Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme
tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespons terhadap stressor fisiologis dan
lingkungan. Keseimbangan cairan adalah esensial bagi kesehatan. Dengan kemampuannya
yang sangat besar untuk menyesuaikan diri, tubuh mempertahankan keseimbangan, biasanya
dengan proses-proses faal (fisiologis) yang terintegrasi yang mengakibatkan adanya
lingkungan sel yang relatif konstan tapi dinamis.
Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air
tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit
saling bergantung satu dengan yang lainnya, jika salah satu terganggu maka akan
berpengaruh pada yang lainnya.
Kemampuan dari seluruh organisme untuk berfungsi normal tergantung pada terpeliharanya
suatu lingkungan interna yang stabil. Ini merujuk pada kandungan cairan dan elektrolit dalam
tubuh. Agar setiap individu sehat, tubuh harus mengandung konsentrasi cairan dan elektrolit
yang semestinya.
Berbeda dengan dewasa, anak lebih mudah mengalami gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit sehingga diperlukan pemahaman prinsip - prinsip fisiologis tubuh.
Dikatakan bahwa perburukan maupun perbaikan keadaan klinis penderita

berjalan

paralel dengan perubahan - perubahan pada variabel fisiologis


Anak mempunyai kerentanan khusus terhadap keseimbangan cairan, terutama BBLR,
neonatus, obesitas, atau dalam keadaan sakit. Pertukaran cairan pada bayi hamper mencapai
25% dari seluruh cairan tubuh, sedangkan pada orang dewasa hanya sekitar 6%. Dengan
begitu pengaruh penyakit yang mengurangi masukan cairan misalnya : muntah atau penyakit
yang meningkatkan pengeluaran cairan misalnya : panas dan diare, lebih cepat timbul pada
bayi dibandingkan dengan orang dewasa.
Secara umum penatalaksanaan cairan bisa secara enteral maupun parenteral. Dalam
penatalaksanaan kegawatdaruratan anak maka pembahasan terutama pada penatalaksanaan
secara parenteral.

BAB II
PEMBAHASAN
I. Kebutuhan Cairan Tubuh.
A. Pengaturan kebutuhan cairan dan elektrolit dalam tubuh.
Pengaturan kebutuhan cairan dan elektrolit dalam tubuh diatur oleh ginjal, kulit, paruparu dan gastrointestinal.
1. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang memiliki peran cukup besar dalam pengaturan kebutuhan
cairan dan elektrolit. Hal ini pada fungsi ginjal yakni sebagai pengatur air, pengatur
konsentrasi garam dalam darah, pengatur keseimbangan asam basa darah, dan pengaturan
eksresi bahan buangan atau kelebihan garam.
Proses pengaturan kebutuhn keseimbangan air ini diawali oleh kemampuan bagian
ginjal seperti glomerulus sebagai penyaring cairan. Rata-rata setiap satu liter darah
mengandung 500 cc plasma yang mengalir melalui glomerulus, 10 persennya disaring
keluarg. Cairan yang tersaring (filtrate glomerulus), kemudian mengalir melalui tubuli
renalisyang sel-selnya menyerap semau bahan yang dibutuhkan. Jumlah urine yang
diproduksi ginjal dapat dipengaruhi oleh ADH dan aldosteron dengan rata-rata 1
ml/kg/bb/jam.
2. Kulit
Kulit merupakan bagian penting dalam pengaturan cairan yang terkait dengan proses
pengaturan panas. Proses ini diatur oleh pusat pengatur panas yang disarafi oleh vasomotorik
dengan kemampuanmengendalikan arteriolakutan dengan cara vasodilatasi dan vasokontriksi.
Banyak darah yang mengalir melalui pembuluh darah dalam kulit mempengaruhi jumlah
keringat yang dikleluarkan. Proses pelepasan panas kemudian dapat dilakukan dengan cara
penguapan.
Keringat merupakan sekresi aktif dari kelenjar keringat di bawah pengendalian saraf
simpatis. Melalui kelenjar keringat ini suhu dapat diturunkan dengan melepaskan air yang
jumlahnya kurang lebih setengah liter sehari. Perangsangan kelenjar keringat dapat diperoleh
dari aktivitas otot, suhu lingkungan dan melalui kondisi tubuh yang panas.
Proses pelepasan panas lainnya dilakukan melalui cara pemancaran yaitu dengan
melepaskan panas ke udara sekitarnya. Cara tersebut beupa cara konduksi dan konveksi, cara
konduksi yaitu pengalihan panas ke benda yang disentuh, sedangkan cara konveksi yaitu
emngalirkan udara yang panas ke permukaan yang lebih dingin.

3. Paru-paru
Organ paru-paru berperan dalam pengeluaran cairan dengan menghasilkan insible water
loss 400 ml/hari. Proses pengeluaran cairan terkait dengan respons akibat perubahan
frekuensi dan kedalaman pernapasan (keammpuan bernapas), misalnya orang yang
melakukan olah raga berat.
4. Gastrointestinal
Gastrointestinal merupakan

organ saluran

pencernaan

yang

berperan

dalam

mengeluarkan cairan melalui proses penyerapan dan pengeluaran air. Dalam kondisi normal,
cairan yang hilang dalam sistem ini sekitar 100-200 ml/ hari.
Selain itu, pengaturan keseimbangan cairan dapat melalui mekanisme rasa haus
dikontrol oleh sistem endokrin (hormonal), yakni anti diuretik hormon (ADH), sistem
aldosteron, prostaglandin, dan glukokortikoid.
1. ADH
Hormon ini memiliki peran dalam meningkatkan reabsorpsi air sehingga dapat
mengendalikan keseimbangan air dalam tubuh. Hormon ini dibentuk oleh hipotalamus yang
ada di hipofisis posterior yang mensekresi ADH dengan meningkatkan osmolaritas dan
menurunkan cairan ekstrasel.
2. Aldosteron
Hormon ini disekresi oleh kelenjar adrenal di tubulus ginjal dan berfungsi pada absorbsi
natrium. Proses oengeluaran aldosteron ini diatur oleh adanya perubahan konsentrasi kalium,
natrium, dan sistem angiotensin renin.
3. Prostaglandin
Prostagladin merupakan asam lemak yang terdapat pada jaringan yang berfungsi
merespons radang, pengendalian tekanan darah, kontraksi uterus, dan pengaturan pergerakan
gastrointestinal. Pada ginjal, asam lemak ini berperan dalam mengatur sirkulasi ginjal.
4. Glukokortikoid
Hormon ini berfungsi mengatur peningkatan reabsorpsi natrium dan air yang
menyebabkan volume darah meningkat sehingga terjadi retensi natrium.
Mekanisme rasa haus diatur dalam rangka memenuhi kebutuhan cairan dengan
merangsang pelepasan renin. Pelepasan renin tersebut dapat menimbulkan produksi
angiotensin II yang merangsang hipotalamus, sehingga menimbulkan rasa haus.
B. Kebutuhan Cairan Tubuh bagi Manusia.
Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia secara fisiologis
kebutuhan ini memiliki proporsi besar dalam bagian tubuh dengan hampir 90% dan total
berat badan. Sementara itu, sisanya merupakan bagian padat dari. tubuh. Secara keseluruhan,
persentase cairan tubuh berbeda berdasarkan usia.
Persentase cairan tubuh bayi baru lahir sekitar 75% dari total berat badan, prig dewasa
57% dari total berat badan, wanita dewasa 55% dari total berat badan, dan dewasa tua 45%
3

