Anda di halaman 1dari 14

Jurnal Spasial Vol 6. No.

2, 2019
ISSN 2442-3262
EVALUASI INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG TERHADAP RDTR BAGIAN WILAYAH
PERKOTAAN POSO 2015-2035

, ,&
1
Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas Sam Ratulangi Manado
2&3
Staf Pengajar Jurusan Arsitektur, Universitas Sam Ratulangi Manado

E-mail: Wahyudinua96@gmail.com

Abstrak
Relokasi pasar ke pinggiran kota Poso memicu timbulnya pasar-pasar kecil di sekitar lokasi pasar
lama. Pasar-pasar kecil ini tumbuh pesat di beberapa ruas jalan di sekitar pusat kota lama. Inilah yang
menyebabkan kemacetan lalu lintas di beberapa ruas jalan di sekitar pusat kota lama.
Kondisi ini mendorong dilakukanya pengkajian ulang terhadap kebijakan pembangunan kota
yang berkaitan dengan RDTR kota Poso. Tujuan penelitian adalah mengevaluasi penyimpangan-
penyimpangan yang terjadi dalam proses pembangunan terhadap RDTR yang berlaku di kota Poso.
Menggunakan pendekatan evaluation research dan kuantitatif dengan metode deskriptif,
penelitian menghasilkan temuan berupa penyimpangan dari ketentuan yang tercantum dalam Peraturan
Daerah No 1 Tahun 2015 tentang RDTR Bagian Wilayah Perkotaan Poso. Penyimpangan terjadi di
kawasan vital dalam hal KDB (41%), KDH (46%), khususnya di sekitar RSUD dan sekitar lokasi pasar
yang lama.

Kata Kunci: Intensitas Pemanfaatan Ruang, Bagian Wilayah Perkotaan Poso

PENDAHULUAN terletak pada pesisir pantai yang sebagian


Sulawesi Tengah Terdiri dari 12 wilayah terletak di perairan Teluk Tomini. Kabupaten
kabupaten dan 1 wilayah kota. Berdasarkan garis Poso mempunyai daerah yang memiliki ciri
lintang dan garis bujur wilayah Kabupaten Poso perkotaan, dalam RDTR dinamakan Bagian
terletak pada koordinat 1 06' 44,892" - 2 12' Wilayah Perkotaan (BWP). Kabupaten Poso
53,172" LS dan 120 05' 96" - 120 52' 4,8" telah membuat 4 RDTR, yaitu RDTR BWP
BT. Berdasarkan posisi geografisnya, Dari 12 Sulewana meliputi kecamatan Pamona Utara,
Kabupaten, 5 Kabupaten telah memiliki bandara, RDTR BWP Tentena meliputi kecamatan
yaitu Kota Palu, Kabupaten Poso, Kabupaten Pamona Puselemba dan sebagian wilayah
Tojo Una Una, Kabupaten Banggai, dan Pamona Utara, RDTR BWP Mapane yang
Kabupaten Toli Toli. Ibu kota Sulawesi Tengah meliputi kecamatan Poso Pesisir, RDTR BWP
adalah Palu. Peran Kabupaten Poso di Sulawesi Poso yang meliputi kecamatan Poso Kota, Poso
Tengah adalah sebagai daerah wisata budaya Kota Selatan, Poso Kota Utara. Dua RDTR telah
dan wisata alam, dan dalam Rencana Tata memiliki Peraturan Daerah, yaitu RDTR BWP
Ruang Wilayah Sulawesi Tengah ditetapkan Poso dan RDTR BWP Tentena. BWP Poso
sebagai kawasan strategis nasional. Kabupaten terletak di bagian utara kabupaten Poso, di
Poso secara umum terletak di kawasan hutan dan pesisir Teluk Tomini, dan menjadi kota
lembah pegunungan. Dan kawasan lainnya pelabuhan dan perhentian utama di pesisir
tengah bagian selatan Teluk Tomini. BWP Poso

