Anda di halaman 1dari 142

FISIKA TERAPAN

Penyusun:

Hidjan AG, MSc.Eng


Jurusan Teknik Sipil

No. Diktat : 14/K7.A/UP2AI/2009

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA


Agustus 2009
Konsultasi : HP. 082124368899

PRAKATA
Ilmu Fisika merupakan komponen penting yang menjadi
tulang punggung pengembangan berbagai macam Teknologi
dan merupakan mata kuliah yang diajarkan di berbagai
fakultas eksakta seperti Fakultas Teknik, Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Kedokteran, Pertanian, Farmasi, dan
sebagainya. Disamping itu juga dapat dijadikan sebagai dasar
teori dalam perancangan maupun pelaksanaan proses proses
industri seperti dalam bidang konstruksi bangunan, mesin,
energi, dll. Dalam buku ini disajikan materi yang topik topiknya
dipilih untuk menunjang beberapa mata kuliah lain terkait yang
ada di jurusan Teknik Sipil. Materi yang disusun terdiri dari
Kinematika, Dinamika, Statika, Panas serta Teori Atom dan
Molekul. Kinematika merupakan bagian dari mekanika
mengenai gerak benda tanpa pembahasan terhadap massa
maupun gaya dari benda yang bergerak, sedang dalam
Dinamika maka juga dibahas massa maupun gaya dari benda
yang bergerak. Adapun Statika
merupakan bagian dari
mekanika yang membahas benda yang berada dalam
keseimbangan. Adapun Panas sebagai topik yang diperlukan
untuk menjelaskan kondisi yang mempengaruhi suatu
bangunan serta Teori Atom dan Molekul sebagai basis Ilmu
Bahan, merupakan materi yang juga perlu disajikan karena
banyak terkait dengan bidang Teknik Sipil.
Penulis berharap buku ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca dan semua pihak yang memerlukan, terutama para
mahasiswa jurusan Teknik Sipil.. Kami menyadari penulisan
buku ini tak lepas dari kekurangan. Karena itu berbagai
masukan, saran, maupun kritik konstruktif dari para pembaca
sangat
diharapkan
agar
kwalitas
buku
ini
dapat
disempurnakan.
Wassala
m,
Depok, 26
Mei 2009

Hidjan
AG
i

DAFTAR ISI
Prakata...............................................................................................................i
Daftar Isi.......................................................................................................................ii
01. Pendahuluan.................................................................................................1
02. Sistim Satuan dan Analisis Vektor................................................................3
03. Kinematika.................................................................................................19
04. Gravitasi dan Gaya.....................................................................................30
05. Gesekan......................................................................................................36
06. Energi .........................................................................................................41
07. Mesin-mesin Angkat...................................................................................45
08. Momentum dan Tumbukan........................................................................56
09. Elastisitas..............................................................................................................67
10. Getaran Mekanis........................................................................................70
11. Gelombang Mekanis...................................................................................86
12. Momen Inersia...........................................................................................93
13. Fluida........................................................................................................99
14. Keseimbangan.....115
15. Panas dan Perpindahan Panas..................................................................119

16. Atom dan Molekul...................................................................................130

ii

1. PENDAHULUAN
1.1. Gambaran umum mata kuliah Fisika Terapan
Fisika merupakan Basic Science yang terkait erat dengan banyak disiplin ilmu
yang lain terutama bidang teknik dan rekayasa. Hampir seluruh kemajuan teknologi
yang ada di dunia ini tak terlepas dari kontribusi Ilmu Fisika. Adanya pesawat terbang,
kapal laut, komputer, gedung pencakar langit, jembatan, dan sebagainya pada dasarnya
semua dibuat berasaskan teori teori dan konsep konsep ilmu fisika. Mengingat materi
ilmu fisika begitu luas maka topik topik tertentu dipilih agar sesuai dengan bidang ilmu
lain yang ditunjangnya. Untuk jurusan teknik sipil, dipilih topik topik fisika yang
terkait erat dengan disiplin ilmu teknik sipil, dan dalam buku ini

pembahasan

ditekankan kepada mekanika, serta sedikit teori panas dan pengetahuan atom-molekul.
Mekanika ditujukan untuk mendasari matakuliah Mekanika Teknik, Mekanika Fluida,
dan Teori Gempa, sedang teori panas dan pengetahuan atom-molekul ditujukan untuk
mendasari Ilmu Bahan.
1.2. Tujuan Pembelajaran Umum
Buku ini disusun dengan tujuan agar para mahasiswa jurusan Teknik Sipil mampu
memahami prinsip-prinsip dan konsep konsep dasar Ilmu Fisika sebagai pengetahuan

fundamental untuk menunjang beberapa matakuliah lain yang terkait kemudian dapat
menerapkannya di lapangan sesuai dengan keperluan.

1.3. Gambaran Umum Isi Diktat


Diktat ini berisi topik topik yang terdiri dari Kinematika, Dinamika, Statika, Teori
Panas, serta Atom dan Molekul. Kinematika, merupakan ilmu mengenai gerak tanpa
pembahasan terhadap massa dari benda yang bergerak maupun gaya penyebab
geraknya. Sub topiknya mengenai : Gerak lurus, Gerak lurus dengan kecepatan
konstan, Gerak lurus dengan kecepatan berubah, Gerak Parabola, Gerak melingkar,
Gerak berputar, dan Gerak berputar dengan kecepatan berubah.
Kemudian Dinamika, ilmu mengenai gerak dengan pembahasan terhadap massa dari
benda yang bergerak dan gaya penyebabnya. Sub topiknya adalah : Gesekan, Kerja dan
Energi, Momentum dan Tumbukan, Mesin mesin Angkat, Momen Inersia, Getaran
Mekanis, dan Gelombang Mekanis. Adapun Statika, merupakan ilmu yang membahas
benda yang berada dalam keseimbangan mekanis. Kemudian juga dibahas topik topik
mengenai Panas dan Perpindahan Panas serta Atom-Molekul yang terkait dengan
disiplin ilmu Teknik Sipil.
1.4. Proses Pembelajaran

Pembelajaran dilakukan dengan kombinasi dari metode konvensional dan SCL


(Student Centered Learning). Metode SCL dimaksudkan agar para mahasiswa lebih
aktif dan terlatih mandiri didalam proses pembelajaran, pengembangan ilmu dan
penerapannya di lapangan sesuai dengan bidang mereka.

2. SISTIM SATUAN DAN ANALISIS


VEKTOR
2.1.

Sistim Satuan
Sistim satuan yang digunakan dalam buku-buku Fisika sering berbeda satu

sama lain. Oleh karena itu, mengenali bermacam-macam sistim satuan yang telah
disepakati secara internasional dan dapat melakukan konversi antar sistim satuan,
menjadi hal yang penting.

Ada tiga sistim satuan yang telah dipakai secara

universal dan diakui penggunaannya diseluruh dunia yakni :


1. CGS (centimeter gram second) : sistim satuan ini berdasarkan pengukuran
terhadap besaran panjang, massa, dan waktu. Satuan panjang dalam sistim
ini adalah centimeter, satuan massa adalah gram, dan satuan waktu adalah
sekon.
2. MKS (meter, kilogram, second) : sistim satuan ini berdasarkan pengukuran
terhadap besaran panjang, massa, dan waktu. Satuan panjang dalam sistim
ini adalah meter, satuan massa adalah kilogram, dan satuan waktu adalah
sekon. Sistim satuan MKS ini kemudian dikembangkan, disempurnakan, dan
disepakati secara internasional menjadi Sistim Internasional SI (Le Systeme
International dUnites). Untuk selanjutnya, seluruh pembahasan dalam buku
ini menggunakan sistim SI.

3. FPS (foot, pound, second): sistim ini berdasarkan pengukuran terhadap


besaran panjang, gaya, dan waktu. Satuan panjang dalam sistim ini adalah
foot, satuan gaya adalah pound, dan satuan waktu adalah sekon. Dalam sistim
satuan FPS terdapat dua macam satuan pound yakni pound massa (untuk
satuan massa), dan pound gaya (untuk satuan gaya). Sistim satuan FPS ini juga
dinamakan sistim Inggeris ( English System/British System) dan banyak
digunakan di Eropa..
3
Setiap satuan dalam suatu Sistim Satuan dapat dikonversikan menjadi satuan
dalam Sistim Satuan lain. Maka, 1kilogram (SI) = 1000gram (CGS) = 2,205
pound massa (FPS). Demikian pula, 1meter (SI) = 100centimeter (CGS) =
3,281feet (FPS) = 39,37 inches (FPS). Dengan mengenali dan memahami satuansatuan yang ada dalam tiap sistim maka

akan mempermudah proses

pengkonversian pada saat diperlukan.

Contoh Satuan dalam Sistim Satuan CGS:


BESARAN

NAMA SATUAN

SIMBOL SATUAN

Panjang

centimeter

cm

Massa

gram

gr

Gaya

dyne

dyne

Energi

erg

erg

Waktu

sekon

Suhu

celcius

s
o

Contoh Satuan dalam Sistim Satuan FPS (British System):


BESARAN
Panjang

NAMA SATUAN
foot

SIMBOL SATUAN
ft

Panjang

inch

in

Massa

pound mass

Massa

slug

Gaya

pound force

lbf

Energi

British Thermal Unit

Btu

Waktu

sekon

Suhu

Fahrenheit

lbm
slug

Sistim Satuan Internasional SI


Besaran-besaran fisika dalam SI dibagi menjadi dua macam yakni :
Besaran Pokok( BesaranDasar) dan Besaran Turunan.
1. Besaran Pokok (Dasar) :
BESARAN

NAMA SATUAN

SIMBOL SATUAN

1.Panjang

meter

2.Massa

kilogram

kg

kelvin

3.Temperatur (Suhu)
4.Waktu
5.Kuat arus listrik
6.Jumlah zat
7.Intensitas cahaya

sekon
ampere
mole
candela

s
A
mol
cd

Satuan Pelengkap (Supplementary Unit) Satuan Pokok :


a. Sudut Bidang

radian

rad

b.Sudut Ruang

steradian

sr

KETERANGAN :

a. Pengertian Sudut Bidang


Ditinjau sebuah lingkaran dimana panjang dari keliling lingkaran berjari jari R
adalah 2R. Apabila diambil busur lingkaran S yang panjangnya sama dengan R,
kemudian dari kedua ujungnya ditarik garis ke pusat lingkaran, maka akan
terbentuk sudut bidang yang besarnya 1 radian. Dengan demikian maka dalam
sebuah lingkaran penuh, besar sudut totalnya = 2 radian. Karena dalam sebuah
lingkaran besar sudutnya adalah 360o, berarti 360o = 2 radian, sehingga 1 rad =
360/2 = 360/2.3,141592654 = 57,3o .
5

Busur tebal S = R
Sudut = 1rad
Gambar 2.1. Lingkaran
b.Pengertian Sudut Ruang :
Ditinjau sebuah benda berbentuk bola. Luas permukaan bola berjari-jari R adalah
4 R2. Apabila diambil sembarang luasan pada permukaan bola seluas R2
(apapun bentuknya), kemudian dari seluruh pinggir luasan tersebut ditarik garis
ke pusat bola, maka akan terbentuk sudut ruang yang besarnya 1 steradian.
Dengan demikian maka dalam suatu bola, besar sudut ruangnya adalah
4 steradian.
Luas permukaan = R2
Besar sudut ruang =1sr

Gambar 2.2. benda berbentuk bola

Perlu diperhatikan bahwa sesuai dengan peraturan internasional, suatu nama


orang yang digunakan untuk satuan dari suatu besaran, maka huruf awalnya
harus ditulis dengan huruf kecil, misalnya satuan untuk kuat arus listrik maka
harus ditulis ampere dan bukan Ampere, satuan untuk daya adalah watt dan
bukan Watt, demikian pula satuan untuk temperatur harus ditulis kelvin dan
bukan Kelvin.
6

2. Besaran Turunan :
Karena merupakan turunan, maka satuan dari besaran turunan dapat dinyatakan
dengan satuan dari besaran dasar. Terdapat banyak sekali besaran-besaran turunan,
berikut adalah beberapa contoh :
Besaran

Nama Satuan

Simbol Satuan

Pernyataan dalam
Satuan Dasar

Gaya (F)

newton

Kg.m.s-2

Tekanan(P)

pascal

Pa

Kg.m-1.s-2

Energi(E)

joule

Kg.m2.s-2

Daya(P)

watt

Kg.m2.s-3

Daftar konversi beberapa satuan dari Sistim lain ke SI


SATUAN LAIN
1 foot (ft)

SATUAN (SI)
0,3048 m

1 inch (in)

0,0254 m

1 mile (mil)

1609,3 m

1 mile laut (nautical mile)


1 yard (yd)

1852,0 m
0,9144 m

1 pound gaya (lbf) = 0,4536 kgf


1 pound massa (lb.m)

4,4482 N
0,4536 kg

1 slug

14,594 kg

1British Thermal Unit (Btu)

1055 J

1 Psi (lbf.in-2 )

6894,8 N.m-2

1 knot

0,5144 m.s-1
350 m.s-1

1 mach (velocity of sound in air)


7

Proses Konversi dari suatu Sistim Satuan ke Sistim Satuan yang lain
Apabila perlu dilakukan konversi satuan dari suatu sistim ke sistim yang lain,
misalnya akan dilakukan konversi dari SI ke FPS atau dari FPS ke SI, maka dapat
dilakukan dari pengkonversian satuan panjang, satuan gaya, dan satuan massa.
Satuan waktu untuk seluruh sistim satuan adalah sama yakni sekon, maka tidak perlu
dikonversi.
Dari FPS ke SI

Dari SI ke FPS

Satuan Panjang : 1 ft = 0,3048 m

Satuan Panjang : 1 m = 3,281 ft

: 1 inch = 0,0254 m
Satuan Massa

: 1 slug = 14,59 kg

: 1 m = 39,37 inch
Satuan Massa : 1 kg = 0,06854 slug

: 1 pound (lbm) = 0,4536 kg


Satuan Gaya : 1 pound (lbf) = 4,448 N

Satuan Gaya

: 1 kg = 2,2046 lbm
: 1 N = 0,22482 lbf

Contoh Pengkonversian dari FPS ke SI :


Contoh 1:
Torka = Momen Gaya = Gaya F x d (dari gaya ke titik acuan):
Torka dalam FPS misal dinyatakan sebagai : 1 lbf.in

1 lbf.in = 1(4,448N) x (0,0254m) = 0,11298 N.m


Contoh 2:
Daya = Usaha per Waktu = U/t
Daya dalam FPS misal besarnya dinyatakan sebagai : 1 pound force
foot per minutes = 1(lb.f)(ft)/(min), dimana : 1lb.f = 4,4482 N ; 1ft =
0,3048m ; 1min= 60 s ; maka daya dalam SI = (4,4482)(0,3048)/(60) =
0,022597 watt.
8
Contoh Pengkonversian dari SI ke FPS :
Contoh 1: Torka = 1 N.m = 1(0,22482 lbf)(39,37 in) = 8,8512 lbf.in
Contoh 2 : Tekanan = Gaya per Luas = F/A
Tekanan dalam SI misal besarnya: 1N/m2 dimana 1N = 0,2248 pound force
(lbf), sedang 1m = 3,281 ft, yang berarti 1m2 = 10,765 ft2 maka tekanan dalam
FPS = (0,2248)/(10,765) = 0,021 lbf/ft2 .

2
2.2. Skalar dan Vektor
Skalar adalah suatu kwantitas yang hanya mempunyai besar saja dan tidak
mempunyai arah. Misalnya : panjang, massa, waktu, suhu, jarak, energi, usaha
(kerja), bilangan riil, dan lain-lainnya. Skalar ditunjukkan dengan huruf biasa, dan
operasi perhitungan skalar menggunakan aljabar biasa.
Vektor adalah suatu kwantitas yang mempunyai besar dan arah. Misalnya : kecepatan,
percepatan, gaya, perpindahan, lintasan, posisi, momentum, torka, berat, dan lainlain.
Vektor dapat dinyatakan secara grafis maupun secara trigonometris.

Secara grafis, vektor digambarkan sebagai anak panah dengan arah tertentu. Ujung
ekor O dinamakan titik asal vektor, sedang ujung kepala P dinamakan titik terminal.
O

F (dengan tanda anak panah diatasnya) atau F


Gambar 2.3. Vector
Panjang anak panah menyatakan besar vektor, sedang arah anak panah, menyatakan
arah vektor. Apabila vektor masuk bidang, digambarkan dengan tanda silang (x),
sedang apabila vektor keluar bidang, digambarkan dengan tanda titik (.)
9
Secara trigonometris, vektor digambarkan dengan huruf yang diberi gambar anak
panah diatasnya, atau huruf tebal tanpa anak panah diatasnya, sebagai contoh : F
(gaya), v (kecepatan), a (percepatan), r (posisi), P (momentum linier), dan sebagainya.
Vektor Satuan : adalah vektor yang mempunyai besar satuan. Jika F adalah vektor
yang besarnya F (huruf tidak tebal) dan bukan nol, maka F / F adalah vektor satuan
yang mempunyai arah seperti arah F. suatu vektor F dapat dinyatakan dengan vektor
satuan a dalam arah F dikalikan besar F tersebut, jadi F = Fa. Vektor satuan pada
sumbu x, y, dan z, masing-masing dilambangkan dengan i, j, dan k. dengan demikian
maka Fx = Fx i ; Fy = Fy j ; Fz = Fz k
2.2.1. Aljabar Vektor
Operasi perhitungan vektor yang banyak digunakan dalam aplikasi adalah
penjumlahan, pengurangan, dan perkalian.
F

F1

F2

-F
Gambar 2.4. Vektor F1 dan F2

Gambar 2.5. Sebuah vector samabesar

Sama besar dan searah, maka


F1 = F2

dan sejajar dengan A tetapi berlawanan


arah, maka A = -A

2.2.1.a. Penguraian Vektor


Sebuah vektor dapat diuraikan menjadi beberapa vektor lain. Misal, jika vektor F
dalam bidang (2dimensi) diuraikan ke sumbu x dan y, masing-masing menjadi Fx dan
Fy maka Fx dan Fy adalah komponen-komponen dari vektor F (Gambar 2.6).
10
Demikian pula jika sebuah vektor F dalam ruang (3dimensi) diuraikan ke sumbu x, y,
dan z maka komponen-komponen dari vektor F adalah Fx, Fy, dan Fz Gambar 2.7)
Keterangan : Fx = Fx i ; Fy = Fy j ; Fz = Fz k , dimana : i, j, dan k disebut vektor
satuan dan masing-masing mempunyai harga = 1.

Fy j

Fz k

Fy j
Fx i
Fx i
Gambar 2.6.

Gambar 2.7.

2.2.1.b. Penjumlahan Vektor


Penjumlahan vektor dapat dilakukan secara grafis ataupun analitis. Penjumlahan antara
dua buah vektor secara grafis adalah dengan meletakkan ekor dari salah satu vektor di
kepala vektor yang lain, dimana besar dan arah vektor harus tetap. Kemudian tarik anak
panah dari titik asal O ke ujung akhir seperti pada gambar 2.8.

F2
F1
F1

F2

FR
FR

F1

F2

Gambar 2.8. Penjumlahan vektor


11

2.2.1.c. Pengurangan Vektor


Mengurangkan suatu vektor F1 dengan vektor lain F2 sama dengan menjumlahkan
vektor F1 dengan negatif dari vektor F2 , jadi F1 - F2 = F1 + (-F2 ) , sehingga dengan
membalikkan arah panah dari F2 hasilnya seperti pada gambar 2.9
F1
F1

=
F2

F1 - F2

F2

Gambar 2.9. Pengurangan vektor


Apabila Fx dan Fy pada gambar 2.8 dijumlahkan secara trigonometris, maka diperoleh
resultan F yang besar dari nilai resultan tersebut adalah :
F = F = Fx 2+ Fy2 + 2 Fx.Fy cos

> = sudut antara Fx dan Fy

Karena sudut antara Fx dan Fy adalah 90o dimana cos 90o = 1, maka persamaan tersebut
dapat ditulis :
F = F = Fx2 + Fy2
Demikian pula apabila Fx, Fy, dan Fz pada gambar 2.7 dijumlahkan secara vektor
maka diperoleh resultan F yang besar harganya :

F = F = Fx2 + Fy2 + Fz2


Contoh Soal 1 :

Z+

Y-

a
b

XY+

X+

Jika b x a = c , tentukan besar dan arah


vektor c , dan gambarkan vektornya !
( Besar b = 3 sedang a = 2 )

Z-

12
Contoh Soal 2: Gaya-gaya berikut bekerja pada sebuah titik, dimana besar dan arah
masing-masing gaya adalah: F1= 40N, F2 =70N, F3 = 40N, F4 = 30N, F5 = 80N, F6 =
60N

(gambar 2.10).Tentukan besar dan arah gaya resultan FR baik secara grafis

maupun trigonometris !
y
F5

F2
F4

F3
F3

60

30

F2
F4

30

30

F6

FR

F1 x
F5

F1
x
F6

Gambar 2.10

Gambar 2.11

Jawab :
a). Secara Grafis dilakukan dengan meletakkan ekor dari vektor tiap gaya yang
dijumlahkan ke kepala vektor yang lain secara simultan (tidak harus berurutan, yang
penting besar dan arahnya tetap), kemudian tarik anak panah dari titik asal ke kepala
vektor terakhir, dan hasilnya seperti pada gambar 2.11.

b). Secara trigonometris, dapat dilakukan dengan menguraikan tiap gaya menjadi
komponen komponen gaya pada sumbu x dan sumbu y, kemudian dijumlahkan secara
vektor.
Pada arah sumbu x, maka :
Fx = F1 cos 0o + F2 cos 30o + F3 cos 60o + F4 cos 90o + F5 cos 120o + F6 cos 210o
= 40 cos 0o + 70 cos 30o + 40 cos 60o + 30 cos 90o + 80 cos 120o + 60 cos 210o
= 40.1+70.0,866+40.0,5+30.0+80.-0,5+60.-0,866 = 40+60,62+20+0-40-51,96
= 28,66N
13
Pada arah sumbu y,
Fy = F1 sin 0o + F2 sin 30o + F3 sin 60o + F4 sin 90o + F5 sin 120o + F6 sin 210o
= 40 sin 0o + 70 sin 30o + 40 sin 60o + 30 sin 90o + 80 sin 120o + 60 sin 210o
= 40.0+70.0,5+40.0,866+30.1+80.0,866+60.-0,5 = 0+35+34,64+30+69,28-30
= 138,92N
Jadi besar gaya resultan FR = Fx 2 + Fy 2 = 28,662+138,922 = 141,85N
Arah gaya resultan : tg = Fy/Fx = 138,92/28,66 = 4,8472
Maka besar sudut = 78,34o (terhadap sumbu x)
2.2.1.d. Perkalian Skalar dan Vektor
Suatu vektor apabila dikalikan dengan skalar, atau sebaliknya, maka hasilnya adalah
vektor. Jadi apabila m adalah skalar, sedang F adalah vektor maka mF = Fm = vektor.
Perkalian Skalar (Perkalian Titik) dari dua buah vektor A dan B dituliskan A.B dan
dibaca A dot B, didefinisikan sebagai perkalian antara besar harga A dan besar harga B
dan cosinus sudut ( ) yang diapit oleh kedua vektor tersebut.
A.B = AB cos
dan B

= sudut yang diapit oleh A

dan besarnya : 0 < <


Disebut perkalian skalar karena hasil dari perkalian dua buah vektor A dan B tersebut
adalah skalar.
Contoh Soal 3 : Gaya F = 100N, bekerja terhadap suatu benda sehingga bergerak
dengan lintasan d = 5 m dalam arah gaya, maka F.d = W = Fd cos 0o = 100.5.1 = 500
N.m (W = 500 N.m tidak mempunyai arah karena skalar)

14

Hukum-hukum pada perkalian skalar :


1. A.B = B.A
2. A. ( B+C ) = A.B + A.C
3. m ( A.B ) = ( mA ).B = A.( mB ) = ( A.B ) m
4. i.i = j.j = k.k = 1 ; i.j = j.k = k.i = 0
5. Jika : A = Ax i + Ay j + Az k dan B = Bx i + By j + Bz k
maka : A.B = AxBx + AyBy + AzBz
A.A = A2 = Ax2 + Ay2 + Az2
B.B = B2 = Bx2 + By2 + Bz2
6. Jika A dan B masing-masing bukan vektor nol, sedang
A.B = 0, maka berarti A dan B saling tegak lurus
Perkalian vektor (Perkalian silang) dari vektor A dan vektor B dituliskan A x B
(dibaca A cross B) = C , didefiniskan sebagai hasil perkalian antara besar harga
vektor A dan besar harga vector B dan sinus sudut ( ) yang diapit oleh kedua
vektor tersebut.
A x B = AB sin u = C

0<<

u adalah vektor satuan yang menunjukkan arah dari hasil perkalian tersebut,

yakni arah dari vektor C.


