Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PERILAKU ORGANISASI

KOMUNIKASI DAN STRESS KERJA

Oleh :
KELOMPOK 4

1. Alsyahril, S.Farm.
2. Fatin Merida Songko, S.Farm.
3. Nimah, S.Farm.
4. Tessa C.P Pellondou, S.Farm.

SBFO5104000

5.

MANAJEMEN FARMASI RUMAH SAKIT


PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2010

STRESS DI TEMPAT KERJA


A. Latar Belakang
Organisasi pada dasarnya merupakan kumpulan orang-orang. Adanya keterbatasanketerbatasan
pada
manusia
sehingga
mendorongnya
untuk
membentuk
organisasi. Gitosudarmo dan Sudita (2000) memberikan pengertian organisasi
sebagai suatu sistem yang terdiri dari pola akivitas kerjasama yang dilakukan secara
teratur dan berulang-ulang oleh sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan.
Organisasi sebagai sistem terbuka selalu peka dan berupaya untuk selalu
beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada faktor lingkungan
eksternal seperti selera konsumen, teknologi sosial budaya. Organisasi yang bersifat
terbuka akan selalu berupaya untuk mengikuti perubahan-perubahan tersebut.
Perubahan yang terjadi pada organisasi dapat mempengaruhi individu yang
berada didalamnya. Bila kemudian individu-individu yang berada di dalam organisasi
merasa bahwa perubahan tersebut begitu mendadak dan mereka merasa belum ada
kesiapan maka dapat menimbulkan stress bagi anggota kelompok. Luthan (1992)
mendefinisikan
stress
sebagai
respon
adaptif
pada
situasi
eksternal
yang
menghasilkan deviasi-deviasi fisik, psikologis dan atau perilaku untuk anggota
organisasi (Muchlas, 2006).
Akper BTH telah berdiri sejak tahun 1993, berada di bawah naungan Depkes
dan telah menyelenggarakan pendidikan diploma sampai dengan tahun 2005. Sejak
tahun 2005 Akper BTH berubah menjadi STIKes BTH dan berada di bawah naungan
Dirjen Dikti. Pada saat terjadinya perubahan bentuk organisasi banyak karyawan dari Akper yang
merasa
tidak
nyaman.
Banyak
karyawan
yang
menginginkan
agar
tetap
dalam bentuk diploma tetapi tidak mampu berbuat apa-apa karena keputusan
perubahan telah ditetapkan tanpa adanya sosialisasi maupun penawaran terlebih
dahulu.
Setelah berlangsung sekitar lebih dari enam bulan, penulis menemukan ada
beberapa karyawan yang mulai berusaha beradaptasi terhadap perubahan bentuk
organisasi. Tetapi banyak karyawan yang belum mampu beradaptasi. Hal tersebut
diwujudkan dalam bentuk lambatnya penyelesaian pekerjaan, yang seharusnya sudah
selesai dalam waktu 1 minggu ternyata molor menjadi 2 minggu. Dari hasil
wawancara terhdap 3 orang karyawan, mereka menyatakan rasa bingung, tidak tahu
apa yang harus dikerjakan. Bentuk perilaku yang ditunjukkan adalah sering mangkir
dari pekerjaan misal beralasan sakit atau datang terlambat. Ketika ditanyakan secara
individu dengan posisi penulis sebagai teman mereka mengatakan bahwa mereka
enggan ditanyakan kapan selesainya tugas yang diberikan.