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 331


Jurnal Spasial Vol 6. No. 2, 2019
ISSN 2442-3262
dilewati oleh Sungai Poso yang mengalir dari Kawasan perumahan kepadatan rendah,
Danau Poso di kecamatan Pamona Puselemba. beralih fungsi menjadi mall yang merupakan
Daerah ini merupakan aglomerasi dari tiga kawasan perdagangan dengan fungsi tunggal.
kecamatan, yaitu Poso Kota, Poso Kota Utara Beberapa kawasan rawan bencana menjadi
dan Poso Kota Selatan. tempat bermukim, pasar yang direlokasi dan
akan dijadikan taman kota, relokasi kawasan
permukiman di sempadan pantai Poso
khususnya kelurahan Lawanga. 16 tahun setelah
konflik komunal, berkembang tanpa Rencana
Tata Ruang. Dengan dikeluarkannya RDTR
maka membuat penulis ingin mengevaluasi
intensitas pemanfaatan ruang BWP Poso yang
telah berkembang tanpa Rencana Tata Ruang
selama 16 tahun pasca konflik. Kegiatan ini
dilakukan untuk mengetahui kesesuaian dan
Gb. 1. Peta BWP Poso dalam Sulawesi Tengah
penyimpangan intensitas pemanfaatan ruang
BWP Poso dengan mengacu pada Rencana
Bagian Wilayah Perkotaan Poso telah Detail Tata Ruang BWP Poso.
mempunyai ketetapan hukum suatu rencana rinci Tujuan penelitian ini, (1) Mengidentifikasi
yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Poso Nomor intensitas pemanfaatan ruang Bagian Wilayah
1 Tahun 2015 tentang Rencana Detail Tata Perkotaan Poso, (2) Mengevaluasi terjadinya
Ruang Bagian Wilayah Perkotaan Poso, yang penyimpangan pada intensitas pemanfaatan
berpayung Pasal 42 Peraturan Daerah Kabupaten ruang BWP Poso berdasarkan RDTR Bagian
Poso Nomor 8 Tahun 2012 tentang Rencana Wilayah Perkotaan Poso.
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Poso Tahun
2012 - 2032. Bagian Wilayah Perkotaan Poso TINJAUAN PUSTAKA
sebagai pusat pelayanan kawasan perkotaan Lahan lebih dikaitkan pada unsur
melayani tujuh kecamatan yang ada di pemanfaatan / peruntukan / penggunaan dari
kabupaten Poso seperti kecamatan Poso Kota, bentang tanah dalam hal ini dipahami sebagai
Poso Kota Selatan, Poso Kota Utara, Poso ruang. Dalam evaluasi sumber daya lahan dan
Pesisir, Poso Pesisir Selatan, Poso Pesisir Utara, perencanaan tata guna lahan, harus dipahami
Lage, dengan terutama sebagai pusat pelayanan dengan baik perbedaan antara tanah (soil), lahan
pendidikan, kesehatan, perdagangan dan jasa, (land), unit lahan (land unit), penggunaan lahan
serta perkantoran. (land use), dan jenis pemanfaatan lahan (land
BWP Poso memiliki luas sekitar 21,02 . utilization type). Lahan selalu dikaitkan dengan
BWP Poso terletak di bagian utara kabupaten aktivitas manusia dalam pemanfaatan tanah,
Poso, di pesisir Teluk Tomini, dan menjadi kota sehingga dapat bersifat stabil atau labil
pelabuhan dan perhentian utama di pesisir tergantung dari sifat-sifat tanah, siklus yang
tengah bagian selatan Teluk Tomini. BWP Poso terjadi di alam, dan faktor-faktor lain yang
dilewati oleh Sungai Poso yang mengalir dari berhubungan. Dalam perspektif perencanaan tata
Danau Poso di kecamatan Pamona Puselemba. guna lahan, lahan (land) adalah ruang yang
Daerah ini merupakan aglomerasi dari tiga terdiri dari seluruh elemen lingkungan fisik
kecamatan, yaitu Poso Kota, Poso Kota Utara sejauh memilki potensi dan pengaruh terhadap
dan Poso Kota Selatan. penggunaan lahan (Prof. Dr. Ir. Sumbanga Baja,