dari total berat badan. Selain itu, persentase jumlah cairan tubub yang bervarfasi juga
bergantung pada lemak dalam tubuh dan jenis kelamin. Jika lemak dalam tubuh sedikit, maka
cairantubuh pun lebih besar. Wanita dewasa mempunyai jumlah cairan tubuh lebih sedikit
dibanding pada pria, karena jumlah lemak dalam tubuh wanita dewasa lebih banyak
dibandingkan dengan lemak dalam tubuh pria dewasa.
Tabel 2. Kebutuhan air berdasarkan usia dan beret badan
Usia
3 hari

Kebutuhan air
Jumlah air dalam 24 jam
250-300

ml/kg berat badan


80-100

1 tahun

1150-1300

120-135

2 tahun

1350-1500

115-125

4 tahun

1600-1800

100-110

10 tahun

2000-2500

70-85

14 tahun

2200-2700

50-60

18 tahun

2200-2700

40-50

Dewasa

2400-2600

20-30

C. Cara Perpindahan Cairan


1. Difusi
Difusi merupakan bercampurnya molekul-molekul dalam cairan, gas, atau zat padat
secara bebas atau acak. Proses difusi dapat terjadi bila dua zat bercampur dalam sel membran.
Dalam tubuh, proses difusi air, eiektrolit, dan zat-zat lain terjadi melalui membran kapiler
yang permeabel. Kecepatan proses difusi bervariasi bergantung pada faktor ukuran molekul,
konsentrasi cairan, dan temperatur cairan.
Zat dengan molekul yang besar akan bergerak lambat dibanding molekul kecil. Molekul
akan lebih mudah berpindah dari larutan berkonsentrasi tinggi ke larutan berkonsentrasi
rendah. Larutan dengan konsentrasi yang tinggi akan mempercepat pergerakan molekul,
sehingga proses difusi berjalan lebih cepat.
2. Osmosis
Osmosis adalah proses perpindahan pelarut murni (seperti air) melalui membran
semipermeabel, biasanya terjadi dari larutan dengan konsentrasi yang kurang pekat ke larutan
dengan konsentrasi lebih pekat, sehingga larutan yang berkonsentrasi rendah volumenya akan
berkurang, sedangkan larutan yang berkonsentrasi lebih tinggi akan bertambah volumenya.
Solute adalah zat terlarut, sedangkan solvent adalah pelarutnya. Garam adalah solute;
4

sedangkan air merupakan soluent. Proses osmosis ini penting dalam pengaturan
keseimbangan cairan ekstra dan intrasel. Osmolaritas adalah cara untuk mengukur kepekatan
larutan dengan menggunakan satuan mol.
Natrium dalam NaCl berperan penting dalam pengaturan keseimbangan cairan dalam
tubuh. Apabila ada tiga jenis larutan garam dengan kepekatan yang berbeda dan di dalamnya
dimasukkan sel darah merah, maka larutan yang mempunyai kepekatan sama dengan sel
tersebut yang akan seimbang dan berdifusi terlebih dahulu. Larutan isotonik merupakan
larutan yang mempunyai kepekatan sama dengan larutan yang dicampur. Larutan NaCl 0,9%
merupakan larutan yang isotonik karena larutan tersebut mempunyai kepekatan yang sama
dengan larutan dalam sistem vaskular. Larutan hipotonik mempunyai kepekatan lebih rendah
dibanding dengan larutan intrasel.
3. Transpor aktif
Proses perpindahan cairan tubuh dapat menggunakan mekanisme transpor aktif.
Transport aktif merupakan gerak zat yang akan berdifusi dan berosmosis yang memerlukan
aktivitas metabolik dan pengeluaran energi untuk menggerakkan berbagai materi guna
menembus .memran sel (Potter, 1997). Proses ini dapat menerima/memindahkan molekul dari
konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi. Proses ini penting untuk mempertahankan natrium
dalam cairan intra dan ekstrasel. Sebagai contoh natrium dan kalium, di mana natrium
dipompa keluar sel dan kalium dipompa masuk di dalam sel.
D. Faktor yang Berpengaruh dalam Pengaturan Cairan
Proses pengaturan cairan dipengaruhi oleh dua faktor yakni tekanan cairan dan
membran semipermeabel.
1. Tekanan cairan
Proses difusi dan osmosis melibatkan adanya tekanan cairan. Dalam proses osmosis,
tekanan osmotik merupakan kemampuan partikel pelarut untuk menarik larutan melalui
membran. Bila terdapat dua larutan dengan perbedaan konsentrasi maka larutan yang
konsentrasi molekulnya lebih pekat dan tidak dapat bergabung disebut koloid. Sedangkan
larutan dengan kepekatan yang sama dan dapat bergabung, maka larutan itu disebut
kristaloid. Sebagai contoh, koloid adalah apabila protein bercampur dengan plasma,
sedangkan larutan kristaloid adalah larutan garam. Secara normal, perpindahan cairan
menembus membran sel permeabel tidak terjadi. Prinsip tekanan osmotik ini sangat penting
dalam proses pemberian cairan intravena. Biasanya larutan yang sering digunakan dalam
pemberian infus intravena bersifat isotonik karena mempunyai konsentrasi yang sama dengan
plasma darah. Hal ini penting untuk mencegah perpindahan cairan dan elektrolit ke dalam
5

