Anda di halaman 1dari 12

DEMAM REMATIK

DEFINISI
Demam rematik merupakan suatu penyakit sistemik yang dapat bersifat akut,
subakut, kronik, dan fulminan, dan dapat terjadi setelah infeksi Streptococcus
beta hemolyticus group A pada saluran pernafasan bagian atas.
KLASIFIKASI
1.
2.
3.
4.

Akut
Subakut
Kronik
Fulminan

ETIOLOGI
Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat
interaksi individu, penyebab penyakit dan faktor lingkungan. Infeksi
Streptococcus betahemolyticus grup A pada tenggorok selalu mendahului
terjadinya demam reumatik, baik pada serangan pertama maupun serangan
ulangan. Untuk menyebabkan serangan demam reumatik, Streptokokus grup A
harus menyebabkan infeksi pada faring, bukan hanya kolonisasi superficial.
Berbeda
dengan
glumeronefritis
yang
berhubungan
dengan
infeksi
Streptococcus di kulit maupun di saluran napas, demam reumatik agaknya
tidak berhubungan dengan infeksi Streptococcus di kulit. Hubungan etiologis
antara kuman Streptococcus dengan demam reumatik diketahui dari data
sebagai berikut:
1.Pada sebagian besar kasus demam reumatik akut terdapat peninggian
kadar antibodi terhadap Streptococcus atau dapat diisolasi kuman beta
Streptococcus hemolyticus grup A , atau keduanya.
2.Insidens demam reumatik yang tinggi biasanya bersamaan dengan
insidens oleh beta Streptococcus hemolyticus grup A yang tinggi pula.
Diperkirakan hanya sekitar 3% dari individu yang belum pernah menderita
demam reumatik akan menderita komplikasi ini setelah menderita faringitis
Streptococcus yang tidak diobati.
3.Serangan ulang demam reumatik akan sangat menurun bila penderita
mendapat pencegahan yang teratur dengan antibiotika.
FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor Individu
1. Faktor Genetik Banyak demam reumatik/penyakit jantung reumatik yang
terjadi pada satu keluarga maupun pada anak-anak kembar. Karenanya
diduga variasi genetik merupakan alasan penting mengapa hanya
sebagian pasien yang terkena infeksi Streptococcus menderita demam
reumatik, sedangkan cara penurunannya belum dapat dipastikan.
2. Jenis KelaminTidak didapatkan perbedaan insidens demam reumatik
pada lelaki dan wanita. Meskipun begitu, manifestasi tertentu mungkin
lebih sering ditemukan pada salah satu jenis kelamin, misalnya gejala

korea jauh lebih sering ditemukan pada wanita dari pada laki-laki. Kelainan
katub
sebagai
gejala
sisa
penyakit
jantung
reumatik
juga
menunjukkan perbedaan jenis kelamin. Pada orang dewasa gejala sisa
berupa stenosis mitral lebih sering ditemukan pada wanita, sedangkan
insufisiensi aorta lebih sering ditemukan pada laki-laki.
3. Golongan Etnik dan Ras Belum bisa dipastikan dengan jelas karena
mungkin berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada golongan etnik
dan ras tertentu ikut berperan atau bahkan merupakan sebab yang
sebenarnya. Yang telah dicatat dengan jelas ialah terjadinya stenosis
mitral. Dinegara-negara barat umumnya stenosis mitral terjadi bertahuntahun setelah serangan penyakit jantung reumatik akut. Tetapi data di
India menunjukkan bahwa stenosis mitral organik yang berat seringkali
sudah terjadi dalam waktu yang relatif singkat, hanya 6 bulan-3 tahun
setelah serangan pertama.
4. Umur Paling sering pada umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar
umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun
dan sangat jarang sebelum umur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi
umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi Streptococcus pada
anak usia sekolah.
5. Keadaan Gizi dan adanya penyakit lainBelum dapat ditentukan apakah
merupakan faktor predisposisi. Hanya sudah diketahui bahwa penderita
sickle
cell
anemia
jarang
yang
menderita
demam
reumatik/penyakit jantung reumatik.
Faktor-faktor Lingkungan
1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk Mungkin ini merupakan faktor
lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk terjadinya demam
reumatik . Termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk ialah
sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat,
rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak
yang sakit sangat kurang, pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk
perawatan kesehatan kurang dan lain-lain.
2. Iklim dan GeografiPenyakit ini terbanyak didapatkan di daerah beriklim
sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun
mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi daripada yang diduga
semula. Di daerah yang letaknya tinggi agaknya insidens lebih tinggi
daripada di dataran rendah.
3. CuacaPerubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens
infeksi saluran nafas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga
meningkat.
PATOFISIOLOGI
Hubungan antara infeksi Streptococcus hemolitik group A dengan terjadinya
DR telah lama diketahui. Demam rematik merupakan respon autoimun terhadap
infeksi Streptococcus hemolitik group A pada tenggorokan. Respon
mmanifestasi klinis dan derajat penyakit yang timbul ditentukan oleh kepekaan
genetic host, keganasan organisme dan lingkungan yang kondusif. Mekanisme