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 332


Jurnal Spasial Vol 6. No. 2, 2019
ISSN 2442-3262
M.Phil, 2012). Oleh karena itu lahan tidak hanya (Rayes M.Lutfi, 2007:164). Keputusan-
fokus pada tanah saja, tetapi juga termasuk keputusan pembangunan kota biasanya
aktivitas yang berhubungan dengan semua faktor berkembang bebas, tetapi diupayakan sesuai
lingkungan biofisik seperti geologi, bentuk dengan perencanaan pemanfaatan lahan. Motif
lahan, topografi, vegetasi dan termasuk aktivitas ekonomi adalah motif utama dalam
yang ada di bawah dan di atas permukaan tanah, pembentukan struktur pemanfaatan tanah suatu
serta faktor yang berkaitan dengan kegiatan kota dengan timbulnya pusat-pusat bisnis yang
ekonomi, social, dan budaya. strategis. Selain motif ekonomi terdapat pula
Pemanfaatan Ruang (bahasa Inggris: land motif politik, bentuk fisik kota, seperti topografi,
use) adalah modifikasi yang dilakukan oleh drainase. Meskipun struktur kota tampak tidak
manusia terhadap lingkungan hidup menjadi beraturan, namun kalau dilihat secara seksama
lingkungan terbangun seperti lapangan, memiliki keteraturan pola tertentu. Bangunan-
pertanian, dan permukiman. Pemanfaatan lahan bangunan fisik membentuk zona-zona intern
didefinisikan sebagai "sejumlah pengaturan, kota. Teori-teori struktur kota yang ada
aktivitas, dan input yang dilakukan manusia digunakan mengkaji bentuk-bentuk penggunaan
pada tanah tertentu" (FAO, 1997a; FAO/UNEP, lahan yang biasanya terdiri dari penggunaan
1999). tanah untuk perumahan, bisnis, industri,
Pemanfaatan lahan secara umum (major pertanian, dan jasa (R.Syahrizal, 2012).
kinds of land use) adalah penggolongan Di dalam Undang-Undang No. 26 Tahun
pemanfaatan lahan secara umum seperti 2007 tentang Penataan Ruang, Rencana Detail
pertanian tadah hujan, pertanian beririgasi, Tata Ruang (RDTR) Kota, merupakan
padang rumput, kehutanan, atau daerah rekreasi. penjabaran dari Rencana Umum Tata Ruang
Pemanfaatan lahan biasanya digunakan untuk Wilayah Kota ke dalam rencana distribusi
evalasi lahan secara kualitatif atau dalam survei pemanfaatan ruang dan bangunan serta bukan
tinjau (reconnaissance). Pemanfaatan lahan bangunan pada kawasan kota. Dengan kata lain
adalah interaksi manusia dan lingkungannya, Rencana Detail Tata Ruang Kota mempunyai
dimana fokus lingkungan adalah lahan, fungsi untuk mengatur dan menata kegiatan
sedangkan sikap dan tanggap kebijakan manusia fungsional yang direncanakan oleh perencanaan
terhadap lahan akan menentukan langkah- ruang diatasnya, dalam mewujudkan ruang yang
langkah aktivitasnya, sehingga akan serasi, seimbang, aman, nyaman dan produktif.
meninggalkan bekas di atas lahan sebagai Muatan yang direncanakan dalam RDTR
bentuk pemanfaatan lahan (A Tri Mahendra, kegiatan berskala kawasan atau lokal dan
2007). lingkungan, dan atau kegiatan khusus yang
Dalam tipe penggunaan lahan yang mendesak dalam pemenuhan kebutuhannya.
dipertimbangkan sebaiknnya dibatasi kepada RDTR disusun apabila sesuai kebutuhan,
yang relevan dengan keadaan fisik, ekonomi, RTRW kabupaten/kota perlu dilengkapi dengan
dan sosial secara umum yang menonjol di acuan lebih detil pengendalian pemanfaatan
daerah yang disurvei (Rayes M.Lutfi, 2007:162). ruang kabupaten/kota. Dalam hal RTRW
Konsep pemanfaatan lahan pada suatu kota kabupaten/kota memerlukan RDTR, maka
umumnya memiliki pola tertentu dan disusun RDTR yang muatan materinya lengkap,
perkembangannya dapat diestimasikan tetapi termasuk peraturan zonasi, sebagai salah satu
perlu dilihat dari kualitas lahan tersebut, kualitas dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang
lahan adalah sifat-sifat atau attribute yang dan sekaligus menjadi dasar penyusunan RTBL
bersifat kompleks dari suatu bidang lahan bagi zona-zona yang pada RDTR ditentukan

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 333


Jurnal Spasial Vol 6. No. 2, 2019
ISSN 2442-3262
sebagai zona yang penanganannya penginderaan jauh lewat aplikasi GIS dan survei
diprioritaskan. untuk mengukur secara langsung dan melihat
Intensitas Pemanfaatan Ruang adalah batas-batas tapak secara jelas pada kawasan
besaran pembangunan yang diperbolehkan yang diidentifikasi.
berdasarkan batasan KDB, KLB, KDH dan Teknik Identifikasi
ketinggian bangunan (Permen PU No 20 Thn Teknik identifikasi, melakukan pengukuran
2011). secara langsung terhadap luas lantai dasar
RDTR berlaku dalam jangka waktu 20 (dua bangunan, jumlah luas seluruh lantai, luas tapak,
puluh) tahun dan ditinjau kembali setiap 5 (lima) luas ruang terbuka yang terdiri dari ruang
tahun. terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau.
Lokasi pengukuran terdapat 25 blok dan 6
METODE PENELITIAN sub blok berdasarkan rencana pola ruang RDTR,
Metode yang digunakan dalam penelitian ini tersebar di 3 sub BWP, yang dipilih secara
adalah deskriptif dengan pendekatan evaluation random. Sub BWP 1 adalah Poso Kota, sub
research dan kuantitatif. Identifikasi intensitas BWP 2 adalah Poso Kota Utara, sub BWP 3
pemanfaatan ruang dilakukan dengan cara adalah Poso Kota Selatan.
Kecamatan Blok Sub blok

