Anda di halaman 1dari 11

EVALUASI INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG TERHADAP RDTR BAGIAN

WILAYAH PERKOTAAN POSO 2015-2035

Wahyudi Septantio Nua 1, Linda Tondobala2, & Reny Syafriny 3


1
Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas Sam Ratulangi Manado
2&3
Staf Pengajar Jurusan Arsitektur, Universitas Sam Ratulangi Manado

E-mail: Wahyudinua96@gmail.com

Abstrak
Intensitas Pemanfaatan Ruang merupakan materi wajib di dalam Rencana Detail Tata
Ruang. Beberapa kawasan rawan bencana yang sudah tentu tidak ada ketentuan intensitas
pemanfaatan ruang, namun menjadi tempat bermukim, terjadi alih fungsi lahan di beberapa
lokasi, sehingga terjadi perubahan intensitas pemanfaatan ruang. Tujuan dalam penelelitian
ini, yaitu (1) Mengidentifikasi intensitas pemanfaatan ruang Bagian Wilayah Perkotaan Poso,
(2) Mengevaluasi apakah terjadi penyimpangan pada intensitas pemanfaatan ruang BWP Poso
berdasarkan RDTR Bagian Wilayah Perkotaan Poso. Metode yang digunakan adalah
deskriptif dengan pendekatan evaluation research dan kuantitatif. Hasil dari penelitian ini
yaitu besar persentase penyimpangan dan tidak menyimpang pada ketentuan intensitas
pemanfaatan ruang BWP Poso. Dari hasil evaluasi menunjukan untuk koefisien dasar
bangunan dari 835 tapak di BWP Poso masih ada 41% yang menyimpang dari ketentuan
RDTR, dan 59% sesuai dengan ketentuan, tidak terjadi penyimpangan pada koefisien lantai
bangunan, koefisien daerah hijau, 46% dari 408 RTH menyimpang atau memiliki RTH yang
tidak mencapai ketentuan yang ditentukan RDTR, dan 54% telah sesuai dengan ketentuan
RDTR, dan terdapat 427 tapak tidak memiliki RTH sama sekali. Kesimpulan pada penelitian
ini yaitu Poso terjadi banyak penyimpangan pada intensitas pemanfaatan ruang, khususnya
dari segi koefisien dasar bangunan, dan koefisien daerah hijau.

