Anda di halaman 1dari 10

BATUBARA INDONESIA

1.

PENDAHULUAN

Pada masa mendatang, produksi batubara Indonesia diperkirakan akan terus meningkat; tidak
hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (domestik), tetapi juga untuk memenuhi
permintaan luar negeri (ekspor). Hal ini mengingat sumber daya batubara Indonesia yang masih
melimpah, di lain pihak harga BBM yang tetap tinggi, menuntut industri yang selama ini berbahan
bakar minyak untuk beralih menggunakan batubara.
Adanya rencana pembangunan PLTU baru di dalam dan luar Pulau Jawa dengan total kapasitas
10.000 MW, meningkatnya produksi semen setiap tahun, dan semakin berkembangnya industriindustri lain seperti industri kertas (pulp) dan industri tekstil merupakan indikasi permintaan dalam
negeri akan semakin meningkat. Demikian pula halnya dengan permintaan batubara dari
negara-negara pengimpor mengakibatkan produksi akan semakin meningkat pula.
Terkait dengan hal tersebut, pemerintah mengeluarkan Kebijakan Energi Nasional (KEN) melalui PP
No.5 Tahun 2006 sebagai pembaruan Kebijaksanaan Umum Bidang Energi (KUBE) tahun 1998. KEN
mempunyai tujuan utama untuk menciptakan keamanan pasokan energi nasional secara
berkelanjutan dan pemanfaatan energi secara efisien, serta terwujudnya bauran energi (energy mix)
yang optimal pada tahun 2025. Untuk itu ketergantungan terhadap satu jenis sumber energi seperti
BBM harus dikurangi dengan memanfaatkan sumber energi alternatif di antaranya batubara.
Untuk mendukung pencapaian sasaran bauran energi nasional yang dicanangkan pemerintah, salah
satunya adalah melakukan kajian batubara secara nasional untuk mengetahui kondisi sumberdaya,
pengusahaan, dan pemanfaatan batubara, serta permasalahannya, yang dapat digunakan untuk
membuat langkah-langkah yang diperlukan. Dan untuk mendukung kajian tersebut perlu melakukan
terlebih dahulu membangun data base batubara nasional dari hasil pengumpulan data baik
sekunder maupun primer.

2.

SUMBERDAYA

Jumlah sumber daya batubara Indonesia tahun 2005 berdasarkan perhitungan Pusat Sumber Daya
Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral adalah sebesar 61,366 miliar ton. Sumber
daya batubara tersebut tersebar di 19 propinsi (Tabel 2.1).

3.

KEBIJAKAN

Dalam kebijakan bauran energi nasional 2025, pemakaian batubara diharapkan mencapai 33%
(Gambar 3.1), Pemerintah telah mengeluarkan peraturan yang digunakan sebagai landasan di
dalam kebijakan pengusahaan batubara, yaitu :
1)
2)
3)

Kepmen ESDM No.1128 Tahun 2004, tentang Kebijakan Batubara Nasional.


Perpres No.5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional.
Inpres No.2 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Batubara yang Dicairkan
Sebagai Bahan Bakar Lain..

Di dalam sasaran bauran energi nasional tersebut, batubara menempati urutan pertama di dalam
penggunaan energi. Hal tersebut dikarenakan oleh :
a)
b)
c)
d)

Sumber daya batubara cukup melimpah, yaitu 61,3 miliar ton, dengan cadangan 6,7 miliar ton
(Pusat Sumber Daya Geologi, 2005).
Dapat digunakan langsung dalam bentuk padat, atau dikonversi menjadi gas (gasifikasi) dan
cair (pencairan).
Harga batubara kompetitif dibandingkan energi lain.
Teknologi pemanfaatan batubara yang ramah lingkungan telah berkembang pesat, yang
dikenal sebagai Teknologi Batubara Bersih (Clean Coal Technology).