intrasel. Larutan intravena yang hipotonik, yaitu larutan yang mempunyai konsentrasi kurang
pekat dibanding dengan konsentrasi plasma darah. Hal ini menyebabkan, tekanan osmotik
plasma akan lebih besar dibandingkan dengan tekanan osmotik cairan interstisial karena
konsentrasi protein dalam plasma lebih besar dibanding cairan interstisial dan molekul
protein lebih besar, sehingga membentuk larutan koloid dan sulit menembus membran
semipermiabel.
Tekanan hidrostatik adalah kemampuan tiap molekul larutan yang bergerak dalam ruang
tertutup. Hal ini penting untuk pengaturan keseimbangan cairan ekstra .dan intrasel.
2. Membran
Semipermiabel merupakan penyaring agar cairan yang bermolekul besar tidak
tergabung. Membran semipermiabel ini terdapat pada dinding kapiler pembuluh darah, yang
terdapat di seluruh tubuh sehingga molekul atau zat lain tidak berpindah ke jaringan.
E. Jenis cairan dalam tubuh.
1. Cairan zat gizi (nutrien)
Pasien yang istirahat di tempat tidur memerlukan kalori 450 kalori setiap hari. Cairan
nutrien dapat diberikan melalui intravena daiam bentuk karbohidrat, nitrogen, dan vitamin
untuk metabolisme. Kalori yang terdapat dalam cairan nutrien dapat berkisar antara 200-1500
kalori per liter. Cairan nutrien terdiri atas:
a. Karbohidrat dan air, contoh: dekstrosa (glukosa), levulosa (fruktusa), serta invert
sugar ( 1/2 dekstrosa dan 1/2 levulosa).
b. Asam amino, contoh: amigen, aminosol, dan travamin.
c. Lemak, contoh: lipomul dan liposyn.
2. Blood volume expanders
Blood volume expanders merupakan jenis cairan yang berfungsi meningkatkan volume
darah sesudah kehilangan darah atau plasma. Hal ini terjadi pada saat pasien mengalami
perdarahan berat, maka pemberian plasma akan mempertahankanjumlah volume darah. Pada
pasien dengan luka baker yang berat, sebagian besar cairan akan hilang dari pembuluh darah
di daerah luka. Plasma sangat perlu diberikan untuk menggantikan cairan ini. Jenis blood
volume expanders antara lain: human serum albumin dan dextran dengan konsentrasi yang
berbeda. Kedua cairan ini mempunyai tekanan osmotik, sehingga secara langsung dapat
meningkatkan jumlah volume darah.
II. Kebutuhan Elektrolit

Elektrolit terdapat pada seluruh cairan tubuh. Cairan tubuh mengandung oksigen,
nutrien, dan sisa metabolisme (seperti karbondioksida), yang semuanya disebut dengan ion.
Beberapa jenis garam dalam air akan dipecah dalam bentuk ion elektrolit. Contohnya NaCl
akan dipecah menjadi ion Na' dan C1. Pecahan elektrolit terse but merupakan ion yang dapat
menghantarkan arus listrik. Ion yang bermuatan negatif disebut anion sedangkan ion yang
bermuatan positif disebut kation. Contoh kation antara lain natrium, kalium, kalsium, dan
magnesium. Contoh anion antara lain klorida, bikarbonat, dan fosfat.
Komposisi Elektrolit
Kompisisi elektrolit dalam plasma sebagai berikut:
Natrium

: 135-145 m Eq/L

Kalium

: 3,5-5,3 m Eq/L

Klorida

: 100--106 m Eq/L

Bikarbonat arteri : 22-26 m Eq j L


Bikarbonat versa : 24-30 m Eq/ L
Kalsium

: 4-5 m Eq/L

Magnesium

: 1,5-2,5 m Eq/L

Fosfat

: 2,5-4,5 mg/ 100 ml

Pengukuran elektrolit dalam satuan mili ekuivalen per liter cairan tubuh atau milligram
per 100 ml (mg/ 100 ml). Ekuivalen tersebut merupakan kombinasi kekuatan zat kimia atau
kekuatan kation dan anion dalam molekul.
Pengaturan Elektrolit
1. Pengaturan keseimbangan natrium
Natrium merupakan kation dalam tubuh yang berfungsi dalam pengaturan osmoiaritas
dan volume cairan tubuh. Natrium ini paling banyak pada cairan ekstrasel. Pengaturan
konsentrasi cairan ekstrasel diatur oleh ADH dan aldosteron. ADH mengatur sejumlah air
yang diserap kembali ke dalam ginjal dari tubulus renalis. Sedangkan aldosteron dihasilkan
oleh korteks suprarenal yang berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan konsentrasi
natrium dalam plasma dan prosesnya dibantu oleh ADH. Aldosteron juga mengatur
keseimbangan jumlah natrium yang diserap kembali oleh darah, Natrium tidak hanya
bergerak ke dalam atau keluar tubuh, tetapi juga mengatur keseimbangan cairan tubuh.
Ekskresi natrium dapat dilakukan melalui ginjal dan sebagian kecil melalui tinja, keringat,
dan air mata.
7

2. Pengaturan keseimbangan kalium


Kalium merupakan kation utama yang terdapat dalam cairan intrasel dan berfungsi
mengatur keseimbangan elektrolit. Keseimbangan kalium diatur oleh ginjal dengan
mekanisme perubahan ion natrium dalam tubulus ginjal dan sekresi aidosteron. Aldosteron
juga berfungsi mengatur keseimbangan kadar kalium dalam plasma (cairan ekstrasel). Sistem
pengaturannya melalui tiga langkah, yaitu:
a.

Peningkatan konsentrasi kalium dalam cairan ekstrasel yang menyebabkan

b.

peningkatan produksi aldosteron.


Peningkatan jumlah aldosteron akan memengaruhi jumlah kalium yang dikeluarkan

c.

melalui ginjal.
Peningkatan pengeluaran kalium; konsentrasi kalium dalam cairan ekstra sel

menurun.
Kalium berpengaruh terhadap fungsi sistem pernapasan. Partikel penting dalam kalium
ini berfungsi untuk menghantarkan impuls listrik ke jantung, otot lain, jaringan paru-paru,
dan jaringan usus pencernaan. Ekskresi kalium dilakukan melalui urine, dan sebagian lagi
melalui tinja dan keringat.
3. Pengaturan keseimbangan kalsium
Kalsium dalam tubuh berfungsi dalam pembentukan tulang, penghantar impuls
kontraksi otot, koagulasi darah (pembekuan darah), dan membantu beberapa enzim pankreas.
Konsentrasi kalsium dalam tubuh diatur langsung oleh hormon paratiroid melalui proses
reabsorpsi tulang. Jika kadar kalsium darah menurun, kelenjar paratiroid akan merangsang
pembentukan hormon paratiroid yang langsung meningkatkan jumlah kalsium dalam darah.
Kalsium diekskresi melalui urine dan keringat.
4. Pengaturan keseimbangan magnesium
Magnesium merupakan kation dalam tubuh yang terpenting kedua dalam cairan intrasel.
Keseimbangannya diatur oleh kelenjar paratiroid. Magnesium diabsorpsi dari saluran
pencernaan.

Magnesium

dalam

tubuh

dipengaruhi

oleh

konsentrasi

kalsium.

