Anda di halaman 1dari 71

iii

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak,
Mengolah Hati
SEKOLAH PETANI UNTUK PENGELOLAAN
AGROEKOSISTEM KEDELAI HITAM

Ditulis oleh
Tim Yayasan FIELD Indonesia

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Saya sudah mengikuti banyak kegiatan


penyuluhan pertanian, tetapi yang paling
terkesan adalah dengan Sekolah Petani.
Petani yang tadinya tidak berani bicara
menjadi berani mengemukakan pendapat.
Pak Rustam, Ketua Kelompok Tani Maju Makmur, Desa Pringkuku,
Kecamatan Pringkuku, Kabupaten Pacitan

iv

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Halaman Penyusun
Tim Yayasan FIELD Indonesia
Koordinator
: Aditiajaya
Penulis : Triyanto Purnama Adi

Kontributor Yayasan FIELD Indonesia: Simon H. Tambunan, Widyastama


Cahyana, Arief Lukman Hakim, Aditiajaya, John Pontius, Hilmi Alie, Engkus
Kuswara, Dayat, Hartono, dan Gatot Rochmawan
Kontributor Asisten Lapangan Program: Devi Wahyuningtyas Utami, Fembria
Indriani Wulandari, Kartika Wulan, Agus Yoko, Hanisah Noormadani, Sutarno,
Nurul Usmawati, Suhirman Eko, Nugraheny Setya, Muh Hisyam, Resti Lesmania,
Wikis Danang, Rini Wulandari, Hanggamurti Putri Utami, dan Nurrudianto

Yayasan Unilever Indonesia:

General Manager : Sinta Kaniawati


Program Manager : Maya Tamimi
Asistant Program Manager : Andre Setiawan
Graha Unilever
Jl.Jend. Gatot Subroto Kav.15, Jakarta 12390
Tel.: +62-21-5262112 ; Fax : +62-21-5264053
Email : Yayasan-Unilever.Indonesia@unilever.com

Yayasan FIELD Indonesia:

Kompleks TNI AL, Jln. Teluk Peleng 87 A, Rawabambu, Pasarminggu, Jakarta


12520
Tel.: +62-21-7820479, 33101515; Fax.: +62-21-7820479
Email: fieldind@indosat.ne.id
Website: www.thefieldalliance.org; www.pedigrea.org; www.field.org
Publikasi ini diterbitkan atas kerjasama Yayasan Unilever Indonesia dan
Yayasan FIELD Indonesia
Oktober 2012

vi

vii

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

ISI BUKU
Kata Pengantar
Ucapan Terima Kasih
Sekapur Sirih
BAGIAN 1: Prolog

ix
xi
xiii
1

BAGIAN 2: Bersama Merancang Pendidikan yang Ideal bagi Petani

10

BAGIAN 3: Apa Itu Sekolah Petani?

24

A. Sekilas Sejarah Sekolah Lapangan


B. Mengembangkan Pendidikan yang Tepat bagi Petani
C. Ciri-Ciri Nyata Sekolah Petani

27
30
34

BAGIAN 4: Bagaimana Sekolah Petani Kedelai Hitam Dilaksanakan?

40

A. Proses Kegiatan Sekolah Petani di Desa Gunungsari: Sebuah Kasus


B. Memahami Proses Sekolah Petani
C. Menyiapkan Sekolah Petani

43
50
57

BAGIAN 5: Petani Menjadi Peneliti di Lahannya Sendiri

66

A. Mendorong Petani terus Meneliti


B. Bagamana Petani Melaksanakan Studinya?

69
73

BAGIAN 6: Mempromosikan Proses dan Hasil Belajar

78

BAGIAN 7: Petani Berkembang Karena Sekolah Petani

90

A. Hari Temu Lapangan Di Desa Gunungsari: Sebuah Kasus


B. Pesta Informasi
C. Aksi Komunikasi

80
86
87

A. Perkembangan yang Terjadi di Tingkat Petani


1. Sadar Pentingnya Pengamatan Rutin
2. Tahu Hubungan Serangga Hama, Tanaman, dan Musuh Alami
3. Paham Pentingnya Persiapan Lahan, Jarak Tanam, dan Perawatan Tanaman
4. Sikap Kritis dan Berani Berpendapat
5. Mampu Melakukan Penelitian di Lahannya
6. Tumbuh Semangat Berorganisasi
7. Menerapkan Proses dan Hasil Belajar Sekolah Petani
8. Berinovasi untuk Mengoptimalkan Potensi
9. Memperoleh Perhatian dan Dukungan Pihak Lain
B. Memaknai Perkembangan yang Terjadi

94
94
95
96
98
100
101
102
104
107
109

BAGIAN 8: EPILOG

114

Profil Yayasan Unilever Indonesia


Profil Yayasan FIELD Indonesia
Rujukan

121
123
125

viii

ix

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Kata Pengantar
Buku Sekolah Petani
Kami mengamati bahwa di setiap tempat
program dilaksanakan, ada banyak ilmuilmu yang telah secara alami diketahui
oleh petani, berdasarkan temuannya di
lapangan. Di tahun 2009, kami bertemu
dengan Yayasan FIELD, yang merupakan
penggiat proses belajar aktif bagi petani,
dan kami pun bersepakat untuk menginisiasi
Program Sekolah Petani, yang diawali dengan
Pelatihan Petani Penggerak.

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas diterbitkannya Buku Mengasah
Otak, Mengolah Hati. Sekolah Petani Untuk Pengelolaan Agroekosistem Kedelai Hitam, hasil
kerja sama Yayasan Unilever Indonesia dan Yayasan FIELD Indonesia. Merupakan kebahagiaan
bagi kami untuk dapat ikut berbagi pengalaman yang terjadi selama proses Sekolah Petani,
melalui buku ini.
Unilever telah merintis Program Pemberdayaan Petani Kedelai Hitam, bersama Universitas
Gadjah Mada, sejak tahun 2002. Seiring berjalannya waktu, semakin banyak petani yang
bergabung dengan program, hingga mencapai 9,000 petani berpartisipasi di 2012.

Melalui Sekolah Petani, para petani


berkesempatan untuk saling berbagi ilmu,
sehingga ilmu-ilmu tepat guna yang telah
diketahui sebagian petani dapat terus
dikembangkan, sedangkan ilmu-ilmu baru
dapat dipelajari dan diujicobakan bersama.
Metode Sekolah Petani juga akan
memperkaya proses memperoleh
pengetahuan yang sebelumnya telah
difasilitasi oleh Universitas Gadjah mada.
Dengan adanya panduan ilmu bercocok

tanam kedelai hitam yang telah disusun


oleh UGM dan proses Sekolah Petani yang
difasilitasi oleh Yayasan Field Indonesia,
maka diharapkan petani akan lebih mandiri
trengginas untuk terus mengasah diri dan
menggali potensi yang ada dalam menjawab
tantangan masa depan di bidang pertanian.
Petani yang berdaya, merupakan kunci
dari kesuksesan program kami. Metode
pembelajaran yang dipilih di Sekolah Petani
sejalan dengan visi kami untuk berkembang
bersama masyarakat, To Earn Love and
Respects from Indonesian, by touching the
lives of Indonesian everyday.

Jakarta, Desember 2012


Sinta Kaniawati
General Manager Yayasan Unilever Indonesia

xi

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

UCAPAN TERIMA KASIH


dan Hanggamurti Putri Utami, yang telah
menunjukkan bagaimana petani bekerja
dalam program ini dan rela berbagi
informasi, tulisan, dan foto-foto kegiatan
yang berguna.

SEPERTI JUGA Sekolah Petani, buku ini juga


merupakan kerja kreatif semua pihak yang
terlibat aktif dalam pelaksanaan program
pengembangan Sekolah Petani ini. Kalimat
sakti tidak ada guru tidak ada murid dalam
Sekolah Petani mampu mengilhami proses
penulisan narasi buku ini.
Layaknya petani yang panen kedelai
hitam, melakukan sortasi adalah langkah
untuk memisahkan kedelai hitam sesuai
peruntukannya. Semua kedelai hitam
yang dipanen memiliki kegunaan masingmasing. Demikian pula dengan informasi
yang penulis panen langsung dari para
petani di lapangan melalui berbagi
pengalaman, pengetahuan, informasi, dan
gagasan. Seperti juga kecap Bango, buku
ini merupakan sebuah kreasi, yang proses
melahirkannya menghadirkan kontribusi
banyak pihak.

Terima kasih utamanya disampaikan


kepada jajaran Yayasan Unilever Indonesia,
khususnya Ibu Maya Tamimi (Enhance
Livelihood Program Manager), Andre
Setiawan (Assistant Manager Enhance
Livelihood Program), dan Purwidyanto
(Project Officer Enhance Livelihood Program),
yang memunculkan gagasan penyusunan
buku ini.
Sejumlah asisten lapangan yang bertugas di
lokasi program telah mencurahkan segenap
waktu untuk menjadi teman berdiskusi
yang baik saat penulis berada di lapangan
bersama. Terima kasih dilayangkan kepada
Devi Wahyuningtyas Utami, Agus Yoko,
Fembria Indriani Wulandari, Kartika Wulan
Diani, Hanisah Noormadani, Sutarno, Nurul
Usmawati, Suhirman Eko, Nugraheny
Setya, Muh Hisyam, Resti Lesmania, Wikis
Danang, Rini Wulandari, Nurrudianto,

Di Yayasan FIELD Indonesia penulis memiliki


rekan-rekan yang setiap saat antusias
berdiskusi tentang pendidikan petani, hingga
mampu menghadirkan cara bagaimana
memaknai dinamika yang terjadi di tingkat
petani. Terima kasih terutama kepada Simon
Hate, Widyastama Cahyana, Arief Lukman
Hakim, Aditiajaya, John Pontius, Hilmi Alie,
Engkus Kuswara, Dayat, Hartono, dan Gatot
Rochmawan. Mereka sesama pakar dan
praktisi pengembangan Sekolah Lapangan
yang tergabung dalam Tim Bantuan Teknis
PHT-FAO dan terlibat langsung dalam
pelaksanaan Program Nasional Pengendalian
Hama Terpadu sejak tahun 1990 hingga
2000-an.
Terima kasih pula tentunya kepada pihakpihak dari Universitas Gajah Mada, koperasi
kedelai hitam, aparat pemerintahan terkait,
dan mereka yang pernah terlibat langsung
dalam pengembangan Sekolah Petani ini
yang penulis kenal dan banyak memberikan
informasi berguna.
Namun pihak yang sejatinya paling
menginspirasi isi buku ini adalah para
petani yang terlibat aktif dalam program
pengembangan Sekolah Petani Kedelai Hitam
ini. Baik itu mereka yang menjadi peserta
maupun pemandu Sekolah Petani.

Ucapan terima kasih dan salam hormat


penulis kirimkan kepada mereka semua,
terlebih mereka yang namanya tercantum
dalam narasi buku ini, yang sebagian di
antara mereka penulis pernah bertemu
langsung ketika berkunjung ke lokasi-lokasi
program dalam rangka melihat kemajuan
program, yaitu Bu Sujini, Bu Mamik,
Bu Siti Asiah, Bu Saniah, Bu Murtani, Pak Adi
Sumarwan, Pak Jupriyanto, Pak Sarji, Pak Tugi,
Pak Supri, dan Pak Waridi dari Kabupaten
Trenggalek; Bu Hartati, Bu Nami, Bu Sumini,
Bu Rupida, Pak Suwadi, Pak Hari, Pak Hartono,
Pak Wakijan, Pak Tumijo, Pak Kiswo,
Pak Tohari, dan Pak Slamet dari Kabupaten
Nganjuk; Pak Subowo, Pak Noto Miharjo,
Pak Agus, dan Pak Warjito dari Kabupaten
Madiun; Bu Sriati, Pak Warimin, dan
Pak Sumarsono dari Kabupaten Ngawi;
Bu Suryati, Bu Suparti, Bu Muji Lestari,
Bu Misratin, Bu Tri, Bu Yanik, Pak Bakri,
Pak Peni, Pak Sardimin, Pak Rustam,
Pak Hartono, Pak Tarmaji, dan Pak Boniran
dari Kabupaten Pacitan; Pak Slamet,
Pak Sugiyanto, dan Pak Bajuri dari Kabupaten
Kulonprogo; dan Pak Suroso dari Kabupaten
Bantul.
Pendapat yang dikemukakan dalam buku
ini tidak mewakili kebijakan dan kedudukan
lembaga Yayasan Unilever Indonesia dan
Yayasan FIELD Indonesia, melainkan mewakili
penulis sendiri. Demikian juga setiap
kesalahan fakta, penulisan, penyebutan,
ataupun penafsiran adalah tanggung jawab
penulis sepenuhnya.

xii

xiii

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

SEKAPUR SIRIH
WAJAHNYA bulat segar, kulitnya bersih, dan gaya
berpakaiannya rapi. Lain dari petani perempuan
yang lain yang saat itu sedang melakukan sortasi
kedelai hitam di Desa Ronosentanan, Kecamatan
Siman, Kabupaten Ponorogo. Benar saja, ia telah
berpengalaman tak kurang dari delapan tahun di
beberapa kota di Saudi Arabia. Qamariah, begitulah
biasanya ia disapa. Saat ini Bu Qamariah, 40 tahun,
memutuskan untuk tidak kembali menjadi TKW lagi.
Ia ingin lebih dekat dengan keluarganya dan menjaga
putri semata wayangnya.
Menjadi TKW menjadi pilihan banyak perempuan
di Desa Ronosentanan ini. Melihat tetangganya
yang sukses di negara orang, Bu Qamariah pun
bertekad meminta izin suami dan keluarganya untuk
mencoba peruntungan bekerja di luar negeri -seperti perempuan-perempuan di desanya -- untuk
mewujudkan keinginannya memperbaiki ekonomi
keluarganya. Selama delapan tahun bekerja dengan
penghasilan satu setengah juta rupiah setiap
bulannya, ia bisa membuat rumah dan sawah 2.100
meter persegi. Dengan modal sawah yang telah
dimilikinya, ia beralih profesi menjadi seorang
petani. Ternyata menjadi petani itu nggak gampang,
susah... Saya menanam gagal terus... ungkapnya.

Kegagalan tak menyurutkan semangatnya menjadi petani. Biar bagaimanapun juga sawahnya
harus tetap diusahakan agar dapurnya tetap ngebul. Dalam satu tahun, sawahnya ia tanami
secara bergiliran yaitu padi, jagung, dan cabe atau kedelai. Sebagai seorang petani, ia tak ingin
menjadi petani yang biasa-biasa saja. Ia ingin maju dan trampil dalam melakukan budidaya
tanaman.
Tahun 2011 lalu, selama semusim ia bersama 24 petani lain di desanya mengikuti Sekolah
Petani Kedelai Hitam yang diselenggarakan oleh Yayasan Unilever Indonesia. Ia merasakan ada
kemajuan pada dirinya,

Dulu saya menanam kedelai tidak pakai ukuran,


sekarang kalau tanam jaraknya diukur. Di sekolah
kami belajar cara tanam, ngrabuk (memupuk),
matun (penyiangan).
Sekarang ini kegiatan Sekolah Petani Bu Qamariyah dan kawan-kawannya sudah selesai. Ilmuilmu yang diperolehnya pun mulai diterapkan di lahan masing-masing. Semangat untuk terus
berkumpul pun juga terus menyala. Mereka bersepakat membuat pertemuan rutin setiap
bulan dan mengembangkan kegiatan arisan dan simpan pinjam. Bu Qamariah dan kawankawan bercita-cita mempunyai usaha yang dikelola secara bersama-sama untuk meningkatkan
kesejahteraan keluarga mereka.
Cerita singkat yang ditulis salah satu asisten lapangan Kabupaten Ponorogo di atas mewakili
gambaran yang terjadi di lapangan seputar pelaksanaan program Sekolah Petani. Sudah tiga
tahun berjalan upaya pendidikan untuk memberdayakan petani kedelai hitam melalui Sekolah
Petani dilaksanakan Yayasan Unilever Indonesia bersama Yayasan FIELD Indonesia.

xiv

xv

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Untuk mengawalinya program ini, pada


tahun 2009 FIELD Indonesia mengadakan
sebuah pertemuan bersama para petani
champion yang terlibat langsung
dalam program kemitraan PT Unilever.
Pertemuan ini untuk melihat kembali apa
saja yang sudah dilakukan petani dalam
kemitraan ini. Dari perbincangan dengan
mereka, banyak di antara petani champion
tersebut yang mengenal dan pernah
terlibat dalam program-program Sekolah
Lapangan. Selanjutnya, pada tahun itu juga
dikembangkan pula sebuah kegiatan Sekolah
Petani sebagai rintisan.
Sekolah Petani yang dimaksud disini
dikembangkan oleh Field Indonesia dari
Sekolah Lapangan. Sekolah Lapangan
adalah sebuah pendekatan pembelajaran
berkelompok yang awalnya dikembangkan
oleh Program Nasional Pengendalian
Hama Terpadu (PHT) untuk tanaman padi
di Indonesia. Program yang sejak 1990
hingga saat ini populer dengan kegiatan
SLPHT (Sekolah Lapangan Pengendalian
Hama Terpadu) itu dirintis pada akhir
1980-an untuk memerangi penggunaan
pestisida yang berlebihan dan meningkatkan
penghidupan petani. Hingga saat ini
pendekatan Sekolah Lapangan masih terus
digunakan dalam berbagai bidang.
Program Sekolah Petani mulai dikembangkan
serentak di lokasi-lokasi program kemitraan
sejak tahun 2010. Kegiatan Sekolah Petani
dipandu oleh petani-petani setempat yang
sebelumnya sudah dilatih.

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Dari situ, berbagai perkembangan dan


inovasi muncul sebagai hasil dan dampak
dari diselenggarakannya Sekolah Petani.
Buku ini disusun tidak bermaksud untuk
menceritakan seluruh proses kegiatan
Sekolah Petani Kedelai hitam beserta
berbagai perkembangan dan inovasi yang
muncul selama diselenggarakannya program
ini, melainkan hanya ingin mengangkat
sejumlah contoh yang diharapkan mampu
menjelaskan dan menggambarkan efektifitas
kegiatan Sekolah Petani.
Bagi FIELD Indonesia, buku tentang Sekolah
Petani ini akan menjadi bagian dari upaya
berbagi sekaligus mempercerahkan kembali
pendekatan Sekolah Lapangan yang sejak
1990 dikembangkan oleh para personil
senior Yayasan FIELD Indonesia saat mereka
tergabung dalam Tim Bantuan Teknis FAO
pada Program Nasional Pengendalian
Hama Terpadu (PHT) yang diselenggarakan
di 12 propinsi di Indonesia dan Program
Masyarakat PHT di Asia hingga tahun 2002.
Narasi dalam buku ini disusun berdasarkan
informasi yang langsung disampaikan oleh
para petani pelaksana program, melihat
langsung kegiatan Sekolah Petani dan
kegiatan lain, berbagai catatan dan laporan
yang disusun para asisten lapangan, dan
tulisan-tulisan tentang Sekolah Lapangan
dari pemikiran dan pengalaman langsung
para pakar pendidikan yang terlibat langsung
dalam pengembangan program-program
Sekolah Lapangan.
Jakarta, Oktober 2012
Penulis

xvi

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

BAGIAN 1 :
PROLOG

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Jadi, kita kumpul-kumpul hari ini


itu akan belajar ilmu fasilitasi, to?

Mengasah Otak, Mengolah Hati

MASIH JERNIH teringat oleh penulis akan ungkapan di atas yang dilontarkan Pak Slamet,
petani penggerak masyarakat dari Kabupaten Kulonprogo, dalam sebuah lokakarya evaluasi
partisipatif bagi petani penggerak masyarakat yang diselenggarakan di Wisma Kagama UGM
Yogyakarta, 25-26 Mei 2009. Ungkapan berlogat khas Jogja itu muncul setelah fasilitator dari
FIELD Indonesia selesai memandu para petani penggerak masyarakat peserta lokakarya untuk
melakukan refleksi kerja lapangan mereka selama ini.
Dalam lokakarya tersebut hadir sekitar 30 petani penggerak masyarakat yang datang dari 7
kabupaten, yaitu Ngawi, Madiun, Nganjuk, Pacitan, Trenggalek, Bantul, dan Kulonprogo. Saat itu
mereka secara bersama-sama melakukan evaluasi terhadap kemitraan antara Unilever dengan
petani kedelai hitam yang tengah berlangsung, dimana mereka berperan di dalamnya. Dalam
lokakarya tersebut mereka juga belajar tentang evaluasi partisipatif, peranan fasilitator, prinsip
dasar komunikasi, alat-alat analisa terkait situasi eksternal dan internal petani kedelai hitam,
dan penyusunan rencana tindak lanjut di desa masing-masing.

Setelah para petani penggerak masyarakat selesai mempraktekkan evaluasi partisipatif di


desanya masing-masing, mereka pun kembali berkumpul kembali dalam forum yang sama,
yang diselenggarakan di Joglo Tani Yogyakarta, 30-31 Juli 2009. Dalam kesempatan itu mereka
membahas pengalaman selama mempraktekkan evaluasi partisipatif di desanya. Selama
lokakarya mereka pun berkesempatan mengunjungi kelompok tani alumni Sekolah Petani
Kedelai Hitam di Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul, dimana di kelompok inilah kegiatan
rintisan Sekolah Petani Kedelai Hitam dilaksanakan sebelumnya.

Petani penggerak masyarakat berlatih evaluasi partisipatif.

Di sela-sela periode pelaksanaan dua lokakarya tersebut, tim FIELD Indonesia berkesempatan
mengunjungi lokasi-lokasi program kemitraan. Kunjungan ini untuk bertemu pihak-pihak yang
terlibat langsung dalam program kemitraan ini, seperti para petani penggerak masyarakat itu
sendiri, pengurus koperasi, dan para pendamping atau asisten lapangan, guna mendiskusikan
berbagai kegiatan dan isu-isu yang berkembang di setiap wilayah. Satu hal yang penting dicatat
adalah bahwa, saat itu para petani penggerak masyarakat telah secara bersungguh-sungguh
melaksanakan kegiatan evaluasi partisipatif di desanya. Kegiatan evaluasi tersebut dilakukan
bersama-sama dengan petani anggota kelompok tani, petani anggota gapoktan, maupun petani
anggota koperasi. Dengan kegiatan tersebut mereka mulai membiasakan diri hadir di kelompok
tani dengan pendekatan yang partisipatif.
Beberapa dari mereka pun mengungkapkan pengalamannya. Pak Subowo, petani penggerak
masyarakat di Kabupaten Madiun mengatakan, Dengan model evaluasi seperti ini, saya
belajar berkomunikasi di depan orang banyak. Sebelumnya saya takut, walaupun saya aktif di
beberapa organisasi. Ia juga menyatakan bahwa, ia merasa bangga ketika ia didengar, dihargai
aktivitasnya, dan ajakan serta gagasannya diterima petani-petani lain. Ia juga merasa senang
sekaligus bahagia ketika disambut akrab dalam pertemuan-pertemuan kelompok.

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Sedangkan Pak Kiswo, petani penggerak


masyarakat di Kabupaten Nganjuk
mengungkapkan bahwa, kegiatan evaluasi
partisipatif yang dilaksanakannya bisa ia
gunakan sebagai sarana untuk memantapkan
para petani yang sudah menanam kedelai
hitam dan ajakan bagi yang belum. Untuk itu
ia memilih dan mengajak petani yang bisa
diajak bicara dalam kegiatan evaluasi ini.
Hal ini penting menurutnya, karena ia akan
mengawali diskusi bersama mereka dengan
menjelaskan program kemitraan Unilever.
Yang disampaikannya bukan sekedar soal
harga, tetapi juga memperlihatkan buktibukti teknis tanaman kedelai hitam terkait
pertumbuhan dan hasil panennya. Upayanya
pun memperoleh tanggapan positif dari
petani-petani baru, Oke, saya akan tanam!
kata Pak Kiswo menirukan petani-petani yang
merasa mantap tersebut. Sementara itu,
Pak Suwadi, petani penggerak masyarakat
di Kabupaten Nganjuk juga, merasa bangga
ketika ia berhasil mengupayakan lahanlahan kedelai hitam milik petani anggota
kelompoknya mendapatkan prioritas dalam
memperoleh air irigasi.
Para petani penggerak masyarakat pun
menjadi memiliki kemampuan menangkap
isu-isu penting yang muncul dari petani

Mengasah Otak, Mengolah Hati

yang ditemuinya. Mereka pun menyadari


bahwa mereka bukan lagi petani biasa.
Mereka mempunyai tanggung jawab sosial di
masyarakat, menjembatani atau membawa
aspirasi petani, dan menjadi fasilitator
dalam memecahkan permasalahan petani
kedelai hitam. Oleh karenanya, mereka juga
merasa perlu untuk senantiasa meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilan. Mau tidak
mau mereka akan dijadikan contoh oleh
petani anggotanya. Menurut Pak Warjito,
petani penggerak masyarakat di Kabupaten
Madiun, mengatakan bahwa, para petani
penggerak masyarakat selain harus
menguasai teknik budidaya kedelai hitam
dan mempraktekkannya secara benar di
lahan sendiri, juga perlu menguasai teknik
berkomunikasi yang baik dan menguasai isuisu ranah sosial.
Di kesempatan lain, FIELD Indonesia juga
merancang kegiatan evaluasi partisipatif bagi
anggota koperasi. Kegiatan ini dimaksudkan
sebagai pintu masuk untuk memperkuat
peran dan fungsi koperasi kedelai hitam,
meningkatkan kemampuan pengurus dan
anggota koperasi dalam berorganisasi,
dan mewujudkan kesamaan pemahaman
di antara pengurus dan anggota koperasi
tentang peran dan fungsi koperasi. Kegiatan
ini baru dilaksanakan untuk koperasi
KSU Manunggal di Kabupaten Bantul,
yang diselenggarakan pada Oktober dan
Nopember 2009 melalui forum lokakarya.

