Sebagai
gambaran,
saat
ini
di
Indonesia
baru
ada
7.080
penyalur
BBM.
Padahal
luas
daratan
mencapai
1,9
juta
km
persegi
dan
jumlah
penduduk
261
juta
jiwa.
Artinya
1
lembaga
penyalur
seperti
SPBU,
harus
meng-‐cover
sepanjang
271,55
km2
atau
36.900
jiwa,”
kata
Agung
melalui
pernyataan
tertulis
yang
dikutip
kumparan
Rabu
Tahun 2007 ditetapkan Undang-undang Energi No. 30 Tahun 2007 tentang Energi, perwujudan
Kebijakan Energi Nasional dalam Undang-undang tersebut meliputi ketersediaan energi untuk
kebutuhan nasional, prioritas pengembangan energi, pemanfaatan sumber daya energi nasional dan
cadangan penyangga energi nasional.
Salah satu sasaran energi primer yang optimal adalah dengan meningkatkan peranan energi gas bumi
terhadap konsumsi energi nasional menjadi lebih dari 30% pada tahun 2025.
Cadangan gas bumi Indonesia rata-rata tahun 2006-2010 sebesar 166,54 TSCF dengan produksi gas
bumi rata-rata per tahun sebesar 3,02 TSCF. Data tersebut menunjukkan gas bumi Indonesia memiliki
Reserve to Production Ratio sebesar 55,48 tahun.
Pemanfaatan gas bumi dalam negeri lebih rendah jika dibandingkan dengan jumlah yang diekspor.
Sebagian besar pemanfaatan gas bumi dalam negeri untuk bahan baku pabrik pupuk dan industri
petrokimia serta sumber energi untuk pembangkit listrik dan industri lain, sedangkan sebagian kecil
masih digunakan untuk peningkatan produksi minyak bumi.
Selain pemanfaatan gas untuk skala besar, kebijakan energi nasional juga mengarah ke sektor industri
kecil, mikro, dan rumah tangga. Hal ini dilakukan dengan melakukan pengalihan BBM ke energi gas
diantaranya dengan melakukan konversi Minyak Tanah ke Liquified Petroleum Gas (LPG).
Untuk melaksanakan program konversi LPG 3 kg, Pemerintah memberikan penugasan kepada
Pertamina selaku penyedia, dan distributor LPG 3 kg dari Tahun 2007 s.d. sekarang.
Untuk menjalankan program tersebut, Pertamina membentuk suatu Koordinator Pelaksana Bidang
Konversi (Project Coordinator) untuk merencanakan dan mengusulkan pelaksanaan konversi LPG tiap
tahunnya dan dilaksanakan oleh Fungsi LPG dan Gas Product. Fungsi L PGdan Gas Product adalah
pelaksana pengadaan paket perdana konversi (tabung 3 kg, kompor, selang, dan regulator), dan
pelaksanaan pendataan serta distribusi paket. Kontrak pengadaan sarana paket perdana dilaksanakan
oleh Fungsi LPG dan Gas Product Pertamina. Sedangkan pelaksanaan kegiatan pendataan dan
distribusi paket menjadi tugas region-region yang berada di daerah yang pelaksanaannya dikontrakkan
kepada pihak ketiga. Dalam melaksanakan program konversi, Pertamina menyiapkan infrastruktur
untuk mendistribusikan LPG ke masyarakat antara lain berupa Depot LPG, SPPBE/SPBE, Agen LPG,
floating storage, dan tanki.
Proses bisnis LPG diawali dengan pembelian LPG dari KKKS dan Impor, serta dari Refinery unit
untuk disimpan dalam storage/depot dalam kondisi tekanan tinggi. Selanjutnya dari storage/depot, LPG
didistribusikan ke filling plant Pertamina/SPPBE/SPPEK/SPBE dengan menggunakan skid tank. Dari
filling plant Pertamina/SPPBE/SPPEK/SPBE, LPG didistribusikan ke agen-agen dengan menggunakan
truk. Pengangkutan LPG dari depot ke SPBE ditangani oleh Pertamina karena SPBE tidak mempunyai
alat angkut/skid tank, sedangkan pengangkutan LPG dari depot ke SPPBE dilakukan oleh pemilik
SPPBE dengan mendapatkan fee angkut. Pengangkutan LPG dari SPPBE/SPBE ke agen dilakukan
oleh agen dengan menggunakan alat angkut yang dimiliki agen.