Hipomagnesemia terjadi bila konsentrasi serum turun kurang dari 1,5 mEq/L. Sedangkan
hipermagnesemia terjadi bila kadar magnesiumnya lebih dari 2,5 mEq/L.
5. Pengaturan keseimbangan klorida
Klorida merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel, tetapi klorida dapat ditemukan
pada cairan ekstrasel dan intrasel. Fungsi klorida biasanya bersatu dengan natrium yaitu
mempertaharxkan keseimbangan tekanan osmotik dalam darah. Hipokloremia merupakan
suatu keadaan kekurangan kadar klorida dalam darah. Sedangkan hiperkloremia merupakan

kelebihan kadar klorida dalam darah. Kadar klorida yang normal dalam darah orang dewasa
adalah 95-108 mEq/L.
6. Pengaturan keseimbangan bikarbonat
Bikarbonat merupakan elektrolit utama dalam larutan buffer (penyangga) dalam tubuh.
7. Pengaturan keseimbangan fosfat (PO4)
Fosfat bersama-sama dengan kalsium berfungsi dalam pembentukan gigi dan tulang.
Fosfat diserap dan saluran pencernaan dan dikeluarkan melalui urine.
Jenis Cairan Elektrolit
Cairan elektrolit adalah cairan saline atau cairan yang memiliki sifat bertegangan tetap.
Cairan saline terdiri atas cairan isotonik, hipotonik, dan hipertonik. Konsentrasi isotonik
disebut juga normal saline yang banyak dipergunakan.
Contohnya:
1. Cairan Ringer's, terdiri atas: Na', K*, Cl,- dan Caa*.
2. Cairan Ringer's Laktat, terdiri atas: Na*, K', Mg", Cl,- Ca dan HCO3-.
3. Cairan Buffer's, terdiri atas: Nat, K`, Mgz+, Cl', dan HCO3.
III. Keseimbangan Asam Basa
Aktivitas sel tubuh memerlukan keseimbangan asam basa keseimbangan asam basa
tersebut dapat diukur dengan pH (derajat keasaman), Dalam keadaan normal, nilai pH cairan
tubuh sekitar 7,35 - 7,45.
Keseimbangan asam basa dapat dipertahankan melalui proses metabolisme dengan
sistem buffer pada seluruh cairan tubuh dan melalui pernapasan dengan sistem regulasi
(pengaturan di ginjal). Tiga macam sistem larutan buffer cairan tubuh yaitu larutan
bikarbonat, larutan buffer fosfat, dan larutan buffer protein. Sistem buffer 'itu sendiri terdiri
atas natrium bikarbonat (NaHCO3), kalium bikarbonat (KHCO3), dan asam karbonat
(H2CO3).
Pengaturan keseimbangan asam basa dilakukan oleh paru-paru hingga nilai pH menjadi
standar (normal) melalui pengangkutan kelebihan CO3 dan kelebihan H2CO3 dan darah yang
dapat meningkatkan pH. Ventilasi dianggap , memadai apabila suplai 02 seimbang dengan
kebutuhan 03. Demikian juga pembuangan CO2 melalui paru-paru yang harus seimbang
dengan pembentukan CO2 agar ventilasi memadai. Ventilasi yang memadai dapat
mempertahankan kadar PCO2 sebesar 40 mmHg.
Jika pembentukan CO2 metabolik meningkat, konsentraeinya dalam cairan ekstrasel
juga meningkat; Sebaliknya, penurunan metabolisme memperkecil konsentrasi CO2. Jika
kecepatan ventilasi paru-paru meningkat, kecepatan pengeluaran CO2 juga meningkat, dan
9

ini menurunkan jumlah CO3 yang berkumpul dalam, cairan ekstrasel. Peningkatan dan
penurunan ventilasi alveolus akan memengaruhi pH cairan ekstra sei. Peningkatan PaCO2
menurunkan pH, sebaliknya penurunan PaCO2 meningkatkan pH darah. Perubahan ventilasi
alveolus juga akan mengubah konsentrasi ion H`. Sebaliknya, konsentrasi ion H` dapat
memengaruhi kecepatan ventilasi alveolus (umpan balik). Kadar pH yang rendah, konsentrasi
ion H yang tinggi disebut asidosis. Sebaliknya pH yang tinggi, lconsentrasi ion H' rendah
disebut alkalosis.
Jenis Asam Basa
Cairan basa (alkali) digunakan untuk mengoreksi asidosis. Keadaan asidosis dapat
disebabkan karena henti jantung dan koma diabetikum. Contoh cairan alkali antara lain
natrium (sodium laktat) dan natrium bikarbonat. Laktat merupakan garam dan asam lemah
yang dapat mengambil ion H dari cairan, sehingga mengurangi keasaman (asidosis). Ion W
diperoleh dari asam karbonat (H2CO3), yang mana terurai menjadi HCO3 (bikarbonat) dan
H. Selain system pernapasan, ginjal juga berperan untuk mempertahankan keseimbangan
asam basa yang sangat kompleks. Ginjal mengeluarkan ion hidrogen dan membentuk ion
bikarbonat sehingga pH darah normal. Jika pH plasma turun dan menjadi lebih asam, ion
hidrogen dikeluarkan dan bikarbonat dibentuk kembali.
IV. Prinsip Prinsip Fisiologis Cairan dan Elektrolit.
Air merupakan komponen terbesar dan

pelarut

terpenting

dari tubuh

dinyatakan dalam persen berat bada n dan besarnya berubah menurut umur.

kita,

Pada saat

menjelang dan segera setelah lahir, air meliputi + 78% berat badan kemudian jumlahnya
menurun secara bertahap. Cairan tubuh terbag i dalam dua
dan ekstraseluler. Ekstraseluler terbagi dalam ruang

komparteme yaitu intraseluler

interstisial

dan intravaskuler. Pada

fetus, cairan ekstraseluler lebih banyak dari intraseluler dan jumlah cairan ekstraseluler
menurun seiring bertambahnya usia, seperti yang ditunjukkan gambar 1.

10

Untuk memudahkan kita dalam penatalaksanaan cairan pada anak, maka dari gambar 1
di atas bisa diambil titiktitik penting seperti pada tabel 3 di bawah ini.
Tabel. 3

Cairan tubuh juga terdapat pada dua ruang lain yaitu ruang transeluler dan ruang slowly
exchangeable. Sebenarnya ini juga merupakan cairan ekstraseluler tetapi mempunyai
karakteristik tersendiri dan dalam keadaan normal tidak terlalu penting. Komposisi elektrolit
berbagai kompartemen tidak sama. Natrium merupakan kation utama ekstraseluler dan aktif
secara osmotik menjaga volume intravaskuler dan interstisial. Kalium merupakan kation
utama intraseluler berperan menjaga osmolalitas intrasel dan memelihara volume sel. Kalium
penting untuk membangkitkan selsel saraf dan otot serta bertanggung jawab terhadap
kontraktilitas otot (bercorak maupun polos) terutama otot jantung. (Gambar 2)