Dalam lokakarya tersebut, pengurus dan


perwakilan anggota koperasi bersamasama melihat kembali visi-misi dan peranfungsi koperasi mereka. Ada beberapa
materi belajar yang dibahas waktu itu,
yaitu sejarah berdirinya koperasi mereka,
membahas mandat koperasi dari aspek
legalitas dan legitimasi, analisa stakeholder
yang mengajak peserta menganalisa
pihak-pihak yang berkepentingan dengan
koperasi mereka, pokok-pokok program,
struktur organisasi, dan aturan-aturan main
yang di dalamnya termasuk AD dan ART.
Ada ungkapan menarik tentang pengertian
koperasi yang disampaikan Pak Suroso,
petani peserta lokakarya dari Desa
Kepuh, Bambanglipuro, Kabupaten
Bantul, saat ia mempresentasikan hasil
diskusi kelompoknya tentang analisa
stakeholder koperasi, Koperasi itu adalah
organisasinya wong cilik dan lemah
Serasa baru semusim tanam tumbuhnya
kerjasama antara Yayasan FIELD Indonesia
dan Yayasan Unilever Indonesia dalam
mengembangkan pendidikan untuk
memberdayakan petani kedelai hitam.
Benih kerjasama ini ditanam pertama kali di
lahan penguatan peran petani champion
program kemitraan PT Unilver dalam

Para petani penggerak masyarakat peserta lokakarya


mengunjungi kelompok tani alumni Sekolah Petani Kedelai
Hitam di Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul. Peserta
belajar bagaimana mengorganisir kegiatan Sekolah Petani
Kedelai Hitam.

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Dengan model evaluasi seperti ini, saya


belajar berkomunikasi di depan orang banyak.
Sebelumnya saya takut, walaupun saya aktif di
beberapa organisasi.
Sejenak diskusi pun keluar jalur memperbincangkan pengalaman ber-Sekolah Lapangan
kala itu. Ada kesamaan pengalaman di antara mereka dan tim fasilitator. Kebetulan saja tim
fasilitator dalam lokakarya tersebut dulunya menjadi bagian dari tim bantuan teknis yang
membantu pengembangan Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu tersebut.

Petani anggota bersama pengurus Koperasi Manunggal mendiskusikan kembali


vis, misi, peran, dan fungsi koperasi mereka

melaksanakan kegiatan evaluasi partisipatif, yang dilanjutkan dengan pelatihan bagi petani
champion untuk menjadi petani penggerak masyarakat. Itu dimulai sejak Mei 2009.
Ada satu hal menarik terjadi saat pertama kali tim FIELD Indonesia bertemu untuk memfasilitasi
mereka dalam forum lokakarya evaluasi partisipatif waktu itu, yaitu ketika sebagian besar dari
mereka curiga dengan metode yang digunakan saat menyampaikan materi dalam lokakarya.
Sebagian besar dari mereka mengaku sudah akrab dengan metode yang partisipatif tersebut
karena dulu mereka pernah menjadi peserta SLPHT (Sekolah Lapangan Pengendalian Hama
Terpadu). Bahkan di antara mereka ada yang dulu menjadi petani pemandu Sekolah Lapangan
tersebut.

Munculnya insiden kecil tersebut membuat mereka seketika paham ke mana kira-kira arah
program kemitraan Unilever akan dikembangkan. Oleh karena itu ungkapan Pak Slamet -yang dipakai sebagai judul bagian ini -- bisa jadi muncul karena keakraban petani penggerak
masyarakat dan tim fasilitator terhadap pendekatan Sekolah Lapangan. Barangkali, hal itu
pulalah mengapa Yayasan Unilever Indonesia menggandeng Yayasan FIELD Indonesia untuk
mengembangkan sebuah rintisan Sekolah Petani Kedelai Hitam yang diselenggarakan di
Kabupaten Bantul, yaitu di Dusun Gulon, Desa Srihardono, Kecamatan Pundong, pada tahun
2009.
Sejak tahun 2010 hingga saat ini, kegiatan Sekolah Petani yang dipandu oleh petani-petani
setempat yang terlatih tersebut terus dikembangkan di seluruh lokasi program kemitraan.
Dari situ, berbagai perkembangan dan inovasi muncul sebagai hasil dan dampak dari
diselenggarakannya Sekolah PetanI.

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

BAGIAN 2 :
BERSAMA MERANCANG PENDIDIKAN
YANG IDEAL BAGI PETANI

10

11

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Ibu A: Apa sih Sekolah Petani itu?

Mau jadi petani


moderen, ya ikut
Sekolah Petani...

Ibu D: Sekolah Petani itu sekolahnya untuk petani-petani seperti kita ini!

Bu Saniah, peserta Sekolah Petani,


Kabupaten Trenggalek

Ibu D: Yang kami ikuti itu Sekolah Petani Kedelai Hitam. Di sini para petani seperti kita belajar

bersama menanam kedelai hitam secarabenar dan sehat!

KETIKA BERKUNJUNG ke Desa Gandusari, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Trenggalek, 10


Oktober 2012 lalu, penulis sempat melihat dua orang ibu berpapasan dengan dua ibu lainnya
yang nampaknya akan menghadiri sebuah pertemuan. Lalu mereka saling tegur-sapa lalu
berbincang-bincang, yang lambat-laun terasa sedikit memanas. Dialog berbahasa Jawa Timuran
itu bersahut-sahutan dan cukup keras terdengar. Kira-kira begini bila diterjemahkan ke Bahasa
Indonesia...

Ibu C: Kenapa sih petani perlu sekolah?


Ibu B: Kalau petani yang mau ikut sekolah itu petani moderen namanya, kalau tidak mau, pasti
itu
petani kuno!

Dialog pun terus berlangsung semakin seru karena ibu-ibu yang tidak ikut Sekolah Petani
meminta bukti apa hasilnya bila ikut kegiatan itu. Ibu-ibu yang ikut Sekolah Petani pun
menjelaskan bahwa mereka menjadi tahu cara yang benar dan sehat dalam menanam kedelai
hitam. Bukti berupa catatan hasil ubinan di lahan praktek Sekolah Petani pun ditunjukkannya.
Kedelai hitam yang ditanam pada petak yang diberi mulsa jerami dan dipupuk pakai phonska
dan pupuk organik, hasilnya sebanyak 0,5 kilogram per 1 meter perseginya. Sedangkan yang
ditanam pada petak perbaikan dengan jarak tanam yang diperlebar dari biasanya dan dipupuk
dengan kombinasi pupuk yang sama, hasilnya per 1 meter perseginya sebanyak 0,4 kilogram.

Ibu A: Ibu-ibu... Saya ini curiga, kenapa sampeyan setiap Hari Minggu selalu ke rumah

Pak Wan? Sampeyan pada ngapelin Pak Wan, ya?
Ibu B: Wueee... Jangan berprasangka buruk dulu kamu. Kalau kami ngapelin Pak Wan, ya jelas

dimarahi Bu Wan!
Ibu C: Jadi apa yang sampeyan lakukan kalau tidak ngapelin Pak Wan?
Ibu B: Dengarkan, ya? Kami ini setiap seminggu sekali ikut pertemuan Sekolah Petani.

Kamu tahu Sekolah Petani, nggak?

Ibu-ibu mempresentasikan proses dan hasil selama mengikuti kegiatan Sekolah


Petani dalam bentuk drama yang menghibur...

12

13

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Tidak berapa lama pun terdengarlah riuhnya tepuk tangan dari petani-petani lain yang
menyaksikan dialognya Bu Sujini, Bu Mamik, Bu Siti Asiah, dan Bu Saniah. Itulah drama
satu babak yang dimainkan dalam acara Hari temu Lapangan oleh ibu-ibu anggota
Kelompok Tani Wanita Kartini sebagai cara kreatif dalam mempresentasikan
hasil-hasil kegiatan Sekolah Petani Kedelai Hitam yang diikutinya. Kegiatan
Sekolah Petani Kedelai Hitam di kelompok tani ini yang dimulai Juni 2012 lalu itu
dipandu oleh petani pemandu setempat Pak Adi Sumarwan dan Pak Jupriyanto.
Dalam melaksanakan Sekolah Petani, para petani pemandu didampingi oleh petani
pendampung lapangan, Pak Sarji dan beberapa asisten lapangan. Acara hari temu
lapangan tersebut merupakan puncak dari seluruh rangkaian kegiatan Sekolah Petani
selama semusim.

Sekolah Petani Kedelai Hitam di Desa Pilangkenceng, Kabupaten Madiun.

***
Kelompok Tani Wanita Kartini hanyalah satu di antara limapuluhan kelompok
tani pelaksana kegiatan Sekolah Petani Kedelai Hitam yang dikembangkan Yayasan
Unilever Indonesia bekerja sama dengan Yayasan FIELD Indonesia sejak tahun
2009 hingga 2012 ini. Sekolah Petani yang dikembangkan dalam lingkup program
kemitraan antara Unilever dengan petani kedelai hitam ini berawal dari satu Sekolah
Petani Kedelai Hitam yang dirintis tahun 2009 di Dusun Gulon, Desa Srihardono,
Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul. Selanjutnya, Sekolah Petani ini terus
dikembangkan di 8 kabupaten penghasil kedelai hitam potensial, yaitu Kabupaten
Nganjuk, Madiun, Ngawi, Ponorogo, Trenggalek, Pacitan, Bantul, dan Kulonprogo.

Sebagai gambaran, selama tahun 2010 berhasil diselenggarakan sebanyak 18 unit Sekolah
Petani. Kemudian pada tahun 2011 dilaksanakan lagi sebanyak 16 unit Sekolah Petani dan
dikembangkan beberapa kegiatan tindak lanjut Sekolah Petani. Pada tahun 2012, sebanyak
13 unit Sekolah Petani ditambah 18 unit kegiatan tindak lanjut dikembangkan di kabupatenkabupaten tersebut. Kegiatan tindak lanjut adalah kegiatan lanjutan bagi kelompok tani alumni
Sekolah Petani untuk memperdalam lagi pengetahuan dan ketrampilan terkait komoditas
kedelai hitam.
Upaya pemberdayaan masyarakat, khususnya petani, di Indonesia tidak hanya menjadi
tanggung jawab pemerintah semata, melainkan juga merupakan tanggung jawab pihak swasta
dan masyarakat. Oleh karenanya, Unilever melalui Yayasan Unilever Indonesia sudah sejak
lama menjalin kemitraan dengan para petani, khususnya petani kedelai hitam. Perusahaan
ini bermitra dengan petani tidak sekedar dalam kaitan bisnis semata, melainkan juga dalam
hal pendidikan untuk memberdayakan petani. Unilever menyadari bahwa sebagai sebuah
perusahaan tidak bisa berdiri sendiri di tengah masyarakat. Perusahaan membutuhkan bahan
baku tertentu bagi keberlangsungan produksinya, yang itu hanya bisa disediakan oleh petani.

Rintisan Sekolah Petani Kedelai Hitam di Dusun Gulon, Desa Srihardono, Kecamatan
Pundong, Kabupaten Bantul.

14

15

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Sebagai organisasi masyarakat, Yayasan FIELD Indonesia memiliki misi membantu masyarakat
marjinal agar mampu 'merebut' dan mengelola kembali ruang publik mereka untuk
memperbaiki perikehidupannya, dan membangun kehidupan bermasyarakat yang selarasadil terhadap lingkungan (ekologis) dan selaras-adil dengan sesama masyarakat (demokratis).
Sekolah Lapangan adalah salah satu dari pendekatan-pendekatan belajar yang dirancang
dan dikembangkan FIELD Indonesia dalam rangka memberikan ruang belajar bersama bagi
masyarakat untuk memecahkan berbagai persoalan yang berkaitan dengan perikehidupannya.

Peserta Sekolah Petani di Desa Purworejo, Kabupaten Madiun, melakukan penelitian di lahan praktek Sekolah Petani
untuk mengembangkan budidaya tanaman secara sehat, mendayagunakan serangga musuh alami (predator), dan melatih
dirinya menjadi petani ahli...

Program pendidikan untuk memberdayakan


petani dalam kemitraan ini dikembangkan
melalui bentuk Sekolah Petani. Sekolah
Petani dirancang oleh Yayasan FIELD
Indonesia dengan menggabungkan model
pendidikan non-formal orang dewasa
dengan analisis agroekosistem. Dalam
Sekolah Petani terdapat serangkaian
pertemuan rutin (mingguan) selama masa
pelatihan satu musim tanam. Para petani
melakukan observasi dan analisis lapangan
dalam kelompok-kelompok kecil, sekaligus
membuat keputusan tentang pengelolaan
tanaman.

Program Sekolah Petani Kedelai Hitam


mempromosikan tingkat kesejahteraan
petani yang lebih baik dengan memperbaiki
pengelolaan agroekosistem kedelai hitam
yang lebih baik dan sehat, membangun
kemandirian petani, mengembangkan
budaya berorganisasi yang demokratis, dan
membangun jaringan secara adil dan sehat.
Program ini memakai pendekatan pertanian
berkelanjutan dengan mengembangkan
budidaya tanaman secara sehat, melakukan
pengamatan rutin, mendayagunakan
serangga musuh alami (predator), dan
melatih petani menjadi ahli.

Dalam mengembangkan Sekolah Petani, Yayasan FIELD Indonesia


mengawalinya dengan melakukan kajian lapangan untuk memperoleh
informasi tentang permasalahan teknis budidaya tanaman yang dihadapi
petani, kondisi lahan dan alam, luasan lahan dan potensi lokal yang
dapat dikembangkan menjadi materi belajar bagi petani pemandu dan
peserta Sekolah Petani. Selanjutnya adalah merancang kurikulum yang
berkaitan dengan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan petani
dalam bidang pertanian berwawasan lingkungan dan pengembangan
perikehidupan petani kedelai hitam.
Proses merancang kurikulum Sekolah Petani melibatkan pakar dan
praktisi pendidikan orang dewasa, narasumber bidang-bidang terkait,
dan para asisten lapangan. Dalam proses merancang kurikulum
dibangun juga pemahaman bersama tentang prinsip-prinsip Sekolah
Petani yang akan dipakai sebagai landasan menyusun kurikulum Sekolah
Petani dan pelatihan petani pemandu. Bahan-bahan untuk menyusun
kurikulum sebagian berasal dari hasil kajian lapangan yang dilaksanakan
sebelumnya. Dukungan teknis terkait benih kedelai hitam yang akan
dikembangkan dalam Sekolah Petani dilakukan oleh Pusat Pengkajian
Perbenihan dan Unit Pengembangan Teknologi dan Manajemen
Agroindustri Universitas Gajah Mada.
Proses belajar dalam Sekolah Petani dipandu oleh 2 orang petani
pemandu dari desa setempat, yang sebelumnya telah dilatih
sebagai petani pemandu. Sekolah Petani yang dipandu
oleh petani pemandu dipercaya lebih menjawab tuntutan
akan sebuah proses pendidikan yang menjunjung tinggi
kesetaraan dan komunikasi dua arah antara peserta dan
pemandunya. Kelebihan petani pemandu dibandingkan
petugas yang bukan petani di antaranya adalah mereka
memiliki permasalahan lahan dan hidup yang sama,
berasal dari kelas yang sama alias setara, dan memiliki citacita yang sama. Hal ini menjadi relevan karena Sekolah
Petani merupakan tempat saling belajar.

16

17

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Petani pemandu memandu Sekolah Petani di


desanya sendiri. Bukan di desa lain. Selain
persoalan totalitas dalam memandu, Sekolah
Petani yang mereka selenggarakan dapat
dikembangkan ke arah yang berkelanjutan,
sesuai dengan kebutuhan warganya.
Selanjutnya, peran petani pemandu bukan
berhenti sebatas memandu, melainkan
lebih dari itu adalah mengorganisir petani
untuk melakukan gerakan-gerakan terkait
perbaikan perikehidupannya. Ketrampilan
memandu yang dimilikinya adalah modal
utama sebagai seorang fasilitator sekaligus
organisator.

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Untuk melahirkan petani-petani pemandu


Sekolah Petani yang handal, dirancang
sebuah pelatihan bagi calon petani
pemandu. Pelatihan tersebut untuk
meningkatkan kemampuan calon petani
pemandu dalam hal memfasilitasi proses
belajar petani peserta Sekolah Petani
menggunakan metode pendidikan orang
dewasa dan belajar dari pengalaman. Selain
itu juga melatih mereka untuk mengelola dan
mengorganisir kegiatan Sekolah Petani di
desa masing-masing, dari mulai perencanaan,
pelaksanaan, hingga evaluasi kegiatannya.

Para petani pemandu dari berbagai kabupaten berkumpul dalam sebuah acara lokakarya petani pemandu untuk
saling tukar pengalaman, memecahkan permasalahan yang mereka temui selama periode pelaksanaan Sekolah
Petani, dan memperdalam pengetahuan dan ketrampilan untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan Sekolah Petani.

Materi pelatihannya 75% tentang


kepemanduan, selebihnya adalah materi
teknis terkait budidaya tanaman kedelai
hitam. Pada tiap-tiap materi latihan disertai
dengan analisa proses kegiatan, dengan
maksud agar calon petani pemandu mengerti
bagaimana kegiatan tersebut dilaksanakan.
Pelatihan berlangsung sekitar 5 hari efektif.
Di akhir latihan diharapkan calon petani
pemandu sudah mampu dan menguasai
bagaimana cara mempersiapkan dan
melaksanakan Sekolah Petani, bagaimana
mengatasi setiap masalah yang mungkin
timbul ketika menjalankan proses Sekolah
Petani, dan bagaimana cara merangkum dan
menarik kesimpulan, serta mengevaluasi
kegiatan yang telah dilaksanakannya.
Calon petani pemandu yang telah selesai
mengikuti pelatihan, selanjutnya menyusun
rencana penyelenggaraan Sekolah Petani.1
Sebagai fasilitator dalam pelatihan ini
adalah tim Yayasan FIELD Indonesia dan tim
Pembina UGM.
Dalam memandu proses belajar, para petani
pemandu didampingi oleh asisten lapangan.
Tugas asisten lapangan dalam pendampingan
ini adalah mendukung lancarnya pelaksanaan
kegiatan Sekolah Petani di wilayah kerjanya.
Ketika mereka berada di pertemuan Sekolah
Petani, peran mereka adalah menjaga
berjalannya proses belajar di antara para
petani peserta sendiri maupun dengan
petani pemandu, mendampingi kelompok,
memberikan masukan kepada petani
pemandu, dan memonitor perkembangan
kegiatan Sekolah Petani.
Untuk itu, para asisten lapangan perlu
menguasai metode pendampingan yang
paritisipatif, termasuk filosofi pendidikan
orang dewasa, daur belajar dari pengalaman,

Peserta Sekolah Petani di Desa Purworejo, Kabupaten


Madiun, melakukan penelitian di lahan praktek Sekolah
Petani untuk mengembangkan budidaya tanaman
secara sehat, mendayagunakan serangga musuh alami
(predator), dan melatih dirinya menjadi petani ahli...

dan prinsip-prinsip dan metodologi


pemberdayaan. Selain itu mereka perlu juga
menguasai kaidah-kaidah teknis budidaya
tanaman kedelai hitam berbasis pertanian
berkelanjutan.
Asisten lapangan juga didorong untuk tidak
sekedar melaksanakan tugas sesuai deskripsi
formal tugas mereka saja, melainkan juga
melakukan aktivitas lain yang sifatnya
informal, misalnya berkunjung ke rumah
petani-petani peserta Sekolah Petani untuk
melakukan hal-hal lain di luar konteks
program atau sekedar berbincang-bincang
tentang kehidupan mereka.
Selama periode berjalannya Sekolah
Petani, secara berkala para petani pemandu
dari semua lokasi program yang sedang
memfasilitasi kegiatan Sekolah Petani,
berkumpul untuk saling tukar pengalaman,
mengkaji proses pelaksanaan Sekolah Petani,
memperdalam materi belajar, dan menyusun
rencana kerja bersama untuk melanjutkan
Sekolah Petani di masing-masing wilayah.

18

19

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Para petani pemandu dari berbagai kabupaten berkumpul dalam sebuah acara lokakarya petani pemandu untuk saling tukar
pengalaman, memecahkan permasalahan yang mereka temui selama periode pelaksanaan Sekolah Petani, dan memperdalam
pengetahuan dan ketrampilan untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan Sekolah Petani.

Seiring berkembangnya jumlah dan variasi kegiatan Sekolah Petani di setiap kabupaten,
diperlukan tim yang dapat mendukung pelaksanaan kegiatan lapangan selain asisten lapangan.
Tim pendukung ini dibentuk dari petani-petani yang sudah memiliki pengalaman lebih dalam
pelaksanaan program Sekolah Petani. Kebanyakan mereka adalah petani pemandu Sekolah
Petani atau yang dulunya pernah menjadi petani penggerak masyarakat. Sama seperti asisten
lapangan sebelumnya, tugas mereka adalah mendampingi pelaksanaan kegiatan Sekolah Petani
di wilayah kerjanya.
Pada akhir rangkaian kegiatan Sekolah Petani diselenggarakan kegiatan hari temu lapangan.
Kegiatan ini diselenggarakan untuk menyebarkan hasil-hasil belajar peserta Sekolah Petani
kepada petani-petani lain di desanya dan pihak-pihak lain seperti aparat pemerintahan
desa, kecamatan, atau kabupaten, dan juga untuk menarik minat petani-petani lain di desa
menanam kedelai hitam. Agenda utamanya adalah penyampaian proses dan hasil-hasil belajar,
penyampaian pengalaman, diskusi, pameran hasil belajar, dan acara lain yang dapat mendukung
forum ini seperti acara kesenian, perlombaan, dan sebagainya.

Mengasah Otak, Mengolah Hati

20

21

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Bagan Program Pendidikan bagi Petani


Kajian Lapangan

Tim FIELD
dan Asisten Lapangan

Hasil

DESA
LOKASI
PROGRAM

Petani Calon Pemandu

25-30 Petani Peserta

Petani- Petani Lain

Lokakarya
Kurikulum

Pelatihan
Petani Pemandu

Monitoring
Kegiatan

Sekolah Petani
Kedelai HItam

Forum
Petani Pemandu

Promosi
Proses dan Hasil

22

23

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

BAGIAN 3 :
APA ITU SEKOLAH PETANI?

24

25

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Sekolah Petani
itu kegiatan
belajar bersama
bagi petani...
Bu Hartati, peserta Sekolah Petani,
Kabupaten Nganjuk

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Penulis:

Berarti repot juga jadinya, karena ada pekerjaan tambahan...

Bu Hartati:

Memang, tapi itu tidak seberapa dibandingkan ilmu yang didapat

Penulis:

Apakah suami ibu tidak keberatan ibu ikut Sekolah Petani?

Bu Hartati:

Justru suami saya mendukung dengan melakukan beberapa pekerjaan di


rumah dan lahan yang biasa saya kerjakan.

Penulis:

Pernahkah suami ibu bertanya tentang kegiatan yang ibu ikuti?

Bu Nami:
Biasanya saya menceritakan apa yang saya pelajari di Sekolah Petani kepada
suami saya.
Penulis:

Apa yang ibu ceritakan?

Bu Nami:

Cara budidaya tanaman, adanya hama dan musuh alami, nyanyi-nyanyi,


dan hal-hal lucu lainnya

Penulis:

Kalau begitu, apa sih Sekolah Petani itu?

SIANG ITU, 29 Agustus 2010, jam 13.00, kegiatan pertemuan mingguan Sekolah Petani Kedelai
Hitam di Desa Sumberagung, Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk,yang diselenggarakan
di rumah Bu Hartati baru saja usai. Nampak beberapa petani laki-laki bergegas meninggalkan
ruang tamu yang dijadikan sebagai tempat berdiskusi para peserta. Sementara beberapa ibuibu dan dan petani pemandu masih bertahan untuk membereskan kertas-kertas plano hasil
belajar peserta, alat tulis, tikar, dan piring-gelas dan tempat makanan dan minuman lain. Ibuibu dan peserta laki-laki lain masih terus bercanda. Dan kesempatan itu penulis gunakan untuk
mengajak berbincang-bincang mereka. Berikut ini sepenggal perbincangan dengan mereka:

Bu Hartati
dan ibu-ibu lain: Sekolah Petani itu kegiatan belajar bersama bagi petani
Bu Nami:

Di Sekolah Petani saya bisa bertanya, bisa mengungkapkan pendapat, boleh


mendebat pemandunya, ha ha ha

Penulis:

Kenapa ibu-ibu ikut menjadi peserta Sekolah Petani?

Penulis:

Lho, apa tidak takut pemandunya marah?

Bu Hartati:

Karena ibu-ibu di sini terlibat langsung dalam pekerjaan di sawah.

Bu Nami:

Karena kami ingin mendapatkan ilmu

Pak Wakijan dan


Pak Tumijo
(Petani Pemandu): Kami tidak marah karena di Sekolah Petani kami sama-sama saling belajar

Penulis:

Apakah tidak repot, ibu-ibu kan punya pekerjaan rumah tangga yang lain?

Tidak juga, sebelum berangkat ke Sekolah Petani semua pekerjaan


Bu Nami:

rumah tangga seperti menyiapkan sarapan pagi dan anak sekolah sudah saya
selesaikan dulu.

Saat itu ibu-ibu tampak bersemangat dan tidak malu-malu menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang penulis ajukan kepada mereka seputar pengalamannya mengikuti Sekolah Petani. Dari
sepenggal perbincangan tersebut, setidaknya dapat diperoleh gambaran bagaimana suasana

26

27

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Bu Hartati dan kawan-kawan peserta Sekolah Petani di desanya.

