Profesi guru dewasa ini sangat jauh berbeda profesi guru zaman
kemerdekaan sampai tahun 1960-an atau bahkan 1970-an. Dulu orang ditawari
untuk menjadi guru atau bahkan mau diangkat menjadi PNS dia lebih memilih kata
“tidak”. Entah kenapa? mungkin yang jelas, dan semoga jawaban ini salah gaji saat
itu masih terbilang sangat minim (rendah). Bahkan terkadang dia mencibir dengan
kata-kata yang kurang mengenakkan.
Guru mendapat penilaian termasuk golongan kelas bawah. Bukan dinilai
vigur yang mulia yang biasa menjadi salah satu penentu maju mundurnya suatu
bangsa. Karena bagaimanapun Sumber Daya Manusia (SDM) sanat diperlukan bagi
suatu bangsa atau Negara. Dan gurulah yang bias mewarnai anak bangsa untuk
menjadi individu yang berkualitas, siap baik lahir maupun batin. Pemberian transfer
ilmu pengetahuan, pendidkan ketrampilan dan lain-lain diberikan guru dengan
tanpa pamrih untuk kebaikan dan keberhasilan anak didiknya.
Lain halnya dengan profesi guru dewasa ini. Sejak pemerintah sudah mulai
ada perhatian khusus di dunia pendidikan. Bantuan-bantuan untuk operasional,
gedung, sarana prasarana dengan berbagai macam bantuan kebutuhan pendidikan.
Termasuk bantuan untuk guru itu sendiri baik yang berbentuk insentif, kesra
tunjangan fungsional dan tunjangan profesi. Sehingga profesi guru sekarang ini
menjadi tarjet rebutan manyarakat Indonesia. Sehingga banyak mayarakat yang
tadinya enggan untuk kuliah lagi, mereka giat penuh semangat melanjutkan kuliah
walaupun setangah dipaksakan. Ada yang mengambil D II, ada yang dari D II
transfer melanjutkan S 1 –nya dan ada pula yang mengambil akta – IV. Dengan
harapan mereka bisa mengambil celah masuk menjadi tenaga pendidikan yang titik
kulminasinya adalah “PNS”. Wacana ini mungkin saja tidak sepenuhnya benar.
Karena masih banyak kita jumpai guru-guru dipedesaan, pinggiran ataupun
pedalaman dengan gaji yang pas-pasanatau bahkan sangat minim namun mereka
jalani dengan penuh kesabaran dan ketelatenan serta punya etos dan dedikasi
sebagai pendidik tanpa pengaruh oleh berbagai berita yang berkembang di dunia
pendidikan Indonesia.
Guru sebagai profesi merupakan pekerjaan atau karir yang bersifat
pelayanan bantuan keahlian dengan tingkat ketepatan yang tinggi untuk
kebahagiaan pengguna berdasarkan norma yang berlaku. Kekuatan dan eksistensi
profesi muncul sebagai akibat interaksi timbal balik antara kinerja tenaga
profesional dengan kepercayaan publik (public trust). Studi tentang mutu
pendidikan dasar di Indonesia menunjukkan bahwa mutu pendidikan yang lebih
tinggi di daerah perkotaan ditandai dengan lebih besarnya efek faktor luar sekolah
dibandingkan dengan faktor sekolah, sedangkan di pedesaan mutu pendidikannya
cenderung lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor sekolah.1
Terkait dengan guru, secara umum tantangan yang dihadapi guru di era
globalisasi dan multicultural ini adalah bagaimana pendidikan mampu mendidik
dan menghasilkan siswa yang memiliki daya saing tinggi (qualified) dalam
menghadapi gempuran berbagai kemajuan yang penuh dengan kompetensi dalam
berbagai sector, mampu menghadapi tantangan di bidang politik dan ekonomi,
mampu melakukan risett secara koperhensif di era reformasi serta mampu
membangun kualitas kehidupan sumber daya manusia. Di samping itu, dilihat dari
segi aktualisasinya pendidikan merupakan proses interaksi antara guru (pendidik)
