Anda di halaman 1dari 5

Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi 2008 IST AKPRIND Yogyakarta

ANALISIS TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE


PADA LINI PRODUKSI MESIN PERKAKAS GUNA
MEMPERBAIKI KINERJA PERUSAHAAN
Achmad Said, Joko Susetyo
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
joko_s@akprind.ac.id
INTISARI
Balai Yasa merupakan bengkel khusus pemeliharaan lokomotif diesel,kemudian
berkembangan menjadi pemeliharaan mesinmesin perkakas guna mendukung pelaksanaan
pemeliharaan lokomotif. Waktu perawatan mesin-mesin perkakas yang terlalu lama yang diperlukan
untuk perbaikan, pengecekan dan penggantian komponen disebabkan karena mesin-mesin tersebut
banyak yang sudah melebihi umur teknik, sehingga mengakibatkan kinerja perusahaan menjadi tidak
stabil.
Konsep total productive maintenance merupakan salah satu cara perbaikan
kinerja
perusahaan untuk lebih stabil. Konsep total productive maintenance terdiri dari tiga komponen penting
yaitu pendekatan total (total approach), upayaupaya produktif; (productive action) dan pemeliharaan
(maintenance). Dari tiga komponen dapat dijelaskan dengan menggunakan metode overall equipment
Effectiveness dan konsep autonomous maintenance.
Dari hasil analisis dan pembahasan diperoleh penurunan OEE pada tahun 2006 ke 2007
yaitu 87,75% menjadi 74,58%, penurunan tersebut disebabakan nilai Availability yang rendah. Solusi
untuk melakukan perbaikan dengan mengaktifkan konsep Total Productive Maintenance yang di
dalamnya meliputi autonomous maintenance dan sistem penjadwalan perawatan.
Kata Kunci : TPM, OEE, Kinerja Perusahaan dan autonomous maintenance
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Meningkatkan kinerja perusahaan merupakan faktor penting dari perusahaan. Pada
prakteknya seringkali usaha perbaikan yang dilakukan hanyalah pemborosan, karena tidak
menyentuh akar permasalahan yang sesunguhnya. Hal ini terjadi karena tim perbaikan tidak
mendapatkan dengan jelas permasalahan yang terjadi dan faktorfaktor yang menyebabkannya.
Untuk itu diperlukan suatu metode yang dapat mengungkapkan permasalahan dengan jelas agar
dapat melakukan peningkatkan kinerja.
Salah satu konsep yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja perusahaan adalah
dengan menggunakan konsep Total Productive Maintenance (TPM). Komponen TPM secara umum
terdiri dari 3 bagian, yaitu total approach; productive action; dan maintenance. Konsep TPM dengan 3
komponen yang dimiliki dapat mengidentifikasi secara jelas akar permasalahan dan faktor
penyebabnya membuat usaha perbaikan menjadi terfokus merupakan kelebihan konsep ini, dan
banyak diaplikasikan secara menyeluruh oleh banyak perusahaan di dunia. Konsep TPM memiliki
beberapa metode yang dapat di gunakan yaitu metode Overall Equipment Effectiveness atau di
singkatan dengan OEE dan metode Autonomous Maintenance yang merupakan salah satu elemen
penting dalam TPM.
Balai Yasa merupakan bengkel khusus pemeliharaan lokomotif diesel, kemudian
berkembangan menjadi penghasil komponenkomponen perawatan dari lokomotif. Komponen
komponen tersebut dihasilkan dari mesin-mesin perkakas yang terdiri dari mesin skraf, mesin bubut
dan mesin frais, tetapi dalam penelitian ini hanya diteliti mesin bubut saja dikarenakan dalam proses
produksinya mesin tersebut paling banyak berperan. Mesin perkakas menjadi salah satu komponen
penting dalam melakukan pekerjaan, tetapi mesinmesin perkakas yang ada 70% sampai dengan
90% sudah melebihi umur teknik mesin sehingga menyebabkan waktu perawatan yang diperlukan
menjadi lama. Waktu perawatan mesin tersebut meliputi waktu pengecekan mesin, waktu perbaikan
komponen mesin serta waktu pengganti komponen-komponen mesin seperti penggantian pelumas.
Penyebab lain adalah pelaksanaan perawatan mesin belum dilaksanakan dengan baik, sehingga
sering terjadi kerusakan mesin dan berakibat menurunya hasil produksi dari mesin tersebut.
Kerusakan mesin merupakan salah satu hal yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan,
karena akan menghambat jalannya proses produksi secara keseluruhan. Karena untuk melakukan
pemeliharaan lokomotif kereta api harus dibantu dengan mesinmesin perkakas. Oleh karena itu
dibutuhkan adanya penerapan konsep metode TPM (Total Productive Maintenance) dalam lingkungan
77

Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi 2008 IST AKPRIND Yogyakarta

perusahaan, sehingga diharapkan akan memunculkan keserasian dan keharmonisan antara pihak
operator sebagai pelaksanaan produksi dengan pihak teknisi mesin dan pihakpihak perencana
produksi serta pihak maintenance.
Dari latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah bagaimana
menganalisis Konsep Total Productive Maintenance untuk Memperbaiki Kinerja perusahaan?
Adapun tujuan dan manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini, adalah :
1. Menghitung Overall Equipment Effectiveness pada mesin bubut dan membandingkan hasil dari
OEE perusahaan dengan standar OEE world class.
2. Menganalisis keterkaitan antara konsep Autonomous Maintenance dengan metode overall
Equipment Effectiveness, sehingga dapat melihat hubungan antara Autonomous Maintenance
dengan Overall Equipment Effectiveness, yang pada akhirnya dapat diketahui seberapa
pengaruhnya hubungan keduanya.
3. Menentukan solusi yang terbaik untuk memperbaiki kinerja perusahaan, guna dijadikan masukan
bagi perusahaan untuk melakukan konsep total productive maintenance.
TINJAUAN PUSTAKA
Total Productive Maintenance
Total Productive maintenance merupakan filosofi yang bertujuan memaksimalkan
efekfektivitas dari fasilitas yang digunakan di dalam industri, yang tidak hanya dialamatkan pada
perawatan saja tapi pada semua aspek dari operasi dan intstalasi dari fasilitas produksi termasuk juga
didalamnya peningkatan kinerja dari orangorang yang bekerja dalam perusahaan itu. Komponen dari
TPM secara umum terdiri dari atas 3 bagian, yaitu :
1. Total Approch
: semua orang ikut terlibat, bertanggung jawab dan menjaga semua fasilitas
yang ada dalam pelasksanaaan TPM.
2. Productive Action: sikap proaktif dari seluruh karyawan terhadap kondisi dan operasi dari
fasilitas produksi.
3. Maintenance
: pelaksanaaan peawatan dan peningkatan efektivitas dari fasilitas dan
kesatuan operasi produksi.
Total productive maintenance memiliki visi sebagai sistem perawatan yang melihat peralatan
dapat beoperasi 100% dalam waktu yang tersedia dengan produk 100 % bagus (Nakajima, 1988). Visi
tersebut dapat diperoleh apabila perusahaan tersebut dapat melakukan implementasi total productive
maintrenance yang benar, adapun langkahlangkahnya adalah sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
2. Tahap Implementasi awal
3. Tahap imlementasi TPM
4. Tahap Stabilisasi. Tahap ini merupakan tahap akhir dari implementasi TPM.
Overall Equipment Effectiveness
Overall Equipment Effectiveness (OEE) merupakan efektivitas peralatan secara keseluruhan
untuk mengevaluasi seberapa capaian performance dan reliability peralatan. OEE juga digunakan
sebagai kesempatan untuk memperbaiki produktivitas sebuah perusahaan uang pada akhirnya
sebagai langkah pengambilan keputusan. Penyebab rendahnya nilai dari OEE antara lain karena
kurang tindakan preventive, corrective maintenance, dan tingginya tingkat defect and speed. Pada
mesin atau peralatan terdapat enam penyebab yang paling umum yang mengakibatkan turunnya
efisiensi pada proses manufaktur yang disebut Six Big Losses yang terdiri Breakdown, Setup &
adjustment, small stops, reduced Startup, dan production rejects. Formula untuk menentukan nilai
OEE adalah : (Hansen, R.C, 2001)

OEE = Availability performance Quality


Dari formula diatas, dapat diuraikan formula indicator dari OEE:

78

Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi 2008 IST AKPRIND Yogyakarta

Loadingtime downtime
100%
Loadingtime
Theoriticalcycletime
Performance=
100%
Runtime
Amnountproduced
Goods _ units
Quality =
100%
Total _ units
Availability =

OEE memiliki standar world class untuk semua indikator sebagai berikut : (Vorne, 2005 dalam Andika,
S, 2007)
1.
2.
3.
4.