Gambar 3.1
Sasaran Bauran Energi Nasional 2025

Tabel 2.1 Kualitas, Sumberdaya dan Cadangan Batubara Indonesia Tiap Propinsi, 2005
Kualitas
No.

Provinsi

1.

BANTEN

JAWA TENGAH

JAWA TIMUR

NANGROE ACEH
DARUSALAM

SUMATERA UTARA

RIAU

SUMATERA BARAT

JAMBI

Kelas

Sumberdaya ( Juta Ton)


Kriteria
(Kal/gr, adb)

Kalori Sedang
Kalori Tinggi

5100 - 6100
6100 - 7100

Kalori Rendah

<5100

Kalori Sedang

5100 - 6100

Kalori Rendah
Kalori Sedang

<5100
5100 - 6100

Kalori Rendah
Kalori Sedang

<5100
5100 - 6100

Kalori Rendah
Kalori Sedang
Kalori Tinggi

<5100
5100 - 6100
6100 - 7100

Kalori Sedang
Kalori Tinggi
Kalori Sangat Tinggi

5100 - 6100
6100 - 7100
> 7100

Kalori Rendah
Kalori Sedang
Kalori Tinggi

<5100
5100 - 6100
6100 - 7100

Hipotetik
5,47
0,00
5,47
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
12,79
12,79
19,19
5,76
0,00
24,95
0,00
190,84
0,00
190,84

Tereka
2,78
2,97
5,75
0,82
0,82
0,08
0,08
20,92
325,43
346,35
0,00
7,00
7,00
1.345,69
30,62
359,60
1.735,91
284,36
164,58
27,00
475,94
51,13
1.200,09
210,81
1.462,03

Tertunjuk
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
6,70
6,70
13,40
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
42,72
0,00
0,00
42,72
0,00
36,32
0,00
36,32

Terukur
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
64,14
26,26
90,40
19,97
0,00
19,97
268,06
51,57
16,99
336,62
22,97
144,27
14,00
181,24
0,00
90,24
82,96
173,20

Cadangan
Jumlah
10,34
2,97
13,31
0,82
0,82
0,08
0,08
91,76
351,69
443,45
19,97
7,00
26,97
1.613,75
82,19
389,38
2.085,32
369,24
314,61
41,00
724,85
51,13
1.517,49
293,77
1.862,39

(Juta Ton)
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
16,54
16,54
2,83
19,24
14,00
36,07
0,00
18,00
0,00
18,00

Lanjutan Tabel 2.1


Kualitas
No.

Provinsi

BENGKULU

Kelas
Kalori Rendah
Kalori Sedang
Kalori Tinggi
Kalori Sangat Tinggi

Sumberdaya ( Juta Ton)


Kriteria
(Kal/gr, adb)
<5100
5100 - 6100
6100 - 7100
> 7100

Kalori Rendah
Kalori Sedang
Kalori Tinggi

<5100
5100 - 6100
6100 - 7100

10

SUMATERA SELATAN

11

LAMPUNG

Kalori Sedang
Kalori Tinggi

5100 - 6100
6100 - 7100

12

KALIMANTAN BARAT

Kalori Tinggi
Kalori Sangat Tinggi

6100 - 7100
> 7100

Kalori Rendah
Kalori Sedang
Kalori Tinggi
Kalori Sangat Tinggi

<5100
5100 - 6100
6100 - 7100
> 7100

Kalori Rendah
Kalori Sedang
Kalori Tinggi
Kalori Sangat Tinggi

<5100
5100 - 6100
6100 - 7100
> 7100

13

14

KALIMANTAN TENGAH

KALIMANTAN SELATAN

Hipotetik

Cadangan

Tereka

Tertunjuk

Terukur

Jumlah

0,00
0,00
15,15
0,00
15,15
326,55
198,93
0,00
525,48
0,00
0,00
0,00

11,34
0,81
100,62
0,32
113,09
7.400,27
1.629,28
31,00
9.060,55
14,00
92,95
106,95

