi gas buang
kendaraan pada lokasi padat juga belum melebihi ambang baku mutu.
Industri di wilayah Kota Kendari yang termasuk industri kecil dan
menengah juga belum memperlihatkan adanya potensi penghasil gas
cemaran di udara. Lokasi yang dipantau menunjukkan bahwa hanya
kadar kebisingan di industri PLN yang melebihi ambang baku mutu
lingkungan untuk tingkat kebisingan. Meskipun demikian maka potensi
terjadinya peningkatan gas cemaran udara sampai melebihi ambang
batas baku mutu lingkungan patut terus diwaspadai dengan indikator
peningkatan konsumsi bahan bakar minyak, khususnya premium dan
solar akibat laju pertumbuhan kendaraan bermotor untuk aktivitas
transportasi penduduk Kota.
Jumlah penduduk yang terus meningkat dan seiring dengan
peningkatan kesejahteraan masyarakat maka mendorong terjadinya
peningkatan permintaan kendaraan bermotor 3-4 kali lipat dalam satu
decade ini.

Dengan demikian kenyataan menunjukkan bahwa jumlah

kendaraan akan terus meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan


Bab I - 22
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

jumlah kendaraan tersebut pada hampir semua daerah tidak diimbangi


dengan

peningkatan

ruas

jalan

sehingga

mendorong

terjadinya

peningkatan tingkat kemacetan lalu lintas.


Peningkatan tingkat kemacetan serta jumlah kendaraan yang
beroperasi dijalan telah menimbulkan potensi pollutan zat pencemar di
udara dan polusi suara oleh sumber yang bergerak. Pada sistem
transportasi udara juga menunjukkan hal yang sama, yakni dari tahun ke
tahun

terjadi

peningkatan

frekuensi

penerbangan

serta

jumlah

penerbangan. Hal ini memberikan konsekwensi terjadinya peningkatan


polusi udara maupun suara.
Seperti yang dijelaskan di atas bahwa sistem transportasi darat dan
udara secara langsung mempengaruhi polusi suara. Demikian pula
halnya pembangunan infrastruktur ekonomi, terutama aktivitas industri
secara langsung berpengaruh pada polusi udara maupun suara.
Terjadinya polusi suara dan udara (noise pollution) juga diperparah oleh
celah

hukum

(ketidaklengkapan/kurang

sempurnanya

perangkat

hukum) yang dapat mendorong meningkatnya polusi suara.


Tabel. 1. 7.
Kendaraan Bermotor Terdaftar menurut Jenis Kendaraan
di Kota kendari Tahun 2004 - 2008

2004

2005

Tahun
2006

Mobil penumpang

1.344

1.729

1.254

1.180

1.293

Mobi barang

2.450

2.696

2.953

2.953

3.337

Mobil Bus

3.691

4.017

4.017

4.398

4.980

35.459 35.459

42.613

55.320

Jenis kendaraan

Sepeda Motor

28.778

Sumber : BPS Provinsi Sultra

Bab I - 23
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

2007

2008

Gambar 1.7.
Pertumbuhan Kendaraan Bermotor Telah
Menyebabkan Meningkatnya Konsumsi BBM Yang
Berimplikasi Pada Gas Buang Kendaraan. Salah Satu
Potensi Gangguan Pencemaran Udara

4.2. Kualitas Udara


Sejak kurun 2 tahun terakhir, kondisi kualitas udara di wilayah Kota
Kendari telah dimonitoring dengan mengukur emisi gas buang sumber
bergerak (ambient) dan emisi gas buang sumber non bergerak.
Meskipun

masih

belum

mencakup

keseluruhan

wilayah,

namum

pengambilan uji petik telah dilakukan berdasarkan standar baku sesuai


PP No. 41 Tahun 1999 tentang Baku Mutu Udara Ambien. Sedangkan
khusus bagi emisi gas buang sumber non bergerak, yang dilakukan uji
petik, masing-masing di industri pembangkitan listrik PLTD Jawa Bali
didapatkan hasil emisi gas buang masih dibawah ambang baku.

