Kista Bartholini
Kista Bartholini
2
Anastasia Valentine Ronaldtho (11.2011.121)
BAB I
PENDAHULUAN
penanganan
kista
dan
abses
bartholin,
ada
beberapa
Page 13
[Type text]
Page 14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI
Kelenjar
Bartholin
(greater
vestibular
glands)
merupakan
homolog dari kelenjar Cowper (kelenjar bulbourethral pada lakilaki)1. Pada masa pubertas, kelenjar ini mulai berfungsi, memberikan
kelembaban bagi vestibulum.
Kelenjar Bartholin berkembang dari tunas dalam epitel daerah
posterior dari vestibulum. Kelenjar ini terletak bilateral di dasar labia
minora dan mengalirkan hasil sekresinya melalui duktus sepanjang 2
2.5 cm, yang bermuara ke dalam vestibulum pada arah jam 4 dan
jam 8.2,3 (Gambar 1). Kelenjar ini biasanya berukuran sebesar kacang
dan ukurannya jarang melebihi 1 cm. Kelenjar ini tidak teraba kecuali
pada keadaan penyakit atau infeksi.
Page 15
wanita ras Hispanik; dan studi ini juga mengemukakan bahwa wanita
dengan angka paritas yang tinggi berada pada risiko terendah.2
Involusi bertahap dari kelenjar Bartholin dapat terjadi pada saat
seorang
wanita
mencapai
usia
30
tahun. 8
Hal ini
mungkin
biopsi
excisional
mungkin
diperlukan.
Beberapa
bagian
distal
dari
duktus
Bartholin
dapat
dan
pembentukan
kista. Kista
tersebut
dapat
menjadi
Page 16
Kista
bartholin
dengan
diameter
1-3
cm
seringkali
dan
progresif.
Abses
kelenjar
Bartholin
disebakan
oleh
4,11,12
D. MANIFESTASI KLINIS
Pasien
dengan
kista
dapat
memberi
gejala
berupa
Dispareunia
Nyeri
yang
mendadak
mereda,
diikuti
dengan
timbulnya
Page 17
di sekitarnya.
Jika berukuran besar, kista dapat tender.
Discharge dari kista yang pecah bersifat nonpurulent
Sedangkan
hasil
pemeriksaan
fisik
yang
diperoleh
dari
abses.
Demam, meskipun tidak khas pada pasien sehat, dapat terjadi.
Jika abses telah pecah secara spontan, dapat terdapat discharge
yang purulen.
Kista Bartholin harus dibedakan dari abses dan dari massa vulva
lainnya. Karakteristik dari lesi kistik dan solid dari vulva dapat dilihat
pada
Tabel
2.
Karena
kelenjar
Bartholin
mengecil
saat
usia
[Type text]
Page 18
Page 19
menyingkirkan
kecurigaan
neoplasma,
dimana
penyakit
kondisi
berikut
ini
dapat
merupakan
sugestif
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Apabila pasien dalam kondisi sehat, afebris; tes laboratorium
darah tidak diperlukan untuk mengevaluasi abses tanpa komplikasi
atau kista. Kultur bakteri dapat bermanfaat dalam menentukan
kuman dan pengobatan yang tepat bagi abses Bartholin.
[Type text]
Page 20
F. DIAGNOSIS BANDING
Beberapa jenis lesi vulva dan vagina dapat menyerupai kista
Bartholin. Beberapa diantaranya adalah:
1. Kista sebaceous pada vulva sangat sering ditemukan. Kista
sebaseous ini merupakan suatu kista epidermal inklusi dan
seringkali asimptomatik. Pada keadaan terinfeksi, diperlukan
incisi dan drainase sederhana.
2. Dysontogenetic cysts merupakan kista jinak yang berisi mukus
dan berlokasi pada introitus atau labia minora. Terdiri dari
jaringan yang menyerupai mukosa rektum, dan seringkali
asimptomatik.
3. Hematoma pada vulva. Dapat dibedakan dengan adanya trauma
akibat berolahraga, kekerasan.
4. Fibroma merupakan tumor solid
jinak
vulva
yang
sering
kista
kista
Bartholin
tanpa
gejala
bergantung
mungkin
tidak
pada
gejala
memerlukan
Page 21
Page 22
di
tempat
minggu,1,10,16 meskipun
selama
epithelialisasi
empat
sampai
mungkin
terjadi
enam
lebih
Page 23
[Type text]
Page 24
Berikut
adalah
peralatan
Page 25
yang
diperlukan
dalam
hemostat.
Dinding
kista
ini
lalu
dieversikan
dan
4. Eksisi (Bartholinectomy)
Eksisi dari kelenjar Bartholin dapat dipertimbangkan pada
pasien yang tidak berespon terhadap drainase, namun prosedur
ini harus dilakukan saat tidak ada infeksi aktif.