0,00
0,00
8,11
0,00
8,11
2.300,07
9.139,87
433,89
11.873,83
0,00
0,00
0,00

10,58
5,86
45,49
0,37
62,30
1.358,00
366,01
14,00
1.738,01
0,00
0,00
0,00

21,92
6,67
169,37
0,69
198,65
11.384,89
11.334,10
478,89
23.197,88
14,00
92,95
106,95

42,12
0,00
42,12
0,00
0,00
114,11
0,00
114,11
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00

378,60
104,00
482,60
483,92
296,75
262,72
247,62
1.291,01
370,87
4.793,13
336,19
17,62
5.517,81

0,00
1,32
1,32
0,00
5,08
0,00
0,00
5,08
0,00
301,36
33,12
0,00
334,48

0,00
1,48
1,48
0,00
44,36
72,64
77,02
194,02
600,99
2.526,46
109,64
12,00
3.249,09

420,72
106,80
527,52
483,92
354,80
449,47
324,64
1.612,83
971,86
7.620,95
478,95
29,62
9.101,38

(Juta Ton)
0,00
3,79
17,33
0,00
21,12
2.426,00
186,00
67,00
2.679,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
4,05
0,00
44,54
48,59
536,33
1.287,01
44,36
0,14
1.867,84

Lanjutan Tabel 2.1


Kualitas
No.

15

Propinsi

KALIMANTAN TIMUR

16

SULAWESI SELATAN

17

SULAWESI TENGAH

18

MALUKU UTARA

19

PAPUA BARAT

Kelas
Kalori Rendah
Kalori Sedang
Kalori Tinggi
Kalori Sangat Tinggi

Sumberdaya ( Juta Ton)


Kriteria
(Kal/gr, adb)
<5100
5100 - 6100
6100 - 7100
> 7100

Kalori Sedang
Kalori Tinggi

5100 - 6100
6100 - 7100

Kalori Rendah

<5100

Kalori Rendah

<5100

Kalori Sedang
Kalori Tinggi
Kalori Sangat Tinggi

JUMLAH SUMBERDAYA BATUBARA TIAP PROPINSI


Sumber : Pusat Sumber Daya Geologi, 2006

5100 - 6100
6100 - 7100
> 7100

Hipotetik

Tereka

Tertunjuk

Terukur

Cadangan
Jumlah

(Juta Ton)

0,00
2.285,84
502,96

201,93
10.630,35
2.611,07

13,76
121,61
191,77

89,83
2.609,46
1.558,62

305,52
15.682,72
4.918,92

0,00
941,62
1.064,82

90,11
2.878,90
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00

60,84
13.504,19
131,03
13,90
144,93
1,98
1,98

4,48
331,62
32,31
0,78
33,09
0,00
0,00

14,40
4.272,31
53,10
0,00
53,10
0,00
0,00

169,82
21.076,98
216,44
14,68
231,12
1,98
1,98

65,24
2.071,68
0,06
0,00
0,06
0,00
0,00

0,00
0,00
89,40
0,00
0,00
89,40
3.899,22

2,13
2,13
30,95
5,38
25,53
61,86
34.320,97

0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
12.679,98

0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
10.371,74

2,13
2,13
120,35
5,38
25,53
151,26
61.365,86

0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
6.758,90

4.
4.1

PRODUKSI, KONSUMSI, DAN EKSPOR


Perkembangan Produksi

Perkembangan produksi batubara selama 13 tahun terakhir telah menunjukkan peningkatan yang
cukup pesat, dengan kenaikan produksi rata-rata 15,68% pertahun. Tampak pada tahun 1992,
produksi batubara sudah mencapai 22,951 juta ton dan selanjutnya pada tahun 2005 produksi
batubara nasional telah mencapai 151,594 juta ton.
Perusahaan pemegang PKP2B merupakan produsen batubara terbesar, yaitu sekitar 87,79 % dari
jumlah produksi batubara Indonesia, diikuti oleh pemegang KP sebesar 6,52 % dan BUMN sebesar
5,68 %.
Perkembangan produksi batubara nasional tersebut tentunya tidak terlepas dari permintaan
dalam negeri (domestik) dan luar negeri (ekspor) yang terus meningkat setiap tahunnya.
Sebagian besar produksi tersebut untuk memenuhi permintaan luar negeri, yaitu rata-rata 72,11%,
dan sisanya 27,89% untuk memenuhi permintaan dalam negeri (Gambar 4.1).
GAMBAR 4.1
TREND PRODUKSI, PENJUALAN DALAM NEGERI DAN LUAR NEGERI
TAHUN 1992 - 2005
160,000