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Stress adalah pengalaman yang bersifat internal yang menciptakan adanya
ketidakseimbangan fisik dan psikis dalam diri seseorang akibat dari faktor
lingkungan eksternal, organisasi atau orang lain (Szilagyi, 2000). Stress biasanya
dianggap sebagai sesuatu yang negatif. Sering dikira disebabkan oleh sesuatu yang
buruk, dan disebut sebagai distress. Tetapi ada juga stress yang positif, yang disebabkan oleh
sesuatu yang baik, misal dipromosikan untuk kenaikan pangkat dengan diberikan pekerjaan di
tempat lain.
Gibson, Ivancevich dan Donnely (1996) mendefinisikan stress sebagai suatu
tanggapan penyesuaian, diperantarai oleh perbedaan- perbedaan individu dan atau
proses psikologis, akibat dari setiap tindakan lingkungan, situasi, atau peristiwa yang
menetapkan permintaan psikologis dan atau fisik berlebihan kepada seseorang.
Definisi tersebut menggambarkan stress sedikit lebih negatif, sedangkan menurut
pakar stress, Dr. Hans Selye, memperkenalkan stress sebagai suatu rangsangan dalam
pengertian posisif, disebut sebagai Eutress. Eustress membuat individu mampu
beradaptasi terhadap lingkungan dan menyebabkan terjadinya perkembangan ke arah
yang lebih baik. Eutress diperlukan dalam hidup.
B. Sumber Stress di Tempat Kerja
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya stress di dalam organisasi
menurut Minner (1988) dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu faktor yang
bersumber dari luar individu dan dari dalam individu itu sendiri. Sumber stress yang
berasal dari dalam individu itu sendiri disebabkan karena kepribadiannya Tipe A,
adanya kebutuhan, nilai, tujuan, umur dan kondisi kesehatannya saat sedang
menghadapi stress.
Penyebab dari luar individu dibedakan lagi menjadi stress yang bersumber
dari dalam organisasi dan dari luar organisasi. Faktor dari dalam organisasi dapat dari
faktor lingkungan fisik seperti cahaya yang terlalu terang, situasi yang gaduh dan
temperatur yang terlalu panas. Faktor dari pekerjaan meliputi adanya konflik peran
(memiliki beberapa peran yang saling bertentangan), tidak jelasnya tugas dan tanggung jawab
seseorang,
beban
tugas
yang
melebihi
batas
kemampuan
seseorang,
adanya rasa tanggung jawab yang terlalu tinggi terhadap tugas dan adanya desakan
waktu untuk penyelesaian suatu tugas. Demikian juga faktor dari kerja kelompok
seperti norma-norma yang dianut kelompok yang harus dipatuhi oleh anggota
kelompok, kurangnya kekompakan diantara anggota kelompok dan kurangnya

dukungan dari kelompok. Sedangkan faktor organisasi meliputi kurangnya dukungan


dari atasan, struktur organisasi yang terlalu birokratis dan gaya kepemimpinan yang
tidak sesuai dengan kondisi dan karakteristik dari bawahan. Akhirnya faktor karier
juga dapat menimbulkan adanya stress yaitu saat-saat awal dari seseorang memasuki
pekerjaannya, karier yang tidak maju dan pemecatan.
Faktor dari luar organisasi yang dapat menyebabkan terjadinya stress antara
lain adalah keadaan keluarga yang tidak harmonis, hubungan dengan masyarakat
yang tidak baik serta kondisi keuangan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari
gambar 2.2 di bawah ini.
C. Konsekuensi Dari Stress
Stress menunjukkan gejala-gejalanya dalam sejumlah cara. Gejala-gejala yang muncul
dapat dikategorikan menjadi 3 level yaitu :
1. Gejala Fisiologis
Gejala fisiologis menjadi hal yang mendapat perhatian paling banyak dari para ahli. Hal
ini disebabkan karena adanya berbagai topik penelitian yang dilakukan oleh para spesialis dalam
ilmu kedokteran dan kesehatan. Penelitian ini menuju kepada konklusi bahwa stress dapat
menciptakan perubahan-perubahan dalam metabolisme, meningkatkan angka denyut jantung dan
pernafasan, menaikkanctekanan darah, menimbulkan sakit kepala dan menimbulkan serangan
jantung. Hubungan antara stress dengan gejala-gejala fisik khusus tersebut tidak begitu jelas.
Hanya sedikit, kalau ada, yang memiliki hubungan konsisten (Beehr & Newman, 1978).
2. Gejala Psikologis
Stress dapat menimbulkan ketidakpuasan. Stress yang berhubungan dengan
pekerjaan
dengan
sendirinya
dapat
menimbulkan
ketidakpuasan
kerja.
Ketidakpuasan kerja, dalam kenyataannya adalah aspek psikologis dari stress
yang paling sederhana dan jelas.Bukti menunjukkan bahwa ketika orang ditempatkan dalam
pekerjaanyangmembuat banyak tuntutan yang mengandung konflik atau dalam pekerjaan yang
kurang jelas tentang kewajiban, kewenangan dan tanggung jawab karyawan,
maka baik stress dan ketidakpuasan akan meningkat (Cooper & Marshall, 1976).
3. Gejala Perilaku
Gejala-gejala stress yang berhubungan dengan perilaku termasuk perubahanperubahan dalam produktivitas, absensi dan pindah kerja. Termasuk perubahan
dalam kebiasaan makan, lebih sering merokok dan bertambahnya minum
alkohol, bicara menjadi cepat, bertambah gelisah dan adanya gangguan tidur.