Sekolah Petani yang biasa mereka selenggarakan sendiri.


Sekolah Petani yang sampai saat ini sedang terus dikembangkan adalah merupakan kegiatan
pendidikan untuk memberdayakan petani. Istilah Sekolah Petani digunakan Yayasan Unilever
Indonesia untuk menyebut program Sekolah Lapangan yang sedang dikembangkannya.
Sebagian petani yang terlibat langsung dalam program Sekolah Petani Kedelai Hitam pun juga
mengenalnya sebagai kegiatan Sekolah Lapangan. Hal itu karena mereka pernah menjadi
peserta atau petani pemandu Sekolah Lapangan yang pernah diselenggarakan sebelumnya oleh
pemerintah melalui dinas atau instansi tertentu, ataupun hanya sekedar mendengar dari para
petugas atau sesama petani temannya.

A. SEKILAS SEJARAH SEKOLAH LAPANGAN 1


Sekolah Lapangan adalah sebuah pendekatan
pembelajaran berkelompok yang awalnya
dikembangkan oleh Program Nasional Pengendalian
Hama Terpadu (PHT) untuk tanaman padi di
Indonesia. Program yang sejak 1990 hingga saat ini
populer dengan kegiatan SLPHT (Sekolah Lapangan
Pengendalian Hama Terpadu) itu dirintis pada akhir
1980-an dengan dukungan pendanaan dari USAID,
untuk memerangi penggunaan pestisida yang
berlebihan dan meningkatkan penghidupan petani.

Pendekatan Sekolah Lapangan menekankan


pada pembelajaran melalui pengalaman
-- melalui serangkaian kegiatan yang
dilakukan selama satu musim tanam.
Proses dan praktek yang dikembangkan
oleh pendekatan Sekolah Lapangan
terbilang nyaris sama sekali baru. Model ini
menerapkan sekaligus konsep dan metoda
agro-ekologi, pendidikan non-formal orang
dewasa dan pengembangan masyarakat,
untuk menghasilkan pemahaman yang
lebih mendalam mengenai permasalahan
dan penyebabnya, serta mengembangkan
kemampuan untuk menghasilkan,
mengadaptasi, dan mengembangkan
pengetahuan ini dalam kehidupan
masyarakat. Dengan demikian, Sekolah
Lapangan menekankan prinsip-prinsip
eksperimentasi, partisipasi, dan pendekatan
holistik untuk mengatasi kondisi, kebutuhan,
permasalahan dan kendala tertentu.
Tidak ada guru maupun murid di Sekolah
Lapangan. Yang ada, adalah sekelompok
orang dengan minat yang sama, untuk belajar
bagaimana dan mengapa tentang suatu
topik tertentu. Kegiatan pokok mencakup
eksperimen sederhana, observasi lapangan
secara teratur, dan analisis kelompok. Dalam
Sekolah Lapangan yang sebenarnya, lahan
sawah itu sendirilah yang menjadi guru.
Lahan sawah itulah yang menyediakan
hampir semua materi pelatihan, seperti
tanaman, serangga, dan permasalahan nyata.
Model Sekolah Lapangan berpijak pada
keyakinan bahwa petani sesungguhnya

telah memiliki kekayaan pengetahuan


dan pengalaman. Proses tersebut
dipandu oleh seorang fasilitator, yang
berpengalaman dalam teknik-teknik dasar
mengenai pendidikan partisipatif, dinamika
kelompok, dan mengelola proses. Hasil
dari proses yang sederhana ini bisa sangat
mencengangkan.
Sekolah Lapangan berakhir dengan kegiatan
Hari Temu Lapangan, yang dirancang sendiri
oleh para peserta. Pada hari itu, para peserta
mempresentasikan apa yang telah mereka
pelajari serta rencana-rencana kegiatan
tindak lanjut yang akan dilakukan di hadapan
warga, pemerintahan setempat, dan segenap
pemangku kepentingan lainnya.

Sekolah Lapangan
adalah sekolah
tanpa dinding
yang memadukan
pendidikan non-formal
orang dewasa dengan
analisis agroekosistem.
Sekolah Lapangan mewakili keterlepasan
besar-besaran dari model-model
penyuluhan pertanian sebelumnya dengan
mendorong para petani untuk melakukan
sendiri penelitian dan analisis mereka dan
memutuskan sendiri cara pengelolaan
tanaman mereka.

28

29

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Sekolah Lapangan berisikan pertemuan-pertemuan mingguan sehari penuh selama satu musim
tanam, sekitar 12 hingga 14 minggu. Sekolah Lapangan menggunakan dua lahan percobaan,
yaitu : petak lokal atau non-PHT yang perlakuannya berdasarkan kebiasaan petani, yang
disemprot dengan insektisida sesuai dengan petunjuk Dinas Pertanian. Satu lagi adalah petak
PHT yang diolah berdasarkan keputusan yang diambil oleh kelompok berdasarkan pengamatan
dan pengkajian selama pertemuan demi pertemuan mingguan mereka. Sekolah Lapangan ini
memiliki sekitar 25 peserta, yang terbagi menjadi lima kelompok untuk melakukan observasi
dan analisis lapangan.

Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) dirintis pada awal 1990 untuk memerangi penggunaan
pestisida yang berlebihan dan meningkatkan penghidupan petani.

B. MENGEMBANGKAN PENDIDIKAN YANG TEPAT BAGI PETANI


Sekolah Petani Kedelai Hitam merupakan pendekatan belajar bagi petani penanam kedelai
hitam yang dilaksanakan selama satu musim tanam. Sebanyak 25-30 orang petani laki-laki
dan perempuan peserta Sekolah Petani ini bertemu secara rutin seminggu sekali untuk terjun
ke lahan sawah melakukan pengamatan tanaman, menganalisis dan mendiskusikan hasil
pengamatan, dan mengambil keputusan apa yang harus dilakukannya berdasarkan kondisi
tanaman, lahan, dan kondisi alamnya. Diskusi dan kerja-kerja lain dalam pertemuan rutin ini
dipandu oleh petani pemandu yang berasal dari desa setempat.
Proses belajar dalam Sekolah Petani mengikuti daur belajar melalui pengalaman, yaitu:
melakukan (mengalami), mengungkapkan, menganalisis, menyimpulkan, dan menerapkan
(kembali melakukan). Dengan proses ini tidak ada orang yang mengajar orang lain. Setiap
peserta adalah sekaligus murid dan guru. Bagi orang dewasa, proses ini paling tepat karena dia
belajar dari dirinya sendiri. Pemandu lapangan hanya membantu agar proses tersebut berjalan

30

31

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Melakukan
atau Mengalami

Menerapkan

Mengungkapkan

DAUR BELAJAR
DARI PENGALAMAN
Menyimpulkan

Menganalisis

Semua peserta Sekolah Petani berperan aktif sebagai subyek belajar untuk meningkatkan kesadaran akan
masalah sesungguhnya yang sedang dihadapi.

dengan baik dan lancar.


Terdapat tiga bidang penting yang dikembangkan dalam Sekolah Petani, yaitu pertama, bidang
teknik yang mencakup ketrampilan dan pengetahuan. Bidang ini dikembangkan agar petani
mampu menjadi manajer di lahannya sendiri, melakukan pengamatan, analisa-analisa, dan
kajian-kajian lapangan. Kedua, bidang hubungan antar sesama yang meliputi interaksi,
komunikasi, dan kerjasama. Bidang ini dikembangkan agar petani mampu melakukan kerjasama,
diskusi, menganalisis masalah secara bersama-sama, dan berkomunikasi. Ketiga adalah bidang
pengelolaan yang menekankan petani menjadi manajer atas lahannya sendiri. Bidang ini
dikembangkan agar petani mampu menganalisis masalah dan membuat keputusan tentang
tindakan yang diperlukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
Sekolah Petani dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan petani kedelai hitam dalam
hal: mengelola usaha tani kedelai hitamnya, sehingga mampu menjaga dan meningkatkan
produktivitasnya; mengambil keputusan yang tepat dalam pengelolaan kedelai hitam di
lahan usaha taninya; mengembangkan penelitian di lahan sendiri dalam rangka meningkatkan
pengelolaan potensi lokal dan menumbuhkan kemampuan petani dalam menemukan teknis
pemecahan masalah budidaya tanaman sesuai dengan karakteristik komponen lingkungan
setempatnya; dan mengembangkan kegiatan Sekolah Petani sebagai bagian dari proses belajar
yang berfungsi sebagai wadah belajar bagi masyarakat.
Para petani peserta Sekolah Petani berperan aktif sebagai subyek belajar untuk meningkatkan
kesadaran akan masalah sesungguhnya yang sedang dihadapi, melalui: identifikasi dan
analisis permasalahan utama yang dihadapi oleh petani dalam pengembangan kedelai hitam;
perencanaan oleh petani dalam hal pemecahan masalah budidaya tanaman kedelai hitam;

prinsip-prinsip sains petani untuk meningkatkan pengetahuan pengelolaan potensi lokal; sikap
kritis dan kerjasama petani dalam hal pengambilan keputusan untuk mengatasi permasalahan
yang sedang dihadapi oleh petani; dinamika kelompok dan nilai-nilai pengembangan
kemandirian petani; dan metode pendidikan orang dewasa atau belajar dari pengalaman.
Sekolah Petani dirancang dan dikembangkan agar petani mampu menjadi subyek yang
mampu mengambil keputusan secara bersama-sama dalam mengelola agroekosistem di lahan
sawahnya secara sehat dan ekologis. Sekolah Petani dapat juga dimaknai sebagai wadah bagi
petani untuk saling belajar. Bukan saja belajar hal-hal yang berlandaskan pada kerja otak
seperti kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami
gagasan, maupun menggunakan bahasa, melainkan juga yang berkaitan dengan kerja hati,
seperti kemampuan menerima, menilai, mengelola, maupun mengontrol emosi.

Sekolah Petani itu mengajak petani untuk berpikir. Kalau


petani disuruh berpikir biasanya merasa berat. Tetapi dalam
Sekolah Petani justru petani sangat menikmati. Itu karena
petani diajak berpikir dengan cara yang menyenangkan...
Pak Hartono, peserta Sekolah Petani di Desa Pringkuku, Kabupaten Pacitan

32

33

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

C. CIRI-CIRI NYATA SEKOLAH PETANI 2


1. Sarana Belajar Ciptaan Sendiri
Sarana belajar dalam Sekolah Petani tidak berupa buku pintar penuh jawaban maupun brosur
atau poster yang berisi informasi baku yang tinggal disampaikan kepada peserta. Sarana belajar
utamanya adalah sawah dan ekologi lahan pertanian setempat, yang hidup dan dinamis. Itulah
buku pelajaran-nya. Sarana belajar pokok lain berbentuk bahan-bahan seperti krayon, kertas
plano, plastik, pensil, buku catatan, tali, bambu, dan bahan-bahan lain yang tersedia di tempat.
Dengan sarana itulah petani peserta menciptakan buku pintar-nya sendiri berdasarkan
penemuan-penemuan mereka sendiri dan melalui gambar dan tulisan mereka sendiri. Peserta
sendiri yang melakukan, menganalisis, dan mengartikan sendiri berbagai eksperimennya.

Sawah adalah sarana belajar utama dalam Sekolah Petani...

Bahan tertulis hanya berupa petunjuk lapangan, yaitu petunjuk langkah-langkah proses belajar.
Itupun jika diperlukan. Proses belajar yang dipelajari merupakan suatu proses yang bisa
diterapkan dan dikembangkan untuk berbagai hal dalam kehidupannya secara terus-menerus.
2. Peran Pemandu
Dalam Sekolah Petani tidak dikembangkan pola guru-murid. Sehingga peran pemandu
lapangan adalah bukan mengajar peserta, melainkan mengajak peserta untuk melibatkan diri
dalam proses belajar. Masuk lumpur duluan ciri pemandu yang menonjol. Hal itu dilakukan
agar sejak awal pemandu dapat menyatu dan menyetarakan diri dengan para petani peserta.
Inilah prasyarat agar terjadi proses interaksi yang dialogis, seimbang, dan langsung di tengah
sarana belajar utamanya.

34

35

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Pada pertemuan-pertemuan mingguan, pemandu selalu memberikan kesempatan setiap


peserta untuk memimpin kelompok, mempresentasikan hasil, memimpin diskusi, dan
menyelenggarakan eksperimen. Hingga di pertengahan masa pelaksanaan Sekolah Petani,
kadang mulai susah membedakan antara peserta dan pemandunya. Lalu pada akhir masa
pelaksanaan Sekolah Petani, praktis kegiatan bisa berjalan secara mandiri dengan dukungan
minimal dari pemandu. Proses seperti itu sengaja dilakukan untuk menuju pada kemandirian
kelompok dan lahirnya calon-calon pemandu baru yang dapat menjadi ujung tombak
penyebarluasan program.
Bila seorang pemandu Sekolah Petani terlalu mendominasi proses belajar, terlalu banyak omong
dan memberi keterangan, terlalu aktif menjawab segala pertanyaan, maka pada dasarnya ia
mencuri kesempatan belajar dari peserta. Sehingga dalam Sekolah Petani yang aktif adalah
peserta, bukan pemandu.
Petani mempresentasikan hasil pengamatan tanaman di
lahan belajar (petak kebiasaan dan perbaikan)

Selain analisis agroekosistem, peserta


juga belajar teknik-teknik analisa sosial
dalam rangka pengembangan kemampuan
kelompok. Salah satu yang paling sederhana
dan dilakukan di Sekolah Petani adalah
metoda pasangan terperinci atau
itemized responses, yang di dalamnya
melihat apa yang sudah baik dari suatu
kegiatan atau keadaan kelompok, lalu
melihat apa yang perlu diperbaiki, dan
bagaimana cara memperbaikinya. Dalam
Sekolah Petani biasanya sering digunakan
untuk mengevaluasi sebuah kegiatan atau
proses. Untuk memperkuat kelompok dan
menjadi manajer di lahannya sendiri, petani
memerlukan bekal-bekal ini.

4. Latihan Semusim
Sekolah Petani dirancang dan dikembangkan mengikuti siklus tanaman - dalam hal ini kedelai
hitam -- secara utuh. Dari tanam hingga panen. Sehingga, minggu demi minggu, petani peserta
bertambah yakin akan kemampuan mereka untuk menganalisa keadaan dan mengambil
keputusan manajemen lahan yang tepat. Maka Sekolah Petani selalu erat kaitannya dengan
musim tanam.
Semua peserta Sekolah Petani berperan aktif sebagai subyek belajar untuk meningkatkan
kesadaran akan masalah sesungguhnya yang sedang dihadapi.

3. Analisis dan Pengambilan Keputusan


Kegiatan yang paling nampak dan pokok dalam setiap pertemuan Sekolah Petani adalah analisis
agroekosistem. Bila setiap Sekolah Petani memiliki 5 kelompok kecil, maka dalam sekali
pertemuan akan memunculkan 5 gambar hasil analisis. Bila dalam semusim Sekolah Petani
ada 14 kali pertemuan, maka akan dihasilkan 70 gambar analisis agroekosistem oleh petani,
yang digunakan untuk mengelola lahan mereka sendiri berdasarkan keadaan ekologi setempat.
Metoda ini digunakan untuk menajamkan mata petani terhadap dinamika ekologi setempat,
memudahkan proses pengambilan keputusan pengelolaan lahan yang benar, dan meningkatkan
daya analisis petani. Upaya peningkatan daya analisis petani peserta merupakan materi pokok
dalam Sekolah Petani.

Rekapitulasi data hasil pengamatan mingguan


selama semusim tanam.

36

37

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Kegiatan-kegiatan belajar dalam Sekolah


Petani disesuaikan dengan tahap-tahap
perkembangan tanaman, agar peserta dapat
meneliti dinamika yang berkembang pada
setiap fase pertumbuhan tanaman secara
langsung dan nyata. Dengan itu petani
peserta bisa yakin akan ungkapan alam
yang mereka lihat dengan mata sendiri.
Bukan kata-kata orang lain. Jika timbul suatu
masalah di lahan belajar, maka hal ini justru
merupakan suatu kesempatan belajar yang
baik dalam rangka pemecahan masalah. Ada
ungkapan: Tidak ada masalah di lapangan,
yang ada hanya tantangan yang dapat
dipelajari dan dipecahkan bersama.
5. Dinamika Kelompok dan Pengembangan
Wahana Petani
Tujuan Sekolah Petani adalah untuk
menciptakan suatu organisasi belajar
yang berkelanjutan. Baik petani pemandu
maupun petani peserta Sekolah Petani
dibekali metoda dan teknik untuk
meningkatkan kekuatan organisasi petani.
Para peserta berlatih kerjasama, komunikasi,
pemecahan masalah, dan kepemimpinan
melalui pola pengalaman berstruktur,
dimana hal-hal ini dapat dialami secara
langsung dan nyata. Dalam pola Sekolah
Petani semua peserta diberikan kesempatan
seluas-luasnya untuk memimpin kegiatan
kelompok, mempresentasikan analisisnya,
melaksanakan eksperimen, dan memimpin
diskusi.

Mengasah Otak, Mengolah Hati

6. Arti Partisipasi dalam Sekolah Lapangan


Yang dimaksud partisipasi dalam Sekolah Petani bukan masyarakat ikut menyukseskan program,
melainkan peran serta semua pihak untuk menuju pada tujuan bersama.
Partisipasi untuk Menguasai Ilmu: Proses belajar dalam Sekolah Petani menuntut
partisipasi aktif dalam pengumpulan data aktual lapangan, pengkajian data, dan
pengambilan keputusan manajemen lahan. Tanpa itu ekologi lahan setempat akan sulit
dibaca dengan cermat. Selain karena tidak tercantum atau tertulis dalam suatu buku, juga
karena merupakan sesuatu yang hidup dan dinamis. Proses pengkajian temuan-temuan
lapangan secara dialogis merupakan cara belajar yang paling tepat untuk materi seperti ini.

Peserta berlatih kerjasama, komunikasi, pemecahan


masalah, dan kepemimpinan melalui pola pengalaman
berstruktur, dimana hal-hal ini dapat dialami secara
langsung dan nyata.

Pada akhir kegiatan Sekolah Petani,


para peserta diberi kesempatan
menyelenggarakan kegiatan hari temu
lapangan (farmer field day) di desanya,
menjadi perencana program, dan untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan komunikasi
horisontal seperti penyebaran hasil-hasil
belajar kepada masyarakat atau petanipetani lain melalui tulisan dan gambar,
drama atau teater, lagu, dan sebagainya,
dimana petani sendiri menjadi penulis dan
penggambarnya, penulis skenario, penata
musik, sutradara, dan sekaligus pemain.
Semua aksi komunikatif tersebut diterapkan
agar petani mampu ambil bagian dalam
gerakan pembangunan kreatif.

Partisipasi untuk Interaksi dan Pengembangan Kelompok: Dalam pelatihan di Sekolah


Petani, bagian ini sering disebut dengan dinamika kelompok. Materi dinamika kelompok
bertujuan untuk meningkatkan daya rekat kelompok, mengembangkan kerjasama yang
efektif, membina ketrampilan kepemimpinan, menguasai cara-cara pengambilan keputusan
yang baik, dan meningkatkan ketrampilan komunikasi dan pemecahan masalah. Di sisi
lain, daya rekat kelompok sangat diperlukan karena sampai sekarang rejim pestisida masih
menguasai praktek pertanian pada umumnya, tak terkecuali kedelai hitam.
Partisipasi untuk Kemandirian Sosial: Tujuan akhir dikembangkannya program Sekolah
Petani Kedelai Hitam adalah pelembagaan di tingkat petani. Sekolah Petani hanyalah
langkah awal dari suatu proses pengembangan lembaga petani yang dilakukan oleh
masyarakat petani sendiri. Hal ini akan membantu petani dalam menghadapi pertanian
yang berbasis agribisnis dan pertanian berkelanjutan. Dalam kerangka kemitraan ini,
pembangunan pertanian bukanlah semata-mata peningkatan produksi atau adopsi
teknologi, melainkan suatu proses pembaharuan dimana petani sendiri berperan aktif
sebagai produsen yang menguasai proses budidaya tanaman kedelai hitam.

Kelompok ibu-ibu sortasi di Desa Sumberagung, Kabupaten Nganjuk.

38

39

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

BAGIAN 4 :
BAGAIMANA SEKOLAH PETANI KEDELAI
HITAM DILAKSANAKAN?

40

41

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Saya bilang pada


suami kalau saya mau
ikut Sekolah Petani
dari Unilever...
Bu Muji Lestari, peserta Sekolah Petani,
Kabupaten Pacitan
Lahan belajar seluas 2500 m2 milik salah satu petani peserta disewa seharga Rp. 850.000,- semusim.

PUKUL 07.00 pagi itu, ruang sekretariat


Gapoktan Margo Makmur Desa Gunungsari,
Kecamatan Arjosari, Kabupaten Pacitan,
masih sepi dan hanya nampak deretan
kursi dan meja tulis. Belum satu pun petani
peserta Sekolah Petani Kedelai Hitam di desa
ini nampak hadir. Dari halaman polindes
yang bersebelahan dengan kantor sekretariat
Gapoktan tadi muncullah Pak Bakri dan
Pak Peni. Mereka adalah petani pemandu
Sekolah Petani ini. Maaf, Pak, biasanya
kegiatan Sekolah Petani dimulai pukul tujuh
pagi. Tapi pada pertemuan kali ini mereka
sepakat mulai pukul delapan pagi. Maklum
karena Bulan Puasa, kata Pak Bakri kepada
penulis yang pagi itu berkunjung ke Sekolah
Petani Kedelai Hitam di desa ini bersama
asisten lapangan.
Menurut Pak Bakri dan Pak Peni, hari itu,
Selasa, 23 Agustus 2011, kegiatan Sekolah
Petani yang dipandunya saat itu sudah
memasuki pertemuan minggu ke-8. Tanaman

kedelai hitamnya saat itu sudah berumur


55 hari setelah tanam dan sudah tahap
berbunga dan mulai pembentukan polong.
Tanaman kedelai hitam di petak belajar
ditanam pada 30 Juni 2011. Petak belajar
tersebut luas keseluruhannya 2500 meter
persegi yang disewa sebesar Rp. 850.000,semusim.
Ada 3 petak perlakuan sebagai sarana belajar
bagi peserta di Sekolah Petani ini. Pertama
adalah petak kebiasaan yang perlakuannya
sesuai dengan kebiasaan petani setempat
dalam membudidayakan tanaman kedelai
hitam.
Perlakuan pada petak ini di antaranya:
memakai mulsa jerami dibakar, jarak
tanamnya 20 cm x 20 cm, menggunakan
pupuk kimia, tidak memakai pupuk cair, dan
tidak disiangi.

Petak kedua adalah petak perbaikan. Petak ini adalah petak yang diupayakan untuk
memperbaiki proses budidaya tanaman kedelai agar hasilnya lebih optimal. Perlakuan pada
petak ini di antaranya: memakai mulsa jerami, memakai pupuk organik cair, memakai sedikit
pupuk kimia, dan jarak tanamnya 25 cm x 25 cm.
Petak ketiga adalah petak studi untuk penelitian di lahan terkait topik-topik tertentu oleh
petani peserta sendiri. Pada petak studi ini, petani peserta melakukan studi pupuk dasar
dengan menggunakan bokasi dan jerami busuk, tidak menggunakan pupuk dasar (kimia), dan
jarak tanamnya 30 cm x 35 cm.
Menjelang pukul 08.00, peserta mulai berdatangan. Suasana riuh-rendah mewarnai ruang
sekretariat gapoktan yang tidak begitu luas. Mereka sebagian besar ibu-ibu petani yang saling
menyapa di antara mereka, dengan asisten lapangan, dan dengan ibu PPL yang juga datang pagi
itu. Seakan-akan mereka sudah lama tidak berjumpa. Ada 14 petani perempuan yang datang
pagi itu. Berbeda dengan petani laki-laki yang hari itu cenderung diam dan jumlahnya hanya 3
orang.
Sebenarnya jumlah peserta Sekolah Lapangan ini adalah 25 orang yang terdiri 15 petani
perempuan dan 10 petani laki-laki. Namun, menurut Pak Bakri dan Pak Peni, beberapa peserta
minta izin tidak hadir, namun pagi-pagi tadi mereka sudah melakukan perawatan tanaman,
seperti mengairi tanaman dan melakukan penyiangan. Para peserta Sekolah Lapangan datang
dari 2 dusun di Desa Gunungsari, yaitu Dusun Ganang dan Krajan.

42

43

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

A. PROSES KEGIATAN SEKOLAH PETANI DI DESA GUNUNGSARI: CONTOH KASUS

08.15 09.15: Pengamatan Tanaman

Berikut ini adalah cerita singkat proses pelaksanaan Sekolah Petani Kedelai Hitam pada
pertemuan ke-8, yang berlangsung dari pukul 08.00 hingga hampir jam 13.00.

Saat kegiatan pengamatan tanaman, peserta membagi diri ke dalam 4 kelompok kecil. Karena
peserta yang hadir hanya 17 petani, maka setiap kelompok kecil beranggotakan 3 sampai 5
petani peserta. Biasanya, bila semua peserta hadir, mereka membagi diri dalam 5 kelompok
kecil dengan jumlah anggotanya masing-masing sebanyak 5 orang. Pada kegiatan pengamatan
saat itu, setiap kelompok kecil mengamati 10 rumpun, baik di petak kebiasaan maupun
perbaikan. Rumpun-rumpun tanaman yang diamati diberi tanda dengan ajir (bilah bambu)
untuk memudahkan menentukan tanaman mana yang harus diamati setiap minggunya.