Kementerian ESDM, melalui konsultan yang ditunjuk, melakukan verifikasi atas laporan penyaluran
LPG tabung 3 kg yang dilakukan oleh Pertamina. Hasil verifikasi konsultan Kementerian ESDM
menunjukkan masih adanya kekurangan pada kegiatan penyaluran LPG tabung 3 kg yang dilakukan
oleh Pertamina, antara lain:
1. Kondisi administrasi yang masih buruk untuk tingkat penyalur, antara lain hilangnya
dokumen Surat Pengantar Pengiriman (SPP), yang mengakibatkan proses verifikasi
menjadi terhambat;
2. Kekurangan pada sistem Pertamina seperti masih terdapat DO ganda atau alamat penyalur
belum update;
3. Praktek jual beli DO dan persaingan harga;
4. Sebagian besar penyalur dan SPBE beroperasi di bawah tingkat keekonomian;
5. Biaya transportasi yang tinggi.
Kebutuhan LPG nasional saat ini telah mencapai 15.000 – 16.000 MT/hari. Untuk
memenuhi kebutuhan tersebut, Pertamina telah melakukan penyediaan, dari dalam negeri seperti
Refinery Unit Pertamina, KKKS, dan juga dari kilang swasta, maupun dari luar negeri dengan
melakukan impor LPG.
Jan-
2011
Okt 2012
Kilang Pertamina 803.020,12 597.481,49
Kilang Swasta 66.470,35 61.084,86
KKKS 1.409.754,06 1.374.040,36
KKKS Indonesia 1.310.184,12 1.344.091,16
Mix in Bottles( KKKS Press) 99.569,94 29.949,20
Total Domestik 2.279.244,52 2.032.606,71
Total Impor 2.080.956,84 2.114.950
Grand 4.360.201,36 4.147.556
% Impor 48% 51%
Tabel di atas menunjukkan terdapat kecenderungan impor yang semakin meningkat sementara itu
realiasi penyediaan domestik cenderung di bawah nilai yang ditetapkan RJPP 2011.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan LPG secara nasional, Pertamina selain bertanggung jawab
terhadap penyediaan LPG, juga bertanggung jawab melaksanakan distibusi LPG tersebut. Pemerintah
juga mengatur tentang penyediaan dan pendistibusian LPG tersebut, misalnya dalam Permen ESDM
No. 26 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Liquid Petroleum Gas (LPG). Pada pasal 15 Permen
tersebut diatur juga tentang kewajiban Badan Usaha (Pertamina) dalam melaksanakan pendistribusian,
antara lain adalah menjamin kesinambungan penyaluran LPG pada jaringan distribusi niaganya,
misalnya dengan:
1. Memiliki cadangan operasional LPG minimum selama 7 (tujuh) hari untuk LPG Umum yang
dihitung dari volume penyaluran harian rata-rata pada tahun sebelumnya;
2. Memiliki cadangan kerja minimum selama 3 (tiga) hari dan cadangan operasional minimum selama
8 (delapan) hari untuk LPG Tertentu yang dihitung dari volume penyaluran harian rata-rata pada tahun
sebelumnya;
3. Menjamin dan memiliki rencana tanggap darurat (emergency response) pasokan dan distribusi LPG
yang dapat diimplementasikan dalam jangka waktu 24 jam sejak terjadinya gangguan pasokan yang
dapat menyebabkan kegagalan atau ketidaktersediaan LPG Tertentu di suatu Wilayah Distribusi