D. Strategi Manajemen Stress


Dari
stress dari
yang berat
penurunan
Pendekatan
(dua) yaitu :

sudut pandang organisasi, manajemen tidak begitu memperhatikan tingkat


rendah sampai sedang, karena dapat berakibat fungsional. Tetapi stress
atau tingkat stress rendah sedang yang berlangsung lama dapat menuju
kerja, sehingga membutuhkan tindakan atau intervensi dari manajemen.
yang dapat dilakukan untuk menurunkan tingkat stress dibagi menjadi 2

1. Pendekatan individual
a. Manajemen waktu
Prinsip-prinsip yang dianggap terkenal dalam manajemen waktu adalah
sebagai berikut : 1) membuat daftar harian tentang kegiatan-kegiatan yang
harus
diselesaikan,
2)
memprioritaskan
kegiatan-kegiatan
atas
dasar
kepentingan
dan
urgensinya,
3)
membuat
jadwal
kegiatan
berdasarkan
prioritas yang telah ditetapkan, 4) mengetahui siklus bioritmik diri sendiri
dan
mengerjakan
tugas
yang
menuntut
tenaga
dan
pikiran
pada
saat
bioritmik sedang tinggi.
b. Latihan fisik
Latihan fisik yang non-kompetititf seperti aerobik,
jogging telah lama direkomendasikan oleh para dokter
mengatasi berbagai tingkatan stress yang eksesif.

berenang, bersepeda,
sebagai cara untuk

c. Latihan relaksasi
Lima belas menit atau dua puluh menit sehari melakukan relaksasi yang
dalam
dapat
melepaskan
ketegangan
dan
memberikan
perasaan
penuh
kedamaian
yang
indah.
Lebih
penting
lagi,
adanya
perubahan
yang
signifikan
dalam
denyut
jantung,
tekanan
darah,
dan
faktor-faktor
fisik
lainnya merupakan hasil utama dari deep relaxation tersebut.
d. Dukungan sosial
Memiliki banyak kawan, keluarga atau teman sekerja untuk teman berbicara
dapat
memberikan
jalan
keluar
ketika
tingkat
stress
menjadi
eksesif.
Dukungan
sosial
dapat
memoderatkan
akibat
dari
hubungan
stress-kerja,
sehingga stress di tempat kerja yang berat pun tidak dapat meruntuhkan
seseorang.

