Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM SURVEY DAN PEMETAAN

MODUL VI
PENGUKURAN SUDUT

KELOMPOK 37
Aprilia Dyah Ayu M

(0906515950)

Meutia Putri Mulya

(0906636926)

Risky Ardhy Maulana

(0906636983)

Tanggal Praktikum
Asisten Praktikum
Tanggal disetujui
Nilai
Paraf Asisten Modul

: 03 Oktober 2010
: R. Mirza Aldi
:
:
:

LABORATORIUM SURVEY DAN PEMETAAN


DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2009

A. Tujuan
1. Mengetahui besar sudut horizontal
2. Menetukan letak koordinat satu titik
3. Menghitung azimuth suatu arah
B. Peralatan
1. Rambu (Pengukur Ketinggian)

1 buah

2. Theodolit

1 buah

3. Patok

6 buah

4. Statif

1 buah

5. Meteran

1 buah

C. Teori
Pengukuran sudut merupakan bagian dari survey detail dan control. Alat
theodolit juga digunakan untuk mengukur besar sudut, baik sudut vertikal ataupun
sudut horizontal. Sudut horizontal adalah sudut yang dibentuk antara suatu titik
dengan garis horizontal. Jenis-jenis sudut horizontal yang paling biasa diukur dalam
pengukuran tanah adalah :
1. Sudut dalam
2. Sudut ke kanan
3. Sudut belokan
Tiga persyaratan dasar menentukan sebuah sudut yaitu :
1. Garis awal / acuan
2. Arah perputaran
3. Jarak sudut (harga sudut)
Pada saat pengukuran di lapangan seharusnya dipakai prosedur yang seragam,
misalnya bila mungkin selalu mengukur sudut searah jarum jam, dan arah putaran
ditunjukkan dalam buku lapangan dengan sebuah sketsa.
Azimuth adalah besar sudut antar utara magnetis (nol derajat) dengan titik
sasaran yang kita tuju, azimuth sering disebut sudut kompas, perhitungan searah
jarum jam.

Ada tiga macam azimuth yaitu :


a) Azimut sebenarnya
b) Azimut magnetis
c) Azimut peta
Azimuth sebenarnya yaitu besar sudut yang dibentuk antara utara sebenarnya
dengan titik sasaran. Azimuth magnetis adalah sudut yang dibentuk antara utara
kompas dengan titik sasaran. Sedangkan azimuth peta yaitu besar sudut yang
dibentuk peta dengan titik sasaran.
Back azimuth adalah besar sudut atau kebalikan /kebelakang dari azimuth. Cara
menghitungnya bila sudut azimuth lebih dari 180 maka sudut azimuth dikurangi
180, bila sudut azimuth kurang dari 180 maka sudut azimuth ditambahkan 180 ,
bila sudut aizmuth sama dengan 180 maka sudut back azimuthnya adalah 0 atau
360

Gambar 1.1 Sudut Azimuth

Sudut antara dua jurusan A dan B dapat diketahui dengan menghitung


selisih pembacaan sudut horizontal pada theodolit yang diarahkan ke A dan B.

Koordinat suatu titik dapat dihitung berdasarkan suatu titik referensi


yang sudah diketahui koordinatnya.

Rumus yang dipakai adalah:


XA = XT + dTA sin TA
YA = YT + dTA cos TA
Keterangan:
TA

= azimuth TA

= titik referensi

dTA

= jarak antara titik A dan B,

dapat dihitung dengan rumus : d = 100 (a-b) cos2

Sudut vertikal dapat diketahui dengan cara sebagai berikut :


1. Ukur tinggi theodolit dari as teropong (sumbu I) sampai permukaan
tanah, misalnya Y meter
2. Arahkan teropong ke rambu pada ketinggian Y meter
3. Baca besar sudut vertikal

D. Prosedur
1.

Pasang statif pada suatu titik (kita asumsikan alat berada pada koordinat X, Y
adalah 0,0 )

2.

Atur nivo pada theodolit sampai posisi gelembung berada di tengah dengan
mengatur sekrup pada statif.

3.

Pasang 1 pasak di bawah statif dengan melihat lup central point, sehingga
benang silang berada tepat pada kaki pasak.

