Anda di halaman 1dari 12

Tantangan guru dalam menghadap era millennial (tinjauan filsafat ilmu)

Profesi guru dewasa ini sangat jauh berbeda profesi guru zaman
kemerdekaan sampai tahun 1960-an atau bahkan 1970-an. Dulu orang ditawari
untuk menjadi guru atau bahkan mau diangkat menjadi PNS dia lebih memilih kata
“tidak”. Entah kenapa? mungkin yang jelas, dan semoga jawaban ini salah gaji saat
itu masih terbilang sangat minim (rendah). Bahkan terkadang dia mencibir dengan
kata-kata yang kurang mengenakkan.
Guru mendapat penilaian termasuk golongan kelas bawah. Bukan dinilai
vigur yang mulia yang biasa menjadi salah satu penentu maju mundurnya suatu
bangsa. Karena bagaimanapun Sumber Daya Manusia (SDM) sanat diperlukan bagi
suatu bangsa atau Negara. Dan gurulah yang bias mewarnai anak bangsa untuk
menjadi individu yang berkualitas, siap baik lahir maupun batin. Pemberian transfer
ilmu pengetahuan, pendidkan ketrampilan dan lain-lain diberikan guru dengan
tanpa pamrih untuk kebaikan dan keberhasilan anak didiknya.
Lain halnya dengan profesi guru dewasa ini. Sejak pemerintah sudah mulai
ada perhatian khusus di dunia pendidikan. Bantuan-bantuan untuk operasional,
gedung, sarana prasarana dengan berbagai macam bantuan kebutuhan pendidikan.
Termasuk bantuan untuk guru itu sendiri baik yang berbentuk insentif, kesra
tunjangan fungsional dan tunjangan profesi. Sehingga profesi guru sekarang ini
menjadi tarjet rebutan manyarakat Indonesia. Sehingga banyak mayarakat yang
tadinya enggan untuk kuliah lagi, mereka giat penuh semangat melanjutkan kuliah
walaupun setangah dipaksakan. Ada yang mengambil D II, ada yang dari D II
transfer melanjutkan S 1 –nya dan ada pula yang mengambil akta – IV. Dengan
harapan mereka bisa mengambil celah masuk menjadi tenaga pendidikan yang titik
kulminasinya adalah “PNS”. Wacana ini mungkin saja tidak sepenuhnya benar.
Karena masih banyak kita jumpai guru-guru dipedesaan, pinggiran ataupun
pedalaman dengan gaji yang pas-pasanatau bahkan sangat minim namun mereka
jalani dengan penuh kesabaran dan ketelatenan serta punya etos dan dedikasi
sebagai pendidik tanpa pengaruh oleh berbagai berita yang berkembang di dunia
pendidikan Indonesia.
Guru sebagai profesi merupakan pekerjaan atau karir yang bersifat
pelayanan bantuan keahlian dengan tingkat ketepatan yang tinggi untuk
kebahagiaan pengguna berdasarkan norma yang berlaku. Kekuatan dan eksistensi
profesi muncul sebagai akibat interaksi timbal balik antara kinerja tenaga
profesional dengan kepercayaan publik (public trust). Studi tentang mutu
pendidikan dasar di Indonesia menunjukkan bahwa mutu pendidikan yang lebih
tinggi di daerah perkotaan ditandai dengan lebih besarnya efek faktor luar sekolah
dibandingkan dengan faktor sekolah, sedangkan di pedesaan mutu pendidikannya
cenderung lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor sekolah.1
Terkait dengan guru, secara umum tantangan yang dihadapi guru di era
globalisasi dan multicultural ini adalah bagaimana pendidikan mampu mendidik
dan menghasilkan siswa yang memiliki daya saing tinggi (qualified) dalam
menghadapi gempuran berbagai kemajuan yang penuh dengan kompetensi dalam
berbagai sector, mampu menghadapi tantangan di bidang politik dan ekonomi,
mampu melakukan risett secara koperhensif di era reformasi serta mampu
membangun kualitas kehidupan sumber daya manusia. Di samping itu, dilihat dari
segi aktualisasinya pendidikan merupakan proses interaksi antara guru (pendidik)
dengan siswa (peserta didik) untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang telah
ditentukan. Guru, siswa dan tujuan pendidikan merupakan komponen utama
pendidikan. Ketiganya membentuk triangle, yang jika hilang salah satunya, maka
hilang pulalah hakikat pendidikan. Namun demikian, dalam situasi tertentu tugas
guru dapat dibantu oleh unsur lain, seperti media teknologi tetapi tidak dapat
digantikan. Oleh karena itulah, tugas guru sebagai pelaku utama pendidikan
merupakan pendidik profesional.2
Sejak kini hingga masa depan tantangan profesi keguruan semakin
meningkat. Dalam Mengangkat Citra dan Martabat Guru suatu tantangan yang
harus siap dihadapi guru dan pada saat yang sama harus dicarikan solusinya oleh

1 Ace Suryadi dan Wiana Mulyana, (1992), Kerangka Konseptual Mutu Pendidikan dan
Pembinaan Kemampuan Profesional Guru, Bandung: Candimas Metropole, hal. 1
2 Nana Syaodih Sukmadinata, (1997), Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Bandung:
Remaja Rosdakarya, hal. 191.