e. Konseling karyawan
Konseling adalah diskusi sebuah problem yang biasanya memiliki unsur
emosional
dengan
seorang
karyawan
supaya
dapat
membantu
mengatasi
emosinya dengan lebih baik (Cairo, 1983). Konseling dapat dilakukan baik
oleh
para
profesional
maupun
non-profesional.
Konseling
ini
biasanya
bersifat rahasia. Para karyawan dapat merasa bebas untuk berbicara terbuka
tentang problem yang dihadapi.
2. Pendekatan organisasi
a.Seleksi dan penempatan
Terdapat beberapa pekerjaan yang lebih menimbulkan stress daripada
pekerjaan lainnya respon orang terhadap stress pun berbeda antara satu orang
dengan
orang
lainnya.
Sehingga
manajemen
tidak
boleh
membatasi
satu
pekerjaan hanya oleh orang yang berpengalaman saja, tetapi juga memiliki
kontrol pribadi yang bersifat internal karena orang-orang yang seperti ini
dapat mengadaptasi pekerjaan dengan tingkat stress yang relatif tinggi dan
menunjukkan kinerja yang efektif untuk pekerjaan tersebut.
b. Penetapan tujuan
Manusia berprestasi lebih baik ketika memiliki tujuan khusus dan menantang
serta menerima umpan balik tentang seberapa jauh kemajuan yang telah
dibuatnya menuju tercapainya tujuan-tujuan tersebut.
c.Pendesainan kembali pekerjaan
Teknik ini dapat memberikan para karyawan tanggungg jawab yang lebih
tinggi, kerja yang lebih berarti, otonomi yang lebih banyak dan peningkatan
umpan
balik.
Hal
ini
dapat
mengurangi
stress
karena
faktor-faktor
ini
memberikan
karyawan
kontrol
yang
lebih
besar
tentang
aktivitas
pekerjaannya dan memperkecil ketergantungan pada orang lain.
d.Pengambilan keputusan secara partisipatif
Melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan
mempengaruhi
kinerja
karyawan.
Manajemen
dapat
dan mengurangi stress karena peran mereka.

secara langsung dapat


meningkatkan
kontrol

e. Komunikasi organisasi
Meningkatkan komunikasi formal dengan para karyawan dapat mengurangi
ketidakpastian dengan cara memperkecil keragu-raguan, konflik dan peran. Manajemen juga
dapat menggunakan komunikasi efektif sebagai cara untuk memperbaiki persepsi karyawan.
f. Program-program kebugaran
Perlu dibuat program-program kebugaran untuk para karyawan yang
ditawarkan oleh organisasi atau perusahaan. Program ini difokuskan pada
kesehatan fisik dan mental secara total (Wolfe et al, 1987). Misalnya
manajemen
mengadakanworkshop
untuk
membantu
karyawannya
berhenti
merokok,
mengontrol
penggunaan
alkohol,
menurunkan
berat
badan
dan
program diet
makan. Ternyata
jika dibandingkan biaya
yang
dikeluarkan
untuk program ini dengan keuntungan yang diperoleh karena berkurangnya
absen kerja dan malas bekerja, program ini masih jauh lebih baik untuk
organisasi atau perusahaan.

ANALISA KASUS

A. Gambaran Umum STIKes BTH (Data Sekunder)


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bakti Tunas Husada diresmikan sejak tahun
2004. Cikal bakal dari STIKes BTH adalah Akademi Keperawatan Bakti Tunas
Husada yang berdiri sejak tahun 1993. Menyelenggarakan program pendidikan
Diploma Keperawatan dan sampai dengan tahun 2003 telah meluluskan mahasiswa
sebanyak 523 mahasiswa dari 8 angkatan.
Jumlah seluruh karyawan STIKes BTH sebanyak 61 orang dengan 19 orang
diantaranya adalah karyawan dari Akper BTH. Mayoritas karyawan STIKes BTH
adalah perempuan dan hampir 90 persen dari seluruh karyawan telah menikah. Data
selengkapnya dapat dilihat pada table 1.1. di bawah ini.
Tabel 1.1
Distribusi Karyawan Berdasarkan Jenis Kelamin dan Status Perkawinan
NO
1
2

KETERANGAN
Karyawan STIkes BTH
Mantan Karyawan Akper
BTH
Jumlah

JENIS KELAMIN
L
P
11
31
7
12
18

43

STATUS
K
37
17

TK
5
2

54

B. Hasil Penyebaran Kuisioner (Data Primer)


Stress kerja dapat disebabkan oleh 3 faktor (Minner, 1988) yaitu dari dalam
individu (sumber internal), dari luar individu (sumber eksternal) dapat berasal dari
dalam organisasi dan dari luar organisasi. Untuk mempersempit masalah yang diambil maka
dalam penulisan makalah ini, sumber stress kerja yang diambil adalah stress kerja dari faktor
eksternal saja yaitu dari dalam organisasi.
1. Lingkungan Fisik
Faktor penyebab terjadinya stress dari lingkungan fisik dapat disebabkan oleh cahaya, temperatur
dan kebisingan. Berdasarkan angket stress kerja yang disebarkan didapatkan hasil seperti pada
tabel 1.2 berikut ini :