4.

Pasang 6 buah patok secara acak dengan jarak minimal 10 meter dari theodolit.

Sudut Biasa
5.

Ukur tinggi theodolit, buka teropong atur sehingga sudut vertikal 90o 00
kunci sudut vertikal agar besarnya tidak berubah.

6.

Bidik titik A, kunci titik A lalu baca benang atas, benang tengah, dan benang
bawah pada rambu.

7.

Jadikan titik A sebagai acuan sudut horizontal, dengan mengubah besar sudut
saat membidik titk I menjadi 0o 00

8.

Bidik titik B, dengan mengeser theodolit secara perlahan lalu setelah dapat titik
B, kunci teropong sehingga kita dapat mengetahi besar perpindahan sudut dari
titik acuan, setelah itu baca benang atas, benang tengah, dan benang bawah
pada rambu.

9.

Lakukan langkah-langkah di titik B pada titik C, D, E, dan F.

Sudut Luar Biasa


10. Putar theodolit 180, lalu atur sudut vertikalnya menjadi 2700000, lalu
kunci agar sudut horizontal tidak berubah.
11. Bidik kembali titik A, kunci, lalu lakukan pembacaan benang atas, tengah dan
bawah. Catat hasil pengukuran.

12. Lakukan langkah-langkah seperti pada pengukuran sudut biasa pada titik B, C,
D, E, dan F.
13. Setelah itu, ukur jarak dari theodolit ke masing-masing titik dengan meteran.
E.

Data Praktikum
TABEL DATA PRAKTIKUM

Letak alat

V sudut biasa
9000'00"
V sudut luar
biasa
27000'00"

titik

BA

BT

BB

susut HA

sudut HA

tinggi alat

bidik

(cm)

(cm)

(cm)

biasa

luar biasa

(cm)

A
B
C
D
E

152
145
138
134
125

145
140
132
130
121

130
135
128
126
117

0000'00"
2250'40"
3817'09"
5342'25"
7847'10"

E
D
C
B
A

125
132
138
145
151

121
130
134
140
146

117
126
128
136
130

25842'15"
23321'35"
21815'35"
20305'20"
18000'00"

125

F. Pengolahan Data
Perhitungan

1.

Dari pengukuran jarak theodolit dengan titik-titik patok A-E di lapangan,


diperoleh data jarak sebagai berikut :
DA = 11 m
DB = 8,7 m
DC = 10, 4 m
DD = 8 m
DE = 8,1 m

2.

Dari perhitungan teoritis dimana :


d = 100(BA-BB)
dengan:
BA

= benang atas di rambu

BB

= benang bawah di rambu

diperoleh data sebagai berikut :


dA

= 100 (152 - 130) = 2200 cm = 22 m

dB

= 100 (145 - 135) = 1000 cm = 10 m

dC

= 100 (138 - 128) = 1000 cm = 10 m

dD

= 100 (134 - 126) = 8000 cm = 8 m

dE

= 100 (125 - 117) = 8000 cm = 8 m

3. Besar H setiap titik patok adalah :


H = |tinggi alat - BT|

tinggi alat

4.

(cm)

BT (cm)

125

145
140
132
130
121

(cm)

HA
HB
HC
HD
HE

20
15
7
5
4

Sudut :
= ( sudut biasa + sudut luar biasa)

5.

susut HA biasa

sudut HA luar

titik bidik
A
B

(a)
0000'00"
2250'40"

biasa (b)
18000'00"
20305'20"

= 1/2 ( a+b)
90
112,97

3817'09"

21815'35"

128,27

5342'25"

23321'35"

143,53

7847'10"

25842'15"

168,75

Titik Koordinat
X = dteoritis. sin
Y = dteoritis. cos

titik
bidik
A
B
C
D
E

6.

90
112,97
128,27
143,53
168,75

d teoritis
22
10
10
8
8

sin

cos

X = dt sin

Y= dt cos

1
0,92
0,79
0,6
0,2

0
-0,39
-0,62
-0,8
-0,98

22
9,2
7,9
4,8
1,6

0
-3,9
-6,2
-6,4
-7,84

Grafik

B
D

7.