11

Asupan air dirangsang oleh rasa haus sebagai respon terhadap kekurangan air
(hipertonik) melalui osmoreseptor di midhipotalamus, pankreas, dan vena porta hepatika.
Hipovolemia dan hipotensi juga merangsang haus melalui baroreseptor di atrium dan
pembuluh darah besar atau melalui peningkatan angiotensin II. Ekskresi atau pengeluaran air
dapat berupa kehilangan cairan insensible (+30%), urin (+60%), dan sedikit cairan tinja
(+10%). Hal ini menggambarkan jumlah yang harus diminum perhari untuk mempertahankan
keseimbangan cairan. Kehilangan cairan insensible bisa melalui kulit (2/3) dan paru (1/3),
tergantung faktorfaktor yang mempengaruhi energy expenditure (tidak tergantung keadaan
cairan tubuh). Ini berbeda dengan kehilangan cairan melalui keringat (sensible water and
electrolyte losses) yang biasanya terjadi bila suhu tubuh dan/atau lingkungan meningkat.
Kehilangan cairan melalui keringat ini diatur oleh sistem saraf otonom. Pengeluaran urin
penting untuk mengatur osmolalitas dan komposisi cairan ekstraseluler. Jumlah dan kadar
urin dikendalikan oleh aksis neurohypophysealrenal, yaitu anti diuretic hormone (ADH).
Distribusi antar kompartemen dipengaruhi permeabilitas membran dan gradien osmolalitas,
tetapi keseimbangannya menganut hukum isoosmolaritas, neutralitas elektron, dan
keseimbangan asam basa.
Osmolalitas plasma dapat dihitung dengan rumus:

Anak - anak memerlukan cairan dan elektrolit relatif lebih banyak daripada orang
dewasa sehingga mudah mengalami gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Kebutuhan cairan per hari didasarkan pada insensible water loss (IWL) + urin + cairan tinja.
Bisa juga diperkirakan berdasarkan energy expenditure, bahwa setiap 1 kcal = 1 ml H2O.
Berdasarkan perhitungan energy expenditure ratarata pasien yang dirawat di rumah
12

sakit didapatkan kebutuhan cairan perhari sebagai berikut:

Bayi 1 hari = 50 ml H2O/kgBB/hari

Bayi 2 hari = 75 ml H2O/kgBB/hari

Bayi > 3 hari = 100 ml H2O/kgBB/hari

Berat badan 10 kg pertama = 100 ml H2O/kgBB/hari

Berat badan 10 kg kedua = 1000 ml + 50 ml H2O/kgBB/hari

Berat badan > 20 kg = 1500 ml + 20 ml H2O/kgBB/hari


Pada pasien dengan kesulitan kompensasi terhadap kelebihan atau kekurangan cairan

dan elektrolit (misalnya pada kelainan jantung, ginjal) harus dilakukan perhitungan secara
ketat/titrasi. Adanya faktorfaktor yang bisa mengurangi/meningkatkan kebutuhan cairan juga
harus diperhitungkan. Perkiraan kebutuhan elektrolit perhari didasarkan pada kebutuhan
metabolisme atau pada kebutuhan cairan perhari, adalah:

Natrium : 2 4 mEq/100mlH2O/hari

Kalium : 1 2 mEq/100mlH2O/hari

Klorida : 2 4 mEq/100mlH2O/hari
Persamaan - persamaan untuk menentukan kebutuhan rumatan cairan dan elektrolit di

atas didasarkan pada beberapa ASUMSI dari ratarata kehilangan cairan insensible, energy
expenditure, metabolisme, dan produksi urin dengan anggapan tidak ada sumber kehilangan
cairan dan elektrolit dari tempat lain dan fungsi ginjal normal. Pada penderitapenderita
dengan kegawat daruratan atau sakit kritis seringkali terdapat abnormalitas dari asumsiasumsi
tersebut, karena itu penatalaksanaannya harus disesuaikan kondisi klinis penderita.

V. Penatalaksanaan Cairan.
A. Cairan Pemeliharaan/ Rumatan
Terapi cairan rumatan ditujukan pada sejumlah air, elektrolit (natrium, kalium, dan
klorida) serta glukosa pada pasien yang tidak bisa memasukkan cairan lewat oral seperti pada
orang puasa menunggu operasi, atau pada orang yang mengalami gangguan kesadaran atau
gangguan pada saluran cerna. Kebutuhan cairan dan elektrolit serta glukosa ini berfungsi
untuk mengganti kehilangan air tubuh lewat urin, feses, paru dan keringat. Cairan rumatan

13

tidak dimasukkan untuk mengganti kehilangan cairan tidak normal seperti diare, muntah atau
bilas intestinal. Jumlah kehilangan air tubuh ini berbeda sesuai dengan umur, yaitu :
Dewasa 1,5 2 ml/kgBB/jam
Anak-anak 2 4 ml/kgBB/jam
Bayi 4 6 ml/kgBB/jam
Orok (neonatus) 3ml/kgBB/jam
B. Terapi Cairan Intravena
Infus cairan intravena (intravenous fluids drip) adalah pemberian sejumlah cairan ke
dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk
menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh.
Secara umum, keadaan-keadaan yang dapat memerlukan pemberian cairan infus adalah:
a) Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
b) Trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
c) Fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur (paha) (kehilangan
cairan tubuh dan komponendarah)
d) Kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi (karena Heat stroke, demam dan diare)
e) Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan cairan tubuh dan
komponen darah).
Indikasi Pemasangan Infus melalui Jalur Pembuluh Darah Vena (Peripheral Venous
Cannulation):
a) Pemberian cairan intravena (intravenous fluids)
b) Pemberian nutrisi parenteral (langsung masuk ke dalam darah) dalam jumlah terbatas
c) Pemberian kantong darah dan produk darah
d) Pemberian obat yang terus-menerus (kontinyu)
e) Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya pada operasi
besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena untuk persiapan jika
terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian obat)
f) Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko dehidrasi
(kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum pembuluh darah kolaps
(tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur infus.
Kontraindikasi dan Peringatan pada Pemasangan Infus Melalui Jalur Pembuluh Darah Vena:
a) Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus

14

b) Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan
untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci
darah)
c) Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang aliran
darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki).
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi dalam pemasangan infus:
a) Hematoma, yakni darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya pembuluh
darah arteri vena, atau kapiler, terjadi akibat penekanan yang kurang tepat saat
memasukkan jarum, atau tusukan berulang pada pembuluh darah
b) Infiltrasi, yakni masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan pembuluh
darah), terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh darah
c) Tromboflebitis atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi akibat infus
yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar
d) Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi akibat
masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah
e) Komplikasi yang dapat terjadi dalam pemberian cairan melalui infus
f) Rasa perih/sakit
g) Reaksi alergi.
C. Jenis Cairan Infus
1. Cairan hipotonik
Cairan hipotonik osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion
Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan
osmolaritas serum. Maka cairan ditarik dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan
sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai
akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi,
misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien
hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang
membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel,
menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada
beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
2. Cairan Isotonik
Cairan Isotonik osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian
cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada
15

pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus
menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit
gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan
normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
3. Cairan hipertonik
Cairan hipertonik osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga
menarik cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu
menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak).
Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45%
hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah),
dan albumin.
D. Pembagian Cairan
1. Kristaloid
Kristaloid bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan
(volume expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat (relatif sebentar di
intravaskuler), dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan segera. Misalnya RingerLaktat dan NaCl 0,9%.4,8
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF).
Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di setiap pusat
kesehatan, tidak perlu dilakukan cross match, tidak menimbulkan alergi atau syok anafilaktik,
penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama.
Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata
sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume
intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit.4
Heugman et al (1972) mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit
larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan paru serta
berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka, apabila seseorang
mendapat infus 1 liter NaCl 0,9%. Penelitian Mills dkk (1967) di medan perang Vietnam
turut memperkuat penelitan yang dilakukan oleh Heugman, yaitu pemberian sejumlah cairan
kristaloid dapat mengakibatkan timbulnya edema paru berat. Selain itu, pemberian cairan
kristaloid berlebihan juga dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra
kranial.