08.00 08.15: Pengantar dari Pemandu


Waktu sudah menunjukkan pukul 08.00.
Peserta sudah banyak yang hadir. Begitu
peserta sudah masuk ruangan dan duduk
di kursi, Pak Bakri sebagai pemandu
memberikan pengantar singkat tentang
status pertemuan mingguan dan umur
tanaman. Pada pengantar tersebut, selain
salam dan doa, Pak Bakri juga membuka
dengan pertanyaan tentang fase tanaman
pada minggu ke-8 tersebut. Para peserta
menjawab bahwa saat itu tanamannya sudah
berumur 55 hari dan masuk fase berbunga
dan pembentukan polong.
Selanjutnya Pak Bakri bertanya kepada peserta tentang apa yang harus dilakukan pada saat
tanaman memasuki fase tersebut. Jawaban peserta di antaranya adalah: pengairan, memupuk
dengan pupuk cair untuk merangsang pembentukan buah, dan penyiangan. Ketika peserta
ditanya apa ciri-ciri fase berbunga itu, salah satu jawaban mereka adalah warna bunganya ungu.
Salah satu peserta perempuan pun menambahkan bahwa biasanya umur tanaman kedelai saat
berbunga adalah 35 hingga 60 hari setelah tanam, setelah itu keluar polongnya.
Pertanyaan selanjutnya dari pemandu adalah apa yang harus diamati ketika nanti melakukan
pengamatan tanaman. Jawaban peserta adalah: tinggi tanaman, jumlah tangkai, jumlah cabang,
jumlah kepek (polong), hama dan penyakit, dan keadaan tanah. Semua jawaban peserta ditulis
oleh pemandu di atas kertas plano. Sessi pengantar ini yang disampaikan pemandu selama 15
menit itu diakhiri dengan persiapan pengamatan tanaman di lahan belajar. Dan para peserta
pun segera menuju lahan praktek.

Kelompok kecil beranggotakan sekitar 5 orang mengamati lahan untuk mengetahui perkembangan agroekosistem.
Contoh permasalahan lapangan yang belum diketahui dibawa ke kelas untuk didiskusikan bersama

Peralatan yang dibawa saat pengamatan adalah buku tulis, bolpoin, penggaris, dan meteran.
Setiap anggota kelompok kecil nampak aktif melakukan pengamatan. Ada yang mengukur
tinggi tanaman, mengamati tangkai, cabang, bunga/polong, mengamati serangga hama dan
musuh alami, mengamati serangan penyakit, dan mengamati keadaan tanah. Semua data
dicatat oleh anggota yang bertugas sebagai pencatat. Beberapa hal yang dianggapnya menarik
untuk dibahas bersama, mereka ambil untuk dibawa ke kelas, seperti misalnya serangga dan
tangkai tanaman yang terserang penyakit.

44

45

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

09.15 10.15: Menggambar Analisa


Agroekosistem

10.15 11.15: Presentasi dan Diskusi


Penentuan kelompok mana yang akan mempresentasikan hasil kerjanya adalah berdasarkan
kelompok yang selesai mengerjakan lebih dulu. Dalam proses presentasi, wakil kelompok
yang maju ke depan bukan sekedar membacakan data dan informasi yang tercantum dalam
kertas plano yang dipasang di depan kelas. Tetapi juga memberikan penjelasan rinci mengenai
interaksi antar komponen ekosistem yang ada di lahan.

Setelah kurang lebih 60 menit melakukan


pengamatan di lahan, peserta pun kembali
ke kelas dan tetap berkumpul berdasarkan
kelompok kecilnya. Mereka membuka
kembali catatan di dalam buku tulisnya dan
mendiskusikan perolehan-perlehan selama
melakukan pengamatan tanaman.

Setiap selesai presentasi dilanjutkan dengan tanya jawab dengan peserta lain. Contoh kasus
menarik, saat Bu Muji Lestari yang mewakili kelompok I selesai mempresentasikan hasil diskusi
kelompoknya, seorang peserta perempuan lain mengajukan pertanyaan: Mengingat saat ini
tanaman dalam fase berbunga, sementara di sekeliling tanaman terdapat rumput atau gulma,
bagaimana cara melakukan penyiangan agar tidak mengganggu atau merusak bunga?

Sambil berdiskusi mereka ada yang


menyiapkan peralatan seperti kertas plano
beserta spidol, krayon, penggaris, lakban
dan gunting, menghitung-hitung angka
menggunakan kalkulator, dan menulis sesuatu
di buku. Sesekali, peserta khususnya ibuibu memanggil pemandu untuk menanyakan
sesuatu. Pemandu pun melakukan
pendampingan ke kelompok-kelompok
kecil saat berdiskusi dan menggambar.
Kadang pemandu juga terlibat dalam diskusi
kelompok kecil, barangkali ada sesuatu yang
perlu penjelasan tambahan dari pemandu.
Mengamati ekosistem lahan dan mengambil contoh
permasalahan yang terjadi di lapangan untuk
didiskusikan bersama

Proses menggambar kebanyakan dilakukan


oleh satu orang yang kelihatannya sudah
biasa menggambar. Anggota yang lain
memberikan informasi data apa yang perlu
dicantumkan (digambar). Butuh waktu
sekitar 1 jam untuk mereka menggambar dan
mendiskusikan fakta yang diperoleh selama
pengamatan. Setelah selesai, gambar analisa
agroekosistem dipasang di depan kelas
untuk selanjutnya didiskusikan.

Bu Muji Lestari pun berterus-terang kalau belum


bisa kasih jawaban. Ia pun melemparkan kembali
pertanyaan tersebut kepada sesama anggota
kelompoknya untuk membantu menjawabnya. Rekan
satu kelompok kecilnya pun mencoba membantu
menjawab bahwa, penyiangan harus tetap dilakukan
untuk gulma yang tumbuh bersaing dengan tanaman
kedelai hitamnya. Namun perlu dilakukan secara
hati-hati agar tanaman kedelai hitam yang sedang
berbunga tidak terganggu hingga bunganya rontok saat
melakukan pencabutan gulma.
Setelah keempat kelompok kecil selesai berpresentasi
semua, Pak Bakri sebagai pemandu kemudian mencoba
meringkas dan menggarisbawahi hasil presentasi setiap
kelompok kecil, hingga kemudian diperoleh beberapa
catatan yang perlu diperhatikan, yaitu: gulma tetap
harus disiangi tetapi perlu teknik khusus dan hati-hati
dan hasil studi pupuk bokasi menggunakan jerami
busuk belum menampakkan hasil yang jelas, sehingga
tetap perlu terus diamati dengan cermat. Diskusi dan
presentasi ini berlangsung sekitar 1 jam.

46

47

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

11.15 11.30: Dinamika Kelompok

11.30 12.30: Topik Khusus

Sesaat kemudian, Pak Peni maju ke depan menggantikan Pak Bakri untuk mengajak peserta
bermain dinamika kelompok berupa games. Materi dinamika kelompok yang dibawakannya
adalah klinik desas-desus. Prosesnya, Pak Peni terlebih dahulu mengajak peserta berdiri
membuat 2 barisan. Selanjutnya, ia menghampiri peserta yang berada di paling belakang
dalam barisan itu dan memberikan secarik kertas untuk dibaca dalam hati oleh peserta paling
belakang tadi. Kalimat yang tertulis di kertas tersebut cukup panjang.

Sessi berikutnya adalah pembahasan topik khusus. Materi topik khusus yang disampaikan pada
pertemuan ke-8 tersebut adalah mengenal bunga serumah dan tidak serumah. Dijelaskan
oleh pemandu materi ini, bunga serumah adalah bunga berkelamin dua, dimana bunga jantan
(benang sari) dan bunga betina (putik) berada dalam satu rumah. Sedangkan bunga tidak
serumah adalah benang sari dan putik terpisah, tidak satu rumah.

Setelah dirasa sudah hafal, peserta tadi diminta membisikkan ke telinga peserta di depannya
kalimat yang dibacanya tadi. Demikian pula peserta yang dibisiki tadi membisikkan ke peserta
di depannya. Begitu seterusnya sampai selesai. Selanjutnya peserta paling akhir diminta
menyebutkan kalimat yang didengarnya tadi secara keras, dan pemandu meminta peserta lain
untuk menilainya. Hasil dari bisik-bisik tadi ternyata kalimatnya berbeda jauh dengan apa
yang dikatakan oleh peserta paling belakang tadi.

Pak Peni sebagai pemandu kemudian bertanya kepada peserta apa maksud dari permainan
tadi. Jawaban peserta pun beraneka, seperti: ngomongnya tidak jelas, kalimatnya panjang
jadi sulit dihafal, apa yang didengar belum tentu bisa dipraktekkan, dan lain-lain. Pemandu
pun kemudian mengajak peserta menyimpulkan bersama-sama dari jawaban-jawaban yang
mereka lontarkan. Salah satu kesimpulannya adalah bila ada informasi baru yang kita terima,
sebaiknya dicek atau diuji dulu kebenarannya. Dari mana dan siapa pun. Jangan begitu saja
ditelan mentah-mentah. Melalui Sekolah Petani ini sebenarnya kita sedang menguji kebenaran
informasi yang kita terima, lanjutnya. Permainan yang bikin segar peserta itu berlangsung 15
menit.

Pemandu yang dibantu asisten lapangan sudah mempersiapkan media belajarnya, yaitu bunga
tanaman kedelai hitam untuk pengenalan bunga serumah dan tanaman jagung untuk bunga
tidak serumah. Para peserta mencoba mengamati dan mengidentifikasi bunga di kedua jenis
tanaman tadi, untuk kemudian mereka gambar dalam kertas plano.
Diskusi dalam materi topik khusus ini di
antaranya mencakup: apa itu bunga serumah
dan tidak serumah; bagaimana ciri-ciri
perkawinan kedua jenis bunga tersebut; dan
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
berhasil dan tidaknya perkawinan kedua jenis
bunga tersebut. Pada umumnya peserta paham
apa yang dimaksud bunga serumah dan tidak
serumah beserta karakteristiknya. Tanaman
kedelai, umumnya kedelai kuning dan jagung
banyak ditanam para petani di Desa Gunungsari
ini. Mereka paham bahwa tanaman dengan
bunga tidak serumah (jagung) bisa terkawini
oleh tanaman jagung berlainan varietas yang
berada di tempat lain. Sehingga kualitas
buahnya bisa tidak sama lagi dengan benih
asalnya. Sedangkan bunga serumah bisa tetap.
Sessi selama 1 jam tersebut memberikan pencerahan kepada peserta bahwa persilangan dapat
dilakukan oleh manusia untuk melestarikan varietas (induknya) maupun memperoleh varietas
baru yang lebih baik.

48

49

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

12.30 12.24: Kesimpulan dan Kesepakatan

B. MEMAHAMI PROSES SEKOLAH PETANI 1

Sebelum kegiatan Sekolah Petani berakhir, pemandu mengajak peserta untuk mengevaluasi
proses pelaksanaan kegiatan selama sehari itu. Pemandu juga mengingatkan kembali hal-hal
yang perlu diperhatikan yang muncul mulai dari proses pengamatan, diskusi kelompok dan
menggambar agroekosistem, presentasi dan diskusi, dinamika kelompok, dan topik khusus.
Pertemuan hari itu ditutup dengan menyepakati tindak lanjut pertemuan minggu depannya dan
perawatan tanaman yang harus dilakukan selama seminggu ke depan sesuai dengan keputusan
yang disepakati dalam sessi presentasi dan diskusi.

Sekolah Petani adalah sebuah kegiatan belajar bersama bagi petani untuk melahirkan
dan mengembangkan pengetahuan yang terkait dengan pemecahan permasalahan
perikehidupannya. Sehingga, Sekolah Petani sangat cocok dengan situasi dan kondisi petani,
dimana para petani sendiri mempunyai pengalaman panjang dalam melakukan budidaya
tanaman, memperoleh sarana yang pas dengan karakternya.
Proses belajar dalam Sekolah Petani berlangsung secara periodik (mingguan) sesuai dengan
situasi dan kondisi tanaman di lahan, selama satu musim tanam penuh atau setidaknya 14 kali
pertemuan. Guna menjaga mutu proses belajar, maka kegiatan Sekolah Petani Kedelai Hitam
dilaksanakan mulai pagi hingga siang hari selama 5-6 jam efektif.
Berikut ini adalah pedoman umum atau jadwal pertemuan rutin Sekolah Petani setiap
minggunya:
Jam/Waktu

Kegiatan

07.00 - 07.15

15

Kesepakatan Belajar (hasil yang ingin dicapai hari itu)

07.15 - 08.15

60

Kerja Lapangan dan Pengamatan Agroekosistem

08.15 - 09.15

60

Menggambar Keadaan Agroekosistem dan Diskusi Kelompok Kecil (proses analisis)

09.15 - 10.15

60

Diskusi Pleno (presentasi/pemaparan kesimpulan dan keputusan tiap kelompok kecil)

10.15 - 10.30

15

Istirahat

10.30 - 10.45

15

Dinamika Kelompok

10.45 - 11.45

60

Topik Khusus

11.45 - 12.00

15

Evaluasi Pencapaian Hasil Hari Itu

Dalam setiap kali pertemuan mingguan Sekolah Petani, selalu dimulai dengan kesepakatan
belajar, untuk mengajak peserta menyepakati hasil yang ingin dicapai hari itu. Kesepakatan
belajar dilakukan agar peserta memahami apa saja yang akan dipelajari dan harus dilakukannya
dalam pertemuan selama sehari tersebut.

50

51

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Sebelum melakukan pengamatan agroekosistem, tiap kelompok kecil melakukan kerja


lapangan pada lahan praktek dan petak studi masing-masing, misalnya melakukan sanitasi,
pengaturan air, penyiangan, dan sebagainya. Pada saat pengamatan agro-ekosistem, tiap
kelompok kecil mengamati petak yang telah ditentukan. Ada 3 jenis petak masing-masing
seluas minimal 500-1000 meter persegi yang harus diamati, yaitu: petak perlakuan lokal atau
kebiasaan yang perlakuannya menyesuaikan kebiasaan petani setempat; petak perlakuan
sekolah petani (petak perbaikan) yang perlakuannya dilandaskan pada keputusan bersama
berdasarkan hasilpengamatan dan analisa bersama; dan petak studi sebagai lahan untuk
melakukan percobaan-percobaan guna menjawab permasalahan yang dihadapi.

Sekolah Petani adalah sebuah kegiatan


belajar bersama bagi petani untuk melahirkan
dan mengembangkan pengetahuan yang
terkait dengan pemecahan permasalahan
perikehidupannya.
Agar setiap kelompok kecil yang beranggotakan 5 orang memahami perkembangan
agroekosistem, maka mereka melakukan pengamatan di kedua petak perlakuan yang ada, yaitu
petak kebiasaan dan petak perbaikan, yang hasilnya nanti akan dibandingkan. Sedangkan
pengamatan di petak studi dilakukan sesuai dengan topik yang sedang diteliti dan didiskusikan
perkembangannya. Unsur-unsur yang diamati meliputi keadaan tanaman, serangga hama,
serangga musuh alami, serangga air, serangga terbang, gejala kerusakan, keadaan tanah,
keadaan air, keadaan cuaca, keadaan gulma, dan keadaan pertanaman sekitar yang dapat
mempengaruhi kondisi agroekosistem lahan belajar. Contoh tanaman rusak, serangga hama dan
musuh alami yang belum diketahui oleh petani dibawa ke tempat diskusi.
Gambar agroekosistem merupakan gambaran pertanaman, hama, musuh alami, dan organisme
lain, kondisi lingkungan fisik pada saat pengamatan dan perlakuan petani yang pernah
dilakukan sebelumnya.

Tiap kelompok kecil membuat dua gambar keadaan agroekosistem -- bisa dalam satu kertas
-- yaitu gambar keadaan agroekosistem di petak kebiasaan dan petak perbaikan. Perbedaanperbedaan dari kedua petak belajar digambarkan dengan jelas. Adapun yang digambar meliputi:
Gambar tanaman lengkap dengan rata-rata jumlah batang/daun yang diperjelas dengan menggunakan
warna yang mendekati keadaan sebenarnya, termasuk adanya kelainan-kelainan warna tanaman.
Gambar serangga hama dan populasinya di sebelah kiri tanaman. Bisa ditambahkan tulisan nama jenis
dan jumlah serangga tersebut.
Gambar musuh alami dengan populasinya di sebelah kanan tanaman. Bisa dituliskan juga nama jenis dan
jumlah musuh alaminya tersebut.
Gambar gejala serangan penyakit dan kekurangan unsur hara.
Gambar keadaan kelembaban tanah dan cuaca. Misalnya bila terang matahari digambar bersinar penuh,
bila berawan matahari digambar sebagian tertutup awan, bila mendung digambar awan saja di samping
kanan atas. Gambar lain adalah keadaan gulma.
Gambar perlakuan lokal yang pernah dilakukannya, seperti pemupukan, penyemprotan, penyiangan, dan
sebagainya.

Diskusi kelompok kecil dimaksudkan untuk mengkaji agroekosistem secara sistematis dan
mendalam. Sehingga dapat diambil suatu kesimpulan dari kondisi agroekosistem pada saat itu
sebagai dasar untuk pengambilan keputusan pengelolaan agroekosistem berikutnya. Dalam
diskusi kelompok kecil dapat dilakukan analisis perbandingan antara perlakuan di petak
kebiasan dan perak perbaikan.

52

53

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Untuk menjaga mutu, maka diskusi kelompok kecil membutuhkan waktu khusus, terpisah
dengan proses penggambaran. Dalam setiap kelompok kecil salah seorang anggotanya
berperan sebagai penanya -- bergilir setiap minggunya -- dengan menggunakan gambar
agroekosistem yang telah dibuat bersama. Anggota yang lain menjawab setiap pertanyaan yang
diajukan oleh penanya. Pertanyaan yang diajukan disesuaikan dengan fase tanaman pada saat
itu. Secara umum diskusi kelompok kecil mencakup hal-hal sebagai berikut:
Apa: Apa yang ditemukan dalam pengamatan, baik berupa jenis dan jumlah serangga hama, musuh alami,
organisme lain, kerusakan atau kelainan pertumbuhan tanaman, dan lain-lain.
Dimana: Dimana tempat ditemukan, atau di bagian mana saja hal-hal yang telah ditemukan dalam
pengamatan tadi.
Mengapa: Mengapa ada aktivitas serangga hama, musuh alami, organisme lain saat ditemukan, mengapa
jumlahnya sebanyak itu, mengapa kerusakan atau kelainan pertumbuhan tanaman itu terjadi, mengapa
terdapat di bagian tanaman tertentu, dan lain-lain.
Bagaimana: Bagaimana hubungan hama, musuh alami, dan tanaman saat pengamatan, apa peran
organisme lain, bagaimana cara pelaksanaan pengambilan keputusan, serta bagaimana prospeknya pada
waktu mendatang.

Diskusi pleno merupakan tahapan kegiatan yang terpisah dengan diskusi kelompok kecil.
Dilakukan dalam gabungan kelompok kecil. Dalam diskusi pleno ini setiap wakil dari kelompok
kecil mengutarakan secara singkat hasil pengamatannya, kesimpulannya, dan keputusan
kelompok kecilnya. Jika ada perbedaan kesimpulan dan keputusan antara kelompok-kelompok
kecil, perlu didiskusikan bersama sehingga semua kelompok kecil memperoleh pemahaman
dari perbedaan tersebut. Selanjutnya masing-masing kelompok kecil menindaklanjuti
keputusannya. Setelah diskusi pleno, gambar disimpan sebagai bahan untuk melihat
perkembangan pertemuan berikutnya.
Topik khusus yang dipelajari dalam setiap pertemuan dipilih berdasarkan permasalahan
pokok setempat yang dihadapi oleh petani saat itu. Apabila pada waktu pertemuan tidak
menghadapi masalah, maka diberikan topik khusus yang sesuai dengan fase pertumbuhan
tanaman. Untuk mendukung pemahaman peserta, maka pada setiap proses topik khusus perlu
kejelasan judul, kejelasan tujuan dan kejelasan langkah-langkah yang akan dilakukan oleh
peserta. Topik khusus dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan petani.

Dinamika kelompok merupakan kegiatan untuk menumbuhkan kekompakan dan kegairahan


peserta dalam belajar (suasana dinamis). Materi dinamika kelompok dipilih sesuai dengan
kondisi kelompok pada saat itu.
Agar peserta Sekolah Petani memahami konsep, prinsip, dan teknologi budidaya kedelai hitam
secara benar, maka perlu diberikan materi penunjang berupa studi khusus yang sifatnya
praktis, sederhana (dilakukan beberapa rumpun), mudah dilaksanakan, waktu yang relatif
singkat, dan dapat cepat menjawab permasalahan petani saat itu. Studi khusus dapat dilakukan
sesuai dengan masalah yang dihadapi oleh petani setempat

54

55

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Contoh: Jadwal Sekolah Petani Kedelai Hitam di Desa Wonoanti


Kabupaten Trenggalek, 2010

VIII

26 Ags

Umur tanaman 42 HST: Pengamatan, Aplikasi bioinsektisida,


Pengamatan uceng (calon kepek/polong)

Uji kecambah

IX

2 Sep

Umur tanaman 49 HST: Pengamatan pembentukan polong

Pertemuan/Tanggal
(- II)3

Jul

Kegiatan

(-I)

8 Jul

Pengolahan tanah

7 Sep

Umur tanaman 56 HST: Pengamatan pemasakan polong, Pembiakan, Aplikasi MOL

14 Jul

Tanam, Analisa agroekosistem

XI

16 Sep

Umur tanaman 63 HST: Pemasakan polong, Pembiakan, Aplikasi MOL

II

18 Jul

Umur tanaman 4 HST: Perkecambahan, Pengamatan serangan lalat bibit

XII

23 Sep

Umur tanaman 70 HST: Pemasakan polong

III

22 Jul

Umur tanaman 7 HST: Pertumbuhan awal daun tunggal pertama dan keping biji,
Aplikasi bioinsektisida bagi petak perlakuan.

XIII

30 Sep

Umur tanaman 77 HST: Pembiakan kedelai yang roboh, Pengamatan warna polong

IV

29 Jul

Umur tanaman 14 HST: Pemupukan dan aplikasi mikro organisme lokal (MOL),
Vegetatif awal pengamatan pembentukan bintil akar

XIV

3 dan 7 Okt

Umur tanaman 80 dan 84 HST: Kriteria panen dan panen dilakukan 2 tahap

5 Ags

Umur tanaman 21 HST: Penyiangan, Aplikasi bioinsektisida,


Pengamatan pembentukan warna pada bintil akar

XV

14 Okt

Umur tanaman 91 HST: Analisis usaha tani

VI

12 Ags

Umur tanaman 28 HST: Penyiangan, Penyemprotan pestisida nabati,


Pangkas pucuk, Aplikasi bioinsektisida, Pengamatan bunga

XVI

17 Okt

Hari temu lapangan

VII

19 Ags

Umur tanaman 35 HST: Penyiangan, Aplikasi MOL, Aplikasi bioinsektisida,


Pengamatan percabangan dan pembungaan

Catatan: Materi belajar dalam setiap pertemuan meliputi pengamatan agroekosistem,


topik khusus, dan dinamika kelompok

56

57

Mengasah Otak, Mengolah Hati

C. MENYIAPKAN SEKOLAH PETANI


Ada banyak faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kualitas proses pelaksanaan Sekolah
Petani seperti yang berlangsung di Desa Gunungsari, Kecamatan Arjosari, Kabupaten Pacitan
dan di desa-desa lainnya. Selain penguasaan materi dan kemampuan memfasilitasi proses
kegiatan dari petani pemandu, juga ada faktor kelompok dan peserta. Untuk membentuk sebuah
kelompok belajar dalam Sekolah Petani tidaklah sesederhana hanya dengan mengumpulkan
petani.
Lemahnya dalam melakukan persiapan Sekolah Petani dapat berdampak pada tingkat kehadiran
peserta, minat mengikuti kegiatan, dan lain-lain. Apabila proses pemilihan peserta dilakukan
secara asal tunjuk, maka sangat mungkin diperoleh calon peserta yang tidak berminat sebagai
peserta Sekolah Petani. Sehingga kemungkinan untuk drop out sangat tinggi. Dalam membahas
siapa sebenarnya yang paling tepat untuk menjadi peserta Sekolah Petani, juga penting
membahas posisi petani perempuan. Tidak ada ketentuan yang menyatakan bahwa peserta
Sekolah Petani harus laki-laki. Oleh karena itu, dalam melakukan persiapan Sekolah Petani
perlu menekankan bagaimana meningkatkan peranan petani perempuan dalam pelaksanaan
Sekolah Petani.

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Adapun kriteria umum yang dipakai dalam menentukan lokasi Sekolah Petani, adalah: luas
panen atau luas sawah dengan irigasi teknis atau semi teknis, lokasi atau hamparan cukup
strategis dan terjangkau oleh petani di desa, adanya kelompok-kelompok tani yang aktif, dan
waktunya sesuai dengan musim tanam setempat
Pada saat memilih calon peserta Sekolah Petani, biasanya petani pemandu mendahuluinya
dengan menjelaskan kemitraan yang akan dibangun antara para petani kedelai hitam dengan
Unilever. Penjelasan berikutnya adalah tentang apa itu Sekolah Petani dan kriteria umum calon
petani yang sesuai untuk menjadi peserta, seperti sanggup mengikuti kegiatan secara penuh
dan memiliki lahan untuk ditanami kedelai hitam. Penjelasan yang tak kalah pentingnya adalah
tentang gambaran apa yang akan diperoleh bila mengikuti Sekolah Petani.

