Anda di halaman 1dari 22

1.

Sejarah Profesi Keguruan

Dalam bukunya, Sejarah Pendidikan Indonesia, Nasution (1987) secara jelas melukiskan sejarah
pendidikan di Indonesia terutama dalam zaman kolonial belanda, termasuk juga sejarah profesi
keguruan. Guru-guru yang pada mulanya diangkat dari orang-orang yang tidak di didik secara
khusus menjadi guru, secara berangsur-angsur dilengkapi dan ditambah dengan guru-guru yang
lolos dari sekolah guru (Kweekschool) yang pertama kali didirikan di Solo tahun 1852. Karena
kebutuhan guru yang mendesak maka Pemerintah Hindia-Belanda mengangkat lima macam
guru, yakni:
1. Guru lulusan sekolah guru yang dianggap sebagai guru yang berwenang penuh
2. Guru yang bukan lulusan sekolah guru, tetapi lulus ujian yang diadakan untuk menjadi
guru
3. Guru bantu, yakni yang lulus ujian guru bantu
4. Guru yang dimagangkan kepada guru senior, yang merupakan calon guru
5. Guru yang diangkat karena keadaan yang amat mendesak yang berasal dari warga yang
pernah mengecap pendidikan. Tentu saja yang terakhir ini sangat beragam dari satu
daerah dengan daerah lainnya.
Guru pernah mempunyai status yang sangat tinggi dalam manyarakat, mempunyai wibawa yang
sangat tinggi, dan dianggap sebagai orang yang serba tahu dalam sejarah pendidikan guru di
Indonesia. Peranan guru saat itu tidak hanya mendidik anak di depan kelas, tetapi mendidik
masyarakat, tempat bagi masyarakat untuk bertanya, baik untuk memecahkan masalah pribadi
ataupun masalah sosial. Namun, kewibawaan guru mulai memudar sejalan dengan kemajuan
zaman, perkembangan ilmu dan teknologi, dan kepedulian guru yang meningkat tentang imbalan
atau balas jasa (Sanusi et al., 1991). Dalam era teknologi yang maju sekarang, guru bukan lagi
satu-satunya tempat bertanya dalam masyarakat. Pendidikan masyarakat mungkin lebih tinggi
dari guru, dan kewibawaan guru berkurang antara lain karena status guru dianggap kalah gengsi
dari jabatan lainnya yang mempunyai pendapatan yang lebih baik.
Walaupun sekolah guru telah dimulai dan kemudian juga didirikan sekolah normal, namun pada
mulanya bila dilihat dari kurikulumnya dapat kita katakan hanya mementingkan pengetahuan
yang akan diajarkan saja. Ke dalamnya belum dimasukkan secara khusus kurikulum ilmu
mendidik dan psikologi. Sejalan dengan pendirian sekolah-sekolah yang lebih tinggi tingkatnya
dari sekolah umum seperti Hollands Indlanse School (HIS), Meer Uitgebreid Lagere Onderwidjs
(MULO), Hogere Burgeschool (HBS), dan Algemene Middelbare School (AMS) maka secara
berangsur-angsur didirikan pula lembaga pendidikan guru atau kursus-kursus untuk
mempersiapkan guru-gurunya, seperti Hogere Kweekschool (HKS) untuk guru HIS dan kursus
Hoofdacte (HA) untuk calon kepala sekolah (Nasution, 1987).

Keadaan yang demikian berlanjut sampai zaman pendudukan jepang dan awal perang
kemerdekaan walaupun dengan nama dan bentuk lembaga pendidikan guru yang disesuaikan
dengan keadaan waktu itu. Selangkah demi selangkah pendidikan guru menigkatkan jenjang
kualifikasi dan mutunya, sehingga saat ini kita hanya mempunyai lembaga pendidikan guru yang
tunggal, yakni Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).
Walaupun jabatan guru belum disebut sebagai jabatan profesional penuh, statusnya mulai
membaik. Di indonesia telah ada Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang mewadahi
persatuan guru, dan juga mempunyai perwakilan di DPR/MPR. Apakah para wakil dan
organisasi ini telah mewakili semua keinginan para guru, baik dari segi proesional ataupun
kesejahteraan? Apakah guru betul-betul jabatan profesional, sehingga jabatan guru terlindungi,
mempunyai otoritas tinggi dalam bidangnya, dihargai dan mempunyai status yang tinggi dalam
masyarakat, semuanya akan tergantung kepada guru itu sendiri dan unjuk kerjanya, serta
masyarakat dan pemerintah yang memakai atau mendapatkan layanan guru itu.

1. B.

Pengertian profesi keguruan

Pengertian profesi
Istilah profesi dalam kehidupan sehari-hari digunakan untuk menunjukkan tentang pekerjaan
seseorang. Seseorang yang bekerja sebagai dokter, dikatakan profesinya sebagai dokter dan
orang yang pekerjaannya mengajar dikatakan profesinya sebagai guru. Bahkan ada orang yang
mengatakan bahwa profesinya sebagai tukang batu, tukang parkir, pengamen, penyanyi,
pedagang, dan sebagainya. Jadi istilah profesi dalam konteks ini sama artinya dengan pekerjaan
atau tugas yang dilakukan oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari.
Keragaman dalam memahami istilah profesi dalam kehidupan sehari-hari mengidentifikasikan
perlunya suatu pengertian yang dapat menegaskan kriteria suatu pekerjaan sehingga dapat
disebut sebagai suatu profesi. Artinya, tidak semua pekerjaan atau tugas yang dilakukan dapat
disebut sebagai profesi. Pekerjaan-pekerjaan yang memenuhi kriteria-kriteria tertentu yang
disebut sebagai suatu profesi.
Secara etimologi, istilah profesi berasal dari bahasa inggris yaitu profession, yang artinya
pekerjaan, atau dalam bahasa Latin, profecus yang artinya mengakui, adanya pengakuan
menyatakan mampu, atau ahli dalam melakukan suatu pekerjaan. Sedangkan secara Terminologi,
profesi berarti suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang
ditekankan pada pekerjaan mental yaitu adanya persyaratan pengetahuan teoritis sebagai
instrumen untuk melakukan perbuatan praktis, bukan pekerjaan manual (Danin,2002). Jadi suatu
profesi harus memiliki tiga pilar pokok yaitu pengetahuan, keahlian, dan persiapan akademik.
Secara leksikal, perkataan profesi mengandung berbagai makna dan pengertian. Pertama, profesi
menunjukkan suatu kepercayaan (to profess means to trust), bahkan suatu keyakinan (to belief
in) atas suatu kebenaran (ajaran agama) atau kredibilitas seseorang (Hornby, 1962). Kedua,