Tabel 1.2
Faktor Stress Kerja dari Lingkungan Fisik
NO
1
2
3

Keterangan
Cahaya
Temperatur
Kebisingan
Jumlah

F
96
112
115
323

%
29.72
34.67
35.60
100

Berdasarkan tabel 1.2 di atas dapat diketahui bahwa penyebab paling utama terjadinya stress
kerja dari lingkungan fisik adalah cahaya (penerangan) dengan persentase 29.72%.
2. Pekerjaan
Stress kerja dari faktor pekerjaan dapat disebabkan karena terjadinya
konflik peran dan ketidakjelasan tugas yang diberikan, beban tugas yang
berlebihan disertai penetapan tenggat waktu penyelesaian tugas dan adanya
perubahan dalam pekerjaan yang tidak dipersiapkan terlebih dahulu kepada
karyawan yang bersangkutan. Berdasarkan angket yang disebarkan didapatkan
hasil yaitu penyebab utama terjadinya stress kerja adalah dari beban tugas yang
berlebihan disertai penetapan tenggat waktu penyelesaian tugas yaitu sebanyak
25.45%. Data tersebut dapat dilihat pada tabel 1.3 di bawah ini.
Tabel 1.3
Faktor Stress Kerja dari Pekerjaan
NO
1
2
3

Keterangan
Konflik peran dan tugas
Beban tugas yang berlebihan dan
tenggat waktu penyelesaian tugas
Adanya perubahan pekerjaan
Jumlah

F
104
70

%
37.81
25.45

101
275

36.72
100

3. Kelompok Kerja
Faktor penyebab terjadinya stress kerja dari faktor kerja kelompok adalah
adanya norma-norma (peraturan) yang dianut kelompok dan harus dipatuhi oleh
anggota kelompok, kurangnya
kekompakan diantara anggota kelompok dan
kurangnya dukungan dari anggota kelompok. Berdasarkan data yang diambil dari
angket stress kerja didapatkan hasil yaitu norma yang dianut kelompok dan harus dipatuhi oleh

anggota
kelompok
adalah
penyebab
utama
terjadinya
sebanyak 18.46%. Data selengkapnya dapat silihat pada tabel 1.4 di bawah ini.

stress

yaitu

Tabel 1.4
Faktor Stress Kerja dari Kerja Kelompok
NO
1
2
3

Keterangan
Norma
Kurang Kohesivitas
Kurangnya dukungan kelompok
Jumlah

F
60
128
137
325

%
18.46
39.38
42.15
100

4. Organisasi
Stress kerja dapat disebabkan dari faktor organisasi meliputi kurangnya
dukungan dari atasan, struktur organisasi yang terlalu birokratis dan gaya
kepemimpinan yang tidak sesuai dengan kondisi dan karakteristik dari bawahan.
Tabel 1.5
Faktor Stress Kerja dari Organisasi
NO
1
2
3

Keterangan
Kurangnya dukungan dari atasan
Struktur organisasi
Gaya kepemimpinan
Jumlah

F
85
131
57
273

%
31.13
47.98
20.87
100

Berdasarkan
tabel
1.5
di
atas
dapat
diketahui
bahwa
penyebab
utama
terjadinya stress kerja yang paling utama adalah gaya kepemimpinan yang tidak
sesuai dengan karakteristik dari bawahan yaitu sebanyak 20.87%.
5. Karier
Faktor karier juga dapat menyebabkan terjadinya stress kerja, yaitu pada saat-saat awal
dari
seseorang
memasuki
pekerjaannya,
karier
yang
tidak
maju
di
pertengahan karier dan pengakhiran masa kerja dengan pemecatan. Berdasarkan
tabel 1.6 di bawah dapat diketahui bahwasanya penyebab terjadinya stress kerja
yang paling utama adalah ketidakjelasan karier bagi karyawan (karier yang tidak
maju) yaitu sebanyak 24.52%. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.

