Anda di halaman 1dari 7

BAB I HUBUNGAN INDUSTRIAL PANCASILA

A. Umum
1. Pengertian
Hubungan Industrial Pancasila adalah hubungan antara para pelaku dalam proses
produksi barang dan jasa (pekerja, pengusaha dan pemerintah) didasarkan atas
nilai yang merupakan manisfestasi dari keseluruhan sila-sila dari pancasila dan
Undang-undang 1945 yang tumbuh dan berkembang diatas kepribadian bangsa dan
kebudayaan nasional Indonesia.

2. Tujuan
Tujuan hubungan industrial pancasila adalah :

Mensukseskan pembangunan dalam rangka mengemban cita-cita bangsa


Indonesia yaitu masyarakat adil dan makmur.

Ikut berperan dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan


kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Menciptakan ketenangan, ketentraman dan ketertiban kerja serta ketenangan


usaha.

Meningkatkan produksi dan produktivitas kerja.

Meningkatkan kesejahteraan pekerja serta derajadnya sesuai dengan


martabatnya manusia.

3. Landasan

Hubungan Industrial Pancasila mempunyai landasan idiil yaitu Pancasila dan


landasan konstitusional adalah UUD45. secara operasional berlandaskan
GBHN serta ketentuan-ketentuan pelaksanaannya yang diatur oleh
pemerintah.

Hubungan industrial pancasila juga berlandaskan kepada kebijaksanaankebijaksanaan pemerintah untuk menciptakan keamanan nasional dan
stabilitas nasional.

B. Pokok pokok pikiran dan pandangan industrial pancasila


1. Pokok-pokok Pikiran

Keseluruhan sila-sila dari pada pancasila secara utuh dan bulat yang tidak
dapat dipisahkan satu sama lain.

Pengusaha dan pekerja tidak dibedakan karena golongan, kenyakinan, politik,


paham, aliran, agama, suku maupun jenis kelamin.

Menghilangkan perbedaan dan mengembangkan persamaan serta


perselisihan yang timbul harus diselesaikan melalui musyawarah untuk
mufakat.

2. Asas-asas untuk mencapai tujuan

Asas-asas pembangunan nasional yang tertuang dalam GBHN seperti asas


manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, demokrasi, adil dan merata,
serta keseimbangan.

Asas kerja yaitu pekerja dan pengusaha merupakan mitra dalam proses
produksi.

3. Sikap mental dan sikap social


Sikap social adalah kegotong-royongan, toleransi, saling menghormati. Dalam
hubungan industrial pancasila tidak ada tempat bagi sikap saling berhadapan/ sikap
penindasan oleh yang kuat terhadap yang lemah.
C. Pelaksaan hubungan industrial pancasila
1. Lembaga kerjasama Bipartit dan Tripartit

Lembaga kerjasama bipartite dikembangkan perusahaan agar komunikasi

antar pihak pekerja dan pihak pengusaha selalu berjalan dengan lancar.

Lembaga kerjasama tripartite dikembangkan sebagai forum komunikasi,


konsultasi dan dialog antar ketiga pihak tersebut.

2. Kesepakatan Kerja Bersama (KKB)

Melalui kesepakatan kerja bersama dapat diwujudkan suatu proses


musyawarah dan mufakat dalam mewujudkan kesepakatan kerja bersama.

Dalam kesepakatan kerja bersama semangat hubungan industrial pancasila


perlu mendapat perhatian.

Setiap kesepakatan kerja bersama supaya paling sedikit harus memiliki suatu
pendahuluan/mukadimah yang mencerminkan falsafah hubungan industrial
pancasila.

3. Kelembagaan penyelesaian perselisihan industrial

Lembaga yang diserahi tugas penyelesaian perselisihan industrial perlu


ditingkatkan peranannya melalui peningkatan kemampuan serta integritas
personilnya.

Kelembagaan penyelesaian perselisihan baik pegawai perantara, arbitrase


P4D/P4P yang berfungsi dengan baik akan dapat menyelesaikan perselisihan
dengan cepat, adil, terarah dan murah.

4. Peraturan perundangan ketenagakerjaan

Peraturan perundangan berfungsi melindungi pihak yang lemah terhadap


pihak yang kuat dan memberi kepastian terhadap hak dan kewajibannya
masing-masing.

Setiap peraturan perundangan ketenagakerjaan harus dijiwai oleh falsafah


hubungan industrial pancasila. Karena itu kalau perlu diciptakan peraturan
perundangan yang baru yang dapat mendorong pelaksanaan hubungan
industrial pancasila.

5. Pendidikan hubungan industrial

Agar falsafah hubungan industrial pancasila dipahami oleh masyarakat, maka


falsafah itu disebarluaskan baik melalui penyuluhan maupun melalui
pendidikan.