profesi dapat pula menunjukkan dan mengungkapkan suatu pekerjaan atau urusan tertentu (a
particular business, Hornby, 1962).
Websters New World Dictionary menunjukkan lebih lanjut bahwa profesi merupakan suatu
pekerjaan yang menuntut pendidikan tinggi (kepada pengembannya) dalam liberal atrs atau
science, dan biasanya meliputi pekerjaan mental dan bukan pekerjaan manual.
Dari berbagai pengertian profesi tersebut, dapat disimpulkan bahwa profesi adalah pekerjaan
atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang
memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma
tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Pada umumnya, masyarakat awam memaknai kata profesionalisme bukan hanya digunakan
untuk pekerjaan yang telah diakui sebagai suatu profesi, melainkan pada hampir setiap
pekerjaan. Muncul ungkapan, misalnya, penjahat profesional, sopir profesional, hingga tukang
ojek profesional. Dalam bahasa awam pula, seseorang disebut profesional jika cara kerjanya
baik, cekatan dan hasilnya memuaskan. Dengan hasil kerja itu, seseorang mendapatkan uang
atau bentuk imbalan lainnya.
Dapatkah disalahkan penggunaan istilah yang serampangan itu? Tidak, karena istilah profesi
bukan monopoli kalangan tertentu. Namun, secara sosiologis ada aspek positifnya di belakang
gejala itu, yaitu refleksi dari adanya tuntutan yang makin besar dari masyarakat akan proses dan
hasil kerja yang bermutu, penuh tanggung jawab bukan sekadar asal dilaksanakan.
Ada semacam common denominators antara berbagai profesi. suatu profesi umumnya
berkembang dari perkerjaan (vocation) yang kemudian berkembang makin matang. Selain itu,
dalam bidang apapun, profesionalisme seseorang ditunjang oleh tiga hal, yaitu keahlian,
komitmen, dan keterampilan yang relevan yang membentuk sebuah segitiga sama sisi yang di
tengahnya terletak profesionalisme. Ketiga hal itu pertama-tama dikembangkan melalui
pendidikan prajabatan dan selanjutnya ditingkatkan melalui pengalaman dan pendidikan/latihan
dalam jabatan. Karena keahliannya yang tinggi, maka seorang profesional dibayar tinggi. well
educated, well trained, well paid, adalah salah satu prinsip profesionalisme.
Pengertian profesi keguruan
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) telah merealisasikan pengertian profesi keguruan
untuk pendidikan di Indonesia sebagai berikut:

Profesi keguruan adalah suatu bidang pengabdian/dedikasi kepada kepentingan anak


didik dalam perkembangannya menuju kesempurnaan manusiawi.

Para anggota profesi keguruan terikat oleh pola sikap dan perilaku guru yang dirumuskan
dalam kode etik guru Indonesia.

Para anggota profesi keguruan dituntut untuk menyelesaikan suatu proses pendidikan
persiapan jabatan yang relatif panjang.

Para anggota profesi keguruan terpanggil untuk senantiasa menyegarkan serta menambah
pengetahuannya

Untuk dapat melaksanakan profesi keguruan dengan baik, para anggota harus memiliki
kecakapan / keterampilan teknis.

Para anggota profesi keguruan perlu memiliki sikap bahwa jaminan tentang hak-hak
profesional harus seimbang dan merupakan imbalan dari profesi profesionalnya.

Istilah-istilah yang berkaitan dengan profesi


Diskusi tentang profesi melibatkan beberapa istilah yang berkaitan, yaitu profesi, profesional,
profesionalisme, profesionalitas dan profesionalisasi. Sanusi, dkk (1991:19) menjelaskan kelima
konsep tersebut sebagai berikut:
1. Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian (experties) dari para
anggotanya. Keahlian diperolah melalui apa yang disebut profesionalisasi, yang
dilakukan baik sebelum seseorang menjalani profesi itu (pendidikan/pelatihan prajabatan)
maupun setelah menjalani suatu profesi (in service training).
2. Profesional menunjuk pada dua hal. Pertama, orang yang menyandang suatu profesi.
kedua, penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaannya yang sesuai dengan
profesinya.
3. Profesionalisme menunjuk pada komitmen/paham para anggota suatu profesi untuk
meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus mengembangkan strategistrategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya.
4. Profesionalitas mengacu kepada sikap para anggota profesi terhadap profesinya serta
derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki dalam rangka melakukan
pekerjaannya.
5. Profesionalisasi menunjuk pada proses peningkatan kualifikasi maupun kemampuan para
anggota profesi dalam mencapau kriteria yang standar dalam penampilannya sebagai
anggota suatu profesi
Surya dkk, (2000:4.5 4.90) memberikan penjelasan mengenai istilah-istilah tersebut diatas
sebagai berikut.
1. Profesional mempunyai dua makna. Pertama, mengacu kepada sebutan tentang orang
yang menyandang suatu profesi. Kedua, mengacu kepada sebutan tentang penampilan
seseorang dalam mewujudkan unjuk kerja sesuai dengan profesinya. Sebutan dan
penampilan profesional ini telah mendapat pengakuan baik formal maupun informal.
Pengakuan formal diberikan oleh lembaga yang mempunyai kewenangan untuk itu, yaitu
pemerintah atau organisasi profesi. Sedang pengakuan secara informal diberikan oleh
masyarakat dan para pengguna jasa suatu profesi. Misalnya sebutan guru profesional

adalah guru yang telah mendapat pengakuan secara formal sesuai ketentuan berlaku, baik
dalam kaitan dengan jabatannya maupun dengan latar belakang pendidikan formalnya.
Dengan demikian guru SD yang telah lulus Diploma 2 dapat dikatakan sebagai guru
profesional karena telah memiliki pengakuan formal, berupa ijazah Diploma II dan Akta
II. Sebutan guru profesional juga dapat mengacu kepada pengakuan penampilan seorang
guru dalam unjuk kerjanya yaitu melaksanakan tugas-tugasnya sebagai guru.
2. Profesionalisme adalah sebutan yang mengacu pada sikap mental dalam bentuk
komitmen dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan
meningkatkan kualitas profesionalnya. Pada dasarnya profesionalisme itu merupakan
motivasi intrinsik pada diri guru sebagai pendorong untuk mengembangkan dirinya ke
arah perwujudan profesional.
3. Profesionalitas adalah sebutan terhadap kualitas sikap para anggota suatu profesi terhadap
profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki untuk dapat
melakukan tugas-tugasnya. Sebutan profesionalitas menggambarkan suatu derajat
keprofesian seseorang dilihat dari sikap, pengetahuan dan keahlian yang diperlukan untuk
melaksanakan tugasnya.
4. Profesionalisasi adalah suatu proses menuju kepada perwujudan dan peningkatan profesi
dalam mencapai kriteria sesuai standar yang telah ditetapkan. Dengan profesionalisasi,
para guru secara bertahap akan mencapai suatu derajat kriteria profesional sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah-istilah tersebut ditemukan sebagai berikut:

Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan,


kejuruan, dan sebagainya) tertentu.