berbagai pihak terkait (birokrasi dan organisasi kependidikan). Salah satunya
berkaitan dengan masalah ekologi profesi bagi guru. Pekerjaan guru (mendidik)
yang mulia dan seharusnya menyenangkan, seringkali malah menjadi sumber
ketegangan lantaran iklim dan kondisi kerja yang terlalu sarat dengan beban tugas-
tugas birokrasi, beban sosial-ekonomi dan tantangan kemajuan karir yang terkait
erat dengan jaminan hak-hak kesejahteraan guru.
Dalam hal beban birokrasi, guru harus berhadapan dengan pekerjaan-
pekerjaan rutin administrasi yang bukan tugas-tugas profesional. Beban sosial
antara lain terkait dengan tuntutan masyarakat yang masih memandang bahwa guru
adalah sosok manusia serba tahu dan serba bisa. Tidak sedikit orangtua yang
memiliki tuntutan yang melampaui kemampuan guru agar anak mereka menjadi
serba bisa sebagaimana yang diharapkan. Selain itu, kondisi objektif di lapangan
sangat mungkin guru menghadapi pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan,
informasi, dan teknologi -termasuk masalah kependidikan, yang menuntut dirinya
harus lebih profesional dan bahkan siap 'bersaing' dengan peserta didik dalam hal
itu. Beban-beban yang sudah berat itu, makin menjadi kompleks manakala guru
(SD) -terutama yang hidup dikota - juga harus berjuang meningkatkan kemampuan
finansial dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga yang memang masih jauh
dapat dipenuhi dengan gaji mereka. Kondisi semua ini, dapat diprediksi kuat akan
sangat berpengaruh timbale balik terhadap profil psikologis guru.
Era globalisasi adalah tantangan besar bagi dunia pendidikan. Dalam
konteks ini, Khaerudin Kurniawan (1999), memerinci berbagai tantangan
pendidikan menghadapi ufuk globalisasi sebagai berikut:
1. Tantangan untuk meningkatkan nilai tambah, yaitu bagaimana meningkatkan
produktivitas kerja nasional serta pertumbuhan dan pemerataan ekonomi,
sebagai upaya untuk memelihara dan meningkatkan pembangunan
berkelanjutan (continuing development).
2. Tantangan untuk melakukan riset secara komprehensif terhadap terjadinya era
reformasi dan transformasi struktur masyarakat, dari masyarakat tradisional-
agraris ke masyarakat modern-industrial dan informasi-komunikasi, serta
bagaimana implikasinya bagi peningkatan dan pengembangan kualitas
kehidupan SDM.
3. Tantangan dalam persaingan global yang semakin ketat, yaitu meningkatkan
daya saing bangsa dalam menghasilkan karya-karya kreatif yang berkualitas
sebagai hasil pemikiran, penemuan dan penguasaan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni.
4. Tantangan terhadap munculnya invasi dan kolonialisme baru di bidang Iptek,
yang menggantikan invasi dan kolonialisme di bidang politik dan ekonomi.
Semua tantangan tersebut menuntut adanya SDM yang berkualitas dan
berdaya saing di bidang-bidang tersebut secara komprehensif dan komparatif yang
berwawasan keunggulan, keahlian profesional, berpandangan jauh ke depan
(visioner), rasa percaya diri dan harga diri yang tinggi serta memiliki keterampilan
yang memadai sesuai kebutuhan dan daya tawar pasar.3
Berdasarkan paparan di atas, setidaknya kita dapat memperoleh gambaran
tentang apa dan bagaimana karakteristik masyarakat pada abad 21 dan apa peran
pendidikan pada masa yang akan datang serta tantangan bagi seorang guru untuk
menyikapinya. Pendidikan pada dasarnya tidak terlepas dari peran penting guru
sebagai tulang punggung dan penopang utama dalam proses penyelenggaraan
pendidikan.