Sub BWP 1 Kecamatan Poso Kota 11 blok 3 sub blok

Kecamatan Poso Kota


Sub BWP 2 8 blok 2 sub blok
Utara
Kecamatan Poso Kota
Sub BWP 3 16 blok 1 sub blok
Selatan
25 blok 6 sub blok
Tb. 1. Lokasi Identifikasi

Teknik Evaluasi
Terdapat tiga komponen analisis yang akan KDB;
dievaluasi oleh penulis, yaitu (1) Koefisien = Luas Lantai Dasar x 100%
Dasar Bangunan (KDB), adalah koefisien dalam Luas lahan
persentase antara luas lantai dasar bangunan
yang dapat dibangun terhadap luas lahan KLB;
keseluruhan (Arief Sabaruddin, 2013). = Luas Seluruh Lantai
(2)Koefisien Lantai Bangunan (KLB), yaitu Luas Lahan
angka persentase perbandingan antara jumlah KDH;
seluruh luas lantai seluruh bangunan yang dapat = Luas Daerah Hijau x 100%
dibangun dan luas lahan/tanah
perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai Luas Ruang Terbuka
(Permen PU No 6 thn 2007), (3)Koefisien
Daerah Hijau (KDH), yaitu angka persentase Setelah selesai melakukan perhitungan,
perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka Hasil KDB, KLB, KDH, diinput ke dalam
di luar bangunan gedung yang diperuntukkan aplikasi ArcGIS untuk dibuat menjadi peta
bagi pertamanan/ penghijauan dan luas tanah digital.
perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai
(Permen PU No 6 thn 2007).

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 334


Jurnal Spasial Vol 6. No. 2, 2019
ISSN 2442-3262
Luas Lahan
= 1.044 𝑚

Luas Lantai
Dasar
= 334 𝑚

KDB = 32%

Gb.2. Hasil Digitasi Luas Tapak dan Luas Lantai Dasar pada
Aplikasi ArcGis

Teknik pemetaan, yaitu (1) Georeferencing


Proses ini ialah meregister peta analog
pemanfaatan lahan tahun 2018 dengan
menambahkan titik koordinat yang sesuai di
lapangan menggunakan tool add control point
pada ArcGis dengan memperhatikan tingkat
RMS Error kurang dari 0,5 setelah itu dilakukan
Update Georeferencing, (2) Digitasi, dilakukan
untuk mengubah peta analog yang sudah
diregister menjadi peta digital intensitas Gb.3. Proses Timpa Peta
pemanfaatan ruang tahun 2018 dengan software
Data Primer yang diperlukan yaitu digitasi
ArcGis.
peta intensitas pemanfaatan ruang yang ada di
Dengan mendigitasi batas tapak dan batas
BWP Poso tahun 2018 (data hasil survey), data
lantai dasar pada aplikasi ArcGis, maka ArcGis
primer untuk membantu dalam melakukan
dapat melakukan kalkulasi luas tapak, luas lantai
identifikasi intensitas pemanfaatan ruang. Data
dasar, dan luas lainnya. Kemudian peta tersebut
sekunder yaitu Peta Rencana Pola Ruang dan
ditimpa di atas peta digital peraturan intensitas
Peraturan Zonasi BWP Poso hasil output dari
pemanfaatan ruang berdasarkan RDTR BWP
Rencana Detail Tata Ruang BWP Poso 2015-
Poso. Maka dapat diketahui apakah terjadi
2035, dan peta ketentuan mengenai intensitas
penyimpangan pada setiap tapak yang telah
pemanfaatan ruang BWP Poso, dan Peta Citra
diidentifikasi. Kemudian data hasil evaluasi
Poso. Data sekunder untuk membantu dalam
diinput kedalam excel agar dapat diperoleh
melakukan evaluasi..
persentase hasil evaluasi intensitas pemanfaatan
Setelah digitasi selesai, perlu adanya input
ruang.
informasi pada obyek-obyek yang sudah di
Kesimpulannya, data intensitas
digitasi sebelumnya agar setiap obyek memiliki
pemanfaatan ruang yang telah diperoleh akan
identitas informasi yang berbeda, seperti luas
disajikan dalam bentuk tabel dan diagram agar
tapak, lantai dasar, seluruh lantai, ruang terbuka,
lebih memudahkan dalam membaca data
ruang terbuka hijau.
tersebut.

