Anda di halaman 1dari 10

Jurnal “ ruang “ VOLUME 15 NOMOR 1 Maret 2021 (ISSN : 2085-6962)

ARAHAN KESESUAIAN PENGGUNAAN LAHAN PASCA BENCANA


DI KELURAHAN LERE KOTA PALU

Sri Rahma L.M. Said1, Sarifuddin2, Supriadi Takwim3


Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Universitas Tadulako

ABSTRAK
Bencana Tsunami dan Gempa Bumi pada tanggal 28 September 2018 sulit diprediksi dan
mengakibatkan turunnya permukaan di kawasan pesisir, korban jiwa, rumah lenyap karena hempasan
gelombang tsunami. Tujuan dari penelitian ini yaitu merumuskan arahan peruntukkan penggunaan lahan
pasca bencana di Kelurahan Lere. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif deskriptif. Penelitian
kuantitatif berdasarkan pada teknik tumpang tindih (overlay) dengan bantuan aplikasi GIS (Geography
Information System) dan skoring. Penelitian deskriptif menjelaskan tentang kondisi yang terdapat pada
lokasi penelitian dan arahan/aturan dari kesesuaian penggunaan lahan. Hasil analisis diperoleh tiga
tingkat kesesuaian penggunaan lahan diperoleh yaitu lahan tidak sesuai 54,88 Ha, kurang sesuai 101 Ha
dan sesuai 120,12 Ha. Berdasarkan arahan Zona Ruang Rawan Bencana Kota Palu dan Sekitarnya, lahan
yang tidak sesuai dilarang membangun kembali atau membangun baru, disarankan relokasi untuk
masyarakat yang masih tinggal di zona merah tersebut, maka lahan yang tidak sesuai dapat difungsikan
sebagai kawasan lindung, monumen dan ruang terbuka hijau (RTH). Lahan kurang sesuai diarahkan untuk
tidak membangun bangunan baru, mengikuti standar yang berlaku jika ingin membangun kembali pada
lahan tersebut dan disarankan untuk difungsikan sebagai kawasan lindung atau budidaya non-terbangun
seperti pertanian, perkebunan dan kehutanan. Lahan sesuai cocok untuk kawasan permukiman.

Kata Kunci : Bencana Tsunami, Gempa Bumi, Kesesuaian Penggunaan Lahan, Arahan Penggunaan Lahan

Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tadulako 20


Jurnal “ ruang “ VOLUME 15 NOMOR 1 Maret 2021 (ISSN : 2085-6962)