Bab I - 24
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

Gambar 1.8.
Uji Petik Emisi Gas Buang
Kendaraan Bermotor

Gambar 1.9.
Uji Emisi Gas Buang Sumber Non Bergerak di Industri
Pembangkitan Listrik PLTD Jawa-Bali dan Pengujian Ambien
Gas Buang Pada Lokasi Ruas Jalan Kota Kendari
Dalam Rangka Penyusunan SLHD 2010

Bab I - 25
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

5.

LAUT, PESISIR DAN PANTAI


Kawasan pesisir Kota Kendari mencakup garis sepanjang kawasan

Teluk Kendari dengan panjang keliling 81 km. Terdapat enam wilayah


Kecamatan yang mempunyai wilayah pesisir, yang berada disepanjang
garis pasang surut Teluk Kendari. Selain itu terdapat satu wilayah
kelurahan, yaitu Kelurahan Bungkutoko yang wilayahnya merupakan
pulau daratan tersendiri, meskipun jarak jangkau dari Kota Kendari relatif
mudah.
Kualitas laut dan pesisir Kota Kendari mengalami tekanan yang
cukup besar akibat aktivitas dari daratan.

Khusus bagi wilayah Teluk

Kendari, laju pendangkalan akibat intrusi sedimen telah mengakibatkan


peningkatan luas daratan dalam badan Teluk.

Sampah yang

bercampur dengan sedimen telah menjadikan dataran permanen yang


luasnya mencapai 25 s/d 50 ha.
6. Iklim
Topografi Wilayah Kota Kendari pada dasarnya bervariasi anatar
datar dan berbukit. Daerah datar terdapat dibagian Barat dan Selatan
dari wilayah Teluk Kendari sedangkan bagian wilayah yang agak tinggi
terletak disebelah Utara Teluk yang merupakan kawasan pegunungan
Nipa-Nipa (Tahura Murhum) dengan ketinggian mencapai 459 m dari
garis pantai sedangkan kearah selatan tingkat kemiringan antara 4 %
sampai 30 % bagian Barat (Kecamatan Mandonga dan Kecamatan
Puuwatu) dan Selatan (Kecamatan Poasia dan Kecamatan Abeli) terdiri
dari daerah perbukitan bergelombang rendah dengan kemiringan
kearah Teluk Kendari. Bagian wilayah tertinggi berada di sekitar kawasan
hutan Nanga-Nanga Papalia dengan titik tertinggi 397 m dari
permukaan laut.
Suhu

udara

dipengaruhi

oleh

berbagai

macam

faktor.

Perbedaan ketinggian dari permukaan laut, derah pegunungan dan


daerah pesisir mengakibatkan keadaan suhu yang sedikit berbeda untuk
masing-masing tempat dalam suatu wilayah.Secara keseluruhan, wilayah
Bab I - 26
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

Kota Kendari merupakan daerah bersuhu tropis. menurut data yang


diperoleh dari Pangkalan Udara Wolter Monginsidi Kendari, selama tahun
2008 suhu udara maksimum 32,50C dan minimum 20,50C.