335
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Jurnal Spasial Vol 6. No. 2, 2019
ISSN 2442-3262
HASIL DAN PEMBAHASAN tetapi tidak memiliki ruang terbuka hijau, dan
memilki ruang terbuka dan ruang terbuka hijau.
Hasil Identifikasi
Hasil Survei
Tapak 835
Lantai Dasar 1026
Lantai 2 215
Lantai 3 10
Lantai 4 2
Ruang Terbuka 419

408 Gb.4. Peta Lokasi Survei


Ruang Terbuka Hijau
Peta di atas merupakan digitasi tapak yang
Tb. 2. Tabel Hasil Survey telah disurvei penulis, survei dimulai dari bagian
Penulis melakukan survei di sepanjang barat Poso yang merupakan daerah pinggiran
jalan trans Sulawesi, pusat kota, pusat kota disepanjang jalan trans Sulawesi, 106 tapak
pemerintahan permukiman. Pada setiap tapak yang telah disurvei di daerah pinggiran Poso
yang disurvei terdapat lantai dasar, lantai 2, bagian barat memiliki pengaruh baik untuk
lantai 3, lantai 4, ruang terbuka, ruang terbuka sirkulasi trasportasi yang melintasi jalan trans
hijau. Juga sepanjang survei ditemukan beberapa Sulawesi, hampir seluruh tapak memiliki ruang
tapak yang hanya terdapat lantai dasar saja atau yang luas untuk sempadan jalan.
bangunan satu lantai, bangunan 2 lantai, Rata-rata tapak di daerah tersebut tidak
bangunan 3 lantai, dan bangunan 4 lantai. Hanya menggunakan pagar pembatas dibagian depan
dua bangunan yang memiliki 4 lantai, salah rumah, sehingga kendaraan yang lewat antar
satunya adalah Poso City Mall. Dan sepanjang provinsi, dapat menepi, jika terjadi kendala pada
survei juga ditemukan beberapa tapak tidak kendaraan.
memiliki ruang terbuka, memiliki ruang terbuka
Kecamatan Blok Sub blok Tapak

Sub BWP 1 Kecamatan Poso Kota 11 blok 3 sub blok 557

Kecamatan Poso Kota


Sub BWP 2 8 blok 2 sub blok 151
Utara
Kecamatan Poso Kota
Sub BWP 3 16 blok 1 sub blok 127
Selatan
25 blok 6 sub blok 835
Tb. 3. Tabel Hasil Identifikasi

336
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Jurnal Spasial Vol 6. No. 2, 2019
ISSN 2442-3262
Kecamatan Poso Kota berada pada
No Nama Peta bagian barat daerah pinggiran kota Poso dan
termasuk lokasi pusat kota. Berada di
1 Tapak X
sepanjang jalan trans Sulawesi, bangunan-
bangunan di lokasi tersebut memiliki
kepadatan bangunan rendah, memasuki pusat
kota, bangunan-bangunan tinggi mulai terlihat,
Tapak X, L,
2 seperti hotel dan Mall, bangunan-bangunan
dan Ka
pada lokasi tersebut didominasi perdagangan
dan jasa seperti rumah makan dan toko-toko.
Kecamatan Poso Kota Utara berada pada
Tapak
3 bagian utara, merupakan daerah pusat kota
A,B,C,D,E,F,Z
lama sehingga bangunan-bangunan pada
lokasi tersebut ada yang masih bekas zaman
4
Tapak G,H,O, belanda, terlihat dari beberapa bangunan yang
dan Z
memiliki gaya arsitektur kolonial, dan
didominasi satu lantai.
Kecamatan Poso Kota Selatan berada
5 Tapak K dan M
pada bagian selatan sepanjang jalan trans
Sulawesi daerah pinggiran kota, bangunan-
Tb. 4. Lahan Terbangun bangunan rata-rata satu hingga dua lantai dan
didominasi fungsi permukiman. Berbeda
dengan pinggiran kota di bagian barat, pada
bagian selatan memiliki kepadatan bangunan
Tapak yang sedang hingga kepadatan bangunan
1 X, tinggi.
Ka, L