patogenesis yang pasti sampai saat ini tidak diketahui, tetapi peran antigen
histokompatibility mayor, antigen jaringan spesifik potensial dan antiboy yang
berkembang segera setelah infeksi streptococcus telah diteliti sebagai faktor
resiko yang potensial dalam patogenesis penyakit ini. Terbukti sel limfosit T
memegang peranan dalam patogenesis penyakit ini dan ternyata tipe M dari
Streptococcus group A mempunyai potensi rheumatogenik. Beberapa serotype
biasanya mempunyai kapsul, berbentuk besar, koloni mukoid yang kaya dengan
M protein. M protein adalah salah satu determinan virulensi bakteri, strukturnya
homolog dengan myosin cardiac dan molekul alpha-helical coiled coil, seperti
tropomyosin, keratin dan laminin. Laminin adalah matriks protein ekstraseluler
yang disekresikan oleh sel endothelial katup jantung dan bagian integral dari
struktur katup jantung. Lebih dari 130 M protein sudah teridentifikasi dan tipe
1.3.5.6.14.18.19 dan 24 berhubungan dengan terjadinya DR.
Superantigen streptokokal adalah glikoprotein unik yang disintesa oleh bakteri
dan virus yang dapat berikatan dengan mayor histocompatibility complex
molecules dengan nonpolymorphic V b-chains dari T-cell receptors. Pada kasus
streptokokus banyak penelitian yang difokuskan pada peranan superantigen like
activity dari fragmen M protein dan juga streptococcal pyrogenic exotoxin, dalam
patogenesis DR.
Terbukti kuat bahwa respon autoimun terhadap antigen streptococcus
memegang peranan dalam terjadinya DR dan PJR pada orang yang rentan.
Sekitar 0,3-3 persen individu yang rentan terhadap faringitis streptococcus
berlanjut menjadi DR. Data terakhir menunjukan bahwa gen yang mengontrol
low level respons antigen streptococcus berhubungan dengan Class II human
leukocyte antigen, HLA.
Infeksi streptococcus dimulai dengan ikatan permukaan bakteri dengan reseptor
spesifik sel host dan melibatkan proses spesifik seperti pelekatan, kolonisasi dan
invasi. Ikatan permukaan bakteri dengan permukaan reseptor sel host adalah
kejadian yang penting dalam kolonisasi dan dimulai oleh fibronektin dan oleh
streptococcal fibronectin- binding proteins.
Faktor lingkungan seperti kondisi kehidupan yang kurang baik, kondisi tinggal
yang berdekatan dan akses kesehatan yang kurang merupakan determinan yang
signifikan dalam distribusi penyakit ini. Variasi cuaca juga mempunyai peran
yang besar dalam terjadinya infeksi streptokokkus untuk terjadi DR.
SKEMA PATOGENESIS DR dan PJR