Penyuluhan dan pendidikan mengenai hubungan industrial pancasila ini perlu


dilakukan baik kepada pekerja/serikat pekerja maupun pengusaha dan juga
aparat pemerintah.

D. Beberapa masalah khusus yang harus dupecahkan dalam hubungan


industrial pancasila
1. Masalah pengupahan Apabila didalam perusahaan dapat diciptakan suatu system
pengupahan yang akibat akan dapat menciptakan ketenagakerjaan, ketenangan
usaha serta peningkatan produktivitas kerja. Apabila didalam perusahaan tidak
dapat diciptakan suatu system pengupahan yang baik, maka upah akan selalu
menjadi sumber perselisihan didalam perusahaan.
2. Pemogokan Pemogokan akan dapat merusak hubungan antara pekerja dan
pengusaha. Hak mogok diakui dan diatur penggunaannya. Oleh sebab itu walaupun
secara yuridis dibenarkan tetapi secara filosofis harus dihindari.
BAB II HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMELIHARAANNYA
A. Tahapan dalam Hubungan Industrial
1. Pengertian Hubungan Industrial
Hubungan industrial sebenarnya merupakan kelanjutan dari istilah Hubungan
Industrial Pancasila. Berdasarkan literatur istilah Hubungan Industrial Pancasila (HIP)
merupakan terjemahan labour relation atau hubungan perburuhan.Istilah ini pada
awalnya menganggap bahwa hubungan perburuhan hanya membahas masalahmasalah hubungan antara kerja/buruh dan pengusaha.
Berdasarkan Pedoman Pelaksanaan Hubugan Industrial Pancasila (HIP) departemen
Tenaga kerja (Anonim, 1987:9) pengertian HIP ialah suatu sistem yang terbentuk
antara pelaku dalam proses produksi barang dan jasa (pekerja, pengusaha dan
pemerintah) yang didasarkan atas nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang dasar
1945, yang tumbuh dan berkembang di atas keperibadian bangsa dan kebudayaan
nasional Indonesia. Untuk itu sebagai wujud pelaksanaan hubungan kerja antara
pekerja/buruh, pengusaha dan pemerintah harus sesuai dengan jiwa yang
terkandung dalam sila-sila Pancasila, artinya segala bentuk perilaku semua subjek
yang terkait dalam proses harus mendasarkan pada nilai-nilai luhur Pancasila
secara utuh. Dalam pasal 1 angka 16 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa pengertian istilah hubungan industrial
adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para
perilaku dalam proses produksi barang dan jasa yang terdiri atas unsur pengusaha,
pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
2. Landasan Hubungan Industrial Landasan hubungan industrial terdiri atas;
a. Landasan idil ialah pancasila
b. Landasan konsitusional ialah undang-undang dasar 1945
c. Landasan opersainal GBHN yang ditetapkan oleh MPR serta kebijakan-kebijakan
lain dari pemerintah

3. Tujuan Hubungan Industrial


Berdasarkan hasil seminar HIP tahun 1974 (Shamad, 1995: 12) tujuan hubungan
industrial adalah mengemban cita-cita proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia
17 Agustus 1945 di dalam pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat
adil dan makmur yang berdasarkan Pancasila serta ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial
melalui penciptaan ketenangan, ketentraman dan ketertiban kerja serta ketenangan
usaha, meningkatkan produksi dan meningkatkan kesejahteraan pekerja serta
derajatnya sesuai derajat manusia. Sedemikian berat dan mulianya tujuan tersebut,
maka semua pihak yang terkait dalam hubungan industrial harus meahami untuk
terwujudnya pelaksanaan hubungan industrial dengan baik.
4. Ciri-ciri Hubungan Industrial
a) Mengakui dan menyakini bahwa bekerja bukan sekedar mencari nafkah saja,
melainkan juga sebagai pengabdian manusia kepada Tuhannya, sesama manusia,
masyarakat, bangsa dan negara.
b) Menganggap pekerja bukan hanya sekedar faktor produksi belaka melainkan
sebagai manusia pribadi dengan segala harkat dan martabatnya.
c) Melihat antara pekerja dan pengusaha bukan mempunyai kepentingan yang
bertentangan, melainkan mempunyai kepentingan yang sama untuk kemajuan
perusahaan.
d) Setiap perbedaan pendapat antara pekerja dan pengusaha harus disesuaikan
dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat yang dilakukan secara
kekeluargaan.
e) Adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban untuk kedua belah pihak, atas
dasar rasa keadilan dan kepatutan.
5. Sarana Hubungan Hubungan Industrial
a. Serikat pekrja/serikat buruh
b. Organisasi pengusaha
c. Lembaga kerja sama bipartit
d. Lembaga kerja sama Tripartit
e. Peraturan Perusahaan
f. Perjanian kerja bersama
g. Peraturan perundangan-undangan ketenagakerjaan dan
h. Lebaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial
B. Kesepakatan Kerja Bersama
Menurut pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, pengertian