Hasil Evaluasi Intensitas Pemanfaatan


Tapak Koefisien Dasar Bangunan
A, B,
2
C, D,
E

Tapak
3
O

Tapak
4
Z, F

Tb. 5. Ruang Terbuka Gb. 5. Peta Ketentuan Koefisien Dasar Bangunan

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 337


Jurnal Spasial Vol 6. No. 2, 2019
ISSN 2442-3262
Kecamatan Blok Sub blok Tapak KDB
24 Tapak (40%)
Sub 128 Tapak (60%)
BWP Kecamatan Poso Kota 11 blok 3 sub blok 557 218 Tapak (70%)
1 170 Tapak (80%)
12 Tapak (90%)
Sub 71 Tapak (60%)
Kecamatan Poso Kota
BWP 8 blok 2 sub blok 151
Utara 76 Tapak (80%)
2
Sub 3 Tapak (40%)
Kecamatan Poso Kota
BWP 16 blok 1 sub blok 127 19 Tapak (60%)
Selatan
3 96 Tapak (80%)
817 Tapak dan 18 Tapak tidak memiliki
25 blok 6 sub blok 835
aturan mengikat
Tb. 6. Tabel Ketentuan KDB

Gb. 6. Evaluasi KDB Max 40% Gb. 7. Evaluasi KDB Max 60%

Dari hasil identifikasi pada zona dengan


peruntukan KDB maximum sebesar 40%,
terdapat 29 tapak yang disurvei, dan hasil Dari hasil identifikasi pada zona dengan
evaluasi menunjukan 19 tapak menyimpang dari peruntukan KDB maximum sebesar 60%,
peraturan zonasi, dan 10 tapak sesuai dengan terdapat 221 tapak yang disurvei, dan hasil
peraturan zonasi. evaluasi menunjukan 87 tapak menyimpang dari
peraturan zonasi, dan 134 tapak sesuai dengan
peraturan zonasi.

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 338


Jurnal Spasial Vol 6. No. 2, 2019
ISSN 2442-3262

Gb. 10. Evaluasi KDB Max 90%


Gb. 8. Evaluasi KDB Max 70% Dari hasil identifikasi pada zona dengan
peruntukan KDB maximum sebesar 90%,
Dari hasil identifikasi pada zona dengan terdapat 12 tapak yang disurvei, dan hasil
peruntukan KDB maximum sebesar 70%, evaluasi menunjukan 2 tapak menyimpang dari
terdapat 215 tapak yang disurvei, dan hasil peraturan zonasi, dan 10 tapak sesuai dengan
evaluasi menunjukan 90 tapak menyimpang dari peraturan zonasi.
peraturan zonasi, dan 125 tapak sesuai dengan Untuk keseluruhan Koefisien Dasar
peraturan zonasi. Bangunan di kota Poso, telah terjadi
penyimpangan sebesar 41%.
Berdasarkan hasil survei penulis, sebesar
4% penyimpangan terjadi disebabkan oleh
adanya pelebaran jalan trans Sulawesi
khususnya dari arah barat, yang menyebabkan
luas lahan yang berada di sepanjang jalan trans
Sulawesi berkurang. Sebesar 2% penyimpangan
disebabkan kemunculan pasar kecil secara
spontan setelah direlokasinya pasar sentral Poso
yang lama. Dan sebesar 35% penyimpangan
sebelum adanya RDTR, karena dari hasil
Gb. 9. Evaluasi KDB Max 80% identifikasi penulis, bangunan-bangunan yang
menyimpang tersebut tidak terjadi perubahan
Dari hasil identifikasi pada zona dengan dari awal perkembangan kota setelah konflik
peruntukan KDB maximum sebesar 80%, komunal hingga tahun 2018.
terdapat 341 tapak yang disurvei, dan hasil
evaluasi menunjukan 133 tapak menyimpang
dari peraturan zonasi, dan 341 tapak sesuai
dengan peraturan zonasi..

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 339


Jurnal Spasial Vol 6. No. 2, 2019
ISSN 2442-3262

Persentase
Penyimpangan Sebelum RDTR

Penyimpangan Disebabkan Pasar

Penyimpangan Disebabkan
Pelebaran Jalan
Tidak Menyimpang

35%

59%
2% Gb. 12. Bangunan Lantai Satu di Pusat Kota
4%
Pada Pusat kota didominasi oleh lantai 2 di
sepanjang jalan trans Sulawesi. Sekalipun
Koefisien Lantai Bangunan
berada di pusat kota, hanya ada 5 bangunan yang
mencapai 3 lantai.

: Lantai 2

: Lantai 3

Gb.11. Peta Koefisien Lantai Bangunan

Untuk koefisien lantai bangunan di kota Gb.13. Bangunan 2 Lantai dan 3 lantai
Poso, berdasarkan survei, hasil identifikasi, dan
hasil perhitungan, di kota Poso tidak terjadi Koefisien Daerah Hijau
penyimpangan terhadap ketentuan KLB.
Berdasarkan analisis penulis, lantai bangunan
rata-rata hanya mencapai 2 lantai, dan ada
beberapa bangunan yang mencapai 3 sampai 4
lantai. Perkembangan terhadap lantai bangunan
di kota Poso tidak begitu besar, hanya di pusat
kota yang terjadi perubahan koefisien lantai
bangunan.

