Makalah Seminar Pajak
Makalah Seminar Pajak
Hari/Tanggal
Dosen
Materi
:
:
:
Kelompok 5
Esti Hajarwati
Rr. Mayang Ayu PS
Saras Asih
Nico Dimas Purba
Sandhi Indraswara
1106001675
1106060135
1106060116
1106060122
1106021885
BAB 1
GAMBARAN KASUS
Terdapat beberapa jenis Pajak Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai
berikut:
1.
2.
3.
4.
BAB 2
PERMASALAHAN KASUS
Sebagaimana diketahui, fungsi pemungutan pajak adalah fungsi budgetair dan
fungsi regulerend. Saudara diminta menjelaskan:
1. Kebijakan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk
menyeimbangkan kedua fungsi tersebut.
2. Kebijakan apa lagi yang perlu dilakukan agar tujuan kedua fungsi tersebut
dapat tercapai secara maksimal.
BAB 3
PERATURAN-PERATURAN TERKAIT
Dalam menjawab permasalahan-permasalahan terkait dengan kasus yang
telah dipaparkan sebelumnya, terdapat beberapa peraturan yang dipergunakan
sebagai dasar hukum dalam menganalisis. Peraturan-peraturan tersebut adalah
sebagai berikut:
1. UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
a. Pasal 3 sampai dengan Pasal 8 tentang Pajak Kendaraan Bermotor
b. Pasal 16 sampai dengan Pasal 20 tentang Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor
c. Pasal 67 sampai dengan Pasal 71tentang Pajak Air Tanah
d. Pasal 47 sampai dengan Pasal 51tentang Pajak Reklame
2. Beberapa Perda yang berlaku di daerah tertentu.
BAB 4
PEMBAHASAN KASUS
1. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
Pajak Kendaraan Bermotor adalah salah satu jenis Pajak Provinsi.
Objek PKB adalah kepemilikan dan/ atau penguasaan kendaraan bermotor.
Terdapat kendaraan bermotor yang dikecualikan dari objek PKB, yaitu
kereta api, kendaraan pertahanan dan kemanan, dan kendaraan kedutaan
dan lain-lain dengan asas resiprositas dan lembaga-lembaga internasional
yang memperoleh pembebasan pajak. Subjek PKB adalah orang pribadi
atau badan yang memiliki dan/ atau menguasai kendaraan bermotor. Dasar
pengenaan PKB di Indonesia adalah Nilai Jual Kendaraan Bermotor; dan
bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan/ atau
pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor. DPP
ditetapkan secara terpusat oleh Menteri Dalam Negeri dan ditinjau kembali
setiap tahun.
PKB pada dasarnya merupakan pajak yang dipungut dengan
mempertimbangkan dampak penggunaan kendaraan bermotor, baik dalam
hal kerusakan jalan maupun pencemaran lingkungan yang ditiumbulkan.
Dengan demikian, sangat tepat apabila sebagian penerimaan PKB
dialokasikan (earmarked tax) untuk kedua hal tersebut. Dalam UU PDRD
Tahun 2009, terdapat pengaturan terhadap pengalokasian penerimaan
PKB, yaitu: Hasil penerimaan PKB paling sedikit 10%, termasuk yang
dibagihasilkan kepada Kabupaten/ Kota, dialokasikan untuk pembangunan
dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana
transportasi umum.
Dalam memenuhi dan menyeimbangkan
alamat, jika sama maka dapat dikenakan tariff pajak progresif atas
kepemilikan lebih dari satu kendaraan, Ini adalah upaya pemerintah
untuk mengurangi upaya Wajib Pajak yang kerap mengakali
pengenaan tariff progresif ini dengan cara mengatasnamakan
kendaraan bermotor miliknya pada orang lain. Namun, pada
kenyataannya
kebijakan
ini
masih
belum
berhasil
dalam
mendukung
pencapaian
fungsi
regulerend
PKB
yaitu
menyebabkan
penggunaan
kendaraan
pribadi,
baik
yang
dalam pelaksanaan
sebenarnya
tinggi
terutama
di
kota-kota
besar
yang
10
jenis ini tidak terlalu besar bahkan kontribusinya terhadap PAD cenderung
paling rendah di antara jenis pajak daerah lain. Hal ini mungkin
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti:
a. Rendahnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak.
Sering ditemukan Wajib Pajak yang sudah melakukan penggunaan air
bawah tanah, namun ia belum terdaftar sebagai Wajib Pajak. Selain itu,
masih ditemukan pula Wajib Pajak yang sudah terdaftar, namun tidak
memenuhi kewajiban perpajakannya dengan patuh (tidak membayar
maupun menunggak).
b. Kecurangan terselubung yang dilakukan oleh fiskus.