dengan siswa (peserta didik) untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang telah
ditentukan. Guru, siswa dan tujuan pendidikan merupakan komponen utama
pendidikan. Ketiganya membentuk triangle, yang jika hilang salah satunya, maka
hilang pulalah hakikat pendidikan. Namun demikian, dalam situasi tertentu tugas
guru dapat dibantu oleh unsur lain, seperti media teknologi tetapi tidak dapat
digantikan. Oleh karena itulah, tugas guru sebagai pelaku utama pendidikan
merupakan pendidik profesional.2
Sejak kini hingga masa depan tantangan profesi keguruan semakin
meningkat. Dalam Mengangkat Citra dan Martabat Guru suatu tantangan yang
harus siap dihadapi guru dan pada saat yang sama harus dicarikan solusinya oleh
1 Ace Suryadi dan Wiana Mulyana, (1992), Kerangka Konseptual Mutu Pendidikan dan
Pembinaan Kemampuan Profesional Guru, Bandung: Candimas Metropole, hal. 1
2 Nana Syaodih Sukmadinata, (1997), Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Bandung:
Remaja Rosdakarya, hal. 191.
berbagai pihak terkait (birokrasi dan organisasi kependidikan). Salah satunya
berkaitan dengan masalah ekologi profesi bagi guru. Pekerjaan guru (mendidik)
yang mulia dan seharusnya menyenangkan, seringkali malah menjadi sumber
ketegangan lantaran iklim dan kondisi kerja yang terlalu sarat dengan beban tugas-
tugas birokrasi, beban sosial-ekonomi dan tantangan kemajuan karir yang terkait
erat dengan jaminan hak-hak kesejahteraan guru.
Dalam hal beban birokrasi, guru harus berhadapan dengan pekerjaan-
pekerjaan rutin administrasi yang bukan tugas-tugas profesional. Beban sosial
antara lain terkait dengan tuntutan masyarakat yang masih memandang bahwa guru
adalah sosok manusia serba tahu dan serba bisa. Tidak sedikit orangtua yang
memiliki tuntutan yang melampaui kemampuan guru agar anak mereka menjadi
serba bisa sebagaimana yang diharapkan. Selain itu, kondisi objektif di lapangan
sangat mungkin guru menghadapi pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan,
informasi, dan teknologi -termasuk masalah kependidikan, yang menuntut dirinya
harus lebih profesional dan bahkan siap 'bersaing' dengan peserta didik dalam hal
itu. Beban-beban yang sudah berat itu, makin menjadi kompleks manakala guru
(SD) -terutama yang hidup dikota - juga harus berjuang meningkatkan kemampuan
finansial dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga yang memang masih jauh
dapat dipenuhi dengan gaji mereka. Kondisi semua ini, dapat diprediksi kuat akan
sangat berpengaruh timbale balik terhadap profil psikologis guru.
Era globalisasi adalah tantangan besar bagi dunia pendidikan. Dalam
konteks ini, Khaerudin Kurniawan (1999), memerinci berbagai tantangan
pendidikan menghadapi ufuk globalisasi sebagai berikut:
1. Tantangan untuk meningkatkan nilai tambah, yaitu bagaimana meningkatkan
produktivitas kerja nasional serta pertumbuhan dan pemerataan ekonomi,
sebagai upaya untuk memelihara dan meningkatkan pembangunan
berkelanjutan (continuing development).
2. Tantangan untuk melakukan riset secara komprehensif terhadap terjadinya era
reformasi dan transformasi struktur masyarakat, dari masyarakat tradisional-
agraris ke masyarakat modern-industrial dan informasi-komunikasi, serta
bagaimana implikasinya bagi peningkatan dan pengembangan kualitas
kehidupan SDM.