Tertentu; dan
4. Menyediakan, memiliki atau menguasai sarana dan fasilitas niaga LPG.
Untuk melaksanakan Permen tersebut, Fungsi LPG dan Gas Product Pertamina menyusun indikator
kinerja (Key Performance Indicator) tentang ketahanan stok LPG nasional. Pada periode 2011, dalam
KPI VP LPG dan Gas Product diatur mengenai ketahanan stok LPG nasional dengan lama 11 hari
(base) dan 15 hari (stretch). Untuk mendukung program pemerintah dalam konversi mitan ke LPG,
maka pada tahun 2012, Fungsi LPG dan Gas Product Pertamina menambahkan indikator kinerja
sebagai pendukung ketahanan stok LPG nasional, yaitu SP(P)BE PSO tidak boleh kekurangan stok
(stretch). Namun, Pertamina juga mempunyai toleransi sebesar 0,8% (base). Fungsi LPG & Gas
Product Pertamina mengupayakan agar SP(P)BE PSO tidak kekurangan stok dengan cara melakukan
pemantauan (monitoring), misalnya di Medan dengan sistem online, SIGAS yang dapat memantau stok
yang ada di Region 1 LPG dan Gas Product. Pada periode 2012, terdapat perubahan lama ketahanan
stok menjadi 16,5 hari (base) dan 15 hari (stretch). Peningkatan lama ketahanan stok ini dilakukan
untuk melaksanakan program pemerintah (Permen ESDM No. 26 Tahun 2009).
Indikator ketahanan stok nasional tersebut diturunkan dari level VP ke Manajer Operasional. Pada
level Manajer Operasional, bobot kinerja ketahanan stok LPG nasional merupakan hal yang penting
dan mempunyai bobot 16% (2011) dan 15% (2012). Jadi dapat dikatakan bahwa Manajer Operasional
atau Bagian Operasional merupakan pihak yang paling bertanggung jawab dalam menjamin
ketersediaan LPG secara nasional.
Dalam melakukan pendistribusian LPG baik PSO maupun Non PSO, Pertamina membagi
wilayah kerja pendistribusian menjadi 6 wilayah kerja sebagai berikut:
1. Region I untuk wilayah Sumatera bagian utara, Riau dan Sumatera Barat
2. Region II untuk wilayah Sumatera bagian selatan
3. Region III untuk wilayah Jawa bagian barat dan Kalimantan Barat
4. Region IV untuk wilayah Jawa bagian tengah dan DI Yogyakarta
5. Region V untuk wilayah Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara
6. Region VI untuk wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua
LPG PSO adalah khusus untuk LPG tabung 3 kg di mana Pemerintah memberikan subsidi kepada
masyarakat. Sedangkan LPG Non PSO adalah LPG tabung 12 kg, 50 kg, 6 kg, LPG Bulk, Ease Gas,
dan Propane Refrigerated. Dari sekian banyak jenis LPG Non PSO, komposisi yang paling besar
adalah LPG 12 dan 50 kg. Dalam melakukan bisnis LPG 12 dan 50 kg tersebut, Pertamina mengalami
kerugian, namun dalam bisnis LPG 3 kg Pertamina mendapatkan keuntungan meskipun secara
keseluruhan (PSO versus Non PSO) Pertamina tetap mengalami kerugian.
komponen terbesar dari biaya adalah biaya raw material, sedangkan pendapatan per kg jauh berada di
bawah biaya raw material tersebut. Biaya raw material terdiri dari harga pembelian impor termasuk
biaya angkut pengapalan, produksi kilang, pembelian KKKS. Harga pembelian impor tidak
memisahkan antara harga CP Aramco dan biaya angkutnya. Sedangkan biaya perkapalan domestik
terdiri dari biaya sewa kapal, biaya pelabuhan, bunker, biaya overhead, dan penyusutan.
Namun dalam realisasinya master program tidak selalu sama dengan perencanaannya. Beberapa hal
yang menyebabkan realisasi berbeda dengan perencanaannya adalah ukuran tanki penyimpanan belum
sinkron dengan kapasitas angkut kapal, mismatch pumping rate kapal dengan piping tanki darat, belum
ada sistem informasi terintegrasi yang dapat menyajikan posisi stok di masing-masing depot, fluktuasi
jumlah LPG yang dihasilkan RU dan KKKS, serta beberapa kondisi sarana dan fasilitas dermaga yang
kurang memadai.
Untuk pengangkutan LPG dari storage/terminal ke depot dilakukan dengan menggunakan Very Large
Gas Carier (VLGC), kapal tanker, dan pipa. Sedangkan pengangkutan LPG dari depot ke SPBE/SPPBE
dilakukan dengan menggunakan skid tank. Sedangkan sebagai tempat penyimpanan LPG dari sumber
supply adalah floating storage dan VLGC.
Jumlah VLGC yang digunakan sebagai floating storage dan sarana transportasi adalah tiga unit di
Teluk Semangka dan satu unit di Kalbut Situbondo. VLGC yang digunakan adalah berupa kapal
refrigerated dengan ukuran 56.000 DWT dengan kapasitas angkut sekitar 44.000 Metrik Ton. VLGC
tersebut berfungsi sebagai floating storage yang memberikan feed kepada kapal-kapal midle range semi
refrigerated (daya tampung 10.000 MT) dan kapal small sized pressurized (daya tampung 1.700 MT)
maupun sebagai sarana transportasi pengambilan LPG ke terminal KKKS seperti ke Petrochina
Tanjung Jabung, Conoco Belanak, dan LNG Bontang. Saat ini jumlah kapal middle range semi
refrigerated adalah 8 unit dan kapal small sized pressurized sejumlah 12 unit.
Penggunaan VLGC tersebut sebagai floating storage memiliki keunggulan jangka pendek karena dapat
menyediakan storage secara cepat. Namun dalam jangka panjang dapat menimbulkan biaya yang besar
dalam hal penyewaan dan bunker VLGC. Untuk mengantisipasi besarnya biaya ini, saat ini fungsi LPG
& Gas Products akan melakukan pembangunan terminal LPG refrigerated yang digunakan sebagai
storage. Dari data Feasibility Study pembangunan terminal refrigerated tersebut diketahui rencana
kapasitas terminal adalah sebesar 88.000 metrik ton dengan lokasi di wilayah Banten yang
bersebelahan dengan depot Tanjung Sekong. Pembangunan tersebut telah mendapatkan persetujuan
dari Dewan Komisaris dan Dewan Direksi dan pada saat pemeriksaan dilakukan sudah dalam tahap
penyusunan Front End Engineering Design (FEED), namun demikian
penyelesaian FEED yang direncanakan selesai pada Desember 2012 tertunda. Anggaran pembangunan
project dalam (ABI- Anggaran Biaya Investasi) tersebut telah dianggarkan pada tahun 2013 (masuk
dalam RKAP tahun 2013). Namun saat ini masih terkendala dalam hal penggunaan lahan.
Terminal/Depot/LPG (MT)
1. Pangkalan Susu Sumatera Utara, Region I 6.000
2. Tandem Sumatera Utara, Region I 350
3. Tanjung Uban Tg Uban, Kep. Riau, Reg I 10.000
4. Pulau Layang Palembang, Sumsel, Reg II 225
5. Panjang Lampung, Region II 5000
6. Tanjung Priok Jakarta, Region III 9,5
7. Tanjung Sekong Banten 10.000
8. JBB Ancol Ancol, Region III 5.000
9. Balongan Balongan, Region III 1.575
10. Eretan Swasta Eretan, Indramayu, Reg III 10.000
11. Cilacap Cilacap, Jateng, Reg IV 300
12. Semarang Swasta Tg Mas, Jateng, Reg IV 10.000
13. Tanjung Perak Surabaya, Jatim, Reg V 8.000
14. TT Manggis Bali, Region V 3.000
15. Gresik Swasta Gresik, Jatim, Reg V 10.000
16. Balikpapan Balikpapan, Kaltim, Reg VI 2.500
17. Makasar Makasar, Sulsel, Reg VI 2.500
Jumlah 93.950
Selain terminal pressurized, Pertamina juga memiliki fasilitas darat untuk menampung LPG
refrigerated yang berlokasi di Depot Tanjung Uban dengan kapasitas Propane 38.000 MT, dan Butane
50.000 MT. Namun LPG Refrigerated ini harus melalui proses pemanasan terlebih dahulu untuk
mengembalikannya ke dalam bentuk LPG Pressurized sehingga mencapai suhu normal. Semua tanki
timbun di LPG Filling Plant Pertamina ataupun di SP(P)BE digunakan untuk menyimpan LPG
pressurized. LPG pressurized inilah yang dipasarkan oleh Pertamina, baik untuk rumah
tangga, omersial ataupun industri.
Selain menggunakan fasilitas di darat, Pertamina juga menyewa 4 VLGC yang berfungsi sebagai
storage dan transportir LPG. Satu VLGC memiliki kapasitas storage sebanyak 40.000 MT (20.000 MT
Propane dan 20.000 MT Butane).
LPG yang telah disimpan di dalam tanki timbun depot akan disalurkan ke agen dan masyarakat melalui
skid tank setelah diisi ke dalam tabung. Skid tank ini bisa dimiliki oleh SPBE maupun oleh transportir
dengan mendapatkan kompensasi berupa transport fee dari Pertamina. Besaran transport fee diatur
dalam SK Direktur Pemasaran dan Niaga No. Kpts008/F00000/2011-S3 tanggal 25 Januari 2011. Di
samping mendapatkan transport fee, SPPBE juga mendapatkan filling fee yang besarannya ditetapkan
oleh Pertamina.
Filling fee dan transportation fee dibayarkan kepada SPBE/SPPBE berdasarkan SK Direktur
Pemasaran dan Niaga NO. Kpts-064/F00000/2010-S3 tanggal 12 Agustus 2010 tentang Penetapan
Filling Fee & Transport Fee SPPBE/SPBE.
Sedangkan sebagai pembayaran atas jasa agen LPG, Pertamina akan membayar kepada Agen LPG
berupa margin agen. Pengangkutan LPG dari SPPBE/SPBE ke agen LPG dilakukan oleh agen dengan
menggunakan alat angkut yang dimiliki agen. Besarnya margin agen sesuai dengan besaran yang
terdapat dalam SK Penetapan Harga Jual Direktur Pemasaran dan Niaga sebagai berikut:
a. SK No. Kpts-066/F00000/2009-S3 tanggal 23 Oktober 2009 tentang Harga Jual LPG Kemasan
Tabung 3 Kg.
b. SK No. Kpts-057/F00000/2009-S3 tanggal 1 Oktober 2009 tentang Harga Jual Elpiji Kemasan
Tabung 12 Kg.
c. SK No. Kpts-141/F00000/2012-S3 tanggal 1 tentang Harga Jual Elpiji Kemasan Tabung50 Kg.
Saat ini total jumlah SPBE/SPPBE/SPPEK di seluruh Region adalah 467 dan agen LPG sejumlah 3154,
dengan rincian sebagai berikut:
Region Jumlah SPBE/SPPBE Jumlah Agen
3 Kg 12 & 50 Kg 3 Kg 12 & 50 Kg
1 35 13 298 132
2 20 8 253 50
3 146 32 883 139
4 74 11 375 83
5 81 19 536 104
6 18 10 204 104
Jumlah 374 93 2549 612
Untuk seluruh tabung setelah dilakukan pemeliharaan diberikan penandaan/marking untuk informasi
berupa tanggal pemeriksaan dan tanggal pemeriksaan berkala berikutnya. Sedangkan untuk tabung-
tabung yang bocor dan rusak hasil dari pemeliharaan retester dilakukan penanganan berupa pendataan
ke Pertamina Region untuk dilakukan penukaran kepada pabrikan
Atas jasa retester melakukan pemeliharaan tabung 3 kg, 12 kg dan 50 kg, setiap bulan retester tersebut
mengajukan permintaan pembayaran kepada Pertamina dengan melampirkan dokumen tagihan/invoice,
kuitansi bermaterai, faktur Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Asli SPP pada bulan periode pekerjaan,
bukti pembelian material cat dari Vendor List Pertamina dan bukti pekerjaan berupa daftar tabung yang
telah dilakukan retest, repaint maupun retest dan berita acara lapangan. Atas pengajuan pembayaran
tersebut Pertamina melakukan pemeriksaan dokumen pengajuan, setelah semua sesuai baru dilakukan
pembayaran oleh Pertamina.
Gudang
Gudang digunakan untuk penyimpanan material konversi minyak tanah ke LPG maupun tabung LPG
ukuran 3 kg, 12 kg, 50 kg serta barang-barang lain milik Pertamina. Gudang yang digunakan
merupakan bangunan milik Pertamina maupun menyewa dari pihak kedua. Gudang yang disewa harus
memiliki kriteria sebagai berikut: bangunan permanen, ventilasi bagus, beratap seng, dinding tembok,
berlantai cor, dan akses jalan masuk lancar serta bisa dilalui truk pengangkut material.