Profesional adalah: (1) bersangkutan dengan profesi, (2) memerlukan kepandaian khusus
untuk menjalankannya, dan (3) mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya.

Profesionalisasi adalah proses membuat suatu badan organisasi agar menjadi profesional.
(Depdiknas, 2005: 897)

1. C.

Syarat-syarat Profesi Keguruan

Syarat-syarat Profesi
Menelaah pengertian profesi sebelumnya, dapat dipahami bahwa profesi adalah pekerjaan atau
jabatan khusus yang dibutuhkan untuk melayani masyarakat. Ciri-ciri utama suatu profesi
menurut Sanusi, dkk (1991) adalah sebagai berikut:
1. Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikansi sosial yang menentukan.

2. Jabatan yang menuntut keterampilan/keahlian tertentu.


3. Keterampilan/keahlian yang dituntut jabatan itu dapat melalui pemecahan masalah
dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
4. Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas sistematis dan
eksplisit, bukan hanya sekedar pendapat khalayak umum.
5. Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu yang cukup
lama.
6. Proses pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai
professional itu sendiri
7. Berperan teguh kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi.
8. Dalam praktiknya melayani masyarakat anggota profesi otonom dan bebas dari campur
tangan orang lain.
9. Jabatan mempunyai prestasi yang tinggi dalam masyarakat.
Menurut Ornstein dan Levine (1984) bahwa suatu pekerjaan atau jabatan dapat disebut profesi
bila pekerjaan atau jabatan itu dilakukan dengan:
1. Melayani masyarakat, merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat (tidak
berganti-ganti pekerjaan).
2. Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar jangkauan khayalak ramai
(tidak setiap orang dapat melakukannya).
3. Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktek (teori baru
dikembangkan dari hasil penelitian).
4. Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang
5. Terkendali berdasarkan lisensi baku dan atau mempunyai persyaratan masuk (untuk
menduduki jabatan tersebut memerlukan izin tertentu atau ada persyaratan khusus yang
ditentukan untuk dapat mendudukinya).
6. Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu (tidak diatur
olah orang lain)
7. Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan tampilan unjuk kerjanya
berhubungan dengan layanan yang diberikan (langsung bertanggung jawab terhadap apa
yang diputuskannya tidak dipindahkan ke atasan atau instransi yang lebih tinggi).
Mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang baku .

8. Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien dengan penekanan terhadap layanan
yang akan diberikan .
9. Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya, relatif bebas dari supervisi
dalam jabatan (misalnya dokter memakai tenaga administrasi untuk mendata klien
sementara tidak ada supervise dari luar terhadap pekerjaan dokter sendiri).
10. Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.
11. Mempunyai asosiasi profesi atau kelompok elit untuk mengetahui dan mengakui
keberhassilan anggotanya.
12. Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyanksikan
yang berhubungan dengan layanan yang diberikan.
13. Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari publik dan kepercayaan diri setiap
anggotanya.
14. Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi (bila dibandingkan dengan jabatan
lainnya).
Arikunto (1998) mengartikan delapan kriteria profesi sebagai berikut:
1. Mementingkan pelayanan kemanusiaan dibandingkan dengan kepentingan pribadi.
2. Memerlukan waktu yang panjang untuk mempelajari konsep-konsep serta prinsip-prinsip
pengetahuan khusus yang mendukung keahlian.
3. Memiliki kualifikasi tertentu serta mampu mengikuti perkembangan dalam rangka
pertumbuhan jabatan,
4. Memiliki kode etik yang mengatur keanggotaan, tingkah laku, sikap, dan cara kerja.
5. Membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi.
6. Mempunyai organisasi yang dapat meningkatkan standar pelayanan, disiplin diri, serta
kesejahteraan anggotanya.
7. Memberikan kesempatan untuk kemajuan, spesialisasi, dan kemandirian.
8. Merupakan suatu karier hidup.
Syarat-syarat profesi keguruan

Bertolak dari beberapa ciri dan keriteria profesi sebagamana disebutkan sebelumnya, dapat
dikatakan bahwa guru memenuhi ciri-ciri dan kriteria seperti diungkapkan Stinnett dan Liberman
sebagai berikut:
1. Guru lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan dalam mendidik, mengajar, dan
melatih peserta didik daripada kepentingan pribadi.
2. Agar dapat menjadi guru, seseorang membutuhkan waktu yang lama untuk dapat
mempelajari konsep-konsep serta prinsip-prinsip pendidikan keguruan, di samping
pengetahuan khusus yang mendukung keahlian.
3. Guru harus memiliki kualifikasi tertentu di bidang keguruan dan pendidikan serta mampu
menyesuaikan diri dengan perkembangan IPTEK sehingga memungkinkan mereka dapat
bertumbuh dalam jabatannya.
4. Guru telah memiliki kode etik yang mengatur keanggotaan, tingkah laku, sikap, dan cara
kerja mereka.
5. Guru membutuhkan kegiatan intelektual yang tinggi.
6. Guru harus memiliki organisasi profesi yang dapat meningkatkan standar pelayanan,
disiplin diri dan kesejahteraan para anggotanya. Organisasi profesi guru-guru Indonesia
dikenal dengan PGRI.
7. Guru diberi otonomi dan kebebasan akademik yang tinggi dan bertanggung jawab
terhadap tugas yang diembannya.
8. Bagi guru, tugas mengajar yang dilaksanakannya merupakan karier hidup, dimana guru
memperoleh nafkah untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
National Education Association (Sucipto,kosasi,& Abimanyu,1994) menyusun sejumlah syarat
atau kriteria yang mesti ada dalam jabatan guru, yaitu:
1. Jabatan yang Melibatkan Kegiatan Intelektual
Jelas sekali bahwa jabatan guru memenuhi kriteria ini, karena mengajar melibatkan upaya-upaya
yang sifatnya sangat didominasi kegiatan intelektual. Lebih lanjut dapat diamati, bahwa
kegiatan-kegiatan yang dilakukan anggota profesi ini adalah dasar bagi persiapan dari semua
kegiatan professional lainnya. Oleh sebab itu, mengajar seringkali disebut sebagai ibu dari segala
profesi (Stinnet dan Huggett, 1963)
1. Jabatan yang Menggeluti Batang Tubuh Ilmu yang Khusus
Semua jabatan mempunyai monopoli pengetahuan yang memisahkan anggota mereka dari orang
awam, dan memungkinkan mereka mengadakan pengawasan tentang jabatannya. Anggotaanggota suatu profesi menguasai bidang ilmu yang membangun keahlian meraka yang