Kata Kunci: Intensitas Pemanfaatan Ruang, Bagian Wilayah Perkotaan Poso

PENDAHULUAN Pasal 42 Peraturan Daerah Kabupaten Poso


Bagian Wilayah Perkotaan Poso Nomor 8 Tahun 2012 tentang Rencana
sebagai Pusat Kegiatan Kabupaten Poso Tata Ruang Wilayah Kabupaten Poso
dituntut untuk meningkatkan kelengkapan Tahun 2012 - 2032, perlu mengatur
fasilitas dan utilitas kota dengan tujuan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan
peningkatan kesejahteraan masyarakat Zonasi Bagian Wilayah Perkotaan Poso
Kabupaten Poso. Bagian Wilayah dengan Peraturan Daerah. Bagian Wilayah
Perkotaan Poso telah mempunyai suatu Perkotaan Poso sebagai pusat pelayanan
rencana rinci yaitu Peraturan Daerah kawasan yaitu kasawan perkotaan yang
Kabupaten Poso Nomor 1 Tahun 2015 melayani beberapa kecamatan yang ada di
tentang Rencana Detail Tata Ruang Bagian kabupaten Poso seperti kecamatan Poso
Wilayah Perkotaan Poso, sesuai ketentuan Kota, Poso Kota Selatan, Poso Kota Utara,
Poso Pesisir, serta beberapa kecamatan Terdapat dua tujuan dalam penelitian
sekitarnya. BWP Poso melayani kecamatan ini, yaitu (1) Mengidentifikasi intensitas
tersebut dalam hal pusat pelayanan pemanfaatan ruang Bagian Wilayah
pendidikan, kesehatan, perdagangan dan Perkotaan Poso, (2) Mengevaluasi apakah
jasa, serta perkantoran. terjadi penyimpangan pada intensitas
Untuk permasalahan umum yang pemanfaatan ruang BWP Poso berdasarkan
terjadi yaitu BWP Poso selama 15 tahun RDTR Bagian Wilayah Perkotaan Poso.
terakhir dari tahun 2000 tidak terlalu
mengalami perkembangan yang begitu TINJAUAN PUSTAKA
pesat. Padahal dari segi intensitas Lahan lebih dikaitkan pada unsur
pemanfaatan ruang, BWP Poso terjadi pemanfaatan / peruntukan / penggunaan
beberapa perubahan baik dan juga dari bentang tanah dalam hal ini dipahami
penyimpangan, khususnya terhadap pola sebagai ruang. Dalam evaluasi sumber
ruang seperti kawasan perumahan daya lahan dan perencanaan tata guna
kepadatan rendah, beralih fungsi menjadi lahan, harus dipahami dengan baik
mall yang merupakan kawasan perbedaan antara tanah (soil), lahan (land),
perdagangan dengan fungsi tunggal. unit lahan (land unit), penggunaan lahan
Beberapa kawasan rawan bencana yang (land use), dan jenis pemanfaatan lahan
sudah tentu tidak ada ketentuan intensitas (land utilization type). Lahan selalu
pemanfaatan ruang, namun menjadi tempat dikaitkan dengan aktivitas manusia dalam
bermukim, pasar yang direlokasi dan akan pemanfaatan tanah, sehingga dapat bersifat
dijadikan taman kota, relokasi kawasan stabil atau labil tergantung dari sifat-sifat
permukiman di sempadan pantai Poso tanah, siklus yang terjadi di alam, dan
khususnya kelurahan Lawanga. 16 tahun faktor-faktor lain yang berhubungan.
setelah konflik komunal, berkembang Dalam perspektif perencanaan tata guna
tanpa Rencana Tata Ruang. Dengan lahan, lahan (land) adalah ruang yang
dikeluarkannya RDTR maka membuat terdiri dari seluruh elemen lingkungan fisik
penulis ingin mengevaluasi intensitas sejauh memilki potensi dan pengaruh
pemanfaatan ruang BWP Poso yang telah terhadap penggunaan lahan (Prof. Dr. Ir.
berkembang tanpa Rencana Tata Ruang Sumbanga Baja, M.Phil, 2012). Oleh
selama 16 tahun pasca konflik. Kegiatan karena itu lahan tidak hanya fokus pada
ini dilakukan untuk mengetahui kesesuaian tanah saja, tetapi juga termasuk aktivitas
dan penyimpangan intensitas pemanfaatan yang berhubungan dengan semua faktor
ruang BWP Poso dengan mengacu pada lingkungan biofisik seperti geologi, bentuk
Rencana Detail Tata Ruang BWP Poso. lahan, topografi, vegetasi dan termasuk
aktivitas yang ada di bawah dan di atas ekonomi, dan sosial secara umum yang
permukaan tanah, serta faktor yang menonjol di daerah yang disurvei (Rayes
berkaitan dengan kegiatan ekonomi, social, M.Lutfi, 2007:162).
dan budaya. Di dalam Undang-Undang No. 26
Pemanfaatan Ruang (bahasa Inggris: Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
land use) adalah modifikasi yang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota,
dilakukan oleh manusia terhadap merupakan penjabaran dari Rencana
lingkungan hidup menjadi lingkungan Umum Tata Ruang Wilayah Kota ke
terbangun seperti lapangan, pertanian, dan dalam rencana distribusi pemanfaatan
permukiman. Pemanfaatan lahan ruang dan bangunan serta bukan bangunan
didefinisikan sebagai "sejumlah pada kawasan kota. Dengan kata lain
pengaturan, aktivitas, dan input yang Rencana Detail Tata Ruang Kota
dilakukan manusia pada tanah tertentu" mempunyai fungsi untuk mengatur dan
(FAO, 1997a; FAO/UNEP, 1999). menata kegiatan fungsional yang