Tekanan

udara rata-rata 1.009,0 millibar dengan kelembaban udara rata-rata 79


persen. Kecepatan angin di Kota Kendari selama tahun 2008 pada
umumnya berjalan normal, mencapai 4 m/s.
Dari keadaan diatas menggambarkan bahwa Kota Kendari hanya
dikenal dengan dua musim yakni musim kemarau dan musim hujan.
Keadaan musim sangat dipengaruhi oleh arus angin ang bertiup diatas
wilayahnya. Sekitar bulan April arus angin selalu tidak menentu dengan
curah hujan yang tidak merata. Musim ini dikenal sebagai musim
pencaroba atau peralihan antara musim hujan dan musim kemarau.
Pada bual mei sampai dengan bulan Agustus, angin bertiup dari arah
timur berasal dari Benua Australia yagn kurang mengandung uap air. Hal
ini sampai dengan bulan Oktober terjadi musim Kemarau. Kemudian
Pada bulan November sampai dengan bulan Maret, angin bertiup
banyak mengandung uap air yang berasal dari Benua Asia dan
Samudra Pasfok, setelah melewati beberapa lautan. Pada bulan-bulan
tersebut diwilayah kota kendari dan sekitarnya biasanya terjadi musim
Hujan. Menurut data yang ada memebrikan indikasi bahwa di Kota
Kendari tahun 2008 terjadi 242 hh dengan curah hujan 2.301 mm.
Kota Kendari secara umum beriklim panas, suhu rata-rata adalah
26o Celsius dengan kelembaban udara rata-rata 86 %. Sebagai daerah
khatulistiwa,

arah angin

dipengaruhi oleh angin barat yang bertiup

pada Bulan November sampai dengan Bulan Agustus, sedangkan dalam


keadaan sehari-hari arah angin dipengaruhi oleh angin laut.
6.1. Musim
Keadaan musim di Kota Kendari sangat dipengaruhi oleh arus
angin yang bertiup di atas wilayahnya.

Sekitar Bulan April, arus angin

selalu tidak menentu dengan curah hujan yang tidak merata. Musim ini
dikenal sebagai musim pancaroba atau Peralihan antara musim hujan
dan musim kemarau.

Pada Bulan Mei sampai dengan Bulan Agustus,


Bab I - 27
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

angin bertiup dari arah timur berasal dari Benua Australia yang kurang
mengandung uap air. Hal ini mengakibatkan kurangnya curah hujan
didaerah ini.
Pada Bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober terjadi musim
kemarau.

Sedangkan Pada Bulan November sampai dengan Bulan

Maret, angin bertiup banyak mengandung uap air yang berasal dari
Benua Asia dan Samudera Pasifik, setelah melewati beberapa lautan.
Pada bulan-bulan tersebut di wilayah Kota Kendari dan sekitarnya
biasanya terjadi musim hujan.

Data yang ada memberikan indikasi

bahwa di Kota Kendari Tahun 2006 terjadi 159 hh

dengan curah hujan

1.747 mm.
6.2. Suhu Udara
Suhu udara dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Perbedaan
ketinggian dari permukaan laut, daerah pegunungan dan daerah pesisir
mengakibatkan keadaan suhu yang sedikit beda untuk masing-masing
tempat dalam suatu wilayah. Secara keseluruhan, wilayah Kota Kendari
merupakan daerah bersuhu tropis.
Menurut data yang diperoleh dari Pangkalan Udara Wolter
Monginsidi Kendari, selama Tahun 2006 suhu udara maksimum 33,25 oC
dan minimum 20,00oC. Tekanan Udara rata-rata 1.009,6 millibar dengan
kelembaban udara rata-rata 74,92 %. Kecepatan angin di Kota Kendari
selama Tahun 2008 pada umumnya berjalan normal

mencapai 3,92

meter/detik.
7. Bencana alam
Kejadian bencana alam yang terekam selama kurun waktu 1
tahun terakhir (2010) hanya mencakup : banjir dan genangan
sedangkan tanah longor meskipun terjadi pada tahap kecil namun tidak
menimbulkan kerusakan berarti.
Data dari Satuan Penanggulangan Becana (Satkorlak) maupun
dari Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Kendari, mencatat bahwa
kejadian bencana ringan yang terjadi di Kota Kendari, didominasi oleh
Bab I - 28
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

kejadian banjir, yaitu pada kawasan Bantara Sungai

Wanggu yang

merupakan satu-satunya Sungai besar yang melintas dalam wilayah Kota


Kendari.

