KEPENDIDIKAN DI INDONESIA
Indonesia diawali dengan diangkatnya orang-orang yang tidak berpendidikan khusus keguruan
untuk memangku jabatan sebagai guru. Dalam bukunya Sejarah Pendidikan Indonesia,
Nasution (1987) sejarah jelas melukiskan perkembangan guru di Indonesia. Pada mulanya guru
diangkat dari orang-orang yang tidak memiliki pendidikan khusus yang ditambah dengan
orang-orang yang lulus dari sekolah guru (kweekschool) yang pertama kali didirikan di Solo
tahun 1852. Karena mendesaknya keperluan guru maka Pemerintah Hindia Belanda
1. Guru lulusan sekolah guru yang dianggap sebagai guru yang berwenang penuh.
2. Guru yang bukan sekolah guru, tetapi lulus ujian yang diadakan untuk menjadi guru.
4. Guru yang dimagangkan kepada seorang guru senior, yang merupakan calon guru.
5. Guru yang diangkat karena keadaan yang sangat mendesak yang berasal dari warga
Walaupun jabatan guru tidak harus disebut sebadai jabatan profesional penuh, status
mulai membaik. Di Indonesia telah ada Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang
tinggi di masyarakat, mempunyai wibawa yang sangat tinggi, dan dianggap sebagai orang yang
serba tahu. Peranan guru saat itu tidak hanya mendidik anak di depan kelas,
mendidik masyarakat, tempat masyarakat untuk bertanya, baik untuk memecahkan masalah
pribadi maupun sosial. Namun, wibawa guru mulai memudar sejalan dengan kamajuan
zaman, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan keperluan guru yang meningkat
Meskipun sekolah Guru telah didirikan, namun kurikulumnya masih lebih mementingkan
pengetahuan yang akan diajarkan disekolah, sedangkan materi ilmu mendidikan psikologi
belum dicantumkan secara khusus didalamnya. Sejalan dengan pendirian sekolah-sekolah yang
lebih tinggi tingkatannya dari sekolah umum seperti Hollands Indlandse School (HIS), Meer
Middlebare School (AMS), secara berangsur-angsur didirikan pula lembaga pendidikan guru
atau kursus-kursus mempersipakan guru untuk mengajar; seperti Hogere Kweekschool (HKS)
untuk guru HIS dan kursus Hoofdacte (HA) untuk calon kepala sekolah.
Keadaan demikian berlanjut sampai zaman pendudukan Jepang dan awal perang
kemerdekaan. Secara perlahan namun pasti, pendidikan guru meningkatkan jenjang kualifikasi
dan mutunya saat ini lembaga tunggal untuk pendidikan guru, yakni Lemabga Pendidikan
bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih
merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya
memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.
Memperhatikan kualitas guru di Indonesia memang jauh berbeda dengan dengan guru-guru
yang ada di Amerika Serikat atau Inggris. Di Amerika Serikat pengembangan profesional guru
harus memenuhi standar sebagaimana yang dikemukakan Stiles dan Horsley (1998) dan NRC
(1996) bahwa ada empat standar standar pengembangan profesi guru yaitu:
1. Standar pengembangan profesi A adalah pengembangan profesi untuk para guru sains
memerlukan pembelajaran isi sains yang diperlukan melalui perspektif-perspektif dan metode-
metode inquiri. Para guru dalam sketsa ini melalui sebuah proses observasi fenomena alam,
fenomena alam.