140,000

120,000

100,000
Juta Ton

Produksi
Penjualan DN
Penjualan LN

80,000

60,000

40,000

20,000

0
1992

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

Tahun

4.2

Perkembangan Konsumsi Dalam Negeri

Pemanfaatan batubara di dalam negeri meliputi penggunaan di PLTU, industri semen, industri
kertas, industri tekstil, industri metalurgi, dan industri lainnya (Tabel 4.1).
4.2.1 PLTU
PLTU merupakan industri yang paling banyak menggunakan batubara. Tercatat dari seluruh
konsumsi batubara dalam negeri pada tahun 2005 sebesar 35,342 juta ton, 71,11% di antaranya
digunakan oleh PLTU. Hingga saat ini, PLTU berbahan bakar batubara, baik milk PLN maupun yang
dikelola swasta, ada 9 PLTU, dengan total kapasitas saat ini sebesar 7.550 MW dan mengkonsumsi
batubara sekitar 25,1 juta ton per tahun.
Berdasarkan data dalam kurun waktu 1998-2005, Penggunaan batubara di PLTU untuk setiap
tahunnya meningkat rata-rata 13,00%. Hal tersebut sejalan dengan penambahan PLTU baru
sebagai dampak permintaan listrik yang terus meningkat rata-rata 7,67% per tahun.
Namun demikian, sejak tahun 2003 krisis energi listrik nasional sudah mulai terasa sebagai dampak
dari ketidakseimbangan antara penyediaan dan permintaan. Dalam upaya mengantisipasi
kekurangan listrik dan untuk meningkatkan efisiensi pemakaian BBM secara nasional, pemerintah
merencanakan percepatan pembangunan PLTU berbahan bakar listrik 10.000 MW hingga akhir
2009.

TABEL 4.1
KONSUMSI BATUBARA MENURUT JENIS INDUSTRI DI INDONESIA
TAHUN 1998 - 2005
(TON)
JENIS
INDUSTRI
PLTU

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

10,911,341

13,047,717

13,943,613

19,165,256

21,902,161

23,810,054

23,492,328

25.132.174

1,279,973

2,762,831

3,763,884

5,938,172

5,355,460

5,068,194

6,070,825

6.023.248

274,160

381,440

1.307.610

SEMEN
Industri
Tekstil

Industri
Kertas

692,737

805,397

766,549

804,202

471,751

1,680,304

1,106,227

2,272,443

METALURGI

144,907

123,226

134,393

220,666

236,802

225,907

122,827

160.490

29,963

38,302

36,799

31,265

24,708

24,976

23,506

28,267

2,600,550

2,573,355

5,545,609

2,407,667

3,792,481

4,715,840

5,237,639

417,583

15,659,471

19,350,828

24,190,847

28,567,228

31,783,364

35,799,436

36,434,791

35.341.816

Briket
Lain - Lain
Jumlah

Sumber : - Hasil Survei Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (tekMIRA), 2006
- Direktorat Pembinaan dan Pengusahaan Mineral dan Batubara (DPPMB), 2006