Availability Rate 90% atau lebih


Performance Rate 95% atau lebih
Quality Rate 99% atau lebih
OEE 85% atau lebih
Untuk meningkatkan nilai OEE sehingga sampai taraf standar maka seluruh penyebab
turunnya efisiensi pada proses manufaktur harus dihapuskan. Table berikut ini menggambarkan
kondisi yang mungkin untuk meningkatkan nilai OEE.
Tabel 1. Goal kondisi six big losses untuk meningkatkan nilai OEE
Type of losses
Goal
Breakdown Losses
0
Setup and Adjusment
Minimize
Speed Losses
0
Idling and Minor Stoppages Losses
0
Quality Defect and Rework Losses
0
Starup Losses
Minimize
(Sumber :Dal,B,Tugwell,P. & Greatbanks,R.,2000)
Autonomous Maintenance
Autonomous maintenance merupakan elemen yang terpenting dalam total productive
maintenance yang menjelaskan bagaimana sebuah operator tidak hanya menjalankan kegiatan
produksi, tetapi juga dilibatkan dalam kegiatan perawatan sederhana, dengan demikian gejala
kerusakan dapat dideteksi sedini mungkin, sehingga kerusakan dapat dicegah secara total.
Autonomous maintenance memiliki 7 langkah untuk meningkatkan produktivitas adalah sebagai
berikut:
1. Mengembalikan peralatan seperti asal
2. Menghapuskan penyebabpenyebab kekotoran
3. Improve equipment accessibility
4. Initial maintenance standards
5. Autonomous inspection
6. General inspection and general process inspectiion
7. Organize and workplace
Maintenance
Menurut Benyamin S Blanchard (1995), Perawatan (maintenance) merupakan suatu kegiatan
yang diarahkan pada tujuan menjamin kelangsungan fungsional suatu sistem produksi sehingga dari
sistem itu dapat diharapkan menghasilkan output sesuai dengan yang dikehendaki. Sistem perawatan
dapat dipandang sebagai bayangan dari sistem produksi, dimana apabila sistem produksi beroperasi
dengan kapasitas yang sangat tinggi maka lebih intensif. Pada dasarnya terdapat dua prinsip utama
sistem perawatan : (Suharto, 1991)
1. menekan (memperpendek) periode kerusakan (break down period) sampai batasan minimum
dengan mempertimbangan aspek ekonomis.
2. menghindari kerusakan (break down ) yang tidak terencana atau kerusakan tibatiba.
Dalam sistem perawatan terdapat 2 kegiatan yang berkaitan dengan tindakan perawatan,
yaitu:
1. Perawatan yang bersifat preventif (Preventive Maintenance)
Perawatan ini dimaksudkan untuk menjaga keadaan peralatan sebelum peralatan itu menjadi
rusak.
79

Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi 2008 IST AKPRIND Yogyakarta

2. Perawatan yang bersifat korektif (Corrective Maintenance)


Perawatan korektif ini dimaksudkan untuk memperbaiki perawatan yang rusak. Perawatan korektif
dapat juga didefinisikan perbaikan yang dilakukan karena adanya kerusakan yang dapat terjadi
akibat tidak dilakukannya perawatan preventif maupun telah dilakukan perawatan preventif tapi
sampai pada waktu tertentu fasilitas dan peralatan tersebut rusak.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 2. Hasil Produksi dan Jam Kerja Mesin Bubut
Bulan

Hasil Produksi
(unit)
Januari
64
Februari
59
Maret
68
April
58
Mei
5
Juni
63
Juli
59
Agustus
64
September
44
Oktober
66
November
63
Desember
62
Jumlah
675
(sumber : Balai Yasa)

Waktu Kerja
(jam)
168.5
151
176.75
151
177.25
168
159.75
177.25
159.25
168.5
168.5
159.25
1985

Loading Time
(jam)
144.5
129
152.25
127
152.25
143.5
136.75
152.25
135.75
144.5
144.5
135.75
1698

Down Time
(jam)
4
0
0
0
140
0
6
12
40
0
6
0
208

Jam Kerja Efektif


(jam)
140.5
129
152.25
127
12.25
143.5
130.75
140.25
95.75
144.5
138.5
135.75
1490

Tabel 3. Utilitas Mesin Bubut


Jumlah
Produksi
(unit)
Januari
64
Februari
59
Maret
68
April
58
Mei
5
Juni
63
Juli
59
Agustus
64
September
44
Oktober
66
November
63
Desember
62
Jumlah
675
(sumber : Balai Yasa)