Menentukan arah hasil perkalian vektor
Untuk menentukan arah dari vektor C, maka dapat digunakan aturan putaran sekrup.
Apabila A dan B berada pada suatu bidang maka arah C selalu tegak lurus terhadap
bidang tersebut. Jika A diputar ke B (melalui sudut yang lebih kecil) dan menghasilkan
putaran yang searah jarum jam maka arah C adalah masuk bidang, sedang apabila
putaran berlawanan dengan arah putaran jarum jam berarti arah C keluar bidang.
15
Contoh Soal 4: Suatu gaya F =1000 N, bekerja terhadap sebuah roda pada posisi r =
0,4m terhadap acuan O (pusat roda) dalam arah membentuk sudut 30o terhadap garis
posisi, maka F x r = =1000.0,4 sin 30o = 200 N.m, dimana arah adalah tegak
lurus terhadap bidang dimana F dan r berada. Apabila F yang diputar ke r searah
putaran jarum jam maka arah masuk bidang, sedang apabila berlawanan dengan arah
putaran jarum jam maka arah keluar bidang.
z

z
D

-y

-y

A
-x

-x
B

-z

-z

(a)

(b)

Gambar 2.12.
Pada gambar 2.12 (a) Dinyatakan A x B = C =AB sin 90o. Jika besar A = 2, dan besar
B = 2 maka besar C = 2.2.1 = 4 (arah C kebawah) ;

Pada gambar 2.12 (b)

Dinyatakan B x A = D = BA sin 90o. Jika besar B = 3, dan besar A = 2 maka besar D =


3.2.1 = 6 (arah D keatas).

16
Contoh Soal 5 :
4m/s
30o
A

400 m

B
3m/s

Lebar suatu sungai 400m. Sebuah kapal menyeberang dari sisi A ke sisi B dengan
kecepatan tetap 5m/s. Karena arah arus air yang kecepatannya 3m/s membentuk sudut
90o terhadap arah dari A ke B dan mempengaruhi gerak kapal, maka nakhoda
mengarahkan kapalnya dengan membentuk sudut 30o terhadap arah A ke B dengan
harapan kapal akan merapat di suatu tempat yang tidak terlalu jauh dari B (Lihat
gambar). Hitung ditempat mana kapal merapat, diukur dari tempat B!
Jawab :

5m/s
5sin30o
A

30o
5cos30o

400 m
B

3m/s
Vektor kecepatan kapal dapat diuraikan menjadi komponen kecepatan dalam arah
sumbu x (5cos30o) dan komponen kecepatan dalam arah sumbu y (5cos30o).

5sin30o = 5.0,5= 2,5m/s


5cos30o

Ini menjadi :

5cos30o =4,33 m/s

0,5m/s
tg = 0,5/4,33 = 0,1154734 ; jadi = 6,587o

3m/s

tg = tg 6,587o =0,1154734 = BC/400, maka jarak BC = 0,1154734 x 400 = 46,2 m


17
Jadi kapal akan sampai dan merapat di tempat C yang berjarak 46,2m dari tempat B
4,33m/s 400m
6,587 o

0,5m/s

Hukum-hukum pada perkalian vektor :


1. A x B = - B x A
2. A x (B + C) = A x B + A x C
3. m(A x B) = (mA) x B = A x (mB) = ( A x B )m
4. i x i = j x j = k x k = 0 ; i x j = k, j x k = i, k x i = j
5. jika : A = Ax i + Ay j + Az k dan B = Bx i + By j + Bz k
maka :
i
A x B = Ax
Bx

Ay

Az = (AyBz AzBy) i

By

Bz

+ (AzBx AxBz) j
+ (AxBy AyBx) k

6. Jika A dan B bukan vektor nol, sedang A x B = 0,

maka A sejajar B.

18

3
3. KINEMATIKA
3.1. Gerak Lurus
Sebuah benda dikatakan bergerak apabila ada perubahan posisi pada waktu tertentu
terhadap acuan tertentu, dan dikatakan diam bila tidak ada perubahan posisi pada setiap
waktu. Benda yang bergerak dikatakan mempunyai kecepatan v (velocity) yakni harga
perubahan perpindahan sebagai fungsi waktu, terhadap sekitarnya. Apabila besar
kecepatan benda berubah dalam waktu tertentu dikatakan mempunyai percepatan a
(acceleration). Pada bab ini pembahasan hanya untuk percepatan seragam (uniform
acceleration) dimana besar percepatan disetiap waktu adalah tetap. Percepatan adalah
harga perubahan kecepatan per interval waktu t.
Gerak Lurus : adalah gerak yang lintasannya lurus. Dapat dibagi menjadi 2 :
1. Gerak Lurus dengan kecepatan konstan (tetap) : Apabila benda bergerak
dengan kecepatan v dalam waktu t, maka Lintasan benda adalah : s = v.t
v

v
s
Gambar 3.1

Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB) : ada 2 macam :


3.1.1.a. GLBB Horizontal

Apabila benda bergerak pada arah horizontal dengan kecepatan awal vo , kemudian
dalam waktu t kecepatannya berubah menjadi vt , berarti ada percepatan a yang
besarnya :
a = vt - vo

t = vt - vo .(1)

Persamaan tersebut dapat ditulis : vt - vo= a.t vt = vo + a.t


Besar kecepatan rata-rata v = vt + vo s = v.t = (vt + vo )t ,
2

19
s = perpindahan (displacement)
s = ( vo + vo + a.t ) t sehingga s = vo . t + a.t 2 ..(2)
2
Apabila persamaan (1) di substitusikan ke persamaan (2) maka diperoleh :
s = vo.t = vo (vt - vo ) + a. (vt - vo ) 2 vt 2 = vo 2 + 2 a.s
a2

a
vo

vt
s

Gambar 3.2
Keterangan :
Percepatan a diberi tanda positif jika kecepatan benda bertambah, dan diberi tanda
negatif bila kecepatan berkurang.
3.1.1.b. GLBB Vertikal
Sebuah benda yang bergerak pada arah vertikal, misal suatu benda yang
dilemparkan dari permukaan bumi ke atas atau sebaliknya, maka akan dipengaruhi

oleh percepatan gravitasi bumi g yang besar rata-ratanya di permukaan bumi = 9,8
m/s2.
Benda yang dilemparkan dari permukaan bumi ke atas dengan kecepatan awal vo
mempunyai persamaan sebagai berikut :
Kecepatan pada saat ke t : vt = vo gt
Besar lintasannya : s = vo.t 1/2 gt 2
20

vt
s=h
vo
g
Gambar 3.3
(Tanda g negatif karena arah gerak benda berlawanan dengan arah g)
2. Benda yang dilemparkan dari ketinggian tertentu dengan kecepatan awal vo
kearah permukaan bumi mempunyai persamaan :
Kecepatan pada saat ke t : vt = vo + gt
Besar lintasannya : s = vo.t + 1/2 gt 2

vo
s=h
vt
g

Gambar 3.4
(Tanda g positif karena arah gerak benda sama dengan arah g)

Benda dilepas dari ketinggian tertentu kearah permukaan bumi (tidak diberi kecepatan
awal), disebut gerak jatuh bebas, mempunyai persamaan :
Kecepatan pada saat ke t : vt = gt
Besar lintasannya

: s = 1/2 gt 2

21

vo = 0

s=h
vt g

Gambar 3.5
Contoh Soal 1 : Seorang pengendara motor melaju dengan kecepatan konstan 10 m/s
melewati sebuah pos polisi. Karena kecepatan pengendara motor itu melebihi batas
kecepatan maksimum yang diperbolehkan, maka tepat ketika ia melewati pos tersebut,
seorang polisi mengejarnya dengan mobil patroli dengan percepatan 2 m/s2. tanpa
kecepatan awal. Tentukan dimana pengendara motor berhasil ditangkap polisi !
Jawab : Dimanapun pengendara motor ditangkap, besar lintasan yang ditempuh oleh
keduanya sama. Lintasan oleh pengendara motor yang melaju dengan kecepatan
konstan mempunyai persamaan : s = v.t, sedang lintasan oleh mobil patroli polisi yang
melaju dengan percepatan dan tanpa kecepatan awal, persamaannya : s = a.t 2.
Dengan demikian maka : v.t = at2 10.t = .2.t2 10 = .2.t Waktu yang
ditempuh : t = 10 s Maka pengendara motor tersebut ditangkap ditempat yang
berjarak s = a.t2 = .2.102 = 100 m, diukur dari pos polisi.

Contoh Soal 2 : Sebuah lift yang bagian atasnya terbuka, bergerak vertikal keatas
dengan kecepatan tetap 10m/s terhadap acuan bumi. Ketika sudah berada pada
ketinggian 100m, seorang didalam lift melemparkan bola keatas dengan kecepatan
20m/s relatif terhadap lift, sementara lift terus bergerak keatas dengan kecepatan tetap.
Hitung tempat tertinggi dari bola yang dilempar, tentukan pula berapa lama waktu yang
diperlukan oleh bola sejak dilempar sampai jatuh kembali ke tempat semula di lift
tersebut (g = 9,8m/s2).
22

v = g.t

10 m/s

s = g.t2
v = 10m/s

15,32m

s = v.t

45,92m
10 m/s

30,6m
20m/s (thd.lift)
=30m/s(thd.bumi)

v =10 m/s
100m

Jawab : Bola dilempar keatas (Dari tempat berketinggian 100m) dengan kecepatan
relatif 20m/s terhadap lift, sedang lift sendiri mempunyai kecepatan 10m/s terhadap
bumi, berarti kecepatan bola terhadap bumi adalah = 20m/s +10m/s =30m/s.

Karena arah bola melawan arah gravitasi bumi maka persamaan untuk kecepatan bola :
vt = vo g.t ; Pada titik tertinggi kecepatan bola vt = 0 sehingga : 0 = vo g.t
0 = 30 9,8.t ; Maka waktu yang diperlukan bola untuk mencapai titik tertinggi adalah
t = vo/g = 30/9,8 = 3,06 sekon. Adapun lintasan bola yang ditempuh untuk mencapai
titik tertinggi = s = vo.t g.t2 ; s = 30.3,06 .9,8.3,062 = 45,92 m, atau apabila
diukur dari permukaan bumi, tempat tertinggi bola = 45,92+100 = 145,92m.
23
Ketika bola sedang bergerak keatas, lift juga tetap bergerak keatas dengan kecepatan
tetap 10m/s sehingga ketika bola mencapai titik tertinggi, lintasan yang ditempuh oleh
lift adalah s = v.t = 10.3,06 = 30,6m, atau apabila diukur dari permukaan bumi = 30,6 +
100 = 130,6m. Ketika selisih jarak antara posisi lift dan bola 15,32m, lift sedang
bergerak keatas dengan persamaan lintasan s = v.t, sedang bola mengalami gerak jatuh
bebas dengan persamaan lintasan s = g.t2 dan keduanya bertemu pada suatu tempat
dimana total jarak keduanya = v.t + g.t2 , ini = 15,32m sehingga : v.t + g.t2 = 15,32
, atau : 10.t + .9,8.t2 15,32 = 0 ini adalah bentuk persamaan kwadrat dalam t: 4,9
t2 + 10.t -15,32 = 0 Gunakan rumus : t

1,2

b -4.a.c)/2a

= (-b+

Diperoleh harga t

=1,07 sekon. Dengan demikian, waktu yang diperlukan bola sejak dilempar sampai
mencapai titik tertinggi kemudian kembali ke lift = 3,06 + 1,07 = 4,13 sekon.

4
3.2. Gerak Parabola
Sebuah benda yang dilemparkan atau ditembakkan dengan kecepatan awal vo dan
sudut kemiringan tertentu misal , maka lintasannya berbentuk parabola (lengkung)
akibat pengaruh gravitasi bumi. Apabila komponen kecepatan ini diuraikan ke sumbu x
dan sumbu y maka komponen kecepatan yang dipengaruhi oleh percepatan gravitasi g
adalah komponen kecepatan yang berada pada sumbu y yakni vy.

voy = vosin
y

vo

vox = vocos

Gambar 3.6
24
Kecepatan awal benda

vo dapat diuraikan menjadi komponen kecepatan pada

sumbu x dan y dengan persamaan gerak pada masing-masing sumbu sebagai


berikut :
Pada sumbu x :

Pada sumbu y :
Kecepatan vy = voysin g.t

Kecepatan vx = voxcos
Lintasan

Lintasan sy = vysin. t 1/2 g.t2

sx = vxcos. t

Contoh Soal : Seorang pengendara mobil berpetualang di lereng sebuah bukit.


Sesampai diujung jalan yang terjal, ia sengaja menginjak pedal gas untuk me
lompatkan mobilnya ke tempat yang lebih rendah dengan kecepatan 9m/s.
Tentukan posisi mobil, jarak dari tempat ia menginjak pedal gas, dan kecepatan
nya, setelah 1 sekon.
y
vo
O
y
vx=vo
x

vy=-g.t

Jawab : Ketika mobil akan dilompatkan, posisi mobil adalah xo=0, dan yo=0.
Kecepatan awal hanya kearah horizontal saja yakni vox = 9m/s2, sedang voy = 0
Setelah bergerak selama 1 sekon, posisi pada sumbu x = vox.t = 9.1 = 9 m, sedang
posisi pada sumbu y (gerakan mobil ini pada sumbu y merupakan gerak jatuh bebas)
adalah : y = -1/2g.t 2 = -1/2.9,8.12 = - 4,9 m. Tanda negatif menunjukkan bahwa posisi
mobil sekarang berada dibawah posisi mula-mula.
25
Jarak mobil setelah dilompatkan 1 sekon diukur dari posisi mula-mula adalah :
s = x2+y2 = (9)2+(-4,9)2 = 10,25 m. Kecepatan mobil setelah 1 sekon adalah
merupakan jumlah vektor dari komponen kecepatan pada arah sumbu x dan komponen
kecepatan pada arah sumbu y, dimana vx = vox = 9 m, sedang vy = -g.t = - 9,8.1 = -9,8
m/s. Maka besar kecepatan mobil setelah 1 sekon adalah : v = vx2+vy2 = (9)2+(-9,8)2
= 177,04 = 13,3 m/s.

3.3. Gerak Melingkar


Suatu benda yang bergerak melingkar dengan jari-jari r, meskipun kecepatannya
tetap, arahnya setiap saat berubah. Dikatakan bahwa ada percepatan a yang berperan
merubah arah kecepatan tersebut dan disebut percepatan centripetal ac karena arahnya
selalu menuju ke pusat lingkaran. Besar lintasan S yang ditempuh oleh benda per waktu
disebut kecepatan linier v, sedang besar sudut yang ditempuh oleh benda per waktu
disebut kecepatan sudut . Apabila suatu saat besar kecepatan benda berubah maka
dikatakan bahwa benda mengalami percepatan tangensial atau juga disebut percepatan
normal at . Waktu yang diperlukan oleh benda untuk ber gerak melingkar 1 kali disebut
periode = T.
v
Apabila benda bergerak melingkar 1 kali,
v

maka kecepatan linier v = panjang keliling

lingkaran per T, jadi v = 2r/T (m/s).


Besar sudut yang ditempuh oleh benda
pada saat bergerak melingkar 1kali adalah
2 rad. sehingga kecepatan sudut = 2/T (rad/s).
Maka diperoleh hubungan bahwa : v = . r.

Gambar 3.7

Percepatan centripetal ac = v2/r = 2.r rad/s2


26

Adapun besar percepatan tangensial at = .r ; (Percepatan centripetal () arahnya


menuju ke pusat lingkaran yang berfungsi merubah arah kecepatan v, sedang
percepatan tangensial (at) searah dengan arah kecepatan linier v)
Gerak Rotasi dengan Percepatan/Perlambatan:
Jika sebuah roda berjari-jari r berputar dengan kecepatan sudut o, kemudian dalam
waktu t kecepatan sudutnya berubah menjadi t , berarti ada percepatan sudut yang
besarnya : ( Perhatikan : kondisi disini identik sekali dengan persamaan pada GLBB!)
= t - o t = t - o .(1)

Persamaan tersebut dapat ditulis : t - o = a.t t = o + .t


Besar kecepatan rata-rata = t + o = .t = ( t + o )t , maka
2

= perpindahan sudut (angular displacement)


= ( o + o + .t ) t sehingga = o. t + .t 2 ..(2)
2
Apabila persamaan (1) di substitusikan ke persamaan (2) maka diperoleh :

= o.t = o ( t - o ) + . ( t - o ) 2 t2 = o2 + 2 .

Energi Kinetik Rotasi : Suatu benda yang berputar merupakan massa yang bergerak,
maka mempunyai energi kinetik rotasi.
27
Misal benda tersebut berputar dengan kecepatan sudut . Apabila tiap elemen benda
bermassa mi bergerak dengan kecepatan linier vi maka energi kinetik totalnya adalah
Ek = 1/2mi.vi2 Karena v = .r , maka besar Energi Kinetiknya adalah : Ek =
m. 2.r 2 Harga m.r2 disebut momen inercia I, maka I = m.r2, sehingga Ek = I. 2
Contoh hubungan antar roda :
RPM = Rotation Per Minutes, dimana : 1RPM = 2/60 rad/s
Disini : vA = vB

(Kecepatan linier A = kecepatan linier B)

vA = vB
(Kecepatan linier A = kecepatan linier B)

A =

(Kecepatan sudut A = kecepatan sudut B)

Contoh Soal 1:
Apabila Jari-jari RA = 0,8m, RB = 0,2m, sedang RC = 0,5m, sedang roda C berputar
dengan kecepatan sudut sebesar 1000RPM, tentukan kecepatan linier roda C!

C
B
28

Contoh Soal 2.
Sebuah roda berputar dengan kecepatan sebesar 1800 RPM. Jika direm selama 1
menit, kecepatannya berubah menjadi 1200 RPM. Apabila roda tersebut terus di rem
sampai berhenti.
a) Tentukan besar perlambatan sudutnya
t

b). Jika terus direm dengan perlambatan tersebut


sampai berhenti, hitung lama (t) pengereman

1menit

c). Hitung jumlah putaran roda sejak direm


sampai berhenti !

(Ingat, setiap berputar 1 kali, besar sudutnya = 2 rad, berarti untuk menghitung
jumlah putaran, sama dengan besar sudut dibagi 2, jadi: Jumlah putaran = /2)
Contoh Soal 3 :
Rancanglah sebuah tikungan jalan miring yang jari-jari kelengkungannya 100m.
Apabila mobil yang melewati tikungan tersebut berkecepatan 25 m/s, berapa sudut
kemiringan jalan agar mobil tersebut dapat berlalu dengan aman?
Contoh Soal 4 :
Jari-jari roda A = 0,5m sedang roda B = 0,2m
B
A

Apabila roda B berputar dengan kecepatan sudut


1000 RPM, tentukan besar kecepatan linier dari
Roda A !

29

5
4. GRAVITASI DAN GAYA
4.1. Gravitasi
Gravitasi merupakan efek universal sebagai akibat adanya gaya tarik menarik antara
suatu benda dengan benda lainnya, yang secara kwantitatif dinyatakan dalam hukum
gravitasi universal yang dikemukakan oleh Newton. Setiap gaya yang beraksi terhadap
benda menentukan geraknya. Dibedakan dua macam gaya yakni : Gaya fundamental
(Fundamental force) dan gaya turunan (Derived force). Gaya fundamental adalah gaya
yang sudah ada dialam, ada 4 macam yakni : gaya gravitasi, gaya elektromagnetik,
gaya nuklir kuat, dan gaya nuklir lemah. Adapun gaya turunan merupakan hasil dari
operasi gaya fundamental. Sebagai contoh, gaya gesek dan gaya pegas, keduanya
adalah gaya turunan. Dalam analisis terahir, kedua gaya ini adalah merupakan hasil dari
gaya-gaya diantara molekul-molekul, dan gaya-gaya ini merupakan keluaran dari gaya
elektromagnetik yang adalah merupakan gaya fundamental. Adapun gaya tarik menarik
yang terjadi antara suatu benda bermassa m dengan bumi yang bermassa M merupakan
gaya gravitasi yang bukan gaya turunan.
Hukum Gravitasi Universal
Newton menyatakan bahwa : Gaya gravitasi yang bekerja pada suatu titik bermassa m
terhadap titik massa lain yang bermassa M adalah merupakan gaya tarik menarik yang
besarnya berbanding terbalik dengan kwadrat jarak r antar kedua benda tersebut.

F = - (G.m.M)/r2
F = gaya tarik menarik

G = Konstanta gravitasi universal = 6,67.10 -11 Nm2/kg2


m = massa benda bermassa m (kg)
M = massa benda bermassa M (kg)
r = jarak antara dua benda (meter)
30
Tanda negatif (-) menunjukkan bahwa gayanya adalah bersifat tarik menarik.
Karena besar gaya gravitasi yang dialami oleh benda bermassa m akibat adanya
percepatan gravitasi g adalah F = m.g, sedang harga ini = Gm.M/r2 , maka : m.g =
Gm.M/r2 , dengan demikian besar g = G.M/r2
G = konstanta gravitasi yang harganya diperoleh berdasarkan data eksperimen.
Konstanta ini mencirikan kekuatan gaya gravitasi dan hanya bisa diketahui harganya
jika kedua massa yang tarik menarik diketahui..
Energi potensial terkait dengan gaya gravitasi : Gaya gravitasi tergantung kepada jarak
dari benda yang dipengaruhinya dari pusat gaya. Oleh karena itu merupakan gaya
konservativ dan dapat diturunkan dari fungsi energi potensialnya. Besar energi
potensial gravitasi Ep = - F.dr = -

-Gm.M.dr/r = - G.m.M/r Ep = - G.m.M/r.


2

Apabila persamaan F =G.m.M/r2 didiferensialkan ke r diperoleh: dF=-2G.m.M.dr/r3


sehingga dF/F = - (2G.m.M.dr/r3 ) / G.m.M/r 2 , atau : dF/F = -2dr/r ..................(1)
Apabila persamaan F = m.g juga didiferensialkan maka diperoleh dF = m.dg, atau dF/F
= dg/g ........(2) maka diperoleh : dg/g = -2 dr/r
KETERANGAN : dg = perubahan besar percepatan gravitas
dr = perubahan besar jarak (ketinggian) r

4.2. Gaya
Hukum Newton :

1. Suatu benda yang diam akan terus diam, sedang suatu benda yang bergerak
lurus dengan kecepatan konstan akan terus bergerak dengan kecepatan konstan,
jika tidak ada gaya yang mempengaruhinya.

31
2. Jika sebuah benda dikenai gaya F maka akan mengalami percepatan a yang
besarnya berbanding lurus dengan gaya tersebut dan arahnya sama. F = m x a
3. Sebuah benda yang dikenai gaya aksi akan melakukan perlawanan dengan gaya
reaksi yang sama besar,sedang arahnya berlawanan dengan gaya aksi tersebut.
Gaya Aksi = - Gaya Reaksi, jadi FAksi = - F Reaksi
Cara Menentukan Besar Gaya :
1. CARA STATIK :Jika benda berada dalam keadaan diam, maka gaya
resultant (gaya netto) yang bekerja pada benda = 0 ; jadi F = 0 ( Fx =0 ; Fy
=0 ; Fz =0)
Benda diam
Gambar 4.1
2. CARA DINAMIK :
a). Jika benda bergerak dengan kecepatan konstan, berarti pada benda tidak
ada percepatan linier a, berarti juga gaya resultant yang bekerja pada benda =
0
Jadi F = 0 ( Fx =0 ; Fy =0 ; Fz =0)
v

Benda bergerak dengan v konstan


Gambar 4.2

b). Jika benda bergerak dengan kecepatan berubah, berarti ada percepatan a,
maka : F = m x a

32

a
vo

vt

Benda bergerak dengan percepatan a


Gambar 4.3
Contoh Soal 1(Cara Statik ): Sebuah benda berat 1000 newton digantung dengan dua
tali seperti pada gambar. Tentukan besar gaya tegangan tali TA dan TB !

30

60
TA

TB

1000N
Contoh Soal 2(Cara Dinamik dengan percepatan a ): Tentukan besar gaya
percepatan a dan gaya tegangan tali T sistim sebagai berikut, dimana g = 9,8m/s 2 :
(TA = TB = T)!

Contoh Soal 3 : Berapa gaya yang diperlukan oleh mesin

TA

TB

untuk mengangkat beban bermassa 1000kg


dengan percepatan 2m/s2 ( g = 9,8m/s2 )
F=?

a
A

100kg

500kg
800kg

g = 9,8m/s2

1000kg

33
Contoh Soal 4 : (Cara Dinamik dengan percepatan a ): Hitung percepatan sistim
dan gaya tegangan tali T!

100kg
T
Licin Sempurna

a
10 kg
Contoh Soal 5 :
Sebuah lift sewaktu masih kosong , bermassa
sama dengan beban penyeimbangnya =1000kg
Kemudian beberapa orang masuk lift, setelah
itu mesin lift bekerja dan mengangkat lift ke
atas dengan gaya 6000N sehingga lift bergerak
dengan percepatan 2m/s2. Tentukan massa
total para penumpang lift tersebut !
( g = 9,8m/s2)

Contoh Soal 6 :
.