Tantangan guru profesional untuk menghadapi masyarakat abad 21 tersebut
dapat dibedakan menjadi tantangan yang bersifat internal dan eksternal.
1. Tantangan Internal
a. Penguatan nilai kesatauan dan pembinaan moral bangsa
Krisis yang berkepanjangan memberi kesan keprihatinan yang
dalam dan menimbulkan berbagai dampak yang tidak menguntungkan
terhadap kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Hal itu terutama dapat
dilihat mulai adanya gejala menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat,
menurunnya rasa kebersamaan, lunturnya rasa hormat dengan orang tua,
sering terjadinya benturan fisik antara peserta didik, dan mulai adanya

3 Kurniawan, Khaerudin, “Arah Pendidikan Nasional Memasuki Milenium Ketiga”, Suara


Pembaharuan, Januari 1999. Hal 43
indikasi tidak saling menghormati antara sesama teman, yang pada
akhirnya dikhawatirkan dapat mengancam kesatuan dan persatuan sebagai
bangsa.
Pendidikan berupaya menanamkan nilai-nilai moral kepada peserta
didik dan tantangan nyata bagi guru adalah bagaimana seorang guru
memilikikepribadian yang kuat dan matang untuk dapat menanamkan
nilai-nilai moral dan etika serta meyakinkan peserta didik terhadap
pentingnya rasa kesatuan sebagai bangsa. Rasa persatuan yang telah
berhasil ditanam berarti bahwa seseorang merasa bangga menjadi bangsa
Indonesia yang berarati pula bangsa terhadap kebudayaan Indoensia yang
menjunjung tinggi etika dan nilai luhur untuk siap menjadi masyarakat
abad 21 yang kuat dan dapat mewujudkan demokrasi dalam arti
sebenarnya.
b. Pengembangan nilai-nilai demokrasi
Demokrasi dalam bidang pendidikan adalah membangun nilai-nilai
demokratis, yaitu kesamaan hak setiap warga negara untuk memperoleh
pendidikan yang layak dan juga kewajiban yang sama bagi masyarakat
untuk membangun pendidikan yang bermutu. Dalam pengertian ini, guru
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari proses pendidikan itu sendiri
mempunyai tantangan bagiamana membantu dan mengembangkan diri
peserta didik menjadi manusia yang tekin, kreatif, kritis, dan produktif dan
tidak sekedar menjadi manusia yang selalu mengekor seperti ‘bebek’ yang
hanya menerima petunjuk dari atasan dalam mewujudkan pendidikan yang
demokratis, perlu dilakukan berbagai penyesuaian dalam sistem
pendidikan nasional.
Sejalan dengan itu, pemberlakuan otonomi daerah memberikan
peluang melakukan berbagai perubahan dalam penataan sistem pendidikan
yang pada hakekatnya adalah memberikan kesempatan lebih besar kepad
adaerah dan sekolah untuk mengembangkan proses pendidikan yang
bermutu sesuai dengan potensi yang dimilikinya, termasuk potensi
masyarakat untuk berpartisipasi dalam berbagai bentuk untuk membantu
meningkatkan mutu pendidikan.
c. Fenomena rendahnya mutu Pendidikan
Berbagai hasil studi dan pengamatan terhadap mutu pendidikan pada
berbagai negara menunjukkan bahwa secara makro mutu pendidikan di
Indonesia masih rendah, dan bahkan secara nilai rata-rata di bawah
peringkat negara Asean lainnya. Walaupun demikian, secara individual
ada beberapa diantara peserta didik mampu menunjukkan prestasinya di
lomba-lomba bertaraf internasional, seperti pada Olimpiade Fisika. Untuk
mewujudkan masyarakat yang cerdas, diperlukan proses pendidikan yang
bermutu dan kunci utama dalam peningkatan mutu pendidikan adalah
mutu guru. Proses pendidikan dalam masyarakat abad 21 adalah suatu
interaksi antara guru dengan peserta didik sesuai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam masyarakat yang demokratis dan
terbuka.