Banjir yang terjadi merupakan kejadian rutin tahunan akibat

intensitas hujan yang terjadi cukup tinggi pada bulan Januari Februari
bersamaan dengan kondisi pasang susurt air laut.

Masalah utama

terkait dengan bencana banjir adalah system drainase kota yang belum
terintegrasi serta pendangkalan pada alur-alur sungai yang masuk ke
laut.
Tidak ada korban jiwa yang tercacat selama kejadian bencana
banjir di wilayah Kota Kendari, namun telah mengakibatkan korban harta
benda serta rusaknya jaringa infrastruktur perkotaan yang nilainya belum
dapat diperkirakan.
Meskipun

demikian

dari

beberapa

data-data

dasar

maka

kawasan rawan bencana di wilayah Kota Kendari tetap menjadi salah


satu bagian yang penting untuk menjadi perhatian dimasa akan datang.
7.1. Bencana Tanah Longsor
Bencana tanah longsor adalah bencana geologi yang sulit
diramalkan kejadiannya. Tanah longsor adalah gerakan tanah yang
terjadi pada lereng perbukitan melalui bidang gelincir yang melengkung
atau datar. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya tanah
longsor adalah :
1) Morfologi
2) Batuan dan tanah
3) Struktur
4) Curah hujan
5) Aktifitas manusia
Tanah longsor biasanya terjadi karena lereng tidak bisa menahan
bebannya sendiri sehingga bergerak karena beratnya sendiri. Hujan
adalah salah satu penyebab terjadinya longsor. Air hujan akan masuk ke
pori-pori antar butir, ini akan menaikkan berat massa tanah jauh lebih
besar. Disamping itu air juga menurunkan ikatan antar butir, sehingga

Bab I - 29
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

massa tanah mudah mengalir. Air yang yang masuk akan terhenti pada
suatu lapisan yang kedap air. Ini akan membentuk bidang gelincir
longsoran. Disamping faktor-faktor diatas ada faktor non alamiah yang
mempengaruhi dinamika lereng perbukitan dan memicu terjadinya
longsoran, yaitu :
1)
2)
3)
4)

Getaran
Meningkatnya beban lereng
Hilangnya penahan lereng
Perubahan penggunaan lahan
Penampakan perlapisan horison batuan sedimen di kompleks Paal

Dua, Ranomuut, dan Kairagi merupakan bukti adanya sesar naik


tersebut. Adanya struktur palung Laut Sulawesi dan Laut Banda
(Lempeng Pasifik) turut mempengaruhi kestabilan geologi di sekitar Kota
Kendari, karena struktur tersebut merupakan penyebab utama terjadinya
pusat-pusat gempa di sekitar wilayah tersebut.
Dilihat dari proses geomorfologinya, maka bentuk lahan (landform)
yang terjadi di Kota Kendari dibedakan atas bentuk lahan asal volkanik,
asal struktural, asal denudasional, asal fluvial, dan asal marin.

Akibat

bentuk lahan tersebut menyebabkan topografi Kota Kendari tergolong


halus dengan kemiringan lereng > 45 % menempati sebagian wilayah
Kota Kendari.
Tabel 1.8.
Jenis Tanah Kota Kendari
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Jenis Tanah
Aluvial
Glisol
Recoso Litisol
Gleisoacic
Podsoloik
Mediteran Haplik
Gleisol Distrik
Gleiik
Aluvial Tidnik
Kembisol Distrik
Rensina
Podsolik Plintik
Gleisol Evtrik

Luas

Bab I - 30
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

980
1,704
512
4,184
762
1,585
3,572
1,764
2,481
5,303
1,323
2,069
2,947

7.2. Hasil Identifikasi Kawasan Rawan Longsor


Longsor yang terjadi di Kota Kendari merupakan bencana alam
yang rutin terjadi dalam musim penghujan.