F=6000N

a=2m/s2

1000 kg

F=100N
Sebuah benda ditarik dengan gaya 100N

100kg

45o

membentuk sudut 45o terhadap horizontal

Tentukan besar gaya normalnya !


g = 9,8m/s2

34
Dinamika Gerak Melingkar :
Contoh Soal 1 : Sebuah peti bermassa 100 kg bergerak melingkar beraturan diatas
papan licin sempurna (tanpa gesekan) karena diikat dengan tali yang panjangnya 5 m.
Jika peti menjalani 2 putaran per sekon, hitung besar gaya yang dialami oleh tali!
Jawab : Frekwensi f = 2 maka periode T = 1/f = =0,5 s. Percepatan centripetal a c =
2

v2/r = 4 R/T2 = 4.(3,14) 2.5 / 0,52 =789,57m/s2 .Gaya pada tali merupakan gaya
centripetal Fc = m.v2/R = m.ac = 100.789,57 = 78957 N.
Contoh Soal 2 : Sebuah bola bermassa m digantung dengan tali yang panjangnya L
kemudian bola diputar sehingga bergerak melingkar dengan jari-jari R seperti pada
gambar. Hitung besar gaya tegangan pada tali dan sudut nya !
Jawab :

F
F

Fcos

Fsin
W = m.g

Disini tidak ada gaya vertikal, Fy = 0 ; Gaya horizontal mengarah ke pusat


lingkaran, ini pasti harus sebanding dengan m.v2/R sehingga Fx = F sin = m.v2/R
F sin - m.v2/R = 0, sedang pada arah vertikal, Fy = F cos - m.g = 0
F

m.g/cos

Masukkan

harga

ke

Fx

persamaan

(m.g/cos )sin =m.v2/R


m.g.tg =m.v2/R tg = v2/g.R R = L sin ,

sehingga : v = 2R/T =

2Lsin/
2

tg = v2/g.R = (2Lsin/) /g.R sin /cos = 4 L sin / g.R


2

1 /cos = 4 RL / g.R = 4 L / g. cos = g./ 4 L T = 2


/g

L cos

35

5. GESEKAN
N

Gesekan (Gaya Gesek) f, merupakan gaya yang melawan


gerak relative dari dua permukaan yang bersinggungan
Benda yang belum dikenai gaya kesamping, belum meng

alami gaya gesek apapun, baik statik maupun kinetik.

Gambar 5.1
Ada dua macam gaya gesek :
1. Gaya gesek statik fs: adalah gesekan antara dua permukaan yang diam
2. Gaya gesek kinetik fk : adalah gesekan antara dua permukaan yang bergerak
N=W

N=W

fs

fs max
W

N=W

F
fk
W

Gambar 5.2

1. Benda yang diberi gaya

2. Benda diberi gaya F yang 3. Benda sedang dalam

F relativ kecil dan benda

cukup besar sehingga benda

keadaan bergerak,maka

masih diam, sudah timbul

tepat akan bergerak, maka

berlaku persamaan :

gaya gesek statis dimana :

berlaku persamaan :

f s = s.N

f s <s.N

fk = k.N
Disini ada hal penting
untuk diperhatikan :
Jika F=fk mk benda sedang
bergerak dg v konstan.
Jika F>fk mk benda sedang
bergerak dg percepatana

36
Koefisien gesek : adalah angka perbandingan antara gaya gesek dengan gaya
normal
Koefisien gesek s : adalah angka perbandingan antara gaya gesek statik maximum
dengan gaya normal
Koefisien gesek k : adalah angka perbandingan antara gaya gesek kinetik dengan
gaya normal
Contoh Soal 1:
1.a). Apabila benda R yang tidak diketahui massanya menarik benda P dan Q sehingga
semua bergerak bersama-sama dengan kecepatan konstan, tentukan massa R
b). Jika massa benda R diganti dengan benda lain yang besar massanya 300kg, hitung
besar percepatan bersama a
NQ

Np
P

R
WQ
Npsin30

Npcos30
WP

WR = mR.g

100kg

100kg

= 0,5

P
= 0,5
30o

g = 9,8 m/s2

v konstan
R
37

Contoh Soal 2:
Jika benda A,B, dan C bergerak bersama-sama dengan percepatan a = 2m/s2, tentukan
besar massa benda A yang belum diketahui!

100kg

C
B
A

=0,2

30o

200kg

=0,4
Contoh Soal 3:
. Benda P,Q, dan R bergerak bersama-sama dengan kecepatan v konstan, tentukan
massa benda Q seperti pada gambar berikut :

200kg

=0,2

v konstan

= 0,2

60o

=0,2

200kg

30o
38
Tikungan Datar
Mobil bergerak melingkar pada suatu tikungan datar berjari-jari R. Jika koefisien
gesekan statik antara roda dan jalan adalah s , berapa kecepatan maksimum (v max m)
mobil agar tetap pada jalur tikungan tersebut dengan tidak tergelincir ?
Jawab : Anggap gambar kotak kecil adalah mobil yang sedang berbelok di tikungan
W = Berat mobil ; N = Gaya Normal ; f = Gaya Gesek mobil pada jalan, dimana arah
gaya gesek menuju ke pusat kelengkungan tikungan berjari-jari R.
Percepatan ac = v2/R kearah pusat kelengkungan

harus disebabkan oleh gaya gesek f = s.N, maka


f

Fx = f = s.N = m.v2/R , sedang Fy=N-m.g =0


Disini f diperlukan untuk menjaga agar mobil tetap

W = m.g

bergerak dalam lintasan lingkaran.

Besar gaya gesek f akan bertambah dengan bertambahnya kecepatan, tetapi gaya
gesek maksimum yang tersedia adalah f

max

= s.m.g yang mana merupakan harga

konstan, dan ini menentukan kecepatan maksimum mobil agar tidak tergelincir. Maka
jika f max disubstitusikan ke persamaan f dan v maximum ke persamaan v diperoleh :
s.m.g = m.v2max / R Diperoleh : v max =

s.g.R

Tikungan Miring
. Apabila sebuah mobil bergerak melingkar pada suatu tikungan miring, meskipun jalan
licin (tanpa gesekan), mobil dengan kecepatan tertentu bisa berbelok tanpa tergelincir.
Jadi terdapat korelasi antara kecepatan mobil v dengan sudut kemiringan suatu
tikungan. Jelaskan korelasi v dan sudut !
39

Ncos

Nsin
W=m.g

Kotak kecil ditengah tikungan jalan miring adalah mobil yang sedang melaju dengan
kecepatan v, sedang N adalah gaya normal pada mobil yang arahnya tegak lurus
terhadap permukaan jalan miring. Secara trigonometris dapat dibuktikan bahwa besar

sudut pada mobil sama dengan sudut kemiringan jalan. Pada keadaan disini,
penyebab gaya m.v2/R adalah : N sin , jadi : Fx = N sin

= m.v2/R ......(1)

= m.g N = m.g/

Fy =

cos .....(2)

Harga N ini dimasukkan ke persamaan (1) diperoleh : (m.g / cos ) sin


maka diperoleh : tg =

Ncos

= m.v2/R ,

v 2/ g.R

Dalam merancang jalan mobil ataupun kereta api, tikungan sering dimiringkan untuk
kendaraan dengan kecepatan rata-rata. Jadi jika jari-jari kelengkungan tikungan R =
230 m dan kecepatan v = 25m/s maka sudut kemiringannya adalah :
tg =

v 2/ g.R = arc tg {(25)2/ 9,8.230} = 15o

40

7
6. ENERGI DAN KERJA
6.1. Energi (E)
Energi didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan kerja (usaha). Berbagai
macam bentuk energi antara lain: energi mekanik, kimia, elektromagnetik, panas,
nuklir, cahaya, dan sebagainya. Disini hanya akan dibahas energi mekanik. Energi
suatu benda diukur berdasarkan kemampuan kerja yang dapat dilakukan, oleh
karenanya satuan energi sama dengan satuan kerja yakni joule (J)
Energi Mekanik banyak macamnya, ada dua yang penting yakni :
6.1.1. Energi Potensial
Energi Potensial merupakan energi yang dimiliki oleh benda karena posisinya, contoh:
1. Benda yang berada pada ketinggian tertentu diatas permukaan bumi :
Ep = m.g.h

Ek = 0
Ep = m.g.h
Ek = m.v2
h

v
Ek = m.v2max
Ep = 0

Gambar 6.1

vmax

2. Pegas yang ditarik atau ditekan dengan gaya F tertentu sejauh x :

x
Ep = k.x2

F
Gambar 6.2

k = konstanta pegas ; x = simpangan dari posisi mula-mula


41
6.1.2. Energi Kinetik
Energi Kinetik merupakan energi yang dimiliki oleh benda akibat geraknya. Semua
benda bermassa m yang bergerak dengan kecepatan v, mempunyai energi kinetik
yang besarnya mv2
Gambar 6.3

v Ek = mv2

6.2. Kerja (W)


Kerja didefinisikan sebagai hasil perkalian antara gaya F yang beraksi terhadap

Suatu benda dengan lintasan s dari benda tersebut dalam arah yang sama.
Bila sebuah benda ditarik dengan gaya F sejauh s, maka besar kerjanya adalah :

W = F cos . s

Fcos

Gambar 6.4
Hubungan antara Kerja dan Energi
Jika sebuah benda bermassa m ditarik dengan gaya F dalam arah horizontal sejauh x
dengan kecepatan awal vo, kemudian mendapat percepatan a sehingga dalam waktu t
kecepatannya berubah menjadi vt, maka Kerja W = F.x = m.a.x
x = v.t = (vo+vt) t ; a = vt-vo ; maka W = m(vt-vo)(vo+vt) t sehingga :
2

Kerja W = m.vt2 - m.vo2


(Kerja = Energi Kinetik akhir Energi Kinetik awal)
Untuk sebuah benda jatuh, besar energi kinetik maupun energi potensialnya akan
berubah-ubah pada setiap tempat sebagai fungsi dari ketinggian. Ketika energi
kinetiknya membesar maka energi potensialnya mengecil, demikian pula sebaliknya
sehingga besar rata-rata Energi Kinetik = rata-rata Energi Potensial. Dengan demikian
maka besar kerja yang dilakukan oleh benda juga dapat dinyatakan :
42
Kerja :

W = m.g.h2 m.g.h1

(Kerja = Energi Potensial ditempat 2 Energi Potensial ditempat 1)


Demikian pula pada gerak pegas maka : Kerja W = k.x22 - k.x12
( kx22 = Energi Potensial ditempat 2, sedang kx12 = Energi Potensial ditempat
1)
Contoh Soal 1 :
Sebuah mobil menarik beban bermassa 2000kg dengan gaya F sejauh 4000m dan
melaju dengan kecepatan konstan. Jika koefisien gesek kinetik sepanjang jalan 0,4 dan
g =9,8m/s2, tentukan besar kerja yang dilakukan oleh mobil ; hitung pula besar kerja
oleh gaya gesek!

2000kg

30o

Contoh Soal 2 :
Seorang dari helikopter berketinggian 200m menarik beban bermassa 100kg dari
permukaan bumi kearah atas sehingga beban bergerak dengan percepatan 4m/s2.
Tentukan :

a. Kerja yang dilakukan oleh penarik


b. Kerja yang dilakukan oleh bumi
c. Kerja yang dijalani oleh beban tsb
d. Kecepatan akhir beban tersebut.

43

.
a = 4m/s2
200m
100kg

g=9,8m/s2
Contoh Soal 3 :
F
sudut

Sebuah benda bermassa 200kg ditarik dengan


v konstan gaya F sejauh 500m dengan membentuk

200kg

60o terhadap bidang horizontal. Jika besar


koefisien gesek kinetik k = 0,2 hitung besar
kerja yang dilakukan oleh penarik!
( g = 9,8m/s2 )

60o

k=0,2
Contoh Soal 4 :

B
F

100kg
30o

k=0,5

Jarak dari A ke B adalah 200m


Seseorang menarik peti dengan gaya F
dengan kecepatan konstan dari A ke B
Tentukan besar kerja (usaha) yang di
lakukan oleh orang tersebut !
( g = 9,8m/s2 )

44

8
7. MESIN-MESIN ANGKAT
7.1. Pengantar
Mesin didefinisikan sebagai alat untuk transformasi gaya, yakni merubah besar
maupun arah gaya. Pada masa sekarang, penggunaan mesin sangat mendominasi
berbagai kegiatan manusia di berbagai bidang, seperti : Industri, Transportasi,
Pertanian, bahkan Kedokteran dan Pendidikan, serta banyak bidang yang lain. Di dunia
Teknik Sipil, mesin pada umumnya digunakan sebagai alat penunjang untuk
melaksanakan kegiatan pembangunan suatu obyek, misalnya gedung, jembatan, jalan
raya, terminal, dan sebagainya. Sesuai dengan kebutuhan di lapangan, mesin mesin
yang banyak diperlukan adalah berupa mesin yang berfungsi mengangkat dan

memindahkan benda-benda bermassa besar seperti beton, baja, balok kayu, batu,
lempengan besi, dan bahan-bahan bangunan lainnya. Oleh karena itu, digunakan mesin
angkat yang berfungsi untuk kelancaran dan kemudahan pelaksanaan suatu bangunan.
Terdapat banyak jenis mesin angkat, semakin besar nilai efisiensi suatu mesin yang
digunakan, tentu semakin baik.
Ada beberapa besaran yang digunakan untuk menunjukkan ukuran kemampuan mesin,
yakni :
7.2. M.A.(Mechanical Advantage): merupakan harga perbandingan antara besar gaya
beban yang diangkat dengan gaya yang digunakan untuk mengangkat .

M.A = Fo/Fi

Fo = Gaya beban yang diangkat


(Gaya output = berat beban)
Fi = Gaya yang digunakan untuk
mengangkat (Gaya inp

7.3. D.R.(Distance Ratio): merupakan harga perbandingan antara panjang yang


digunakan untuk mengangkat, dengan panjang yang ditempuh oleh beban
45
Si = Panjang yang digunakan
D.R. = Si/So

untuk mengangkat
(Panjang input)
So = Panjang yang ditempuh
oleh beban (Panjang output)

Menurut hukum kekekalan energi, apabila suatu kerja diberikan kepada sebuah sistim
(kerja input) maka kerja yang dihasilkan oleh sistim tersebut (kerja output) besarnya
haruslah sama, tentu dengan catatan tidak ada energi yang hilang dalam proses tersebut
(Sebenarnya tidak ada energi yang hilang, hanya berubah menjadi bentuk energi lain
yang dalam kondisi tertentu merugikan fungsi mesin, misalnya: berubah menjadi panas

akibat gesekan). Sehingga apabila dalam proses tersebut dianggap tidak ada energi
yang hilang (mesin dianggap ideal), maka berlaku persamaan :

Fo.So = Fi .Si

FoSo = Kerja output


Fi.Si = Kerja input

Persamaan ini bentuknya dapat dirubah menjadi :


Fo/Fi = Si /So

M.A. = D.R.
Sehingga :

Efisiensi didefinisikan sebagai harga perbandingan antara besar kerja output dengan
besar kerja input (dinyatakan dalam persen), sehingga :

Efisiensi = .. x 100 %
D.R.

0 < < 1

46

Suatu kenyataan bahwa pada sebuah mesin, senantiasa terdapat faktor-faktor yang
merugikan kerja mesin, misalnya gesekan, panas, kelembaban, korosi, dan lain
sebagainya yang tidak diinginkan, sehingga menyebabkan efisiensi mesin tidak pernah
dapat mencapai 100 %, sebagaimana yang dinyatakan dalam hukum thermodinamika.
Hal-hal yang merugikan kerja mesin akan merubah besarnya harga M.A., tetapi tidak
berpengaruh terhadap harga D.R. (Penjelasan dari pernyataan ini dapat dibaca pada
pembahasan terhadap katrol tunggal di halaman selanjutnya).
7.4. Macam macam mesin angkat

Beberapa jenis mesin angkat yang akan dibahas dan banyak digunakan untuk
menunjang kegiatan dalam bidang teknik sipil adalah : Katrol tunggal ; Katrol Ganda,
meliputi : Katrol Sistim Pertama, Katrol Sistim Kedua, dan Katrol Sistim Ketiga ;
Katrol diferensial Weston ; Roda Poros ; Roda Poros Diferensial ; Dongkrak Sekrup
Sederhana ; Bidang Miring ; Kerekan Ketam Tunggal ; Kerekan Ketam Ganda ; Roda
Cacing.
a. Katrol Tunggal
Mesin sederhana ini dalam keadaan ideal mempunyai
harga M.A = 1, yang diperoleh dari Fo / Fi , dimana :
besar gaya Fi yang digunakan untuk mengangkat beban
W (sebagai gaya output Fo) besarnya sama dengan besar
So

Si

Fo . Demikian pula harga D.R. juga = 1 yang diperoleh


dari Si/So, karena untuk menaikkan W setinggi So= x m

Fo

harus menarik Si sepanjang x m juga. Dalam keadaan


W

Fi

seperti ini maka M.A. = D.R. (Perhatikan: Fo = W)


47

Tetapi keadaan menjadi lain apabila kondisi mesin tidak ideal, misalnya katrol
tersebut sudah karatan yang menyebabkan roda sukar berputar akibat gesekan.
Dalam keadaan demikian maka bisa terjadi bahwa untuk mengangkat beban W
yang beratnya misal 1000N ( sebagai Fo ), diperlukan gaya Fi yang lebih besar
dari 1000N karena sebagian gaya Fi digunakan untuk melawan gaya gesek pada
roda. Namun meski kondisi katrol demikian, tidak mempengaruhi harga D.R.
karena, jika tali Si bisa ditarik sepanjang x m, maka beban W tetap naik setinggi
x m. Dikatakan bahwa, gaya luar hanya berpengaruh terhadap harga M.A. saja.
b. Katrol Ganda

Sistim Pertama :
DR = Jarak yang digerakkan oleh kerja
Jarak yang dijalani oleh beban
4
T3
DR = 2n ; dimana n = jumlah roda katrol
T2

3 3

Fi

bebas, disini n ada 3 buah


( Katrol tetap yakni no.4, tidak dihitung)

T1

Dalam keadaan ideal, MA = DR, maka


MA = Fo/Fi = W/Fi = Si/So = 2n

1
Jika massa katrol bebas (nomor 1,2,dan 3)
cukup besar, maka perlu dihitung juga!

Katrol tetap ( nomor 4) tidak berpengaruh


48

Perhatikan, jika mesin ideal maka MA=DR, tetapi jika mesin tidak ideal, maka :
hubungan antara MA dan DR adalah :
fisiensi =

M.A. x 100% ( 0<<1)

DR
Sistim Kedua :
Untuk menentukan MA disini, caranya
dengan menghitung jumlah tali yang me
nahan beban, disini ada 4 tali, maka :
jika mesin ideal, MA = Fo/Fi = Si/So = 4
12 3 4

5 Fi

( tali nomor 5 tidak dihitung karena

sebenarnya hanya merupakan kelanjutan


dari tali 1 yang sudah dihitung)

Disini jumlah tali yang menahan


beban ada 5 tali, maka :

Fi

MA = Fo/Fi = Si/So = 5

12 3 4 5

(tali nomor 5 harus dihitung karena


ikut menahan beban)

49

MA = 3

Fi MA = 4

Fi

Sistim Ketiga :

W = T1+T2+T3+T4
4

T1 = Fi
T4

T2 = 2T1 = 2Fi

T3 = 2T2 = 2(2Fi) = 22Fi


T4 = 2T3 = 2(22Fi) = 23Fi
W = Fi+2Fi+22Fi+23Fi

T3

W/Fi = (1+2+22+23+2n)
T2

maka untuk n buah katrol :

MA =Fo/Fi =W/Fi = 2n-1

1
T4 T3 T2 T1

T1

(disini n = seluruh katrol)

Fi
W

50
Katrol Diferensial Weston :

Jari-jari roda besar adalah R, sedang


jari-jari roda kecilnya r. Jika tali di

Fi
1

tarik dengan gaya Fi sehingga roda


terputar satu kali maka berarti :
panjang tali Si yang ditarik = 2R.

Fo

Maka tali 1 naik sejauh 2R juga,


sedang tali 2 turun sejauh 2r. Ini

membuat beban W naik setinggi :


2R-2r = R-r = So . Dengan
2
Demikian,MA = Si/So = 2R/( R-r) , atau : MA = 2R/(R-r)
Roda Poros :

R
r

Jika tali pada silinder besar ditarik


dengan gaya Fi sehingga silinder ter

Fi

putar 1 kali, berarti panjang tali yang


ditarik = 2R (sebagai Si), dan beban
W pada silinder kecil naik setinggi

2r (sebagai So). Dengan demikian,


M.A.=Fo/Fi =Si/So=2R/2r = R/r

51
Roda Poros Diferensial :

Pada saat tali ditarik dengan gaya Fi


sehingga semua silinder terputar 1 kali,
maka Si = 2R. Adapun tali 2 pada

silinder tengah naik sepanjang 2r,

Fi sedang tali 1 pada silinder kecil turun


W

sepanjang 2t, ini membuat beban W

naik setinggi (2r-2t)/2 = r-t = So


MA = Fo/Fi = Si/So= 2R/ ( r-t)
atau : MA = 2R/( r-t)

R r t
Dongkrak Sekrup :
W

W = berat beban yang diangkat

w
d

L = panjang lengan untuk kerja


L

(Keliling putarannya=2L=Si)
d = jarak antara gigi sekrup=So
Maka :
MA=Fo/Fi = Si/So = 2 L/d

52
Bidang Miring :
L = panjang bidang miring AB
h = tinggi dari C ke B

Fi

Gaya Fi yang bergerak dengan

L
Wsin

kecepatan konstan besarnya :

sama dengan Wsin , sedang

Wcos

beban yang dibawa = W =

Fo
A

AMA = Fo/Fi = W/Wsin


Jadi: AMA=1/sin = L/h

Kerekan Ketam Tunggal :


n1 = jumlah gigi di roda 1
n2 = jumlah gigi di roda 2

n1

L = panjang gagang pemutar


r = jari2 silinder tempat beban
W=beban yang diangkat=Fo

Fi=gaya input pada gagang


Dalam 1 putaran, Si = 2L

n2

Jumlah putaran roda 1 =1 kali


W

Jumlah putaran roda 2= n1/n2


=jumlah putaran silinder beban
maka beban W naik setinggi :
2r x n1/n2 = So, dengan
demikian MA=Fo/Fi=Si/So =
2L /( 2r x n1/n2)= L.n2/r.n1
MA=Fo/Fi=Si/So=L.n2/(r.n1)
53

Kerekan Ketam Ganda :

n4
Dalam 1 putaran gagang,maka Si=2L

Jumlah putaran oleh roda 4 = 1 kali

Jumlah putaran roda 3 = n4/n3 kali

n3

n2

Jumlah putaran roda 2 = n4/n3 kali


Jumlah putaran roda 1 = n2/n1 x n4/n3
Jarak yang ditempuh beban W =
2

r
r x (n2/n1) x (n4/n3) = So

n1

MA=Fo/Fi=Si/So=
2L/

(2r x n2/n1 x n4/n3)

W
Jadi MA = L.n1.n3/(n2.n4)
Keteranga

n:

n4,n3, n2, dan n1 masing-masing adalah jumlah gigi yang ada di

roda 4,3,2, dan 1, sedang r = jari-jari silinder tempat beban


Roda Cacing :

R = jari-jari roda kerja K

C = cacing berulir
R

r = jari-jari silinder beban W

n = jumlah gigi roda cacing


n

Dalam satu kali putaran roda-

Fi

kerja K, jarak yang ditempuh


adalah 2R = Si

w
54

Jika satu putaran roda K menyebabkan roda cacing bergeser 1 gigi, maka : silinder

beban akan terputar 1/n kali, dan jarak yang ditempuh oleh beban = So = 2r/n ;
maka :MA=Fo/Fi=Si/So=2R/(2r/n) , Jadi: MA = R.n/r
Contoh Soal 1 :
Tentukan besar gaya Fi yang diperlukan untuk mengangkat
beban 45000N, tentukan pula besar gaya tegangan tali T3!
T4

T3
T2

T4 T3 T2 T1

T1

Fi

4500
Contoh Soal 2 :

n4

Pada sebuah Kerekan Ketam Ganda, panjang L=1 m


n1=300 gigi; n2=100 gigi ; n3=400 gigi ; n4= 200 gigi ;
adapun jari-jari tabung tempat beban = r = 0,2m
Hitung besar gaya Fi yang diperlukan untuk mengangkat beban seberat 30000N!

n3

n2

n1
r

30000N
55

10
8. MOMENTUM DAN TUMBUKAN
Sebelum penjelasan terkait dengan momentum, terlebih dahulu akan dibahas
pengertian tentang pusat massa dan pusat berat.
Pusat massa : adalah suatu titik pada benda dimana seluruh massa benda dapat
dianggap terpusat pada titik tersebut.
Pusat berat : adalah suatu titik pada benda dimana seluruh berat benda dapat dianggap
terpusat dititik tersebut. Pusat berat merupakan fungs gravitasi.
Misal ada dua partikel (benda titik) yang massa masing-masing adalah m1 dan m2
berada pada koordinat (x1,y1) dan (x2,y2) dari suatu titik acuan 0, maka pusat massanya
adalah (x pm, y pm) dimana harganya diperoleh dari persamaan :
y

m1(.x1, y1)
x pm = (m1.x1+ m2.x2) / (m1 + m2)
y pm = (m1.y1 + m2.y2) / (m1 +m2)
m2(.x2 ,y2)
x
Gambar 8.1

Untuk sejumlah partikel berlaku persamaan :


x pm = mi xi /mi =(m1.x1 + m2.x2 + m3.x3 +.mn.xn) /m1 + m2 + m3 +.mn
y pm = mi yi /mi =(m1.y1 + m2.y2 + m3.y3 +.mn.yn) /m1 + m2 + m3 +.mn
Contoh Soal 1:
Tentukan letal pusat massa dari tiga partikel dengan massa m1 = 1kg, m2 = 2kg, dan
m3=3kg yang terletak pada titik-titik sudut segitiga sama sisi yang panjang sisinya 1m
56