LATAR BELAKANG penggunaan lahan setiap kali terbentur dengan


Kota Palu merupakan daerah yang mengalami sistem peruntukan yang telah direncanakan.
peningkatan sangat pesat dari jumlah penduduk. Bencana alam adalah sesuatu yang sulit
Pertumbuhan penduduk akan mengakibatkan diprediksi kapan terjadinya dan dapat
kebutuhan terhadap lahan, sementara itu menyebabkan kerugian korban jiwa yang besar.
ketersediaan akan lahan kosong semakin sedikit. Hingga saat ini manusia hanya memprediksi dan
Kondisi ini dapat dilihat dari perubahan tata guna mengurangi dampak dari bencana. Salah satu
lahan yang terus mengalami perubahan seiring upaya dalam mitigasi bencana adalah dengan
adanya pertumbuhan jumlah penduduk. mempertimbangkan risiko bencana yang
Kecamatan Palu Barat merupakan salah satu mungkin terjadi. Pada tanggal 28 September
kecamatan di Kota Palu yang mempunyai jumlah 2018 terjadi bencana alam di Kota Palu yang
kepadatan penduduk yang cukup besar. merupakan salah satu daerah rawan bencana
Pertambahan penduduk tersebut mengakibatkan karena dilalui oleh sesar aktif palu koro.
permintaan akan tempat tinggal sangat tinggi. Kecamatan Palu Barat mengalami beberapa
Jumlah penduduk Kecamatan Palu Barat tahun bencana alam diantaranya bencana gempa bumi
2010 adalah 92.996 jiwa karena ditahun tersebut dan tsunami yang terjadi di Kelurahan Lere serta
belum adanya pemekaran, pada tahun 2019 jumlah terdapat beberapa titik yang mengalami
penduduk bertambah menjadi 63.251 jiwa. kerusakan akibat gempa bumi. Gempa tersebut
Kecamatan Palu Barat memiliki 6 kelurahan yaitu, mengakibatkan 93 korban jiwa, 267 unit rumah
Kelurahan Ujuna, Kelurahan Baru, Kelurahan lenyap karena hempasan gelombang tsunami, 69
Siranindi, Kelurahan Kamonji, Kelurahan Balaroa unit rumah rusak berat, 62 unit rumah rusak
dan Kelurahan Lere, dengan luas wilayah sedang dan 83 unit rumah rusak ringan serta
kecamatan yaitu 8,28 km2. Dalam rencana kerugian harta benda.
pemanfaatan ruang RTRW Kota Palu tahun 2010- Kelurahan Lere bagian utara atau yang dekat
2030 Kelurahan Lere diperuntukkan menjadi dengan bagian pantai dan juga jembatan
kawasan kegiatan sektor informal di bagian Pantai fenomenal Kota Palu dikenal dengan nama
Teluk Palu. jembatan Ponulele yang rata akibat bencana
Semakin besar dan berkembang disuatu tsunami. Dari perencanaan yang diperuntukkan
kawasan, maka semakin berkembang pula menjadi kawasan sektor informal pada bagian
permasalahan yang ada. Salah satu masalah yang pantai telah hancur dan tidak dapat digunakan
perlu diperhatikan adalah kesesuaian lahan kembali, maka untuk melihat sesuai dan tidak
terhadap jenis penggunaannya. Penggunaan lahan sesuainya lahan yang ada di Kelurahan Lere harus
yang tidak sesuai dengan rencana (RTRW) yang memperhatikan kriteria dari lahan.
ditetapkan atau dirumuskan sebelumnya Oleh karena itu dibutuhkan penelitian yang
merupakan permasalahan umum yang terjadi di bertujuan untuk mengetahui penggunaan lahan
kota-kota yang memiliki laju pertumbuhan pesat. yang sesuai di Kelurahan Lere. Dalam
Perubahan penggunaan lahan biasanya disebabkan menentukan pengembangan kawasan dengan
oleh ketimpangan antara pertimbangan dari mempertimbangkan kriteria kesesuaian lahan
rencana dalam dokumen RTRW dengan terhadap kerawanan bencana. Berdasarkan latar
pertimbangan kebutuhan penggunaan lahan. belakang di atas, maka penulis mengambil
Rencana penggunaan lahan merupakan acuan penelitian dengan judul “Arahan Kesesuaian
utama dalam pengelolaan sebaran lokasi kegiatan Penggunaan Lahan Pasca bencana di Kelurahan
dan pengendalian lahan kota. Rencana penggunaan Lere Kota Palu”.
lahan biasanya dijabarkan dari rencana struktur
kota yang mempengaruhinya. Meskipun demikian, TINJAUAN PUSTAKA
mengingat banyaknya faktor yang mempengaruhi Pengertian Lahan dan Tata Guna Lahan
pembentukan penggunaan lahan, sehingga Lahan adalah areal atau kawasan yang
diperuntukkan untuk penggunaan tertentu yang

21 Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Jurnal “ ruang “ VOLUME 15 NOMOR 1 Maret 2021 (ISSN : 2085-6962)