PATOLOGI
DR ditandai oleh radang eksudatif dan proliferatif pada jaringan ikat, terutama
mengenai jantung, sendi dan jaringan subkutan. Bila terjadi karditis seluruh
lapisan jantung akan dikenai. Perikarditis paling sering terjadi dan perikarditis
fibrinosa kadang-kadang didapati. Peradangan perikard biasanya menyembuh
setelah beberapa saat tanpa sekuele klinis yang bermakna, dan jarang terjadi
temponade. Pada keadaan fatal, keterlibatan miokard menyebabkan pembesaran
semua ruang jantung. Pada miokardium mula mula didapati fragmentasi serabut
kolagen, infiltrasi limfosit, dan degenerasi fibrinoid dan diikuti didapatkannya
nodul aschoff di miokard yang merupakan patogonomik DR. Nodul aschoff terdiri
dari area nekrosis sentral yang dikelilingi limfosit, sel plasma, sel mononukleus
yang besar dan sel giant multinukleus. Beberapa sel mempunyai inti yang
memanjang dengan area yang jernih dalam membran inti yang disebut
Anitschkow myocyte. Nodul aschoff bisa didapati pada spesimen biopsi
endomiokard penderita DR. Keterlibatan endokard menyebabkan valvulitis
rematik kronis, fibrin kecil, vegetasi verrukous, berdiameter 1-2 mm bisa dilihat
pada permukaan atrium pada tempat koaptasi katup dan korda tendineae.
Meskipun vegetasi tidak didapati, bisa didapati peradangan dan edema dari
daun katup. Penebalan dan fibrotik pada dinding posterior atrium kiri bisa
didapati dan dipercaya akibat efek jet regurgitasi mitral yang mengenai dinding
atrium kiri. Proses penyembuhan valvulitis memulai pembentukan granulasi dan
fibrosis daun katup dan fusi korda tendineae yang mengakibatkan stenosis atau
insufisiensi katup. Katup mitral paling sering terkena diikuti katup aorta. Katup
trikuspid dan pulmonal jarang terkena.
MANIFESTASI KLINIK

Jones membagi gejala atas 2 macam manifestasi yaitu manifestasi mayor (gejala
yg patognomonik) dan manifestasi minor (gejala yang tidak patognomonik tetapi
perlu untuk menegakkan diagnosis).

KRITERIA MAJOR
1) Karditis merupakan manifestasi klinik demam rematik yang paling berat
karena merupakan satu-satunya manifestasi yang dapat mengakibatkan
kematian penderita pada fase akut dan dapat menyebabkan kelainan
katup sehingga terjadi penyakit jantung rematik.
Diagnosis karditis rematik dapat ditegakkan secara klinik berdasarkan
adanya salah satu tanda berikut:
(a) bising baru atau perubahan sifat bising organik,
(b) kardiomegali,
(c) perikarditis, dan gagal jantung kongesti .
Bising jantung merupakan manifestasi karditis rematik yang seringkali
muncul pertama kali, sementara anda dan gejala perikarditis serta gagal
jantung kongestif biasanya baru timbul pada keadaan yang lebih berat .
Bising pada karditis rematik dapat berupa bising pansistol di daerah apeks
(regurgitasimitral), bising awal diastol di daerah basal (regurgitasi aorta),
dan bising mid-diastol pada apeks (bising Carey-Coombs) yang timbul
akibat adanya dilatasi ventrikel kiri
2) Poliartritis ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, ke- merahan,
teraba panas, dan keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih.
Artritis pada demam rematik paling sering mengenai sendi-sendi besar
anggota gerak bawah. Kelainan ini hanya berlangsung beberapa hari
sampai seminggu pada satu sendi dan kemudian berpindah, sehingga
dapat ditemukan artritis yang saling tumpang tindih pada beberapa sendi

pada waktu yang sama; sementara tanda-tanda radang mereda pada satu
sendi, sendi yang lain mulai terlibat.
Perlu diingat bahwa artritis yang hanya mengenai satu sendi (monoartritis)
tidak dapat dijadikan sebagai suatu kriterium Mayor.Selain itu, agar dapat
digunakan sebagai suatu kriterium mayor, poliartritis harus disertai
sekurang-kurang nya dua kriteria minor, seperti demam dan kenaikan laju
endap darah, serta harus didukung oleh adanya titer ASTO atau antibodi
antistreptokokus lainnya yang tinggi.
3.

Korea secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak
bertujuan yang berlangsung cepat dan umumnya bersifat bilateral,
meskipun dapat juga hanya mengenai satu sisi tubuh. Manifestasi demam
rematik ini lazim disertai kelemahan otot dan ketidak-stabilan emosi.
Korea jarang dijumpai pada penderita di bawah usia 3 tahun atau setelah
masa pubertas dan lazim terjadi pada perempuan.
. Korea Syndenham merupakan satu-satunya tanda mayor yang
sedemikian penting sehingga dapat dianggap sebagai pertanda adanya
demam rematik meskipun tidak ditemukan kriteria yang lain.
. Korea merupakan manifestasi demam rematik yang muncul secara
lambat, sehingga tanda dan gej ala lain kemungkinan sudah tidak
ditemukan lagi pada saat korea mulai timbul.

