Forensik
Forensik
Forensik
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanatologi
Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian) dan
logos (ilmu). Tanatologi adalah bagian dari Ilmu Kedokteran Forensik yang
mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kematian yaitu definisi atau batasan
mati, perubahan yang terjadi pada tubuh setelah terjadi kematian dan faktor-faktor
yang mempengaruhi perubahan tersebut (Idries, 1997).
2.1.2. Manfaat
Ada tiga manfaat tanatologi ini, antara lain untuk dapat menetapkan hidup atau
matinya korban, memperkirakan lama kematian korban, dan menentukan wajar
atau tidak wajarnya kematian korban.
Menetapkan apakah korban masih hidup atau telah mati dapat kita ketahui dari
masih adanya tanda kehidupan dan tanda-tanda kematian. Tanda kehidupan dapat
kita nilai dari masih aktifnya siklus oksigen yang berlangsung dalam tubuh
korban. Sebaliknya, tidak aktifnya siklus oksigen menjadi tanda kematian (AlFatih II, 2007).
Agar suatu kehidupan seseorang dapat berlangsung, terdapat tiga sistem yang
mempengaruhinya. Ketiga sistem utama tersebut antara lain sistem persarafan,
sistem kardiovaskuler dan sistem pernapasan. Ketiga sistem itu sangat
mempengaruhi satu sama lainnya, ketika terjadi gangguan pada satu sistem, maka
sistem-sistem yang lainnya juga akan ikut berpengaruh (Idries, 1997).
Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati somatis (mati
klinis), mati suri, mati seluler, mati serebral dan mati otak (mati batang otak).
Mati somatis (mati klinis) ialah suatu keadaan dimana oleh karena sesuatu sebab
terjadi gangguan pada ketiga sistem utama tersebut yang bersifat menetap (Idries,
1997).
Pada kejadian mati somatis ini secara klinis tidak ditemukan adanya refleks,
elektro ensefalografi (EEG) mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak
terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara napas tidak terdengar saat
auskultasi.
Mati suri (apparent death) ialah suatu keadaan yang mirip dengan kematian
somatis, akan tetapi gangguan yang terdapat pada ketiga sistem bersifat
sementara. Kasus seperti ini sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur,
tersengat aliran listrik dan tenggelam (Idries, 1997).
Mati seluler (mati molekuler) ialah suatu kematian organ atau jaringan tubuh
yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup masingmasing organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian seluler
pada tiap organ tidak bersamaan (Budiyanto, 1997).
Mati serebral ialah suatu kematian akibat kerusakan kedua hemisfer otak yang
irreversible kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya
yaitu sistem pernapasan dan kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat
(Budiyanto, 1997).
Mati otak (mati batang otak) ialah kematian dimana bila telah terjadi kerusakan
seluruh isi neuronal intrakranial yang irreversible, termasuk batang otak dan
serebelum. Dengan diketahuinya mati otak (mati batang otak) maka dapat
dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi,
sehingga alat bantu dapat dihentikan (Budiyanto, 1997).
Melalui fungsi sistem saraf, kardiovaskuler, dan pernapasan, kita bisa mendeteksi
hidup matinya seseorang.
Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sistem saraf, ada lima hal yang harus kita
perhatikan yaitu tanda areflex, relaksasi, tidak ada pegerakan, tidak ada tonus, dan
elektro ensefalografi (EEG) mendatar/ flat.
Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sistem kardiovaskuler ada enam hal yang
harus kita perhatikan yaitu denyut nadi berhenti pada palpasi, denyut jantung
berhenti selama 5-10 menit pada auskultasi, elektro kardiografi (EKG) mendatar/
flat, tidak ada tanda sianotik pada ujung jari tangan setelah jari tangan korban kita
ikat (tes magnus), daerah sekitar tempat penyuntikan icard subkutan tidak
berwarna kuning kehijauan (tes icard), dan tidak keluarnya darah dengan pulsasi
pada insisi arteri radialis.
Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sisteim pernapasan juga ada beberapa hal
yang harus kita perhatikan, antara lain tidak ada gerak napas pada inspeksi dan
palpasi, tidak ada bising napas pada auskultasi, tidak ada gerakan permukaan air
dalam gelas yang kita taruh diatas perut korban pada tes, tidak ada uap air pada
cermin yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut korban, serta tidak
ada gerakan bulu ayam yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut
korban (Modi, 1988).
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang
berupa tanda kematian yang perubahannya biasa timbul dini pada saat meninggal
atau beberapa menit kemudian. Perubahan tersebut dikenal sebagai tanda
kematian yang nantinya akan dibagi lagi menjadi tanda kematian pasti dan tanda
kematian tidak pasti.
Terhentinya sirkulasi yang dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba.
Kulit pucat.
Livor mortis
Nama lain livor mortis ini antara lain lebam mayat, post mortem lividity, post
mortem hypostatic, post mortem sugillation, dan vibices.
Livor mortis adalah suatu bercak atau noda besar merah kebiruan atau merah ungu
(livide) pada lokasi terendah tubuh mayat akibat penumpukan eritrosit atau
stagnasi darah karena terhentinya kerja pembuluh darah dan gaya gravitasi bumi,
bukan bagian tubuh mayat yang tertekan oleh alas keras.
Bercak tersebut mulai tampak oleh kita kira-kira 20-30 menit pasca kematian
klinis. Makin lama bercak tersebut makin luas dan lengkap, akhirnya menetap
kira-kira 8-12 jam pasca kematian klinis (Idries, 1997).
Sebelum lebam mayat menetap, masih dapat hilang bila kita menekannya. Hal ini
berlangsung kira-kira kurang dari 6-10 jam pasca kematian klinis. Juga lebam
masih bisa berpindah sesuai perubahan posisi mayat yang terakhir. Lebam tidak
bisa lagi kita hilangkan dengan penekanan jika lama kematian klinis sudah terjadi
kira-kira lebih dari 6-10 jam.
yaitu :
Livor mortis dapat kita lihat pada kulit mayat. Juga dapat kita temukan
pada organ dalam tubuh mayat. Masing-masing sesuai dengan posisi
mayat.
Lebam pada kulit mayat dengan posisi mayat terlentang, dapat kita lihat
pada belakang kepala, daun telinga, ekstensor lengan, fleksor tungkai,
ujung jari dibawah kuku, dan kadang-kadang di samping leher. Tidak ada
lebam yang dapat kita lihat pada daerah skapula, gluteus dan bekas tempat
dasi.
Lebam pada kulit mayat dengan posisi mayat tengkurap, dapat kita lihat
pada dahi, pipi, dagu, bagian ventral tubuh, dan ekstensor tungkai. Lebam
pada kulit mayat dengan posisi tergantung, dapat kita lihat pada ujung
ekstremitas dan genitalia eksterna.
Lebam pada organ dalam mayat dengan posisi terlentang dapat kita
temukan pada posterior otak besar, posterior otak kecil, dorsal paru-paru,
dorsal hepar, dorsal ginjal, posterior dinding lambung, dan usus yang
dibawah (dalam rongga panggul).
Ada tiga faktor yang mempengaruhi livor mortis yaitu volume darah yang
beredar, lamanya darah dalam keadaan cepat cair dan warna lebam.
Volume darah yang beredar banyak menyebabkan lebam mayat lebih cepat
dan lebih luas terjadi. Sebaliknya lebih lambat dan lebih terbatas
penyebarannya pada volume darah yang sedikit, misalnya pada anemia.
Ada lima warna lebam mayat yang dapat kita gunakan untuk
memperkirakan penyebab kematian yaitu (1) warna merah kebiruan
merupakan warna normal lebam, (2) warna merah terang menandakan
keracunan CO, keracunan CN, atau suhu dingin, (3) warna merah gelap
menunjukkan asfiksia, (4) warna biru menunjukkan keracunan nitrit dan
Livor mortis harus dapat kita bedakan dengan resapan darah akibat trauma
(ekstravasasi darah). Warna merah darah akibat trauma akan menempati
ruang tertentu dalam jaringan. Warna tersebut akan hilang jika irisan
jaringan kita siram dengan air (Mason, 1983).
Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi pada otot yang
kadang-kadang disertai dengan sedikit pemendekan serabut otot, yang
terjadi setelah periode pelemasan/ relaksasi primer; hal mana disebabkan
oleh karena terjadinya perubahan kimiawi pada protein yang terdapat
dalam serabut-serabut otot (Gonzales, 1954).
Cadaveric spasme
Heat Stiffening adalah suatu kekakuan yang terjadi akibat suhu tinggi,
misalnya pada kasus kebakaran (Idries, 1997).
Cold Stiffening
Cold Stiffening adalah suatu kekakuan yang terjadi akibat suhu rendah,
dapat terjadi bila tubuh korban diletakkan dalam freezer, atau bila suhu
keliling sedemikian rendahnya, sehingga cairan tubuh terutama yang
terdapat sendi-sendi akan membeku (Idries, 1997).
Pada beberapa jam pertama, penurunan suhu terjadi sangat lambat dengan
bentuk sigmoid. Hal ini disebabkan ada dua faktor, yaitu masih adanya sisa
metabolisme dalam tubuh mayat dan perbedaan koefisien hantar sehingga
butuh waktu mencapai tangga suhu.
Ada sembilan faktor yang mempengaruhi cepat atau lamanya penurunan
suhu tubuh mayat, yaitu :
Besarnya perbedaan suhu tubuh mayat dengan lingkungannya.
Suhu tubuh mayat saat mati. Makin tinggi suhu tubuhnya, makin lama
penurunan suhu tubuhnya.
Konstitusi tubuh pada anak dan orang tua makin mempercepat penurunan
suhu tubuh mayat.
Penilaian algor mortis dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut, antara
lain :
Bila korban mati dalam air, penurunan suhu tubuhnya tergantung dari
suhu, aliran, dan keadaan airnya.
4. Pembusukan
Proses pembusukan telah terjadi setelah kematian seluler dan baru tampak
oleh kita setelah kira-kira 24 jam kematian. Kita akan melihatnya pertama
kali berupa warna kehijauan (HbS) di daerah perut kanan bagian bawah
yaitu dari sekum (caecum). Lalu menyebar ke seluruh perut dan dada
dengan disertai bau busuk.
Larva lalat dapat kita temukan pada mayat kira-kira 36-48 jam pasca
kematian. Berguna untuk memperkirakan saat kematian dan
Umur. Bayi, anak-anak dan orang tua lebih lambat terjadi pembusukan.
mengalami pembusukan.
Bulla Intravital
Perbedaan
Bulla pembusukan
Kecoklatan
Warna kulit ari
Kuning
Tinggi
Kadar albumin & klor
Rendah atau tidak ada
bulla
Hiperemis
Dasar bulla
Merah pembusukan
Intraepidermal
Jaringan yang terangkat
Antara epidermis &
dermis
Ada
respon darah
6. Mummifikasi
akan menjadi lebih kecil dan ringan. Untuk dapat terjadi mummifikasi dibutuhkan
waktu yang cukup lama, beberapa minggu sampai beberapa bulan; yang
dipengaruhi oleh keadaan suhu lingkungan dan sifat aliran udara (Idries, 1997).
2.2. Tenggelam
Secara definisi tenggelam diartikan sebagai suatu keadaan tercekik dan mati yang
disebabkan oleh terisinya paru dengan air atau bahan lain atau cairan sehingga
pertukaran gas menjadi tidak mungkin. Sederhananya, tenggelam adalah
merupakan akibat dari terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh ke dalam cairan
(Idries, 1997).
Tenggelam dibagi menjadi beberapa jenis antara lain (A) wet drowning,
(B) dry drowning, (C) secondary drowning, dan (D) the immersion syndrome
(cold water drowning) (Modi, 1988).
Wet drowning adalah kematian tenggelam akibat terlalu banyaknya air yang
terinhalasi. Pada kasus wet drowning ada tiga penyebab kematian yang
terjadi, yaitu akibat asfiksia, fibrilasi ventrikel pada kasus tenggelam di air tawar,
dan edema paru pada kasus tenggelam di air asin.