3. Tantangan dalam persaingan global yang semakin ketat, yaitu meningkatkan
daya saing bangsa dalam menghasilkan karya-karya kreatif yang berkualitas
sebagai hasil pemikiran, penemuan dan penguasaan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni.
4. Tantangan terhadap munculnya invasi dan kolonialisme baru di bidang Iptek,
yang menggantikan invasi dan kolonialisme di bidang politik dan ekonomi.
Semua tantangan tersebut menuntut adanya SDM yang berkualitas dan
berdaya saing di bidang-bidang tersebut secara komprehensif dan komparatif yang
berwawasan keunggulan, keahlian profesional, berpandangan jauh ke depan
(visioner), rasa percaya diri dan harga diri yang tinggi serta memiliki keterampilan
yang memadai sesuai kebutuhan dan daya tawar pasar.3
Berdasarkan paparan di atas, setidaknya kita dapat memperoleh gambaran
tentang apa dan bagaimana karakteristik masyarakat pada abad 21 dan apa peran
pendidikan pada masa yang akan datang serta tantangan bagi seorang guru untuk
menyikapinya. Pendidikan pada dasarnya tidak terlepas dari peran penting guru
sebagai tulang punggung dan penopang utama dalam proses penyelenggaraan
pendidikan.
Tantangan guru profesional untuk menghadapi masyarakat abad 21 tersebut
dapat dibedakan menjadi tantangan yang bersifat internal dan eksternal.
1. Tantangan Internal
a. Penguatan nilai kesatauan dan pembinaan moral bangsa
Krisis yang berkepanjangan memberi kesan keprihatinan yang
dalam dan menimbulkan berbagai dampak yang tidak menguntungkan
terhadap kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Hal itu terutama dapat
dilihat mulai adanya gejala menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat,
menurunnya rasa kebersamaan, lunturnya rasa hormat dengan orang tua,
sering terjadinya benturan fisik antara peserta didik, dan mulai adanya
4 Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan
Sukses dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 37-40.
guru yang profesional agar dapat mencetak sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas. Dalam konteks ini Makagiansar menawarkan kompetensi yang harus
dimiliki oleh seorang guru guna menghadapi era global yaitu:
1. Kemampuan antisipasi
Kemampuan antisipasi merupakan kemampuan yang harus dimiliki seorang
pendidik untuk mengantisipasi dan mencegah terjadinya masalah baik dalam
proses pembelajaran maupun masalah yang mungkin timbul diluar
pembelajaran. Misalnya kemampuan antisipasi dapat dilakukan dengan cara
guru mempersiapkan sarana prasarana dan segala sesuatunya agar tidak terjadi
kendala dalam proses KBM.
2. Kemampuan mengenali dan mengatasi masalah
Seorang pendidik perlu melakukan pendekatan terhadap peserta didiknya
untuk dapat mengenali dan mengidentifikasi masalah yang dihadapi oleh
peserta didiknya baik itu yang berkaitan dengan akademi maupun non akademi.
Tidak hanya berhenti pada mengenali masalah saja, namun juga dilakukan
follow up pemilihan solusi dari masalah yang dihadapi siswa dan
melaksanakan solusi tersebut sehingga masalah peserta didik dapat teratasi.
3. Kemampuan mengakomodasi
Seorang guru harus mampu mengakomodasi perbedaan yang terdapat pada
peserta didiknya. Perbedaan disini dapat berupa kebutuhan antara satu individu
dengan individu lain. Guru dapat mengakomodasi kebutuhan peserta didik
dalam kaitannya dengan pembelajaran seperti menyediakan kebutuhan akan
ilmu, dan sarana prasarana bila mampu.
4. Kemampuan melakukan reorientasi
Sikap terhadap suatu hal. Guru perlu menentukan acuan-acuan apa saja yang
akan dicapai Sebagai pendidik, guru harus mampu melakukan reorientasi yaitu
meninjau kembali suatu wawasan dan menetukan dan membuat peserta
didiknya yakin dan termotivasi untuk mencapai tujuan tersebut.
5. Kompetensi generic (generic competences)
Kemampuan generik merupakan kemmapuan yang harus dimiliki seorang
pendidik yang didalamnya mencakup strategi kognitif, dan dapat pula dikenal
dengan sebutan kemampuan kunci-kunci, kemampuan inti (core skill),
kemampuan essensial, dan kemampuan dasar. Kemampuan generik antara lain
meliputi: keterampilan komunikasi, kerja tim, pemecah masalah, inisiatif dan
usaha (initiative dan enterprise), merencanakan dan mengorganisasi,
menegemen diri, keterampilan belajar dan keterampilan teknologi (Gibb dalam
Rahman, 2008)
6. Keterampilan mengatur diri (managing self skills),
Mendorong diri sendiri untuk mau mengatur semua unsur kemampuan
pribadi, mengendalikan kemauan untuk mencapai hal-hal yang baik, dan
mengembangkan berbagai segi dari kehidupan pribadi agar lebih sempurna.
Bagaimana seseorang guru bisa menjadi seorang guru yang professional dan
berbudi luhur kalau ia tidak dapat mendorong, mengatur, mengendalikan, dan
mengembangkan semua sumber daya pribadinya. Oleh karena itu keterampilan
mengatur diri bagi seorang guru adalah sangat mutlak diperlukan agar dapat
menjalankan segala tugasnya dengan baik.
7. Keterampilan berkomunikasi (communicating skills),
Keterampilan berkomunikasi adalah keterampilan utama yang harus
dimiliki untuk mampu membina hubungan yang sehat dimana saja, di
lingkungan sosial, sekolah, usaha dan perkantoran, di kebun atau dimana saja.
Sebagian besar masalah yang timbul dalam kehidupan sosial adalah masalah
komunikasi. Jika keterampilan komunikasi dimiliki maka akan sangat besar
membantu meminimalisasi potensi konflik sekaligus membuka peluang sukses
8. Kemampuan mengelola orang dan tugas (ability of managing people and tasks)
Kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru agar dapat mengelola
peserta didiknya sekaligus tugas keguruanya agar dapat mencapai tujuan yang
diinginkan. Mengelola orang dengan mengenali emosi orang lain berarti kita
memiliki empati terhadap apa yang dirasakan orang lain. Penguasaan
keterampilan ini membuat kita lebih efektif dalam berkomunikasi dengan
orang lain. Inilah yang disebut Stephen Covey sebagai komunikasi empatik.
Berusaha mengerti terlebih dahulu sebelum dimengerti. Keterampilan ini
merupakan dasar dalam berhubungan dengan manusia secara efektif. Dari segi
tugas guru berfungsi memberikan dorongan kepada siswa untuk dapat belajar
lebih giat, dan memberikan tugas kepada siswa sesuai dengan kemampuan dan
perbedaan individual peserta pendidik.
9. Kemampuan mobilisasi pengembangan dan perubahan (mobilizing innovation
and change).
Kemampuan mobilisasi perkembangan dan perubahan yaitu guru berfungsi
melakukan kegiatan kreatif, menemukan strategi, metode, cara-cara, atau
konsep-konsep yang baru dalam pengajaran agar pembelajaran bermakna dan
melahirkan pendidikan yang berkualitas. Guru bertanggung jawab untuk
mengarahkan perkembangan peserta didik sebagai generasi muda yang akan
menjadi pewaris masa depan dan guru berperan untuk menyampaikan berbagai
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat.
10. Kemampuan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi
Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta semangat kompetitif juga
meruapakan hal penting bagi guru-guru yang profesional karena diharapkan
mereka dapat membawa atau mengantarkan peserta didiknya mengarungi
dunia ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memasuki era global yang melek
ilmu pengetahuan dan teknolog, dan sangat kompetitif.