4. Eritema marginatum merupakan wujud kelainan kulit yang khas pada


demam rematik dan tampak sebagai makula yang berwarna merah, pucat
di bagian tengah, tidak terasa gatal, berbentuk bulat atau dengan tepi
yang bergelombang dan meluas secara sentrifugal.
Eritema marginatum juga dikenal sebagai eritema anulare rematikum dan
terutama timbul di daerah badan, pantat, anggota gerak bagian proksimal,
tetapi tidak pernah ditemukan di daerah wajah. Kelainan ini dapat bersifat
sementara atau menetap, berpindah-pindah dari satu bagian tubuh ke
bagian tubuh yang lain, dapat dicetuskan oleh pemberian panas, dan
memucat jika ditekan. Tanda mayor demam rematik ini hanya ditemukan
pada kasus yang berat
5) Nodulus subkutan pada umumnya hanya dijumpai pada kasus yang berat
dan terdapat di daerah ekstensor persendian, pada kulit kepala serta
kolumna vertebralis. Nodul ini berupa massa yang padat, tidak terasa
nyeri, mudah digerakkan dari kulit di atasnya, dengan diameter dan
beberapa milimeter sampai sekitar 2 cm. Tanda ini pada umumnya tidak
akan ditemukan jika tidak terdapat karditis.
KRITERIA MINOR
1) Riwayat demam rematik sebelumnya dapat digunakan sebagai salah satu
kriteria minor apabila tercatat dengan baik sebagai suatu diagnosis yang
didasarkan pada kriteria obyektif yang sama. Akan tetapi, riwayat demam
rematik atau penyakit jantung rematik inaktif yang pernah diidap seorang
penderita seringkali tidak tercatat secara baik sehingga sulit dipastikan
kebenarannya, atau bahkan tidak terdiagnosis .

2) Artralgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai
peradangan atau keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus dibedakan
dengan nyeri pada otot atau jaringan periartikular lainnya, atau dengan nyeri
sendi malam hari yang lazim terjadi pada anak-anak normal.
Artralgia tidak dapat digunakan sebagai kriteria minor apabila poliartritis sudah
dipakai sebagai kriteria mayor.
3) Demam pada demam rematik biasanya ringan,meskipun adakalanya
mencapai 39C, terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim berlangsung
sebagai suatu demam derajat ringan selama beberapa minggu Demam
merupakan pertanda infeksi yang tidak spesifik, dan karena dapat dijumpa
pada begitu banyak penyakit lain, kriteria minor ini tidak memiliki arti diagnosis
banding yang bermakna.
4) Peningkatan kadar reaktan fase akut berupa kenaikan laju endap darah, kadar
protein C reaktif, serta leukositosis merupakan indikator nonspesifik dan
peradangan atau infeksi. Ketiga tanda reaksi fase akut ini hampir selalu
ditemukan pada demam rematik, kecuali jika korea merupakan satu-satunya
manifestasi mayor yang ditemukan.
Perlu diingat bahwa laju endap darah juga meningkat pada kasus anemia dan
gagal jantung kongestif. Adapun protein C reaktif tidak meningkat pada anemia,
akan tetapi mengalami kenaikan pada gagal jantung kongestif. Laju endap darah
dan kadar protein C reaktif dapat meningkat pada semua kasus infeksi, namun
apabila protein C reaktif tidak bertambah, maka kemungkinan adanya infeksi
streptokokus akut dapat dipertanyakan.
5) Interval P-R yang memanjang biasanya menunjukkan adanya keterlambatan
abnormal sistem konduksi pada nodusatrioventrikel dan meskipun sering
dijumpai pada demam rematik, perubahan gambaran EKG ini tidak spesifik untuk
demam rematik. Selain itu, interval P-R yang memanjang juga bukan merupakan
pertanda yang memadai akan adanya karditis rematik.
PEMERIKSAAN FISIK
Inspeksi
Keadaan umum.
Melihat ictus cordis pada dinding dada.
Memperhatikan gerakan-gerakan lain pada dinding dada.
Pada anak dengan penyakit DR ditemukan sesak napas, batuk batuk,
pembengkakan pd ekstremitas tersering bagian bawah .
Palpasi
Memastikan ictus cordis yang mungkin terlihat pada inspeksi.
Meraba denyut jantung.
Melihat apakah kuat angkat atau tidak.
Perkusi
Mengetahui batas-batas jantung.
Bila ada kardiomegali maka batas jantung akan semakin luas.
Auskultasi
Mendengarkan bunyi-bunyi jantung.