1. Memilih Calon Lokasi dan Petani Peserta Sekolah Petani


Kegiatan lapangan pertama yang dilakukan oleh para petani pemandu Sekolah Petani
yang dibantu para asisten lapangan adalah pengkajian calon lokasi Sekolah Petani Kedelai
Hitam. Pengkajian dilakukan untuk mencari informasi tentang profil desa yang di antaranya
meliputi: potensi wilayah, sumber daya alam, sumber daya manusia, teknis budidaya tanaman
kedelai hitam oleh para petani setempat, dan peran laki-laki perempuan di bidang pertanian.
Penggalian informasi dilakukan dengan cara observasi, wawancara dengan petani, dan
diskusi kelompok terfokus atau focus group discussion dengan petani-petani setempat, serta
pengumpulan data sekunder lain yang diperlukan.
Dalam kegiatan pengkajian ini, selain petani juga dilibatkan para pemangku kepentingan di
desa.

Adapun pedoman umum dalam memilih kelompok tani dan peserta Sekolah Petani, adalah:
kelompok tani yang dinamis dan memiliki lahan sawah yang cukup luas dengan irigasi teknis
atau semi teknis, dalon peserta diutamakan petani penggarap atau pemilik penggarap,
mengikutsertakan petani perempuan (minimal 30%), adanya kesanggupan peserta untuk
mengikuti pertemuan mingguan selama satu musim tanam, dan kriteria lain yang ditentukan
oleh program.

Sebagai contoh, dalam pemilihan calon lokasi di Kabupaten Kulonprogo, tepatnya di Desa
Sidorejo,yang dilaksanakan pada 12 Mei 2010, para petani pemandu mengundang sekitar 50
petani calon penanam kedelai hitam, baik laki-laki maupun perempuan, petugas penyuluh
lapangan pertanian, dan petugas koperasi. Dalam diskusi kelompok terfokus mereka membahas
tentang budidaya tanaman kedelai yang biasa dilakukan petani setempat, menggambar peta
wilayah, permasalahan teknis dan non teknis yang berkaitan dengan tanaman kedelai, dan
mengembangkan harapan yang ingin diperoleh bila mereka mengikuti Sekolah Petani
Kedelai Hitam.

Sekolah Petani yang selama ini dilaksanakan memiliki beberapa tipe peserta bila dilihat dari
tempat asalnya. Pertama adalah peserta yang seluruhnya berasal dari satu dusun. Mereka
berasal dari satu kelompok tani yang biasanya memiliki jumlah anggota lebih banyak dari
jumlah yang dibutuhkan dalam Sekolah Petani. Oleh karenanya, kelompok tani itu kemudian
menambahkan kriteria atau syarat tertentu dalam menyeleksi anggotanya yang akan mengikuti
Sekolah Petani. Hal itu seperti yang pernah terjadi di Dusun Seso, Desa Pringkuku, Kabupaten
Pacitan, dimana anggota kelompok taninya mencapai 60 petani dan yang terpilih menjadi
peserta Sekolah Petani sebanyak 32 petani.

Sekolah Petani mengikutsertakan petani perempuan minimal 30% karena mereka memiliki
peran penting dalam proses budidaya tanaman kedelai...

58

59

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Yang kedua adalah peserta yang merupakan perwakilan kelompok-kelompok tani se desa. Itu
seperti yang terjadi di Desa Kembang, Kabupaten Trenggalek. Peserta Sekolah Petani di desa
ini berasal dari 5 kelompok tani. Dalam pemilihan pesertanya, masing-masing kelompok tani
diminta memilih 5 petani untuk mewakili kelompoknya menjadi peserta. Sedangkan yang
ketiga adalah peserta yang berasal dari desa yang berlainan, seperti yang terjadi di Desa
Pilangkenceng, Kabupaten Madiun. Peserta Sekolah Petani berasal dari kelompok-kelompok
tani yang merupakan anggota koperasi kedelai hitam, yang kemudian mengirimkan petani
anggotanya untuk mewakili menjadi peserta Sekolah Petani.
Dalam pemilihan peserta juga menekankan keikutsertaan petani perempuan, karena petani
perempuan memiliki peran dalam proses budidaya kedelai hitam. Ada pekerjaan-pekerjaan
dalam budidaya kedelai hitam yang biasa dilakukan oleh petani perempuan, utamanya pada
proses penanaman dan pasca panen, menurut Pak Hartono dan Pak Hari, petani pemandu
Sekolah Petani Desa Ketawang, Kabupaten Nganjuk. Bila itu dikaitkan dengan kemitraan dengan
Unilever, pekerjaan sortasi lebih tepat bila dilakukan oleh petani perempuan.

Kegiatan

Perempuan (%)

Persiapan benih

25

75

Pengolahan tanah

25

75

Tanam

70

30

Penyulaman

50

50

Penyiangan

50

50

Pemupukan

50

50

Pengairan

30

70

Pengendalian Hama dan Penyakit

50

50

Panen

70

30

Pasca Panen

50

50

Matriks Pembagian Kerja Laki-laki dan Perempuan dalam Kegiatan Pertanian


di Desa Sumberagung, Kabupaten Nganjuk

Pria (%)

2. Mempersiapkan Lahan Praktek Sekolah Petani


Lahan praktek yang dipakai sebagai sarana belajar bagi peserta Sekolah Petani Kedelai Hitam
pada umumnya seluas 3.000 meter persegi. Lahan praktek dibagi menjadi 3 petak, yaitu petak
kebiasaan, petak perbaikan, dan petak studi. Lahan praktek ini dipilih dari lahan sawah kosong
yang dekat dengan tempat pertemuan untuk diskusi. Biasanya juga dipilih lahan sawah yang
mudah dalam hal pengairannya. Kecuali lahan praktek yang merupakan sawah tadah hujan.
Lahan-lahan praktek ini umumnya memakai sistem sewa. Seperti lahan praktek seluas 3.000
meter persegi di Desa Warujayeng, Kabupaten Nganjuk yang disewa sebesar Rp. 1.000.000,semusim, atau lahan praktek seluas 2.500 meter persegi di Desa Gunungsari, Kecamatan Pacitan
yang disewa seberar Rp. 850.000,- semusim.
Pemilik lahan yang dipakai sebagai lahan praktek umumnya terlibat dalam kegiatan Sekolah
Petani. Misalnya, lahan praktek di Sekolah Petani di Desa Wonoanti, Kabupaten Trenggalek yang
disewa dari pemiliknya, Pak Tugi, Pak Supri, dan Bu Murtani, yang juga menjadi peserta Sekolah
Petani. Lahan mereka dipilih karena letaknya berdampingan jadi satu. Namun, tidak semua
lahan praktek diperoleh dengan sistem sewa. Seperti yang terjadi di Sekolah Petani Dusun
Seso, Desa Pringkuku, Kabupaten Pacitan, hasil panen di lahan praktek tersebut menjadi milik
si pemilik lahan. Sedangkan dana untuk sewa lahan praktek dimasukkan ke kas kelompok. Ada
juga lahan praktek yang diperoleh dari bagi hasil panen sebesar 70% untuk kelompok dan 30%
untuk pemilik lahan karena semua biaya ditanggung kelompok, seperti yang terjadi di Sekolah
Petani di Desa Kedungbanteng, Kabupaten Madiun.

Rancangan petak belajar: petak kebiasaan dengan perlakuan sesuai dengan kebiasaan petani setempat, petak perbaikan
dengan perlakuan yang mempertimbangkan unsur-unsur ekosistem, dan petak studi untuk melakukan studi-studi dan
percobaan oleh petani peserta Sekolah Petani.

60

61

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Pada petak studi, peserta Sekolah Petani melakukan beberapa macam studi. Studi-studi yang
populer dilakukan antara lain: studi berbagai jarak tanam, studi pangkas pucuk dan tidak
pangkas pucuk, studi pemberian pupuk kimia dan pupuk alami yang dibuat sendiri, studi sistem
tanam sebar, studi mulsa memakai jerami dan pupuk kandang, dan studi jumlah biji per lubang.
Berikut adalah contoh disain lahan praktek Sekolah Petani di Dusun Gondang, Desa Pringkuku,
Kabupaten Pacitan dan Desa Sumberagung, Kabupaten Nganjuk:
Disain Lahan Praktek Sekolah Petani di Dusun
Gondang, Desa Pringkuku, Kabupaten Pacitan

Disain lahan praktek, khususnya pada petak perbaikan berbeda-beda di setiap Sekolah Petani.
Sebagai contoh, lahan praktek Sekolah Petani di Desa Pelanglor, Kabupaten Ngawi, dibagi
menjadi 3 petak. Petak kebiasaan ditanami kedelai hitam dengan jarak tanam dan jumlah biji
per lubang yang asal. Pada petak perbaikan, petani menggunakan jarak tanam 30 cm x 30 cm,
dengan jumlah biji perlubang antara 2-3. Pada petak studi peserta menggunakan jarak tanam
40 cm x 30 cm dan jumlah biji per lubang 2-3.

Pada petak studi, peserta Sekolah Petani


melakukan beberapa macam studi.
Sedangkan lahan praktek di Desa Jenggrik, Kabupaten Ngawi, petani membuat sendiri
rancangan lahan belajar mereka dan melakukan apa yang ingin mereka pelajari. Pada petak
kebiasaan, jarak tanam yang dipakai tidak beraturan. Sebelum tanam petani mencampur
benih dengan pestisida seperti kebiasaan petani di desa ini. Pada petak perbaikan, petani
menggunakan jarak tanam 15 cm x 30 cm dan benih kedelai hitam tidak dicampur dengan
pestisida.

Petak
Kebiasaan

Petak
Perbaikan

Jarak Tanam:
20x20 cm

Jarak Tanam:
20x20 cm

Pupuk:
Kandang

Pupuk:
Kandang

Petak Studi
Jarak
Tanam:
20x20 cm

Jarak
Tanam:
20x40 cm

Jarak
Tanam:
20x15 cm

Jarak
Tanam:
30x15 cm

Pupuk:
Organik

Pupuk:
Phonska
dan ZA

Pupuk:
Kandang
tanpa
diolah

Tidak
dipupuk

Disiangi

Disiangi

Disiangi

Setengah
Disiangi

Pestisida
Nabati

Pestisida
Kimia

Tanpa
Pestisida

Tanpa
Pestisida

62

63

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Disain Lahan Praktek Sekolah Petani di Desa Sumberagung,


Kabupaten Nganjuk

Petak Studi

Studi
Jarak
Tanam
25x25 cm

Studi
Tanpa
Potong
Pucuk

Studi
Potong
Pucuk
35 Hst

Studi
Potong
Pucuk
21 Hst

Studi Jarak Tanam


20x15 cm

Petak Kebiasaan
Jarak Tanam:20x20 cm

Studi
Pestisida
Kimia

Studi
Jarak
Tanam
20x25 cm

Studi
Obat
Alami

Studi
Tanpa
Pestisida

Studi Jarak Tanam


Jajar Legowo

Petak Perbaikan
Jarak Tanam:20x40 cm

Studi
Jarak
Tanam
Sebar

Studi
Pupuk
Kimia

Studi
Pupuk
Kimia +
Pupuk
Alami

Studi
Tanpa
Pupuk

Studi
Pupuk
Alami

64

65

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

BAGIAN 5
PETANI MENJADI PENELITI
DI LAHANNYA SENDIRI

66

67

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Ulat ini nanti


akan menjadi
kepompong,
setelah itu
berubah jadi
kupu-kupu

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Saya itu heran, kenapa ulat ini tiba-tiba ada di daun ini dan memakannya.
Tahu-tahu pun sudah sebesar ini. Dari mana dia

Asisten Lap:

Di mana ulat-ulat ini ditemukan, pak?

Pak Suwadi:

Saya temukan ini ketika mengamati tanaman kedelai hitam di lahan praktek.
Saya penasaran kok tiba-tiba ada, padahal minggu lalu tidak ada.

Asisten Lap:

Saat kapan bapak menemukannya? Pagi, siang, sore?

Pak Suwadi: Saya temukan ini pagi hari. Kalau siang ulat-ulat ini tidak kelihatan. Sorenya
kelihatan lagi.

(Sejenak Pak Suwadi lari masuk lahan praktek yang tidak jauh dari tempat

ngobrol dan memetik tangkai daun yang ada ulat yang dimaksudkan.)

Pak Suwadi, peserta Sekolah


Petani, Kabupaten Nganjuk

SORE ITU, 29 Agustus 2010, Pak Suwadi


duduk-duduk di depan warungnya sambil
menunggu buka puasa. Dengan kaos warna
hijau bergambar logo BANGO, ia asyik
mengamati kaleng yang berisikan beberapa
helai daun kedelai dan ulat-ulat berwarna
hitam dan hijau. Ulat-ulat itu dia kumpulkan
dari lahan praktek Sekolah Petani di desanya
yang terletak di seberang jalan tepat di
depan warungnya.

Pak Suwadi:

Asisten Lap:

Bapak tahu nama ulat-ulat ini?

Pak Suwadi:

Yang hijau agak kecil ini petani menyebutnya ulat grayak, sedang yang hitam
agak besar ini ulat tanah.

Asisten Lap:
Kira-kira ulat ini asalnya dari apa? Apakah selanjutnya akan berupa ulat
terus?

Ketika salah seorang asisten lapangan


datang, dia segera menggelarkan tikar
di pinggir jalan dekat lahan. Tidak lupa
kaleng yang berisikan koleksi ulat tadi pun
dibawanya. Dia ambil satu tangkai daun
kedelai yang di sebaliknya ada ulatnya untuk
ditanyakan kepada si asisten lapangan.
Dengan Bahasa Jawa Timuran yang kental,
petani Dusun Kujonmanis, Desa Wirojayeng
tersebut mencoba bertanya kepada asisten
lapangan.

Pak Suwadi: Yang saya tahu, ulat ini nanti akan menjadi kepompong, setelah itu berubah
jadi kupu-kupu
Asisten Lap:

Setelah kupu-kupu?

Pak Suwadi:

Saya belum tahu

Asisten Lap:

Biar tahu kapan ulat jadi kepompong terus kupu-kupu, bagaimana caranya?

Pak Suwadi:

Oke lah kalau begitu. Saya harus pelihara ulat-ulat ini. Bisa kan kaleng ini
saya kasih kain strimin untuk penutupnya?

Asisten Lap:

Jangan lupa mencatat setiap perubahan yang terjadi, pak!

68

69

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Model dialog seperti di atas dalam Sekolah Petani biasa disebut dengan proses APA INI?,
sebuah dialog yang memperhatikan fungsi, yang merupakan proses bertanya. Pertanyaanpertanyaan yang muncul dari petani peserta tidak dijawab langsung oleh pemandu, melainkan
dibalas dengan pertanyaan-pertanyaan yang menyelidik lebih jauh. Pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan oleh pemandu mengarah pada hubungan fungsional, misalnya, antara hama dan
musuh alami atau antara hama dan tanaman, yang ada dalam agroekosistem.
Jawaban berupa pertanyaan seperti itu akan membantu petani peserta menemukan fungsi
dan mendorong munculnya analisa kritis. Dengan demikian petani peserta akan menemukan
sendiri jawaban atas pertanyaannya. Tandanya semisal mereka mampu menyebutkan hubungan
fungsional dalam agroekosistem.

A. MENDORONG PETANI TERUS MENELITI 1


Petani meneliti sebenarnya bukanlah hal baru karena mereka sebenarnya setiap hari
bergaul dengan tanaman dan alam. Pergaulan yang lama dan intensif menyebabkan petani
mengenali sifat-sifat ekosistem sawah dan alam. Petani pun kemudian mampu menciptakan
dan mengembangkan pengetahuan dan teknologi budidaya tanaman, seperti bagaimana
mengolah tanah, memilih benih yang baik, menanam, memelihara, dan memanen. Pengetahuan
dan teknologi yang dikembangkan petani tradisional bersifat spesifik lokal dan lebih cocok
diterapkan di lokasi dimana hal itu dikembangkan.

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Sekolah Petani Kedelai Hitam merupakan


langkah awal pengembalian budaya meneliti
bagi petani. Dalam Sekolah Petani, petani
diajak memandang ekosistem secara
kompleks dan menyeluruh. Caranya adalah
dengan mengenali semua komponen
ekosistem sawah dan melihat hubungan
sebab-akibat yang berlangsung antar
komponen. Rangkaian kegiatan tersebut
di dalam Sekolah Petani dilaksanakan
melalui proses pengamatan dan analisa

Sekolah Petani Kedelai


Hitam merupakan
langkah awal
pengembalian budaya
meneliti bagi petani.
agroekosistem.

Melalui kegiatan pengamatan agroekosistem petani


mengasah kemampuan menjadi peneliti

Kemampuan petani dalam melakukan


observasi, analisa, dan menyimpulkan
menjadi dasar pengembangan studi yang
dilakukan petani sendiri, atau bisa disebut
dengan istilah studi petani. Kegiatan studi
dan percobaan-percobaan yang dilakukan
oleh petani alumni Sekolah Petani selain
dimaksudkan untuk mendapatkan jawaban
berupa cara penyelesaian atas masalah
budidaya tanaman kedelai hitam yang
dihadapinya, juga untuk memperoleh
informasi dasar yang mendukung
pemahaman petani, yang bisa digunakan
untuk menemukan cara atau teknik
penyelesaian masalah yang tepat.

Pada dasarnya, petani mulai belajar


melakukan penelitian pada saat melakukan
pengamatan rutin pada tanaman kedelai
hitam di petak kebiasaan dan perbaikan,
yang keduanya menggunakan perlakukan
tertentu, kemudian hasilnya dibandingkan.
Sedangkan secara khusus peserta
mempraktekkan studi dan percobaanpercobaan pada petak studi yang juga
disediakan di Sekolah Petani.
Dalam petak studi itulah petani peserta
belajar menentukan topik apa yang
perlu diteliti lebih dalam lagi, bagaimana
merancang sebuah kegiatan studi, dan
menentukan hal-hal penting yang harus
diamati.
Sebagai contoh, peserta Sekolah Petani di
Desa Ngujung, Kabupaten Nganjuk, merasa
penasaran dan ingin membuktikan teori
yang selama ini mereka dengar bahwa,
melakukan pemotongan pucuk tanaman
kedelai hitam akan menambah jumlah
cabang yang nantinya akan mempengarui
jumlah polong menjadi lebih banyak. Maka
dipilihlah topik studi pangkas pucuk dengan
3 macam perlakuan. Perlakuan pertama
adalah tanaman yang dipangkas pucuknya
pada saat tanaman kedelai hitam berumur
21 hari setelah tanam (hst). Perlakuan kedua
dipangkas pada umur 28 hst. Perlakuan
ketiga tanaman tidak dipangkas. Kelompok
Sekolah petani di Desa Pringkuku, Kabupaten
Pacitan, studi pangkas pucuk dilakukan
karena selama ini bila petani menanam
kedelai hitam di tegalan yang banyak
naungannya sering tumbuh meninggi dan

70

71

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

mudah rebah.
Contoh lain adalah studi jarak tanam yang pernah dilakukan peserta Sekolah Petani di Desa
Jatigembol, Kabupaten Ngawi. Studi ini untuk mengetahui jarak tanam yang cocok diterapkan
di desa agar tanaman kedelai hitamnya dapat optimal produksinya. Studi dirancang dengan 3
macam ukuran jarak tanam, yaitu 40 x 20 cm, 30 x 30 cm, dan 30 x 40 cm.
Tentunya masih banyak lagi topik yang dipilih untuk dijadikan sebagai judul studi di Sekolah
Petani. Topiktopik tersebut di antaranya, adalah:
1. Studi pemupukan (membandingkan pupuk kimia dengan pupuk organik), untuk melihat efektivitas jenisjenis pupuk dalam menyumbang terhadap hasil.
2. Studi pengendalian hama, untuk menekan penggunaan pestisida kimia dan biaya produksi.
3. Studi jarak tanam, untuk mengetahui jarak tanam yang sesuai dengan lahan milik petani, sehingga
tanaman produksinya optimal.
4. Studi jumlah benih per lobang, untuk mengetahui pengaruh jumlah benih terhadap pertumbuhan
tanamannya.
5. Studi mulsa, untuk mencari teknik yang efektif guna mengendalikan gulma .
6. Studi pangkas pucuk, untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pertumbuhan cabang dan pertumbuhan
jumlah polong.

Topik-topik studi yang dilakukan Kelompok Sekolah Petani


di Desa Sidorejo, Kabupaten Kulonprogo.
Studi

Alasan

Potong pucuk

Ingin membuktikan teori yang selama ini mereka dengar bahwa, dengan memotong
pucuk akan menambah jumlah cabang yang nantinya akan berpengaruh pada jumlah
polong yang lebih banyak.

Jarak tanam

Ingin membandingan antara jarak tanam yang biasa mereka gunakan dengan jarak
tanam yang berbeda.

Perlakuan pupuk

Ingin mengetahui apakah dengan penggunaan pupuk organik maupun pupuk buatan
sendiri dapat meningkatkan hasil secara ekonomi.

Pengendalian hama secara alami

Untuk menekan penggunaan pestisida agar dapat pula menekan pengeluaran.

Penggunaan legin, tanah bekas


tanaman kedelai dan tanah
tanpa perlakuan

Khusus untuk wilayah Desa Sidorejo yang sudah hampir 10 tahun tidak ditanami
kedelai, petani mengasumsikan tanah mereka kekurangan unsur N (nitrogen).

Penggunaan pestisida hayati

Untuk menekan penggunaan pestisida kimia dengan membuat sendiri pestisida dari
bahan-bahan yang ada terdapat di sekitar.

72

73

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

B. BAGAIMANA PETANI MELAKSANAKAN STUDINYA? 1


Semenjak Pak Agus dan kawan-kawannya sesama petani alumni Sekolah Petani selesai
mengikuti Sekolah Petani tahun 2011, petani-petani dari Kelompok Tani Angudi Warto di
Dusun Wungu, Desa Pilangkenceng, Kabupaten Madiun ini masih menyisakan rasa penasaran
dengan tanaman kedelai hitam varietas Mallika yang biasa ditanamnya karena pertumbuhannya
cepat tinggi namun cabangnya kurang. Menurut informasi yang pernah didengarnya,
melakukan pemangkasan pucuk tanaman kedelai hitam akan menambah jumlah cabang yang
nantinya akan mempengarui jumlah polong menjadi lebih banyak. Itulah hipotesa yang dimiliki
oleh Pak Agus dan kawan-kawan. Ketika mengikuti Sekolah Petani, topik pangkas pucuk belum
dipelajarinya.

Pelaksanaan studi dimulai dengan mempersiapkan lahan studi, pengolahan tanah, dan
dilanjutkan penanaman pada 27 Juni 2012. Lahan studinya disiapkan tanpa memakai mulsa
jerami. Jerami yang ada dibakar seperti kebanyakan dilakukan petani di desa ini.
Pengamatan tanaman dilakukan seminggu sekali. Masing-masing perlakuan diamati 3 tanaman.
Hal-hal yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah tangkai daun, jumlah bunga, jumlah
cabang, serangga hama, musuh alami, penyakit, keadaan tanah, cuaca, dan sebagainya. Hasil
pengamatan dicatat.

Oleh karena itu, dalam pertemuan rutin kelompok yang masih terus dilakukannya, mereka
sepakat menentukan studi pangkas pucuk untuk menguji hipotesanya. Kemudian mereka
pun merancang perlakukan studinya dengan 3 perlakuan, yaitu: perlakuan pertama tanaman
kedelai hitam dipangkas pucuknya saat berumur 28 hari setelah tanam (hst), perlakuan kedua
dipangkas pada umur 21 hst, dan perlakuan ketiga tanaman dipangkas umur 14 hst.

Contoh Rancangan Studi Potong Pucuk


P1
Pangkas pucuk 28 hst

P2
Pangkas pucuk 21 hst

P3
Pangkas pucuk 14 hst

P2
Pangkas pucuk 21 hst

P3
Pangkas pucuk 14 hst

P1
Pangkas pucuk 28 hst

P3
Pangkas pucuk 14 hst

P1
Pangkas pucuk 28 hst

P2
Pangkas pucuk 21 hst

Pak Agus dkk., petani Desa Pilangkenceng, melakukan penelitian untuk menjawab rasa ingin tahunya...

Pada saat penulis datang ke lahan studinya, 14 Agustus 2012, umur tanamannya 49 hst.
Menurut Pak Agus saat itu, perlakuan yang bisa menghasilkan cabang paling banyak adalah
pangkas pucuk 21 hst. Namun menurutnya perlakuan ini belum tentu menghasilkan polong
paling banyak. Selama melakukan pengamatan tanaman, sempat ditemukanulat grayak yang
makan pucuk daun dan ulat penggulung daun saat tanaman berumur 2 minggu
***

74

75

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Kegiatan studi yang dilaksanakan oleh Pak


Agus dan kawan-kawan serta petani-petani
pelaku studi yang lain, dalam program
Sekolah Petani ini dimaknai sebagai kegiatan
belajar petani untuk mendapatkan jawaban
atau penjelasan atas pertanyaan tentang
obyek yang dipelajarinya. Sehingga cara
untuk mendapatkan jawaban bukanlah
dengan bertanya pada orang lain, melainkan
dengan cara mengamati, menganalisa,
dan menyimpulkan (dikenal sebagai daur
belajar). Proses pencarian jawaban ini
disebut dengan sains.
Ada dua hal penting dalam proses sains,
yaitu sikap dan metoda sains. Sikap sains
adalah sikap ingin mencari tahu atau mencari
jawaban melalui proses daur belajar. Metoda
sains adalah metoda atau teknik-teknik untuk
mencari jawaban, bukti-bukti, kesimpulan,
dan pemahaman. Ada beberapa macam
teknik mencari jawaban yang biasa disebut
dengan istilah studi atau penelitian.
Hasilnya adalah berupa pengetahuan dan
teknologi oleh petani.
Adapun tahapan-tahapan dalam kegiatan
studi petani, yaitu:
1. Menentukan Topik Studi.
Studi petani mempelajari masalah yang
dialami dan dirasakan oleh para petani.
Untuk studi yang dilakukan secara individual,
hal apa yang akan dipelajarinya diputuskan
sendiri petani alumni yang akan melakukan
studi, tanpa mempertimbangkan pendapat
petani lain. Sedangkan studi yang dilakukan
kelompok, seperti yang dilakukan Pak Agus
dan kawan-kawan, topik studi ditentukan
dengan melibatkan dan mempertimbangkan

Mengasah Otak, Mengolah Hati

pendapat dan pemikiran selurung anggota


kelompok. Dengan kata lain, penentuan
topik studi dilakukan secara partisipatoris.