Pemanfaatan lahan secara umum direncanakan oleh perencanaan ruang
(major kinds of land use) adalah diatasnya, dalam mewujudkan ruang yang
penggolongan pemanfaatan lahan secara serasi, seimbang, aman, nyaman dan
umum seperti pertanian tadah hujan, produktif. Muatan yang direncanakan
pertanian beririgasi, padang rumput, dalam RDTR kegiatan berskala kawasan
kehutanan, atau daerah rekreasi. atau lokal dan lingkungan, dan atau
Pemanfaatan lahan biasanya digunakan kegiatan khusus yang mendesak dalam
untuk evalasi lahan secara kualitatif atau pemenuhan kebutuhannya.
dalam survei tinjau (reconnaissance). RDTR disusun apabila sesuai
Pemanfaatan lahan adalah interaksi kebutuhan, RTRW kabupaten/kota perlu
manusia dan lingkungannya, dimana fokus dilengkapi dengan acuan lebih detil
lingkungan adalah lahan, sedangkan sikap pengendalian pemanfaatan ruang
dan tanggap kebijakan manusia terhadap kabupaten/kota. Dalam hal RTRW
lahan akan menentukan langkah-langkah kabupaten/kota memerlukan RDTR, maka
aktivitasnya, sehingga akan meninggalkan disusun RDTR yang muatan materinya
bekas di atas lahan sebagai bentuk lengkap, termasuk peraturan zonasi,
pemanfaatan lahan (A Tri Mahendra, sebagai salah satu dasar dalam
2007). pengendalian pemanfaatan ruang dan
Dalam tipe penggunaan lahan yang sekaligus menjadi dasar penyusunan RTBL
dipertimbangkan sebaiknnya dibatasi bagi zona-zona yang pada RDTR
kepada yang relevan dengan keadaan fisik,
ditentukan sebagai zona yang perpetakan/daerah perencanaan yang
penanganannya diprioritaskan. dikuasai (Permen PU No 6 thn 2007),
Intensitas Pemanfaatan Ruang adalah (3)Koefisien Daerah Hijau (KDH), yaitu
besaran pembangunan yang diperbolehkan angka persentase perbandingan antara luas
berdasarkan batasan KDB, KLB, KDH dan seluruh ruang terbuka di luar bangunan
ketinggian bangunan (Permen PU No 20 gedung yang diperuntukkan bagi
Thn 2011). pertamanan/ penghijauan dan luas tanah
RDTR berlaku dalam jangka waktu 20 perpetakan/daerah perencanaan yang
(dua puluh) tahun dan ditinjau kembali dikuasai (Permen PU No 6 thn 2007).
setiap 5 (lima) tahun. Data Primer yang diperlukan yaitu
digitasi peta intensitas pemanfaatan ruang
METODE PENELITIAN yang ada di BWP Poso tahun 2018 (data
Metode yang digunakan dalam hasil survey), data sekunder yaitu Peta
penelitian ini adalah deskriptif dengan Rencana Pola Ruang dan Peraturan Zonasi
pendekatan evaluation research dan BWP Poso hasil output dari Rencana
kuantitatif. Identifikasi intensitas Detail Tata Ruang BWP Poso 2015-2035,
pemanfaatan ruang dilakukan dengan cara dan peta ketentuan mengenai intensitas
penginderaan jauh lewat aplikasi GIS dan pemanfaatan ruang BWP Poso, dan Peta
survei untuk mengukur secara langsung Citra Poso.
dan melihat batas-batas tapak secara jelas Untuk mengidentifikasi intensitas
Terdapat delapan unit analisis dalam pemanfaatan ruang, terkait Koefisien Dasar
penelitian ini yang keseluruhan terdiri dari Bangunan, Koefisien Lantai Bangunan,
25 blok berdasarkan rencana pola BWP Koefisien Daerah Hijau, dalam lingkup
Poso dalam RDTR. bagian wilayah perkotaan Poso, pertama
Terdapat tiga komponen analisis yang lakukan pengukuran terlebih dahulu pada
yang akan dievaluasi oleh penulis, yaitu (1) luas tapak atau lahan yang dikuasai, luas
Koefisien Dasar Bangunan (KDB), adalah lantai dasar, jumlah luas seluruh lantai
koefisien dalam persentase antara luas (jika lebih dari satu lantai), luas ruang
lantai dasar bangunan yang dapat dibangun terbuka, luas ruang terbuka hijau. Setelah
terhadap luas lahan keseluruhan (Arief itu dapat diketahui nilai KDB, KLB, KDH,
Sabaruddin, 2013). (2)Koefisien Lantai pada setiap tapak.
Bangunan (KLB), yaitu angka persentase KDB;
perbandingan antara jumlah seluruh luas = Luas Lantai Dasar x 100%
Luas lahan
lantai seluruh bangunan yang dapat
KLB;
dibangun dan luas lahan/tanah
= Luas Seluruh Lantai
Luas Lahan Dari hasil identifikasi 3 aspek diatas, data
KDH; yang diperoleh diinput kedalam ArcGis,
= Luas Daerah Hijau x 100% lalu didigitasi sehingga hasil output
Luas Ruang Terbuka diperoleh peta intensitas pemanfaatan
Setelah selesai melakukan identifikasi, ruang BWP Poso 2018 dan kemudian
Hasil KDB, KLB, KDH, diinput ke dalam ditimpa diatas Peta Peraturan Zonasi 2015
aplikasi ArcGIS untuk dibuat menjadi peta yang telah berisi ketentuan intensitas
digital. pemanfaatan ruang BWP Poso. Sehingga
Luas Lahan akan menunjukan hasil kesesuaian
2
= 1.044 m
intensitas pemanfaatan ruang BWP Poso
sekarang terhadap RDTR BWP Poso.
Luas Lantai
Dasar
= 334 m 2