Eksisi kista bartholin karena memiliki risiko perdarahan,
maka
sebaiknya
dilakukan
di
ruang
operasi
dengan
Page 26
utama
dari
kista
dicari
dan
diklem
dengan
[Type text]
Page 27
nyeri,
pembengkakan,
dan
pembentukan
seksual
gonococcal
dan
biasanya
digunakan
chlamydia.
Idealnya,
untuk
mengobati
antibiotik
harus
[Type text]
Page 28
infeksi
segera
Sebuah
monoterapi
efektif
untuk
gonorrhoeae.
2. Ciprofloxacin
Sebuah monoterapi alternatif untuk ceftriaxone. Merupakan
antibiotik
tipe bakterisida
yang
menghambat
sintesis
DNA
3. Doxycycline
Menghambat sintesis protein dan replikasi bakteri dengan
cara berikatan dengan 30S dan 50S subunit ribosom dari
bakteri. Diindikasikan untuk C trachomatis.
Dosis yang dianjurkan: 100 mg PO 2 kali sehari selama 7 hari
[Type text]
Page 29
4. Azitromisin
Digunakan untuk mengobati infeksi ringan sampai sedang yang
disebabkan
oleh
beberapa
strain
organisme.
Alternatif
kekambuhan.
Pada beberapa kasus dilaporkan necrotizing fasciitis setelah
I. PROGNOSIS
Jika abses dengan didrainase dengan baik dan kekambuhan
dicegah,
prognosisnya
baik.
Tingkat
[Type text]
Page 30
kekambuhan
umumnya
BAB III
KESIMPULAN
Kista Bartholin dan abses Bartholin merupakan masalah umum pada
wanita usia reproduksi. Incidensnya adalah sekitar 2% dari wanita usia
reproduksi. Usia yang paling sering terserang penyakit kelenjar Bartholin
adalah wanita antara usia 20 dan 30 tahun. Pembesaran kelenjar Bartholin
pada pasien yang berusia lebih dari 40 tahun jarang ditemukan, dan perlu
dikonsultasikan pada gynecologist untuk dilakukan biopsi. Penyakit ini
seringkali recurrence, sehingga diperlukan suatu penanganan yang
adekuat.
Penyebab dari kelainan kelenjar Bartholin adalah tersumbatnya
bagian distal dari duktus kelenjar yang menyebabkan retensi dari sekresi,
sehingga terjadi pelebaran duktus dan pembentukan kista. Kista tersebut
dapat menjadi terinfeksi, dan selanjutnya berkembang menjadi abses.
Abses Bartholin selain merupakan akibat dari kista terinfeksi, dapat pula
disebabkan karena infeksi langsung pada kelenjar Bartholin.
Kista bartholin bila berukuran kecil sering tidak menimbulkan gejala.
Dan bila bertambah besar maka dapat menimbulkan dispareunia. Pasien
dengan abses Bartholin umumnya mengeluhkan nyeri vulva yang akut
dan bertambah secara cepat dan progresif.
Dalam
penanganan
kista
dan
abses
bartholin,
ada
beberapa
Page 31
antibiotik
broad
spectrum.
Eksisi
dari
kelenjar
Bartholin
dapat
[Type text]
Page 32
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD,
Cunningham FG, "Chapter 4. Benign Disorders of the Lower
Reproductive Tract" (Chapter). Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM,
Hoffman BL, Bradshaw KD, Cunningham FG: Williams Gynecology.
USA: McGraw-Hill
3.
Hill DA, Lense JJ. Office management of Bartholin gland cysts and
abscesses. J Am Fam Physician. 1998;57:16116.161920.
4.
5. Kaufman RH. Benign diseases of the vulva and vagina. 4th ed. St
Louis: Mosby, 1994:168248.
6. Stillman FH, Muto MG. The vulva. In: Ryan KJ, Berkowitz RS, Barbieri
RL, eds. Kistner's Gynecology: principles and practice. 6th ed. St.
Louis: Mosby, 1995:668.
7. Visco AG, Del Priore G. Postmenopausal Bartholin gland enlargement:
a
hospital-based
cancer
risk
assessment.
Obstet
Gynecol.
1996;87:28690.
8. Wilkinson EJ, Stone IK. Atlas of vulvar disease. 5th ed. Baltimore:
Williams & Wilkins, 1995:115.
[Type text]
Page 33
In:
Rock
JA,
Thompson
JD,
eds. Te
Linde's
Operative
Page 34
18. Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD,
Cunningham FG, "Chapter 41. Surgeries for Benign Gynecologic
Conditions" (Chapter). Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman
BL, Bradshaw KD, Cunningham FG: Williams Gynecology. USA:
McGraw-Hill
[Type text]
Page 35