Studi petani memberikan kesempatan


bagi petani untuk kembali mendekati,
mempelajari, mengenali, dan memahami
ekosistem pertaniannya, hingga kemudian
dapat menguasai cara pengelolaan ekosistem
pertaniannya tersebut secara lebih kritis,
lebih holistik, dan tentu saja secara mandiri.
Melalui proses studi, petani mendapatkan
kesempatan untuk menyalurkan sifat-sifat
ilmiah yang ada pada dirinya, yaitu keinginan
dan kemauan untuk mendapatkan jawaban
secara kritis dan holistik, dan melakukannya
dengan metoda-metoda yang ilmiah.

2. Membangun Hipotesa.
Pak Agus dan kawan-kawan, juga petanipetani pelaku studi yang lain, memiliki
dugaan atau hipotesa atas suatu
permasalahan atau isu yang perlu mereka uji
benar-salahnya. Itu mengartikan bahwa para
petani pelaku studi pikirannya tidak kosong,
tetapi ada perkiraan jawaban atau sesuatu
untuk dibuktikan. Hipotesa merekalah yang
akan mengarahkan mereka dalam merancang
studi.

Hal penting lainnya, yang diharapkan


berkembang dengan adanya studi petani,
adalah kemandirian petani. Kemandirian ini
sangat penting karena selama petani masih
menggantungkan diri pada teknologi dan
input yang diciptakan oleh pihak lain yang
jauh dari ekosistem pertanian dan memiliki
kepentingan yang belum tentu mewakili
kepentingan petani, maka sifat kritis dan
holistik tersebut tidak akan ada artinya,
karena petani tidak dapat menjadi manajer di
lahannya sendiri.

3. Merancang Studi.
Rancangan studi yang baik dan benar
akan meminimalisir kemungkinan salah.
Karena jawaban yang diharapkan akan
diperoleh ketika melakukan studi adalah
sebenar mungkin. Merancang studi perlu
memperhatikan prinsip-prinsip penting,
yaitu soal keragaman atau variasi alami,
pembandingan perlakuan, dan bias.
4. Melaksanakan Studi.
Meliputi pengamatan, analisa, dan penarikan
kesimpulan. Ketika para petani pelaku
studi melaksanakan studi, pada dasarnya
mereka sedang menjalankan rancangan
yang mereka buat sebelumnya. Hal
yang penting dalam pelaksanaan studi
adalah melakukan pengamatan untuk
mengumpulkan data, menganalisa data
yang diperoleh, dan menarik kesimpulan
dari hasil analisa, dengan memperhitungkan
sebanyak mungkin faktor yang diperkirakan
berpengaruh terhadap hal yang dipelajari.

Mengembangkan mikro-organisme lokal dan membuat


pupuk organik memanfaatkan bahan-bahan yang ada di
sekitar mereka, bisa menjadi langkah awal membebaskan
diri dari ketergantungan teknologi dan input dari luar

76

77

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

BAGIAN 6 :
MEMPROMOSIKAN PROSES
DAN HASIL BELAJAR

78

79

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

A. HARI TEMU LAPANGAN DI DESA GUNUNGSARI: SEBUAH KASUS

Kemitraan itu
harus bisa seperti
Manunggaling KawulaGusti...

SEORANG PETANI yang diundang dalam acara


hari temu lapangan Sekolah Petani Kedelai
Hitam di Desa Gunungsari, Kecamatan
Arjosari, Kabupaten Pacitan, memberanikan
diri berdiri di hadapan para tamu undangan
untuk memberikan tanggapannya dalam
acara tanya-jawab. Ia menyatakan sangat
senang dengan adanya kemitraan antara
Unilever dengan petani di desanya.
Sehingga kalau petani menanam kedelai
hitam, sudah ada pasarnya yang jelas. Ia
juga menyatakan ketertarikannya untuk
menanam kedelai hitam setelah dalam acara
ini ia mendengarkan presentasi dan melihat
pameran hasil-hasil kegiatan Sekolah Petani.

Dalam ungkapannya tersebut, ia juga


memberikan pandangan pribadinya tentang
kemitraan yang baik, Kemitraan itu
harus bisa seperti Manunggaling KawulaGusti... Ia pun lalu menjelaskan apa yang
dimaksudkannya dengan Manunggaling
Kawula-Gusti, yang menurutnya adalah
bersatunya cara pandang antara pihak yang
di atas dan yang di bawah. Bisa juga
dimaknai bersatunya antara pemerintah
dan rakyatnya. Jadi, dalam kemitraan ini
tentunya adalah bersatunya cara pandang
antara Unilever dengan para petani kedelai
hitam. Kerjasama keduanya harus saling
diuntungkan, bertanggung jawab, dan
menjunjung tinggi komitmen.

Dhek jaman berjuang, njur kelingan anak lanang.


Mbiyen tak openi, ning saiki ana ngendi.
Jarene wis menang, keturutan sing digadhang.
Mbiyen ninggal janji, ning saiki apa lali...

Syair tembang Caping Gunung


terdengar sayup-sayup dari kejauhan,
ketika kami hampir sampai di tempat
hari temu lapangan Sekolah Petani
Kedelai Hitam diselenggarakan,
Selasa, 27 September 2011. Ketika
sampai, sekelompok orang penabuh
gamelan Jawa terlihat sedang asyik
mengiringi tembang-tembang Jawa
campursari. Mereka adalah kelompok
karawitan dari Dusun Grunggung yang
ikut berpartisipasi dalam perayaan
pesta rakyat tersebut. Beberapa
orang dari mereka adalah peserta
Sekolah Petani.

Hari masih pagi dan belum ada satu pun undangan


yang hadir. Para peserta Sekolah Petani masih
kelihatan sibuk membenahi materi-materi
pamerannya. Ada yang dipindah tempatnya,
dibenarkan letaknya karena jatuh tertiup angin, ada
pula yang masih memasang sejumlah banner berisi
informasi program. Beberapa ibu petani nampak
membicarakan acara yang akan dibawakannya.
Sebagian lagi mulai menjaga stan pameran dan
sebagian lainnya bersiap di pintu masuk sebagai
penerima tamu. Sementara itu, beberapa pemuda
masih menyelesaikan pemasangan huruf-huruf dari
kertas di backdrop panggung.

80

81

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Menjelang pukul 09.00, para undangan dan para petani dari dusun-dusun sekitar mulai
berdatangan. Satu per satu mereka diminta untuk mengisi buku tamu dan setelah itu menerima
makanan kecil dalam kardus. Mereka dipersilakan untuk duduk di kursi yang sudah disediakan.
Sambil menunggu undangan lain dan dimulainya acara, para tamu disuguhi tembang-tembang
campursari yang sudah akrab di telinga mereka dengan iringan gamelan. Para undangan pun
nampak begitu menikmati. Sekitar 100-an petani hadir dalam acara ini. Para aparat yang hadir
adalah kepala desa, kepala-kepala dusun, camat, muspika, dan aparat dari dinas pertanian dan
jajarannya.

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Acara panen kedelai hitam secara simbolik dilakukan oleh para pejabat dan perwakilan petani
undangan. Para tamu undangan pun menuju ke lahan yang dipandu oleh beberapa ibu petani
yang juga membawakan peralatan untuk memanen, seperti sabit dan caping. Acara berlangsung
singkat, penuhi canda-ria dari para undangan yang ikut ke lahan. Kemudian mereka pun
kembali menuju ke tempat pertemuan untuk melihat pameran.
Pameran Hasil-hasil Belajar
Materi pameran yang disajikan berupa foto-foto kegiatan, poster-poster kegiatan dan slogan,
data hasil pengamatan selama mengikuti kegiatan Sekolah Petani, hasil panenan kedelai hitam
di petak-petak belajar Sekolah Petani, produk makanan olahan dari kedelai hitam dan bahanbahan pangan lokal lainnya, dan materi-materi belajar dalam Sekolah Petani. Materi pameran
tersebut dipersiapkan dan dibuat sendiri oleh para petani peserta Sekolah Petani.

Display pameran yang menyajikan berbagai informasi proses dan hasil belajar

Acara hari temu lapangan pun resmi dimulai pukul 09.30. Pembawa acara yang juga peserta
Sekolah Petani mengucapkan terima kasih atas kehadiran para undangan dan langsung
membacakan susunan acaranya, yaitu: sambutan ketua panitia, panen kedelai hitam secara
simbolik, kunjungan ke stan pameran, kesenian oleh Ibu-ibu peserta Sekolah Petani, presentasi
hasil-hasil kegiatan Sekolah Petani, presentasi rencana kegiatan tindak lanjut Sekolah Petani,
dan tanya jawab dan tanggapan dari para undangan.
Dalam sambutannya, Pak Bakri, salah satu petani pemandu Sekolah Petani di desa
ini, melaporkan pelaksanaan kegiatan Sekolah Petani Kedelai Hitam di desanya yang
diselenggarakan mulai 30 juni hingga 20 September 2011. Dalam uraiannya tentang Sekolah
Petani, ia juga menjelaskan tentang apa itu Sekolah Petani dan apa saja yang dilakukannya
dalam kegiatan ini. Dilaporkan juga tingkat kehadiran peserta yang mencapai rata-rata 80%. Ia
berharap setelah acara ini mulai banyak petani di desanya yang menanam kedelai hitam.

Melihat pameran dan saling bertanya-jawab

82

83

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Dalam pameran tersebut proses kegiatan


Sekolah Petani diceritakan melalui foto-foto
yang disusun berdasarkan urutan proses
dan dalam bentuk poster-poster yang
digambar oleh petani sendiri. Hasil-hasil
kegiatan belajar disajikan lewat gambargambar agroekosistem dan dokumentasi
hasil pengamatan yang dilakukan setiap
minggunya.
Agar para undangan dapat memperoleh
informasi yang jelas, para peserta Sekolah
Petani membagi diri ke pojok-pojok pameran
untuk membantu memberikan penjelasan.
Para undangan pun nampak antusias melihat
semua hal yang dipamerkan. Di salah satu
pojok pameran, seorang petani peserta
Sekolah Petani yang dikerumuni para
undangan mencoba mempraktekkan salah
satu materi belajar dalam Sekolah Petani,
yaitu materi dinamika kelompok. Sementara
itu di pojok lain ada yang sedang mencoba
menjelaskan sebuah gambar analisa
agroekosistem.
Di pojok pameran yang menampilkan produk
makanan olahan dipamerkan beberapa
contoh produk makanan olahan yang terbuat
dari kedelai hitam, seperti tempe, rempeyek,
sari kedelai hitam, dan bubuk kedelai hitam,
serta makanan olahan lain. Para pengunjung
pun dipersilakan untuk mencicipinya.
Beberapa pengunjung yang tertarik lalu
membelinya.

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Di pojok lain, beberapa petani undangan


kelihatan asyik mengamati kedelai hitam
yang sudah dipanen. Ada yang sudah disortir
dan disimpan dalam karung, ada yang masih
seperti keadaan baru dipanen, ada yang
dalam bentuk kecambah yang ditampilkan
dalam baki-baki plastik layaknya persemaian.

Kemitraan adalah
bersatunya cara
pandang antara
Unilever dengan
para petani kedelai
hitam. Harus saling
diuntungkan,
bertanggung jawab,
dan menjunjung tinggi
komitmen.
Suasana pameran diwarnai dengan dialog
dan tanya-jawab yang akrab antara petani
peserta Sekolah Petani dengan para
undangan, khususnya sesama petani.
Beberapa petani yang masih penasaran pun
tetap melanjutkan melihat pameran dan
bincang-bincangnya, meskipun acaranya
sudah selesai.

Menyampaikan Pesan Lewat Seni


Pesan-pesan bernada kegembiraan, percaya diri, maupun kebanggaan, mewarnai sajian
kesenian yang ditampilkan para peserta Sekolah Petani. Lagu-lagu berbahasa Jawa gubahan
sendiri dibawakan dalam bentuk koor oleh Ibu-ibu petani. Dengan diiringi oleh gamelan, girl
band ibu-ibu tadi membawakan tembang-tembang Jawa yang berisikan ajakan menanam
kedelai hitam, ajakan mengupayakan kesejahteraan keluarga, tentang keuntungan menanam
kedelai hitam yang bermitra dengan Unilever, dan pesan-pesan sosial lainnya. Tembangtembang tersebut mampu membuat para undangan gembira, bahkan menari.

Kesenian bukan sekedar hiburan semata, melainkan juga berisi pesan program...

Bentuk kesenian lain adalah drama tradisional yang dimainkan oleh para petani peserta Sekolah
Petani. Menyaksikan drama ini seperti menikmati ketoprak humor. Ada parikan, tembang,
dan tari-tarian. Melalui drama ini disampaikan contoh kasus yang terjadi di desa ini, yaitu
bagaimana seorang petani perempuan harus menjelaskan kepada suaminya tentang kegiatan
Sekolah Petani Kedelai Hitam yang diikutinya. Sehingga drama ini mirip dengan presentasi
kreatif dari para petani peserta Sekolah Petani.
Dialognya menjelaskan apa itu Sekolah Petani, kemudian bagaimana menanam kedelai hitam
agar sehat dan hasilnya banyak, tentang jarak tanamnya, pentingnya tanaman diamati dan
apa saja yang harus diamati secara rutin: berapa daunnya, berapa cabangnya, berapa tinggi
tanamannya, apakah ada hama dan dimana ditemukannya, wanti-wanti pentingnya tidak
menyemprot dengan pestisida kimia secara sembarangan karena musuh alami akan ikut mati,
cara panen kedelai hitam, dan akan digunakan untuk apa kedelai hitam oleh Unilever. Drama ini
mampu memaksa gelak-tawa segar para undangan. Di antara pemainnya adalah Bu Suryati dan
Pak Sardimin.

84

85

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Kegiatan Kelompok Tani ke Depan

B. PESTA INFORMASI

Presentasi rencana kegiatan tindak pasca Sekolah Petani


disampaikan oleh Bu Muji Lestari. Rencan tersebut disusun
bersama pada saat pertemuan terakhir kegiatan Sekolah
Petani. Secara umum, rencana ke depan dari kelompok ini akan
mengajak lebih banyak lagi petani di Desa Gunungsari untuk
menanam kedelai hitam. Sehingga kelompok ini juga meminta
semua pihak, baik aparat maupun petani di desanya untuk turut
memotivasi dan mendukung program kemitraan petani dengan
Unilever yang sudah berjalan di desanya. Kelompok ini juga
akan mengusulkan kepada Unilever agar Gapoktan di Desa
Gunungsari bisa langsung bermitra dengan Unilever, karena
sudah berbadan hukum dan sudah bisa membuat benih sendiri.

Sekolah Petani Kedelai Hitam diselenggarakan dengan melibatkan 25 orang petani sebagai
pesertanya. Peserta Sekolah Petani dalam program ini, kalau tidak berasal dari satu kelompok
tani, mereka bisa petani yang berasal dari dusun-dusun yang ada di satu sebuah desa. Darimana
pun asalnya, dalam konteks Sekolah Petani mereka tetap merupakan perwakilan dari petanipetani lainnya. Baik itu wakil dari organisasi kelompoknya, maupun wakil dari komunitas petani
di desanya.

Tanggapan pun muncul dari aparat pemerintahan dan para


petani undangan yang hadir. Tanggapan yang diberikan para
aparat pemerintahan adalah tentang kesiapan memberikan
dukungan kepada kelompok, pesan agar petani belajar
profesional dalam melaksanakan kemitraan yang sudah dijalin.
Di samping itu meminta petani peserta Sekolah Petani untuk
menyebarkan ilmu yang sudah diperolehnya kepada petani
lain, baik di desa sendiri maupun di desa lain, agar semakin
banyak lagi petani yang menanam kedelai hitam. Sedangkan
kepala desa sangat menghargai para petani perempuan yang
aktif mengikuti kegiatan Sekolah Petani dan memberi apresiasi
para suami yang sudah mengijinkan istrinya mengikuti kegiatan.
Wakil dari camat menekankan pada pentingnya
Dari wakil petani undangan ada yang mengajukan gagasan
untuk kemitraan ini. Bila nantinya harga yang sudah ditentukan
Unilever ternyata lebih rendah dari harga pasar, maka Unilever
perlu memberikan kompensasi kepada petani, misalnya saja soal
pepecahan masalah pengadaan air. Karena petani di desa ini
memiliki kendala dalam melakukan pengairan tanaman di sawah
pada musim kemarau.

Kurikulum Sekolah Petani dirancang untuk mendorong petani peserta aktif mengalami dan
menemukan sendiri dalam setiap materi yang dipelajarinya. Sehingga petani peserta harus
aktif selama mengikuti kegiatan yang dilaksanakan selama semusim itu. Sesuatu yang tidak
mudah bagi petani yang sehari-harinya bekerja di sawah dalam mencari nafkah. Terlebih bagi
petani perempuan. Sehingga, bila kehadiran peserta Sekolah Petani selama semusim rata-rata
mencapai 80% seperti yang terjadi di Kelompok tani di Desa Gunungsari tersebut, maka petani
yang menjadi peserta tersebut memiliki komitmen tinggi untuk belajar, dengan meninggalkan
sejenak kegiatan rutin sehari-harinya.

Kegiatan hari temu lapangan dirancang untuk mengakomodir komitmen petani peserta Sekolah
Petani untuk berbagi ilmu kepada petani lain, yang tidak berkesempatan atau memiliki cukup
waktu untuk mengikuti Sekolah Petani. Hari temu lapangan dirancang dengan menyesuaikan
budaya dan karakter masyarakat setempat. Oleh karenanya tidak ada petunjuk yang rinci dan
baku. Yang ada hanyalah penekanan pada prinsip komunikasi dua arah dan pesta informasi
untuk semua petani. Selanjutnya, bentuk kegiatan dan susunan agendanya sepenuhnya
diserahkan kepada petani. Dari sini kemudian muncullah kreativitas-kreativitas petani dalam
penyelenggaraan hari temu lapangan. Terutama dalam hal penyajian informasi yang ingin
disebarkan kepada khalayak petani.

86

87

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

C. AKSI KOMUNIKASI
Di banyak tempat, hari temu lapangan
merupakan ajang untuk menyebarkan dan
mempromosikan hasil-hasil kegiatan Sekolah
Petani yang dimanifestasikan dalam pesta
rakyat atau syukuran dari para peserta
Sekolah Petani. Setiap kelompok Sekolah
Petani yang menyelenggarakan hari temu
lapangan senantiasa menggabungkan dua
aspek, yaitu aspek penyebaran informasi
dan seni atau hiburan. Keduanya dirancang
sedemikian rupa oleh petani sendiri agar
bersinergi. Sehingga informasi yang
akan disebarkan menjadi lebih indah dan
menghibur sehingga mudah diterima dan
diingat oleh pihak-pihak yang hadir dalam
forum itu.
Bisa dibayangkan, betapa keringnya
informasi tentang teknik budidaya tanaman
atau data berupa angka-angka hasil
pengamatan mingguan yang disajikan begitu
saja, tanpa dikemas dalam bentuk yang indah
dan menarik. Apalagi targetnya informasi
tersebut harus dimengerti oleh para petani
yang masih awam.

Kreativitas petani dalam penyajian informasi


secara visual

Penyelenggaraan hari temu lapangan


yang baik, di banyak tempat, mampu
menghadirkan proses komunikasi dan
interaksi yang akrab di antara para petani
di desa, layaknya mereka kumpul-kumpul
di sawah, di pos ronda, atau di kegiatan
Sekolah Petani. Tidak tumbuh jarak antara
petani yang pernah mengikuti Sekolah Petani
dengan yang belum.

Justru pengalaman yang diperoleh melalui Sekolah Petani itulah yang meningkatkan kualitas
keakraban mereka. Banyak petani yang hadir dalam acara hari temu lapangan merasa mendapat
kehormatan. Bukan sekedar karena diundang saja, melainkan lebih dari itu, yaitu akan
memperoleh pengetahuan baru dari teman mereka sendiri.
Hal yang menarik dipahami adalah bahwa hari temu lapangan selalu diupayakan berlangsung
dalam suasana yang akrab, cair, dan tidak formal atau kaku. Namun dalam beberapa kasus
sering mendadak berubah sebaliknya, hanya karena hadirnya para aparat pemerintahan.
Beberapa petani menyatakan terpaksa harus mengubah susunan acaranya, misalnya, sambutan
oleh aparat dimajukan dari yang semula berada diurutan bawah dalam susunan acaranya.
Yang menjadi alasan adalah karena petani merasa tidak enak atau tidak menghormati aparat
tersebut, atau aparat tersebut waktu hadirnya terbatas karena ada tugas-tugas lain. Perubahan
susunan acara yang mendadak tersebut kemudian mempengaruhi proses berjalannya acara.
Sering terjadi kemudian acara kesenian - yang mungkin syarat dengan pesan-pesan penting menjadi acara pengiring makan siang atau peneman waktu istirahat.

Kurikulum Sekolah Petani dirancang untuk


mendorong petani peserta aktif mengalami dan
menemukan sendiri dalam setiap materi yang
dipelajarinya.
Satu hal lagi yang menarik diperhatikan adalah pemilihan tempat untuk perhelatan hari temu
lapangan. Banyak kelompok Sekolah Petani yang memilih tempat umum seperti balai desa,
tanah lapang, dan tempat-tempat lain dimana masyarakat merasa nyaman dan bebas untuk
hadir atau sekedar menonton. Namun ada beberapa kelompok yang menyelenggarakannya di
rumah petani peserta atau petani pemandu. Keduanya berpengaruh terhadap hasil yang ingin
dicapai dalam hal penyebaran informasi.

88

89

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

BAGIAN 7 :
PETANI BERKEMBANG KARENA SEKOLAH
PETANI

90

91

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

SUATU KETIKA, saat melakukan pengamatan tanaman dalam pertemuan rutin mingguan Sekolah
Petani, Mbah Waridi tertarik dengan fenomena ulat daun yang ada di tanamannya. Peristiwa itu
kemudian ia ceritakan kepada pemandu Sekolah Petani dan asisten lapangan.

Nah, yang harus kita pikirkan sekarang bagaimana caranya biar laba-laba bisa membantu
petani mengurangi ulat yang makan daun kedelai hitam. Karena kalau disemprot
pestisida laba-laba itu pasti ikut mati juga.
Saat mempresentasikan hasil analisa agro-ekosistem yang dibahasnya bersama kelompok
kecilnya, tidak lupa ia mengilustrasikan bagaimana perilaku laba-laba saat menyerang ulat daun
tadi. Selanjutnya, ia pun menyimpulkan bahwa ulat daun tadi merupakan makanannya labalaba. Menurut pendapatnya, sebenarnya tanpa disemprot pestisida pun, ulat daun tidak terlalu
berbahaya bagi tanaman kedelai hitam, asalkan di sekitarnya ada banyak laba-laba.

Ulat Daun Jatuh


Jadi Rebutan
Laba-Laba...

Ketika saya memungut ulat daun yang akan digunakan untuk kebun serangga, tidak
sengaja ulat tadi jatuh ke tanah. Seketika itu juga ulat tadi jadi rebutan laba-laba yang
ada di sekitarnya
Mbah Waridi adalah salah satu peserta Sekolah Petani Kedelai Hitam di Kabupaten Trenggalek
yang usianya sudah 60 tahun lebih. Kakek ini begitu bersemangat dalam mengikuti setiap
tahapan kegiatan dalam Sekolah Petani. Ia juga tidak sungkan dan takut berpendapat dan
mengungkapkan pemikiran berbeda dengan peserta lain. Selalu semangat dan aktif dalam
berdiskusi adalah karakter Mbah Waridi.

92

93

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Hal yang menonjol terjadi pada diri petani peserta


Sekolah Petani adalah berkembangnya pola pikir dan
cara pandang baru terhadap fenomena yang terjadi
di lahan prakteknya. Misalnya, dulu semua serangga
di sawah dianggap hama, setelah mengikuti Sekolah
Petani menjadi tahu mana serangga hama, mana
serangga musuh alami atau predator. Ungkapan
seperti itulah kira-kira yang sering muncul dari
petani peserta setiap kali ditanya pelajaran apa
yang diperolehnya selama mengikuti Sekolah
Petani. Mbah Waridi adalah satu contoh petani yang
memperoleh pengalaman itu.
Tahu hama dan musuh alami sepertinya menjadi
titik-tolak munculnya berbagai pemahaman dan
kesadaran petani pada hal-hal lebih luas yang terjadi
pada ekosistem di lahannya, yang selama ini tidak
diketahuinya karena pendekatan dan cara belajar
yang keliru. Dalam Sekolah Petani pengetahuan
diperoleh petani melalui mengalami langsung.
Bukan katanya. Sekolah Petani bukanlah kegiatan
transfer teknologi, bukan pula kegiatan demplot
yang menunjukkan kehebatan teknis dan rumusrumus baku secara visual. Sehingga, menjadi peserta
Sekolah Petani tidak akan memperoleh apa-apa
bila tidak aktif dan terlibat langsung dalam proses
belajar.
Apa yang dihasilkan dari proses Sekolah Petani
dapat dilihat dari dinamika ketika petani terlibat
mengikuti proses pertemuan mingguan. Bagaimana
saat petani peserta melakukan pengamatan, apa
saja yang diamati, bagaimana mereka menganalisis
data, mendiskusikannya, mempresentasikannya,
hingga mengambil keputusan secara bersama.
Perubahan-perubahan terjadi setiap minggunya.
Itu bisa juga dilihat dari data dan informasi yang
terdokumentasikan, seperti gambar analisa agroekosistem, catatan dan rangkuman hasil pengamatan
mingguan, dan foto-foto.