Jawab : x pm = mi xi /mi

y pm = mi yi /mi

m3

x pm =(1.0 + 2.1 +3.1/2) /1+2 +3 = 0,8533 m


1m

1m

y pm =(1.0 + 2.0 +3.0,866) /1+2 +3 = 0,433 m


Jadi Pusat Massa terletak di titik :

30o
m1

1/2m

P ( 0,8533 ; 0,433 )
1/2m

m2 x

Gambar 8.2
Contoh Soal 2: Pada tiga buah partikel dengan massa : m1 (-2,2) = 4 kg
m2 (4,1) = 8 kg
m3 (1,-3) = 4 kg
bekerja gaya luar yang besarnya pada masing masing adalah :
F1 = 6N ; F2 = 16N ; F3 = 14N
Tentukan percepatan dari pusat massa sistim dan tentukan pula arahnya!
F2
m1 (-2,2) = 4 kg
F1

a pm
m2 (4,1) = 8 kg
P

63o

m3 (1,-3) = 4 kg
F3
Gambar 8.3
57

Jawab : Letak pusat massa sistim diperoleh sebagai berikut :


x pm =(-2.4 + 4.8 +1.4) /4+8 +4 = 1,75m
y pm =(2.4 + 1.8 + -3.4) /4+8 +4 = 0,25m
Pusat masanya ada pada titik P (1,75;0,25) ; Adapun besar gaya resultan pada sumbu x
= Fx = 14-6 = 8 N ; Besar gaya resultan pada sumbu y = Fy = 16 N
Gaya Fx dan Fy saling tegak lupus (membentuk sudut 90, maka besar gaya resultan
yang bekerja pada pusat massa sistim adalah FR = Fx2 + Fy2 = 82 + 162 = 17,89 N
Dengan demikian besar percepatan pusat massa = a pm = FR/m = 17,89/16 = 1,12m/s2
Gaya resultan FR ini membentuk sudut dengan sumbu x yang besarnya dapat dicari,
Tg = Fy/Fx = 16/8 = 2, maka besar sudut = 63o
Menentukan Pusat Massa Benda dengan Distribusi Massa Kontinyu :
Apabila benda yang akan ditentukan pusat massanya berukuran relatif besar (bukan
bentuk partikel) maka digunakan persamaan : r pm = r dm / dm

r pm = posisi pusat massa terhadap titik acuan 0 ; dm = elemen massa


Komponen-komponen dari r pm dapat ditentukan dari :

z
x pm = x dm/ dm
y pm = ydm / dm
z pm = z dm/ dm

dm
r
0
x
y
Gambar 8.4

Contoh menentukan pusat massa sebuah batang kecil tipis dengan rapat massa
dan panjang batang L :
58

dx
0

L
x

Gambar 8.6
Diambil elemen massa dm yang terletak pada jarak x. Jika tinjauan hanya 1 dimensi
kearah memanjang saja maka rapat massa batang adalah = massa per panjang = ,
sedang elemen panjangnya dx, maka elemen massa dm = dx . dengan demikian pusat
massa batang ini x pm = x dm / dm = xdx / dx = x dx / dx
x pm = [1/2 x2] 0 L / [ x ] 0 L = L2/L = L

8.1. Momentum Linier (P)


Momentum Linier didefinisikan sebagai hasil perkalian antara massa (m) dari suatu
benda yang bergerak dengan kecepatan (v) nya. Untuk menyederhanakan pembahasan,
benda obyek diasumsikan sebagai partikel (benda berukuran relatif kecil)
m

Gambar 8.7

P = m x v (kg.m/s)

Hukum Newton menyatakan bahwa F = m (dv/dt) F.dt = m.dv. Jika benda bermassa
m mula-mula bergerak dengan kecepatan v dan kemudian dalam waktu t kecepatannya
menjadi v, maka :

F ot dt = m v vdv
untuk benda yang bergerak dari waktu t =0 sampai ke t, dan benda bergerak dengan
kecepatan mula-mula v dan kecepatan akhir v maka hasil integralnya adalah :
F.t = m.v m.v ; ini dinamakan impuls I, jadi : I = F.t = m.v m.v
(m.v = momentum akhir ; m.v = momentum mula-mula)
m

Gambar 8.8

11

59

8.2. Tumbukan
Dua benda dapat bertumbukan apabila keduanya bergerak berlawanan arah, keduanya
bergerak searah dengan kecepatan berbeda, atau salah satu benda bergerak sedang
benda yang lain diam.
Dua buah partikel masing-masing bermassa m1 dan m2 yang bergerak dan akan
bertumbukan, masing-masing sudah mempunyai kecepatan, momentum, dan energi
kinetik sebagai berikut :
m1
Ek1=1/2m1v12

m2

v1 v2

Ek2=1/2m2v22

P1=m1v1

P2=m2v2
m2

F2
Ek1=1/2m1v12

F1

m1
m1

m2 Ek2=1/2m2v22

v1

v2
Gambar 8.9

Pada saat terjadi tumbukan, benda 1 memberi gaya F1 kepada benda 2, demikian pula
benda2 memberikan gaya F2 kepada benda 1, ini adalah gaya : aksi = -reaksi, sehingga :
F1 = - F2 . Waktu tumbukan pada benda 1 = waktu tumbukan pada benda 2 sehingga :
F1.t = - F2.t I1 = - I2 . Atau : m1v1- m1v1= - (m2v2- m2v2)
m1v1+ m2v2 = m1v1+ m2v2
Jadi, apabila gaya yang terjadi pada peristiwa ini hanya gaya yang diakibatkan oleh
peristiwa tumbukan saja (gaya luar seperti gesekan udara, gravitasi, dan sebagainya
diabaikan) maka total momentum kedua benda setelah tumbukan = total momentum
kedua benda sebelum tumbukan.
60

Adapun, apakah total energi kinetik sebelum tumbukan sama dengan total energi
kinetik setelah tumbukan, sangat tergantung kepada jenis tumbukan yang terjadi
sebagai berikut :
1. Tumbukan Elastis Sempurna
a). m1v1+ m2v2 = m1v1+ m2v2
b).1/2m1v12 +1/2m2v22 = 1/2m1v12 +1/2m2v22
(Kedua persamaan a dan b berlaku semua)
2. Tumbukan Elastis Sebagian
a). m1v1+ m2v2 = m1v1+ m2v2
b).1/2m1v12 +1/2m2v22 = 1/2m1v12 +1/2m2v22
(Hanya berlaku persamaan a saja )
3. Tumbukan Non Elastis Samasekali
a). m1v1+ m2v2 = m1v1+ m2v2
b).1/2m1v12 +1/2m2v22 = 1/2m1v12 +1/2m2v22
(Hanya berlaku persamaan a saja)
Beda nomor 2 dengan nomor 3 adalah : Pada tumbukan non elastis sama sekali (no.3)
besar kecepatan kedua benda setelah tumbukan adalah sama, jadi pada nomor 3 berlaku persamaan : v12 = v22 (Persamaan ini tidak berlaku untuk no.2)
Hukum Kekekalan Momentum
Misalkan dalam suatu sistim terdapat sejumlah n partikel yang masing masing
mempunyai massa m dan kecepatan v, dan antar partikel dapat saling berinteraksi satu
sama lain. Masing masing partikel memiliki kecepatan dan momentum. Apabila
partikel1bermassa m1 dan kecepatan v1 maka momentumnya m1.v1, partikel 2 bermassa
m2 dan kecepatan v2 dengan momentum m2.v2, demikian juga untuk partikel-partikel
yang lain.
61

Dengan demikian sistim secara keseluruhan mempunyai momentum total PTot. Besar
PTot merupakan jumlah vektor semua momentum partikel dalam sistim tersebut, jadi :
PTot = P1+P2+P3Pn = m1.v1+m2.v2+m3.v3+. m.n.vn
sehingga : PTot = M.vpm , dmana M = massa total sistim ; vpm = kecepatan pusat massa.
Jika tidak ada gaya luar yang bekerja pada sistim (misal gesekan udara, gravitasi
bumi,dll) maka jumlah momentum dalam sistim tersebut constan. Gaya dalam (gaya
antar partikel dalam sistim) tidak akan merubah besar momentum total PTot karena
saling meniadakan. Jika ada gaya luar yang bekerja pada sistim maka :
F luar = M.apm
Fluar = jumlah vektor semua gaya luar ; .apm = percepatan pusat massa.
Sistim dengan massa yang berubah
v (terhadap bumi)
Ditinjau suatu gerakan yang terjadi pada sebuah roket
Mula-mula roket memancarkan gas pada ekornya, ini
Ini adalah gaya aksi oleh roket terhadap gas. Pancaran
gas melakukan gaya reaksi terhadap roket sehingga
menggerakkannya. Kedua gaya ini adalah gaya dalam
untuk sistim yang terdiri dari roket dan gas. Gas mem
M

peroleh momentum kearah belakang sedang roket mem


peroleh momentum dalam harga yang sama ke depan.
Jika massa total roket mula-mula M dan kecepatannya
terhadap bumi adalah v sedang kecepatan pancaran
gas terhadap roket adalah u, maka kecepatan pancaran

dM/dt

gas terhadap bumi adalah v+u .

Gb.8.10

Karena massa bahan bakar gas M akan terus berkurang

u ( terhadap roket)

berarti M adalah variable, demikian pula v juga variabel


dengan demikian laju perubahan momentum roket :

dP/dt = d(Mv)/dt = Mdv/dt + vdM/dt


62

Adapun laju perubahan momentum gas terpancar :

dP/dt = - (v+u) dM/dt

Tanda minus digunakan untuk menunjukkan perubahan massa dari gas terpancar
Adalah negatif terhadap perubahan massa roket. v+u adalah kecepatan dari massa
gas terpancar, oleh karena itu (v+u)dM/dt adalah laja tertbentuknya momentum
pancaran gas. Laja total dari perubahan momentum sistim adalah jumlah dari kedua
faktor ini dan sama dengan gaya luar yang bekerja pada sistim, dengan demikian :
F = Mdv/dt + vdM/dt vdM/dt udM/dt = Mdv/dt udM/dt
Gaya udM/dt disebut gaya dorong pada roket. karena dM/dt bertanda negatif maka
gaya dorong mempunyai arah berlawanan dengan arah kecepatan mancar u.Gaya luar F
dapat berupa gaya gravitasi, gesekan udara pada roket, dan sebagainya. Ketika roket
sudah lepas dari Medan gravitasi dan bebas dari gesekan dengan udara maka gaya luar
F = 0, sehingga persamaan menjadi : F + udM/dt =Mdv/dt, karena F=0 maka:udM/dt =
Mdv/dt dM = elemen massa ; dt = eleven waktu.
Contoh Soal 1. Sebuah senapan mesin dipasang diatas panser diam yang dapat
menggelinding bebas tanpa gesekan diatas jalan rata. Massa total sistim 10000kg.
Kemudian senapan memuntahkan peluru-peluru bermassa 100 gr dengan kecepatan
500m/s relatif terhadap passer, sedang banyaknya peluru yang ditembakkan per
sekonnya 10 butir. Tentukan besar percepatan yang dialami panser akibat
menembakkan peluru-peluru tersebut
dM/dt
M

Gambar 8.11
63

Jawab : Karena gesekan dengan gaya luar bisa diabaikan (F = 0) maka :


u.dM/dt = M.dv/dt disini u = kecepatan peluru terhadap panser yang diam,
berarti sama dengan kecepatan peluru terhadap acuan bumi. Maka u=500m/s,
M = 10000kg ; massa peluru = 100 g = 0,1 kg Dalam satu sekon ada 10
butir peluru, berarti dM/dt = (0,1)(10)/1 = 1 kg/s ; 500.1 = 10000.dv/dt
500 = 10000.a Jadi besar percepatan yang dialami passer = a = 0,05m/s.
Contoh Soal 2: sebuah truk bermassa 10.000kg yang bergerak dengan kecepatan 8m/s
menumbuk peti diam bermassa 2000kg. Tentukan besar energi kinetik yang hilang
setelah tumbukan jika tumbukan yang terjadi Non Elastis Samasekali !
Kunci : m1.v1+m2.v2 = (m1+m2)v

8m/s

10.000(8)+2000(0)=(10.000+2000)v
Ek hilang = Ek sebelum Ek sesudah

10000kg

2000kg

Contoh Soal 3: Truk bermassa 10.000kg yang bergerak dengan kecepatan 3m/s
bertabrakan dengan mobil bermassa 4000kg yang bergerak dengan kecepatan 5m/s
pada arah yang berlawanan. Apabila tumbukan yang terjadi adalah Non Elastis
Samasekali, tentukan kecepatan akhir keduanya setelah tumbukan!
Kunci :
10000kg

m1.v1+m2.(-v2) = (m1+m2)v

10.000(3)+4000(-5) =(10.000+4000)v

3m/s 5m/s

4000kg

Pada tumbukan elastis sempurna, berlaku hukum kekekalan momentum dan kekekalan
energi kinetik yakni :
a). m1v1+ m2v2 = m1v1+ m2v2 m1v1 - m1v1 = m2v2 - m2v2
m1 ( v1 - v1) = m2 ( v2 - v2 ) ..(1)
b).1/2m1v12 +1/2m2v22 = 1/2m1v12 +1/2m2v22
64

Apabila angka pada tiap suku dicoret maka : m1v12 +m2v22 = m1v12 +m2v22
sehingga :
m1 ( v12 - v12) = m2 ( v22 - v22 ) m1 ( v12 - v12) = m2 ( v22 - v22 )
atau :

m1 ( v1 - v1) ( v1 + v1) = m2 ( v2 - v2 ) ( v2 + v2 ) ..(2)

Apabila persamaan (2) dibagi dengan persamaan (1) maka diperoleh :


(v1 + v1) = (v2 + v2) , maka : v1 = v2 + v2- v1 .(3)
v2 = v1 + v1 - v2 (4)
Apabila persamaan (3) dimasukkan ke persamaan (1) maka diperoleh besar
kecepatan akhir benda 2 yakni v2, sedang apabila persamaan (4)
dimasukkan ke persamaan (1) maka diperoleh besar kecepatan akhir
benda 1 yakni v1 , jadi :
v2 = [2m1v1 + v2(m2-m1)] / (m1+m2)
v1 = [2m2v2 + v1 (m1-m2)] / (m1+m2)
Contoh Soal 4 Bola bermassa 1kg menumbuk bola lain bermassa sama yang diam
dengan kecepatan 10m/s. Apabila tumbukan yang terjadi adalah Elastis Sempurna,
tentukan kecepatan akhir dari masing-masing bola!
1kg

10m/s

1kg

Diam
Contoh Soal 5: Sebuah bola bermassa 1kg menumbuk benda bermassa sangat besar
dengan kecepatan 8m/s. Jika tumbukan yang terjadi adalah Elastis Sempurna, tentukan
kecepatan akhir bola tersebut!

65

1.000.000 kg
Kunci : Anggap massa benda diam = besar tak terhingga,

1kg

8m/s

maka massa bola dapat diabaikan (dianggap nol)!

Diam
Contoh Soal 6 :
Sebuah peti bermassa 20 kg dilemparkan ke dalam kereta bermassa 50 kg yang sedang
dalam keadaan diam sehinga kereta bermuatan peti tersebut bergerak horizontal.
Hitung besar Energi Kinetik yang hilang pada peristiwa tumbukan tersebut! (Tidak ada
pengaruh gaya luar)!

20 kg
V= 40m/s
----------- 30o----

v
50kg

12

66

9. ELASTISITAS
Suatu benda yang dapat kembali ke bentuk dan ukuran semula setelah dikenai gaya
disebut bersifat elastis, sedang yang tak dapat kembali seperti bentuk dan ukuran
semula disebut bersifat plastis. Elastisitas pada benda tergantung kepada jenis
bahannya yang besar harganya dinyatakan dengan suatu konstanta. Untuk membahas
elastisitas, didefinisikan beberapa besaran terkait, antara lain : Stress(Tegangan) dan
Strain(Regangan)
9.1. Stress : didefinisikan sebagai harga perbandingan antara besarnya gaya F yang
beraksi terhadap benda dengan luas penampang lintang A dari benda tersebut.
Jadi : =

F/A (N/m2) (A = luas penampang lintang benda)

9.2. Strain : didefinisikan sebagai harga perbandingan antara besarnya perubahan


ukuran dengan besar ukuran mula-mula.
Untuk kearah memanjang : = L/Lo (L= perubahan panjang ;Lo= panjang semula)
Untuk kearah ruang : = V/Vo (V=perubahan volume ;Vo = volume mula-mula )
1. Pada benda yang dikenai gaya kearah memanjang (ditarik) atau kearah memendek
(ditekan) maka berlaku persamaan :

F/A = Y. L/Lo
Y: disebut Modulus Young, suatu konstanta yang harganya tergantung jenis bahan

Lo

Gambar 9.1
2. Benda yang mengalami gaya dari berbagai arah (seperti kubus dibawah) maka
berlaku persamaan :

F/A = - B. V/Vo (Tanda negatif menunjukkan ukuran benda berkurang)


B: disebut Modulus Bulk, suatu konstanta yang harganya tergantung jenis bahan.

67

F
F

F
F

Gambar 9.2
3. Benda mengalami gaya geser seperti pada gambar dibawah, maka berlaku persamaan
:

F/A = S.
x

S : Modulus Geser
: besar sudut yang terbentuk(dalam radian)

y
F

Untuk sangat kecil maka : sin

= tg =
(Sudut dalam radian!)

Gambar 9.3

F/A =S.tg = S.x/y

Maka persamaan dapat ditulis :

Rumus-rumus untuk elastisitas diatas ini berlaku pada daerah dimana stress masih
berada dibawah batas elastis (titik b)seperti yang terlihat pada grafik hubungan antara
strain() sebagai fungsi dari stress () pada suatu logam sebagai berikut :

F/A
(Stress ) a

a : batas proportional
c

b : batas elastis
c : titik dimana benda mulai
berubah secara permanen
d : batas patah

L/Lo (Strain)

Gambar 9.4

68
Contoh Soal : Silinder Logam Baja yang mempunyai Modulus Young 2.1011N/m2 dan
luas penampang 0,2m2 disambungkan ke Silinder Logam Tembaga yang mempunyai
modulus Young 1.1011 N/m2 yang luas penampangnya 0,5m2 dan panjangnya 4m.
Apabila ditarik dengan gaya 1000N pada kedua ujungnya maka akan menyebabkan
pertambahan ukuran panjang kedua benda tersebut sama ( L1=L2 ). Tentukan
berapa panjang Silinder Logam Baja tersebut!

4m
1000N

1000N
X=?

Kunci :
Dari rumus : F/A = (Y.L/Lo) diperoleh : L=F.Lo/(A.Y) karena L baja = L tembaga , maka :
F.Lo/(A.Y) baja = F.Lo/(A.Y) tembaga

69

13
10. GETARAN MEKANIS
Setiap gerak berulang dalam selang waktu yang sama disebut gerak Harmonik
(Periodik). Apabila didalam bergerak periodik suatu benda bergerak bolak balik
melalui lintasan yang sama maka gerakannya disebut sebagai GETARAN.
Bentuk getaran yang paling sederhana dikenal dengan Gerak Harmonik Sederhana.

10.1. Gerak Harmonik Sederhana (GHS) :


GHS adalah gerak periodik yang terjadi apabila gaya balik dari benda yang
disimpangkan dari posisi seimbangnya adalah berbanding lurus dengan simpangannya,
sedang arah gaya balik tersebut berlawanan dengan arah simpangan. Grafik GHS
sebagai fungsi waktu sangat identik dengan grafik Gerak Melingkar Beraturan sebagai
berikut :
Persamaan umum GHS dapat dituliskan dalam fungsi sinus/cosinus

x = A cos (t + ) x = simpangan getaran (m)

Misal :

A= simpangan maksimum
= Amplitudo (m)

= 2/T = 2 f
T = periode, waktu untuk 1x

bergetar (s)
f = frekwensi getaran (Hz)

= frekwensi sudut

A
alami

Gambar
10.1

/2

3 /2

-A
(t + ) = Fase Getaran = tempat kedudukan titik yang dicapai pada saat t .
70
Sudut disebut : Konstanta Fase
Dari persamaan simpangan (x) ini dapat diperoleh harga kecepatan (v) dengan cara
mendiferensialkan persamaan x ke waktu t, jadi :
Kecepatan pada saat t : v = dx/dt = d[A cos ( t + )]/dt = - A sin ( t +)
Demikian pula dari persamaan kecepatan (v) ini dapat diperoleh harga percepatan (a)
dengan cara mendiferensialkan persamaan v ke waktu t :
Percepatan pada saat t : a = dv/dt
2

= d2x/dt2 = d[- A sin ( t +)]/ dt = - A cos ( t + )


Dari persamaan yang ada dapat dijabarkan bahwa besar periode Tnya (waktu yang
diperlukan untuk bergetar satu kali) adalah : T = 2m/k (sekon) ; sedang frekwensi
getarannya adalah : f = 1/2k/m (Hz) ( Ingat, f = 1/T )
Besar Energi Total yang ada pada GHS terdiri dari Energi Potensial dan Energi
Kinetik, Maka : ET = EP + Ek dimana EP = k.x2 , sedang EK = m.v2
Jika harga x disubstitusikan ke persamaan EP maka EP = k.x2= k[A cos (t + )]2
EP = kA2 cos2 (t + ) ; Harga maximum dari fungsi cosinus adalah 1 maka :
EP maximum = kA2
Demikian pula jika harga v dimasukkan ke persamaan EK maka :
EK = m.v2 = m[- A sin (t +)]2 = m 2A2sin2 (t +) = kA2sin2 (t +)
Harga maximum dari fungsi sinus juga adalah 1, maka : EK maksimum = kA2
Jumlah Energi Potensial + Energi Kinetik disetiap tempat besarnya sama. Ketika EP
membesar maka EP mengecil, demikian pula sebaliknya sehingga harga rata-rata
keduanya adalah sama. Ketika EP maksimum maka harga Ek adalah nol, dan ketika Ek
maksimum, harga EP adalah nol, dengan demikian maka :

Besar energi total ET = kA2


71

Disini getaran diasumsikan sebagai konstan, tidak ada gaya redaman dari luar yang
menghambat gerak benda, dan tidak ada gaya paksa dari luar yang menambah besar
kekuatan gerak benda sehingga energi total getaran juga konstan .

F = Gaya Aksi = m.d2x/dt2


Fb =Gaya Balik = - k.x
(Gaya Reaksi)

Fb = - k.x ( k = konstanta pegas)


m

Gambar 10.2

( x = simpangan pegas)

F = m.a = m.dv/dt = m.d2x/dt2

Pada GHS ini terdapat persamaan :

m.a = - k.x m.d2x/dt2 = - k.x

d2x/dt2 = - k.x/m .(1) ( k/m = konstan ) ; dalam persamaan (1) ini,


x merupakan fungsi t dimana diferensial (turunan) dua kali dari x terhadap t
menghasilkan negative dari x tersebut. Kondisi seperti ini dipenuhi oleh
fungsi sinus maupun fungsi cosinus. Oleh karena itu maka x bisa dinyatakan
dengan persamaan yang mengandung fungsi sinus maupun cosinus, misalnya :
x =sin ; x =sin t ; x =Asin( t+) ; x =cos ; x =Acos t ; x =Acos( t+)
x =A sin( t-) ; dan sebagainya. Oleh karena itu persamaan (1) dapat ditulis :
2

- A cos ( t + ) = - k. Acos( t+)/ m = k/m =


Karena = 2 / ,

k/m

maka 2 / = k/m , Jadi Periode T = 2 m/k

72

Contoh Soal 1:
Sebuah benda bermassa 200kg bergetar mengikuti persamaan : x = 4 cos (2t/3 -/5 )
Hitung : a). Kecepatan pada saat 3 s. B). Percepatan pada saat 6s. C) Total Energinya
Contoh Soal 2:
Empat penumpang dengan berat seluruhnya 490N yang teramati menyebabkan pegas
mobil tertekan sejauh 0,1 m ketika mereka masuk ke mobil. Jika beban total yang
sekarang disangga oleh pegas mobil akibat adanya tambahan beban adalah 980N,
hitung periode getaran dari pegas mobil tersebut! ( g=9,8m/s2 )
Contoh Soal 3 :
100
kg

Energi potensial benda jika bergetar sejauh


0,2m dari titik seimbangnya adalah 100J.
Tentukan harga konstanta pegasnya !

Contoh Soal 4 :
4. Sebuah benda bermassa 900 kg bergetar g pegas mengikuti persamaan :

x = 5 sin ( 2t/3 - /6)


a). Hitung kecepatannya ketika benda bergetar selama 3 s?
b). Tentukan besar harga konstanta pegas k !

73

14
10.2. Getaran Bebas Terredam
Getaran disini mengalami hambatan karena adanya gaya redaman dari luar
sistim,misalnya karena benda mengalami gesekan dengan zat cair. Redaman juga
berasal

dari sifat inersia benda itu sendiri yang menentang terhadap perubahan

keadaan.