Pada kasus ada gangguan pada katub mitral dan aorta sehingga bunyi
jantung S1 dan S2 terganggu.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Titer antistreptolisin O (ASTO) merupakan pemeriksaan diagnostik standar untuk
demam rematik, sebagai salah satu bukti yang mendukung adanya infeksi
streptokokus . Titer ASTO dianggap meningkat apabila mencapai 250 unit Todd
pada orang dewasa atau 333 unit Tod pada anak-anak di atas usia 5 tahun, dan
dapat dijumpai pada sekitar 70% sampai 80% kasus demam rematik akut.
Infeksi streptokokus juga dapat dibuktikan dengan melakukan biakan usapan
tenggorokan. Biakan positif pada sekitar 50% kasus demam rematik akut .
Bagaimanapun, biakan yang negatif tidak dapat mengesampingkan
kemungkinan adasnya infeksi streptokokus akut.
Pemeriksaan penunjang :
1. Pemeriksaan darah
a. LED tinggi sekali
b. Lekositosis
c. Nilai hemoglobin dapat rendah
d. PCR meningkat
2. Pemeriksaan bakteriologiBiakan hapus tenggorokan untuk membuktikan adanya kuman
streptococcus.
3.Pemeriksaan serologiPeningkatan Titer ASTO, Antistreptokinase, Anti hyaluronidase
4. ElektrokardiogramAdanya pemanjangan interval P-R menunjukkan adanya
keterlambatan abnormal sistem konduksi pada nodus atrioventrikel
DIAGNOSIS
Diagnosis didasarkan pada manifestasi klinis , bukan hanya pada simpom, gejala
atau kelaina pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan lab. Ditambah adanya
infeksi Streptococcus beta hemolyticus group A.
DIAGNOSIS BANDING
1. INFEKSI PIOGENIK PADA SENDI
2. REUMATOID ARTRITIS
3. SLE
4. PURPURA HENOCH SCONLEIN
5. ENDOKARDITIS BAKTERIAL SUBAKUT
6. ANEMIA SEL SABIT
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan demam rematik meliputi:
1. tirah baring di rumah sakit
2. eradikasi kuman streptokokus
3. pemberian obat-obat antiradang
4. pengobatan korea

5. Penanganan komplikasi seperti gagal jantung, endokarditis bakteri atau


trombo-emboli
6. pemberian diet bergizi tinggi mengandung cukup vitamin
Tirah Baring.
Semua penderita demam reumatik perlu tirah baring. Lamanya tergantung berat
ringannya penyakit.
Tabel 2. : Tirah baring dan mobilisasi penderita demam reumatik
(Taranta & Markowitz, 1989)
Status
Jantung

Penatalaksanaan

Karditis tanpa
Kardiomegali
Karditis dengan
Kardiomegali

Tirah baring selama 2 minggu dan mobilisasi bertahap selama 2


minggu
Tirah baring selama 4 minggudan mobilisasi bertahap selama 4
minggu
Tirah baring selama 6 minggu dan mobilisasi bertahap selama 6
minggu

Karditis dengan
gagal jantung

Tirah baring selama dalam keadaan gagal jantung dan mobilisasi


bertahap selama 3 bulan

Tanpa Karditis

Eradikasi kuman streptokokus dengan Antibiotika :


1. Penisilin Benzatin 600.000 - 900.000 U untuk anak dengan berat badan
kurang dari 30 kg dan l,2 juta U bila berat badan lebih dari 30 kg diberikan
sekali.
2. Penisilin oral 4 x 250 mg/hari untuk anak besar dan 4 x 125 mg/hari bila
berat badan kurang dari 20 kg diberikan selama 10 hari.
3. Pada penderita yang alergi terhadap penisilin dapat diberikan eritromisin
50 mg/kg BB/hari selama 10 hari.
Obat-obat lain tidak dianjurkan.
Analgesik dan anti-inflamasi
Obat anti radang diberikan untuk menekan gejala radang akut yang timbul
meskipun adanya radang dan perjalanan penyakitnya sendiri tidak berubah.
Oleh karena itu obat anti radang sebaiknya hanya diberikan bila diagnosis telah
ditegakkan .
Pedoman pemberian analgetik dan anti-inflamasi
Manifestasi Klinik

Pengobatan

Artralgia

Salisilat saja 75-100 mg/kg BB/hari

Artritis saja, dan/atau


karditis tanpa
kardiomegali

Salisilat saja 100 mg/kg BB/hari selama 2 minggu


dilanjutkan dengan 75 mg/kg BB selama 4-6 minggu.

Karditis dengan
kardiomegali atau
gagal jantung

Prednison 2 mg/kg/ BB/hari selama 2 minggu,dikurangi


bertahap selama 2 minggu ditambah salisilat 75 mg/kg BB
selama 6 minggu.