A. PERKEMBANGAN YANG TERJADI DI


TINGKAT PETANI
1. Sadar Pentingnya Pengamatan Rutin
Petani menyadari pentingnya pengamatan
mingguan sebagai jalan terbaik memonitor
perkembangan tanaman dan dinamika
ekosistem di lahannya. Hampir setiap
petani alumni mengatakan bahwa,
sebelumnya mereka tidak terbiasa
melakukan pengamatan. Kalaupun
melakukan pengamatan, hanya sepintas dan
seperlunya saja. Yang penting tanamannya
terlihat tumbuh dengan baik. Setelah
mengikuti Sekolah Petani, muncul kesadaran
pentingnya melakukan pengamatan secara
cermat dalam hubungannya dengan
pembuatan keputusan dalam rangka
pengendalian hama dan penyakit.

Pentingnya pengamatan tanaman di lahan


secara rutin pun diungkapkan oleh Bu
Sumini, peserta Sekolah Petani di Desa
Sumberagung, Kabupaten Nganjuk,

Sebelumnya, tanaman
di lahan tidak pernah
saya amati, sekarang
saya melakukan
pengamatan tanaman
setiap kali ke lahan.
Begitu pula yang disampaikan oleh Pak
Warimin, peserta Sekolah Petani, Desa
Jenggrik, Kabupaten Ngawi yang dulunya
tidak menganggap tanaman kedelai itu
penting, Setelah mengikuti sekolah petani
saya jadi lebih sering pengamatan di lahan
milik sendiri. Kalau dulu setelah tanam
biasanya terus ditinggal. Sedangkan Bu
Sriati, peserta Sekolah Petani di desa yang
sama lebih lanjut mengatakan, Setelah ikut

Sekolah Petani saya jadi tahu menanam


kedelai hitam itu perlu pengamatan,
bolong sedikit tidak langsung disemprot,
tapi dihitung dulu sudah berbahaya apa
belum.
Pengamatan mingguan untuk monitor perkembangan
tanaman dan dinamika ekosistem di lahan

94

95

Mengasah Otak, Mengolah Hati

2. Tahu Hubungan Serangga Hama, Tanaman, dan Musuh Alami


Sebelumnya, hampir semua petani peserta Sekolah Petani menganggap bahwa semua serangga
yang ada di sawah adalah hama. Mereka tidak bisa membedakan hama dan musuh alami.
Mereka mengaku sangat tergantung dengan pestisida kimia. Setiap makhluk yang ditemukan
pada tanaman langsung dianggap sebagai pengganggu tanaman sehingga harus dibasmi
dengan cara disemprot. Hal itu seperti yang diakui oleh Pak Tarmaji, peserta Sekolah Petani di
Desa Pringkuku, Kabupaten Pacitan,
Ternyata hama dan penyakit itu pengendaliannya ada perhitungannya. Tidak asal semprot
saja. Sebelumnya begitu ada serangan, saya langsung ambil tindakan semprot. Sekarang saya
sering melakukan pengamatan

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Pak Sugiyanto, peserta Sekolah Petani


di Desa Sidorejo, Kabupaten Kulonprogo
mengungkapkan bahwa, sebelum belajar di
Sekolah Petani ia tidak tahu kapan serangga
hama itu muncul di tanaman. Sekarang, ia
tahu siklus hidup serangga hama seperti
ulat, misalnya. Menurutnya, kalau petani
tahu siklus hidup serangga hama, mereka
dapat melakukan pencegahan secara bijak.
Pengendalian secara manual pun bisa
menjadi pilihan yang bijak dan ekonomis
bagi petani.
Hal serupa juga ditegaskan oleh Pak
Sumarsono, peserta Sekolah Petani di Desa
Jenggrik, Kabupaten Ngawi, Sebelum ikut
Sekolah Petani saya tidak paham serangga.
Sekarang saya jadi tahu macam-macam hama
tanaman kedelai dan tahu siklus ulat karena
ada percobaan melihara ulat...
3. Paham Pentingnya Persiapan Lahan, Jarak
Tanam, dan Perawatan Tanaman

Pengamatan mingguan untuk monitor perkembangan tanaman dan dinamika ekosistem di lahan

Setelah belajar di Sekolah Petani mereka tahu bahwa ada serangga yang tidak memakan
tanaman, tetapi memakan serangga. Mereka menyebutnya musuh alami yang membantu
petani. Sebagai contoh, petani peserta Sekolah Petani di Desa Ketawang, Kabupaten Nganjuk
melalui pengamatan yang cermat menemukan bahwa perkembangan hama aphis (mimek, nama
setempat) di alam dapat ditekan oleh serangga yang mereka sebut dengan undur-undur. Hal ini
membuat mereka berhati-hati dalam melakukan pengendalian hama. Tidak asal semprot lagi.

Di beberapa wilayah, peserta Sekolah


Petani mengungkapkan bahwa ketika
membudidayakan tanaman kedelai tidak
dilakukan secara intensif. Pemupukan
hanya dilakukan sekali saja. Bahkan ada
yang begitu kedelai ditanam langsung
dibiarkan atau ditinggal begitu saja hingga
panen. Menurut beberapa peserta Sekolah
Petani di Kabupaten Kulonprogo, hasil
tanaman kedelai (kuning), dari 1 kilogram
benih menghasilkan 20 kilogram. Setelah
mengikuti Sekolah Petani, mereka paham
bahwa tanaman yang dirawat secara intensif
akan menghasilkan panen yang lebih baik.

Petani menyadari bahwa tanaman kedelai hitam yang


dirawat secara intensif akan menghasilkan panen yang
lebih baik.

Beberapa peserta Sekolah Petani juga


menyatakan bahwa dulu kedelai hitam
adalah kedelai yang tidak diminati karena
kurang produktif, sehingga petani tidak suka
menanamnya. Namun sekarang, dengan
adanya lahan belajar ini, mereka mengakui
keunggulan kedelai hitam yang lebih tahan
terhadap musim rendengan dibandingkan
dengan kedelai kuning.
Karena ada anggapan dari petani
bahwa kedelai bukan tanaman yang
menguntungkan, maka lahan untuk
menanamnya pun tidak dipersiapkan dengan
baik. Petani menganggap pembuatan parit
tidak terlalu penting. Adanya curah hujan
yang tinggi memberikan kesadaran peserta
untuk melakukan persiapan lahan terlebih
dahulu sebelum melakukan penanaman
kedelai hitam. Termasuk membuat paritparit di lahan untuk membuang air yang
menggenang.

96

97

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

4. Sikap Kritis dan Berani Berpendapat


Pada setiap pertemuan rutin awal kegiatan
Sekolah Petani dilaksanakan, hampir selalu
ditemukan petani peserta yang tidak berani
berbicara atau berpendapat. Mereka
juga belum terbiasa beradu argumentasi.
Apalagi harus tampil di depan untuk
mempresentasikan hasil kerja kelompoknya
di hadapan peserta lain. Mereka mengaku
bahwa cara seperti itu tidak pernah
dilakukan selama ini. Biasanya hanya
melaksanakan instruksi atau anjuran dari
petugas atau orang lain saja.
Sebelumnya, petani tidak pernah peduli dengan dengan jarak tanam yang rapat, misalnya
20 x 20 cm. Setelah mengikuti Sekolah Petani, mereka menentukan jarak tanam yang lebih
renggang, misalnya 20 x 40 cm. Alasan mereka adalah bahwa, jarak tanam yang lebih renggang
akan berdampak positif terhadap pertumbuhan kedelai hitam. Pengaruh faktor ketersediaan
nutrisi, kebutuhan sinar matahari akan berdampak positif terutama terhadap jumlah cabang,
bunga, dan polong. Bu Tri, peserta Sekolah Petani di Desa Pringkuku, Kabupaten Pacitan
mengaku, Sebelum ikut Sekolah Petani, saya tanam kedelai hitam asal-asalan saja. Tapi
sekarang saya jadi tahu kalau ternyata jarak tanam dan naungan juga mempengaruhi hasil
panen. Saya akan mencoba praktek tanam diatur.

Setelah belajar di Sekolah Petani saya tambah


berani mengeluarkan pendapat, tanpa takut salah
dan kena marah
Pengurangan daun tua bagian bawah, menurut Mbah Waridi, peserta Sekolah Petani di
Kabupaten Trenggalek juga bisa memperlancar angin yang masuk dan sinar matahari dapat
menyinari seluruh bagian tanaman. Kalau daun tidak dikurangi, maka tanah akan menjadi
lembab yang disebabkan sinar matahari tidak dapat langsung mencapai tanah. Akibatnya, kalau
terlalu lembab tidak baik bagi pertumbuhan tanaman dan umurnya bisa semakin panjang.

Setelah mengikuti Sekolah Petani, mereka


merasa tumbuh dan bertambah kepercayaan
dirinya. Mereka lebih berani berbicara di
depan orang banyak. Bahkan tidak hanya
dalam kegiatan Sekolah Petani saja, tetapi
juga di lingkungan masyarakat. Dengan
munculnya keberanian ini, mereka menjadi
aktif dalam bermasyarakat dan merasa
dihargai.
Bu Rupida adalah salah satunya, peserta
Sekolah Petani di Desa Sumberagung,
Kabupaten Nganjuk ini mengatakan, Setelah
belajar di Sekolah Petani saya tambah
berani mengeluarkan pendapat, tanpa
takut salah dan kena marah Pengakuan
lain disampaikan Bu Lestari, peserta
Sekolah Petani di Desa Jenggrik, Kabupaten
Ngawi, Walaupun masih gemetar, tapi
saya jadi berani maju untuk menjelaskan
pengamatan...

Hal senada juga terjadi pada diri Bu Heni,


peserta Sekolah Petani di Desa Pringkuku,
Kabupaten Pacitan, Awalnya saya pemalu
dan orangnya tertutup, tapi sekarang saya
tidak malu lagi dan bahkan berani untuk
presentasi.

Petani menyadari bahwa tanaman kedelai hitam yang


dirawat secara intensif akan menghasilkan panen yang
lebih baik.

Kisah lain, Pak Totok, petani di Kabupaten


Trenggalek, pada awalnya tidak begitu
antusias mengikuti kegiatan Sekolah Petani.
Ia sering mengikuti pertemuan hanya karena
sudah terlanjur tercatat sebagai peserta.
Semangatnya timbul ketika ia terpaksa
harus maju di hadapan peserta lain untuk
mempresentasikan diskusi kelompok yang
diikutinya. Sungguh di luar dugaannya.
Ia sendiri juga heran. Saat itu ia mampu
menjelaskan secara rinci hasil pengamatan
tanaman yang dilakukan kelompoknya,
termasuk menjelaskan interaksi di antara
unsur-unsur agroekosistem yang ada lahan.

98

99

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Dalam presentasinya, ia juga menjelaskan


fungsi matahari sebagai salah satu
komponen yang membantu proses
fotosintesis. Matahari ini sangat
penting bagi tanaman, karena panasnya
dapat membantu memasak makanan
yang dibutuhkan oleh tanaman. Ini bisa
dibuktikan, ketika cuaca selalu mendung atau
matahari tidak cerah, pertumbuhan tanaman
menjadi lambat. Ketika matahari cerah
pertumbuhannya bagus, jelasnya.

Soal pupuk,
menurutnya, unsurunsur yang terkandung
dalam pupuk kimia
dan organik cair yang
berasal dari sayuran
dan sisa-sisa makanan
itu sama.
Bila dibuktikan dengan aliran listrik,
keduanya mampu menghantarkan arus listrik
hingga lampu bisa menyala sama kuatnya.
Ia pun menyimpulkan bahwa bahan-bahan
organik tadi bisa dibuat sebagai pupuk yang
bagus. Tidak kalah dengan pupuk kimia
buatan pabrik.

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Ketika ia melihat tanaman kedelai hitam


yang dipupuk dengan pupuk organik cair
dan yang dipupuk ponska buatan pabrik
pertumbuhannya tidak kalah bagus, maka
ia menyimpulkan bahwa pupuk yang bagus
dapat dibuat sendiri. Lebih hemat biaya
dan ramah lingkungan. Meskipun ia paham
bahwa tanah yang dipupuk organik tidak bisa
serta-merta subur. Perlu waktu bagi tanah
untuk memperbaiki dirinya.
Dalam hal pengamatan, ia berpendapat
bahwa setelah tanaman kedelai hitam
berumur 49 hari setelah tanam, kalau petani
melakukan pengamatan dengan benar akan
lebih sedikit dalam penggunaan pestisida.
Dengan mengamati secara teliti, petani
menjadi tidak gegabah menyemprot, yang
hasilnya bukan hama saja yang mati tetapi
musuh alami yang membantu petani juga
mati. Buktinya, dalam petak studi Sekolah
Petani tanamannya tetap tumbuh bagus
meskipun belum pernah disemprot pestisida.
Sikap kritis lain juga ditunjukkan oleh
Pak Bajuri, peserta Sekolah Petani di
Desa Sidorejo, Kabupaten Kulonprogo. Ia
mengajukan beberapa pertanyaan terkait
kemitraan dengan Unilever, seperti:
bagaimana dengan hasil panen kedelai hitam
yang nantinya tidak diterima oleh Unilever?
Sejauhmana petani nantinya akan mengelola
hasil panennya? Bagaimana caranya agar
petani bisa mengolah kedelai hitam yang
tersortir, misalnya membuat kecap sendiri?

5. Mampu Melakukan Penelitian di Lahannya


Kegiatan studi dilakukan petani sejak mereka mengikuti Sekolah Petani. Kegiatan ini dilakukan
secara bersama-sama untuk mencari jawaban dari permasalahan yang muncul di lahannya.
Banyak di antara peserta yang sebelumnya tidak mengerti mengapa harus melakukan
percobaan atau studi. Setelah mengikuti Sekolah Petani, petani alumni pun melanjutkan
melakukan berbagai studi dan percobaan di lahannya. Kebanyakan topik studi yang diangkat
petani terkait hal-hal yang belum terpecahkan saat mengikuti Sekolah Petani. Mereka mampu
membuat sendiri rancangan studinya untuk menguji atau meneliti secara benar dan ilmiah.

Petani mempunyai cara ilmiah untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan budidaya tanaman
kedelai hitam yang dihadapinya.

Sebagai contoh, studi potong pucuk yang dilakukan oleh Pak Agus dan kawan-kawan, petani
alumni dari Desa Pilangkenceng, Kabupaten Madiun, adalah untuk mengetahui perbedaan
pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai hitamnya. Hipotesanya adalah tanaman kedelai hitam
yang dipotong pucuknya akan menambah jumlah cabang (tangkai). Sehingga buahnya pun akan
lebih banyak. Menurutnya, ciri khas tanaman kedelai hitam varietas Mallika yang biasa ditanam
petani pertumbuhannya cepat namun cabangnya kurang. Pak Agus dan anggota kelompok yang
lain mampu menangkap isu yang perlu diteliti, menentukan topik studinya, merancang studinya,
dan melaksanakan studinya.

100

101

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

7. Menerapkan Proses dan Hasil Belajar Sekolah Petani


Bu Misratin, salah satu petani alumni Sekolah Petani di Desa Pringkuku pernah mengungkapkan,
Sampai saat ini kami mempraktekkan ilmu yang diperoleh dari Sekolah Petani. Salah satu
contohnya, di Sekolah Petani kami belajar menanam kedelai hitam dengan menggunakan
larikan pakai benang agar tanaman lurus dan dengan jarak tanam tertentu. Cara itu juga kami
lakukan ketika kami menanam padi dan jagung.
6. Tumbuh Semangat Berorganisasi
Proses belajar dalam Sekolah Petani
menyediakan pelajaran praktis tentang
dasar-dasar berorganisasi bagi pesertanya.
Setiap minggunya, peserta melakukan
pengamatan agroekosistem yang
melatih petani untuk senantiasa melihat
permasalahan secara holistik, menggambar
keadaan agroekosistem yang membiasakan
mereka menganalisi situasi dan kondisi yang
mereka lihat dan alami, berdiskusi kelompok
kecil dan pleno yang melatih petani berani
mengeluarkan pendapat, berargumentasi,
dan mengambil keputusan yang tepat.
Semenjak mengikuti Sekolah Petani, terlihat
tumbuhnya pemahaman pentingnya
membangun kelompok. Sebelumnya, para
petani tidak menganggap penting untuk
berkelompok. Tidak jarang kelompok
tani mereka hanya sekedar papan nama
saja. Tidak ada pertemuan. Kalaupun ada
pertemuan, itu karena dikumpulkan oleh
petugas penyuluh pertanian atau aparat
desa. Saat ini, petani alumni menganggap
bahwa berkelompok adalah cara yang
harus dilakukan agar mereka semakin
kuat. Banyak kelompok tani ketika selesai
mengikuti Sekolah Petani merencanakan
untuk meneruskan pertemuan rutinnya,
yang diisi dengan berbagai kegiatan, dari

mulai arisan hingga kegiatan yang mengarah


pada peningkatan pendapatan keluarga.
Sikap individualistik petani pun berubah
menjadi sikap bersama. Sikap ini tumbuh
lantaran seringnya bertemu dalam kegiatan
bersama. Kekompakan ini - dalam tingkatan
sederhana - dapat dilihat dari adanya
kesepakatan membuat pakaian seragam
kegiatan. Beberapa kelompok tani juga
menyepakati perlunya pengumpulan modal
(kas) melalui iuran rutin anggota.
Bu Sujini, peserta Sekolah Petani di
Kabupaten Trenggalek tersipu-sipu ketika
teman-teman di kelompok tani wanitanya
mengungkapkan bahwa ia dulu tidak suka
kumpul-kumpul. Tapi setelah mengikuti
Sekolah Petani, ia menjadi aktif mengikuti
kegiatan bersama kelompoknya. Demikian
pula dengan Bu Nami yang sebelumnya juga
tidak suka kumpul-kumpul. Peserta Sekolah
Petani di Desa Sumberagung, Kabupaten
Nganjuk ini mengatakan, Di sekolah petani

permasalahan pertanian didiskusikan


dengan seru. Saya jadi tambah semangat
untuk aktif di kegiatan kelompok dan
menanam kedelai hitam .Hal senada

juga disampaikan teman Bu Nami, yaitu Pak


Tohari, Dengan ikut Sekolah Petani saya
menjadi senang karena bisa kumpul-kumpul
dengan petani lain membicarakan pertanian.
Sebelumnya tidak pernah.

Demikian pula Bu Yanik yang juga sesama petani alumni di desa ini mengatakan bahwa, karena
harus menunggu musim tanam, ia belum bisa menerapkan hasil belajar kedelai hitam di lahan
sawahnya. Namun sebagai petani alumni Sekolah Petani, ia tidak mau berpangku tangan
menunggu musim tanam kedelai hitam tiba. Pengetahuan yang ia peroleh selama mengiktu
Sekolah Petani diterapkannya pada tanaman padi di sawahnya.
Ia pun lalu melakukan pengamatan rutin pada tanaman padinya. Ketika tanaman padinya
daunnya kekuningan dan tinggi tanamannya tidak sama seperti tanaman yang subur, maka ia
putuskan untuk melakukan penyemprotan dengan zat perangsang tumbuh yang dibuatnya
sendiri dari bahan-bahan alami yang ada di sekitar rumahnya. Ada perubahan baik pada
tanaman padinya.

Bu Yanik menunjukkan dirinya bahwa, sebagai


petani alumni harus mempunyai keberanian
untuk melakukan percobaan dan menanggalkan
pola pikir selalu pestisida kimia.
Masih di Desa Pringkuku, kelompok tani alumni suatu ketika mengadakan evaluasi kegiatan,
termasuk kegiatan Sekolah Petani yang baru selesai dilaksanakan. Dalam diskusi saat itu
muncul isu pemanfaatan pekarangan. Banyak warga desa yang memiliki pekarangan di sekitar
rumahnya belum dimanfaatkan secara optimal. Hanya untuk kandang ternak dan sedikit
tanaman. Sementara pendapatan mereka terbatas. Selain sebagai petani dengan kepemilikan
lahan yang sempit, warga desa ini juga memiliki pekerjaan lain sebagai buruh bangunan dan
membuat arang.
Dari pekerjaan tersebut penghasilan mereka berkisar Rp. 15.000,- sampai Rp. 20.000,- per hari.
Sementara itu, kebutuhan belanja sayuran mereka mencapai Rp. 5.000,- sampai Rp. 7.000,- per
hari. Sayuran yang biasa mereka butuhkan antara lain bayam, kangkung, tomat, kacang panjang,
terong, cabai, sawi, bawang daun, seledri, gambas, dan daun singkong.

102

103

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Pemanfaatan lahan pekarangan dengan


menanam sayuran diharapkan dapat
mengurangi biaya belanja sayuran. Rencana
kerja dan ide-ide kreatif pun muncul dari
diskusi mereka. Untuk mengatasi lahan yang
kurang subur dan sempit akan ditempuh cara
dengan memanfaatkan kotoran ternak yang
dicampur dengan tanah sebagai media tanam
dalam ember, pot, atau polibag.

legowo, hasilnya sebanyak 800 kilogram (atau 2,4 ton per hektar, pen). Dengan cara tanam
kebiasaan petani di desa ini, 1 hektar hanya menghasilkan sekitar 1,8 ton, kata Pak Hartono,
petani pemandu Sekolah Petani di desa ini di sela-sela tugasnya menimbang hasil petani
anggota kelompoknya.
8. Berinovasi untuk Mengoptimalkan Potensi
Selain menyediakan kedelai hitam yang berkualitas untuk pasar Unilever, kelompok tani di Desa
Sumberagung dan Ketawang, Kabupaten Nganjuk juga membuat produk olahan dari kedelai
hitam yang tidak lolos sortasi. Tujuannya adalah mengoptimalkan potensi yang dimiliki untuk
meningkatkan pendapatan keluarga petani.

Penanaman dilakukan di pekarangan milik


anggota dan di lahan kosong milik anggota.
Penanaman dilakukan secara bersama-sama
dalam satu tempat. Masing-masing anggota
menanam 5 jenis sayuran. Perkembangan
tanaman dilaporkan pada setiap pertemuan
rutin bulanan. Hasil dari kegiatan ini sudah
dirasakan beberapa petani yang sudah
memanen bayam dan sawi. Pak Tarmaji
mengungkapkan,

Lumayan, kalau mau


sayur bayam atau
bikin mie pakai sawi,
tidak perlu membeli
lagi ke tukang sayur.
Sekarang tomatnya
mulai berbuah, dan
terongnya mulai
berbunga, katanya
saat itu

Khusus produk olahan, yang akan dibuat adalah bubuk kedelai hitam, susu kedelai hitam, dan
tempe kedelai hitam. Produk-produk olahan tersebut di pasaran belum ada. Kalaupun ada
adalah susu kedelai kuning. Strategi pemasaran produk olehan mereka adalah dengan cara
menjual langsung ke konsumen di desanya, memanfaatkan acara-acara yang diselenggarakan
oleh pemerintah desa, kecamatan, dan kabupaten, atau pihak swasta.
Bubuk Kedelai Hitam
Pak Slamet hasil panen kedelai hitamnya meningkat

Hal serupa terjadi pula di Desa Ketawang,


Kabupaten Nganjuk. Sejak kelompoknya
melakukan studi menanam kedelai hitam
dengan cara jajar legowo, pada musim
tanam gadu 2012 ini semua anggotanya
menerapkan jajar legowo di lahannya.
Bahkan cara ini diikuti pula oleh petanipetani lain. Dari 225 petani yang menanam
kedelai hitam di desa ini, sepertiganya
menerapkan jajar legowo, kata Pak Hari,
petani pemandu Sekolah Petani.
Pak Slamet, salah satu petani alumni yang
menerapkan jajar legowo pada musim gadu
2012 mengatakan bahwa, dari 1/6 hektar
lahan yang ditanami kedelai hitam cara jajar

Bahan: Kedelai hitam sortiran, jahe dan gula


secukupnya.
Proses: Kedelai hitam dipili yang masih bagus,
kemudian dicuci bersih. Selanjutnya
kedelai hitam digoreng sangrai selama
1020 menit, sampai pecah. Setelah
disangrai lalu didinginkan dan
kemudian diblender hingga halus dan
disaring.
Alat: Wajan penggorengan, kompor, blender,
saringan, tampah, baskom, dan plastik
untuk mengemas

104

105

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Tempe Kedelai Hitam


Bahan: Kedelai hitam sortiran sebanyak 2 kg,
ragi tempe 2 bungkus, dan daun jati
Proses: atau daun pisang secukupnya.
Kedelai hitam dicuci bersih lalu
direbus. Setelah matang dimasukkan
ke dalam air dingin dan diremas- remas
untuk menghilangkan kulitnya. Setelah
bersih kemudian ditiriskan hingga
kering. Kemudian dicampur dengan ragi
tempe secukupnya lalu dihamparkan.
Kedelai hitam yang sudah dicampur
ragi tempe dibungkus dengan daun
jati atau daun pisang dan didiamkan
selama 24 jam.
Alat:
panci, tampah, dan kayu.

Susu Kedelai Hitam


Bahan: Kedelai hitam sortiran sebanyak 0,5 kg,
gula 0,5 kg, daun pandan 10 lembar.
Proses: Kedelai hitam direndam selama
1016 jam lalu kulitnya dibersihkan
dan dibilas kembali. Biji yang sudah
direndam dipanaskan (bisa memakai
microwave atau dikukus). Selanjutnya
diblender sampai halus dan ditambah
air. Setelah diblender lalu disaring
untuk memisahkan ampas dari sari susu
kedelainya. Setelah itu sari susu kedelai
direbus hingga mendidih. Selama
mendidih ditambahkan gula dan daun
pandan, dan terus direbus selama 510
menit lagi. Setelah selesai kemudian
didiamkan sampai dingin.
Blender, panci, alat pengaduk, kain
Alat:
saringan, dan kompor.