2. Standar pengembangan profesi B adalah pengembangan profesi untuk guru sains memerlukan
pengetahuan tersebut ke pengajaran sains. Pada guru yang efektif tidak hanya tahu sains namun
mereka juga tahu bagaimana mengajarkannya. Guru yang efektif dapat memahami bagaimana
siswa mempelajari konsep-konsep yang penting, konsep-konsep apa yang mampu dipahami
siswa pada tahap-tahap pengembangan, profesi yang berbeda, dan pengalaman, contoh dan
3. Standar pengembangan profesi C adalah pengembangan profesi untuk para guru sains
Guru yang baik biasanya tahu bahwa dengan memilih profesi guru, mereka telah berkomit
menuntuk belajar sepanjang masa. Pengetahuan baru selalu dihasilkan sehingga guru
koheren (berkaitan) dan terpadu. Standar ini dimaksudkan untuk menangkal kecenderungan
Apabila guru di Indonesia telah memenuhi standar profesional guru sebagaimana yang
berlaku di Amerika Serikat maka kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia semakin baik.
Selain memiliki standar professional guru sebagaimana uraian di atas, di Amerika Serikat
sebagaimana diuraikan dalam jurnal Educational Leadership 1993 (dalam Supriadi 1998)
dijelaskan bahwan untuk menjadi profesional seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal:
b. Guru menguasai secara mendalam bahan/ mata pelajaran yang diajarkannya serta cara
c. Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi
d. Guru mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya
e. Guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.
memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan dan
teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam era
hiperkompetisi.
Tugas guru adalah membantu peserta didik agar mampu melakukan adaptasi terhadap
berbagai tantangan kehidupan serta desakan yang berkembang dalam dirinya. Pemberdayaan
peserta didik ini meliputi aspek-aspek kepribadian terutama aspek intelektual, sosial,
emosional, dan keterampilan. Tugas mulia itu menjadi berat karena bukan saja guru harus
mempersiapkan generasi muda memasuki abad pengetahuan, melainkan harus mempersiapkan
diri agar tetap eksis, baik sebagai individu maupun sebagai profesional. Akadum (1999)
menyatakan dunia guru masih terselingkung dua masalah yang memiliki mutualkorelasi yang
kebijakan :
2. Profesionalisme guru masih rendah. Akadum (1999) juga mengemukakan bahwa ada lima
• Rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan
• Pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari
pengambilankebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum
• Masih belum smooth-nya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang
• Masih belum berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara makssimal
tidak bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar dapat
guru, pemerintah berupaya untuk mencari alternative untuk meningkatkan profesi guru.
meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga
Program penyetaaan Diploma II bagi guru-guruSD, Diploma III bagi guru-guru SLTP dan
Strata I (sarjana) bagi guru-guru SLTA. Meskipun demikian penyetaraan ini tidak bermakna
banyak, kalau guru tersebut secara entropi (sebuah sistem yang digunakan untuk melakukan
usaha) kurang memiliki daya untuk melakukan perubahan. Selain diadakannya penyetaraan
guru-guru, upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah program sertifikasi. Selain sertifikasi
guru, misalnya PKG (Pusat Kegiatan Guru, dan KKG (Kelompok Kerja Guru) yang
Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Dalam proses
ini, pendidikan prajabatan, pendidikan dalam jabatan termasuk penataran, pembinaan dari
organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat terhadap profesi keguruan,
penegakan kodeetik profesi, sertifikasi, peningkatan kualitas calon guru, imbalan, dll. Secara
beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah di atas, faktor yang paling penting agar guru-
guru dapat meningkatkan kualifikasi dirinya yaitu dengan menyetarakan banyaknya jam kerja
dengan gaji guru. Program apapun yang akan diterapkan pemerintah tetapi jika gaji guru rendah,
jelaslah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya guru akan mencari pekerjaan tambahan untuk
mencukupi kebutuhannya. Di Amerika Serikat hal ini sudah lama berlaku sehingga tidak heran
persyaratan yang harus dimiliki oleh seseorang yang memangku jabatan tersebut. Menurut
Moh. Ali dalam Moh. Uzer Usman persyaratan guru professional antara lain: 1) menuntut
adanya keterampilan, 2) menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu, 3) menuntut
adanya tingkat pendidikan keguruan guru yang memadai, 4) adanya kepekaan terhadap dampak
Daftar Putaka