KDB = 32%

Gb.1. Hasil Digitasi Luas Tapak dan Luas Lantai Dasar


pada Aplikasi ArcGis

Dengan mendigitasi batas tapak dan


batas lantai dasar pada aplikasi ArcGis,
maka ArcGis dapat melakukan kalkulasi
luas tapak, luas lantai dasar, dan luas
lainnya. Kemudian peta tersebut ditimpa di
atas peta digital peraturan intensitas
pemanfaatan ruang berdasarkan RDTR
BWP Poso. Maka dapat diketahui apakah
terjadi penyimpangan pada setiap tapak
yang telah diidentifikasi. Kemudian data
Gb.2. Proses Timpa Peta
hasil evaluasi diinput kedalam excel agar
Data primer untuk membantu dalam
dapat diperoleh persentase hasil evaluasi
melakukan identifikasi intensitas
intensitas pemanfaatan ruang.
pemanfaatan ruang. Data yang diperlukan
Kesimpulannya, data intensitas
adalah digitasi peta intensitas pemanfaatan
pemanfaatan ruang yang telah diperoleh
ruang yang ada di BWP Poso tahun 2018
akan disajikan dalam bentuk tabel dan
(data hasil survey). Sedangkan data
diagram agar lebih memudahkan dalam
sekunder untuk membantu dalam
membaca data tersebut.
melakukan evaluasi. Data yang digunakan
adalah: Peta Rencana Pola Ruang dan Teluk Tomini, dan menjadi kota pelabuhan
Peraturan Zonasi BWP Poso hasil output dan perhentian utama di pesisir tengah
dari Rencana Detail Tata Ruang BWP bagian selatan Teluk Tomini. BWP Poso
Poso 2015-2035, dan peta ketentuan dilewati oleh Sungai Poso yang mengalir
mengenai intensitas pemanfaatan ruang dari Danau Poso di kecamatan Pamona
BWP Poso, dan Peta Citra Poso. Puselemba. Daerah ini merupakan
Teknik pemetaan, yaitu (1) aglomerasi dari tiga kecamatan, yaitu Poso
Georeferencing Proses ini ialah meregister Kota, Poso Kota Utara dan Poso Kota
peta analog pemanfaatan lahan tahun 2018 Selatan.
dengan menambahkan titik koordinat yang
sesuai di lapangan menggunakan tool add
control point pada ArcGis dengan
memperhatikan tingkat RMS Error
kurang dari 0,5 setelah itu dilakukan
Update Georeferencing, (2) Digitasi,
dilakukan untuk mengubah peta analog
yang sudah diregister menjadi peta digital
intensitas pemanfaatan ruang tahun 2018 Gb.3. Peta BWP Poso dalam Sulawesi Tengah