Fb

F = Gaya Aksi = m.a = m.d2x/dt2


Fb =Gaya Balik (Reaksi) = - k.x

Fr

Fr = Gaya Redaman = - b.dx/dt b = konstanta,


m

dimana jika dikalikan dengan kecepatan (=dx/dt)


merupakan Gaya Redaman ; m = massa (konstan)

Gambar 10.3

Persamaan Getaran Terredam dapat dituliskan :

F = - Fb - Fr m.d2x/dt2 = - k.x - b.dx/dt


atau : d2x/dt2 = - k.x/m (b.dx/dt)/m
d2x/dt2 + (b.dx/dt)/m + k.x/m = 0
baik b maupun m merupakan konstanta, bisa diambil harga : b/m = 2r ; k/m = 2
dimana : r = Konstanta Redaman !
maka : d2x/dt2 + 2r(dx/dt) + 2x = 0 (1) Ini adalah Persamaan Diferensial
.

Homogen Orde Dua dimana penyelesaiannya adalah : x = C.e t ...(2)

e = bilangan alam = 2,718281828 ; C dan = Konstanta Bebas


.t

Jika persamaan (2) didiferensialkan sekali ke t diperoleh : dx/dt = C.e

.t

Jika persamaan (2) didiferensialkan duakali ke t diperoleh : d2x/dt2 = 2 C.e


74

Substitusikan harga-harga ini ke persamaan (1) maka :


.t

2 C.e

+ 2r C.e t + 2C.e t = 0 C.e t ( 2 + 2r + 2) = 0

C.e t mempunyai harga, maka : 2 + 2r + 2 = 0, ini adalah bentuk persamaan


kwadrat dari dimana r dan merupakan konstanta, yang menghasilkan harga
1 = r + (r2 2) dan 2 = r (r2 2) Maka jika harga-harga ini di
masukkan ke persamaan (2) diperoleh :

x = C1.e (

r + (r2 2) t

+ C2.e (

r r2 2) t

......(3)

Pers. ini bisa ditulis : x = C1.exp( r + (r2 2))t + C2.exp ( r + (r2 2))t
dimana C1 dan C2 adalah konstanta. Bentuk nyata persamaan (3) ini tergantung
apakah : r2 > 2 , atau : r2 = 2 , atau : r2 < 2
Jika r2 > 2 : maka (r2 2) adalah real dan lebih kecil dari r, menyebabkan
pangkat r + (r2 2) dan r (r2 2) persamaan (3) adalah negatif, ini
berarti perpindahan simpangan x secara kontinyu berkurang dengan waktu.
Simpangan partikel akan kembali ke posisi seimbangnya tanpa terjadi getaran.
Gerak seperti ini dinamakan OVER DAMPED
Jika r2 = 2 : maka (r2 2) = 0, harga ini tidak memenuhi persamaan (3), oleh
karena itu kita asumsikan bahwa (r2 2) mempunyai harga, meskipun sangat
kecil, ini menyebabkan pangkat r + (r2 2) dan r(r2 2) persamaan (3)
juga berharga negatif, dan lebih negatif dari jika r2 > 2 Maka simpangan dari
partikel akan kembali ke posisi seimbangnya lebih cepat dari jika r2 > 2 dan
tanpa terjadi getaran. Gerak seperti ini disebut CRITICAL DAMPED.

Jika r2 < 2 : maka harga (r2 2) adalah imajiner, disini terjadi getaran bolak
balik yang makin lama makin lemah. Maka disini terjadi GETARAN TERREDAM.
(r2 2) adalah imajiner, jadi (r2 2) = i ( 2 r2) i = bilangan imajiner
75

i = -1 ; ( 2 r2) = ini dinamakan : frekwensi sudut getaran teredam


=2 /T=2f T=periode getaran teredam ; f=frekwensi getaran teredam
Sehingga periode getaran teredam : T = 2 / = 2/ ( 2 r2)
Maka (r2 2) = i = ( 2 r2) ; Harga ini dimasukkan ke persamaan (3)
maka : x = C1.e (

r + i. ) t

+ C2.e (

r i. ) t

Jadi : x = e
Berdasarkan teori matematik, e

+i.

=e

r.t

r.t

(C1.e + i.

(C1.e + i.

. t

. t

+ C2.e (

+ C2.e (

i. ) t

= cos + i sin , dan e

-i.

i. ) t

)..(4)
= cos i

sin
Maka pers. (4) menjadi : x = e
Dapat ditulis : x = e

r.t

r.t

(C1(cos t + i.sin t) + C2(cos t - i.sin t))

(C1+C2)cos t + i(C1-C2) sin t)

Ambil C1+C2 = a sin dan i(C1-C2) = a cos , dimana a dan


Maka : x = e

r.t

adalah konstanta

(a.sin. cos t + a.cos. sin t) sehingga dari persamaan ini

Diperoleh persamaan Simpangan Getaran Terredam x pada waktu t :

x = a. e
a. e

r.t

= amplitudo getaran terredam ; e

r.t

r.t

sin ( t + ) .(5)

= faktor redaman ; e = 2,71828

( t + ) = fase getaran terredam ; r = konstanta redaman


Apabila persamaan ini didiferensialkan ke t menghasilkan persamaan Kecepatan
Getaran Teredam pada saat t , jadi :

v = dx/dt = r. a. e

r.t

a. e

sin ( t +) +

r.t

cos ( t + )

> untuk

r<<
maka : r.a. e

r.t

sin (t +)

dapat diabaikan, sehingga besar kecepatan v :


v = a. e

r.t

cos ( t + ) .....(6)

76

Grafik Simpangan Getaran Terredam sebagai fungsi waktu t :

x = a. e

r2 = 2
r2 > 2

r.t

( Dimana :

sin ( t + )
r2 < 2 )

+a. e r.t

t
a. e r.t
-a
Gambar 10.4
Dissipasi (hamburan) Daya P dalam Getaran Terredam :
Ketika sebuah benda mengalami getaran teredam maka energi total (ET) nya lambat
laun akan terus berkurang, yang berarti mengalami dissipasi daya, yakni ada daya yang
terhambur keluar sistim. Daya P merupakan diferensial dari energi terhadap waktu, jadi
P = dET/dt ET = Energi potensial (Ep) + Energi kinetic Ek)
ET = Ep + Ek

Ep = k.x 2 , sedang Ek = m.v2 ; Dari sini masing-masing energi dapat ditulis :


Ep = k.x 2 = k(a. e

r.t

Ek = m.v2= m.(a. e

sin ( t + ))2 = k.a2. e


r.t

2 r.t

sin 2( t + )

cos (t + )) 2 = m.a2. e

2 r.t

( )2cos 2( t + )

Untuk r<< maka berdasarkan hubungan ( 2 r2) = , besar =


Ek = m.a2. e

2 r.t

sehingga

2cos 2( t + ) dimana m. 2 = k , sehingga persamaan ditulis :


Ek = k.a2. e

2 r.t

cos 2( t + ) >

77
Diperoleh : ET =Ep+Ek = k.a2. e

2 r.t

sin2( t + ) + k.a2. e

2 r.t

cos2( t +

)
ET = k.a2. e

2 r.t

((sin2( t + ) + cos2( t + )) >

ET = k.a2. e

Jadi Besar Energi Total pada saat t adalah : ET = k.a2. e

2 r.t

2 r.t

(joule)..(7) Maka

Daya Terdissipasi = Daya yang hilang keluar sistim


adalah P = - dET/dt = - d( k.a2. e

2 r.t

)/dt dengan demikian :

P = r. K.a2. e

2 r.t

(watt)......................(8)

15
10.3.Getaran Paksa (Tak Terredam)
Pada peristiwa disini, getaran tidak mengalami hambatan dari gaya redaman
tetapi ada gaya paksa dari luar yang menambah kekuatan gerak benda, misal
ada benda yang bergerak-gerak diatasnya dengan gaya paksa Fp

Fp

F = Gaya Aksi = m.a = m.d2x/dt2

Fb = Gaya Balik (Reaksi) = - k.x


Fb

Fp = Gaya Paksa : gaya ini merupakan fungsi


sinus/cosinus, sehingga dapat dituliskan :
m

F
Gambar 10.5

Fp = Fmax sin t Fmax = gaya paksa maksimum


= frekwensi sudut paksa = 2/T = 2f
= frekwensi sudut alami = 2 / = 2 f

=2 /T=2 f T =periode getaran paksa ; f =frekwensi getaran


paksa
78
Fmax sin t k.x = m.d2x/dt2 d2x/dt2 +k.x/m = Fmax sin t/m.(1)
Penyelesaian dari persamaan ini adalah x = xc + xp dimana :
xc = x complementary (pelengkap) ; xp = x particular (khas)
Besar harga xc = A sin (t + ) , sedang harga xp = C sin t...(2)
(C : adalah konstanta yang merupakan Amplitudo dari simpangan getaran!)
Diferensial dari xp ke t menghasilkan : dx/dt = C cos t, dan
apabila didiferensialkan sekali lagi maka : d2x/dt2 = -2 C sin t........(3)
masukkan persamaan (2) dan (3) ke persamaan (1), maka diperoleh :
-2 C sin t + k. C sint/m = Fmax sin t/m ; dari persamaan ini
diperoleh harga C = (Fmax/m) / ((k/m)- 2), atau C = (Fmax/k) / ( 1-(/)2
( Ingat, = k/m ) Dengan demikian maka penyelesaian persamaannya :
xp = (Fmax/k) sin t / (1-(/))2

sehingga solusi totalnya :

x = xc + xp = A sin (t + ) + (Fmax/k) sin t / (1-(/))2


xc = Simpangan ini bersifat transient, terjadi hanya sesaat
xp = Simpangan setelah gaya paksa beraksi terhadap benda yang bergetar

Dengan demikian maka besar kecepatan getarannya pada saat tertentu adalah :
v = dx/dt = d [(Fmax/k) sin t / (1-(/))2] / dt
Jadi besar kecepatan

v = Fmax cos t / k(1-

(/))2
Jadi besar Energi total Et = Ep + Ek, dimana :
Ep = kx2 = k{(Fmax/k) sin t / (1-(/))2 }2
Ek = mv2 = m { Fmax cos t / k(1-(/))2}2

79

16

10.4. Getaran Paksa Terredam


Getaran disini mengalami gaya redaman yang menghambat gerakan, dan gaya
paksa dari luar yang memaksa benda untuk terus bergetar.

Fp
Fp = Gaya Paksa = Fmax sin t
Fr = Gaya Redaman = - b.dx/dt
Fb

F = Gaya Aksi = m.a = m.d2x/dt2


Fb = Gaya Balik (Reaksi) = - k.x
Persamaan Gaya pada Getaran Paksa Terredam

Fr

dapat dituliskan sebagai :


m.d2x/dt2 = - k.x - b.dx/dt + Fmax sin t

Gambar 10.6

d2x/dt2 = - k.x/m b(dx/dt)/m + Fmax sin t/m

d2x/dt2 + b(dx/dt)/m + k.x/m = Fmax sin t/m


Ambil : k/m = 2 ; b/m = 2r ; Fmax /m = fmax
( Ingat , fmax disini adalah gaya per massa, bukan frekwensi! )
Maka persamaan menjadi : d2x/dt2 + 2r(dx/dt) + 2x = fmax sin t ..(1)
Bentuk penyelesaian dari persamaan diferensial ini adalah :
x = A sin (.t - ) .(2) A dan = konstan
Apabila persamaan (2) ini didiferensialkan ke t diperoleh :
dx/dt = Acos (.t - ) (3) ; d2x/dt2 = -2A sin (.t - ) (4)
80

Masukkan persamaan (3) dan (4) ke persamaan (1), maka diperoleh :


-2A sin (.t - ) + 2rAcos (.t - ) + 2A sin (.t - ) = fmax sin t
fmax sin t = fmax sin {(t -) + }
-2A sin (.t - ) + 2rAcos (.t - ) + 2A sin (.t - ) =
fmax sin (t -) cos + fmax cos(t -) sin
( 2-2)sin (.t - )+ 2rAcos (.t - ) =
fmax sin (t -) cos + fmax cos(t -) sin
Untuk semua nilai t yang memenuhi persamaan ini maka : harga koefisien dari tiap
suku dikedua sisi haruslah sama, sehingga : koefisien fungsi sinus disisi kiri = disisi
kanan , demikian pula koefisien fungsi cosinus disisi kiri = koefisien fungsi cosinus
disisi kanan, ( 2-2) = fmax cos ......(5)

dan 2rA = fmax sin .......... (6)

Jika persamaan (5) dan (6) masing-masing dikwadratkan kemudian dijumlahkan, maka
diperoleh :

{( 2-2)}2 + (2rA)2= fmax2 cos2 + fmax2 sin2 = fmax2 (cos2 +


sin2)
2{( 2-2)2 + (2r) 2} = fmax2 Jadi besar :
A = fmax /( 2-2)2 + (2r) 2... (7)
Dengan memasukkan harga A pada persamaan (7) ke persamaan (2) maka diperoleh :
Persamaan Simpangan Getaran Paksa Terredam :
x = fmax sin(t -) /( 2-2)2 + (2r) 2........... (8)
(Ingat, fmax adalah = Fmax /m = Gaya Paksa Maksimum per massa benda yang
bergetar!) Amplitudo getarannya adalah

A = fmax /( 2-2)2 + (2r) 2 , dan

merupakan besaran yang konstan.


81
Besar kecepatan benda yang bergetar dapat ditentukan dengan menurunkan
(mendiferensialkan) simpangan x ke waktu t, diperoleh :
v =dx/dt=d{fmax sin(t-) /( 2-2)2 +(2r) 2 }/dt =

.fmax cos(t -) /( 2-2)2 + (2r) 2


Jadi kecepatan getaran pada saat t :
v = .fmax cos(t -) /( 2-2)2 +
(2r) 2................................... (8)
Untuk menentukan besar sudut dapat dilakukan dengan cara membagi persamaan
(6) dengan persamaan (5) (2rA = fmax sin ) / ( ( 2-2) = fmax
cos))> diperoleh sin / cos =

2rA /(( 2-2)

Maka : tg =
(9)
Resonansi Amplitudo :

2r / ( 2-2).......

Persamaan amplitudo A menunjukkan bahwa getaran paksa tergantung kepada harga :


( 2- 2), yakni tergantung kepada besar harga frekwensi sudut alami

dan

frekwensi sudut paksa dari getaran. Jika beda harga antara keduanya semakin
kecil maka harga amplitudo semakin besar (Keterangan : = 2 f , dimana f =
frekwensi getaran alami, sedang = 2 f,dimana f= frekwensi getaran
paksa!).Ada frekwensi getaran paksa tertentu yang membuat besar amplitudo getaran
menjadi maksimum, yang dinamakan Frekwensi Resonansi, dan fenomena dimana
amplitudo menjadi maksimum ini diberi nama : Resonansi Amplitudo. Amplitudo
getaran akan menjadi maksimum jika harga denominator dari ( 2-2)2 + (2r) 2
adalah minimum. Hal ini terjadi jika koefisien dari diferensial (turunan) pertamanya =
0, jadi

d{( 2- 2)2 + (2r ) 2 }/d = 0

2( 2- 2)(-2 ) + 4r2(2 ) = 0 2- 2 =2r2

Dengan demikian :

= ( 2-2r2)
82

Karena frekwensi getaran paksa adalah : f = / 2

(Ingat, = 2 f '')

maka :
Besar Frekwensi Resonansi (yang membuat amplitudo getaran menjadi maksimum) :
f = ( 2-2r2) /

(10)
Jika redamannya kecil ( r kecil), maka frekwensi resonansi f sangat mendekati
frekwensi alami f = /2 , sehingga jika r=0 maka =
fek redaman pada respons terhadap resonansi : Ketika kondisi amplitudo adalah
maksimum,
Fmax/m !

( 2-2r2) , maka Amaks = fmaks / 2r(r2+2) fmaks =

Ini menunjukkan bahwa amplitudo maksimum tergantung kepada redaman r,


semakin kecil redaman, semakin besar harga amplitudo maksimumnya.
Efek Redaman pada Ketajaman Resonansi : Amplitudo getaran paksa adalah
maksimum untuk suatu nilai tertentu dari frekwensi paksa. Untuk redaman kecil, nilai
frekwensi paksa nyaris sama dengan frekwensi alami. Dibawah kondisi ini maka terjadi
resonansi. Telah diketahui bahwa amplitudo dari getaran paksa adalah :
A = fmax /( 2-2)2 + (2r) 2

dimana adalah frekwensi sudut alami, frekwensi

sudut paksa dan r adalah konstanta redaman. Ini menunjukkan bahwa amplitudo
getaran paksa tergantung kepada besar relatif dari frekwensi paksa dan frekwensi
alami , serta konstanta redaman r.
Dibawah ini digambarkan hubungan antara amplitudo getaran paksa A versus
perbandingan / untuk sejumlah redaman yang bervariasi :

83

A
(a)
(b)
(c)

r=0
r = kecil

(d)

r = medium
r = besar

0,5

1,5
<

>

2

/

Keterangan : Untuk frekwensi sudut paksa sangat kecil, amplitudo adalah nyaris
sama untuk semua harga redaman. Ketika bertambah maka amplitudo juga
bertambah dan menjadi maksimum pada harga tertentu yang mana tergantung pada
redaman. Kurva (a) menunjukkan amplitudo ketika r = 0, yakni ketika nggak ada
redaman. Dalam keadaan ini amplitudo menjadi tak terhingga pada saat = .
Kurva (b), (c), dan (d) menunjukkan bahwa pada saat r bertambah maka puncak kurva
bergerak kearah kiri yakni harga untuk mana amplitudo maksimumnya berkurang.
Lebih lanjut, ketika redaman r bertambah, puncak bergerak kearah bawah, yakni
amplitudo maksimum dari getaran paksa semakin menurun. Pada saat bertambah,
amplitudo cenderung kearah nol. Dapat dilihat bahwa kurva untuk harga r yang kecil
akan jatuh dengan cepat dibanding r yang lebih besar.
84
Ini berarti bahwa untuk permulaan yang sama dari kondisi resonansi, amplitudo getaran
akan jatuh dengan cepat ketika redaman adalah kecil, dan jatuh pelan-pelan ketika
redamannya besar. Dapat disimpulkan bahwa : semakin kecil redaman, maka resonansi
semakin tajam.
Contoh Soal 1 :
Sebuah benda bermassa 100 kg bergetar terredam mengikuti persamaan simpangan :

x = 4e -0,05t cos (2t/3 - /5)

Hitung besar Energi total getaran pada saat benda bergetar selama 10 sekon!
Contoh Soal 2 :
2. Benda yang mengalami getaran paksa terredam mempunyai simpangan getaran :
2

x = fm sin (2t/6 - /3) / ( 22) +4r22


Apabila gaya paksa maksimumnya 2000N ; massa benda yang bergetar 100kg ;
frekwensi sudut paksa 0,04 ; frekwensi sudut alami 0,06 ; dan konstanta redaman
adalah 0,02 , tentukan besar amplitudo dari getaran tersebut! g = 9,8m/s2

85

17
11. GELOMBANG MEKANIS
Gelombang adalah gangguan/usikan yang merambat. Gelombang yang memerlukan
medium (zat penghantar) didalam perambatannya adalah Gelombang Mekanis, sedang
gelombang yang tidak membutuhkan medium didalam perambatannya adalah
Gelombang Elektromagnetis. Berdasarkan dimensinya maka gelombang ada yang 1
dimensi, 2 dimensi, dan 3 dimensi. Gelombang juga dapat dibagi menjadi gelombang
pulsa dan gelombang periodik. Dapat dikatakan bahwa gelombang periodik merupakan
rangkaian dari gelombang pulsa. Disini akan dibahas Gelombang Mekanis :

Pada 3 grafik gelombang pulsa 1 dimensi ini, fungsi matematiknya dapat ditulis
sebagai :
y

x
(1)

y = f(x)

(2) y = f(x-a)

v.t
(3)

x
y = f(x-v.t)

Gambar : (1),(2),dan(3) adalah gelombang pulsa 1 dimensi


Adapun pada grafik gelombang periodik 1 dimensi berikut, fungsi matematiknya dapat

y = ymsin k (x-v.t)

dinyatakan dengan :

ym = Amplitudo gelombang
k = angka gelombang

t
-A

(berharga k = 2/)
= panjang gelombang

Gambar : Gelombang periodik 1 dimensi Dapat ditulis : y = ym sin (kx-kv.t)


86

Atau : y = ym sin (kx-.t)

(Perhatian: pada pembahasan gelombang disini maka simbol untuk Amplitudo tidak
menggunakan huruf A tetapi dengan ym karena huruf A disini untuk simbol luas! )
Sebelum menghitung energi gelombang, perlu didefinisikan dulu beberapa pengertian
sebagai berikut : Intensitas I adalah besar energi E yang mengenai bidang seluas A per
satuan waktu t. Jadi I = E/(t.A) (J/s.m2) ; karena Daya P = Energi per waktu = E/t (J/s
=watt) maka I = P/A watt/m2). Dalam perhitungan teoritis, sering dihitung secara
elementer, sehingga Intensitas dapat ditulis I =dE/(dt.dA) (J/s.m2), demikian pula Daya
P : P = dE/dt (watt) ,dimana : E = elemen energi ; dt = elemen waktu ; dA = elemen
luas)

A
E

I = E/(t.A)=dE/(dt.dA) J/s.m2(=W/m2)

Rapat massa untuk benda 3 dimensi dikenal sebagai rapat massa volum yang
harganya : = m/V atau dm/dV ; sedang benda yang hanya 2 dimensi adalah rapat
massa luasan = m/A atau dm/dA, adapun untuk benda 1 dimensi adalah rapat
massa linier = m/x atau dm/dx (dm = elemen massa, dV=elemen volum, dA=
elemen luasan, sedang dx = elemen panjang)
Pada persamaan simpangan gelombang diatas yakni: y = ym sin (kx-.t) , maka
persamaan kecepatannya dapat diperoleh dengan mendiferensialkan y ke waktu t ,
jadi :Kecepatan v = dy/dt = d[ym sin (kx-.t)]/dt = - . ym cos(kx-.t).
Harga Energi total gelombang = Energi Potensial + Energi Kinetik, atau :
ET = EP + Ek Harga rata-rata: ET (rata-rata) = EP (rata-rata) + Ek (rata-rata) ;
Adapun EP (rata-rata) =Ek (rata-rata) , ini dapat dituliskan dalam bentuk elemen :
dET(rata-rata)=dEP(rata-rata)+dEk(rata-rata),Sedang: dEP(rata-rata)=dEk (rata-rata)
87
Karena harga rata-rata energi porensial = harga rata-rata energi kinetik, maka dengan
menghitung salah satu saja, dapat diperoleh besar energi total rata-rata. Disini akan
dihitung besar elemen energi kinetik rata-rata dEk (rata-rata) yang dihitung dari dEk
pada gelombang periodik 1 dimensi seperti pada gambar diatas.
Besar energi kinetik EK = m.v2 maka dEK = dm.v2 = dm[- . ym cos(kx-.t)] 2
dEK = dx[- . ym cos(kx-.t)] 2 = dx 2. ym2 cos2 (kx-.t)]
= dx 2. ym2 [ 1/2 (1+ cos2 (kx-.t))]
= dx 2. ym2 + 1/4 dx 2. ym2cos2 (kx- .t))
Suku yang pertama tidak mengandung waktu t, berarti setiap saat harganya tetap sama,
sedang suku yang kedua mengandung waktu t dan merupakan fungsi cosinus, yang

harga rata-ratanya = 0 ( Maksimum fungsi cos = 1, sedang minimumnya = -1, rataratanya=0), sehingga harga rata-rata elemen energi kinetik dEk (rata-rata) =
dx 2. ym2 yang berarti besar dEP (rata-rata) = dx 2. ym2
Dengan demikian besar Energi Total rata-rata : dET (rata-rata) =
dx 2. ym2 + dx 2. ym2 = 1/2 dx 2. ym2
Apabila ruas kiri dan ruas kanan didiferensialkan ke t maka :
dET /dt(rata-rata) =1/2 dx/dt 2. ym2 , ini sama dengan P = 1/2 .v. 2. ym2
Apabila ke dua ruas persamaan ini kita bagi dengan luas A maka diperoleh :
P/A = 1/2 (/).v. 2.ym2 dimana (/) = ,

yang berarti Intensitas :

I = 1/2 . v. 2.ym2
Ini adalah rumus Intensitas Gelombang Mekanis 3 dimensi,yang dipakai untuk
menghitung besar Intensitas seluruh jenis Gelombang Mekanis 3 dimensi, termasuk
Gelombang Bunyi.

18

88

11.1.