Tabel 1.6
Faktor Stress Kerja dari Karier
NO
1
2
3

Keterangan
Awal karier
Tengah Karier
Puncak Karier
Jumlah

Berdasarkan
penjelasan
tersebut
di
atas
penyebab terjadinya stress kerja pada mantan
BTH Tasikmalaya adalah sebagai berikut :

F
120
64
77
261

%
45.97
24.52
29.50
100

dapat
disimpulkan
fakor-faktor
karyawan Akper BTH di STIKes

Tabel 1.7
Faktor Stress Kerja dari Dalam Organisasi
NO
1
2
3
4
5

Keterangan
Lingkungan Fisik
Pekerjaan
Kerja Kelompok
Organisasi
Karier
Jumlah

F
323
275
325
273
261
1457

%
22.16
18.87
22.30
18.73
17.91
100

Faktor penyebab terjadinya stress kerja bila dilihat pada tabel 1.7 adalah pada ketidakjelasan
karier yaitu sebanyak 17.91%

PERUMUSAN MASALAH
A. Analisa Masalah
Berdasarkan data yang didapat dari penyebaran angket tentang stress kerja
maka faktor-faktor yang dianggap menimbulkan stress kerja adalah sebagai berikut :
1. Saat mengerjakan pekerjaan dirasakan pencahayaan yang kurang
Poulton (1978) menyatakan bahwa stressor lingkungan fisik (blue collar stressor) lebih
sering merupakan masalah dalam pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan teknis. Lebih dari
4000 pekerja meninggal setiap tahunnya dalam kecelakaan industri dan lebih dari 100.000 orang
pekerja menjadi cacat permanen setiap tahun (Gibson, Ivancevich dan Donelly, 1987).
Keadaan di STIKes BTH, banyak ruangan yang disekat-sekat, sehingga cahaya matahari
kurang dapat menyinari ruangan tersebut dengan maksimal. Keadaan ini diperparah lagi dengan
datangnya musim hujan. Akibatnya, bila akan melakukan pekerjaan, terutama dihadapan
komputer, lampu di ruangan harus dinyalakan. Bila tidak menurut mereka akan menimbulkan
rasa pedih di mata dan hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan dalam bekerja.
2. Karyawan merasakan adanya beban tugas yang berlebihan dan penetapan tenggat
waktu yang dirasa terlalu cepat
Setiap orang pernah mengalami work overload pada suatuketika.Terlalu banyak harus
melakukan sesuatu atau tidak cukup waktu untuk menyelesaikan suatu pekerjaan disebut
quantitatif overload. Sedangkan qualitatif overload terjadi jika individu merasa bahwa ia kurang
memiliki kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan atau standar prestasi terlalu tinggi.
Quantitatif overload dapat menyebabkan peningkatan kolesterol dalam darah. Beban
kerja berlebih juga dapat menyebabkan menurunnya kepercayaan diri, menurunnya motivasi
kerja, meningkatnya keabsenan,menurunnya kualitas pengambilan keputusan, rusaknya
hubungan antar pribadi dan meningkatnya kecelakaan akibat kerja.
Tidak semua karyawan di STIKes BTH merasakan adanya beban kerja
berlebih. Karyawan yang merasakan adanya beban kerja berlebih adalah staff
dosen yang memegang jabatan struktural. Dengan adanya double peran ini,
mereka merasa bahwa waktu yang dimiliki tidak cukup untuk menyelesaikan
tugas yang diberikan. Bagi karyawan wanita, hal tersebut diperparah lagi
dengan
kewajibannya
di
rumah.
Sehingga
bila
tenggat
waktu
untuk
menyelesaikan
pekerjaan
sudah
habis,
seringkali
pekerjaan
tersebut
belum
selesai.