biasanya dinyatakan dalam satuan hektar (Ha) atau penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan.
Km. Sedangkan pola penggunaan lahan adalah Kesesuaian lahan juga dapat diartikan sesuai dan
areal model atau bentuk penggunaan lahan tidak sesuainya suatu lahan untuk pemanfaatan
diterapkan, seperti perdagangan, tegalan, hutan, tertentu.
penghijauan, perkampungan, dan lain-lain (Laka &
Sideng, 2017). Sedangkan Menurut (Jayadinata, Karakteristik Lahan
1999) bahwa pengertian lahan berarti tanah yang Dalam penggunaan suatu lahan maka
sudah ada peruntukannya dan umumnya ada karakteristik fisik lahan merupakan faktor utama
pemiliknya (perorangan atau lembaga). yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan
Menurut Hoover (1985) dalam Irwan (200) penggunaan suatu lahan. Karakteristik lahan yang
dalam Ikhwan (2007) Lahan juga dapat diartikan dimaksud antara lain:
sebagai ruang (space) yang dapat digunakan untuk 1. Topografi
berbagai kegiatan, pengertian memandang lahan Ketinggian dari suatu lahan juga sangat
dari sudut ekonomi regional atau dari sudut menentukan kondisi iklim lahan tersebut.
pembangunan wilayah, lahan dan manusia Hal ini disebabkan karena ketinggian dari
merupakan sumberdaya yang paling besar, karena suatu wilayah mempengaruhi temperatur
dari campur tangan manusialah lahan yang ada rata-rata, curah hujan rata-rata, presipitasi,
dapat berubah/dirubah fungsinya misalnya dari kelembaban, angin dan arah angin, kabut,
lahan pertanian menjadi kawasan pemukiman atau awan dan sebagainya. Berdasarkan SNI 02-
kawasan industri. 1733-2004 kelas lereng meliputi :
Tata guna lahan penting untuk melihat a. Kelas lereng 0-15 % (lahan bertopografi
keseusaian lahan dalam perencanaan lahan, dalam datar);
perencanaan penggunaan lahan, karena lahan b. Kelas lereng 15-30 % (lahan bertopografi
sangat penting untuk memenuhi kebutuhan hidup gelombang);
manusia. Manusia adalah pengendali utama di c. Kelas lereng 30-40 % (lahan bertopografi
bumi dimana aktivitas manusia sangat berkaitan sangat terjal).
dengan penggunaan lahan, maka dari itu perlu 2. Klasifikasi Lahan
adanya dasar- dasar perencanaan tata guna lahan Klasifikasi jenis penggunaan lahan
agar manusia dapat memanfaatkan lahan sesuai berdasarkan Peraturan Menteri Negara
dengan potensi yang dimiliki lahan tersebut dengan Agraria Nomor 1 Tahun 1997 Pasal 6 adalah
baik Adapun perencanaan tata guna lahan meliputi: sebagai berikut :
1. Penilaian secara sistematis potensi tanah dan a. Lahan perumahan;
air; b. Lahan perusahaan;
2. Mencari alternatif-alternatif penggunaan lahan c. Lahan industri/pergudangan;
terbaik; d. Lahan jasa;
3. Menilai kondisi ekonomi, sosial dan lingkungan e. Persawahan;
agar daoat memilih dan menetapkan tipe f. Pertyanian lahan kering semusim;
penggunaan lahan yang paling g. Lahan tidak ada bangunan.
menguntungkan, memenuhi keinginan 3. Fungsi Lahan
masyarakat dan dapat menjaga tanah agar Berdasarkan Surat Keputusan Menteri
tidak mengalami kerusakan dimasa yang akan Pertanian 837/Kpts/Um/11/1980 dan
datang. (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). 683/Kpts/Um/8/1981) fungsi kawasan
terbagi menjadi 3 yaitu: Kawasan Lindung,
Kesesuaian Lahan Kawasan Penyangga dan Kawasan Budidaya.
Kesesuaian Lahan merupakan tingkat Undang-undang No 26 Tahun 2007 Pasal 1
kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan menyebutkan bahwa “Kawasan Lindung
tertentu (Sitorus, 1985). Kelas kesesuaian suatu adalah kawasan yang ditetapkan dengan
areal dapat berbeda tergantung dari tipe fungsi utama melindungi kelestarian

Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tadulako 22


Jurnal “ ruang “ VOLUME 15 NOMOR 1 Maret 2021 (ISSN : 2085-6962)

lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya 1. Memantapkan struktur dan polar uang
alam dan sumberdaya buatan”. wilayah Provinsi Sulawesi Tengah;
2. Menyusun arahan pemanfaatan ruang yang
Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya efektif biaya dan mudah diterima
Menurut Undang Undang Nomor 26 Tahun masyarakat;
2007 pembagian kawasan berdasarkan fungsi 3. Menyusun arahan pengendalian
utamanya menjadi kawasan lindung dan kawasan pemanfaatan ruang;
budidaya. Kawasan Lindung adalah kawasan yang 4. Rekomendasi tata ruang wilayah Provinsi
ditetapkan dengan fungsi utama melindungi Sulawesi tengah.
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumber alam, sumber daya buatan. Lingkungan Teknik Overlay Sistem Informasi Geografis
hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, Teknik overlay merupakan pendekatan tata
daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk guna lahan/landscape. Analisis overlay ini juga
manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi dimaksudkan untuk melihat deskripsi kegiatan
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan ekonomi yang potensial berdasarkan kriteria
manusia serta mahluk hidup lainnya. Sedangkan pertumbuhan dan kriteria kontribusi. Teknik
kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan overlay ini dibentuk melalui penggunaan secara
dengan fungsi utamanya untuk dibudidayakan atas tumpang tindih (seri) suatu peta yang masing-
dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, masing mewakili faktor penting lingkungan/
sumber daya manusia dan sumber daya buatan. lahan (Hasyim, 2011).
Menurut Aronoff (1989), Overlay merupakan
Sesar Palu Koro dan Zona Rawan Bencana tumpang susun antara dua peta yang
Sesar Palu Koro merupakan sesar utama yang menghasilkan satu unit peta analisis baru.
berarah barat laut-tenggara yang merupakan sesar Overlay peta sering dilakukan bersamaan dengan
mendatar mengiri (sinistral strike slip fault) dan proses skoring. Namun tidak setiap proses
tergolong sebagai sesar aktif dicirikan terjadinya tumpang-susun peta selalu menggunakan
gempabumi dengan kedalaman dangkal sepanjang skoring. Dalam beberapa hal, overlay juga
zona sesar ini (Pusat Studi Nasional (PuSGeN) Pusat dilakukan antara suatu peta dengan citra satelit
Litbang Perumahan dan Permukiman, Balitbang atau foto udara. Overlay digunakan sebagai
PUPR). Wilayah Sulawesi Tengah paling tidak telah pemadu berbagai indikator yang berasal dari
mengalami 22 kali kejadian gempa bumi merusak peta tematik hingga menjadi satu peta analisis.
(destructive earthquake) sejak tahun 1910 hingga Peta analisis ini pada akhirnya digunakan sebagai
2018. dasar penarikan kesimpulan untuk suatu kasus.
Berdasarkan Peta Zona Ruang Rawan Bencana
Kota Palu dan Sekitarnya yang dirilis oleh
Kementerian/ Lembaga Negara pada tahun 2019,
zona rawan bencana dibagi menjadi 4 zona dan
tipologi, meliputi :
1. ZRB 4 (Zona Terlarang) Gambar 1. Proses Overlay Peta
2. ZRB 3 (Zona Terbatas) (Sumber : Aronoff, 1989)
3. ZRB 2 (Zona Bersyarat)
4. ZRB 1 (Zona Pengembangan)
METODE PENELITIAN
Jenis Dan Sifat Penelitian
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana
Penelitian ini menggunakan metode
Berdasarkan Peraturan Gubernur Sulawesi
kuantitatif deskriptif. Dalam penelitian kuantitatif
Tengah Nomor 10 Tahun 2019, rencana rehabilitasi
merupakan penelitian ilmiah yang sistematis
dan rekonstruksi pasca bencana meliputi :
terhadap bagian-bagian dan fenomena serta
hubungan-hubungannya. Bagian dan hubungan
23 Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tadulako
Jurnal “ ruang “ VOLUME 15 NOMOR 1 Maret 2021 (ISSN : 2085-6962)