Dry drowning adalah suatu kematian tenggelam dimana air yang terinhalasi
sedikit. Penyebab kematian pada kasus ini sendiri dikarenakan terjadinya spasme
laring yang menimbulkan asfiksia dan terjadinya refleks vagal, cardiac arrest,
atau kolaps sirkulasi (Modi, 1988).
Secondary drowning adalah suatu keadaan dimana terjadi gejala beberapa hari
setelah korban tenggelam (dan diangkat dari dalam air) dan korban meninggal
akibat komplikasi.
Pemeriksaan luar
Penurunan suhu mayat, berlangsung cepat, rata-rata 5 F per menit. Suhu tubuh
akan sama dengan suhu lingkungan dalam waktu 5 atau 6 jam.
Lebam mayat, akan tampak jelas pada dada bagian depan, leher dan kepala.
Lebam mayat berwarna merah terang yang perlu dibedakan dengan lebam mayat
yang terjadi pada keracunan CO.
Pembusukan sering tampak, kulit berwarna kehijauan atau merah gelap. Pada
pembusukan lanjut tampak gelembung-gelembung pembusukan, terutama bagian
atas tubuh, dan skrotum serta penis pada pria dan labia mayora pada wanita, kulit
telapak tangan dan kaki mengelupas.
Gambaran kulit angsa (goose-flesh, cutis anserina), sering dijumpai; keadaan ini
terjadi selama interval antara kematian somatik dan seluler, atau merupakan
perubahan post mortal karena terjadinya rigor mortis. Cutis anserina tidak
mempunyai nilai sebagai kriteria diagnostik.
Pada lidah dapat ditemukan memar atau bekas gigitan, yang merupakan
tanda bahwa korban berusaha untuk hidup, atau tanda sedang terjadi
epilepsi, sebagai akibat dari masuknya korban ke dalam air.
Luka-luka pada daerah wajah, tangan dan tungkai bagian depan dapat
terjadi akibat persentuhan korban dengan dasar sungai, atau terkena bendabenda di sekitarnya; luka-luka tersebut seringkali mengeluarkan darah,
sehingga tidak jarang memberi kesan korban dianiaya sebelum
ditenggelamkan.
Pada kasus bunuh diri dimana korban dari tempat yang tinggi terjun ke
sungai, kematian dapat terjadi akibat benturan yang keras sehingga
menyebabkan kerusakan pada kepala atau patahnya tulang leher.
Bila korban yang tenggelam adalah bayi, maka dapat dipastikan bahwa
kasusnya merupakan kasus pembunuhan. Bila seorang dewasa ditemukan
mati dalam empang yang dangkal, maka harus dipikirkan
2. Pemeriksaan dalam
di absorpsi dan mengikuti aliran darah. Diatome ini dapat sampai ke hati,
paru, otak, ginjal, dan sumsum tulang. Bila diatome positif berarti korban
masih hidup sewaktu tenggelam.
Oleh karena banyak terdapat di alam dan tergantung musim, maka tidak
ditemukannya diatome tidak dapat menyingkirkan bahwa korban bukan
mati tenggelam. Relevansi diatome terbatas pada tenggelam dengan
mekanisme asfiksia.
Cara pemeriksaan diatome adalah :
Pleura juga dapat kita temukan pada pemeriksaan kasus ini. Pleura yang
ditemukan dapat berwarna kemerahan dan terdapat bintik-bintik
perdarahan, perdarahan ini dapat terjadi karena adanya kompresi terhadap
septum inter alveoli atau oleh karena terjadinya fase konvulsi akibat
kekurangan oksigen.
Bercak perdarahan yang besar (diameter 3-5 cm), terjadi karena robeknya
partisi interalveolar dan sering terlihat di bawah pleura. Bercak ini disebut
bercak Paltouf yang ditemukan pada tahun 1882 dan diberi nama sesuai
dengan nama yang pertama mencatat kelainan tersebut.
Bercak paltouf berwarna biru kemerahan dan banyak terlihat pada bagian
bawah paru-paru, yaitu pada permukaan anterior dan permukaan antar
bagian paru-paru. (Spitz, 1997).
Edema dan kongesti paru-paru dapat sangat hebat sehingga beratnya dapat
mencapai 700-1000 gram, dimana berat paru-paru normal adalah sekitar
250-300 gram (Williams, 1998).