4.2.2 Industri Semen


Selama delapan tahun terakhir ini, perkembangan pemakaian batubara pada industri semen
berfluktuasi. Antara tahun 1998-2001, pemakaian batubara rata-rata naik sangat signifikan, yaitu
64,03%, namun pada tahun 2002 dan 2003 sempat mengalami penurunan hingga 7,59%.
Memasuki tahun 2004, kebutuhan batubara pada industri semen mengalami perubahan yang
positif, yaitu 19,78% seiring perkembangan ekonomi yang mulai membaik di dalam negeri. Tahun
2005, tercatat sekitar 17,04% kebutuhan batubara dalam negeri digunakan oleh industri semen
atau 5,77 juta ton.
4.2.3 Industri Tekstil
Industri tekstil memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap bahan bakar minyak (BBM),
oleh karena itu dengan melambungnya harga BBM, banyak yang beralih ke bahan bakar ke
batubara, walaupun harus melakukan modifikasi terhadap boiler atau mengganti boiler yang
baru berbahan bakar batubara.
Pada tahun 2003 jumlah perusahaan tekstil yang menggunakan bahan bakar batubara hanya 18
perusahaan saja, namun pada tahun 2006 sudah bertambah menjadi 224 perusahaan tersebar di
Pulau Jawa terutama di Propinsi Jawa Barat. Kebutuhan batubaranya pun meningkat sangat
signifikan, yaitu dari 274.150 ton pada tahun 2003 naik menjadi 3,07 juta ton pada tahun 2006.

4.2.4 Industri Kertas


Seperti halnya pada perusahaan tekstil, batubara dalam industri kertas digunakan sebagai bahan
bakar dimana energi panas yang dihasilkan digunakan untuk memasak air pada boiler sehingga
menghasilkan uap yang diperlukan untuk memasak pulp (bubur kertas).
Perkembangan pemakaian batubara pada industri kertas selama kurun waktu 1998-2005 naik
sangat signifikan, rata-rata 42,36%. Namun untuk waktu mendatang diperkirakan
perkembangannya akan stabil pada kisaran 3,0 6,0 % per tahun. Pada tahun 2005, jumlah
kebutuhan batubara untuk industri ini mencapai sekitar 2,207 juta ton.

4.2.5 Industri Metalurgi dan Industri Lainnya


Perkembangan kebutuhan batubara oleh industri metalurgi berfluktuasi, namun ada trend
perkembangan yang meningkat sejalan dengan kondisi produksi perusahaan yang mengalami
turun naik. Tahun 1998 tercatat 144,907 ribu ton, meningkat hingga mencapai 236,802 ribu ton
pada tahun 2002, namun kemudian menurun hingga 112,827 ribu ton tahun 2005.
Di samping industri metalurgi, masih banyak industri lainnya yang menggunakan batubara sebagai
bahan bakar dalam mendukung proses produksinya, antara lain industri makanan, kimia,
pengecoran logam, karet ban, dan lainnya. Di Propinsi Banten dan Jawa Barat ada 21
perusahaan yang telah menggunakan batubara dengan total kebutuhan diperkirakan mencapai
416.708 ton untuk tahun 2005.
4.2.6 Briket Batubara
Dari data tahun 1998 2005, perkembangan briket batubara berfluktuatif, namun cenderung ada
peningkatan. Konsumsi terendah sebesar 23.506 ton pada tahun 2004 dan tertinggi pada
mencapai 38.302 ton tahun 1999. Pada sisi lain potensi konsumsi BBM yang dapat disubstitusi briket
batubara untuk IKM dan rumahtangga sebesar 12,32 juta ton, dan jumlah optimisnya sebesar 1,3
juta ton per tahun atau ekivalen dengan 936.000 kilo liter minyak tanah per tahun. Kondisi pasar
akan menentukan bagaimana prospek perbriketan batubara di Indonesia sebagai bahan
alternative substitusi minyak tanah khususnya, bersama-masa dengan energi alternative lainnya
seperti bahan bakar nabati (biofuel) dan LPG.
4.2.7 Upgrading Brown Coal, Gasifikasi, dan Pencairan Batubara
Terkait dengan upaya ketahanan bauran energi nasional, adalah pengembangan teknologi
batubara, dimana skala pilot plantnya dikembangkan oleh Puslitbang Teknologi Mineral dan
Batubara (tekMIRA) meliputi antara lain upgrading brown coal (UBC), gasifikasi, dan pencairan
batubara. Direncanakan tidak lama lagi akan dirintis ke arah demo plant sebelum skala komersialisasi.
4.3