3. Karyawan merasakan kewajiban untuk mengikuti peraturan sebagai beban


4. Ketidakjelasan karier bagi karyawan
Karier yang efektif dalam organisasi cenderung dimiliki orang-orang
yang
berprestasi
tinggi,
bersikap
positif,
mampu
beradaptasi
dan
dapat
menemukan identitas. Karier yang efektif berkaitan erat d lebih tinggi). Posisi direktur telah
dijabatsejak1993dan sampais ekarang tidak pernah ada rotasi. Para karyawan merasa bahwa
sekeras apapun mereka bekerja untuk kepentingan institusi, karier mereka tidak akan pernah
berkembang. Tidak ada motivasi yang memacu mereka untuk menduduki suatu
jabatan struktural.
Akhir tahun 2004 Akper BTH dilebur menjadi STIKes BTH mulai
dirasakan
adanya
angin segar. Terdapat beberapa
dosen yang
menduduki
jabatan struktural, dengan catatan, jabatan tersebut diperoleh dengan cara
ditunjuk bukan dipilih. Dan tak ada seorangpun yang mengetahui sampai
kapan posisi tersebut akan dipegang, kapan akan terjadi rotasi dan tindakan apa
yang harus dilakukan agar bisa naik ke jabatan yang lebih tinggi.
5. Gaya kepemimpinan dari pemimpin STIKes BTH dianggap kurang tepat dengan
karakteristik bawahan
Pemimpin di STIKes BTH adalah pemimpin yang ditunjuk berdasarkan
jasanya yang telah mempelopori berdirinya cikal bakal STIKes BTH yaitu
AKPER
BTH.
Diawal
kepemimpinan,
para
bawahan
merasa
dibimbing,
diarahkan. Tetapi kecenderungan yang terjadi sekarang, banyak karyawan yang
merasa terlalu diatur. Bawahan merasa tidak dipercaya mampu menyelesaikan
pekerjaan sehingga terkadang meminta karyawan yang lain untuk mengerjakan
pekerjaan yang sama. Bagi bawahan yang cukup kompeten dan berada di
posisi struktural, pemimpin dianggap terlalu ikut campur dalam setiap kegiatan dan pengambilan
keputusan. Keadaan tersebut membuat para karyawan berusaha sebisa mungkin untuk tidak
banyak berhubungan dengan pemimpin.

B. Prioritas Masalah
Berdasarkan masalah yang ditegakkan diatas maka masalah yang diprioritaskan pada
makalah ini adalah ketidakjelasan karier bagi karyawan.

ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

Prestasi karier berkaitan dengan produktivitas dan efisiensi organisasi. Sikap


karier yang positif akan menunjukkan keikatan pada produksi, efisiensi dan mungkin juga
kepuasan. Kemajuan yang efektif melalui tahapan keier dapat diartikan bergerak di
sepanjang jalur karier. Selama perjalanan karier seseorang selalu dibutuhkan proses
sosialisasi. Proses sosialisasi terjadi diseluruh tahapan karier dan pada setiap langkah
disepanjang jalur karier, tetapi individu lebih menyadarinya jika mereka berganti
pekerjaan atau pindah ke organisasi lain.
Tahapan sosialisasi umumnya berhimpitan dengan tahapan karier. Terdapat tiga
tahap proses sosialisasi yaitu 1) sosialisasi persiapan yang dilakukan individu sebelum
memasuki organisasi atau sebelum menerima pekerjaan lain dalam organisasi yang sama,
2) sosialisasi akomodasi berlangsung setelah individu tersebut menjadi anggota
organisasi dan 3) sosialisasi manajemen peran yang selaras dengan tahap karier ketiga
yaitu kestabilan pekerjaan.
1. Sosialisasi persiapan
a. Program perekrutan
Program ini ditujukan untuk karyawan baru. Organisasi yang merekrut
karyawan
baru
haruslah
sedapat
mungkin
menyampaikan
informasi
faktual
tentang
berbagai
masalah
seperti
kebijaksanaan
upah
dan
promosi
serta
prakteknya, karakteristik objektif dari kelompok dengan siapa calon karyawan
akan bekerja dan informasi lain yang mencerminkan perhatian orang yang
direkrut.
b.Praktek seleksi dan penempatan
Bila secara administratif, pengetahuan dan keterampilan individu yangakanditerima
dalam
organisasi
telah
sesuai
dengan
kriteria,
maka
karyawan
tersebut
ditempatkan pada posisi yang sesuai dengan minat dan bakat sehingga individu
tersebut dapat didayagunakan sepenuhnya oleh pekerjaan tersebut.
2. Sosialisasi akomodasi
a. Program orientasi
Menerima pekerjaan baru bukan saja melakukan tugas
melainkan juga mengadakan hubungan antar pribadi yang baru.
memasuki
sebuah
sistem
sosial
yang
sedang
berlangsung,