Pada praktiknya, masih ada bentuk-bentuk kecurangan yang dilakukan
fiskus dalam pemungutan PAT ini di daerah. Bentuk dari kecurangan
ini, misalnya, terdapat mekanisme pengenaan tariff flat atas
penggunaan air tanah di beberapa daerah. Pada mekanisme ini, fiskus
melakukan survey di lokasi untuk menentukan jumlah besaran
pemakaian air rata-rata setiap bulannya sehingga PAT yang terutang
setiap bulan pun dipukul rata setiap bulan (besarannya sama). Dalam
mekanisme ini terdapat potensi kecurangan fiskus dengan Wajib Pajak
yang saling tawar menawar untuk menentukan besarnya PAT yang
terutang.
c. Harga Dasar Air yang rendah.
HDA adalah salah satu faktor penentu besarnya PAT terutang. Di
beberapa daerah, nilai HDA per meter kubiknya masih tergolong
rendah karena nilai HDA tersebut tidak dievaluasi berkala dengan
mempertimbangkan pembangunan yang terjadi di daerah tersebut. Hal
ini mengakibatkan potensi PAT belum dapat tergali dengan maksimal.
Untuk menyeimbangkan fungsi budgetair dan fungsi regulerend
dari Pajak Air Tanah, pemerintah daerah telah melakukan beberapa upaya,
baik yang sifatnya intensifikasi pajak maupun ekstensifikasi pajak. Upayaupaya tersebut antara lain sebagai berikut.
a. Kenaikan Harga Dasar Air Tanah
11
12
a. Penetapan tarif PAT progresif sesuai dengan volume air tanah yang
digunakan.
b. Pengawasan water meter secara lebih ketat untuk mengantisipasi
kecurangan Wajib Pajak. Sering ditemui water meter milik Wajib
Pajak mengalami kerusakan namun tidak dilaporkan sehingga
penghitungan volume air yang digunakan pun tidak akurat dan
merugikan pemerintah daerah.
c. Pengaturan Harga Dasar Air Tanah dengan mempertimbangkan lokasi
pengambilan yang berada dalam jangakauan PDAM atau tidak.
Prinsipnya, Harga Dasar Air Tanah di dalam jangkauan PDAM
ditetapkan lebih tinggi daripada HDA di luar jangkauan PDAM.
Tujuannya
adalah
mengarahkan
masyarakat
untuk
membatasi
Reklame,
yang
merupakan
objek
pajak
adalah
Reklame
13
1.
2.
3.
4.
14
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
15
No
Lokasi
Ukuran Luas
Penempatan
Bidang Reklame
1
2
3
4
5
Protokol A
Protokol B
Protokol C
Ekonomi Kelas I
Ekonomi Kelas II
Ekonomi Kelas
1 M2
1 M2
1 M2
1 M2
1 M2
n
1 Hari
1 Hari
1 Hari
1 Hari
1 Hari
1 M2
1 M2
6
7
III
Lingkungan
Ketinggian
NSR
Reklame
(Rp)
s.d 15 M
s.d 15 M
s.d 15 M
s.d 15 M
s.d 15 M
25.000
20.000
15.000
10.000
5.000
1 Hari
s.d 15 M
3.000
1 Hari
s.d 15 M
2.000
Penyelenggaraa
Lokasi
Penempatan
Protokol A
Protokol B
Protokol C
Ukuran Luas
Jangka Waktu
Ketinggian
Reklame
s.d 15 M
s.d 15 M
s.d 15 M
16
NSR (Rp)
125.000
100.000
75.000
4
5
6
7
Ekonomi Kelas I
Ekonomi Kelas II
Ekonomi Kelas III
Lingkungan
1 M2
1 M2
1 M2
1 M2
1 Hari
1 Hari
1 Hari
1 Hari
s.d 15 M
s.d 15 M
s.d 15 M
s.d 15 M
17
50.000
25.000
15.000
10.000
DAFTAR REFERENSI
PUBLIKASI ELEKTRONIK
18
Riyanto, Inggar Ajeng Pradina, et al. Implementasi Proses Pemungutan Pajak Air
Tanah di Kota Malang (Studi pada Dinas Pendapatan Kota Malang).
Diakses pada 2 Desember 2014 pukul 21.19 WIB
Siswanto, Bambang. Evaluasi Kenaikan Pajak Air Tanah di Provinsi DKI Jakarta.
Diakses pada 2 Desember 2014 pukul 05.48 WIB
Widowati, Dyah Ayu, dan Irine Handika Ikasari, Peranan Pajak Pemanfaatan dan
Pengambilan Air Bawah Tanah terhadap Konservasi Air Tanah.
Dikases pada 2 Desember 2014 pukul 05.26 WIB
Masud, Siti Nurhaerati. Optimalisasi Penerimaan Pajak Air Tanah. Diakses pada
1 Desember 2014 pukul 19.48 WIB.
INTERNET
Ketiyasa, Martin Bagya. Batas Maksimal Penetapan Tarif Bahan Bakar Turun
5%.
Diakses
dari
http://economy.okezone.com/read/2011/08
04/20/488277/batas-maksimal-penetapan-tarif-bahan-bakar-turun-5
pada tanggal 2 Desember 2014
http://www.kemenkeu.go.id/en/node/42659, diakses pada 2 Desember 2014
PERATURAN
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah
19