yang dimaksud yaitu data-data yang diperlukan jenis tanah yang ada di Kelurahan Lere yang
dalam penelitian ini menggunakan data spasial kemudian pada masing-masing variabel akan
yang saling berkaitan satu sama lain. Hasil dari didapatkan menurut klasifikasi dan nilai skor
analisis yang digunakan akan memiliki sistematis berdasarkan kriteria SK Mentan No.
pengolahan data yang akan diolah secara bertahap 837/Kpts/UM/11/ 1980 dan No.
sesuai dengan pedoman teknis yang digunakan 683/Kpts/UM/11/ 1981 dari ketiga variabel
serta menggunakan metode literatur yaitu dengan tersebut dan akan menghasilkan peta fungsi
mengumpulkan, mengidentifikasi, serta mengolah kawasan.
data tertulis yang telah diperoleh sehingga dapat 2. Analisis Kesesuaian Lahan
digunakan dalam proses analisa. Penelitian Analisis kesesuaian lahan dilakukan dengan
kuantitatif bersadarkan pada teknik tumpang tindih cara memberikan skor pada peta yang
(overlay) dan penelitian deskriptif menjelaskan digunakan, kemudian akan dilanjutkan
tentang kondisi yang terdapat pada lokasi dengan melakukan overlay maka akan
penelitian dan arahan/aturan dari kesesuaian menghasilkan peta kesesuaian lahan.
penggunaan lahan. Variabel yang digunakan yaitu peta fungsi
kawasan dan peta zona rawan bencana, skor
Sumber Data yang diberikan pada variabel mengikuti dari
Dalam pengumpulan sumber data, peneliti jumlah kelas yang diinginkan yaitu 3 kelas.
melakukan pengumpulan sumber data dalam Kelas tidak sesuai, kelas kurang sesuai dan
wujud data primer dan data sekunder: kelas sesuai. Setelah mendapatkan peta
1. Data primer diperoleh berdasarkan hasil kesesuaian lahan yang teridentifikasi,
observasi dilapangan dan dokumentasi; selanjutnya akan dilakukan overlay dengan
2. Data Sekunder diperoleh dari studi peta penggunaan lahan. Hal ini bertujuan
literatur yang dilakukan terhadap banyak buku, untuk mengidentifikasi lahan yang dapat
diperoleh berdasarkan catatan dan instansi terkait dikembangkan dan tidak dapat
serta internet. Sedangkan kebutuhan data dikembangkan di lokasi penelitian.
sekunder dan sumber data. 3. Analisis Kesesuaian Penggunaan Lahan
Tabel 1. Kebutuhan Data Analisis kesesuaian penggunaan lahan
menjelaskan terkait kebijakan dan arahan
kesesuaian dalam penggunaan lahan. Dari
hasil analisis ini, penjelasan terkait arahan
kesesuaian penggunaan lahan di Kelurahan
Lere digunakan sebagai acuan dalam
menentukan penggunaan lahan yang cocok
atau tidaknya membangun di daerah zona
rawan gempabumi dan tsunami, karena
terletak dekat dengan sumber gempabumi
yaitu Sesar Palu Koro dan juga sumber
pembangkit tsunami berupa deformasi dari
(Sumber : Penulis, 2020) Sesar Palu Koro yang memicu gerakan tanah
bawah laut.
Teknik Analisis Data
Untuk mencapai tujuan dan sasaran penelitian, HASIL DAN PEMBAHASAN
data-data yang diperoleh kemudian dirumuskan Kondisi Fisik Wilayah Studi
dan dianalisis dengan teknik-teknik berikut : Kemiringan lereng yang ada di Kelurahan Lere
1. Analisis Fungsi Kawasan terdapat dua pengklasifikasian dengan tingkat
Teknik overlay peta yang meliputi peta kemiringan lereng 0-8% datar dan landai dengan
kemiringan lereng, peta curah hujan dan peta kemiringan lereng 8-15%. Secara keseluruhan

Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tadulako 24


Jurnal “ ruang “ VOLUME 15 NOMOR 1 Maret 2021 (ISSN : 2085-6962)

kemiringan lereng 0-8% (Datar) mendominasi bencana tsunami di Kelurahan Lere dapat dilihat
Kelurahan Lere dengan luas 264,96 Ha dan kelas pada tabel 2 dan table 3 di bawah ini.
kemiringan lereng 8-15% (Landai) dengan luas
11,04 Ha. Tabel 2. Penggunaan Lahan Sebelum Bencana di
Kelurahan Lere dengan rata-rata curah hujan Kelurahan Lere
6,56-7,38 mm/hari. Dari data curah hujan bulanan
yang tercatat pada Stasiun Meteorologi Mutiara
Palu pada tahun 2019 curah hujan tertinggi terjadi
pada bulan juli dengan curah hujan 94 mm/bulan,
pada bulan agustus curah hujan mencapai angka 81
mm/bulan dan pada bulan juni curah hujan 74
mm/bulan.
Jenis tanah yang ada di Kelurahan Lere yaitu
terdapat dua jenis tanah yaitu glei humus dan
latosol. Berdasarkan Dudal-Soepraptohardjo
(1957,1961) glei humus nama lain dari hidromorf
kelabu, jenis tanah hidromorf kelabu memiliki
tingkat kepekaan tidak peka terhadap erosi dengan
luas 15,11 Ha sedangkan jenis tanah latosol
memiliki tingkat kepekaan yang kurang peka (Sumber : RTRW Kota Palu Tahun 2010-2030)
dengan luas 260,89 Ha.
Tabel 3. Penggunaan Lahan Setelah Bencana di
Penggunaan Lahan Sebelum dan Setelah Kelurahan Lere
Bencana
Pengertian penggunaan lahan biasanya
digunakan untuk mengacu pemanfaatan masa kini
(present or current land use). Oleh karena aktivitas
manusia di bumi bersifat dinamis, maka perhatian
sering ditujukan pada perubahan penggunaan
lahan baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Pengunaan lahan di Kelurahan Lere terdapat
beraneka ragam jenis penggunaan lahan seperti
akomodasi wisata, jasa lainnya, kawasan
bersejarah, kawasan kesehatan, kawasan
pendidikan, kawasan perdagangan, kawasan
peribadatan, kawasan perkantoran, lahan
kosong/semak belukar/hutan, makam,
permukiman, reklamasi, ruang kegiatan sektor (Sumber : Hasil Analisis, 2020)
informal, ruang terbuka hijau, sarana olahraga,
sarana sosial dan sungai temporer.
Analisis Fungsi Kawasan
Penggunaan lahan sebelum terdampak bencana
. Klasifikasi suatu kawasan berdasarkan fungsi
masih terdapat reklamasi dengan luas 1,82 Ha dan
utama yang paling penting dilakukan untuk
ruang kegiatan sektor informal dengan luas 5,12
mengetahui karakteristik fisik yang menunjang
Ha. Peristiwa 28 September 2018 menyebabkan
aktifitas penggunaan lahan. Hasil overlay peta
berbagai dampak yang cukup besar, dalam hal ini
kemiringan lereng, curah hujan dan jenis tanah
berakibat pada perubahan guna lahan. Adapun
menunjukkan bahwa Kelurahan Lere memiliki
penggunaan lahan yang berubah setelah terjadinya
dua fungsi utama kawasan yaitu fungsi kawasan
budidaya dengan luas 251,2 Ha dan fungsi
25 Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tadulako
Jurnal “ ruang “ VOLUME 15 NOMOR 1 Maret 2021 (ISSN : 2085-6962)