Gb..14. Peta Ketentuan Koefisien Daerah Hijau

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 340


Jurnal Spasial Vol 6. No. 2, 2019
ISSN 2442-3262

Kecamatan Blok Sub blok Tapak KDH


89 Tapak (10%)
Sub 173 Tapak (20%)
BWP Kecamatan Poso Kota 11 blok 3 sub blok 557 224 Tapak (30%)
1 35 Tapak (40%)
25 Tapak (60%)
2 Tapak (10%)
Sub 91 Tapak (20%)
Kecamatan Poso Kota
BWP 8 blok 2 sub blok 151 3 Tapak (30%)
Utara
2 13 Tapak (40%)
3 Tapak (60%)
3 Tapak (10%)
Sub
Kecamatan Poso Kota 78 Tapak (20%)
BWP 16 blok 1 sub blok 127
Selatan 6 Tapak (30%)
3
59 Tapak (40%)
804 Tapak dan 31 Tapak tidak memiliki
25 blok 6 sub blok 835
aturan mengikat
Tb. 7. Tabel Ketentuan KDH

Gb. 15. Peta KDH Min 10% Gb. 16. Peta KDH Min 20%

Dari hasil identifikasi pada zona dengan Dari hasil identifikasi pada zona dengan
peruntukan KDH minimum sebesar 10%, peruntukan KDH minimum sebesar 20%,
terdapat 63 Ruang Terbuka yang disurvei, dan terdapat 146 Ruang Terbuka yang disurvei, dan
hasil evaluasi menunjukan 14 tapak hasil evaluasi menunjukan 68 tapak
menyimpang dari peraturan zonasi, dan 49 tapak menyimpang dari peraturan zonasi, dan 78 tapak
sesuai dengan peraturan zonasi. sesuai dengan peraturan zonasi.

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 341


Jurnal Spasial Vol 6. No. 2, 2019
ISSN 2442-3262

Gb. 17. Peta KDH Min 30% Gb. 19. Peta KDH Min 60%

Dari hasil identifikasi pada zona dengan Dari hasil identifikasi pada zona dengan
peruntukan KDH minimum sebesar 30%, peruntukan KDH minimum sebesar 60%,
terdapat 120 Ruang Terbuka yang disurvei, dan terdapat 23 Ruang Terbuka yang disurvei, dan
hasil evaluasi menunjukan 69 tapak hasil evaluasi menunjukan 7 tapak menyimpang
menyimpang dari peraturan zonasi, dan 51 tapak dari peraturan zonasi, dan 16 tapak sesuai
sesuai dengan peraturan zonasi. dengan peraturan zonasi.
Hasil evaluasi untuk keseluruhan Koefisien
Daerah Hijau, 46% dari 408 RTH, menyimpang
atau memiliki RTH yang tidak mencapai
ketentuan yang ditentukan dari RDTR, dan 54%
telah sesuai dengan ketentuan RDTR, dan
terdapat 427 tapak tidak memiliki RTH sama
sekali.
Persentase

Menyimpang Tidak Menyimpang

Gb. 18. Peta KDH Min 40% 46%


Dari hasil identifikasi pada zona dengan 54%
peruntukan KDH minimum sebesar 40%,
terdapat 58 Ruang Terbuka yang disurvei, dan
hasil evaluasi menunjukan 27 tapak
menyimpang dari peraturan zonasi, dan 31 tapak
sesuai dengan peraturan zonasi. KESIMPULAN
Dari hasil identifikasi 25 blok, yang
disurvei secara random total terdapat 1026
bangunan, 215 diantaranya memiliki 2 lantai, 10
bangunan memiliki 3 lantai, dan 2 bangunan
memiliki 4 lantai, 419 tapak memiliki ruang
terbuka, 408 diantaranya memiliki ruang terbuka

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 342


Jurnal Spasial Vol 6. No. 2, 2019
ISSN 2442-3262
hijau.
Dari hasil evaluasi menunjukan untuk
Koefisien Dasar Bangunan 41% yang
menyimpang dari ketentuan RDTR, dan 59%
sesuai dengan ketentuan RDTR Untuk Koefisien
Lantai Bangunan, dari hasil evaluasi, BWP Poso
tidak ada penyimpangan terhadap ketentuan
RDTR terkait Koefisien Lantai Bangunan. Dan
hasil evaluasi untuk Koefisien Daerah Hijau,
46% dari 408 RTH menyimpang atau memiliki
RTH yang tidak mencapai ketentuan yang
ditentukan dari RDTR, dan 54% telah sesuai
dengan ketentuan RDTR, dan terdapat 427 tapak
tidak memiliki RTH sama sekali.