melindungi masayarakat dari penyalahgunaan, amatiran yang tidak terdidik, dan kelompok
tertentu yang ingin mencari keuntungan (misalnya orang-orang yang tidak bertanggung jawab
yang membuka praktek dokter). Namun, belum ada kesepakatan tentang bidang ilmu khusus
yang melatari pendidikan (education) atau keguruan (teaching) (Ornstein and Levin, 1984).
Terdapat berbagai pendapat tentang apakah mengajar memenuhi persyaratan kedua ini. Mereka
yang bergerak dibidang pendidikan menyatakan bahwa mengajar telah mengembangkan secara
jelas bidang khusus yang sangat penting dalam mempersiapkan guru yang berwenang.
Sebaliknya, ada yang berpendapat bahwa mengajar belum mempunyai batang tubuh ilmu khusus
yang dijabarkan secara ilmiah. Kelompok pertama percaya bahwa mrngajar adalah suatu sains,
sementara kelompok kedua mengatakan bahwa mengajar adalah suatu kiat (art) (Stinnett dan
Huggett, 1963). Namun, dalam karangan-karangan yang ditulis dalam Encyclopedia of Edication
Research, misalnya tredapat bukti-bukti bahwa pekerjaan mengajar telah secara intensif
mengembangkan batang tubuh ilmu khusus. Sebaliknya masih ada juga yang berpendapat bahwa
ilmu pendidikan sedang dalam krisis identitas, batang tubuhnya tidak jelas, batas-batasnya kabur,
strukturnya sebagai a body of knowledge samar-samar (Sanusi et al., 1991). Sementara itu ilmu
pengetahuan tingkah laku (behavioral sciences), ilmu pengetahuan alam, dan bidang kesehatan
dapat dibimbing langsung dengan peraturan dan prosedur yang ekstensif dan menggunakan
metodologi yang jelas. Ilmu pendidikan kurang terdefinisi dengan baik. Disamping itu, ilmu
yang terpakai dalam dunia nyata pengajaran masih banyak yang belum teruji validasinya dan
disetujui sebagian besar ahlinya (Gideonse, 1982 dan Woodring, 1983).
1. Jabatan yang Memerlukan Persiapan Latihan yang Lama
Yang membedakan jabatan profesional dengan nonprofesional antara lain adalah dalam
penyelesaian pendidikan melalui kurikulum, yaitu ada yang diatur universitas/Institut atau
melalui pengalam praktek dan pemegang atau campuran pemagangan dan kuliah. Yang pertama,
yakni pendidikan melalui pendidikan perguruan tinggi disediakan untuk jabatan profesional,
sedangkan yang kedua, yakni pendidikan melalui pengalaman praktek dan pemagangan atau
campuran pemagangan dan kuliah diperuntukkan untuk jabatan nonprofesional (Ornstein dan
Levine, 1984). Tetapi jenis kedua ini tidak ada lagi di Indonesia. Anggota kelompok guru dan
yang berwenang di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan berpendapat bahwa persiapan
propesional yang cukup lama amat perlu untuk mendidik guru yang berwenang. Konsep ini
menjelaskan keharusan memenuhi kurikulum perguruan tinggi, yang terdiri dari pendidikan
umum, profesional dan khusus, sekurang-kurangnya 4 tahun bagi guru pemula (S1 di LPTK),
atau pendidikan persiapan profesional di LPTK paling kurang selama setahun setelah mendapat
gelar akademik S1 diperguruan tinggi non-LPTK. Namun, sampai sekarang di Indonesia,
ternyata masih banyak guru yang lama pendidikan mereka sangat singkat, malahan masih ada
yang hanya seminggu, sehingga tentu saja kualitasnya masih sangat jauh untuk dapat memenuhi
persyaratan yang kita harapkan.

1. Jabatan yang Memerlukan Latihan dalam Jabatan yang Sinambung

Jabatan guru cenderung menunjukkan bukti yang kuat sebagai jabatan profesional, sebab hampir
tiap tahun guru melakukan berbagai kegiatan latihan profesional, baik yang mendapatkan
penghargaan kredit maupun tanpa kredit. Malahan pada saat sekarang bermacam-macam
pendidikan profesional tambahan diikuti guru-guru dalam menyetarakan dirinya dengan
kualifikasi yang telah ditetapkan. (Ingat Penyetaraan D-II untuk guru-guru SD, dan penyetaraan
D-III untuk guru-guru SLTP, baik melalui tatap muka di LPTK tertentu maupun lewat
pendidikan jarak jauh yang dikoordinasikan Universitass Terbuka )
1. Jabatan yang Menjanjikan Karir Hidup dan Keanggotaan yang Permanen
Untuk kriteria ini tampaknya dapat dipenuhi jabatan guru di Indonesia sekarang ini. Hal ini
disebabkan karena tidak begitu banyak guru yang pindah ke bidang lain, walaupun bukan berarti
bahwa jabatan guru mempunyai pendapatan yang tinggi. Alasan ketidakpindahan tersebut
mungkin karena lapangan kerja dan sistem pindah jabatan yang agak sulit.
1. Jabatan yang Menentukan Baku (Standarnya) Sendiri
Pada setiap jabatan profesi, anggota kelompok dianggap sanggup untuk membuat keputusan
profesional berhubungan dengan iklim kerjanya. Para profesional biasanya membuat peraturan
sendiri dalam daerah kompetensinya, kebiasaan dan tradisi yang berhubungan dengan
pengawasan yang efektif tentang hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan dan hal-hal yang
berhubungan dengan langganan. Standarisasi jabatan guru masih sangat banyak diatur oleh pihak
pemerintah atau pihak lain yang menggunakan tenaga guru tersebut, seperti yayasan pendidikan
swasta, sehingga bakunya jabatan guru ini sering tidak diciptakan oleh anggota profesi sendiri.
1. Jabatan yang Lebih Mementingkan Layanan Di Atas Keuntungan Pribadi
Jabatan mengajar adalah jabatan yang mempunyai nilai yang tinggi, tidak perlu diragukan lagi.
Guru yang baik akan selalu berperan dalam mempengaruhi kehidupan yang lebih baik dari warga
negara masa depan. Kebanyakan orang memilih jabatan ini berdasarkan apa yang dianggap baik
oleh mereka yakni mendapatkan kepuasan rohaniah ketimbang kepuasan lahiriah.
1. Jabatan yang Mempunyai Organisasi Profesional yang Kuat dan Terjalin Erat
Semua profesi yang dikenal mempunyai organisasi profesi yang kuat untuk mewadahi tujuan
bersama dan melindungi anggotanya. Dalam beberapa hal, jabatan guru telah memenuhi kriteria
ini, dan dalam hal lain belum dapat dicapai. Di Indonasia telah ada Persatuan Guru Republik
Indonesia (PGRI) yang merupakan wadah seluruh guru mulai pada jenjang Taman Kanak-kanak
sampai Sekolah Lanjutan Atas. Profesi keguruan tugas utamanya adalah melayani masyarakat
dalam dunia pendidikan, sehingga profesionalisasi dalam bidang keguruan mengandung arti
peningkatan segala daya dan usaha dalam rangka mencapai secara optimal layanan yang akan
diberikan kepada masyarakat.
Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 7 ayat 1. Prinsip profesional
guru mencakup karakteristik sebagai berikut:

1. Memiliki bakat, minat, panggilan dan idealisme.


2. Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang
tugas.
3. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.
4. Memiliki ikatan kesejawatan dan kode etik profesi.
5. Bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.
6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja.
7. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesi berkelanjutan.
8. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan keprofesionalan.
9. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang
berkaitan dengan keprofesian.
(Sekretariat Negara, 2005: 15)
Sedangkan Semiawan (1994) mengemukakan tingkat kemampuan profesional guru kedalam tiga
kategori, yaitu:
1. Tenaga profesional; merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan
sekurang-kurangnya strata satu kependidikan atau sederajat yang memiliki kewenangan
penuh dalam perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pengendalian
pendidikan/pengajaran. Tenaga kependidikan yang termasuk kategori ini juga berwenang
untuk membina tenaga kependidikan yang lebih rendah jenjang profesionaalnya.
Misalnya guru senior membina guru yang lebih junior.
2. Tenaga semiprofesional; merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan
tenaga kependidikan diploma tiga atau yang setara yang telah berwenang mengajar secara
mandiri, tetapi masih harus melakukan konsultasi dengan tenaga kependidikan yang lebih
tinggi jenjang profesionalnya, baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan, penilaian,
maupun pengendalian pengajaran.
3. Tenaga praprofesional; merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan
tenaga kependidikan diploma dua kebawah, yang memerlukan pembinaan dalam
perencanaan, penilaian, dan pengendalian pengajaran.
Layanan Profesi Keguruan

Jabatan guru bergerak dibidang layanan kepada masyarakat melalui kegiatan pendidikan.
Layanan itu meliputi layanan pembelajaran, layanan bimbingan , layanan administrasi, layanan
Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dan layanan ekstra kurikuler.

1. Layanan Pembelajaran.
Dari 5 layanan yang telah disebutkan diatas, layanan pembelajaran yang paling dominan.
Kegiatannya berupa membelajarkan peserta didik agar peserta didik itu menguasai sejumlah
kompetensi yang telah ditetapkan dalam kurikulum.
1. Layanan Bimbingan.
Layanan ini berupa bantuan kepada peserta didik yang mengalami kesulitan dalam pembelajaran,
kesulitan sosial, pribadi dll.
1. Layanan Administrasi
Disamping kepala sekolah, guru di SD memberikan layanan ini, terutama yang berkaitan dengan
pengadministrasi siswa.
1. Layanan Kesehatan Sekolah.
Layanan ini meliputi pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan dan pembinaan lingkungan
sekolah.
1. Layanan Ekstra Kurikuler.
Bentuk layanan ini berupa kegiatan olah raga, kesenian, pengembangan bakat dan minat bagi
siswa.
Semua layanan diatas mengarah pada tercapainya perkembangan siswa yang optimal, yaitu
perkembangan yang sesuai dengan potensi yang dimiliki peserta didik.

1. D.

Urgensi Profesionalisme dalam kehidupan

Pada dasarnya profesionalisme dan sikap profesional itu merupakan motivasi intrinsik yang ada
pada diri seseorang sebagai pendorong untuk mengembangkan dirinya menjadi tenaga
profesional. Motivasi intrisik tersebut akan berdampak pada munculnya etos kerja yang unggul
yang ditunjukkan dalam lima bentuk kerja sebagai berikut:
1. Keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati standar ideal.

Berdasarkan kriteria ini, jelas bahwa guru yang memiliki profesional tinggi akan selalu berusaha
mewujudkan dirinya sesuai dengan standar ideal akan mengidentifikasikan dirinya kepada figur
yang dipandang memiliki standar ideal
1. Meningkatkan dan memelihara citra profesi.
Profesionalisme yang tinggi ditunjukkan oleh besarnya keinginan untuk selalu meningkatkan dan
memelihara citra profesi melalui perwujudan perilaku profesional. Perwujudan dilakukan melalui
berbagai cara, penampilan, cara bicara, penggunaan bahasa, postur, sikap hidup sehari-hari,
hubungan antar pribadi, dan sebagainya.
1. Memanfaatkan setiap kesempatan pengembangan profesional.
Berdasarkan kriteria ini, para guru diharapkan selalu berusaha mencari dan memanfaatkan
kesempatan yang dapat mengembangkan profesinya. Berbagai kesempatan yang dapat
dimanfaatkan antara lain: (a) mengikuti kegiatan ilmiah seperti lokakarya, seminar, dan
sebagainya, (b) mengikuti penataran atau pendidikan lanjutan, (c) melakukan penelitian dan
pengabdian pada masyarakat, (d) menelaah kepustakaan, membuat karya ilmiah, serta (e)
memasuki organisasi profesi.
1. Mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi.
Hal ini mengandung makna bahwa profesionalisme yang tinggi ditunjukkan dengan adanya
upaya untuk selalu mencapai kualitas dan cita-cita sesuai dengan program yang telah ditetapkan.
Guru yang memiliki profesionalisme tinggi akan selalu aktif dalam seluruh kegiatan dan
perilakunya untuk menghasilkan kualitas yang ideal. Secara kritis, ia akan selalu mencari dan
secara aktif selalu memperbaiki diri untuk memperoleh hal-hal yang lebih baik dalam
melaksanakan tugasnya.

1. Memiliki kebanggaan terhadap profesinya.


Profesionalisme ditandai dengan kualitas derajat kebanggaan kebanggaan akan profesi yang
dipeganggnya. Dalam kaitan ini diharapkan agar para guru memiliki rasa bangga dan percaya
diri akan profesinya. Rasa bangga ini ditunjukkan dengan penghargaan akan pengalamannya di
masa lalu, berdedikasi tinggi terhadap tugas-tugasnya sekarang, dan meyakini akan potensi
dirinya bagi perkembangan di masa depan.
Profesionalitas seseorang sangat penting dalam semua segi kehidupan, termasuk dalam jabatan
guru. Lebih khusus Sanusi; dkk (1991) mengajukan enam asumsi yang melandasi perlunya
profesionalisasi dalam pendidikan, yaitu:
1. Subjek pendidikan adalah manusia yang memiliki kemauan, pengetahuan, emosi, dan
perasaan, dan dapat dikembangkan segala potensinya; sementara itu pendidikan dilandasi
oleh nilai-nilai kemanusiaan yang menghargai martabat manusia.