Kasus-kasus kejadian

bencana longsor yang terjadi pada beberapa tempat dan waktu lalu
banyak menimbulkan kerugian baik berupa rusaknya lahan pertanian,
infrastruktur khususnya jalan serta sarana bangunan umum lainnya,
bahkan harta benda maupun korban jiwa.

Faktor penyebab utama

terjadinya longsor yang menyebabkan terjadinya gerakan massa


tersebut adalah kondisi topografi yang curam, dengan struktur geologi,
iklim dan faktor penggunaan lahan oleh masyarakat sekitar.
Faktor tersebut saling kait mengkait dan dalam proses untuk
mencapai keseimbangan baru, akan terjadi berbagai proses baik proses
erosi maupun proses gerakan massa. Telah kenyataan bahwa aktivitas
manusia dalam memanfaatkan lahan untuk memenuhi kebutuhan hidup
selalu merubah faktor topografi, litologi, stratigrafi dan kemungkinan
struktur

geologinya.

Misalnya

aktivitas

manusia

yang

banyak

menambang batuan untuk bahan bangunan, jalan dan bangunan


lainnya telah menambah beban yang dapat mengakibatkan atau
memacu terjadinya gerakan massa.
Biasanya kejadian gerakan massa itu bersamaan dengan musim
penghujan yaitu pada saat puncak intensitas curah hujan tinggi dalam
waktu relatif lama. Dalam gerakan massa, air pegang peranan, bukan
sebagai tenaga, tetapi merupakan faktor pemacu yaitu menjadi bidang
pelicin dan menambah berat massa hancuran batuan. Selain itu air
dapat berfungsi sebagai wahana dalam mempercepat gerakan massa
hancuran karena menyebabkan massa tersebut menjadi lebih encer.
Berdasarkan hasil pemetaan dari kawasan yang menjadi rentan
terhadap kejadian bencana longsor di Kota Kendari faktor penyebabnya
dapat diinventarisir sebagai berikut :

Bab I - 31
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

1) Kemiringan lereng umumnya merupakan kawasan curam hingga


sangat curam sehingga memudahkan terjadinya proses perpindahan
massa tanah karena dorongan gaya berat (gravitasi).
2) Curah hujan yang tinggi mengakibatkan kelebihan aliran permukaan
(run off) dan terjadinya kejenuhan air tanah sebagai akibat dari
hujan terus menerus.
3) Adanya bidang pelicin pada permukaan batuan, yang
menyebabkan terjadinya gerak massa batuan.
4) Pola penggunaan lahan oleh aktivitas manusia/penduduk dengan
metode pembukaan lahan hutan menjadi kawasan pertanian.

Bab I - 32
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

Laporan SLHD Kota Kendari


Tahun 2010

Bab I - 33
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

Berdasarkan zona tingkat kerawanannya, ternyata ada sebagian


wilayah yang tidak dapat sama sekali diperuntukkan untuk pemukiman
atau perencanaan pembangunan infrastruktur. Namun kenyataannya
zona tersebut telah berkembang sebagai lahan pemukiman, pertanian
bahkan kecenderungan merambah ke arah bukit semakin meluas.
Hasil identifikasi dan evaluasi daerah yang termasuk kawasan
rawan bencana longsor di Kota Kendari sebanyak 44 lokasi seluas
4.140,87 ha yang tersebar pada 6 (enam) Kecamatan, dengan rincian
menurut tingkat bahaya adalah Sangat Rawan 145,366 ha, Rawan/agak
rawan 39.948 ha.
Tabel 1. 9.
Sebaran Daerah Sangat Rawan Longsor Kota Kendari Berdasarkan Kemiringan,
Jenis Tanah dan Penggunaan Lahan
No.

Kecamatan

1.

Mandonga

2.

Kendari

3.