Jam Kerja
Efektif
(jam)
140.5
129
152.25
127
12.25
143.5
130.75
140.25
95.75
144.5
138.5
135.75
1490

Bulan

Down
Time
(jami)
4
0
0
0
140
0
6
12
40
0
6
0
208

Defect
Product
(jam)
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

TCT
jam/unit
2.17
2.17
2.17
2.17
2.17
2.17
2.17
2.17
2.17
2.17
2.17
2.17
2.17

Hari Kerja
Efektif
(hari)
22
20
22
22
23
22
21
23
21
22
22
21
261

Setelah seluruh data seperti jumlah produksi, loading time, down time, defect product, dan
theoretical cycle time untuk mesin bubut. Data tersebut yang pada akhir digunakan untuk mencari nilai
OEE.
Tabel 4. Hasil OEE Mesin Bubut
Bulan
Januari
Februari

AV (%)
97.23
100.00

PR (%)
98.85
99.25

QR (%)
100
100

OEE (%)
96.11
99.25
80

Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi 2008 IST AKPRIND Yogyakarta

Maret
100.00
April
100.00
Mei
8.05
Juni
100.00
Juli
95.61
Agustus
92.12
September
70.53
Bulan
AV (%)
Oktober
100.00
November
95.85
Desember
100.00
Jumlah
87.75
(sumber: data perhitungan)

96.92
99.10
88.57
95.27
97.92
99.02
99.72
PR (%)
99.11
98.71
99.11
98.31

100
100
100
100
100
100
100
QR (%)
100
100
100
100

96.92
99.10
7.13
95.27
93.62
91.22
70.34
OEE (%)
99.11
94.61
99.11
86.26

Dari hasil perhituingan di atas dapat dilihat kinerja perusahaan mengalami penurunaan dari
tahun 2006 ke tahun 2007. Penurunaan tersebut terjadi disebabkan meningkatnya waktu downtime,
terlihat pada penghitungan Overall Equipment Effectiveness. keseluruhan hasil pengolahan data
dapat dianalisis bahwa:
Hasil selama 261 hari kerja efektif tingkat Availability sebesar 90.58 % , untuk Performance
sebesar 98.48 % dan Quality 100 % sedangkan OEE tahunan mencapai 89.20 %. Dari hasil di atas
dapat dilihat bahwa waktu downtime sangat tidak ada sehingga mengerjaan lini produksi hampir
tercapai target yang diinginkan perusahaan .
KESIMPULAN
1. Dari hasil analisis dan pembahasan mesin bubut pada tahun 2006 dan 2007 mengalami
penurunan nilai OEE perusahaan dari 87,75 % menjadi 74,58 %, penurunannya di bawah standar
OEE world class. Penurunan tersebut disebabkan nilai Availability yang rendah.
2. Keterkaitan antara Autonomous Maintenance dengan Overall Equipment Effectiveness adalah
pada perawatan dini yang dilakukan operator terhadap mesin, agar mesin tersebut bisa berfungsi
dengan baik. Dengan kata lain autonomous maintenance merupakan langkah awal yang
diharuskan oleh operator dengan cara melakukan pengecekan mesin sebelum mesin tersebut
dioperasikan, sehingga dapat mengurangi six big losses dari mesin.
DAFTAR PUSTAKA
Andika , S., 2007, Analisis Kerugian Kerja Mesin dengan Menggunakan Metode Overall Equipment
Effectiveness, Skripsi Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, IST AKPRIND, Yogyakarta.
Benjamin S. Blanchard, 1995, Maintainability : A key to Effective Serviceability And Maintenance
Management, A Willey Interscience Publication New York.
Dal, B., Tugewell, P. and Greatbanks, R.,2000, Overall Equipment Effectiveness as a Measure of
Operational Improvement : A Practical Analiysis, International Journal of Operationa &
Production Managemen, Vol 20, MCB University Press, Mancheste.
Hansen, R.C., 2001, Overall Equipment Effectiveness : Powerful Production/Maintenance Tool for
Incrased Profits, First Edition, Industrial Press Inc., New York
Kaplan dan Norton, 1996, The Balanced Scorecard : Translating Strategi into Action, Havard business
School Press, Boston
Nakajima, S., 1988, TPM Development Program, Productivity Press inc, Cambridge.
Suharto, 1991, Manajemen Perawatan Mesin, Rineka Cipta, Anggota IKAPI, Jakarta

81

Anda mungkin juga menyukai