BUNYI

: Adalah gelombang mekanis longitudinal 3 dimensi yang dapat

dideteksi oleh sistim pendengaran manusia. Jangkau frekwensi pendengaran manusia


adalah antara : 20 Hz sampai dengan 20.000 Hz, disebut frekwensi Audio ; dibawah 20
Hz = infrasonik ; diatas 20.000 Hz = ultrasonik. Kecepatan bunyi di udara = 350 m/s.
Kecepatan dibawah kecepatan bunyi di udara disebut : subsonik, sedang kecepatan
diatas kecepatan bunyi diudara disebut supersonik. Ternyata kemampuan dengar
telinga manusia tidak berbanding lurus dengan intensitas bunyi (I) yang datang, oleh
karena itu digunakan besaran lain yang lebih mewakili kesebandingan tersebut. Ada 2
macam yang biasa digunakan yakni :

1). Disebut Taraf Intensitas Bunyi ( ) berdasarkan perbandingan logaritmik Intensitas


datang dengan Intensitas ambang, yang persamaannya adalah :

log (I/Io) dB ;

= 10

Io= 10-12 W/m2


I = Intensitas bunyi yang datang
Io= Intensitas ambang = Intensitas terlemah
yang mulai dapat terdengar

2) Taraf Tekanan Bunyi (P) berdasarkan tekanan datang, berdasarkan perbandingan


logaritmik Tekanan datang dengan Tekanan ambang, yang persamaannya adalah :

P=1
0log(P/Po)2dB

=20 log (P/Po)dB ; Po=

2.10-5 N/m2
P = Tekanan bunyi yang datang
Po= Tekanan ambang = Tekanan terlemah
yang mulai dapat terdengar
89

Contoh Soal 1: Dalam sebuah auditorium, besar taraf intensitas bunyi ditempat C
adalah 80dB. Apabila jarak dari sumber bunyi : S ke A = 10m, S ke B = 20m, dan S ke
C = 30m, tentukan : a). Besar Daya dari sumber S b). Intensitas di A dan di B c).
Energi yang diterima oleh bidang seluas 4m2 di C!

C
B
A
Kunci : Daya P diwilayah bola hayal A = P diwilayah
bola hayal B = P diwilayah bola hayal C !

Contoh Soal 2 :
Taraf intensitas bunyi di ruangan kuliah sebuah kampus yang berdekatan dengan
lokasi industri adalah 70 dB. Agar situasi belajar lebih tenang maka ruangan
kuliah tersebut dipindah ke tempat lain yang jaraknya 4 kali jauhnya dari tempat
semula. Hitung besar taraf intensitas bunyi di tempat yang baru tersebut!
Contoh Soal 2 :
Tentukan taraf intensitas bunyi dari suatu sumber bunyi yang intensitasnya
sama dengan: a) 100 kali intensitas ambang b).10000 kali intensitas ambang
Efek Doppler
Gelombang mekanis berupa bunyi, merambat dengan kecepatan terbatas. Oleh karena
itu dimungkinkan untuk seorang pengamat yang mengukur gelombang untuk bergerak
relatif terhadap gelombang tersebut, atau sumber gelombang yang bergerak relatif
terhadap pengamat.
90
Pergerakan pengamat ataupun sumber bunyi tentu mempengaruhi besar frekwensi yang
diukur. Efek Doppler adalah peristiwa pergeseran frekwensi dan panjang gelombang
sebagai akibat dari gerak sumber bunyi pada suatu medium, gerak penerima bunyi pada
suatu medium, atau bahkan gerak dari medfium itu sendiri.
1. Sumber bunyi yang bergerak : Ditinjau sirene yang berbunyi dengan frekwensi fo.
( Berarti periode To = 1/fo ). Gelombang ini merambat dengan kecepatan v yang sama

(simetri) kesegala arah, dan panjang gelombangnya = v/fo. Tetapi jika sirene ini
bergerak dengan kecepatan vs terhadap medium, maka panjang gelombangnya lebih
pendek terhadap arah +vs, dan lebih panjang terhadap arah vs. Untuk jelasnya
perhatikan penjelasan berikut :
Diujung sebelah kiri terdapat pengamat A, dan diujung sebelah kanan terdapat
pengamat B, sedang sumber bunyi berada ditengah-tengah antara A dan B. Apabila
sumber bunyi bergerak ke kanan mendekati B maka selama satu periode To bergerak
pada jarak sebesar vs.To = vs/fo. Dengan demikian panjang gelombang berkurang
sebesar

= - vs/fo = (v vs)/fo Frekwensi dimana pengamat B menerima

gelombang yang mendekat menjadi : f = v/ = fo [v/(v-vs)] = fo/[1 (vs/v)] ;


Karena sumber bunyi menjauhi A maka panjang gelombang bertambah sehingga bagi
pengamat A : = + vs/fo = (v + vs)/fo Frekwensi dimana pengamat A menerima
gelombang yang menjauh : f = fo/[ 1 + (vs/v) ]
2. Pengamat yang bergerak : Misal seorang pengamat bergerak ke arah sumber bunyi
dengan kecepatan v dimana terdapat sumber bunyi diam dengan frekwensi fo. Karena
gelombang dari sumber bunyi juga mempunyai kecepatan yang menuju kepada
pengamat maka kecepatan pengamat perlu dimodifikasi menjadi :
v = v + | vr | vr = kecepatan relatif dari orang terhadap gelombang . dengan
demikian frekwensi gelombang juga perlu dimodifikasi menjadi:f = v/ = (v+|vr|)/
= fo+|vr|/ = fo(1+|vr|/v). Jadi : f = fo(1+|vr|/v).
91
Ketika pengamat bergerak kearah sumber gelombang berjalan, panjang gelombang nya
tak berubah, kecepatan gelombang bertambah dan frekwensi bertambah. Ketika
pengamat bergerak menjauh dari sumber gelombang, panjang gelombangnya juga tak
berubah, sedang kecepatan gelombang berkurang dan frekwensi gelombang berkurang.

Maka apabila seorang bergerak menjauhi sumber bunyi, kecepatannya sekarang: v =


v - |vr| ; f = (v - |vr|)/ = fo - |vr|/ Jadi : f = fo(1-|vr|/v)
3. Sumber bunyi bergerak dan Pengamat bergerak : jika semua gerakan berada
pada satu garis, misal pada sumbu x, maka kita dapat menggabungkan keduanya.
Setiap kecepatan termasuk gelombang, diberi tanda positif bila bergerak kekanan dan
negatif bila bergerak kekiri. Efek dari sumber yang bergerak adalah merubah panjang
gelombang tetapi tidak merubah kecepatan gelombang. Dan efek dari pengamat yang
bergerak adalah merubah kecepatan gelombang tetapi tidak merubah panjang
gelombang. Ini bisa dinyatakan dengan : = (v vs)/fo ; v = v vr ; dengan
demikian frekwensi termodifikasi f = v/ = (v vr)fo/(v vs)

Sumber dan

pengamat saling mendekat satu sama lain ketika vs dan v mempunyai tanda yang
sama, dan vr mempunyai tanda yang berlawanan. Dalam hal ini f bertambah atas fo.
Bila sumber dan pengamatb saling menjauhi satu sama lain, vr dan v mempunyai tanda
yang sama, sedang vs mempunyai tanda yang berbeda, frekwensi yang dirasakan
berkurang. Catat bahwa persamaan diatas ini adalah tidak simetris diantara sumber dan
pengamat. Jika kita tahu kecepatan relatif, kita dapat tahu siapa yang bergerak, sumber
atau pengamat. Apabila kecepatan pengamat dan sumber adalah kecil dibanding v
maka dapat ditunjukkan bahwa : f = fo{1+(vs-vr)/v}

92

19
12. MOMEN INERSIA
Inersia merupakan sifat pada benda yang menolak terhadap perubahan keadaan, jadi
benda yang diam senantiasa ingin diam, demikian pula benda yang sedang bergerak
dengan kecepatan konstan akan senantiasa berusaha mempertahankan keadaan

geraknya jika tidak ada gaya yang mempengaruhinya. Bisa dikatakan bahwa inersia
adalah ukuran seberapa sukar benda untuk dirubah dari keadaannya. Ada 2 inersia :
Inersia translasi adalah ukuran seberapa sukar benda untuk bergerak translasi, dan
Inersia Rotasi adalah ukuran seberapa sukar suatu benda untuk bergerak translasi. Dari
pengertian ini dapat diketahui bahwa Inersia Translasi tak lain adalah adalah sama
dengan massa (m) , sedang Inersia Rotasi adalah sama dengan Momen Inersia (I).
Momen Inersia dibedakan menjadi 2 :
Momen Inersia untuk benda partikel dan Momen Inersia untuk benda kontinyu
12.1. Momen Inersia benda partikel : apabila sebuah sistim terdiri dari sejumlah
benda yang dapat dianggap partikel (benda titik) maka besar :

I = mi.ri2 = m1.r12 + m2.r22 + m3.r32 + mn.rn2


r1 = jarak benda bermassa m1 ke sumbu putar
Contoh 1. Partikel A, B, dan C diputar mengelilingi sumbu putar seperti pada
gambar . Tentukan besar momen inersia sistim!

93
Jawab :

I = mA.rA2+mB.rB2+mC.rC2 = 2.02+5.02+1.32 = 9 kgm2


B

2kg

5kg
Sumbu putar

4m

B
3m

C
1kg
12.2. Momen Inersia Benda Kontinue : apabila benda yang akan diputar berukuran
besar maka besar momen inersianya : I = R2dm , dimana : dm = elemen massa =
dV ; = rapat massa benda = dm/dV = massa per volume ; dV = elemen volume ;
R = jarak dari elemen benda 3 dimensi bermassa dm ke sumbu putar
Rumus diatas juga berlaku untuk benda 1 dimensi (hanya mempunyai panjang saja)
dan benda 2 dimensi (hanya mempunyai luas saja)
Untuk benda 1 dimensi : I =

x2dm, dimana dm =

dx = massa per panjang

Disini x = jarak dari elemen benda 1 dimensi (dx) bermassa dm ke sumbu putar
Untuk benda 2 dimensi : I = r2dm, dimana dm = dA = massa per luas
Disini r = jarak dari elemen benda 2 dimensi (dA) bermassa dm ke sumbu putar.
Jadi : dV = elemen volume ; dA = elemen luas ; dx = elemen panjang!
Contoh 2 : Tentukan besar momen inersia dari tongkat sangat kecil (anggap hanya
dimensi) yang panjangnya L bermassa M dan diputar pada sumbu putar yang :
x

a). Tegak lurus pada ujung tongkat


x

b). Tegak lurus pada pusat tongkat


dx

(a)

(b)

94
Jawab : Rapat massa tongkat kecil adalah = M/L Jadi massa M = .L
L
(a) I =

x 2 dm =
0
0

L/2

x 2 dx =
0

L/2

x 2 dx = x 3/3
0
L/2

] = L /3= ML /3
3

(b) I =

x 2 dm =
-L/2

x 2 dx =
-L/2

x 2 dx = x 3/3
-L/2

] = L /12= ML /12
3

Teorema Sumbu Parallel : momen inersia suatu benda yang mengelilingi suatu
sumbu adalah diberikan oleh jumlah momen inersia yang mengelilingi sumbu yang
melewati pusat massa dan parallel terhadap sumbu yang diberikan dan hasil perkalian
total massa M dari benda dan kwadrat jarak d yang tegak lurus diantara dua sumbu.
Secara matematis dinyatakan sebagai :
I = I pm + M.d2
Ipm = momen inersia pada pusat massa benda
r=L
r = L/2

pm r = L/2

Tinjau dua buah bola baja yang bermassa sama masing-masing sebesar m dan ambil
dua sumbu putar yang parallel, satu melalui pusat massanya sistim dan satunya lagi
melalui salah satu massa bola baja. Untuk sumbu yang melalui pusat massa (pm), maka
momen inersianya adalah Ipm = m(L/2)2 + m(L/2)2 = mL2/2, sedang untuk sumbu yang
melalui salah satu sisi bola momen inersianya adalah I = mL2
95
Harga ini juga bisa diperoleh dari rumus I = I pm + M.d2 disini d = L/2, sedang M
= 2m, maka : I = mL2/2 + (2m)(L/2)2 = mL2
Contoh 3 : Suatu lembaran logam segi empat tipis bermassa M dengan lebar a dan
panjang b. Hitung momen inersia dari lembaran logam tersebut yang diputar pada
sumbu putar yang : a).Tegak lurus lembaran logam dan melalui salah satu sudutnya
b). Tegak lurus lembaran logam dan melalui pusat massanya.

z
O

dy
a

dx

x
(a)

(b)

Jawab : Rapat massa lembaran logam tipis yang lebarnya a dan panjangnya b adalah :
= M/A = M/a.b Massa M = .a.b
(a) Momen inersia dengan sumbu putar pada salah satu sudutnya (misal sumbu z) :
a

I=

dx
0
0
a

dy ( x2 + y2) = M/ab dx
0 0
b
a
b

dy (x 2 + y 2 ) =

( x dx dy + dx y dy ) = M/ab [ (a /3)b + (b /3)a ] = M(a +

M/ab
b2)/3

0
0
0 0
(b) Pusat massa terletak ditengah-tengah segi empat, berarti pada x = a/2 dan y = b/2
dan jarak terhadap tiap sudut adalah d2 = (a/2)2 + (b/2)2
Berdasarkan teorema sumbu parallel, I = Ipm + Md2
96

] = M(a + b )(1/3 1/4)

Ipm = I Md2 =M(a2 + b2 )/3 M (a/2)2 + (b/2)2

Jadi Momen inersianya I = M(a2 + b2 )/12.


Contoh 4. Menghitung momen inersia silinder pejal yang diputar pada sumbu putar
yang tegak lurus terhadap sumbu silinder : disini I = x2dm = x2 dV = x2 dx
= x2 L/Ldx

(x = jarak dari dm ke sumbu putar!)

(L = m = massa silinder pejal ; L = panjang silinder)

L
A

Batas integralnya dari sumbu

putar adalah :
h

-h sampai L-h sehingga : I = m/L-hL-h x2 dx

L-h

Diperoleh : I = m/3[L2-3Lh+3h2] kgm2

m = L

(Elemen massa dm)

dm=dx
dx
Contoh 5. Menghitung momen inersia silinder pejal yang diputar pada sumbu putar
yang sama dengan sumbu silinder : I = r2dm = r2 dV = r2 2 rdrL = 2L r3dr

L
R

( r = jarak dari elemen dm ke sumbu putar! )


Batas integralnya adalah dari 0 sampai R,

sehingga :

2LoR r3dr = 2L.1/4[r4]oR = m.R2


m =R2L

Jadi : I = m.R2 kgm2

2r

dr

(Elemen massa dm)

dm = 2rdrL
(Ini adl bentuk elemen dm di dalam silinder jika dibuka!)
97
Contoh 6 : Tentukan harga momen inersia sebuah bola pejal berjari-jari R yang rapat
massanya dan diputar dengan sumbu putar pada sumbu x seperti pada gambar!
R
Jawab : I = r2dm, dimana dm = dV

r
x

dm = r2dx ; r2 = R2 x2 sehingga :
dm = (R2 x2)dx

I = (R2 x2 ) (R2 x2)dx


= (R2 x2)2 dx
x
Batas integral dari 0 sampai R, maka
R
dx
I = ( R4-2R2x2+x 4)dx
o
I = [ R4x - 2/3R2x3 + 1/5 x 5 ] R = ( R4R - 2/3R2R3 + 1/5 R5 ) =
0

= ( R - 2/3R + 1/5 R ) = ( 8/15 R5 ) Karena m = V, sedang


m = 4/3R3 = 20/15R3, maka besar momen inersia : I = 2/5 mR2 .
5

Soal Latihan :
Tentukan besar momen inersia dari silinder pejal berjari-jari 0,5m panjang 10m dan
rapat massanya 12000 kg/m3 jika diputar dengan sumbu putar yang tegak lurus
terhadap sumbu silinder dan posisi sumbu putar tepat ditengah-tengah silinder !

98

20
13. FLUIDA (ZAT ALIR)
13.1. Fluida Statis

Ikatan antar molekul pada fluida jauh lebih lemah dibanding ikatan molekul pada
zat padat sehingga apabila ada suatu gaya yang bekerja pada fluida maka akan mengalami respons yang berbeda dengan jika gaya tersebut mengenai zat padat. Oleh
karena itu dalam membahas fluida banyak digunakan besaran tekanan (pressure = P),
dimana : Tekanan P = F/A ( F = gaya yang bekerja ; A = luas permukaan yang
mengalami gaya dalam arah tegak lurus arah gaya) Satuan tekanan adalah N/m2
atau pascal (Pa) ; Satuan lain untuk tekanan adalah atmosfir (atm) dimana :
1 atm = 101325 Pa ; Juga digunakan satuan toricelli (tor) dimana : 1 tor = 133,3 Pa

dF=dP.A

Fluida adalah zat alir, yakni zat yang dapat


mengalir, terdiri dari zat cair dan zat gas.
Ditinjau elemen zat cair bermassa dm yang

dy
y

F=P.A

berbentuk mirip koin yang luasnya A dan

tebalnya dy. Karena massa zat cairnya

dW=dm.g

maka berat elemen zat zair tersebut :

F=P.A
= rapat massa

dW = dm.g = .dV.g = ..dy.g


( g = konstanta percepatan gravitasi )
Elemen zat cair ini dalam keadaan statis,
berarti resultant gaya yang bekerja = 0

Jadi F = 0 Fx = 0 ;Fy = 0 Ditinjau gaya-gaya yang bekerja pada sumbu y :


Fy = 0 Gaya-gaya yang arahnya kebawah adalah gaya akibat berat elemen zat
cair (dW), gaya aksi yang disebabkan oleh berat zat cair diatas koin (F), dan gaya
akibat udara diatas permukaan zat cair (dF).
99
Gaya yang arahnya keatas adalah gaya reaksi (F) akibat adanya gaya aksi. Maka :
F+dF+dW = F
P.A + dP.A + ..dy.g = P.A dP = - .g.dy Jika persamaan ini diintegralkan

Po

dengan memasukkan batas-batas integral,


Dimana : P = tekanan pada kedalaman h

y2-y1 = h

y2
y1

Po= tekanan pada permukaan luar


y1= tempat bertekanan P diukur dari dasar
y2= tempat bertekanan Po diukur dari dasar
Po

=rapat massa

y2

dP = - .g.dy Po P = - .g (
P

y2 y1)

y1
Maka : P = Po + . g.h

Gaya apung dan Hukum Archimides


Suatu benda apabila dicelupkan kedalam zat cair akan mengalami beberapa
kemungkinan, tergantung kepada rapat massa dari benda tersebut dan rapat massa dari
zat cair itu sendiri. Tinjau sebuah balok yang rapat massanya dengan luas A dan
tinggi h, dengan demikian volume balok adalah V = A.h. balok tersebut sebagian
tercelup kedalam air yang rapat massanya a. Gaya keatas yang dialami oleh balok
adalah terkait dengan tekanan dari air. Berdasarkan rumus : P = Po + .g.h, sedang
P=F/A, maka : Fkeatas = P.A = Po.A +a.g.y.A ; y = jarak vertikal bagian balok yang
tercelup air!Gaya kebawah ada dua komponen : Tekanan atmosfir diatas balok dan
berat balok itu sendiri. Gaya oleh atmosfir = Fatm = Po.A, dan gaya akibat berat balok F
= m.g = ..h.g Dengan demikian besar gaya kebawah total F

kebawah

= Po.A +

.g.h.A Maka resultante gayanya (Gaya netto) pada balok F = F

kebawah

keatas

Po.A + g.h.A Po.A - a.g.y.A = .g.h.A- a.g.y.A


100
Keadaan seimbang mengapung menuntut keseimbangan gaya yakni F netto = 0.
Apabila harga gaya netto ini dibagi dengan g.A maka diperoleh : .h = a.y atau /a
= y/h Jika <a maka y/h < 1, ini berarti hanya sebagian saja dari balok yang

tenggelam. Jika = a, balok secara keseluruhan tenggelam dalam air dimana y = h.


Disini balok akan mengapung tepat dibawah permukaan air karena gaya keatas dan
gaya kebawah saling meniadakan. Jika > a maka balok pasti tenggelam secara
penuh. Untuk keadaan tenggelam maka : F netto = g.h.A - a.g.h.A > 0 Beda
harga dari berat balok g.h.A dikurangi F netto dikenal sebagai Gaya Apung (Buoyant
force). Jaqi Gaya Apung Fapung = F berat benda F netto. Untuk kasus balok yang
tenggelam sebagian maka Fapung = .g.h.A 0 = .g.h.A = a.g.y.A. Adapun jika
balok tenggelam secara kesdeluruhan, dimana y >=h maka gaya apungnya :
F

apung

= .g.h.A ( .g.h.A - a.g.h.A) = a.g.h.A Apabila V adalah volume

benda dibawah permukaan air ( V = y.A atau h.A tergantung apakah benda tenggelam
sebagian atau secara keseluruhannya ke dalam air) maka kita bisa mengkombinasikan
hasil kita ke satu pernyataan tunggal yakni : F apung = a.g.V ; Gaya apung melawan
gaya gravitasi pada benda ( .g.h.A) ; Archimides mengemukakan prinsip yang
berbunyi : Besar gaya apung pada benda yang tercelup sama dengan besar berat
zat cair yang dipindahkan oleh benda tersebut.
(a) F netto = 0 ; V<V ; Fapung = a.g.V = F = .g.V ; a.V = .V
F keatas

F kebawah

101

(b) F netto = 0 ; V=V ; = a


F keatas

y=h

F kebawah

F netto = g.h.A - a.g.h.A ; V=V ; > a


F keatas

F kebawah
y

+y
Keterangan :
V = Volume total benda : V = Volume bagian benda yang tercelup dalam air
= Volume air yang dipindahkan oleh benda
Contoh Soal 1 : Suatu bak mandi segi empat yang terbuat dari plastik mempunyai
panjang L= 1m, lebar W = 0,8m, tinggi t = 0,6m, dan massa M =200kg. Bak tersebut
terapung di danau. Berapa banyak orang yang bermassa masing masing m = 50 kg
dapat naik ke bak tersebut sebelum tenggelam?

102

L
Jawab : Misalkan jumlah orang yang naik sebanyak x sedang rapat massa air a =
1000 kg/m3. Jika bak tersebut tenggelam sedalam y, maka volume air yang dipindahkan
= gaya apung Fapung = air.L.W.y.g . Adapun gaya kebawah dengan sejumlah x orang
= Fkebawah = (M+x.m)g . Bak terapung dengan kedalaman y dimana : F

apung

=F

kebawah

Bak akan tenggelam pada saat y = t. Sebelum tenggelam, persamaan keseimbangannya


adalah : air.L.W.t.g = (M+x.m)g. air.L.W.t.g = M.g+x.m.g Harga g dikiri dan
kanan persamaan dapat dicoret sehingga banyaknya orang = x =(air.L.W.t.- M)/m =
(1000.1.0,8.0,6 200) / 50 = 280/50 = 5,6. Ini berarti jika bak dinaiki oleh 5 orang
(berarti massanya cuma 250 kg) bak masih terapung, tetapi jika dinaiki oleh 6 orang
(berarti massanya 300 kg) maka bak akan tenggelam.
Contoh Soal 2 : Suatu balon timah dengan rapat massa = 11300kg/m3 yang berisi
udara berjari-jari R = 0,1m secara total tercelup dalam tangki air seperti pada gambar
dibawah. Berapa ketebalan t dari kulit timah balon jika balon tersebut tidak terapung
juga tidak tenggelam? (Anggap t sangat tipis dibanding jari-jari R!) t << R
103
Jawab : Kita harus menghitung berat air yang dipindahkan oleh balon. Untuk itu kita
perlu menghitung volume timah dan volume udara didalamnya.Dalam hal balon tidak
tenggelam, secara pendekatan dapat diasumsikan bahwa tebal balon t jauh lebih kecil
dibanding jari-jari balon R t <<R = 0,1m. Maka volume timah Vt dapat di anggap
volume bola luar dikurangi volume bola dalam

sehingga jari-jarinya adalah R t , dimana t=0


2

karena sangat kecil, maka Vt = 4 R x t

Vt = 4 R t ; Berat timah Wt =4 R t..g

Berat air yang dipindahkan = Wa = a.Vt.g


Wa = 4/3 R3 .a.g Wa = Wt, maka :

4/3 R3 .a.g = 4 R t..g


Jadi tebal kulit timah balon t = R.a / 3
t = 1000.0,1 / 3(11300) = 0,0029m = 3 mm
( Bukti bahwa t<< R, atau 0,0029m<<0,1m)

21
13.2. Fluida dinamis
Suatu zat cair yang mengalir dapat menghasilkan kondisi yang kompleks, misalnya
terjadi pusaran aliran, timbulnya gesekan internal, dan sebagainya. Disini yang akan
dibahas adalah zat cair yang ideal, yang memenuhi sejumlah kriteria tertentu, antara
lain : zat cair yang mengalir tidak kental, tidak dalam keadaan terkompresi, tidak ada
gesekan internal, alirannya tidak turbulen ( berpusar), dan sebagainya.
Persamaan Kontinuitas : Ditinjau suatu elemen zat cair bermassa dm1 yang mengalir
di pipa 1 yang luasnya A1 dalam waktu dt ( dt = elemen waktu) dan dengan kecepatan
v1. Massa dm1= dV1 (dV1=elemen volum). Elemen massa dm1 tersebut berbentuk koin
yang luasnya A1, maka besar dm1= dV1 = . A1.v1.dt
104
Gerakan dm1menyebabkan elemen massa di pipa 2 bermassa dm2 yang luas pipanya A2
bergerak dengan kecepatan v2 dalam waktu dt juga .

v2
A2 dm2

Jadi :
dm1 = dV1 = . A1.v1.dt
dm2 = dV2 = . A1.v1.dt
dm1 = dm2 Maka :

A1 v1

. A1.v1 = . A2.v2 , atau :

A1.v1 =

dm1

A2.v2 = R (m3/s)

( R disebut Debit )

Persamaan Bernoulli :

A2
A1

h2
h1
(a)

v2
v1

F2=A2P2

F1=P1.A1

h2
h1

L1

(b)

L2

105

KETERANGAN :
Sebuah pipa mempunyai ukuran penampang yang berbeda pada bagian bawah dan
bagian atasnya. Luas penampang pipa bawah = A1, sedang luas penampang pipa atas
= A2 . Pipa pada gambar (a) berisi zat cair yang rapat massanya yang masih diam .