Pengobatan Korea

Korea pada umumnya akan sembuh sendiri, meskipun dapat berlangsung selama
beberapa minggu sampai 3 bulan. Obat-obat sedatif, seperti klorpromazin,
diazepam, fenobarbital atau haloperidol dilaporkan memberikan hasil yang
memuaskan. Perlu diingat, halopenidol sebaiknya tidak diberikan
pada anak di bawah umur 12 tahun.
Penanganan Gagal Jantung
Gagal jantung pada demam rematik dapat ditangani seperti kasus gagal jantung
pada umumnya. Komplikasi ini biasanya dapat diatasi dengan tirah baring dan
pemberian kortikosteroid, meskipun seringkali perlu diberikan digitalis, diuretik,
atau vasodilator . Digitalis biasanya tidak seefektif pada gagal jantung kongestif
akibat kelainan lainnya . Pemberian obat ini harus dilakukan secara hati-hati
karena dapat menambah iritabilitas jantung sehingga dapat menyebabkan
aritmia , di samping batas keamanannya yang sempit
PROGNOSIS
Prognosis demam rematik tergantung pada stadium saat diagnosis ditegakkan,
umur, ada tidaknya dan luasnya kelainan jantung, pengobatan yang diberikan,
serta jumlah serangan sebelumnya. Prognosis pada umumnya buruk pada
penderita dengan karditis pada masa kanak-kanak. Serangan ulang dalam waktu
5 tahun pertama dapat dialami oleh sekitar 20% penderita dan kekambuhan
semakin jarang terjadi setelah usia 21 tahun
KOMPLIKASI
Komplikasi pada penyakit demam reumatik
1. Infeksi selaput jantung atau katup.
2. Gagal jantung
3. Peradangan pada sendi.
4. Perubahan suara jantung.
5. Kelainan-kelainan yang dapat timbul pada kulit (panas)
PENCEGAHAN
Pencegahan demam rematik ada 2 cara :
1. Pencegahan primer : yaitu upaya pencegahan infeksi streptococcus beta
hemolitycus group A sehingga tercegah dr penyakit demam rematik.
2. Pencegahan sekunder : yaitu upaya mencegah menetapnya infeksi
streptococcus beta hemolyticus group A pada bekas pasien demam
rematik.
PENYAKIT JANTUNG REMATIK
DEFINISI
Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya Rheumatic Heart
Disease (RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup
jantung yang bisa berupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral
(stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya gejala sisa dari Demam Rematik
(DR).

ETIOLOGI
Demam rematik yang berkepanjangan
PATOFISIOLOGI
Seseorang yang mengalami demam rematik apabila tidak ditangani secara
adekuat, Maka sangat mungkin sekali mengalami serangan penyakit jantung
rematik. Infeksi oleh kuman Streptococcus Beta Hemolyticus group A yang
menyebabkan seseorang mengalami demam rematik dimana diawali terjadinya
peradangan pada saluran tenggorokan, dikarenakan penatalaksanaan dan
pengobatannya yang kurah terarah menyebabkan racun/toxin dari kuman ini
menyebar melalui sirkulasi darah dan mengakibatkan peradangan katup jantung.
Akibatnya daun-daun katup mengalami perlengketan sehingga menyempit, atau
menebal dan mengkerut sehingga kalau menutup tidak sempurna lagi dan
terjadi kebocoran.

MANIFESTASI KLINIK
1. Penderita umumnya megalami sesak nafas yang disebabkan jantungnya
sudah mengalami gangguan
2. Nyeri sendi yang berpindah- pindah
3. Bercak kemerahan di kulit yang berbatas
4. Gerakan tangan yang tak beraturan dan tak terkendali (korea)
5. Benjolan kecil-kecil dibawah kulit.

6. Selain itu tanda yang juga turut menyertainya adalah nyeri perut,
kehilangan berat badan, cepat lelah dan tentu saja demam.

Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang


Diagnosis dan DD
Selain dengan adanya tanda dan gejala yang tampak secara langsung dari
fisik, umumnya dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan laboratorium,
misalnya; pemeriksaan darah rutin, ASTO, CRP, dan kultur ulasan
tenggorokan. Bentuk pemeriksaan yang paling akurat adalah dengan
dilakukannya echocardiografi untuk melihat kondisi katup-katup jantung dan
otot jantung.

Anda mungkin juga menyukai