SARAN
Dari sudut pandang penulis sebagai
perencana wilayah dan kota, kesesuaian
intensitas pemanfaatan ruang, memberikan
kelebihan dan kekurangan pada kota Poso. Dari
segi kelebihan, kesesuaian intensitas
pemanfaatan ruang yang melebihi 50%
berdampak pada kepadatan bangunan yang
masih rendah, karena sejak awal perkembangan
Poso masih memiliki kepadatan bangunan yang
rendah hingga sedang. Dari segi kekurangan,
Poso mengalami perkembangan yang terhambat,
bangunan-bangunan yang menyimpang sulit
untuk mengalami perubahan untuk sesuai
dengan peraturan RDTR.
Agar tidak terjadi penyimpangan, perlu
koordinasi antara pemerintah, instansi terkait,
dan masyarakat, seperti publikasi secara terbuka,
lewat media video visual. Ketegasan hukum bagi
yang melanggar, seperti pembongkaran dan
renovasi kembali, agar perkembangan lebih
efisien dan tertib.

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 343


Jurnal Spasial Vol 6. No. 2, 2019
ISSN 2442-3262
DAFTAR PUSTAKA Republik Indonesia. 2007. Peraturan Menteri
Widiatmaka, Sarwono Hardjowigeno. 2011. Pekerjaan Umum Nomor: 06/Prt/M/2007
Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Tentang Pedoman Umum Rencana Tata
Perencanaan Tataguna Lahan. Yogyakarta: Bangunan Dan Lingkungan . Departemen
Gadjah Mada University Press. Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta
Food and Agriculture Organization (FAO) of the Karya Direktorat Penataan Bangunan Dan
United Nations. 2015. Panduan Lingkungan: Jakarta.
Perencanaan Penggunaan Lahan. Republik Indonesia. 2011. Peraturan Menteri
Yogyakarta: Ombak Pekerjaan Umum Nomor: 20/Prt/M/2011
Baja, Subangan. 2012. Perencanaan Tata Guna Tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Lahan Dalam Pengembangan Wilayah. Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi
Yogyakarta: Andi. Kabupaten/Kota. Menteri Pekerjaan Umum:
Sabaruddin, Arief. 2013. Persyaratan Teknis Jakarta.
Bangunan. Jakarta: Griya Kreasi. Haliadi. Leo Agustino. 2015. Pemikiran Potitik
Rahayu, Sri. Trigus Eko. 2013. “Perubahan Lokal: Sejarah Pembentukan Provinsi
Penggunaan Lahan dan Kesesuaiannya Sulawesi Tengah. Bandung. CosmoGov
terhadap RDTR di Wilayah Peri-Urban FISIP UNPAD.
Studi Kasus: Kecamatan Mlati”. Semarang: Republik Indonesia. 2012. Peraturan Daerah
Planologi Undip. Kabupaten Poso Nomor 8 Tahun 2012
Anggita. 2009. “Evaluasi Penggunaan Lahan Di Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Kediri Tahun 2003 – 2013”. Malang: Kabupaten Poso Tahun 2012 – 2032. DPRD
Universitas Negeri Malang. Poso dan Bupati Poso. Poso.
Tusianto, Aditya. 2015. “Evaluasi Kesesuaian Republik Indonesia. 2018. Kabupaten Poso
Penggunaan Lahan Kota Salatiga Tahun Dalam Angka 2018. Badan Pusat Statistik
2010-2014 Terhadap Rencana Tata Ruang Kabupaten Poso. Poso
Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010-2030”.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Lisdiyono, Edy. 2008. “Legislasi Penataan
Ruang Studi Tentang Pergeseran Kebijakan
Hukum Tata Ruang Dalam Regulasi Daerah
Di Kota Semarang”. Semarang: Universitas
Diponegoro Semarang.
Muh. R, Syahrizal. 2012. “Pemetaan
Perkembangan Tata Guna Lahan Pada
Jalan Tol Kota Makassar”. Makassar:
Universitas Hasanuddin.
M.Lutfhi Rayes, 2007. “Metode Inventarisasi
Sumber Daya Lahan”. ANDI: Yogyakarta.
A Tri, Mahendra, 2007. “Peta Perubahan
Penggunaan Lahan Untuk Permukiman
Tahun 1999-2004 Di Kecamatan Ngawen
Kabuparen Blora”. Semarang: Universitas
Negeri Semarang.

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 344

Anda mungkin juga menyukai