2. Pendidikan dilakukan secara intensional, yakni secara sadar dan bertujuan, maka
pendidikan menjadi normatif yang diikat pada norma-norma dan
nilai-nilai yang
baik secara universal, nasional, maupun lokal, yang merupakan acuan para pendidik,
peserta didik, dan pengelola pendidikan.
3. Teori-teori pendidikan merupakan jawaban kerangka hipotesis dalam menjawab
permasalahan pendidikan.
4. Pendidikan bertolak pada asumsi pokok tentang manusia, yakni manusia mempunyai
potensi yang baik untuk berkembang. Oleh sebab itu, pendidikan adalah usaha
mengembangkan potensi unggul tersebut.
5. Inti pendidikan terjadi dalam prosesnya, yaitu situasi dimana terjadi dialog antara peserta
didik dengan pendidik, yang memungkinkan peserta didik tumbuh kearah yang
dikehendaki oleh pendidik dan selaras dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi
masyarakat.
6. Sering terjadi dilema antara tujuan utama pendidikan yakni menjadi manusia sebagai
manusia yang baik dengan misi instrumental. Yakni yang merupakan alat untuk
perubahan atau mencapai sesuatu.
UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menempatkan kedudukan guru sebagai
tenaga profesional sangat urgen karena berfungsi untuk meningkatkan martabat guru sendiri dan
meningkatkan mutu pendidikan nasional. Ini tertera pada Pasal 4: Kedudukan guru sebagai
tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan
martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional.
Selanjutnya, Pasal 6 menyatakan tujuan menempatkan guru sebagai tenaga profesional, yaitu:
Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem
pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, sertamenjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Di samping itu, juga PP Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru Pasal 2 mempersyaratkan bagi guru
profesional memenuhi standar kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi.
Beberapa masalah yang dihadapi dalam mewujudkan kompetensi guru yang profesional antara
lain kurang maksimalnya daya dukung kalangan kependidikan, kurang sarana prasarana,
terbatasnya anggraran pendidikan, kurangnya partisipasi masyarakat, serta standarisasi mutu atau
proses penilaian yang ditanggapi dengan rasa ketakutan oleh beberapa peserta peningkatan
profesi.
Dari beberapa masalah tersebut, sebenarnya profesi guru sangat diperlukan dalam mengatasi
hambatan-hambatan pelaksanaan pendidikan. Meskipun demikian, bila disikapi dengan penuh

kearifan, hambatan-hambatan tersebut semestinya mendorong kalangan profesi kependidikan


untuk selalu meningkatkan keprofesionalan dan kualitas unjuk kerjanya.
Sikap dan perilaku para pelaku pendidikan harus disesuaikan dengan realitas zaman yang terus
berkembang. Prasarana penunjang kegiatan pendidikan pun harus sudah beralih dengan
menggunakan media berteknologi tinggi.
Subsidi-subsidi dana pendidikan, berbagai pelatihan, bahkan program sertifikasi untuk para guru
merupakan bentuk kepedulian pemangku kebijakan demi terwujudnya kompetensi
profesionalisme dan kesesuaian kesejahteraan bagi para guru.
Hal ini bijak apabila masing-masing menyadari pentingnya kompetensi profesionalisme demi
terwujudnya pendidikan yang sesungguhnya. Sebenarnya, jika masing-masing pelaku pendidikan
selalu berpegang pada kode etik, bukan merupakan hal yang sulit untuk mengubah sikap dan
tingkah laku, memperbaiki dan meningkatkan kompetensi, serta mencapai mutu terbaik dalam
mewujudkan profesionalisasi guru (Suara Merdeka, 2010)

SYARAT-SYARAT PROFESI KEGURUAN

SYARAT SYARAT PROFESI KEGURUAN


NUR AFNI,S.Pd
Dari berbagai sumber dapat dijabarkan bahwa:
Khusus untuk jabatan guru, sebenarnya juga sudah ada yang mencoba menyusun kriterianya.
Misalnya National Education Asosiasion (NEA) (1948) menyarankan kriteria berikut:
1.

Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.

2.

Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.

3.
4.

Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama (bandingkan dengan


pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka).
Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang bersinambungan.

5.

Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.

6.

Jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri.

7.

Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.

8.

Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.

Sekarang yang menjadi pertanyaan lebih lanjut adalah apakah semua kriteria ini dapat dipenuhi
oleh jabatan mengajar atau oleh guru? Mari kita lihat satu persatu.
a. Jabatan yang Melibatkan Kegiatan Intelektual
Jelas sekali bahwa jabatan guru memenuhi kriteria ini, karena mengajar melibatkan upaya-upaya
yang sifatnya sangat didominasi kegiatan intelektual. Lebih lanjut dapat diamati, bahwa
kegiatan-kegiatan yang dilakukan anggota profesi ini adalah dasar bagi persiapan dari semua
kegiatan profesional lainnya. Oleh sebab itu, mengajar seringkali disebut sebagai ibu dari segala
profesi (Stinnett dan Huggett, 1963).
b. Jabatan yang menggeluti Batang Tubuh Ilmu yang Khusus
Semua jabatan mempunyai monopoli pengetahuan yang memisahkan anggota mcreka dari orang
awam, dan memungkinkan. Mereka mengadakan gawasan tentang jabatannya. Anggota-anggota
suatu profesi menguasi bidang iimu yang membangun keahlian mereka dan melindungi
masyarakat dari penyalahgunaan, amatiran yang tidak terdidik dan kelompok tertentu yang ingin
mencari keuntungan (misalnya orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang membuka
praktek dokter). Namun, belum ada kesepakatan tentang bidang ilmu khusus yang melatari
pendidikan (education) atau keguruan (tleaching) (Ornstein and Levine, 1984).
Terdapat berbagai pendapat tentang apakah mengajar memenuhi persyaratan kedua ini. Mereka
yang bergerak di bidang pendidikan menyatakan bahwa mengajar telah mengembangkan secara
jelas bidang khusus yang sangat penting dalam mempersiapkan guru yang berwewenang.
Sebaliknya, ada yang berpendapat bahwa mengajar belum mempunyai batang tubuh ilmu khusus
yang dijabarkan secara ilmiah. Kelompok pertama percaya bahwa mengajar adalah suatu sains.
(science), sementara kelompok kedua mengatakan bahwa mengajar adalah suatu kiat (art)
(Stinnett dan Huggett, 1963). Namun dalam karangan-karangan yang ditulis dalam Encyclopedia
of Educational Research, misalnya terdapat bukti-bukti bahwa pekerjaan mengajar telah secara
intensif mengembangkan batang tubuh ilmu khususnya (Terbitan edisi ketiga tahun 1960,
misalnya memuai lebfh dari 1500 halaman hasil riset, sebagai bukti bahwa profesi keguruan
telah mengembangkan batang tubuh ilmu khususnya. Tiap tahun dapat kita baca ribuan halaman
laporan riset baru yang diterbitkan di mana-mana, baik sebagai disertasi ataupun hasil riset para
pelaksana pendidikan). Sebaliknya masih ada juga yang berpendapat kihwa ilmu pendidikan
sedang dalam krisis identitas, batang tubuhnya lidak jelas, batas-batasnya kabur, strukturnya
sebagai a body of knowledge samar-samar (Sanusi et al., 1991). Sementera itu, ilmu
piiigetahuan tingkah laku (behavioral sciences), ilmu pengetahuan alam, dan bidang kesehatan
dapat dibimbing langsung dengan peraturan dan prosedur yang ekstensif dan menggunakan