Kesalahan Relatif jarak dan sudut

| dlapangan dteoritis |
d=

dteoritis

x 100 %

titik

bidik
A
B
C
D
E

lapangan
11
8,7
10,4
8
8,1

d teoritis
22
10
10
8
8

d
50%
13%
4%
0%
1,25%

G.

Analisa
Analisa Praktikum
Percobaan pengukuran sudut ini dimulai dengan pemasangan alat.
Theodolit dipasang di atas statif. Permukaan kepala theodolit diatur hingga
sedatar mungkin dengan cara memanjangkan, memendekkan kaki statif atau
memutar sekrup pengatur.
Posisi datar diperoleh ketika gelembung udara nivo theodolit berada di
tengah. Nivo kotak dan nivo tabung diatur dengan cara memutar-mutar tiga
sekrup hingga gelembungnya berada tepat di tengah meskipun alat diputar ke
segala arah. Namun, pada praktikum ini, praktikan tidak mendapati gelembung
tersebut tepat di tengah. Artinya theodolit tidak mendatar atau tegak lurus
sepenuhnya.
Praktikum dilanjutkan dengan meletakkan satu pasak secara tegak lurus di
bawah statif. Sehingga diperoleh ketinggian theodolit. Akan tetapi, pada
praktikum ini, praktikan kesulitan menancapkan pasak secara tegak lurus di
bawah theodolit karena theodolit tidak dilengkapi dengan unting-unting. Oleh
karena itu pengukran ketinggian theodolit terhadap lapangan dapat dikatakan
kurang akurat.
Selanjutnya praktikan menancapkan kelima patok lainnya di sembarang
titik di lapangan. Patok pertama (patok A) dijadikan titik acuan. Maka terhadap
titik A, sudut vertikal theodolit di-reset 900000 dan sudut horizontalnya
000000 dengan membuat menit dan detiknya menjadi nol dengan sekrup
mikrometer, lalu kunci agar sudutnya tidak berubah-ubah dengan cara memutar
kenop yang berada di bagian samping kanan theodolit.
Secara bergantian praktikan menegakluruskan rambu ukur di setiap titik
patok sebagai objek yang akan kita bidik. Pertama rambu ukur ditegakluruskan di
titik A. Untuk membidiknya, pengamat membuka sekrup pengunci bagian atas,
kemudian mengarahkan teropong ke rambu ukur tersebut. Angka rambu akan
terlihat di lensa theodolit. Angka itulah yang menunjukkan nilai tinggi, sementara
di lensa bidikan terlihat garis (benang) berwarna putih yang terdiri dari garis yang

saling tegak lurus dan tiga garis mendatar yaitu benang atas, bawah dan tengah.
Garis yang saling tegak lurus disesuaikan berada tepat di garis zig-zag yang
terdapat pada rambu. Akan tetapi, selama angka pada rambu terlihat jelas di lensa,
posisi rambu ukur yang kurang tegak lurus tidak memberikan penyimpangan yang
signifikan pada data percobaan.
Pada ke lup bagian atas lensa, terlihat sebuah segitiga kecil, diusahakan
rambu tepat sejajar dengan segitiga tersebut untuk menunjukkan bahwa rambu
telah berdiri tegak lurus. Kefokusan lensa diatur hingga angka-angka pada rambu
terlihat jelas dari tempat bidikan. Jika sudah, theodolit dikunci dengan sekrup
pengunci atas. Kemudian dibaca angka masing-masing untuk batas atas, batas
tengah, dan batas bawah serta tidak lupa mencatat sudut horizontal yang tertera
pada display (sudut vertikal selalu tetap). Selesai dengan pengukuran di titik A,
rambu dipindah ke pasak B sampai E. Pengukuran berlanjut dengan langkah yang
serupa. Data pengukuran di titik pasak A sampai E tersebut adalah data
pengukuran dengan sudut biasa.
Selanjutnya pengukuran dilakukan dengan sudut luar biasa dengan
memutar theodolit sejauh 180 dan mengatur sudut vertikal menjadi 2700000.
Kali ini pengukuran dimulai dari titik E secara berurutan menuju titik A dengan
langkah yang serupa.
Terakhir, praktikan mengukur dan mencatat jarak lapangan dari theodolit
ke masing-masing titik.
Analisa Hasil
Hasil pengukuran sudut dengan menggunakan theodolit berupa data jarak
lapangan; tabel yang mencakup besar batas atas, besar batas tengah, besar batas
bawah, sudut biasa, sudut luar biasa dan tinggi alat; dan selisih mutlak ketinggian
alat dengan batas tengah.
Pengolahan data menentukan jarak titik pasak secara teoritis dengan
rumus :
d= 100(BA-BB)