Masyarakat yang demikian menuntut adanya pelayanan yang
profesional dari para pelakunya dan guru adalah seorang profesional dalam
masyarakat seperti itu. Dengan kata lain, guru dituntut untuk berperlaku
dan memiliki karakteristik profesional oleh karena tuntutan dan sifat
pekerjaanya dan bersaing dengan profesi-profesi lainnya. Dalam
masyarakat abad 21, hanya akan menerima seorang yang profesional
dalam bidang pekerjaannya. Tantangan guru pada masyarakat abad 21
adalah bagaimana menjadi seorang guru yang profesional untuk
membangun masyarakat yang mandiri, memiliki ilmu pengetahuan dan
teknologi, berprestasi, saling menghormati atas dasar kemampuan
individual, menjunjung tinggi rasa kebersamaan, dan mematuhi nilai-nilai
hukum yang berlaku dan disepakati bersama.
2. Tantangan Eksternal
Kecenderungan kehidupan dalam era globalisasi adalah mempunyai
dimensi domestik dan global, yaitu kehidupan dalam dunia yang terbuka dan
seolah tanpa batas, tetapi tetap menjunjung tinggi nilai-nilai budaya. Dengan
situasi kehidupan demikian, akan melahirkan tantangan dan peluang untuk
meningkatkan taraf hidup bagi masyarakatnya, termasuk para guru yang
profesional.
Kehidupan global yang terbuka, seakan-akan dunia seperti sebuah
kampuang dengan ciri perdagangan bebas, kompetisi dan kerjasama yang
saling menguntungkan, memerlukan manusia yang bermutu dan dapat bersaing
dengan sehat. Dalam melakukan persaingan, diperlukan mutu individu yang
kreatif dan inovatif. Kemampuan individu untuk bersaing seperti itu, hanya
dapat dibentuk oleh suatu sistem pendidikan yang kondusif dan memiliki guru
yang profesional dalam bidangnya.
Untuk itu, tantangan bagi guru profresional dalam menghadapi globalisasi
adalah bagaimana guru yang mampu memberi bekal kepada peserta didik,
selain ilmu pengetahuan dan teknologi, juga menanamkan sikap disiplin,
kreatif, inovatif, dan kompetitif. Dengan demikian para sisiwa mempunyai
bekal yang memadai, tidak hanya dalam hal ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang relevan tetapi juga memiliki karakter dan kepribadian yang
kuat sebagai bangsa Indonesia.
Beberapa tantangan globalisasi yang harus disikapi guru dalam
menjalankan peran-perannya dengan mengedepankan profesionalisme menurut
Kunandar dalam bukunya adalah sebagai berikut:
1. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat dan
mendasar.
Dengan kondisi ini guru harus bisa menyesuaikan diri dengan responsif,
arif, dan bijaksana. Responsive artinya guru harus bisa menguasai dengan baik
produk IPTEK, terutama yang berkaitan dengan dunia pendidikan, seperti
pembelajaran dengan menggunakan multimedia.
2. Krisis moral yang melanda bangsa dan negara Indonesia
Akibat pengaruh iptek dan globalisasi telah terjadi pergeseran nilai-nilai
yang ada dalam kehidupan masyarakat. Nilai-nilai tradisional yang sangat
menjunjung tinggi moralitas kini sudah bergeser seiring dengan pengaruh iptek
dan globalisasi. Dikalangan remaja sangat begitu terasa akan pengaruh iptek
dan globalisasi. Pengaruh hiburan baik cetak maupun elektronik yang menjurus
pada hal-hal pornografi telah menjadikan remaja tergoda dengan kehidupan
yang menjurus pada pergaulan bebas dan materialisme.
3. Krisis sosial, seperti kriminalitas, kekerasan, pengangguran, dan kemiskinan
yang terjadi dalam masyarakat.
Akibat perkembangan industri dan kapitalisme maka muncul masalah-
masalah sosial yang ada dalam masyarakat. Tidak semua lapisan masyarakat
bisa mengikuti dan menikmati dunia industri dan kapitalisme. Mereka yang
lemah secara pendidikan, akses, dan ekonomi akan menjadi korban ganasnya
industrialisasi dan kapitalisme. Ini merupakan tantangan guru untuk merespon
realitas ini, terutama dalam dunia pendidikan. Sekolah sebagai lembaga
pendidikan formal dan sudah mendapat kepercayaan dari masyarakat harus
mampu menghasilkan peserta didik yang siap hidup dalam kondisi dan situasi
bagaimanapun. Dunia pendidikan harus menjadi solusi dari suatu masalah
sosial (kriminalitas, kekerasan, pengangguran, dan kemiskinan) bukan menjadi
bagian bahkan penyebab dari masalah sosial tersebut.
4. Krisis identitas sebagai bangsa dan negara Indonesia
Sebagai bangsa dan negara di tengah bangsa-bangsa di dunia membutuhkan
identitas kebangsaan (nasionalisme) yang tinggi dari warga negara Indonesia.
Semangat nasionalisme dibutuhkan untuk setiap eksisnya bangsa dan negara
Indonesia. Nasionalisme yang tinggi dari warga negara akan mendorong jiwa
berkorban untuk bangsa dan negara. Dewasa ini ada kecenderungan
menipisnya jiwa nasionalisme di kalangan generasi muda. Hal ini dapat dilihat
dari beberapa indikator, seperti kurang apresiasinya generasi muda pada
kebudayaan asli bangsa Indonesia, pola dan gaya hidup remaja yang lebih
kebarat-baratan, dan beberapa indikator lainnya. Melihat realitas di atas guru
sebagai penjaga nilai-nilai termasuk nilai nasionalisme harus mampu
memberikan kesadaran kepada generasi muda akan pentingnya jiwa
nasionalisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
5. Adanya perdagangan bebas, baik tingkat ASEAN, Asia Pasifik, maupun Dunia.
Kondisi di atas membutuhkan kesiapan yang matang terutama dari segi
kualitas sumber daya manusia. Dibutuhkan SDM (Sumber Daya Manusia)
yang handal dan unggul yang siap bersaing dengan bangsa-bangsa lain di
dunia. Dunia pendidikan mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam
menciptakan SDM (Sumber Daya Manusia) yang digambarkan seperti di atas.
Oleh karena itu, dibutuhkan guru yang visioner, kompeten, dan berdedikasi
tinggi sehingga mampu membekali peserta didik dengan sejumlah kompetensi
yang diperlukan dalam kehidupan di tengah-tengah masyarakat yang sedang
dan terus berubah.4
Menurut Susanto (2010), terdapat 7 tantangan guru di abad 21, yaitu:
1. Teaching in multicultural society, mengajar di masyarakat yang memiliki
beragam budaya dengan kompetensi multi bahasa.
2. Teaching for the construction of meaning, mengajar untuk mengkonstruksi
makna (konsep).
3. Teaching for active learning, mengajar untuk pembelajaran aktif.
4. Teaching and technology, mengajar dan teknologi.
5. Teaching with new view about abilities, mengajar dengan pandangan baru
mengenai kemampuan.
6. Teaching and choice, mengajar dan pilihan.
7. Teaching and accountability, mengajar dan akuntabilitas.
Lebih lanjut, Yahya (2010) menambahkan tantangan guru di Abad 21 yaitu:
1. Pendidikan yang berfokus pada character building
2. Pendidikan yang peduli perubahan iklim
3. Enterprenual mindset
4. Membangun learning community
5. Kekuatan bersaing bukan lagi kepandaian tetapi kreativitas dan kecerdasan
bertindak (hard skills- soft skills)
Solusi Menghadapi Tantangan Guru dalam Perkembangan Teknologi dan
Informasi. Untuk menghadapi tantangan guru pada saat ini, maka sangat diperlukan

4 Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan
Sukses dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 37-40.
guru yang profesional agar dapat mencetak sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas. Dalam konteks ini Makagiansar menawarkan kompetensi yang harus
dimiliki oleh seorang guru guna menghadapi era global yaitu:
1. Kemampuan antisipasi
Kemampuan antisipasi merupakan kemampuan yang harus dimiliki seorang
pendidik untuk mengantisipasi dan mencegah terjadinya masalah baik dalam
proses pembelajaran maupun masalah yang mungkin timbul diluar
pembelajaran. Misalnya kemampuan antisipasi dapat dilakukan dengan cara
guru mempersiapkan sarana prasarana dan segala sesuatunya agar tidak terjadi
kendala dalam proses KBM.
2. Kemampuan mengenali dan mengatasi masalah
Seorang pendidik perlu melakukan pendekatan terhadap peserta didiknya
untuk dapat mengenali dan mengidentifikasi masalah yang dihadapi oleh
peserta didiknya baik itu yang berkaitan dengan akademi maupun non akademi.
Tidak hanya berhenti pada mengenali masalah saja, namun juga dilakukan
follow up pemilihan solusi dari masalah yang dihadapi siswa dan
melaksanakan solusi tersebut sehingga masalah peserta didik dapat teratasi.
3. Kemampuan mengakomodasi
Seorang guru harus mampu mengakomodasi perbedaan yang terdapat pada
peserta didiknya. Perbedaan disini dapat berupa kebutuhan antara satu individu
dengan individu lain. Guru dapat mengakomodasi kebutuhan peserta didik
dalam kaitannya dengan pembelajaran seperti menyediakan kebutuhan akan
ilmu, dan sarana prasarana bila mampu.
4. Kemampuan melakukan reorientasi
Sikap terhadap suatu hal. Guru perlu menentukan acuan-acuan apa saja yang
akan dicapai Sebagai pendidik, guru harus mampu melakukan reorientasi yaitu
meninjau kembali suatu wawasan dan menetukan dan membuat peserta
didiknya yakin dan termotivasi untuk mencapai tujuan tersebut.
5. Kompetensi generic (generic competences)
Kemampuan generik merupakan kemmapuan yang harus dimiliki seorang
pendidik yang didalamnya mencakup strategi kognitif, dan dapat pula dikenal
dengan sebutan kemampuan kunci-kunci, kemampuan inti (core skill),
kemampuan essensial, dan kemampuan dasar. Kemampuan generik antara lain
meliputi: keterampilan komunikasi, kerja tim, pemecah masalah, inisiatif dan
usaha (initiative dan enterprise), merencanakan dan mengorganisasi,
menegemen diri, keterampilan belajar dan keterampilan teknologi (Gibb dalam
Rahman, 2008)
6. Keterampilan mengatur diri (managing self skills),
Mendorong diri sendiri untuk mau mengatur semua unsur kemampuan
pribadi, mengendalikan kemauan untuk mencapai hal-hal yang baik, dan
mengembangkan berbagai segi dari kehidupan pribadi agar lebih sempurna.
Bagaimana seseorang guru bisa menjadi seorang guru yang professional dan
berbudi luhur kalau ia tidak dapat mendorong, mengatur, mengendalikan, dan
mengembangkan semua sumber daya pribadinya. Oleh karena itu keterampilan
mengatur diri bagi seorang guru adalah sangat mutlak diperlukan agar dapat
menjalankan segala tugasnya dengan baik.
7. Keterampilan berkomunikasi (communicating skills),
Keterampilan berkomunikasi adalah keterampilan utama yang harus
dimiliki untuk mampu membina hubungan yang sehat dimana saja, di
lingkungan sosial, sekolah, usaha dan perkantoran, di kebun atau dimana saja.
Sebagian besar masalah yang timbul dalam kehidupan sosial adalah masalah
komunikasi. Jika keterampilan komunikasi dimiliki maka akan sangat besar
membantu meminimalisasi potensi konflik sekaligus membuka peluang sukses
8. Kemampuan mengelola orang dan tugas (ability of managing people and tasks)
Kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru agar dapat mengelola
peserta didiknya sekaligus tugas keguruanya agar dapat mencapai tujuan yang
diinginkan. Mengelola orang dengan mengenali emosi orang lain berarti kita
memiliki empati terhadap apa yang dirasakan orang lain. Penguasaan
keterampilan ini membuat kita lebih efektif dalam berkomunikasi dengan
orang lain. Inilah yang disebut Stephen Covey sebagai komunikasi empatik.
Berusaha mengerti terlebih dahulu sebelum dimengerti. Keterampilan ini
merupakan dasar dalam berhubungan dengan manusia secara efektif. Dari segi
tugas guru berfungsi memberikan dorongan kepada siswa untuk dapat belajar
lebih giat, dan memberikan tugas kepada siswa sesuai dengan kemampuan dan
perbedaan individual peserta pendidik.
9. Kemampuan mobilisasi pengembangan dan perubahan (mobilizing innovation
and change).
Kemampuan mobilisasi perkembangan dan perubahan yaitu guru berfungsi
melakukan kegiatan kreatif, menemukan strategi, metode, cara-cara, atau
konsep-konsep yang baru dalam pengajaran agar pembelajaran bermakna dan
melahirkan pendidikan yang berkualitas. Guru bertanggung jawab untuk
mengarahkan perkembangan peserta didik sebagai generasi muda yang akan
menjadi pewaris masa depan dan guru berperan untuk menyampaikan berbagai
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat.
10. Kemampuan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi
Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta semangat kompetitif juga
meruapakan hal penting bagi guru-guru yang profesional karena diharapkan
mereka dapat membawa atau mengantarkan peserta didiknya mengarungi
dunia ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memasuki era global yang melek
ilmu pengetahuan dan teknolog, dan sangat kompetitif.

Anda mungkin juga menyukai