pekerjaan baru
Karyawan baru
mengembangkan

serangkaian nilai, cita-cita, friksi, konflik, persahabatan, koalisi dan semua


karakteristik lain dalam kelompok kerja. Jika dibiarkan seorang diri, maka
karyawan baru tersebut harus mengatasi lingkungan baru itu tanpa informasi
apapun. Tetapi jika ia mendapatkan bantuan dan bimbingan, maka ia akan
dapat mengatasinya dengan lebih efektif.
b. Program pelatihan
Program pelatihan dibutuhkan untuk mengajarkan teknik dan mengembangkan
keterampilan yang diperlukan bagi para karyawan baru.
c. Evaluasi prestasi
Evaluasi prestasi memberikan umpan balik yang penting tentang kemajuan
karyawan dalam upaya menyesuaikan diri dengan organisasi. Umpan balik
prestasi merupakan tanggung jawab manajerial yang penting. Akan tetapi,
banyak manajer yang tidak cukup dilatih untuk memikul tanggung jawab ini.
d.Menugaskan pekerjaan yang menantang
Cara yang lazim digunakan antara lain dengan memberikan wewenang dan tanggung
jawab yang lebih besar kepada karyawan baru,sehingga memungkinkan karyawan baru tersebut
melaksanakan gagasannya sendiri.
3.Sosialisasi manajemen peran
Tahap ini mengharuskan individu untuk menanggulangi dua jenis konflikyaitukonflik
yang timbul antara pekerjaan dan kehidupan rumah tangga dan konflik
antara kelompok kerja individu dengan kelompok kerja lain dalam organisasi.
Karyawan yang tidak dapat menanggulangi konflik ini dan apabila tuntutan akibat
dari konflik tersebut diluar kemampuan individu, maka akan timbul stress. Toleransi
atas tingkatan stress yang ditimbulkan oleh tuntutan yang bertentangan dan tidak
dapat didamaikan ini beraneka ragam diantara orang-orang, tetapi biasanya dapat
diasumsikan bahwa eksistensi stress yang tidak terkendali akan merugikan individu
dan organisasi.

PENUTUP
Stress adalah suatu tanggapan adaptif, ditengahi oleh perbedaan individual dan
atau proses psikologis, yaitu, suatu konsekuensi dari setiap kegiatan (lingkungan), situasi,
atau kejadian eksternal yang membebani tuntutan psikologis atau fisik yang berlebihan
terhadap seseorang. Stress dapat terjadi di tempat kerja. Penyebabnya bisa dari dalam
individu atau dari organisasi. Dari organisasi dapat disebabkan dari dalam organisasi
maupun dari luar organisasi.
Stress kerja dari dalam organisasi terdiri dari 5 faktor yaitu dari dari lingkungan
fisik, dari pekerjaan, dari kerja kelompok, dari organisasi dan dari karier. Dari
keseluruhan faktor-faktor penyebab terjadinya stress kerja, yang paling dominan
menyebabkan terjadinya stress kerja adalah dari faktor karier.
Alternatif pemecahan masalah yang dapat diberikan untuk menyelasaikan masalah
ini adalah dengan adanya sosialisasi tahapan karier melalui tiga tahapan yaitu sosialisasi
persiapan, sosialiasi akomodasi dan sosialiasi manajemen peran. Saran yang dapat
diberikan kepada STIKes BTH adalah adanya penetapan waktu rotasi untuk setiap
jabatan struktural, penetapan kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap individu yang
akan menduduki jabatan struktural yang diinginkan dan sebelumnya selalu diawali
dengan seleksi kemampuan terlebih dahulu. Sehingga semboyan the man in the right place
dapat dilaksanakan.

PUSTAKA

Rahayu Iskandar, Ners, M.Kep


http://www.scribd.com/doc/11439421/Stress-Di-Tempat-Kerja

Anda mungkin juga menyukai