Hasil pengukuran jarak lapangan berbeda dengan jarak teoritis. Perbedaan


cukup signifikan ada pada titik A. Diperkirakan ini akibat kesalahan parakals pada
pembacaan sakla rambu ukur.
Dari pengukuran tersebut juga didapatkan letak titik koordinat dengan
menggunkan rumus
X = dteoritis . sin
Y = dteoritis . cos
Dari perhitungan dengan rumus di atas, maka didapatkan koodinat dalam
grafik sebagai berikut :

dimana statif theodolit berada di titik (0,0).


Kejanggalan ada pada titik A. Jarak titik A secara teoritis terlihat tidak
sesuai dengan kondisi lapangan maka kesalahan relatifnya cukup besar, 50 %.
Sedangkan kesalahan relatif untuk titik B 13%, untuk titik C 4 %, titik D 0 %, dan
titik E 1,25 %.
Analisa Kesalahan
Kesalahan pertama berupa kelalaian dalam mengatur gelembung nivo.
Gelembung tidak tepat di tengah sehingga posisi theodolit tidak sepenuhnya
mendatar. Kesalahan kedua dapat berupa pemasangan pasak tidak tegak lurus di
bawah theodolit sehingga tinggi alat tidak terukur dengan akurat. Kemungkinan

adanya kekurangtelitian ketika membaca pita ukur meteran jga tidak dapat
disangkal. Praktikan juga tidak menjamin posisi rambu ukur telah tegak lurus
selama pembidikan. Secara logika, kesalahan-kesalahan itu tidak berdampak fatal
dalam perolehan data.
Kesalahan terbesar ada pada titik A dan B. Kesalahan ini terjadi bukan
karena alat yang tidak terkalibrasi karena theodolit sudah terkalibrasi dengan
tepat.
Pada tabel pertama, titik A memiliki batas atas, tengah, bawah, masingmasing 152 cm, 145 cm, dan 130 cm. Jika ditinjau dari selisih skala benang atas
dan bawah, selisihnya 7 cm sementara selisih benang tengah dan benang bawah
mencapai 15 cm. Secara optis, ini tidak mungkin terjadi karena ketika
dibandingkan dengan titik B yang memiliki pembacaan masing-masing 145 cm,
140 cm, dan 135 cm, selisih masing-masing sama/hampir sama, yaitu 5 cm. Dari
perbandingan inilah dapat disimpulkan bahwa ada kesalahan paralaks yang cukup
fatal pada titk A. Maka kesalahan pada titik A dan B diakibatkan human error
yang berupa kesalahan paralaks atau kecerobohan dalam pembacaan benang atas,
benang tengah, dan benang bawah. Praktikan bisa jadi mengalami kerancuan
antara benang dengan garis panah yang melengkung di tepi lensa bidik sehingga
mengecoh pembacaan skala pada rambu ukur. Kesalahan itulah yang
menyebabkan data lapangan menjadi tidak sesuai dengan perhitungan teoritis.

H.

Kesimpulan
Dengan praktikum pengukuran sudut ini, praktikan dapat mengetahui letak
koordinat suatu titik, sudut horizontal titik, dan jarak titik terhadap sumbu (titik
acuan). Di samping itu, apabila dibandingkan dengan pengukuran secara riil di
lapangan, maka praktikum ini termasuk praktikum yang kurang baik karena ratarata kesalahan paralaksnya besar. Kesalahan ini dapat diminimalisasi dengan
ketelitian dan kecermatan praktikan dalam pembacaan alat ukur yang tepat.

I.

Daftar Pustaka
Pedoman Praktikum Ilmu Ukur Tanah. Laboratorium Survey dan Pemetaan.
Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai