Obstruksi Duktus Nasolakrimalis
Obstruksi Duktus Nasolakrimalis
duktus
nasolakrimalis
adalah
penyumbatan
duktus
Secara
embriologis,
glandula
lakrimalis
dan
glandula
lakrimalis
usia janin, tapi pada umumnya penundaan dalam proses perkembangan yang dapat
mengakibatkan sisa jaringan membran atau stenosis pada setiap tingkat dalam
sistem nasolakrimal - dari kanalikuli ke ujung dari duktus nasolacrimal bawah.
Persistent membran di bagian bawah duktus nasolakrimal terjadi di hingga 70%
dari neonatus (dacryostenosis). Namun, hanya 2-4% dari bayi yang baru lahir
menunjukkan gejala klinis penyumbatan saluran nasolakrimal.
3
1. Sistem Sekresi Air Mata
Permukaan mata dijaga tetap lembab oleh kelenjar lakrimalis. Sekresi
basal air mata perhari diperkirakan berjumlah 0,75-1,1 gram dan cenderung
menurun seiring dengan pertambahan usia. Volume terbesar air mata dihasilkan
oleh kelenjar air mata utama yang terletak di fossa lakrimalis pada kuadran
temporal di atas orbita. Kelenjar yang berbentuk seperti buah kenari ini terletak
didalam palpebra superior. Setiap kelenjar ini dibagi oleh kornu lateral
aponeurosis levator menjadi lobus orbita yang lebih besar dan lobus palpebra
yang lebih kecil. Setiap lobus memiliki saluran pembuangannya tersendiri yang
terdiri dari tiga sampai dua belas duktus yang bermuara di forniks konjungtiva
superior. Sekresi dari kelenjar ini dapat dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan
menyebabkan air mata mengalir berlimpah melewati tepian palpebra (epiphora).
Persarafan pada kelenjar utama berasal nukleus lakrimalis pons melalui
nervus intermedius dan menempuh jalur kompleks dari cabang maksilaris nervus
trigeminus. Kelenjar lakrimal tambahan, walaupun hanya sepersepuluh dari massa
utama, mempunya peranan penting. Kelenjar Krause dan Wolfring identik dengan
kelenjar utama yang menghasilkan cairan serosa namun tidak memiliki sistem
segmen temporal atas anterior dari orbita, dipisahkan dari bagian palpebra
oleh kornu lateralis dari muskulus levator palpebra.
2. Bagian palpebra yang lebih kecil terletak tepat di atas segmen temporal
palpebra ditarik ke arah krista lakrimalis posterior, dan traksi fascia mengelilingi
sakus lakrimalis berakibat memendeknya kanalikulus dan menimbulkan tekanan
negatif pada sakus. Kerja pompa dinamik mengalirkan air mata ke dalam sakus,
yang kemudian masuk melalui duktus nasolakrimalis karena pengaruh gaya
berat dan elastisitas jaringan ke dalam meatus inferior hidung. Lipatan-lipatan
mirip-katup dari epitel pelapis sakus cenderung menghambat aliran balik air mata
dan udara. Yang paling berkembang di antara lipatan ini adalah katup Hasner di
ujung distal duktus nasolakrimalis (Sullivan, 1996). Berikut adalah ilustrasi dari
sistem ekskresi air mata yang berhubungan dengan fungsi gabungan dari
muskulus orbikularis okuli dan sistem lakrimal inferior (Wagner, 2006).
Selain itu, air mata mengandung lisozim yang merupakan enzim yang
memiliki aktivitas sebagai bakterisidal untuk melarutkan lapisan luar bakteria
(Encyclopdia Britannica, 2007). Walaupun air mata mengandung enzim
bakteriostatik dan lisozim, menurut Sihota (2007), hal ini tidak dianggap sebagai
antimikrobial yang aktif karena dalam mengatasi mikroorganisme tersebut, air
mata lebih cenderung memiliki fungsi mekanik yaitu membilas mikroorganisme
tersebut dan produk-produk yang dihasilkannya.
K+, Na+, dan Cl- terdapat dalam konsentrasi lebih tinggi dalam air mata
dari dalam plasma. Air mata juga mengandung sedikit glukosa (5 mg/dL) dan urea
(0,04 mg/dL) dan perubahannya dalam konsentrasi darah akan diikuti perubahan
konsentrasi glukosa dan urea air mata. pH rata-rata air mata adalah 7,35, meski
ada variasi normal yang besar (5,20-8,35). Dalam keadaan normal, cairan air mata
adalah isotonik. Osmolalitas film air mata bervariasi dari 295 sampai 309 mosm/L
(Whitcher, 2000). Berikut adalah ilustrasi dari elektrolit, protein dan sitokin dalam
komposisi air mata (Pflugfelder, S.C., 2004).
Air mata akan disekresikan secara refleks sebagai respon dari berbagai
stimuli. Stimulus tersebut dapat berupa stimuli iritatif pada kornea, konjungtiva,
mukosa hidung, stimulus pedas yang diberikan pada mulut atau lidah, dan cahaya
terang. Selain itu, air mata juga akan keluar sebagai akibat dari muntah, batuk dan
menguap. Sekresi juga dapat terjadi karena kesedihan emosional. Kerusakan pada
nervus trigeminus akan menyebabkan refleks sekresi air mata menghilang. Hal ini
dapat dibuktikan dengan pemberian kokain pada permukaan mata menyebabkan
penghambatan hantaran pada ujung nervus sensoris yang mengakibatkan
penghambatan refleks sekresi mata (bahkan ketika mata dipaparkan pada gas air
mata yang poten). Jalur aferen pada hal ini adalah nervus trigeminus, sedangkan
eferen oleh saraf autonom, dimana bahagian parasimpatis dari nervus fasialis yang
memberikan pengaruh motorik yang paling dominan. Oleh sebab itu, pemberian
obat yang parasimpatomimetik (seperti asetilkolin) dapat meningkatkan sekresi
sedangkan pemberian obat antikolinergik (atropin) akan menyebabkan penurunan
sekresi. Refleks sekresi air mata yang berlebihan dapat diinterpretasikan sebagai
respon darurat. Pada saat lahir, inervasi pada aparatus lakrimalis tidak selalu
sempurna, hal ini menyebabkan neonatus sering menangis tanpa sekresi air mata
(Encyclopdia Britannica, 2007).
Air mata mengalir dari lacuna lakrimalis melalui pungtum superior dan
inferior dan kanalikule ke sakkus lakrimalis yang terletak di dalam fossa
lakrimalis. Duktus nasolakrimalis berlanjut ke bawah dari sakkus lakrimasi dan
bermuara ke dalam meatus inferior dari rongga nasal . Air mata diarahkan ke
dalam pungtum oleh isapan kapiler , gaya berat, dan berkedip. Kekuatan
gabungan dari isapan kapiler dalam kanalikuli, gaya berat, dan kerja memompa
dari otot Horner yang merupakan perluasan muskulus orbikularis okuli ke titik di
belakang sakkus lakrimalis, semua cenderung meneruskan air mata ke bawah
melalui duktus nasolakrimalis ke dalam hidung.
C. Etiologi
Dalam keadaan normal, air mata dari permukaan mata dialirkan ke dalam
hidung melalui duktus nasolakrimalis. Jika saluran ini tersumbat, air mata akan
E. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan penunjang lainnya adalah:
1. Pewarnaan mata dengan zat fluoresensi untuk menilai pengaliran air mata
Uji pewarna hilangnya Fluorescein mungkin berguna - setetes pewarna
ditanamkan ke dalam kedua matanya dan biasanya akan menghilang
selama 5 menit jika saluran yang paten, dan selanjutnya dapat terlihat
dalam lubang hidung menggunakan cahaya biru.
2. Probing dan Irigasi (Tes Anel)
Lakukan probing yang mula-mula dimasukan vertical ke dalam pungtum
lakrimal, kemudian horizontal, ke dalam kanalikuli lakrimal, sampai
ujungnya menyentuh dinding dari sakus lakrimal, tariklah sedikit keluar,
lalu sonde diputar 90 derajat ke atas dengan hati-hati. Kalo sonde ini telah
berhasil, disusul dengan tes Anel.
Dengan menggunakan sempritan yang diisi dengan larutan garam
fisiologis.
Tes Anel (+), bila terasa asin di tenggorokan, berarti salurannya berfungsi
baik.
Tes Anel (-), bila tidak terasa asin, berarti ada kelainan di dalam saluran
ekskresi tersebut. Bila cairan keluar lagi dari pungtum lakrimal superior,
berarti ada obstruksi di duktus nasolakrimalis. Kalau cairan kembali
melalui pungtum lakrimal inferior, berarti obstruksi terdapat di ujung nasal
kanalikuli lakrimal inferior.
Positif
terdapatnya
fluorecein
dari
hidung
Negatif
tidak
terdapatnya
warna
dari
hidung
Gambar Dacryocystorhinostomy
Ballon dacryocystoplasty biasa digunakan pada anak dengan obstruksi
duktus nasolakrimalis congenital dan pada dewasa dengan obstruksi duktus
nasolakrimalis partial.
Jika terjadi peradangan pada konjungtiva (konjungtivitis) diberikan obat
tetes mata yang mengandung antibiotik.
G. Pencegahan
Pengobatan yang adekuat terhadap infeksi hidung dan mata bisa
mengurangi resiko terjadinya dakriostenosis (obstruksi duktus nasolakrimalis).
DAFTAR PUSTAKA
1. Kanski, Jack J. Lacrimal Drainage System. Clinical Ophtalmology sixth
edition. 2007
2. Ilyas, Sidarta, Prof. dr. Stenosis dan Obstruksi Duktus Nasolakrimal.
Penuntun Ilmu Penyakit Anak edisi kedua. FKUI. 2003.
3. Wijana, Nana dr. Sp.M. Dakriostenosis. Ilmu Penyakit Mata.
4. Sastrosatomo, et all. Penanganan Gangguan Sistem Ekskresi Lakrimal.
FKUI: RSCM. 1993
5. http://www.academy.org.uk/tutorials/dilation.htm
6. http://attonk.blogspot.com/2009/03/dakriosistitis.html