Kendari Barat

Keluarahan
Labibia
Anggilowu
Mata
Kampung Salo
Kendari Caddi
Kandai
Jati Mekar
Kemaraya
Sodoha
Benua-Benua
Punggaloba
Tipulu
Watu-Watu
Dapudapura

Jumlah
Sumber : Data Analisis BLH Kota Kendari, 2010

Bab I - 34
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

Luas (Ha)
16,199
6,473
2,717
0,097
4,79
2,483
0,495
48,441
1,413
2,27
9,116
27,172
22,507
1,193
145,366

Tabel 1.10.
Sebaran Daerah Rawan Longsor Kota Kendari Berdasarkan Kemiringan,
Jenis Tanah dan Penggunaan Lahan
No.

Kecamatan

1.

Abeli

2.

Kendari

3.

Kendari Barat

4.

Poasia

5.
6.

Baruga
Mandonga

Keluarahan

Luas (Ha)

Benuanirai
Tondonggeu
Sambuli
Nambo
Petoaha
Tobimeita
Mata
Manggadua
Kampung Salo
Kendari Caddi
Kandai
Jati Mekar
Gunung Jati

23,419
38,888
37,618
26,501
101,756
75,937
74,663
77,710
11,561
6,814
28,000
6,006
60,203

Kemaraya
Sodoha
Benua-Benua
Punggaloba
Sanua
Tipulu
Watu-Watu
Dapudapura
Matabubu
Anggoeya
Rahandouna
Andonouhu
Baruga
Labibia
Wawombalata
Alolama
Anggilowu

239,432
26,760
52,016
85,420
38,483
116,955
112,327
3,688
23,988
67,061
24,621
34,856
34,289
89,815
22,102
3,579
7,193

Jumlah
Sumber : Data Analisis BLH Kota Kendari, 2009

39.948

7.3. Kawasan Rawan Bencana Banjir dan Genangan


Hewlet (1982) dalam Asdak (2000) mengartikan banjir sebagai
aliran atau genangan air yang menimbulkan kerugian ekonomi atau
bahkan menyebabkan kehilangan jiwa. Sedangkan pemetaan bahaya
banjir adalah peta yang menyajikan secara keruangan sebaran banjir
pada suatu daerah dengan skala dan simbol tertentu.

Bab I - 35
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

Dibyosaputro (2002) mengemukakan didalam pemetaan banjir


ada beberapa hal yang dapat digunakan sebagai petunjuk yang dapat
dipakai diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Tubuh perairan
b. Kenampakan detil geomorfologi dataran rendah
c. Penutup vegetasi / land use
d. Kondisi kelembaban tanah
e. Kenampakan

buatan

manusia

sebagai

pencerminan

adaptasi

manusia terhadap banjir.


Selanjutnya Dibyosaputro

mengemukakan

bahwa pemetaan

bahaya banjir dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat kerawanannya,


yakni:
1. Tidak rawan ; daerah yang tidak terlanda banjir dan genangan.
2. Rawan : Topografi landai datar, material aluvial, tekstur tanah halus,
struktur massive, drainase lambat, terlanda banjir, penggenangan
kurang satu hari, frekuensi 1 2 tahun.
3. Sangat Rawan : Topografi datar, material aluvial, tekstur tanah halus,
struktur massive, drainase sangat lambat, terlanda banjir, genangan
air > 1 hari, frekuensi < 1 tahun.
Daerah/kawasan rawan banjir dapat diartikan sebagai kawasan
yang pernah mengalami bencana banjir atau belum terjadi tetapi
berpotensi untuk setiap saat terjadi bencana banjir oleh karena berbagai
faktor yang sangat memungkinkan.
Banjir merupakan akibat dari ketidakmampuan kawasan maupun
wilayah DAS untuk menampung air hujan yang jatuh di kawasan/wilayah
tersebut. Banjir tidak hanya melanda wilayah setempat tetapi dapat
juga melanda sepanjang DAS. Banjir umumnya merupakan akibat dari
berkurangnya kawasan bervegetasi tetap yang berfungsi sebagai
daerah resapan air.