kawasan lindung dengan luas 24,8 Ha. Untuk lebih Tabel 5. Zona Rawan Bencana di Kelurahan Lere
jelasnya dapat dilihat pada tabel 4 dan gambar 2.
Tabel 4. Fungsi Kawasan di Kelurahan Lere

(Sumber : Hasil Analisis, 2020)

(Sumber : Hasil Analisis, 2020)

Gambar 3. Peta Zona Rawan Bencana di


Kelurahan Lere
(Sumber : Hasil Analisis, 2020)
Gambar 2. Peta Fungsi Kawasan di Kelurahan Lere
(Sumber : Hasil Analisis, 2020)
Analisis Kesesuaian Lahan
Hasil overlay kesesuaian lahan, dari tabel 6
Analisis Zona Rawan Bencana
telah didapatkan luas lahan Kelurahan Lere
Peta zona rawan bencana (ZRB) di Kelurahan
dengan tingkat kelas tidak sesuai 54,88 Ha, luas
Lere terbagi atas 4 zona yaitu ZRB 1, ZRB 2, ZRB 3
lahan dengan tingkat kelas kurang sesuai 101 Ha
dan ZRB 4. Zona rawan bencana 1 dimana fungsi
dan luas lahan dengan tingkat kelas sesuai 120,12
kawasan yang terdapat di zona tersebut adalah
Ha.
fungsi kawasan budidaya jadi cocok untuk kawasan
Tabel 6. Kesesuaian Lahan Kelurahan Lere
pengembangan, dengan luas 120,12 Ha. Zona
rawan bencana 2 merupakan zona bersyarat
merupakan fungsi kawasan budidaya dengan luas
51,2 Ha. Zona rawan bencana 3 atau zona terbatas
dan masih berada di kawasan budidaya dengan
(Sumber : Hasil Analisis, 2020)
luas 49,8 Ha. Zona rawan bencana 4 merupakan
Kemudian Berdasarkan zona rawan bencana
zona terlarang atau zona merah dan masuk pada
lahan yang tidak sesuai masuk pada zona 4 atau
fungsi kawasan lindung dengan luas 54,88 Ha,
terlarang maka penggunaan lahan di daerah
termasuk hasil analisis berdasarkan RTRW Kota
pantai berjarak 100 meter dari bibir pantai dan
Palu tahun 2010-2030 menjelaskan tentang
daerah sungai dengan jarak 50 meter tidak dapat
pengembangan daerah sempadan sungai besar
difungsikan kembali seperti Palu Grand Mall,
berjarak 50 meter dari garis sempadan sungai tidak
sarana pendidikan, akomodasi wisata, kawasan
diperbolehkan membangun bangunan permanen
perdagangan, ruang sektor informal dan
untuk hunian atau tempat usaha. Untuk lebih
permukiman dengan persentase 19,88% dari
jelasnya dapat dilihat pada tabel 5 dan gambar 3.
total luas lahan. Hanya saja dari kondisi eksisting
penggunaan lahan tersebut masih difungsikan

Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tadulako 26


Jurnal “ ruang “ VOLUME 15 NOMOR 1 Maret 2021 (ISSN : 2085-6962)

sebagai permukiman masyarakat yang tidak ingin Arahan Kesesuaian Lahan Pasca Bencana di
tinggal jauh dari tempat mata pencahariannya. Kelurahan Lere
Lahan dari kelas kurang sesuai masuk pada zona Berdasarkan kondisi yang ada di Kelurahan
rawan 3 dan 2 dimana terdapat penggunaan lahan Lere, kawasan permukiman yang berada di
sarana sosial, kawasan perdagangan, sarana sempadan pantai akan direlokasi. Wilayah
pendidikan, kawasan perkantoran dan permukiman tersebut menjadi salah satu yang mengalami
dengan persentase 36,59% dari total luas lahan. dampak kerusakan yang sangat parah. Keputusan
Lahan yang sesuai terdapat permukiman, kawasan Pemerintah yang menetapkan wilayah
perkantoran, ruang terbuka hijau, kawasan permukiman Kelurahan Lere sebagai zona merah
perdagangan, sarana olahraga, sarana peribadatan dengan jarak 100 meter dari bibir pantai, akibat
dengan persentase 43,52% dari total luas lahan. peristiwa bencana gempa bumi dan tsunami
Tabel 7. Perubahan Penggunaan Lahan di pada tanggal 28 September 2018 menjadi acuan
Kelurahan Lere rencana relokasi bagi masyarakat Kelurahan Lere
khususnya yang berada dalam zona merah.
Dari hasil analisis kesesuaian lahan dengan
menggunakan teknik overlay, Kelurahan Lere
diperoleh dalam tiga kategori lahan yaitu lahan
tidak sesuai, kurang sesuai dan sesuai.
Penggunaan lahan yang berada di kelas tidak
sesuai yaitu kawasan perdagangan Palu Grand
Mall, sarana pendidikan, akomodasi wisata,
kawasan perdagangan, ruang sektor informal dan
permukiman dengan luas 54,88 Ha. Penggunaan
lahan pada kelas kurang sesuai yaitu sarana
sosial, kawasan perdagangan, sarana pendidikan,
kawasan perkantoran dan permukiman dengan
luas 101 Ha. Kelas sesuai terdapat permukiman,
kawasan perkantoran, ruang terbuka hijau,
kawasan perdagangan, sarana olahraga, sarana
peribadatan dengan luas 120,12 Ha. Adapun
(Sumber : Hasil Analisis, 2020)
arahan kesesuaian lahan dikategorikan per blok
nya dimana terdapat 19 blok dalam wilayah
kajian.

Gambar 4. Peta Kesesuaian Lahan Kelurahan Lere


(Sumber : Hasil Analisis, 2020) Gambar 5. Peta Blok di Kelurahan Lere
(Sumber : Hasil Analisis, 2020)

27 Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tadulako


Jurnal “ ruang “ VOLUME 15 NOMOR 1 Maret 2021 (ISSN : 2085-6962)

Tabel 8. Arahan Penggunaan Lahan Per Blok KESIMPULAN DAN SARAN


Hasil analisis fungsi kawasan dari tiga variabel
yaitu kemiringan lereng, jenis tanah dan curah
hujan. Terdapat dua fungsi kawasan di Kelurahan
Lere yaitu fungsi kawasan budidaya dengan luas
251,2 Ha dan fungsi kawasan lindung dengan luas
24,8 Ha. Selanjutnya penulis menemukan
terdapat tiga kelas kesesuaian penggunaan lahan
di Kelurahan Lere, yaitu tingkat lahan tidak sesuai
dengan luas 54,88 Ha, tingkat lahan kurang
sesuai dengan luas 101 Ha dan tingkat lahan
sesuai dengan luas 120,12 Ha.
Arahan untuk kesesuaian penggunaan lahan
berdasarkan arahan Zona Ruang Rawan Bencana
Kota Palu dan Sekitarnya, lahan yang tidak sesuai
masuk dalam zona rawan bencana 4 (zona
terlarang) dengan arahan permukiman yang
berada pada zona merah dilarang membangun
kembali atau membangun baru dan disarankan
untuk relokasi, dalam pemanfaatannya
difungsikan sebagai ruang terbuka hijau. Lahan
kurang sesuai masuk pada zona rawan bencana 3
(zona terbatas) dan zona rawan bencana 2 (zona
bersyarat) dengan arahan dilarang membangun
hunian dan fasilitas baru, jika membangun
kembali hunian harus sesuai dengan standar
yang berlaku, untuk kawasan rawan tinggi
difungsikan untuk kawasan budidaya non-
terbangun seperti pertanian, perkebunan dan
kehutanan. Lahan yang sesuai masuk pada zona
rawan bencana 1 (zona pengembangan) dengan
arahan lahan tersebut cocok untuk kawasan
permukiman dan jika ingin membangun baru
harus mengikuti standar yang berlaku (SNI 1726-
2012 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan
Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan
Non Gedung).
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan
informasi kepada Dinas Penataan Ruang dan
Pertanahan Kota Palu serta instansi lain terkait
sebagai bahan pertimbangan dalam bidang
perencanaan wilayah dan kota di Sulawesi
Tengah khususnya kota Palu mengingat provinsi
Sulawesi Tengah memiliki potensi kebencanaan
yang cukup tinggi. Dan lebih mendorong para
perencana untuk mendalami aspek kebencanaan
(Sumber : Hasil Analisis, 2020) dalam penataan ruang wilayah dan kota. Dan
juga penelitian ini dapat memberikan kontribusi

Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tadulako 28


Jurnal “ ruang “ VOLUME 15 NOMOR 1 Maret 2021 (ISSN : 2085-6962)

bagi perkembangan pengetahuan, khususnya di [15] Sitorus. 1985. Evaluasi Sumber daya Lahan.
bidang perencanaan wilayah dan kota yang dapat Bandung.
berguna bagi penelitian yang sejenis pada masa [14] SK Mentan No. 837/Kpts/UM/11/ 1980
yang akan datang. Kriteria Dan Tata Cara Penetapan Hutan
Lindung.
DAFTAR PUSTAKA [15] SK Mentan No. 683/Kpts/UM/11/ 1981
[1] Aronoff. 1989. Geographic Information systems: tentang Kriteria Dan Tata Cara Penetapan
A Management Perspective. WDL Publication Hutan Produksi.
Ottawa. [16] SNI 02-1733-2004 tentang Tata cara
[2] Badan Pusat Statistik. 2019. Kecamatan Palu perencanaan lingkungan perumahan di
Barat dalam angka tahun 2019. perkotaan.
[3] Badan Pusat Statistik. 2019. Kota Palu dalam [17] Undang-undang RI Nomor 26 Tahun 2007
angka tahun 2019. tentang Penataan Ruang.
[4] Fauzi Iskandar, M. Awaluddin, Bambang Darmo
Yuwono. 2016. Analisis Kesesuaian Penggunaan
Lahan Terhadap Rencana Tata Ruang/Wilayah
di Kecamatan Kutoarjo menggunakan Sistem
Informasi Geografis.
[5] Hardjowigeno dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi
Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna
Lahan.
[6] Jayadinata. 1999. Tata Guna Tanah dalam
Perencanaan Pedesaan Perkotaan dan Wilayah.
[7] Laka & Sideng. 2017. Perubahan Penggunaan
Lahan.
[8] Peraturan Gubernur Sulawesi Tengah No 10
Tahun 2019 tentang Rencana Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Pascabencana.
[9] Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 1
Tahun 1997 tentang Pemetaan Penggunaan
Tanah Perdesaan, Penggunaan Tanah
Perkotaan, Kemampuan Tanah Dan Penggunaan
Simbol/Warna Untuk Penyajian Dalam Peta.
[10] Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 41
/PRT/M/2007 tentang Pedoman Kriteria Teknis
Kawasan Budi Daya.
[11] Peta Zona Ruang Rawan Bencana Kota Palu
dan Sekitarnya Tahun 2019.
[12] Pusat Studi Nasional (PuSGeN) Pusat Litbang
Perumahan dan Permukiman, Balitbang PUPR.
[13] Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palu Tahun
2010-2030.
[14] Sandy. 1975. dalam Wicaksono & Sugiyanto.
2011. Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Perubahan Pemanfaatan
Perumahan Untuk Tujuan Komersial Di Kawasan
Tlogosari Kulon, Semarang. Fakultas Ekonomi
Universitas Diponegoro.

29 Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tadulako

Anda mungkin juga menyukai