Kemudian pada gambar (2), tutup pipa bawah yang luasnya A1 didorong dengan gaya
F1 sampai sejauh L1 menyebabkan tutup pipa atas yang luasnya A2 bergeser sejauh
L2 ( Timbul gaya reaksi F2 akibat adanya gaya aksi F1). Pada peristiwa ini, gaya F1
melakukan kerja sebesar = F1L1 , sedang gaya F2 melakukan kerja sebesar = F2.L2
Karena zat cair yang bermassa m dipindahkan dari tempat berketinggian h1 ke tempat
lain berketinggian h2 , sedang gaya gravitasi bumi berarah kebawah (berlawanan
dengan arah gerak zat cair ) maka kerja oleh gaya gravitasi besarnya = m.g.h 1- m.g.h2
Dengan demikian besar kerja yang dilakukan oleh seluruh gaya (gaya resultan) =
F1L1+ F2.L2 + (m.g.h1- m.g.h2)
Menurut Teorema Kerja Energi : Besar kerja yang dilakukan oleh gaya resultan
yang beraksi terhadap sistim = Besar perubahan Energi Kinetik dalam sistim itu.
Besar energi kinetik dipipa bawah = m.v12, sedang besar energi kinetik dipipa atas
= m.v22. Maka besar perubahan Energi Kinetik dalam sistim = m.v22 m.v12
Berdasarkan Teorema Kerja Energi maka diperoleh persamaan :
F1L1+ F2.L2 + (m.g.h1- m.g.h2) = m.v22 m.v12
P1A1L1+ P2A2.L2 + (m.g.h1- m.g.h2) = m.v22 m.v12
A1L1 = A2.L2 = volume zat cair yang ditinjau = m/ , sehingga :
P1.m/ + P2.m/ + m.g.h1- m.g.h2 = m.v22 m.v12
(P1+ P2) / = - g.h1 + g.h2 + .v22 .v12 , ini dapat ditulis :

P1+ . v12 + g.h1=P2 + . v22 + g.h2


( Dinamakan Persamaan Bernoulli )
106
Keseimbangan Benda Terapung (TOPIK INI TIDAK TERMASUK YANG
DIPRESENTASIKAN)
Apabila suatu benda dimasukkan ke dalam zat cair maka terdapat dua kemungkinan
yakni tenggelam atau terapung. Hal ini terkait dengan adanya dua macam gaya yang
bekerja terhadap benda tersebut dan saling berlawanan arah yakni gaya gravitasu dan

gaya dorong keatas oleh zat cair. Jika gaya gravitasi lebih besar dari gaya dorong
keatas maka benda akan tenggelam, sebaliknya jika gaya gravitasi lebih kecil dari gaya
dorong keatas, benda akan terapung. Archimides menyatakan : Ketika suatu benda
dicelupkan sebagian atau keseluruhannya kedalam zat cair, ia akan mengalami gaya
dorong keatas oleh suatu gaya yang besarnya sama dengan berat zat cair yang
dipindahkan oleh benda itu , dengan kata lain, gaya resultant yang beraksi pada benda
itu adalah sama dengan perbedaan antara gaya keatas oleh zat cair dan gaya kebawah
oleh gravitasi. Kecenderungan dari zat cair untuk mendorong keatas dari benda yang
dicelupkan dikenal sebagai gaya apung, ini selalu sama dengan berat zat cair yang
dipindahkan oleh benda. Jika gaya apung lebih besar dari berat benda maka benda
akan didorong keatas sampai terapung, tdetapi jika gaya apung lebih kecil dari berat
benda maka benda akan tenggelam. Pusat gaya apung adalah tempat suatu titik
dimana gaya apung ditetapkan beraksi. Ini selalu merupakan pusat berat dari volume
zat cair yang dipindahkan. Dengan kata lain, pusat gaya apung adalah pusat dari
wilayah bagian yang dicelupkan.
Metacentre
Ketika suatu benda terapung pada suatu cairan, ada pergeseran sudut kecil,
kemudian mulai bergetar disekitar titik tertentu. Titik disekitar mana benda mulai
bergetar pada saat terapung disebut metacentre.
Jadi, metacentre (M) adalah interseksi dari suatu garis yang melewati pusat gaya apung
(B) dan pusat berat dari benda (G), dengan garis vertikal yang melalui pusat gaya
apung yang baru B).
107

M
1
A

B
2

G
B

3
C

4 D

Tinggi metacentre
Jarak diantara pusat gravitasi G suatu benda yang terapung dan metacentre M yakni
jarak GM disebut tinggi metacentre. Suatu kenyataan bahwa tinggi metacentre suatu
benda yang terapung merupakan ukuran kestabilannya, semakin tinggi metacentre dari
suatu benda yang terapung, maka ia akan semakin stabil. Dalam rancangan modern,
tinggi metacentre suatu kapal senantiasa dihitung dengan teliti untuk mengecek
kestabilannya.
Cara mengukur tinggi metacentre :
Asumsikan ada sebuah kapal terapung dengan bebas di air. Kapal ini mengalami rotasi
searah dengan putaran jarum jam seperti pada gambar berikut :

2b
3
b
b m
2

e1

c
G
B

d
108

d1

Anggap ada kapal terapung di air yang mengalami rotasi membentuk sudut kecil
disekitar titik O. Sebagai akibat rotasi, kedudukan kapal sekarang adalah mengikuti
gambar dengan garis tipis. Maka bagian yang tenggelam sekarang berubah dari acde ke
acd1e1. pusat gaya apung mula-mula B sekarang berubah ke posisi B1. Maka segitiga

aom telah keluar dari air, sedang segitiga ocn berada dibawah air. Karena volume air
yang dipindahkan adalah sama maka berarti kedua segitiga tadi mempunyai luas
wilayah yang sama. Ketika segitiga aom keluar air (berarti berkurangnya gaya apung
disebelah kiri) maka ini cenderung memutar kapal kearah anti putaran jarum jam.
Demikian pula segitiga ocn karena tenggelam kedalam air (berarti bertambahnya gaya
apung disebelah kanan) maka ini cenderung memutar kapal kearah putaran jarum jam.
Efek gabungan dari kedua gaya ini membentuk kopel yang mana cenderung akan
memulihkan atau memutar kapal dalam arah anti putaran jarum jam. Untuk kecil
dimana putaran kapal juga kecil, maka kapal bisa diasumsikan berputar disekitar titik
metacentre M.
Apabila lebar kapal adalah b, sedang panjang kapal L, adapun adalah sudut kecil
dimana kapal berputar sekitar O dan V adalah volume air yang dipindahkan oleh kapal,
maka : am = cn = b/2 Jika kecil maka sin = , sehingga am = b. /2
Sedang volume air pada segitiga aom sepanjang L adalah : (a.m)(b/2)L =
(b/2)(b/2)L = b2.L/8. Jadi massa air pada volume ini = b2.L/8 (= massa jenis)
Dengan demikian massa air pada segitiga con sepanjang L juga = b2.L/8. Disini
lengan kopelnya adalah sepanjang 2b/3. (Ingat, pada segitiga siku-siku pusatnya berada
pada 1/3 jarak dari tingginya!). Maka momen gaya dari kopel pemulih (restoring
couple) adalah b2.L/8 x 2b/3 = .b3 .L/12, sedang momen dari gaya pengganggu
(disturbing force) adalah : b2.L/8 x B1B. Kedua momen ini adalah sama besar,
maka : . b3 . L/12 = b2. L/8 x B1B
109
Masukkan harga Lb2/12 = I (Momen inersia dari bidang kapal yang lebarnya b dan
panjangnya L) dan harga BB1 = BM x (Lihat gambar untuk kecil!), maka :

.I. = x V (BM x ) Jadi BM = I/V = Momen inersia bidang per volume air
yang dipindahkan) Maka Tinggi Metacentre GM =BM +/- BG

KETERANGAN : Tanda + digunakan jika G lebih rendah dari B , sedang tanda


digunakan jika G lebih tinggi dari B
Macam-macam Keseimbangan terkait dengan benda yang terapung
Keseimbangan Stabil : Jika benda terapung yang diberi pergeseran sudut kecil dapat
kembali ke posisi semula
Keseimbangan Tak Stabil : Jika benda terapung yang diberi pergeseran sudut kecil tak
dapat kembali ke posisi semula dan terlempar ke tempat yang lebih jauh.
Keseimbangan Netral : Jika benda terapung yang diberi pergeseran sudut kecil
kedudukannya pindah ke tempat yang baru tetapi dalam keadaan tetap diam.
Contoh Soal 1 :
Rapat massa air laut 1,4 gr/cm3. Tentukan besar gaya yang dialami oleh bidang seluas
4 m2 didasar laut yang dalamnya 5000m jika tekanan udara diatas permukaan air
adalah 1 atm. (g = 9,8 m/s2)
Contoh Soal 2 :
Pipa horizontal dibawah tanah yang luas penampangnya 0,5 m2 mengalirkan zat
cair bermassa 0,9 gr/cm3 . Pipa tersebut berbelok keatas setinggi 10 m dan
ukuran luas penampangnya mengecil sehingga menjadi 0,2 m2. Apabila tekanan
di pipa bawah adalah 4.105 N/m2, sedang besar debit dalam pipa adalah 1m3/s ,
hitung besar tekanan zat cair di ujung pipa yang berada diatas! (g = 9,8m/s2).

110
Contoh Soal 3 :
Sebuah tangki raksasa yang tingginya 40m berisi zat cair dengan rapat massa 0,9
gr/cm2.Permukaan tangki sangat luas dibanding pipa berkelok yang mengalirkan zat
cair tersebut. ( g = 9,8 m/s2)

A1 = luas permukaan tangki ; A2 = luas pipa 2 ; A3 = luas pipa 3

A1 =

Tentukan :
a). Kecepatan aliran di pipa 2
b). Tekanan di pipa 2 apabila

40m

tekanan di luar 1 atm !


= 0,9 gr/cm2

A2 = 0,4m2

A3 = 0,2m2

Contoh Soal 4 :
Suatu silinder pejal berdiameter 3m mempunyai tinggi 3m. Silinder ini dibuat dari
bahan yang specific gravitynya 0,8 dan ia terapung di air dengan sumbunya vertical.
Hitung tinggi metacentrenya dan nyatakan apakah keseimbangannya stabil atau tidak!
Gambar :

G
3m

B
O
3m
111

Jawab : Specific gravity adalah harga perbandingan antara rapat massa suatu benda
() dengan rapat massa air (air), jadi specific gravity = /air , maka dalamnya bagian
yang tercelup adalah = 0,8 x 3 = 2,4 m, dan jarak pusat gaya apungnya dari bagian

bawah silinder, OB = 2,4/2 = 1,2m. Jarak pusat beratnya dari bagian bawah silinder =
OG = 3/2 = 1,5m. Jadi BG = OG-OB = 1,5-1,2 = 0,3m
Momen Inersia dari seksi lingkaran I = (3)4/64 = 1,27 m4, dan volume air yang
dipindahkan = V = (3)2/4 x 2,4 = 5,4 m3 ; BM = I/V = 1,27 /5,4 = 0,235m, maka
tinggi metacentrenya GM = BM-BG = 0,235 0,3 = - 0,065m.
Tanda minus berarti bahwa metacentre M dibawah pusat berat G. Dengan demikian,
silinder dalam keadaan keseimbangan tak stabil.
Contoh Soal 5 : Balok kayu dengan specific gravity 0,8 dan berukuran 1,2x0,4x0,3
terapung dalam air. Tentukan tinggi metacentre disekitar sumbu longitudinalnya!
0,4m
Jawab : Dalamnya bagian balok yang tercelup
adalah = 0,8 x 0,3 = 0,24m. Jarak pusat gaya
apung B dari bagian bawah balok=OB=0,24/2
= 0,12m. Jarak pusat berat dari bagian bawah
balok =OG=0,3/2 = 0,15m. Maka jarak dari
1,2m

B ke G = BG = OG-OB = 0,15-0,12 = 0,03m.


Momen inersia benda persegi empat panjang
disekitar sumbu pusat dan parallel terhadap
sisi yang panjang adalah L.b3/12=1,2(0,4)3/12
=0,0064m4.Adapun volume air yang dipindah
V = 1,2 x 0,4 x 0,24 = 0,1152m3. Jadi,

0,3m

Jarak B ke metacentre M = BM = I/V =

0,0064/0,1152 = 0,056m. Maka tinggi metacentre


GM = BM BG = 0,056 0,03 = 0,026 m
112

Contoh Soal 6 : Suatu benda terapung berbentuk silinder berdiameter 2m dan


dalamnya 1,2m. Bagian bawahnya yang berbentuk kurva (lengkung), memindahkan
volume air 400 liter sedang pusat gaya apungnya berada pada 1,3m dibawah puncak

silinder. Pusat berat seluruh benda terapung ini adalah 0,8m dibawah puncak silinder
dan total air yang dipindahkan adalah 2,6m3. Tentukan tinggi metacentre dari benda
terapung tersebut !
Gambar :

2m
h

O
0,8m

1,2m

1,3m G
B

Jawab : h adalah jarak antara antara permukaan air dengan bagian puncak benda
terapung. Diameter benda yang terapung = 2m ; Kedalaman silinder 1,2m ; Volume
bagian yang berbentuk lengkung 400 liter = 0,4m3 ; OB = 1,3m ; OG = 0,8m ; Total
volume air yang dipindahkan = 2,6m3. Volume air yang dipindahkan oleh bagian yang
silindris adalah 2,6-0,4 = 2,2m3. Jadi 2,2 = /4 (2)2 x (1,2-h) = (1,2-h)
(1,2-h) = 2,2/ = 0,7
113

Maka h = 1,2 0,7 = 0,5m. Jarak pusat gaya apung benda terapung yang silindris dari
puncak benda terapung adalah OB = 0,5+(1,2-0,5)/2 = 0,85m. (B adalah pusat gaya
apung untuk semua benda yang terapung !). Maka :
OB = {(0,4x1,3)+(2,2x0,85)}/(0,4+2,2) = 0,92mBG = OB-OG = 0,92-0,8 = 0,12m
Momen inersia I dari bagian silinder atas disekitar pusat beratnya adalah :
I = /64 x (2)4 = 0,7854m2. BM = I/V = 0,7854/2,0 = 0,302m. Maka tinggi
metacentrenya adalah GM = BM BG = 0,302 0,12 = 0,182 m.
Benda terapung yang berbentuk kerucut :
D
Ditinjau benda terapung berbentuk kerucut.
D =Diameter ; d = Diameter pada permukaan
d

Zat Cair ; 2 = Sudut puncak kerucut ;

L = Panjang Kerucut ; l = Panjang Kerucut

yang tercelup zat cair.


Jarak pusat gaya apung B dari O = OB = 3l/4

=0,75 l

;Jarak pusat berat dari O=OG=3L/4

OG =
0,75L
Volume zat cair yang dipindahkan :
O

V = 1/3 l3 tg2 ; Momen inersia bagian lingkaran


sekitar permukaan zat cair I = /64 x d4
I = /64 x (2l tg )4 = /4 ( l4 tg4)

Harga BM dan tinggi metacentre dapat dicari seperti pada teori diatas.
BM = I/V = {/4 ( l4 tg4)}/ {1/3 l3 tg2} = 0,75 l tg2 GM = BM BG !

114

22
14. KESEIMBANGAN
Pusat Massa(Titik Massa) merupakan suatu titik pada benda dimana seluruh massa
benda dapat dianggap terpusat dititik tersebut, sedang Pusat Berat (Titik Berat) adalah
suatu titik pada benda dimana seluruh berat benda dapat dianggap terpusat dititik
tersebut. Gaya F adalah besaran penyebab gerak translasi, sedang Momen gaya (Torka)
adalah besaran penyebab gerak rotasi. Sebuah benda berada dalam keadaan
keseimbangan (equilibrium) jika :
1. Resultant gaya-gaya yang beraksi terhadap benda adalah nol, jadi :

F=0 (Fx=0 ; Fy=0 ;Fz=0)


2. Resultant momen gaya pada sumbu adalah nol, jadi :

=0 (x =0 ;y =0 ;z =0)
Torka : didefinisikan sebagai hasil perkalian antara posisi r dan gaya F,
jadi =

r x F , dimana besar harganya adalah = r F sin ( = sudut antara r

dan F). Arah torka senantiasa tegak lurus terhadap bidang dimana r dan F berada.
(Untuk menentukan arah gunakan aturan putaran sekrup seperti pada
perkalian vector) ; O = titik acuan.
=

r x F = r F sin

( = sudut yang diapit oleh r dan F)

Perjanjian Tanda untuk Torka :


O

-
F

teori

Jika searah putaran jarum jam, diberi tanda +


Jika berlawanan arah putaran, diberi tanda
115
Contoh Soal 1. Papan yang panjangnya 8 m dan berat 400N menahan beban yang
beratnya 200N dengan posisi seperti pada gambar. Hitung besar gaya normal N1 dan N2

!
N2 Jawab : karena seimbang maka
N1

F=0 dan =0
4m

2m

2m

Ambil acuan O di ujung kiri papan


(Titik acuan O tentukan sendiri!)

O
W1

W2

1) F=0, maka +W1+W2-N1-N2=0 , jadi 400+200 =N1+N2 atau : N1+N2 = 600


2) =0, maka : +4.W1+6W2-8N2=0 ; 4.400+6.200-8.N2=0 -> Diperoleh :
N2= 350newton, maka N1= 600-350=250newton.
Contoh Soal 2.
Pusat berat dari jembatan miring ada pada 1/3 panjangnya. Jika berat jembatan 800
N, sedang berat mahluk yang akan menyeberang 400N. Hitung pada posisi ketinggian
berapa mahluk tersebut menginjakkan kaki yang menyebabkan jembatan tersebut
tepat ambruk? (s bidang vertikal = 0)

12m
Uhuk,uhuk..

9m

s=0,4

116
Jawab : Buat acuan O, misal di ujung bagian bawah papan miring, kemudian gambar
seluruh vektor gaya yang ada dalam sistim setelah mahluk tersebut naik.
Menurut teori trigonometri, pada segitiga siku-siku berlaku h:12m=x:9m=t :L
N1
12m
L (panjang sisi miring)
400N

12m

N2

t
800N
Fs
O

9m
9m

Anggap pada saat jembatan tepat ambruk ketika diinjak, posisi mahluk berada pada
ketinggian h, dan proyeksinya ke bidang datar sejauh x dari acuan O. Sekarang mulai
dilakukan perhitungan sesuai dengan teori keseimbangan :
1) F=0 ; karena gaya-gaya yang bekerja ada pada sumbu x dan y maka : Fx=0 dan
Fy=0 Pada arah sumbu y : Fy=0 N2-400-800=0 N2 =1200 newton
Pada arah sumbu x : Fx=0 N1-Fs = 0 N1 - sN2 = 0 N1=0,4.1200 = 480 ;
maka : N1= 480 newton.
2) =0 ; Torka-torka yang ada dengan acuan O adalah: yang ditimbulkan oleh gayagaya 400N, 800N, dan N1 (Tak ada torka oleh N2). Posisi gaya 400N terhadap O
adalah berjarak = x meter Posisi gaya 800N terhadap O adalah berjarak = 3 meter.
Posisi gaya N1 terhadap O adalah berjarak = 12 meter. Maka :

+12.N1 400.x 800.3 = 0 N1= 480 newton, sehingga:12.480 400.x 800.3 = 0


5760 400.x 2400 = 0 ; x = 3360/400 = 8,4m. Menurut perbandingan
trigonometri, h : 12m = x : 9m = t : L , jadi , h : 12m = 8,4m : 9m
Maka pada posisi mahluk h = (8,4)(12)/(9) = 11,2m jembatan ambruk!
117
Contoh Soal 3 :
Mobil derek digunakan untuk mengangkat beban bermassa 2000 kg

dengan

menggunakan alat seperti pada gambar berikut :


B
Panjang batang AB=10m
Massa batang 100 kg
(Pusat berat tepat ditengah)

T
30o

60o

Jarak CB= 0,5m


g = 9,8 m/s2

C
2000
kg

Tentukan besar gaya tegangan tali T yang berfungsi menarik beban!


Contoh Soal 4 :
Berat mobil adalah 10.000N. Apabila gaya normal
di roda A adalah 46 % sedang gaya normal di roda
A 2,4m

B adalah 54%, tentukan pusat berat dari mobil tsb


diukur dari roda A !

118

23
15. PANAS DAN PERPINDAHAN PANAS
15.1. Panas
Panas merupakan bentuk energi yang ditransfer diantara dua benda sebagai akibat
adanya beda temperatur (suhu), diberi simbol Q. Satuan panas dalam SI adalah joule
sedang dilapangan sering digunakan satuan kalori (kal) 1 kal = 4,1868 J
Temperatur suatu benda yang menentukan arah aliran panas ketika suatu obyek
mengalami kontak panas dengan obyek lain.

Panas mengalir dari tempat yang

bertemperatur lebih tinggi ke tempat lain yang bertemperatur lebih rendah. Temperatur
adalah ukuran dari energi kinetik molekul-molekul, atom-atom, atau ion-ion pada mana
suatu benda atau zat tersusun. Pengukuran terhadap temperatur rendah dan menengah
( sampai 500 C) biasanya digunakan thermometer, sedang pengukuran terhadap
temperatur tinggi digunakan pyrometer.
15.1.1. Kapasitas panas (C) : dahulu disebut kapasitas termal, adalah jumlah panas
yang diperlukan untuk menaikkan temperatur suatu benda sebesar 1oC. Persamaan
ditulis : C = Q/T, dimana T = perubahan temperatur, dalam satuan kelvin (K) .
Satuan kapasitas panas C adalah joule/kelvin (J/K)
15.1.2. Panas Jenis (c) : adalah banyaknya panas persatuan massa per derajat
perubahan temperatur. c = Q/m.c T , m = massa benda, sehingga dengan demikian
persamaan untuk panas dapat dituliskan : Q = m.c. T joule. Satuan untuk panas jenis c
adalah joule / kg K. Berdasarkan Asas Black, apabila suatu benda memberikan panas

kepada benda yang lain maka pada saat tertentu temperatur kedua benda sama,
dikatakan temperatur kedua benda dalam keadaan seimbang. Dinyatakan bahwa panas
yang diberikan oleh benda 1 ke benda 2 = panas yang diterima oleh benda dari benda
1 Q1 = Q2 m1.c1. 1= m2.c2.2

119
Keterangan : 1 = beda suhu benda 1(T1)dengan suhu akhir Ta = (T1-Ta)
2 =beda suhu akhir Ta dengan suhu benda 2(T2) = (Ta-T2)
m1 = massa benda 1 ; m2 = massa benda 2
c1 = panas jenis benda 1 ; c2 = panas jenis benda 2
15.1.3. Ekspansi dan Kontraksi
Pada umumnya benda akan mengalami perubahan ukuran apabila suhu benda
berubah. Ekspansi adalah bertambahnya ukuran benda jika suhunya dinaikkan, sedang
kontraksi adalah berkurangnya ukuran benda jika suhunya diturunkan. Efek ini
berkaitan dengan perubahan energi atom-atom/molekul-molekul akibat perubahan
suhu.
a. Ekspansi Linier (untuk benda padat dengan peninjauan hanya kearah 1 dimensi,
misal kawat logam)
Jika suatu benda padat (rigid body = benda tegar) panjang mula-mula Lo diberi
perubahan suhu t, akan mengalami perubahan panjang sebesar L yang berbanding
lurus dengan t.