Perkembangan Ekspor

Kebutuhan batubara dunia saat ini ternyata meningkat sangat cepat, antara lain dipicu oleh
booming harga dan semakin banyaknya pembangunan PLTU di luar negeri yang menggunakan
bahan bakar batubara, serta kran ekspor China ditutup. Hal ini yang mengantarkan Indonesia
sebagai pemasok (eksportir) terbesar pada tahun ini menyaingi Australia dan Afrika Selatan.
Ekspor batubara Indonesia pada tahun 1992 hanya sebesar 16,288 juta ton, sedangkan pada
tahun 2005 tercatat sebesar 106,767 juta ton. Ini berarti volume ekspor rata-rata naik sebesar
16,00%. Perusahaan pemegang PKP2B merupakan eksportir batubara terbesar, yaitu sekitar 95,36%
dari jumlah ekspor batubara Indonesia, diikuti oleh pemegang BUMN sebesar 2,52% dan KP sebesar
2,12%.

5.

MASA DEPAN

Pada masa mendatang, produksi batubara Indonesia diperkirakan akan terus meningkat; tidak
hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (domestik), tetapi juga untuk memenuhi
permintaan luar negeri (ekspor). Hal ini mengingat sumber daya batubara Indonesia yang masih
melimpah, di lain pihak harga BBM yang tetap tinggi, menuntut industri yang selama ini berbahan
bakar minyak untuk beralih menggunakan batubara.
5.1Proyeksi Penyediaan-Permintaan (Supply-Demand)
Produksi batubara nasional terus mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Pada tahun
1992 tercatat sebesar 22,951 juta ton, naik menjadi 151,594 juta ton pada tahun 2005, atau naik ratarata 15,68 % per tahun. Jika diasumsikan proyeksi untuk tahun-tahun mendatang mengikuti
kecenderungan (trend) tersebut di atas, maka kondisi pada tahun 2025, produksi akan meningkat
menjadi sekitar 628 juta ton.
Dari sisi konsumsi, hingga saat ini segmen pasar batubara di dalam negeri meliputi PLTU, industri
semen, industri menengah hingga industri kecil dan rumahtangga. Dalam kurun waktu 1998-2005,
konsumsi batubara di dalam negeri berkembang 13,29%. Kondisi saat ini (2005) konsumsi batubara
tercatat 35,342 juta ton, di antaranya, 71,11% dikonsumsi PLTU, 16,84% dikonsumsi industri semen, dan
6,43% dikonsimsi industri kertas. Dari karakteristik tersebut dan adanya rencana pemanfaatan

batubara melalui pengembangan teknologi UBC, gasifikasi, dan pencairan, maka diproyeksikan
pada tahun 2025 kebutuhan batubara dalam negeri akan mencapai sekitar 191,130 juta ton.
Sedangkan dari trend ekspor batubara yang peningkatannya sangat signifikan sekitar 16,00%
pertahun, maka pada tahun 2025 diproyeksikan akan mencapai 438 juta ton.
Kondisi tersebut tidak diharapkan, karena tidak sejalan dengan rencana pengembangan
batubara Indonesia. Untuk tahun 2025, jumlah rencana produksi sebesar 318 miliar ton untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri sebesar 214 miliar ton dan untuk memenuhi permintaan luar
negeri sebesar 104 miliar ton.
Kunci perbedaan dari kedua proyeksi tersebut terletak pada penjualan ke luar negeri. Sehingga agar
rencana pengembangan batubara Indonesia dapat terealisasi, maka perlu membuat kebijakan
pengendalian produksi melalui pembatasan penjualan ke luar negeri dan jaminan pasokan untuk
kebutuhan dalam negeri yang tercantum di dalam kontrak harus dilaksanakan.
GAMBAR 5.1
POYEKSI PRODUKSI, PENJUALAN DALAM NEGERI DAN LUAR NEGERI BATUBARA INDONESIA
TAHUN 2006 - 2025
700
628
600

500

474
438

Milyar
400Ton

Penjualan DN

343

333

Penjualan LN
Produksi

300
243

233
200

181

168

162

150

135

118

109

97

100

65

44

41
0
2005

2006

2010

2015

2020

2025

Tahun

GAMBAR 5.1
POYEKSI PRODUKSI, PENJUALAN DALAM NEGERI DAN LUAR NEGERI BATUBARA INDONESIA
TAHUN 2006 - 2025
700
628
600

500

474
438

Milyar
400Ton

Penjualan DN

343

333

Penjualan LN
Produksi

300
243

233
200

135

118

109
100

97
65

44

41

181

168

162

150

0
2005

2006

2010

2015
Tahun

2020

2025

5.2

Langkah-Langkah Yang Diperlukan

Dari hasil gambaran trend suppy-demand batubara nasional hingga tahun 2025 termasuk
didalamnya permasalahan yang mungkin muncul, maka untuk memberikan dukungan terkait
dengan pengembangan batubara dalam mencapai bauran energi pada tahun 2025 lebih besar
dari 33% (214 juta ton), diperlukan langkah-langkah strategis meliputi :
a

Sumber daya

b.

c.

d.

Melakukan upaya pencarian (inventarisasi) sumber daya dan cadangan batubara yang
representatif dan secara berkelanjutan.

Pengusahaan

Pendataan kontrak (jangka panjang, menengah, pendek, spot) perusahaan dengan


konsumen luar negeri. Kemudian pelaku eksportir ditata secara konprehensif dan
proporsional berdasarkan tingkat produksi dan kondisi kebutuhan di dalam negeri.

Setiap pengajuan peningkatan tingkat produksi yang diajukan oleh perusahaan perlu
disesuaikan dengan kebijakan bauran energi nasional.

Kebijakan/ Insentif

Menetapkan batubara sebagai komoditi strategis.

Mengubah komposisi penjualan dalam negeri dan ekspor yang saat ini 28 : 72, secara
bertahap hingga tercapai komposisi yang ideal sampai tahun 2025.

Mendorong pengusahaan batubara peringkat rendah di dalam negeri untuk memenuhi


kebutuhan energi melalui paket insentif, seperti penentuan tarif nilai bagi hasil (PKP2B)
untuk batubara mutu rendah.

Meningkatkan diversifikasi pemanfaatan batubara melalui program pembakaran


langsung, pengembangan briket batubara, pencairan batubara, gasifikasi, up grading
batubara, dan pengembangan Coal Bed Methane, dengan memperhatikan faktor
lingkungan.

Memberikan insentif bagi investor (penambangan dan pengolahan) yang


mengembangkan UBC, pencairan, dan gasifikasi batubara, antara lain jaminan hasil
produk dibeli oleh pihak pemerintah.

Menetapkan nilai bagi hasil bagian pemerintah dari penambangan batubara mutu
rendah dan tambang bawah tanah.

Insfrastruktur

Untuk menunjang kelancaran distribusi batubara dari hulu hingga hilir perlu membangun
dan mengembangkan prasarana transportasi seperti jaringan kereta api dan pelabuhan
bongkar muat

Mengembangkan pelabuhan bongkar, sarana angkutan, dan jalur distribusi, serta stock
yard batubara yang dekat dengan sentra industri (konsumen) di wilayah Pulau Jawa yang
merupakan konsumen terbesar di dalam negeri.

Dikompilasi oleh
Tim Kajian Batubara Nasional
Kelompok Kajian Kebijakan Mineral dan Batubara
Pusat Litbang Teknologi Mineral dan Batubara
2006

Anda mungkin juga menyukai