metodologi yang jelas. Ilmu pendidikan kurang terdefinisi dengan baik. Di samping itu, ilmu
yang terpakai dalam dunia nyata pengajaran masih banyak yang belum teruji validasinya dan
yang disetujui sebagian besar ahlinya (Gideonse, 1982, dan Woodring, 1983).
Sebagai hasilnya, banyak orang khususnya orang awam, seperti juga dengan para ahlinya, selalu
berdebat dan berselisih, malahan kadang-kadang menimbulkan pembicaraan yang negatif. Hasil
lain dari bidang ilmu yang belum terdefinisi dengan baik ini adalah isi dari kurikulum pendidikan
guru berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya, walaupun telah mulai disamakan dengan
menentukan
topik-topik
inti
yang
wajib
ada
dalam
kurikulum.
Banyak guru di sekolah menengah diperkirakan mengajar di luar dan bidang ilmu yang cocok
dengan ijazahnya; misalnya banyak guru matematika yang tidak mendapatkan mayor dalam
matematika sewaktu dia belajar pada lembaga pendidikan guru, ataupun mereka tidak disiapkan
untuk mengajar matematika. Masalah ini sangat menonjol dalam bidang matematika dar. ilmu
pengetahuan alam, walaupun sudah agak berkurang dengan adanya persediaan guru yang cukup
sekarang ini.
Apakah guru bidang ilmu pengetahuan tertentu juga ditentukan oleh baku pendidikan dan
pelatihannya? Sampai saat pendidikan guru banyak yang ditentukan dari atas, ada yang waktu
pendidikannya cukup dua tahun saja, ada yang perlu tiga tahun atau harus empat tahun.
Untuk melangkah kepada jabatan profesional, guru harus mempunyai pengaruh yang cukup
besar dalam membuat keputusan tentang jabatannya sendiri. Organisasi guru harus mempunyai
kekuasaan dan kepemimpinan yang potensial untuk bekerja sama, dan bukan didikte dengan
kelompok yang berkepentingan, misalnya oleh lembaga pendidikan guru atau kantor wilayah
pendidikan dan kebudayaan beserta jajarannya.
c. Jabatan yang Memerlukan Persiapan Latihan yang Lama

Lagi-lagi terdapat perselisihan pendapat mengenai hal ini. yang membedakan jabatan profesional
dengan non-profesional antara lain adalah dalam penyelesaian pendidikan melalui kurikulum,
yaitu ada yang diatur universitas/institut atau melalui pengalaman praktek dan pemagangan atau
campuran pemagangan dan kuliah. Yang pertama, yakni pendidikan melalui perguruan tinggi
disediakan untuk jabatan profesional, sedangkan yang kedua, yakni pendidikan melalui
pengalaman praktek dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah diperuntukkan bagi
jabatan yang non-profesional (Ornstem dan Levine, 1984). Tetapi jenis kedua ini tidak ada lagi di
Indonesia.

Anggota kelompok guru dan yang berwenang di departemen pendidikan Nasional berpendapat
bahwa persiapan profesional yang cukup lama amat perlu untuk mendidik guru yang berwenang.
Konsep ini menjelaskan keharusan memenuhi kurikulum perguruan tinggi, yang terdiri dari
pendidikan umum, profesional, dan khusus, sekurang-kurangnya empat tahun bagi guru pemula
(SI di LPTK), atau pendidikan persiapan profesional di LPTK paling kurang selama setahun
setelah mendapat gelar akademik SI di perguruan tinggi non-LPTK. Namun, sampai sekarang di
Indonesia, ternyata masih banyak guru yang lama pendidikan mereka sangat singkat, malahan
masih ada yang hanya seminggu, sehingga tentu saja kualitasnya masih sangat jauh untuk dapat
memenuhi persyaratan yang kita harapkan.
d. Jabatan yang Memerlukan Latihan dalam Jabatan yang Sinambung
Jabatan guru cenderung menunjukkan bukti yang kuat sebagai (jabatan profesional, sebab hampir
tiap tahun guru melakukan bcrbagai kegiatan latihan profesional, baik yang mendapatkan
prnghargaan kredit maupun tanpa kredit. Malahan pada saat sekarang bermacam-macam
pendidikan profesional tambahan diikuti guru-guru dalam menyetarakan dirinya dengan
kualifikasi yang telah ditetapkan. Dilihat dari kacamata ini, jelas kriteria ke empat ini dapat
Jipenuhi bagi jabatan guru di negara kita.
e. Jabatan yang Menjanjikan Karier Hidup dan Keanggotaan yang Permanen
Di luar negeri barangkali syarat jabatan guru sebagai karier permanen merupakan titik yang
paling lemah dalam menuntut bahwa mengajar adalah jabatan profesional. Banyak guru baru
yang hanya bertahan selama satu atau dua tahun saja pada profesi mengajar, setelah itu mereka
pindah kerja ke bidang lain, yang lebih banyak menjanjikan bayaran yang lebih tinggi.
Untunglah di Indonesia kelihatannya tidak begitu banyak guru yang pindah ke bidang lain,
walaupun bukan berarti pula bahwa jabatan guru di Indonesia mempunyai pendapatan yang
tinggi. Alasannya mungkin karena lapangan kerja dan sistem pindah jabatan yang agak sulit.
Dengan demikian kriteria ini dapat dipenuhi oleh jabatan guru di Indonesia.
f. Jabatan yang Menentukan Bakunya Sendiri
Karena jabatan guru menyangkut hajat orang banyak, maka baku untuk jabatan guru ini sering
tidak diciptakan oleh anggota profesi sendiri, terutama di negara kita. Baku jabatan guru masih
sangat banyak diatur oleh pihak pemerintah, atau pihak lain yang menggunakan tenaga guru
tersebut seperti yayasan pendidikan swasta. Sementara kebanyakan jabatan mempunyai patokan
dan persyaratan yang seragam untuk meyakinkan kemampuan minimum yang diharuskan, tidak
demikian halnya dengan jabatan guru. Dari pengalaman beberapa tahun terakhir penerimaan
calon mahasiswa LPTK didapat kesan yang sangat kuat bahwa skor nilai calon mahasiswa yang
masuk ke lembaga pendidikan guru jauh lebih rendah dibandingkan dengan skor calon yang
masuk ke bidang lainnya. Permasalahan ini mempunyai akibat juga dalam hasil pendidikan guru
nantinya, karena bagaimanapun juga mutu lulusan akan sangat dipengaruhi oleh mutu masukan
atau bahan bakunya, dalam hal ini mutu calon mahasiswa lembaga pendidikan.
Dalam setiap jabatan profesi setiap anggota kelompok dianggap sanggup untuk membuat
keputusan profesional berhubungan dengan iklim kcrjanya. Para profesional biasanya membuat
peraturan sendiri dalam daerah kompetensinya, kebiasaan dan tradisi yang berhubungan ilidengan pengawasan yang efektif tentang hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan dan hal-hal