L
Lo
Lt

Besar kecilnya perubahan juga tergantung kepada jenis benda, oleh karena itu harus
dimasukkan suatu faktor berupa konstanta yang dinamakan koefisien ekspansi linier
alpha ( ) sehingga diperoleh persamaan : L= .Lo.t atau : = L/Lo t Jika
panjang benda pada suhu mula-mula to adalah Lo, sedang pada suhu akhir t panjangnya
adalah Lt maka L = Lt Lo, sedang t = t to, dengan demikian persamaan
menjadi : Lt = Lo ( 1 + .t )
120
b. Ekspansi Bidang (peninjauan kearah 2 dimensi)
Jika benda homogen berekspansi maka jarak antara 2 titik dalam zat itu bertambah
sebanding koefisien ekspansinya tiap derajat kenaikan suhu.
Perhatikan benda 2 dimensi pada gambar berikut ini :
x.y

xo.y
y

yo.x
yo

Ao = xo.yo
xo

Luas mula-mula Ao dan suhu mula-mula to, setelah dipanasi sampai suhu t maka sisi
xo bertambah panjang sebesar x, sisi yo bertambah panjang sebesar y. Jika A = At
Ao maka : = xo.y + x.y + yo.x = xo..yo.t + xo.t.yo.t + yo..xo.t
= .xo.yot (2 + .t) , dimana xo.yo = Ao Karena koefisien ekspansi umumnya
kecil sekali relatif terhadap bilangan 2 yang ada dalam tanda kurung diatas, ini berarti
.t kecil sekali relatif terhadap bilangan 2 maka dapat diabaikan sehingga : A
=2..t, atau At = Ao (1 + 2.t)

Besaran 2 biasa disebut koefisien ekspansi luasan sehingga persamaan dapat


ditulis : At = Ao (1 + . t)
c. Ekspansi Volum (peninjauan kearah 3 dimensi)
Dengan cara identik pada teori ekspansi bidang maka dapat diperoleh persamaan
ekspansi volum (tiga dimensi) Vt =Vo(1 + 3.t) besaran 3 dinamakan
koefisien ekspansi volum , maka persamaan dapat ditulis : Vt = Vo (1 + . t)
Termometer : adalah alat yang digunakan untuk mengukur temperatur (suhu) benda,
pada umumnya hanya digunakan untuk pengukuran temperatur rendah dan menengah.
121
Macam-macam Thermometer :
Celcius

: Skala suhu air beku 0oC, suhu air mendidih 100oC

Reamur

: Skala suhu air beku 0or, suhu air mendidih 80or

Fahrenheit : Skala suhu air beku 32oF, suhu air mendidih 212oF
Rankine

: Skala suhu air beku 492oR, suhu air mendidih 672oR

Kelvin

: Skala suhu air beku 273K, suhu air mendidih 373K


t oC

t or

t oF

t oR

tK

Suhu air mendidih

100

80

212

672

373

Suhu air membeku

32

492

672

-218

-460

Suhu Nol Mutlak

-273

Keterangan : t oC = 4/5 t or = (9/5 t + 32) oF = (273 + t)K


t oR = t oF + 460

24
15.2. Perpindahan Panas (Heat Transfer)
Mekanisme perpindahan panas dari suatu tempat ke tempat lain ada 3 cara :

1. Konduksi : Proses perpindahan panas pada medium zat padat dimana energi
panas dipindahkan oleh gerakan elektron elektron bebas pada medium tersebut,
misal : besi, tembaga, beton, dan sebagainya.
2. Konveksi : Perpindahan panas oleh perpindahan massa dari benda yang menjadi
mediumnya, misal air, udara, dan fluida lainnya.
3. Radiasi : Perpindahan panas tidak memerlukan medium untuk perambatannya
karena disini panas dibawa oleh gelombang elektromagnetik, misal radiasi
matahari yang datang ke bumi melewati daerah vakum di angkasa luar.
122
15.2.1. Konduksi
Jika suatu bahan misal besi dengan luas permukaan A dan tebal x salah satu sisinya
dipanasi maka panas akan mengalir dari sisi yang bersuhu lebih tinggi ke sisi lain yang
bersuhu lebih rendah. Apabila lama waktu mengalir adalah t maka besar jumlah energi
panas yang mengalir :
Q = - k.A.t. T/x , dimana : Q = jumlah panas yang mengalir (J)
k = koefisien konduksi, harganya
tergantung jenis bahan (J/smK)
T2

T1
A

A = luas permukaan (m2)


T = (T2 T1), suhu T2>T1
x = tebal bahan (m)

x
Dengan demikian maka jumlah panas yang mengalir per satuan waktu dinyatakan
sebagai : Q/t = - k.A.T/x , dinamakan arus panas H, satuannya J/s
Secara umum persamaan dituliskan : H = dQ/dt = - k.A.dT/dx ; dimana :
dQ = elemen panas yang mengalir

dt = elemen waktu
- = tanda negatif, menunjukkan adanya
penurunan suhu
dT = elemen perubahan suhu
dx = elemen tebal bahan

123
Arus Panas melalui beberapa jenis bahan
Apabila arus panas mengalir melalui dua buah lapisan yang jenisnya berbeda dimana
suhu T2 dan T1 besarnya konstan (T2>T1), maka kondisi demikian disebut dalam
keadaan tunak (steady state). Dengan demikian besar arus panas pada lapisan bahan
yang satu H1 sama dengan besar arus panas panas pada lapisan bahan dua H2.
Keterangan :
T2
Tx
Q

k1

k2

T1

k1 = koefisien konduksi bahan 1

k2 = koefisien konduksi bahan 2


x1 = tebal bahan 1
x2 = tebal bahan 2
Tx = suhu sambungan

x1

x2

Pada lapisan bahan 1 : H1 = - k1.A (T2-Tx)/x1 ...(1)


Pada lapisan bahan 2 : H2 = - k2.A (Tx-T1)/x2.(2)
Karena H1 = H2 maka : - k1.A (T2-Tx)/x1 = - k2.A (Tx-T1)/x2
Dari persamaan diatas diperoleh besar suhu pada sambungan Tx ,
Tx = k1.T2.x2 + k2.T1.x1 / (k2.x1+k1.x2) Dengan memasukkan harga Tx ini kedalam
persamaan (1) atau (2), akan diperoleh besar arus panas yang mengalir pada benda
yang tersusun dari 2 jenis bahan yang berbeda ini :

H = A (T2 T1) / (x1/k1+x2/k2)


Untuk sejumlah n lapisan bahan, secara umum persamaan arus panas dapat dituliskan :
H = A (T2 T1) / x/k , dimana x/k = x1/k1 + x2/k2 + x3/k3 +.......xn/kn

124

Arus Panas pada benda Bentuk Pipa


Pada bab terdahulu aliran panas bergerak searah karena luas permukaan bagian
belakang sama dengan luas bagian depan, namun tidak demikian untuk panas yang
mengalir dari bagian dalam suatu benda berbentuk pipa (silindris) kearah bagian luar,
karena mengalami pengembangan luas, oleh karena itu perlu dihitung menggunakan
teori integral. Jika suhu dibagian dalam pipa T2 sedang suhu dibagian luar pipa T1
dimana T2>T1, dalam keadaan steady state dimana harga T2 dan T1 besarnya konstan
maka digunakan persamaan : H = - k.A.dT/dx
T1
T2

L
Berjari-jari : Ra r Rb
Ditinjau elemen silinder berjari-jari r(garis tebal), luas permukaan elemen silinder :
A = 2 .r.L, maka H = - k. 2 .r.L.dT/dr, atau : H.dr/r = - 2 .L.k.dT.

Untuk r = Ra, maka besar suhu T = T2, sedang untuk r = Rb, besar suhu T = T1. Hargaharga ini merupakan batas integral, sehingga apabila dimasukkan ke persamaan
diperoleh : H ba dr/r =-2.L.kT1T2 dT ; H (ln a-ln b)= -2 .L.k.(T2-T1) ;
H.ln a/b = - 2 .L.k.(T2-T1) ; H.ln b/a = + 2 .L.k(T2-T1) Maka besar arus panas
yang mengalir melalui dinding dari bagian dalam pipa ke bagian luar :
H = 2. L.k (T2-T1)/ln(b/a) J/s
125
Aliran Panas pada pipa dengan Dinding Berlapis Banyak
Sebagaimana pada papan datar, apabila arus panas mengalir melalui dinding pipa
berlapis banyak yang masing-masing lapisan terbuat dari jenis bahan yang berbeda
maka dalam keadaan steady state, besar arus panas H adalah sama pada tiap-tiap
lapisan. Ditinjau sebuah pipa tang dindingnya terdiri dari dua jenis bahan yang berbeda,
misal bahan 1 dibagian dinding dalam pipa mempunyai koefisien konduksi k 1, sedang
bahan 2 dibagian dinding luar pipa mempunyai koefisien konduksi k2 seperti pada
gambar dibawah. Jari-jari bagian dalam pipa adalah a, jari-jari bagian luar pipa b,
sedang jari-jari sambungan adalah s. Suhu di bagian dalam pipa T2, suhu di sambungan
Tx, dan suhu di bagian luar pipa T1 . Berikut adalah gambar penampang pipa berlapis
dua :
b
T1

Pada dinding dalam : H1 = 2.L.k1(T2-Tx)/ln (c/a)


Pada dinding luar : H2 = 2.L.k2 (Tx-T1)/ln (b/c)
Dalam keadaan steady state, H1 = H2 maka :
2.L.k1(T2-Tx)/ln(c/a)=2.L.k2(Tx-T1)/ln(b/c)
Dari persamaan ini diperoleh besar suhu pada
sambungan (daerah lingkaran tebal) yakni Tx :
Tx = k1.T2.ln(b/c) + k2.T1.ln(c/a) / k2.ln(c/a)+k1.ln(b/c)

Dengan memasukkan harga Tx ini ke persamaan (1) atau (2) diperoleh harga
arus panas H pada pipa dengan dinding berlapis dua :
H = 2. L(T2-T1) / [ ln(c/a)/k1+ln(b/c)/k2 ]
Apabila sebuah pipa dindingnya terdiri dari 4 lapisan dari bahan bahan yang jenisnya
berbeda-beda dengan koefisien konduksi masing masing bahan adalah k1, k2, k3, dan k4,
dan jari-jari dari arah bagian dalam pipa menuju bagian luar
adalah ro, r1, r2, r3, dan r4 (perhatikan gambar penampang pipa berlapis
banyak pada gambar dibawah), maka besar arus panas H yang mengalir melalui
dinding pipa tersebut adalah :
126

T1

H = 2. L(T2-T1) / [ ln(r1/ro)/k1+ln(r2/r1)/k2+ln(r3/r2)/k3+ln(r4/r3)/k4]
Arus Panas pada benda Bentuk Bola
Apabila sumber panas mengalir dari dalam sebuah benda homogen berbentuk bola
dengan jari-jari bagian dalam Ra dan bersuhu T2, sedang jari-jari bagian luarnya Rb dan
bersuhu T1 maka besar arus panasnya dapat dicari sebagai berikut :
H = - k.A.dT/dr
A = luas elemen bola berjari-jari r
Rb

T1

( gambar lingkaran tebal)

A = 4 r2 .
H = - k. 4 r2 dT/dr
Persamaan ini dapat ditulis :
H.dr /r 2 = -4 k.dT
Batas integralnya adalah :
T2 >T1

Untuk r = a, besar suhu = T2


Untuk r = b, besar suhu = T1
127

H ba dr/r2 = - 4 k

T1T2 dT

; H [ -1/r ] ba = - 4 k (T2-T1)

-H (1/a-1/b) = -4 k(T2-T1)
Jadi besar arus panasnya adalah :

H = 4 k (T2-T1)/ [(b-a)/ab]

Untuk dinding bola yang terdiri dari beberapa lapisan bahan dari jenis yang berbedabeda, dengan cara seperti pada bab-bab terdahulu (yakni dengan persamaan H1=H2)
maka besar arus panas yang mengalir dapat dihitung.
Contoh Soal : Suatu pipa dinding berlapis 2 dengan jari-jari dinding terluarnya 20cm
terbuat dari 2 bahan yang berbeda jenisnya mengalirkan cairan panas bersuhu 60oC.
Tebal kedua bahan sama yakni 4cm. Koefisien konduksi bahan 1 = 0,48 J/s.m.K,
sedang koefisien konduksi bahan 2 = 0,04 J/s.m.K. Apabila suhu di permukaan luar
pipa 20oC, bahan yang mana yang harus ditempatkan dibagian dalam pipa agar daya
isolasi dinding terhadap panas lebih besar ? (daya isolasi = kebalikan daya konduksi)
20oC

Jawab : Besar arus panas untuk pipa yang dindingnya tersusun dari 2 jenis bahan yang
berbeda adalah :
H = 2. L(T2-T1) / [ ln(c/a)/k1+ln(b/c)/k2 ]
Dimana : a = jari-jari dinding dalam
b= jari-jari dinding luar
c = jari-jari sambungan (gambar lingkaran tebal)
128
Jika bahan 1 yang ditempatkan di bagian dalam pipa :
H = 2.L(60-20) / [ ln(16/12)/0,48+ln(20/16)/0,04 ] =
2.L(40)/[0,599+5,58] = 80L/6,178 J/s = 251,33L/6,178 = 40,68L
Jika bahan 2 yang ditempatkan di bagian dalam pipa :
H = 2.L(60-20) / [ ln(16/12)/0,04+ln(20/16)/0,48 ] =
2.L(40)/[7,192+0,465 = 80L/7,66 J/s = 251,33L/7,66 = 32,81L
Dari hasil perhitungan diperoleh harga arus panas H untuk bahan 1 yang ditempatkan
di bagian dalam pipa (bahan 2 diluar) lebih besar jika dibandingkan dengan harga H
untuk bahan 2 yang ditempatkan di bagian dalam (bahan 1 diluar), berarti daya
konduksi panas lebih besar. Adapun jika bahan 2 yang ditempatkan dibagian dalam
pipa daya konduksi panasnya lebih kecil. Karena daya isolasi kebalikan dari daya
konduksi maka berarti agar daya isolasi dinding pipa lebih besar maka yang harus
ditempatkan dibagian dalam pipa adalah bahan 2.

129

25
16. STRUKTUR ATOM DAN MOLEKUL
Inti atom, berisi proton (p)
dan netron (n)
Kulit atom, berisi elektron (e)
16.1. Atom
Atom merupakan elemen dasar dari suatu benda yang tersusun dari inti atom dan
kulit atom. Inti atom terdiri dari proton (p) yang bermuatan listrik positif dan netron (n)
yang tidak bermuatan listrik (netral), sedang kulit atom berisikan elektron (e) yang
bermuatan listrik negatif. Massa proton = 1.67.10-27 kg, massa netron kurang lebih sama
dengan massa proton, sedang massa elektron = 9,1.10-31 kg. Muatan listrik proton =
+1,6.10 -19 coulomb (C), sedang muatan listrik elektron = -1,6.10 -19C.
Nomor atom Z menunjukkan banyaknya proton yang ada dalam suatu atom =
banyaknya elektron yang ada dalam atom tersebut. Massa atom M dihitung dari
banyaknya massa proton dan massa netron dalam inti, sedang massa elektron karena
relatif kecil tidak dimasukkan dalam perhitungan, jadi dapat diabaikan. Benda-benda

yang berada disekitar kita termasuk yang digunakan dalam dunia industri terdiri atas
banyak sekali atom-atom dan molekul-molekul. Molekul adalah suatu bentuk atom
tunggal atau kelompok atom yang berikatan secara kimia. Bila massa dua zat yang
berbeda mempunyai massa molekuler yang sepadan, zat-zat tersebut terdiri atas
molekul yang sama jumlahnya. Berdasarkan kenyataan ini didefinisikan istilah mole. 1
mole suatu zat adalah jumlah/banyaknya zat tersebut yang massanya sama dengan
massa atom / molekuler zat itu. Jadi jumlah zat itu, mungkin atom, molekul, ion,
elektron, proton, dan lain sebagainya.
130
Satu mole setiap zat apa saja mengandung sebanyak 6,022.10

23

butir. Satuan massa

untuk atom dan molekul adalah a.m.u. (atomic mass unit) dengan simbol u yang
besarnya 1,67.10

-27

kg. Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa : 1 mole carbon-

12 mempunyai massa 12 gram karena massa atom carbon-12 besarnya 12u, atau kalau
dibalik, untuk 12 gram 12C terdapat 1 mole atom-atom carbon. Demikian juga untuk
235gram 235U terdapat 1 mole atom-atom uranium.
16.1.1. Elektron
Elecktron merupakan partikel dasar untuk listrik, dan semua muatan listrik merupakan
kelipatan muatan elektron. Elektron terdapat pada kulit atom, suatu tempat dimana
elektron mengorbit menempuh lintasan lingkaran mengelilingi inti atom. Keberadaan
setiap elektron pada kulit atom mengikuti aturan tertentu. Pauli (1925) mengemukakan
prinsip yang dikenal dengan prinsip Exclusi Pauli yang menyatakan bahwa : Dalam
setiap atom tidak boleh ada suatu elektron yang mempunyai ke empat bilangan
kuantumnya tepat sama dengan yang lain.
Empat bilangan kuantum electron adalah :
a. Bilangan Kuantum Utama-n : berharga 1,2,3,4,..... Pada orbit n = 1 mempunyai
energi terrendah. Tempat kedudukan elektron pada n = 1,2,3,4, dan seterusnya
dinamakan kulit K,L,M,N, dan seterusnya. Banyaknya elektron disetiap kulit

maksimum adalah 2n2. Apabila kulit tidak sepenuhnya terisi maka jumlah elektron
pada kulit tersebut kurang dari 2n2 .
b. Bilangan Kuantum Azimuth (orbital)-l : berharga l = 0,1,2,3,.......( n-1 ). Jadi
apabila n = 1 maka l = 0, apabila n = 2 maka l = 0 dan l = 1. Orbital l = 1,2,3,4,
dan seterusnya merupakan sub kulit yang dinamakan s,p,d,f, dan seterusnya.
Banyaknya elektron di setiap sub kulit maksimum 2(2l+1). Apabila sub kulit tidak
sepenuhnya terisi maka jumlah elektron pada sub kulit tersebut kurang dari 2(2l+1).
131
c. Bilangan Kuantum Magnetik-m : untuk setiap harga l yang ada, akan mem
punyai harga m yang banyaknya 2l+1. Harga m nya mengikuti rumus :
-l, -(l-1),.....,0,..+(l-1),+l.
Jadi apabila l = 1, maka m = -1, 0, +1
Untuk l = 2, maka m = -2, -1, 0, +1, +2
d. Bilangan Kuantum Spin-s : untuk setiap harga m yang ada, terdapat 2 s yang
harganya : +1/2 dan -1/2. Maka apabila m = -1, 0, +1, bilangan kuantum spin
snya : +1/2, -1/2, +1/2, -1/2, +1/2, -1/2.
16.1.2. Konfigurasi Elektron
Susunan electron pada kulit atom dapat dituliskan sebagai berikut :
Misal atom natrium Na dengan jumlah elektron 11 buah, dituliskan :
11 Na 1s2 2s2 2p6 3s1 , artinya : sub kulit 1s ( n = 1 , l = 0 ) dan 2s ( n = 2, l = 0 )
masing-masing berisi dua elektron, sub kulit 2p ( n = 2, l = 1 ) berisi enam elektron,
dan sub kulit 3s ( n = 3, l = 0 ) berisi satu elektron.
Tabel Bilangan Kuantum
Apabila kita akan membuat tabel bilangan kuantum-n,l,m, dan s dari kulit M yang terisi
penuh elektron maka dapat dilakukan cara sebagai berikut :
Kulit M berarti n = 3 ; l = 0,1,2 ; Jadi untuk l = 0 maka m = 0, dengan s = 1/2 dan

-1/2 ; untuk l = 1 maka m = -1,0,+1 dengan s = 1/2,-1/2,1/2,-1/2,1/2,-1/2 ; untuk


l =2 maka m = -2, -1, 0, +1, +2, dengan s = 1/2, -1/2,1/2,-1/2,1/2,-1/2,1/2,-1/2,
1/2,-1/2. ( Ingat, banyaknya m = 2l+1 )!
Perhatian : Untuk kulit M (n=3), apabila terisi penuh berarti jumlah elektronnya ada 2n2
= 2.32 = 18 buah.

132
Tabel bilangan kuantum untuk 18 buah electron yang berada di kulit M :
n

1/2

-1/2

-1

1/2

-1

-1/2

1/2

-1/2

+1

1/2

+1

-1/2

-2

1/2

-2

-1/2

-1

1/2

-1

-1/2

1/2

-1/2

+1

1/2

+1

-1/2

+2

1/2

+2

-1/2

Tabel untuk kulit M yang terisi penuh elektron diatas berasal dari penjabaran berikut :
n = 3 berarti jumlah l ada 3 yakni : l = 0,1, dan 2
l = 0 ; 1 ; 2 untuk l = 0 maka m ada 1 buah yaitu 0
untuk l = 1 maka m ada 3 buah yaitu -1,0,+1
untuk l = 2 maka m ada 5 buah yaitu -2,-1,0,+1,+2
133
Jadi semua m ada : 0 ; -1, 0, +1 ; -2, -1, 0, +1, +2
Tiap 1 buah harga m ada 2 buah s yakni +1/2 dan -1/2, sehingga total bilangan kuantum
spin s nya :
1/2, -1/2, 1/2, -1/2, 1/2, -1/2, 1/2, -1/2, 1/2, -1/2, 1/2,-1/2, 1/2 -1/2, 1/2,-1/2,1/2,-1/2
16.2. Ikatan Molekul
Suatu atom berada dalam keadaaan paling stabil jika kulit-kulit elektronnya tertutup
(jumlah elektronnya maksimum sesuai dengan aturan Pauli). Maka atom cenderung
untuk mendapatkan atau melepaskan elektron untuk memperoleh kulit tertutup dengan
cara bergabung dengan atom lain. Ada beberapa sistim ikatan molekul :
16.2.1. Ikatan Ionik : merupakan ikatan elektrostatik antara ion-ion. (Ion = atom atau
gugusan atom yang bermuatan listrik). Misal atom natrium (Na) dengan jumlah
elektron total 11 buah, yakni 2 buah di kulit K, 8 buah di kulit L, serta 1 buah di
kulitnya yang terluar M. Karena di kulit ini hanya terisi 1 buah elektron maka
atom Na ini tidak stabil dan cenderung melepas elektron terluarnya untuk
menjadi ion positif. Atom chlorida Cl mempunyai jumlah elektron 17, dengan

perincian : 2 buah di kulit K, 8 buah di kulit L, dan 7 buah di kulit terluarnya


M. Di kulit ini baru terisi penuh jika jumlah elektronnya 8 buah. Oleh karena itu
disini masih banyak tempat kosong sehingga atom Cl ini tidak stabil dan
cenderung untuk menarik elektron dari luar untuk menjadi ion negatif. Apabila
satu-satunya elektron yang ada di kulit terluar atom Na ini pendah ke kulit
terluar atom Cl yang banyak kosong maka akan menghasilkan 2 buah ion, yang
satu bermuatan positif karena kehilangan elektron, dan yang lain negatif karena
mendapat tambahan elektron. Akhirnya, kedua ion ini tarik menarik
membentuk ikatan molekul Ionik. Contoh ikatan antara Natrium dengan
Chlorin membentuk NaCl :
134
e
Na

Cl
Na+

Cl-

16.2.2. Ikatan Covalen : adalah ikatan antar atom dengan cara pemakaian bersama
sepasang elektron atau beberapa pasang Contoh :
H

b). Ikatan molekul H2

b). Ikatan molekul C2 H2

Atom Hidrogen hanya memiliki 1 buah elektron sedang Atom Carbon memiliki
6 buah elektron yakni 2 elektron di kulit dalam (tidak digambar) dan 4 elektron
di kulit luar. Disini tampak di kulit terluar Atom Carbon terdapat 6 elektron

karena yang 2 elektron berasal pinjam dari elektron tetangga yakni dari
Atom H dan Atom C yang dipakai bersama.
16.2.3.Ikatan Logam : Setiap atom logam pada umumnya hanya mempunyai sedikit
elektron di kulit terluarnya. Elektron elektron ini sangat mudah lepas dan
bergerak bebas keseluruh bagian logam dengan meninggalkan ion logam yang
bermuatan positif. Karena dalam suatu benda logam terdiri dari banyak sekali
atom-atomnya maka elektron elektron yang bergerak bebas jumlahnya juga
sangat banyak bagai kabut elektron, demikian juga jumlah ion ion positif sangat
banyak. Karena kabut elektron berada dimana mana disela sela antar ion ion
positif tersebut maka terjadilah gaya tarik menarik antara ion ion positif dengan
kabut elektron dan terjadilah ikatan logam membentuk molekul
135

DAFTAR PUSTAKA
Bansal, R., A Text Book of Engineering Mechanics, Laxmi Publications Ltd., New
Delhi, 2004
Beer, F., Johnston,R., Mechanics for Engineers, 4th ed., Mc Graw Hill Book
Company, NY, 1987
Burton,T.D., Introduction to Dynamic System Analysis, Mc Graw Hill International
Edition, NY, 1994
Counihan, M., A Dictionary of Energy, Routledge & Kegan Paul Ltd., 1981
Enge,H., Introduction to Nuclear Physics, Addison Wesley Publishing Co.,
London,1974.
Fishbane, P., Gasiorowicz, Physics for Scientists and Engineers, Prentice Hall Inc.,
New Jersey, 1996
Hibbeler, Engineering Mechanics: Dynamics, Prentice Hall Pearson Education Asia
Pte, Ltd., Singapore, 2002
Kelvey, J., Grotch, H., Physics for Science & Engineering, Harper & Row Publishers,
NY., 1978
Khumar,L., Engineering Fluids Mechanics, Eurasia Publishing House Ltd., New
Delhi, 2006
Khurmi, R., A Text Book of Engineering Mechanics, S.Chand & Company Ltd., New
Delhi, 2004
Marmet, P., Einsteins Theory of Relativity versus Classical Mechanics, Newton
Physics Books, Glaucester, 1993

Meriam, J.L., Kraige,L.G., Engineering Mechanics : Dynamics, John Wiley & Sons
Ltd., Virginia, 2003
Merken, Physical Science with Modern Applications, 5th ed., Sounders College
Publishing, NY, 1992
Miller, F., Dillon, T., Concepts in Physics, Harcourt Brace Jovanovich Inc, 1974
Mittal, P., Anand J., A Text Book of Sound, Har Anand Publications, New Delhi,
1994
Spiegel, M., Theory and Problems of Vector Analysis, Mc Graw Hill Book
Company, NY, 1974
Thumann, A., Metha, P., Hand Book of Energy Engineering, 4th ed., The Fairmont
Press Inc., 1997
Young, Freedman, University Physics, 9th ed., Addison Wesley, Massachusets, 1998

136

Anda mungkin juga menyukai