Membuat produk olahan, baik itu menggunakan bahan baku kedelai hitam maupun bahanbahan yang tersedia di desa, banyak dilakukan oleh kelompok-kelompok alumni Sekolah Petani.
Hal ini bisa ditemui bila kelompok-kelompok alumni tersebut mengikuti ajang pameran atau
saat menyelenggarakan hari temu lapangan. Selain bubuk kedelai hitam, susu kedelai hitam,
dan tempe kedelai hitam, produk olahan lain yang unik seperti kripik bonggol pisang, kripik
bayam, kripik ketela, dan sejenisnya juga diproduksi oleh kelompok-kelompok alumni.
Selain makanan, produk lain yang diproduksi kelompok alumni adalah pupuk organik. Biasanya
ini dilakukan oleh kelompok-kelompok di desa-desa yang banyak petaninya memiliki ternak
sapi dan kambing, seperti di Desa Sidorejo di Kulonprogo, Desa Ketawang dan Sumberagung di
Nganjuk, dan desa-desa di Kabupaten Pacitan seperti Desa Pringkuku.

Pembuatan pupuk organik oleh para petani


alumni di Desa Pringkuku, Kabupaten Pacitan,
memanfaatkan bahan-bahan yang ada di
lingkungan sekitar.
Hampir semua warga desa ini memiliki hewan ternak sapi maupun kambing. Petani di
desa ini biasa memanfaatkan kotoran ternaknya sebagai pupuk tanpa diolah lebih dahulu.
Kemudian muncul anggapan dari petani kalau menggunakan pupuk dari kotoran ternak dapat
menyebabkan gulma tumbuh semakin banyak. Berawal dari itu, muncullah ide dari para
anggota kelompok untuk berlatih membuat pupuk organik yang baik. Pertama kali belajar,
sebanyak 1 ton pupuk organik berhasil dibuat. Hasil dibagi rata untuk mereka. Pupuk organik
mereka produksi untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota kelompok. Ke depannya, apabila
kebutuhan kelompok sudah terpenuhi, pupuk yang dibuat akan dijual kepada petani lain dengan
harga terjangkau.

106

107

Mengasah Otak, Mengolah Hati

9. Memperoleh Perhatian dan Dukungan Pihak Lain


Tidak sedikit kelompok tani yang setelah selesai melaksanakan Sekolah Petani kemudian
memperoleh program dari pemerintah daerah melalui dinas-dinas terkait. Pak Boniran, salah
satu petani pemandu Sekolah Petani di Desa Pringkuku mengatakan bahwa, setelah selesai
melaksanakan Sekolah Petani Kedelai Hitam, kelompok taninya dipercaya oleh pemerintah
daerah melaksanakan beberapa kegiatan Sekolah Lapangan yang diselenggarakan oleh Dinas
Pertanian, seperti Sekolah Lapangan terkait perubahan iklim, pengelolaan tanaman terpadu,
dan kegiatan perkumpulan petani pemakai air (P3A). Bersamaan dengan itu, kelompok tani ini
juga sedang melakukan kegiatan pembuatan pupuk organik secara mandiri. Pak Boniran pun
mengemukakan gagasan lain,

Di desa ini tanaman kedelai hitam hanya ditanam sekali setahun. Saya mempunyai
gagasan bagaimana petani di desa ini mau menanam kedelai dua kali setahun, yaitu pada
musim kemarau dan gadu. Karena hal itu menurut saya bisa dan lebih menguntungkan
bagi petani.

Bu Suparti bersama kelompok ibu-ibu di desanya mampu mengakses program lain dari pemerintah.

Sejumlah petani alumni maupun petani pemandu juga memperoleh kesempatan untuk terlibat
dalam rapat desa dan rapat di instansi pemerintah yang lebih tinggi. Seperti juga Bu Suparti,
petani pemandu Sekolah Petani di Desa Pringkuku. Ia kerap diundang rapat sebagai narasumber
untuk pengembangan program yang akan dilaksanakan di desanya semenjak selesai mengikuti
Sekolah Petani. Salah satu program pemberdayaan dari pemerintah yang ditanganinya adalah
kegiatan percetapat penganekaragaman konsumsi pangan (P2KP).

Mengasah Otak, Mengolah Hati

108

109

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

B. MEMAKNAI PERKEMBANGAN YANG TERJADI 1

2. Petani Punya Daya Dongkrak (Leverage)

Banyak hal berkembang di tingkat petani setelah


adanya Sekolah Petani. Baik itu perkembangan yang
terjadi dalam diri pribadi petani alumni maupun di
tingkat kelompok. Banyak keuntungan diperoleh
para petani alumni setelah mengikuti Sekolah Petani.
Namun dari perkembangan-perkembangan yang ada,
yang menonjol adalah keuntungan sosial(social gains),
yaitu:

Dengan berbagai ketrampilan dan kemampuan yang


diperoleh saat mengikuti kegiatan Sekolah Petani, seperti
teknik budidaya tanaman, pengendalian hama, perencanaan,
rancangan dan pelaksanaan kegiatan, dan lain-lain,
sejumlah petani dan kelompok alumni di berbagai lokasi
program mampu menggugah dukungan nyata dari aparat
pemerintahan ataupun pihak lain. Sehingga muncullah
perhatian berupa program-program baru di desanya dari
aparat tersebut.

1. Petani mempunyai peluang atau kesempatan (acces)


Setelah mengikuti Sekolah Petani, petani lebih banyak
mempunyai peluang atau kesempatan kepada lahan
sawahnya, sumber-sumber daya lain, dan segala
sesuatu yang lebih luas lagi. Tidak sedikit kelompok
tani yang setelah selesai melaksanakan Sekolah Petani
kemudian mempunyai peluang atau kesempatan
mengajukan usulan program bagi kelompoknya atau
desanya kepada pemerintah daerah melalui dinasdinas terkait. Demikian pula sejumlah petani alumni
maupun petani pemandu memperoleh kesempatan
untuk terlibat dalam rapat desa dan rapat di instansi
pemerintah yang lebih tinggi untuk merancang
program-program yang akan dilaksanakan di desanya.
Sebagian lagi juga mempunyai kesempatan untuk
menjadi narasumber dalam lokakarya, seminar, ataupun
pelatihan. Baik yang diselenggarakan dalam kaitannya
program kemitraan Unilever dengan petani kedelai
hitam maupun oleh pemerintah.

Dalam beberapa kesempatan, petani mempunyai kekuatan


dalam hal tawar-menawar atau negosiasi kepada pihak lain
untuk mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Contoh paling
sederhana dan mudah ditemukan adalah hampir semua
kelompok Sekolah Petani berhasil menghadirkan aparat
pemerintahan untuk mengetahui hasil-hasil kegiatannya
dalam kegiatan hari temu lapangan yang diselenggarakan
oleh petani sendiri. Beberapa kelompok alumni juga berhasil
mendapatkan dana hibah dari progam pemerintah.
Banyak petani alumni juga berhasil dalam menggerakkan
petani dalam sebuah kegiatan massal tertentu yang berkaitan
dengan kegiatan budidaya kedelai hitam, seperti: penerapan
hasil studi, seperti yang terjadi di kelompok alumni Sekolah
Petani di Desa Ketawang, Kabupaten Nganjuk, yang berhasil
mengajak banyak petani untuk menanam kedelai hitam
dengan sistem jajar legowo. Kegiatan lain adalah sortasi yang
dilakukan oleh petani perempuan.

110

111

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

3. Petani Punya Banyak Pilihan (Choices)


Petani menjadi mempunyai banyak pilihan tentang apa
yang akan dilakukannya, baik dalam hal budidaya tanaman,
sumber daya, maupun informasi setelah mengikuti Sekolah
Petani. Banyak desa di lokasi program merupakan wilayah
yang menghasilkan berbagai jenis tanaman pangan, seperti
padi, jagung, dan kedelai kuning. Dengan adanya program
Sekolah Petani Kedelai Hitam ini, petani menjadi memiliki
banyak pilihan tentang teknik budidaya, pengendalian hama,
pemupukan, perawatan tanaman, dan lain-lainnya. Misalnya,
setelah kelompok melakukan studi tertentu, kemudian mereka
menjadi tahu dan bisa menentukan jenis pengendalian atau
pemupukan yang tepat.
Pilihan-pilihan yang mereka punyai tidak terbatas soal
budidaya saja, melainkan juga tentang pengembangan usaha
pengolahan pasca panen. Banyak produk makanan olahan,
baik dari kedelai hitam maupun bahan pangan lokal lain, yang
diproduksi oleh petani alumni.
4. Petani Punya Kualitas Diri (Status)
Setelah mengikuti Sekolah Petani, petani memperoleh
peningkatan kualitas diri bila dibandingkan dengan
sebelumnya saat menjadi petani biasa. Banyak petani alumni
yang dulunya tidak berani tampil dan berbicara di depan
umum, kemudian memiliki keberanian tersebut. Sebelumnya
tidak tahu, setelah itu menjadi tahu. Petani alumni juga merasa
lebih percaya diri dalam mengembangkan usaha pertaniannya.
Tidak mudah dipengaruhi oleh pihak lain, terutama yang akan
merugikan dirinya. Seperti yang banyak terjadi di berbagai
wilayah program, saat musim panen tiba, banyak tengkulak
yang mencoba untuk mempengaruhi petani agar maun
menjual panenannya kepada mereka. Tetapi para petani tidak
terpengaruh, bahkan berani menolak dengan mengemukakan
argumentasi yang masuk akal.

Ketrampilan-ketrampilan teknis maupun non teknis yang dimiliki petani, seperti mahir dalam
perencanaan, pengendalian hama, budidaya tanaman, maupun pengolahan pasca panen,
mampu membentuk karakter petani yang berkualitas tinggi.
5. Petani Punya Kemampuan Berfikir Kritis (Critical Thinking Capacity)
Kemampuan berpikir kritis yang dimaksud adalah petani mempunyai kemampuan melihat,
menangkap, menganalisa, dan memecahkan masalahnya sendiri tanpa bergantung pada pihak
lain.
Petani alumni dapat menentukan keputusan yang berlandaskan pertimbangan-pertimbangan
logis. Misalnya, petani melakukan studi pemupukan bukan untuk sekedar menjawab seberapa
banyak pupuk yang pas untuk dipakai di sawahnya, melainkan juga ingin mengetahui masalahmasalah lain, seperti kondisi tanah di sawahnya, misalnya. Bila di daerah tertentu ada kegiatan
yang dilakukan petani alumni untuk memasyarakatkan kedelai hitam lewat kesenian, maka itu
bukan sekedar ingin cara aneh saja. Melainkan mempunyai pertimbangan-pertimbangan
khusus untuk itu, seperti misalnya masyarakat di desanya suka akan kesenian tertentu, suka
jenis kesenian tertentu, dan lain-lain. Oleh karenanya tidak mengherankan kalau hampir di
setiap kelompok Sekolah Petani muncul gubahan lagu-lagu tentang ajakan dan keuntungan
menanam kedelai hitam.
Petani alumni yang kritis selalu mempertanyakan dan mempertanyakan terus pada diri sendiri
tentang sesuatu masalah, hingga mendapatkan jawaban yang sebenarnya. Penelitian dan
percobaan baik yang dilakukan secara bersama maupun sendiri adalah perwujudan dari rasa
tidak puas terhadap satu jawaban untuk mencari pemecahan masalah.

112

113

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

BAGIAN 8 :
EPILOG

114

115

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Di dalam bangunan kandang yang cukup


besar dan berisi belasan ekor sapi itu, Pak
Noto pun bercerita panjang-lebar tentang
dirinya. Ia mengatakan kalau ia hanyalah
seorang petani utun (lugu) yang kebetulan
pernah menjadi peserta Sekolah Lapangan
seperti yang pagi itu sedang berlangsung
di dusun tersebut. Ia mengikuti Sekolah
Lapangan Pengendalian Hama Terpadu
(SLPHT) yang diselenggarakan tahun 1995.
Ia bersama 24 petani lain di desa ini belajar
SLPHT Padi yang merupakan Program
Nasional yang diselenggarakan melalui Dinas
Pertanian setempat saat itu. Setelah itu ia
pun melanjutkan mengikuti SLPHT Kedelai
pada tahun yang sama.

Mengolah Pikir,
Mengasah Hati

SELASA PAGI, 14 Agustus 2012, pukul 08.00,


para peserta Sekolah Petani Kedelai Hitam di
Dusun Krapyak, Desa Purworejo, Kecamatan
Pilangkenceng, Kabupaten Madiun sudah
terjun ke sawah melakukan pengamatan
rutin di lahan praktek. Setelah beberapa saat
melakukan pengamatan, petani peserta yang
terdiri laki-laki dan perempuan menuju ke
ruang pertemuan yang tidak jauh dari lahan
praktek, untuk melakukan mendiskusikan
dan menggambar keadaan agroekosistem
di lahan yang baru saja diamati. Ruang itu
berada di kompleks unit pengembangan dan
pengolahan pupuk organik, yang di areal
itu terdapat kandang yang memuat belasan
ekor sapi, penampungan limbah kotoran sapi,
penyimpanan jerami pakan ternak, lahan
praktek, sumur, dan sebagainya.

Selagi para peserta tekun melakukan kerja


kelompok dan berdiskusi, nampak seorang
laki-laki berkaos hijau yang sejak pagi
giat memeriksa kandang dan sapi-sapi
yang ada di situ. Sekedar iseng, penulis
mencoba menghampiri laki-laki tersebut.
Setelah berkenalan dan sedikit membuka
perbincangan, penulis jadi tahu petani
tersebut bernama Pak Noto Miharjo yang
sudah berusia 67 tahun. Pak Noto yang ramah
dan murah senyum itu pun melanjutkan
perbincangan dengan menjelaskan selukbeluk kegiatan pengolahan pupuk organik
yang ada di desanya itu. Rasa penasaran pun
muncul karena kefasihan dan kemampuannya
dalam memberikan penjelasan yang runtut.
Penulis pun menelisiknya lebih jauh siapakah
ia sejatinya.

Pada tahun itu pula Pak Noto terpilih dalam


seleksi untuk menjadi petani pemandu
SLPHT. Ia mengikuti pelatihan petani
pemandu tingkat Kabupaten Madiun selama
satu minggu bersama petani-petani alumni
SLPHT yang lain. Setelah itu, ia dan rekan
sesama petani pemandu kembali ke desanya
untuk mengorganisir kegiatan Sekolah
Lapangan. Sejak tahun 1995 hingga 1997 ia
memandu sebanyak 3 unit kegiatan Sekolah
Lapangan. Baik di desanya sendiri maupun
di desa tetangga.
Ketika penulis bertanya sejauh mana Pak
Noto mengetahui tentang kegiatan Sekolah
Petani Kedelai Hitam di desanya, ia pun
menjawab bahwa ia tahu dan mendukung
adanya kegiatan sekolah bagi petani di
desanya itu.

Ia juga menerangkan bahwa ia lebih memilih


memberikan kesempatan kepada petanipetani yang lebih muda untuk terlibat dalam
kegiatan Sekolah Petani Kedelai Hitam
ini. Biar banyak petani yang pintar dalam
membudidayakan tanaman secara sehat,
katanya.

Saya pilih memberi


kesempatan kepada
petani-petani yang
lebih muda untuk
belajar di Sekolah
Petani...

116

117

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Salah satu bentuk dukungan nyata Pak Noto pada Sekolah Petani ini adalah ia juga menanam
kedelai hitam di lahannya sendiri. Salah satu lahan yang ditanaminya terletak persis di sebelah
lahan praktek Sekolah Petani tadi. Ia pun mengatakan bahwa tanaman kedelainya musim ini
tidak pernah disemprot pestisida hingga sampai pada fase berbunga. Kira-kira umur 50 hari
setelah tanam.
Memang, saat penulis mengikuti para petani peserta Sekolah Petani mengamati tanaman
kedelai hitam di lahan praktek, salah satu petani pemandu Sekolah Petani ini, Pak Purwadi,
mengatakan tentang hal yang sama

Tanaman kedelai hitam di lahan ini ditanam oleh


seorang petani yang dulu pernah menjadi petani
pemandu SLPHT. Sampai saat ini tidak pernah
disemprot...
Selama ini, Pak Noto berusaha keras menanam tanaman padi dan palawija terutama kedelai
secara sehat tanpa bahan kimia. Kebiasaan ini senantiasa dipraktekkannya sejak 1995. Jadi,
hampir 20 tahun terakhir ini ia sebagai alumnus Sekolah Lapangan sekaligus petani pemandu
berusaha konsisten dengan apa yang disampaikannya kepada petani lain. Baik itu melalui
Sekolah Lapangan maupun forum lain. Di usianya yang sudah tidak muda lagi, ia masih tetap
bersemangat dan aktif terlibat dalam kegiatan pengolahan pupuk organik di desanya bersama
anggota Kelompok Tani Margomulyo lainnya.
Pak Noto Miharjo memang bukan peserta Sekolah Petani Kedelai Hitam yang sedang
berlangsung di desanya saat ini. Namun, ia adalah salah satu alumnus kegiatan serupa. Lalu
pertanyaannya adalah apa yang harus dilakukan agar banyak petani alumni Sekolah Petani
Kedelai Hitam bisa seperti Pak Noto Miharjo nantinya?

Mengasah Otak, Mengolah Hati

118

119

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Jumlah
Petani

Jumlah
Petani

No

Desa

Kecamatan

Kabupaten

Tahun

2012

25

31

KUWU

BALEREJO

MADIUN

2011

25

KULONPROGO

2012

25

32

SUMBERAGUNG

GONDANG

NGANJUK

2011

25

MADIUN

2012

25

33

KETAWANG

GONDANG

NGANJUK

2011

25

JIWAN

MADIUN

2012

25

34

NGUJUNG

GONDANG

NGANJUK

2011

25

PURWOREJO

PILANGKENCENG

MADIUN

2012

25

35

SEKAR PUTIH (DARES)

WIDODAREN

NGAWI

2011

25

MUNENG

PILANGKENCENG

MADIUN

2012

25

36

JATIGEMBOL

KEDUNGGALAR

NGAWI

2011

25

PURWOREJO

PILANGKENCENG

MADIUN

2012

25

37

BANGUNREJO

KEDUNGGALAR

NGAWI

2011

25

MUNENG

PILANGKENCENG

MADIUN

2012

25

38

GUNUNG SARI

ARJOSARI

PACITAN

2011

25

KRAMAT

NGANJUK

NGANJUK

2012

25

39

RONOSENTANAN

SIMAN

PONOROGO

2011

25

10

PUTREN

SUKOMORO

NGANJUK

2012

25

40

JATIREJO

LENDAH

KULONPROGO

2010

25

SIDOREJO

LENDAH

KULONPROGO

2010

25

No

Desa

Kecamatan

Kabupaten

Tahun

KRANGGAN

GALUR

KULONPROGO

KRANGGAN

GALUR

JIWAN

JIWAN

JIWAN

11

PUTREN

SUKOMORO

NGANJUK

2012

25

41

12

KARANG TENGAH

BAGOR

NGANJUK

2012

25

42

KEDUNGBANTENG

PILANGKENCENG

MADIUN

2010

25

13

KARANG TENGAH

BAGOR

NGANJUK

2012

25

43

KENONGOREJO

PILANGKENCENG

MADIUN

2010

25

14

KRAMAT

NGANJUK

NGANJUK

2012

25

44

WARUJAYENG

TJ. ANOM

NGANJUK

2010

25

15

JATIGEMBOL

KEDUNGGALAR

NGAWI

2012

25

45

KETAWANG

KETAWANG

NGANJUK

2010

25

16

JENGGRIK

KEDUNGGALAR

NGAWI

2012

25

46

SUMBERAGUNG

GONDANG

NGANJUK

2010

25

17

JENGGRIK

KEDUNGGALAR

NGAWI

2012

25

47

PLOSO LOR

KARANGJATI

NGAWI

2010

25

18

BANGUNREJO KIDUL

KEDUNGGALAR

NGAWI

2012

25

48

PELANG LOR

KEDUNGGALAR

NGAWI

2010

25

19

JATIGEMBOL

KEDUNGGALAR

NGAWI

2012

25

49

JATIGEMBOL

KEDUNGGALAR

NGAWI

2010

25

JENGGRIK

KEDUNGGALAR

NGAWI

2010

25

20

BANGUNREJO KIDUL

KEDUNGGALAR

NGAWI

2012

25

50

21

KEMBANG

PACITAN

PACITAN

2012

25

51

PRINGKUKU

PRINGKUKU

PACITAN

2010

25

22

PRAJEGAN

SUKOREJO

PONOROGO

2012

25

52

PRINGKUKU

PRINGKUKU

PACITAN

2010

25

23

PRAJEGAN

SUKOREJO

PONOROGO

2012

25

53

KEMBANG

KEMBANG

PACITAN

2010

25

24

GANDUSARI

GANDUSARI

TRENGGALEK

2012

25

54

WONOANTI

GANDUSARI

TRENGGALEK

2010

25

25

KARANGANYAR

GANDUSARI

TRENGGALEK

2012

25

55

SRIHARDONO

PUNDONG

BANTUL

2009

25

26

KALIAGUNG

SENTOLO

KULONPROGO

2011

25

27

DONOMULYO

NANGGULAN

KULONPROGO

2011

25

28

NGALE

PILANGKENCENG

MADIUN

2011

25

29

PILANGKENCENG

PILANGKENCENG

MADIUN

2011

25

30

SUMBERSARI

SARADAN

MADIUN

2011

25

120

121

Mengasah Otak, Mengolah Hati

YAYASAN UNILEVER INDONESIA

Mengasah Otak, Mengolah Hati

122

123

Mengasah Otak, Mengolah Hati

Mengasah Otak, Mengolah Hati

YAYASAN FIELD INDONESIA


FIELD Indonesia (Farmers Initiatives for Ecological Livelihoods and Democracy - Prakarsa Petani
untuk Perikehidupan yang Ekologis dan Demokratis) adalah sebuah organisasi yang mendukung
kelompok masyarakat marginal melalui pola pendidikan pemberdayaan.
FIELD Indonesia membantu Yayasan Unilever Indonesia dalam pengembangan metodologi dan
pelaksanaan Sekolah Petani Kedelai Hitam, yang terkait dengan pengelolaan agroekosistem
pada tanaman kedelai hitam, pertanian berkelanjutan, dan komponen program lainnya
FIELD Indonesia didirikan pada 1 Juni 2001. Staf senior FIELD Indonesia adalah alumni dari
tim bantuan teknis FAO pada Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang
diselenggarakan selama tahun 1990-an dan Program Masyarakat PHT di Asia di tahun 19982002.
Pola kegiatan FIELD Indonesia meliputi berbagai pendekatan belajar, termasuk Sekolah
Lapangan, Studi Petani, Riset Aksi, Masyarakat, Perikehidupan Berkelanjutan (Sustainable
Livelihoods Framework), dan Advokasi Masyarakat.

Visi FIELD Indonesia adalah masyarakat marginal di Indonesia mampu 'merebut' dan
mengelola kembali ruang publik mereka dan memperbaiki perikehidupannya. Misinya adalah
memfasilitasi masyarakat marginal agar mampu untuk:
Menganalisis dan memahami keadaan ekosistem yang merupakan basis perikehidupannya
secara teknis, sosial dan politis.
Mengorganisir diri dalam melakukan aksi untuk memperbaiki kondisi kehidupannya yang
selaras dan adil dengan alam dan lingkungannya (ekologis) dan adil dengan orang lain
(demokratis).
FIELD Indonesia juga bekerja dalam program-program, antara lain sekolah lapangan konservasi
keanekaragaman hayati dan penghidupan masyarakat, sekolah lapangan pengembangan
sumber daya genetik petani di tanaman padi, sayuran dan ternak, sistem pangan lokal dan
keanekaragaman hayati pertanian, riset aksi masyarakat untuk advokasi dan perubahan
kebijakan lokal, pertanian ekologis-organis pada padi dan sayuran. FIELD Indonesia merupakan
anggota jaringan FIELD Alliance.

124

125

Mengasah Otak, Mengolah Hati

RUJUKAN
Cahyana, Wisyastama, dkk. Sains Petani. Jakarta. Program Nasional
Pengendalian Hama Terpadu-FAO. 1997
Dilts, Russell. Sekolah Lapangan: Suatu Upaya Pembaharuan Penyuluhan
Pertanian. Jakarta. Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu-FAO. 1995
___________. Menyekolahkan Kembali Masyarakat. Jakarta. Prisma. 1995
Padmanagara, Salmon. Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT):
Pengembangan Sumber Daya Manusia di Lapangan. Jakarta. Program Nasional
Pengendalian Hama Terpadu-FAO. 1995
Pontius, John. Petunjuk Lapangan Analisa Dampak. Jakarta. Program Nasional
Pengendalian Hama Terpadu-FAO. 1996
Pontius, John. dan Simon HT. Bagaimana Melaksanakan Pelatihan Petani
Pemandu SLPHT?. Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu. Jakarta.
Departemen Pertanian. 1996
Thorburn, Craig. Kami Bisa!: Sekolah Lapangan untuk Ketahanan Daerah Aliran
Sungai dan Kesehatan. Jakarta. FIELD Indonesia. 2010
Tim Pemandu Lapangan I Nasional. Sekolah Lapangan Pengendalian Hama
Terpadu (SLPHT). Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu. Jakarta.
Departemen Pertanian. 1995

Mengasah Otak, Mengolah Hati

126

Anda mungkin juga menyukai