16

Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih
banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka kristaloid sebaiknya
dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan
untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir menyerupai cairan
intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami metabolisme di
hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%,
tetapi bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional
hyperchloremic acidosis) dan menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan
klorida.
Tabel 4. Daftar Cairan Kristaloid
Larutan
D5
Normal
Saline
D5
NS
D5
NS
D5 NS
Ringers
Laktat
D5 RL

Tonisitas

Na+

(mosml/L) (mEq/L)
Hipotonis
(253)
Isotonis
154
(308)
Isotonis
38,5
(330)
Hipertonis
77
(407)
Hipertonis
154
(561)
Isotonis
130
(273)
Hipertonis
130
(525)

Cl-

K+

Ca2+

Glukosa

Laktat

(mEq/L)
-

(mEq/L)
-

(mEq/L)
-

(mEq/L)
50

(mEq/L)
-

154

38,5

50

77

50

154

50

109

28

109

50

28

2. Koloid
Koloid ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan keluar
dari membran kapiler, dan tetap berada lama dalam pembuluh darah, maka sifatnya
hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah albumin
dan steroid.
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma substitute
atau plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat
17

molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan
agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering
digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik
atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak
(misal luka bakar).
Tabel 5. Daftar Cairan Koloid
Jenis

Produksi

Tipe

Koloid
Plasma
protein

Human
plasma

rata-rata
Serum consered 50.000
human albumin

Dextran

Leuconostoc D 60/70
mesenteroid
B 512

Gelatin

Hidrolisis
- Modifien
dari kolagen
gelatin
binatang
- Urea linked
- Oxylopigelatin
hydroxy ethyl
Starch
Hidrolisis
Hydroxy ethyl
asam
dan
ethylen
oxyde
treatment
dari kedelai
dan jagung
Polyvinyl
Sintetik
- Subtosan
pyrrolidone polimer
- Periston
vinyl
pyrrolidone

BM

Waktu
paruh
4-5
hari

60.000 6 jam
70.000
35.000

2-3
jam

450.000

6 jam

50.000
25.000

Indikasi
a. Pengganti
volume
b.Hiponatremia
c. Hemodilusi
a. Hemodilusi
b. Gangguan
mikrosirkulasi
(stroke)
Substitusi volume

1. Substitusi
volume
2. Hemodilusi

Substitusi volume

Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat menimbulkan reaksi anafilaktik
(walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada cross match. Berdasarkan
pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:
3. Koloid alami
Koloid alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5%).
Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10 jam untuk membunuh
virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain mengandung albumin (83%)
juga mengandung alfa globulin dan beta globulin. Prekallikrein activators (Hagemans factor
18

fragments) seringkali terdapat dalam fraksi protein plasma dibandingkan dalam albumin.
Oleh sebab itu pemberian infuse dengan fraksi protein plasma seringkali menimbulkan
hipotensi dan kolaps kardiovaskuler.
4. Koloid sintesis
Dextran
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70 (Macrodex)
dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri Leuconostoc mesenteroides B
yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan volume expander yang
lebih baik dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran
darah lewat sirkulasi mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain
itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi platelet adhesiveness,
menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran darah.
Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross match, waktu
perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi
anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.
Hydroxylethyl Starch (Heta starch)
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 1.000.000, rata-rata
71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg. Pemberian 500 ml
larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan
sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga dapat menimbulkan reaksi
anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar serum amilase (walau jarang). Low molecullar
weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu mengembangkan
volume plasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam.
Karena potensinya sebagai plasma volume expander yang besar dengan toksisitas yang
rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk
resusitasi cairan pada penderita gawat.
Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-rata
35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam gelatin, yaitu: modified fluid
gelatin (Plasmion dan Hemacell), urea linked gelatin, oxypoly gelatin.Merupakan plasma
expanders dan banyak digunakan pada penderita gawat. Walaupun dapat menimbulkan reaksi
anafilaktik (jarang) terutama dari golongan urea linked gelatin.

19

VI.

Tatalaksana Terapi Cairan Pada Kegawat Daruratan Anak.

Tujuan utama penatalaksanaan cairan pada kegawat daruratan adalah mengembalikan


volume sirkulasi efektif yang adekuat dengan segera. Volume yang diperlukan bervariasi
tergantung keadaan klinis dan perlu evaluasi berulang. Adapun langkahlangkah prinsipnya
adalah sebagai berikut:

Memperkirakan kehilangan cairan: melalui pengukuran berat badan, anamnesis,


pemeriksaan fisis, dan laboratorium.

Pemberian cairan intravena: meliputi penentuan cairan apa yang digunakan, berapa
banyak, bagaimana kecepatannya, bagaimana selanjutnya setelah volume sirkulasi
efektif tercapai, dan bagaimana osmolalitasnya.

Melakukan koreksi cepat yang aman sesuai dengan fisiologi terhadap gangguan
keseimbangan elektrolit yang mengancam jiwa dan dilanjutkan dengan koreksi
lambat.

Catatan khusus:
1.

Bayi dan anak kecil membutuhkan cairan lebih banyak dibandingkan dengan
anak yang besar karena perubahan dan pertukaran cairan lebih cepat dibanding
anak yang lebih besar.

2.

Kehilangan cairan normal pada bayi dan anak kecil lebih banyak.

3.

Bayi kecil mempunyai fungsi ginjal yang belum sempurna sehingga proses
sekresi dan reabsorbsi belum sempurna.

Aplikasi tatalaksana terapi cairan pada kegawat daruratan anak yang sering terjadi adalah
pada kasus Dehidrasi dan Syok.
A. Dehidrasi.
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari natrium
menjadi isonatremik (139-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau hipernatremik
(>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling sering terjadi (80%),
sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-10% dari kasus.