yang berhubungan dengan langganan (klien)nya. Sebetulnya pengawasan luar adalah musuh
alam dari profesi, karena membatasi kekuasaan profesi dan membuka pintu terhadap pengaruh
luar (Ornstein dan Levine, 1984).
Dokter dan pengacara misalnya, menyediakan layanan untuk masyarakat, sementara kliennya
membayar untuk itu, namun tak seorang pun mengharap bahwa orang banyak atau klien akan
menulis resep ataupun yang menulis kontrak. Bila klien ikut mempengaruhi keputusan dari
praktek dokter atau pengacara, maka hubungan profesional-klien berakhir. Ini pada hakikatnya
berarti mempertahankan klien dari mangsa ketidaktahuannya, di samping juga menjaga profesi
dari penilaian yang tidak rasional dari klien atau khalayak ramai Peter Blau dan W. Richard Scott
(1965: 51-52) menulis: Professional service requires that the [professional] maintain
independence of judgement and not permit the clients wishes as distinguished from their
interests to influence his decisions. Para profesional harus mempunyai pengetahuan dan
kecakapan membuat penilaian, sebaliknya tidak demikian dengan klien, scbagaimana ditulis
Blau dan Scott,and the clients not qualified to evaluate the services he needs. Profesional yang
membolehkan langganannya untuk mengatakan apa yang harus dia kerjakan akan gagal dalam
memberikan layanan yang optimal.
Bagaimana dengan guru? Guru, sebagaimana sudah diutarakan juga di atas, sebaliknya
membolehkan orang tua, kepala sekolah, pejabat kantor wilayah, atau anggota masyarakat
lainnya mengatakan apa yang harus dilakukan mereka. Otonomi profesional tidak berarti bahwa
tidak ada sama sekali kontrol terhadap profesional. Sebaliknya, ini berarti bahwa kontrol yang
memerlukan kompetensi teknis hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai
kemampuan profesional dalam hal itu.
Kelihatannya untuk masa sekarang sesuai dengan kondisi yang ada di negara kita, kriteria ini
belum dapat secara keseluruhan dipenuhi oleh jabatan guru.
g. Jabatan yang Mementingkan Layanan di Atas Keuntungan Pribadi
Jabatan mengajar adalah jabatan yang mempunyai nilai sosial yang tinggi, tidak perlu diragukan
lagi. Guru yang baik akan sangat berperan dalam mempengaruhi kehidupan yang lebih baik dari
warga negara masa depan.
Jabatan guru telah terkenal secara universal sebagai suatu jabatan yang anggotanya termotivasi
oleh keinginan untuk membantu orang lain, bukan disebabkan oleh keuntungan ekonomi atau
keuangan. Kebanyakan guru memilih jabatan ini berdasarkan apa yang dianggap baik oleh
mereka yakni mendapatkan kepuasan rohaniah ketimbang kepuasan ekonomi atau lahiriah.
Namun, ini tidak berarti bahwa guru harus dibayar lebih rendah tetapi juga jangan mengharapkan
akan cepat kaya bila memilih jabatan guru. Oleh sebab itu, tidak perlu diragukan lagi bahwa
persyaratan ketujuh ini dapat dipenuhi dengan baik.
Arifin (2000) mengemukakan guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai:
1. Dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat
ilmu pengetahuan di abad 21.
2. Penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan
sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan

3.

a.
b.
c.
d.

proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan
pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia.
Pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi
yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktek
pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program preservice dan in-service karena pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan
yang lemah.
Dengan adanya persyaratan profesionalisme guru ini, perlu adanya paradigma baru untuk
melahirkan profil guru Indonesia yang profesional di abad 21 yaitu:
Memiliki kepribadian yang matang dan berkembang.
Penguasaan ilmu yang kuat.
Keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi.
Pengembangan profesi secara berkesinambungan. Keempat aspek tersebut merupakan satu
kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan usaha lain yang ikut
mempengaruhi perkembangan profesi guru yang profesional.
Ada beberapa hal yang termasuk dalam syarat-syarat Profesi seperti;
Standar unjuk kerja.
Lembaga pendidikan khusus untuk menghasilkan pelaku profesi tersebut dengan standar
kualitas.
Akademik yang bertanggung jawab.
Organisasi profesi
Etika dan kode etik profesi.
Sistem imbalan.
Pengakuan masyarakat.
Menurut Mukhtar Lutfi, ada delapan kriteria yang harus dipenuhi agar dapat disebut sebagai
profesi, yaitu:

Panggilan hidup yang sepenuh waktu,

Pengetahuan kecakapan/ keahlian,

Kebakuan yang universal,

Pengabdian,

Kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif,

Otonomi,

Kode etik, dan

Klien.

Di samping itu, profesi guru juga memerlukan persyaratan khusus antara lain:

Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan


teori ilmu pengetahuan yang mendalam.

Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai


dengan bidang profesinya.

Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai.

Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari


pekerjaan yang dilaksanakannya.

Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika


kehidupan. (Drs. Moh. Ali, 1989)

1.)
2.)
3.)
4.)
5.)
6.)
7.)
8.)
9.)

Dari penjabaran-penjabaran diatas, dapat disimpulkan bahwa syarat dari profesi keguruan yaitu
sebagai berikut :
Standar untuk bekerja
Ada lembaga khusus untuk menghasilkan seorang guru yang memiliki standar kualitas tinggi.
Akademik yanbg bertanggung jawab
Memiliki organisasi keguruan
Memiliki kode etik dan etika keguruan yang diatur oleh pemerintah
Ada imbalan/gaji
Pengakuan dari masyrakat serta peka terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang
dilaksanakan.
Pengembangan kemampuan yang berkesinambungan
Mementingkan layanan di atas kepentingan pribadi.

Anda mungkin juga menyukai