Bab I - 36
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

Gambar 1.10.
Beberapa Kejadian Banjir dan
Genangan di wilayah Kota Kendari
Sejak Tahun 2010

Hasil Inventarisasi kawasan rawan banjir dibagi menjadi dua


bagian yakni kawasan banjir berdasarkan sejarah dan kawasan yang
berpotensi terjadi bencana banjir, akibat topografi wilayah yang berada
di dataran rendah.

Wilayah rawan banjir yang ada di Kota Kendari,

merupakan kawasan yang berada pada kondisi kerendahan (bantaran


kali) dengan akumulasi muara pengaliran air dari kawasan punggungan
yang lebih tinggi. Sedimentasi yang tinggi serta pola aliran drainase yang
belum tertata dengan baik telah membantu terjadinya bencana banjir
dan genangan setiap waktu, sehingga kawasan yang mengalami kondisi
ini adalah kawasan yang sama pada waktu sebelumnya.

Bab I - 37
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

Tabel 1.11.
Sebaran Daerah Rawan Banjir/Genangan Berdasarkan Sejarah
No.

Kecamatan

1.

Abeli

2.

Kendari

3.

Kendari Barat

4.

Poasia

5.

Baruga

6.

Mandonga

7.

Kadia

8.

Kambu

9.

Wua-Wua

10.

Puwatu

Keluarahan

Luas (Ha)

Nambo
Petoaha
Kampung Salo
Kendari Caddi
Kandai
Jati Mekar

4,634
0,017
0.392
1,178
6,252
0,248

Kemaraya
Sodoha
Sanua
Tipulu
Watu-Watu
Dapudapura
Lahundape
Rahandouna
Andonouhu
Lepo-Lepo
Wundudori
Watubangga
Korumba
Mandonga
Bende
Pondambea
Wowawanggu
Lalolara
Kambu
Bonggoeya
Anaiwoi
Puwatu
Watulondo
Punggolaka

12,13
11,272
3,454
9,59
25,193
7,178
10,411
8,963
40,482
70,433
48,677
10,028
3,196
59,912
49,587
0,010
0,002
18,056
88,763
83,146
2,886
24,336
27,658
4,167

Jumlah
Sumber : Data Analisis BLH Kota Kendari, 2010

632,251

Tabel 1.12.
Sebaran Daerah Potensi Rawan Banjir Kota Kendari
No.
1.

Kecamatan
Abeli

Keluarahan
Abeli
Tondonggeu
Sambuli
Bungkutoko
Nambo
Petoaha
Poasia

Bab I - 38
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

Luas (Ha)
0,362
23,530
12,24
68,578
18,433
15,682
0,162

2.
3.

Kendari
Kendari Barat

4.

Poasia

5.

Baruga

6.
7.

Mandonga
Kadia

8.

Kambu

9.

Wua-Wua

Lapulu
Puday
Purirano
Watu-Watu
Lahundape
Kemaraya
Sodoha
Benua-Benua
Punggaloba
Sanua
Dapudapura
Matabubu
Anggoeya
Rahandouna
Andonouhu

29,418
36,574
21,277
12,395
61,794
9,851
5,503
6,063
4,523
1,545
9,129
95,040
248,610
213,604
359,817

Baruga
Watubangga
Lepo-Lepo
Wundudopi
Korumba
Wowawanggu
Bende
Lalolara
Kambu
Mokoau
Bonggoeya

934,669
633,920
218,502
87,452
184,886
6,043
120,353
259,743
416,931
2,685
84,126

Jumlah
Sumber : Data Analisis BLH Kota Kendari, 2010

Bab I - 39
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

4.203,440

Laporan SLHD Kota Kendari


Tahun 2010

Bab I - 40
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

Laporan SLHD Kota Kendari


Tahun 2010

Bab I - 41
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

Bab I - 42
Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010

Anda mungkin juga menyukai