dengan software ArcGis. Setelah digitasi Sulawesi Tengah Terdiri dari 12


selesai, perlu adanya input informasi pada wilayah kabupaten dan 1 wilayah kota.
obyek-obyek yang sudah di digitasi Berdasarkan garis lintang dan garis bujur
sebelumnya agar setiap obyek memiliki wilayah Kabupaten Poso terletak pada
identitas informasi yang berbeda, seperti koordinat 1°06' 44,892" - 2°12' 53,172"
luas tapak, lantai dasar, seluruh lantai, LS dan 120° 05' 96" - 120°52' 4,8" BT.
ruang terbuka, ruang terbuka hijau. Berdasarkan posisi geografisnya,
Deskripsi Wilayah Kabupaten Poso secara umum terletak di
Bagian Wilayah Perkotaan yang kawasan hutan dan lembah pegunungan.
selanjutnya disingkat BWP adalah bagian Dan kawasan lainnya terletak pada pesisir
dari kabupaten yang perlu disusun rencana pantai yang sebagian terletak di perairan
detail tata ruangnya sesuai arahan RTRW Teluk Tomini. Kabupaten Poso
(Perda Kab Poso No 1 Tahun 2015). mempunyai daerah yang memiliki ciri
Wilayah Perencanaan RDTR Poso disebut perkotaan, dalam RDTR dinamakan
sebagai BWP Poso. BWP Poso memiliki Bagian Wilayah Perkotaan (BWP) Poso.
2
luas sekitar 21,02 km . BWP Poso terletak Atau biasa disebut masyarakat dengan
di bagian utara kabupaten Poso, di pesisir nama kota Poso
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Identifikasi
Hasil Survei
Tapak 835
Lantai Dasar 1026
Lantai 2 215
Lantai 3 10
Lantai 4 2
Ruang Terbuka 419

Ruang Terbuka Hijau 408

Tb. 1. Tabel Hasil Survei

Penulis melakukan survei di sepanjang


jalan trans Sulawesi, pusat kota, pusat
pemerintahan permukiman. Pada setiap
tapak atau lahan atau kintal yang disurvei
terdapat lantai dasar, lantai 2, lantai 3,
lantai 4, ruang terbuka, ruang terbuka
hijau. Juga sepanjang survei ditemukan
Gb.4. Peta Lokasi Survei
beberapa tapak yang hanya terdapat lantai
Peta di atas merupakan digitasi tapak
dasar saja atau bangunan satu lantai,
yang telah disurvei penulis, survei dimulai
bangunan 2 lantai, bangunan 3 lantai, dan
dari bagian barat Poso yang merupakan
bangunan 4 lantai. Hanya dua bangunan
daerah pinggiran kota disepanjang jalan
yang memiliki 4 lantai, salah satunya
trans Sulawesi, 106 tapak yang telah
adalah Poso City Mall. Dan sepanjang
disurvei di daerah pinggiran Poso bagian
survei juga ditemukan beberapa tapak atau
barat memiliki pengaruh baik untuk
kintal tidak memiliki ruang terbuka,
sirkulasi trasportasi yang melintasi jalan
memiliki ruang terbuka tetapi tidak
trans Sulawesi, hampir seluruh tapak
memiliki ruang terbuka hijau, dan memilki
memiliki ruang yang luas untuk sempadan
ruang terbuka dan ruang terbuka hijau.
jalan. Hal ini dikarenakan rata-rata tapak di
daerah tersebut tidak menggunakan pagar
pembatas dibagian depan rumah, sehingga
kendaraan yang lewat antar provinsi, dapat Koefisien Dasar Bangunan
menepi.
N
Nama Peta
o

1 Tapak X

Tapak X, L,
2
dan Ka

Gb. 5. Peta Ketentuan Koefisien Dasar Bangunan


Tapak
Nama Peta
3 A,B,C,D,E,F,
Z
Untuk keseluruhan Koefisien Dasar
Bangunan di kota Poso, telah terjadi
Tapak G,H,O,
4
dan Z penyimpangan sebesar 41%.