20

Gambar 3. Hiperhidrasi dan Rehidrasi


Dehidrasi Isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama dengan
konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium besarnya relatif sama
dalam kompartemen intravaskular maupun kompartemen ekstravaskular.
Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan
kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis). Secara garis besar
terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena kadar
natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah ke kompartemen
ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan volume intravascular.
Dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan
kandungan natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairanhipotonis). Secara garis besar
terjadi kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar
natrium tinggi, air di kompartemen ekstravaskular berpindah ke kompartemen intravaskular,
sehingga meminimalkan penurunan volume intravaskular.
1. Perkiraan kehilangan cairan (status dehidrasi)
Dehidrasi terjadi akibat kehilangan air dan natrium. Bergantung pada komposisi cairan
yang hilang secara akut, bila natrium yang hilang bersama air konsentrasinya lebih tinggi dari
kadar natrium cairan ekstraseluler maka akan terjadi dehidrasi hipoosmotik. Bila kurang lebih
sama akan terjadi dehidrasi isoosmotik, dan bila lebih rendah akan terjadi dehidrasi
hiperosmotik akibat tingginya kadar natrium dalam cairan ekstraseluler. Gejala klinis
dehidrasi dipengaruhi oleh berat ringannya kehilangan cairan (Tabel 2) dan kadar natrium
cairan ekstraseluler. Tanda yang dapat dijumpai antara lain, berat badan turun, turgor kulit
21

menurun, ubun - ubun cekung, mata cekung, mukosa kering, nadi cepat dan tekanan darah
turun, serta jumlah urin sedikit dan pekat. Laboratorium menunjukan kenaikan hematokrit
dan kenaikan berat jenis urin.
Tabel 6.

Langkah - langkah dalam memperkirakan kehilangan cairan:


1. Berat badan
Perubahan berat badan yang cepat menggambarkan perubahan cairan tubuh total.
Berat badan diperlukan untuk menentukan banyaknya cairan pengganti yang
dibutuhkan.
2. Anamnesis
o Kehilangan cairan:
Muntah, diare, perdarahan, luka bakar, drainase bedah (seberapa banyak dan/atau
seberapa sering).
o Masukan cairan:
Jenis cairan, berapa banyak, dan bagaimana keberhasilannya.
o Produksi urin.
3. Pemeriksaan fisik
Status mental, nadi, frekuensi nadi, tekanan darah, membran mukosa, turgor kulit,
warna kulit, perabaan perifer, dan capillary refill time.
Tabel 7. Tanda-tanda klinis dehidrasi

22

4. Laboratorium
Kimia serum, hematokrit, urin lengkap.
2. Pemberian cairan intravena
1. Cairan yang digunakan.
Untuk memperbaikai volume sirkulasi efektif, apapun jenis dehidrasinya (isoosmotik,
hipoosmotik, maupun hiperosmotik) cairan awal yang seharusnya diberikan adalah cairan
isotonis. Dalam hal ini yang biasa digunakan adalah Ringers Lactat, Ringers Asetat, dan
NaCl 0,9%. Nilai Strong Ion Difference (SID) dari NaCl 0,9% adalah 0 (nol), sehingga pasca
resusitasi dapat terjadi asidosis metabolik hiperkloremik. Bila karena perdarahan maka
pilihan volume expander terbaik adalah darah. Pada beberapa keadaan khusus perlu
dipertimbangkan penggunaan koloid.
Strategi untuk rehidrasi (menurut Guillot) adalah dengan memperhitungkan defisit
cairan, cairan rumatan yang diperlukan dan kehilangan cairan yang sedang berlangsung
disesuaikan.

Cara rehidrasi :
23

1. Nilai status rehidrasi (sesuai dengan tabel 8), banyak cairan yang diberikan (D) = derajat
dehidrasi (%) x BB x 1000 cc
Tabel 8. Derajat dehidrasi

2. Hitung cairan rumatan (M) yang diperlukan (untuk anak-anak) dengan rumus hollidaysegar (tabel 5), (untuk dewasa 40 cc/kgBB/24 jam)
Tabel 9. Rumatan cairan menurut rumus Holiday-Zegar

3. Pemberian cairan :
6 jam I = D + M atau 8 jam I = D + M (menurut Guillot)
18 jam II = D + M atau 16 jam II = D + M (menurut Guillot)
Untuk memperbaiki volume sirkulasi efektif perhitungan pemberian cairan yang juga sering
dipakai pada anak ialah diberikan 1020 ml/kg BB dalam 10 - 30 menit. Kemudian dievaluasi
perbaikan klinis meliputi status mental, tanda vital, dan produksi urin. Bila masih diperlukan
bisa diulang. Bila belum membaik setelah diberikan 60 ml/kgBB, pertimbangkan
pemasangan central venous pressure (CVP) untuk menentukan volume intravaskuler yang
lebih tepat.
2. Tatalaksana selanjutnya setelah volume sirkulasi efektif tercapai.

24

Bila belum memungkinkan peroral, total kebutuhan diberikan intravena dengan


mempertimbangkan:
o Sisa defisit (air maupun elektrolit):
Volume: bandingkan berat badannya dengan berat badan sebelum sakit,
perhitungkan jumlah cairan selama resusitasi.
Natrium: bila hiponatremi, perhitungkan defisit natriumnya.
Air: bila hipernatremi, perhitungkan defisit airnya.
o Kehilangan cairan yang masih berlangsung:
Volume dan komposisi elektrolitnya.
o Kebutuhan rumatan:
Air dan elektrolit (pertimbangkan kondisi yang meningkatkan/mengurangi
kebutuhannya).
Jumlahkan semua kebutuhan air dan elektrolit dari sisa defisit, kehilangan cairan yang masih
berlangsung (ongoing losses), dan kebutuhan rumatan. Kemudian tentukan jenis cairannya
berdasarkan jumlah total air dan elektrolit yang diperlukan dan juga kalori untuk diberikan
dalam 24 jam. Pertimbangkan juga kondisi klinis penderita seperti adanya kelainan jantung
dan kelainan ginjal.
Nilai defisit dapat dihitung berdasar:

Untuk mempermudah perencanaan dapat dibuat format baku untuk tata laksana kebutuhan
cairan seperti Tabel 10 di bawah ini.

25

Koreksi kehilangan cairan sebelumnya dan penggantian kehilangan cairan yang sedang
berlangsung harus dilakukan dengan teliti. Seperti tata laksana di ruang intensif pada
umumnya, penilaian harus dilakukan secara ketat dari waktu ke waktu dengan interval yang
pendek (24 jam). Perkiraan jumlah cairan yang hilang sebelumnya amat tergantung dari
ketajaman penilaian klinis dokter melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan analisis
laboratorium.
B. Syok.
Syok adalah sindrom klinis akibat kegagalan sistem sirkulasi dengan akibat
ketidakcukupan pasokan oksigen dan substrat metabolik lain ke jaringan serta kegagalan
pembuangan sisa metabolisme. Berdasarkan komponen sistem sirkulasi, terdapat 3 jenis syok
yaitu

syok

hipovolemik,

kardiogenik,

dan

distributif.