peraturan perusahaan (PP) adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh
pengusaha yang membuat syarat-syarat kerja dan tata cara perusahaan.
Sedangkan perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil
perbandingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat
pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau
perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syaratkerja, hak dan kewajiban
kedua belah pihak (pasal 1 angka 21 Undang-undang Nomor 13).
Pengertian dan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) Menurut Departemen Tenaga
Kerja Republik Indonesia (1996/1997: 2) ialah perjanjian yang diselenggarakan oleh
serikat pekerja atau serikat-serikat pekerja yang terdaftar pada Departemen Tenaga
Kerja dengan pengusaha-pengusaha, perkumpulan perusahaan berbadan hukum
yang pada umumnya atau semata-mata memuat syarat-syarat yang harus
diperhatikan dalam perjanjian kerja.
Dalam praktik selama ini banyak istilah yang dipergunakan untuk menyebut
perjanjian kerja bersama (PKB), seperti:
a. Perjanjian Perburuhan Kolektif (PKK) atau collecteve Arbeids Ovreenkomst (CAO);
b. Persetujuan Perburuhan Kolektif (PPK) atau Coolective Labour Agreement (CLA);
c. Persetujuan Perburuhan Bersama (PPB); dan
d. Kesepakatan Kerja Bersama (KKB).
Semua istilah tersebut di atas pada hakikatnya sama karena yang dimaksud adalah
perjanjian perburuhan sebagaimana tercantum pada Pasal 1 ayat (1) UndangUndang Nomor 21 tahun 1954 (di mana undang-undang ini sudah tidakberlaku
sejak memberlakukan undang-undang Nomor 13 tahun 2003).
C. Hubungan Bipartit dan Tripartit
Yaitu forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
hubungan industrial di satu perusahaan, yang anggotanya terdiri atas pengusaha
dan serikat pekerja/serikat buruh yang sudah tercatat di instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan atau unsur pekera/buruh (periksa Kaputusan
Menteri Tenaga dan Transmigrasi Nomor Kep-255/Men/2003 tentang Tata Cara
Pembentukan dan Susunan Keanggotaan Lemaga Kera Sama Bipartit). Sedangkan
Tripartit yaitu forum komunikasi, lonsultasi dan musyawarah tentang masalah
ketenagakerjaan, yang anggotanya terdiri atas unsur organisasi pengusaha, serikat
pekerja/serikat buruh, dan pemerintah (periksa Peraturan Pemerintah Nomor 8
tahun 2005 tentang Tata kerja dan Susunan Organisasi Lembaga kerja sama
Tripartit). Pengertian bipartit dalam hal ini sebagai mekanisme adalah tata cara atau
proses perundingan yang dilakukan antara dua pihak, ayitu pihak pengusaha
dengan pihak pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh, antara lain, apabila
terjadi perselisihan antara pengusaha dengan pekera/buruh diperusahaan (surat
edaran Direktur Jendral Pembinaan Hubungan Industrial Nomor SE01/D.PHI/XI/2004. perundingan bipartit pada hakikatnya merupakan upaya
musyawrah untuk mufakat antara pihak pengusaha dan pihak pekerja/buruh atau
serikat pekerja/serikat buruh.

D. Tata Cara Menyusun Kesepakatan Kerja Bersama


Dalam Organisasi Seperti lajimnya perjanjian, pembuatan peraturan perusahaan
dan perjanjian kerja sama juga ada ketentuan-ketentuannya. Ketentuan-ketentuan
dimaksud adalah:
1. Pembuatan peraturan perusahaan
a. wajib bagi perusahaan yang memperkerjakan minimal sepuluh orang
pekerja/buruh.
b. kewajiban butir (1) tidak berlaku bagi perusahaan yang sudah memiliki perjanjian
kerja sama.
c. memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja/buruh, atau serikat
pekerja/buruh. Disamping iru dapat juga berkonsultasi kepada instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
d. materi yang diatur adalah syarat kerja yang belum diatur dalam peraturan
perundang-undangan dan rincian pelaksanaan ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan.
e. sekurang-kurangnya memuat:

hak dan kewajiban pengusaha;

hak dan kewajiban pekera/buruh;

syarat pekerja;

tata tertib perusahaan ; dan

jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan.

f. pembuatnya dilarang:

menggantikan perjanjian kerja bersama yang sudah ada sebelumnya;

bertentangan denganperaturan perundang-undangan yang berlaku.

g. Pembuatan peraturan perusahaan tidak dapat diperselisihkan karena merupakan


kewajiban dan menjadi tanggung jawab pengusaha.
h. wajib mengjajukan pengesahan kepada menteri atau pejabat yang ditunjuk (yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaank).
i. wajib memberitahukan dan menjelaskan isi serta memberikan naskah peraturan
perusahaan atau perubahannya kepada pekerja/buruh.

Anda mungkin juga menyukai