Persentase
Tapak K dan
5 Penyimpangan Sebelum RDTR
M
Penyimpangan Disebabkan Pasar
Penyimpangan Disebabkan
No
Pelebaran Jalan
Tidak Menyimpang
Tapak Tb. 2. Lahan Terbangun
1 X, Ka, 35%
L

59%
1%
Tapak 4%
2 A, B, C,
D, E
Berdasarkan hasil survei penulis,
sebesar 4% penyimpangan terjadi
disebabkan oleh adanya pelebaran jalan
Tapak
3 trans Sulawesi khususnya dari arah barat,
O
yang menyebabkan luas lahan yang berada
di sepanjang jalan trans Sulawesi

Tapak
berkurang. Sebesar 2% penyimpangan
4
Z, F
disebabkan kemunculan pasar kecil secara
spontan setelah direlokasinya pasar sentral
Tb. 3. Ruang Terbuka
Poso yang lama. Pasar kecil tersebut
merupakan bangunan dengan fungsi
Hasil Evaluasi
campuran. Dan sebesar 35%
penyimpangan sebelum adanya RDTR,
karena dari hasil identifikasi penulis,
bangunan-bangunan yang menyimpang
tersebut tidak terjadi perubahan dari awal
perkembangan kota setelah konflik
komunal hingga tahun 2018.

Gb. 7. Bangunan Lantai Satu di Pusat Kota


.Koefisien Lantai Bangunan
Pada Pusat kota didominasi oleh lantai 2 di
sepanjang jalan trans Sulawesi. Sekalipun
berada di pusat kota, hanya ada 5 bangunan
yang mencapai 3 lantai.

: Lantai 2

: Lantai 3

Gb.6. Peta Koefisien Lantai Bangunan

Untuk koefisien lantai bangunan di


kota Poso, berdasarkan survei, hasil
identifikasi, dan hasil perhitungan, di kota
Poso tidak terjadi penyimpangan terhadap Gb.8. Bangunan 2 Lantai dan 3 lantai

ketentuan KLB. Berdasarkan analisis


penulis, lantai bangunan rata-rata hanya Koefisien Daerah Hijau
mencapai 2 lantai, dan ada beberapa
bangunan yang mencapai 3 sampai 4
lantai. Perkembangan terhadap lantai
bangunan di kota Poso tidak begitu besar,
hanya di pusat kota yang terjadi perubahan
koefisien lantai bangunan