Adapun

prinsipprinsip

penatalaksanaannya adalah sebagai berikut:


1. Syok hipovolemik
Pemberian cairan kristaloid 10 ml/kgBB secara bolus (secepatnya) dapat dilakukan
sambil menilai respon tubuh. Pada syok hipovolemik, maka peningkatan volume
intravaskular akan meningkatkan isi sekuncup disertai penurunan frekuensi jantung. Pada
kasus yang berat, pemberian cairan dapat diulangi 10 ml/kgBB sambil menilai respon tubuh.
Pada umumnya anak dengan syok hipovolemik mempunyai nilai CVP kurang dari 5 mmHg.
Pemberian cairan harus diteruskan hingga mencapai normovolemik. Kebutuhan cairan untuk
mengisi ruang intravaskular umumnya dapat dikurangi bila digunakan cairan koloid.
2. Syok kardiogenik
Curah jantung merupakan fungsi isi sekuncup dan frekuensi. Bayi mempunyai ventrikel
yang relatif noncompliant dengan kemampuan meningkatkan isi sekuncup amat terbatas.
Karena itu curah jantung bayi amat bergantung pada frekuensi. Syok kardiogenik pada
penyakit jantung bawaan tidak dibahas di sini.
Isi sekuncup dipengaruhi oleh preload, afterload, dan kontraktilitas miokardium. Sesuai
dengan hukum Starling, peningkatan preload akan berkorelasi positif terhadap curah jantung
hingga tercapai

plateau. Karena itu, sekalipun pada gangguan fungsi jantung,

mempertahankan preload yang optimal tetap harus dilakukan. Penurunan curah jantung pasca
bolus cairan menunjukkan bahwa volume loading harus dihentikan. Upaya menurunkan
afterload terindikasi pada keadaan gagal jantung dengan peningkatan resistensi vaskular
sistemik yang berlebihan.

26

Untuk tujuan ini dapat digunakan vasodilator. Diuretik digunakan pada kasus dengan
tanda kongestif paru maupun sistemik. Untuk tujuan ini dapat digunakan diuretik loop, atau
kombinasi dengan bumetanid, tiazid atau metolazon.
Berbagai kondisi yang memperburuk fungsi kontraktilitas miokardium harus segera
diatasi, seperti hipoksemia, hipoglikemia, dan asidosis. Untuk memperbaiki fungsi
kontraktilitas ini, selanjutnya dapat digunakan obat inotropik (seperti dopamin, dobutamin,
adrenalin, amrinon, milrinon). Untuk mencapai fungsi kardiovaskular yang optimal, dengan
pengaturan preload, penggunaan obat inotropik dan vasodilator (seperti sodium nitroprusid,
nitrogliserin), dibutuhkan pemantauan tekanan darah, curah jantung, dan resistensi vaskular
sistemik.
3. Syok distributif dan syok septic
Tata laksana syok distributif adalah pengisian volume intravaskular dan mengatasi
penyebab primernya. Syok septik merupakan suatu keadaan khusus dengan patofisiologi
yang kompleks. Pada syok septik, warm shock, suatu syok distributif, terjadi pada fase
awal. Penggunaan stimulator alfa (seperti noradrenalin) dilaporkan tidak banyak
memperbaiki keadaan, bahkan menurunkan produksi urin dan mengakibatkan asidosis laktat.
Pada fase lanjut, terjadi penurunan curah jantung dan peningkatan resistensi vaskular sistemik
akibat hipoksemia dan asidosis. Karena itu tata laksana syok septik lanjut, mengikuti kaidah
syok kardiogenik. Sekalipun masih kontroversi, steroid terkadang digunakan pada syok septik
yang resisten terhadap katekolamin dengan risiko insufisiensi adrenal.

BAB III
27

KESIMPULAN
Sebagian besar tubuh manusia terdiri dari cairan, jadi kalau terjadi ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit maka tubuh akan mengalami gangguan secara fisiologis beberapa organ
misalnya : ginjal, jantung dan lain-lain. Oleh sebab itu keseimbangan cairan dan elektrolit
tubuh perlu dipertahankan agar tidak terjadi dehidrasi sehingga akan mengakibatkan
komplikasi.
Kasus dehidrasi akan lebih sering terjadi pada bayi karena kecepatan metabolismenya dan
luas permukaan tubuhnya yang relatif besar sehingga perlu penanganan yang lebih intensif
untuk perawatan cairan dan elektrolitnya.
Terapi cairan digunakan untuk mengganti kekurangan air dan elektrolit, untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi, mengatasi syok dan mengatasi kelainan yang ditimbulkan karena terapi
yang diberikan.
Pemberian nutrisi pariental merupakan pilihan yang mahal sehingga indikasinya harus
tepat. Kalau sudah ditentukan indikasinya maka segera dimulai pemberiannya untuk
mencegah memburuknya keadaan, sebab yang paling terkena pada keadaan kekurangan
nutrisi dalah mukosa membran hepar, epitel tubulus ginjal, dan sistem saluran pencernaan,
juga penyembuhan luka menjadi lama.
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 parameter penting, yaitu: volume
cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel
dengan mempertahankan keseimbangan garan dan mengontrol osmolaritas ekstrasel dengan
mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan
mengatur keluaran garam dan air dalam urine sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi
asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut. Ginjal juga turut berperan dalam
mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan mengatur keluaran ion hidrogen dan ion
bikarbonat dalam urine sesuai kebutuhan. Selain ginjal, yang turut berperan dalam
keseimbangan asam-basa adalah paru-paru dengan mengeksresikan ion hidrogen dan CO 2 dan
sistem dapar (buffer) kimia dalam cairan tubuh.

DAFTAR PUSTAKA
28

1. Guyton AC, Hall JE.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi kesembilan. Jakarta: EGC.
1997: 375-393
2. Latief AS, dkk. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada pembedahan. Edisi
Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI. 2002
3. Sunatrio S. Resusitasi cairan. Jakarta: Media aesculapius; 2000:1-58.
4. Souid AK, Schneiderman H. Principles of pediatric fluid therapy. Diakses dari
http://www.ec.hscsyr.edu/peds/fluid_manual, tanggal 04 Februari 2012.
5. Ambalavanan N. Fluid, electrolyte, and nutrition management of the newborn. Diakses
dari http://www.emedicine.com/ped/topic2554, tanggal 04 Februari 2012.
6. Stewart PA. How to understand acidbase. Diakses dari http://www.qldanaesthesia.com,
29 Januari 2012.
7. Symons.

Clinical

fluid

and

electrolyte

management.

Diakses

www.seattlechildrens.org/health_care_professionals/pdf/clinical_fluid.pdf,

tanggal

dari
04

Februari 2012.

29

Anda mungkin juga menyukai