Gb..9. Peta Koefisien Daerah Hijau

Hasil evaluasi untuk Koefisien Daerah


Hijau, 46% dari 408 RTH menyimpang
atau memiliki RTH yang tidak mencapai
ketentuan yang ditentukan dari RDTR, dan dan terdapat 427 tapak tidak memiliki
54% telah sesuai dengan ketentuan RDTR, RTH sama sekali.
dan terdapat 427 tapak tidak memiliki
RTH sama sekali. SARAN
Dari sudut pandang penulis sebagai
Persentase perencana wilayah dan kota, kesesuaian
Menyimpang Tidak Menyimpang intensitas pemanfaatan ruang, memberikan
kelebihan dan kekurangan pada kota Poso.
46% Dari segi kelebihan, kesesuaian intensitas
54% pemanfaatan ruang yang melebihi 50%
berdampak pada kepadatan bangunan yang
masih rendah, karena sejak awal
perkembangan Poso masih memiliki
kepadatan bangunan yang rendah hingga
KESIMPULAN
sedang. Dari segi kekurangan, Poso
Dari hasil identifikasi 835 tapak, total
mengalami perkembangan yang terhambat,
terdapat 1026 bangunan, 215 diantaranya
bangunan-bangunan yang menyimpang
memiliki 2 lantai, 10 bangunan memiliki 3
sulit untuk mengalami perubahan untuk
lantai, dan 2 bangunan memiliki 4 lantai,
sesuai dengan peraturan RDTR. Untuk itu
419 tapak memiliki ruang terbuka, 408
perlu adanya pembuatan peraturan yang
diantaranya memiliki ruang terbuka hijau.
lebih rinci lagi, seperti Rencana Tata
Dari hasil evaluasi menunjukan untuk
Bangunan dan Lingkungan (RTBL),
Koefisien Dasar Bangunan dari 835 tapak
koordinasi yang tepat antara pemerintah,
di BWP Poso masih ada 41% yang
instansi terkait, dan masyarakat, seperti
menyimpang dari ketentuan RDTR, dan
publikasi secara terbuka, lewat media
59% sesuai dengan ketentuan RDTR
video visual. Dan juga sebaiknya ada
Untuk Koefisien Lantai Bangunan, dari
penelitian lebih lanjut di masa yang akan
hasil evaluasi, BWP Poso tidak ada
datang, dengan fokus penelitian setiap zona
penyimpangan terhadap ketentuan RDTR
kawasan, agar lebih detil hasil evaluasi
terkait Koefisien Lantai Bangunan. Dan
mengenai BWP Poso.
hasil evaluasi untuk Koefisien Daerah
Hijau, 46% dari 408 RTH menyimpang
atau memiliki RTH yang tidak mencapai
ketentuan yang ditentukan dari RDTR, dan
54% telah sesuai dengan ketentuan RDTR,
DAFTAR PUSTAKA A Tri, Mahendra, 2007. “Peta Perubahan
Widiatmaka, Sarwono Hardjowigeno. Penggunaan Lahan Untuk
2011. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Permukiman Tahun 1999-2004 Di
Perencanaan Tataguna Lahan. Kecamatan Ngawen Kabuparen
Yogyakarta: Gadjah Mada University Blora”. Semarang: Universitas Negeri
Press. Semarang.
Food and Agriculture Organization (FAO) Republik Indonesia. 2007. Peraturan
of the United Nations. 2015. Panduan Menteri Pekerjaan Umum Nomor:
Perencanaan Penggunaan Lahan. 06/Prt/M/2007 Tentang Pedoman
Yogyakarta: Ombak Umum Rencana Tata Bangunan Dan
Baja, Subangan. 2012. Perencanaan Tata Lingkungan . Departemen Pekerjaan
Guna Lahan Dalam Pengembangan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya
Wilayah. Yogyakarta: Andi. Direktorat Penataan Bangunan Dan
Sabaruddin, Arief. 2013. Persyaratan Lingkungan: Jakarta.
Teknis Bangunan. Jakarta: Griya Republik Indonesia. 2011. Peraturan
Kreasi. Menteri Pekerjaan Umum Nomor:
Rahayu, Sri. Trigus Eko. 2013. 20/Prt/M/2011 Tentang Pedoman
“Perubahan Penggunaan Lahan dan Penyusunan Rencana Detail Tata
Kesesuaiannya terhadap RDTR di Ruang Dan Peraturan Zonasi
Wilayah Peri-Urban Studi Kasus: Kabupaten/Kota. Menteri Pekerjaan
Kecamatan Mlati”. Semarang: Umum: Jakarta.
Planologi Undip. Haliadi. Leo Agustino. 2015. Pemikiran
Anggita. 2009. “Evaluasi Penggunaan Potitik Lokal: Sejarah Pembentukan
Lahan Di Kota Kediri Tahun 2003 – Provinsi Sulawesi Tengah. Bandung.
2013”. Malang: Universitas Negeri CosmoGov FISIP UNPAD.
Malang. Republik Indonesia. 2012. Peraturan
Tusianto, Aditya. 2015. “Evaluasi Daerah Kabupaten Poso Nomor 8
Kesesuaian Penggunaan Lahan Kota Tahun 2012 Tentang Rencana Tata
Salatiga Tahun 2010-2014 Terhadap Ruang Wilayah Kabupaten Poso
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tahun 2012 – 2032. DPRD Poso dan
Salatiga Tahun 2010-2030”. Surakarta: Bupati Poso. Poso.
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Republik Indonesia. 2018. Kabupaten
Lisdiyono, Edy. 2008. “Legislasi Penataan Poso Dalam Angka 2018. Badan Pusat
Ruang Studi Tentang Pergeseran Statistik Kabupaten Poso. Poso
Kebijakan Hukum Tata Ruang Dalam
Regulasi Daerah Di Kota Semarang”.
Semarang: Universitas Diponegoro
Semarang.
Muh. R, Syahrizal. 2012. “Pemetaan
Perkembangan Tata Guna Lahan Pada
Jalan Tol Kota Makassar”. Makassar:
Universitas Hasanuddin.
M.Lutfhi Rayes, 2007. “Metode
Inventarisasi Sumber Daya Lahan”.
ANDI: Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai