PENDAHULUAN
Setiap manusia memerlukan bahan makanan untuk menunjang kelangsungan
hidupnya. Dengan menggunakan bahan makanan, manusia membangun sel-sel
tubuhnya dan menjaganya agar tetap sehat dan berfungsi sebagaimana mestinya.
Bahan pangan pada umumnya terdiri atas zat-zat kimia, baik yang terbentuk secara
alami ataupun secara sintetis. Makanan agar-agar merupakan salah satu jenis
makanan yang banyak disukai terutama anak-anak. Kemungkinan karena
kekenyalannya yang mudah untuk ditelan atau rasanya yang manis serta warnanya
yang menarik sehingga dapat menambah selera. Warna dari suatu produk makanan
ataupun minuman merupakan salah satu ciri yang penting. Warna merupakan salah
satu kriteria dasar untuk menentukan kualitas makanan, antara lain warna dapat
memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan, seperti pencoklatan
(deMan JM. 1997). Warna juga mempengaruhi persepsi akan rasa.
Tujuan dari penggunaan zat warna tersebut adalah untuk membuat penampilan
makanan dan minuman menjadi menarik, sehingga memenuhi keinginan konsumen.
Awalnya, makanan diwarnai dengan zat warna alami yang diperoleh dari tumbuhan,
hewan, atau mineral, akan tetapi proses untuk memperoleh zat warna alami adalah
mahal. Selain itu, zat warna alami umumnya tidak stabil terhadap pengaruh cahaya
dan panas sehingga sering tidak cocok untuk digunakan dalam industri makanan.
Maka, penggunaan zat warna sintetik pun semakin meluas. Keunggulan-keunggulan
zat warna sintetik adalah lebih stabil dan lebih tahan terhadap berbagai kondisi
lingkungan. Daya mewarnainya lebih kuat dan memiliki rentang warna yang lebih
luas. Selain itu, zat warna sintetik lebih murah dan lebih mudah untuk digunakan
(deMan JM. 1997; Smith J. 1991; Nollet LML. 1996).
Sejak pertama kali dibuat pada tahun 1856 hingga saat ini, telah banyak zat
warna sintetik yang diciptakan. Akan tetapi, ternyata banyak pula zat warna sintetik
itu memiliki sifat toksik (Marmion DM. 1984). Dalam suatu penelitian, diperoleh zat
warna azo (Amaranth, Allura Red, dan New Coccine) terbukti bersifat genotoksik
terhadap mencit (Tsuda S. et al. 2006). Maka peredarean produksi pewarna sintetis
pada makanan perlu mendapat sorotan. Di Indonesia dalam Peraturan Menteri
Kesehatan RI No.239/Menkes/Per/V/85 dan Kep. Dir. Jend. POM Depkes RI Nomor:
00386/C/SK/II/90 tentang Perubahan Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
239/Menkes/Per/V/85, terdapat 34 jenis zat warna yang dinyatakan sebagai bahan
berbahaya dan dilarang penggunaannya pada makanan (Utami ND.2005; Dirjen
POM 1997).
Makanan yang beredar di masyarakat memiliki warna yang bermacam- macam
dan kebanyakan menggunakan zat warna sintetik. Dengan adanya peraturan yang
telah ditetapkan, diharapkan keselamatan konsumen dapat terjamin. Akan tetapi,
kenyataannya tidaklah demikian. Hal tersebut dapat dilihat pada penjual makanan di
pinggiran jalan, biasanya menggunakan bahan tambahan makanan, termasuk zat
warna, yang tidak diijinkan. Hal itu disebabkan karena bahan-bahan itu mudah
diperoleh dalam kemasan kecil di toko dan pasar dengan harga murah (Maskar DH.
2004; Sihombing N.1985). Oleh karena itu, adanya zat warna sintetik yang tidak
diijinkan dalam makanan, dapat terjadi karena kesengajaan produsen makanan
1
menggunakan zat warna sintetik itu, misalnya zat warna tekstil, untuk menghasilkan
warna yang lebih menarik. Atau, hal itu bisa terjadi karena ketidaktahuan produsen
makanan membeli zat warna sintetik yang dikiranya aman, tetapi ternyata
mengandung zat warna sintetik yang tidak diijinkan.
Agar-agar yang merupakan makanan dengan berbagai warna memiliki daya
tarik tersendiri pada masyarakat terutama anak-anak. Bahan dasar dari agar-agar ini
adalah rumput laut, dan cara pengolahannya yaitu air dimasak sampai mendidih
kemudian dimasukkan agar-agar bersamaan dengan gula, diaduk terus-menerus
supaya tidak menggumpal, setelah matang didinginkan baru kemudian dicetak sesuai
selera (F. G.Winarn o, 2004).
Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada
beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur dan nilai gizinya. Faktor warna
tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan mutu dari makanan.
Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan
sebagai indikator kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara pencampuran atau
cara pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata.
(F.G.Winarno 2004).
Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu
permasalahan, apakah jenis zat pewarna yang ditambahkan pada makanan agaragar yang beredar di Pasar Doro Pekalongan dan apakah zat warna yang digunakan
sesuai dengan Permenkes RI No.722/Per/lX/1988 tentang Tambahan Makanan?
Bahan tujuan penelitian adalah untuk mengetahui jenis zat pewama sintetis
yang ditambahkan pada makanan agar-agar yang beredar di pasar Doro dan
membandingkan hasil penelitian dengan Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988.
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan bisa menambah
pengetahuan bagi peneliti dan juga dapat menginformasikan kepada masyarakat
mengenai jenis pewarna sintetis yang ditambahkan pada makanan agar-agar, apakah
layak dikonsumsi dan tidak mengganggu kesehatan dan bagi produsen diharapkan
menggunakan bahan pewarna sintetis yang diizinkan oleh Permenkes RI No.
722/Menkes/Per/IX/1988.
Berbagai macam senyawa dewasa ini telah dapat dengan mudah dipisahkan
dengan menggunakan metode-metode yang sesuai. Teknologi yang canggih
setidaknya juga mampu menghasilkan suatu metode-metode pemisahan yang dapat
mempermudah memisahkan komponen-komponen dari campurannya. Adapun
metode-metode pemisahan antara lain yakni ekstraksi, destilasi dan kromatografi.
Suatu analisis baik secara kualitatif maupun kuantitatif dapat dilakukan dengan
mengaplikasikan salah satu dari banyak metode pemisahan yang ada.
Salah satu metode pemisahan yang sering digunakan yaitu kromatografi.
Kromatografi adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk bermacam-macam
teknik pemisahan yang didasarkan atas partisi sampel diantara suatu fase gerak
yang bisa berupa gas ataupun cair dan fase diam yang juga bisa berupa cairan
ataupun suatu padatan. Kromatografi digunakan untuk memisahkan campuran dari
2
II.
PRINSIP KERJA
Prinsip dasar kromatografi kertas adalah pasrtisi multiplikarat suatu senyawa
antara dua cairan yang saling tidak bercampur. Pemisahan dengan kromatografi
kertas akan terjadi bila sampel campuran dilewatkan pada permukaan zat inert (zat
yang tidak reaktif/tidak mudah bereaksi secara kimia), seperti alumina, silika, atau
kertas khusus.
Hasil pemisahan dengan kromatografi kertas dapat terbentuk bila terdapat
sebuah fase diam dan fase gerak. Fase diam biasanya berupa padatan maupun
cairan yang didukung padatan, misalnya zat inert. Fase bergerak dapat berupa gas
atau cairan, sebab gas ataupun cairan tersebut akan bergerak bersama-sama
sampel campuran melewati fase diam (zat inertnya).
Pemisahan dapat terjadi karena perbedaan daya absorbans zat-zat penyusun
dengan permukaan zat inert, atau perbedaan kelarutan zat-zat penyusun campuran
dalam fase gerak, atau efek dari keduanya. Pelarut bergerak lambat pada kertas
yang menyebabkan komponen-komponen bergerak pada laju yang berbeda dan
campuran dipisahkan berdasarkan pada perbedaan bercak warna.
III.
TINJAUAN TEORI
A. Kromatografi
Kromatografi pertama kali diberikan oleh Michel Tswett, seorang ahli dari Botani
Rusia, yang menggunakan kromatografi untuk memisahkan klorofil dari pigmen - pigmen
lain pada ekstrak tanaman. Kromatografi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua
kata yaitu chromos yang berarti warna dan graphos yang berarti menulis. Meskipun
kromatografi diturunkan dari kata warna dan tulis, warna senyawa-senyawa tersebut jelas
hanya kebetulan saja terjadi dalam proses pemisahan ini. Tswett sendiri mengantisipasi
penerapan pada beraneka ragam sistem kimia. Seandainya karyanya segera ditanggapi
dan diperluas, beberapa bidang sains mungkin akan lebih cepat maju. Demikianlah
kromatografi tetap tersembunyi sampai sekitar tahun 1931, ketika pemisahan karotena
tumbuhan dilaporkan oleh ahli sains organik terkemuka. Penelitian ini menarik lebih
banyak perhatian dan kromatografi adsorsi menjadi meluas pemakaiannya dalam bidang
kimia hasil alam.
Ada dua fase dalam kromatografi, yaitu:
a. Fasa diam (adsorben atau lapisan penyerap)
Bertindak sebagai pemisah campuran.Contoh pelrut yang digunakan adalah silika
gel, alumunium oksida, selulosa. Namun yamg paling banyak digunakan adalah
slika gel dan alumunium oksida karena kadar air yang digunakan berpengaruh
nyata terhadap daya.
b. Fasa gerak (Eluen)
2.
3.
4.
Selain kemajuan utama ini, yang memberi mekanisme tambahan pada adsorpsi
untuk mendistribusikan zat terlarut antara fase - fase stationer dan mobil, muncul juga
modifikasi dalam geometri sistem kromatografi, seperti dalam kromatografi kertas dan
kromatografi lapis tipis.
Perkembangan teoritis yang memungkinkan pemahaman tuntas akan proses
kromatografi dan karenanya menjelaskan faktor - faktor yang menentukan penampilan
kolom, pertama kali muncul dalam hubungan dengan kromatografi gas. Namun
pandangan-pandangan tertentu diantaranya terbukti dengan penyesuaian yang cocok,
sama menolongnya dengan memahami kromatografi dalam mana fase geraknya adalah
cairan. Jadi sekitar tahun 1968 mulailah suatu revolusi dalam kromatografi cairan yang
menjanjikan kecepatan dan efisiensi baru dalam memisahkan senyawa yang tak dapat
dikerjakan dengan kromatografi gas ( Aphiin, 2012).
Kromatografi adalah suatu metode pemisahan fisik, di mana komponen-komponen
yang dipisahkan didistribusikan di antara dua fasa, salah satu fasa tersebut adalah suatu
lapisan stasioner dengan permukaan yang luas, yang lainnya sebagai fluida yang
mengalir lembut di sepanjang landasan stasioner. Fasa stasioner bisa serupa padatan
maupun cairan, sedangkan fasa bergerak bisa berupa cairan maupun gas. Dalam semua
teknik kromatografi, zat - zat terlarut yang dipisahkan bermigrasi sepanjang kolom (seperti
dalam kromatografi kertas atau lapis tipis, ekivalen fisik kolom), dan tentu saja dasar
pemisahan terletak dalam laju perpindahan yang berbeda.
Metode kromatografi adalah teknik yang efektif dan dapat digunakan untuk
memisahkan komponen yang sulit dipisahkan dengan metode lain. Berdasarkan proses
terjadi, kromatografi dibedakan menjadi kromatografi partisi, ditemukan dalam
kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis, kromatografi adsorpsi, ditemukan dalam
kromatografi kolom, kromatografi pertukaran ion dan kromatografi eklusi.
Beberapa zat yang diteteskan pada kertas dapat bergerak pindah lebih cepat
daripada yang lain. Kelarutan suatu partikel terhadap pelarutnya mempengaruhi
kecepatan perpindahan tersebut. Semakin mudah suatu partikel larut, semakin cepat pula
5
laju geraknya. Suatu campuran pewarna dapat dipisahkan dengan teknik kromatografi
karena adanya perbedaan kelarutan antara zat penyusun campuran pewarna tersebut.
Selain itu, kecepatan bergerak partikel penyusun sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel
penyusunnya. Partikel penyusun yang lebih akan bergerak lebih cepat daripada partikel
penyusun yang berukuran lebih besar .
Pengukuran uji kromatografi dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Secara
kuantitatif, perbandingan jarak yang ditempuh oleh suatu warna dengan jarak pelarut
disebut dengan Rf. Variasi jumlah Rf menunjukkan banyaknya komponen penyusun
campuran yang sedang kita pisahkan dengan metode kromatografi ini. Berbagai nilai Rf
ini kita bandingkan satu sama lain. Nilai Rf yang terbesar dimiliki oleh komponen
penyusun yang memiliki ukuran partikel terkecil dan sebaliknya nilai Rf yang terkecil
adalah yang memiliki ukuran partikel penyusun terbesar (Rizki, 2010).
Secara umum, teknik kromatografi terbagi ke dalam beberapa jenis yaitu, Kromatografi
gas dan Kromatografi cair
1. Kromatografi Cair ( Liquid Chromatography )
Kromatografi Cair adalah kromatografi dengan fasa gerak berupa zat cair, Kromatografi
cair merupakan teknik yang tepat untuk memisahkan ion atau molekul yang terlarut dalam
suatu larutan. Jika larutan sampel berinteraksi dengan fase stasioner, maka molekulmolekul didalamnya berinteraksi dengan fase stasioner; namun interaksinya berbeda
dikarenakan perbedaan daya serap (adsorption), pertukaran ion (ion exchange), partisi
(partitioning), atau ukuran. Perbedaan ini membuat komponen terpisah satu dengan yang
lain dan dapat dilihat perbedaannya dari lamanya waktu transit komponen tersebut
melewati kolom. Terdapat beberapa jenis kromatografi cair, diantaranya :
6
a) Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom adalah suatu metode pemisahan yang di dasarkan pada
pemisahan daya adsorbsi suatu adsorben terhadap suatu senyawa, baik pengotornya
maupun hasil isolasinya
b) Kromatografi Kertas (Partisi)
Kromatografi kertas adalah suatu metode pemisahan yang menggunakan media
kertas (selulosa) sebagai fase diam, sedangkan untuk fase gerak menggunakan pelarut
atau campuran pelarut yang sesuai. Kromatografi kertas termasuk pada kromatografi
partisi cair-cair. Prinsip kromatografi partisi cair-cair adalah distribusi sampel antara fase
caie diam dan fase cair bergerak dengan membatasi kemampuan pencampuran (contoh,
pemisahan tinta, zat warna, klorofil, make up, dll )
c) Kromatografi Lapisan Tipis (Absorbsi)
Kromatografi lapisan Tipis adalah suatu metode pemisahan yang menggunakan
lempengan tipis yang terbalut gel silica atau alumina sebagai fase diam, sedangkan untuk
fase gerak menggunakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai, digunakan untuk
mengetahui jenis campuran asam amino
d) High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
Kromatografi jenis ini sering juga dikenal dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT) merupakan salah satu teknik kromatografi untuk zat cair yang biasanya disertai
dengan tekanan tinggi. Seperti teknik kromatografi pada umumnya, HPLC berupaya untuk
memisahkan molekul berdasarkan perbedaan afinitasnya terhadap zat padat tertentu.
Cairan yang akan dipisahkan merupakan fasa cair dan zat padatnya merupakan fasa
diam (stasioner).
e) Kromatografi penukar ion
Kromatografi pertukaran ion adalah salah satu teknik pemurnian senyawa spesifik di
dalam larutan campuran. Prinsip utama dalam metode ini didasarkan pada interaksi
muatan positif dan negatif antara molekul spesifik dengan matriks yang barada di dalam
kolom kromatografi.Metode ini pertama kali dikembangkan oleh seorang ilmuwan
bernama Thompson pada tahun1850. Secara umum, teradapat dua jenis kromatografi
pertukaran ion, yaitu:
digunakan biasanya berupa matriks dekstran yang mengandung gugus karboksil (CH2-CH2-CH2SO3- dan -O-CH2COO-). Larutan penyangga (buffer) yang digunakan
dalam sistem ini adalah asam sitrat, asam laktat, asam asetat, asam malonat, buffer
MES dan fosfat.
Fase Diam
Ada banyak macam penukar ion, tetapi penukar ion polisterina berikatan silang
paling luas penggunaannya.Gambar 65. b menggambarkan struktur resina penukar anion
dengan matriks poliestirena berikatan silang yang sama, tetapi dengan gugus
tetraalkilamonium. Resina poliestirena kerng cenderng mengembang jika dimasukkan
dalam pelarut. Air menetrasi ke dalam resina dan hidrasi, membentuk larutan sangat
pekat dalam resina. Tekanan osmosa cenderung menekan air lebih banyak ke dalam
resina dan padatan itu mengembang, jadi volumenya bertambah. Jumlah air yang diambil
resina tergantung pada ion penukar dari resina dan menurun dengan bertambahnya
jumlah ikatan silang. Resina penukaran ion juga mengembang dalam pelarut organik,
tetapi pengembangannya lebih kecil daripada dalam air.
Fase Gerak
Kebanyakan pemisahan kromatografi penukar ion dilakukan dalam media air sebab
sifat ionisasi dari air. Dalam beberapa hal, digunakan pelarut campuran seperti air, alkohol
dan juga pelarut organik. Kromatografi penukar ion dengan fase gerak media air, reteni
puncak dipengaruhi oleh kadar garam total atau kekuatan ionik dan oleh pH fasa gerak.
Kenaikkan kadar garam dalam fasa gerak menurunkan retensi senyawa cuplikan. Hal ini
disebabkan oleh penurunan kemampuan ion cuplikan bersaing dengan ion fasa gerak
untuk gugus penukar ion pada resina.
f) Kromatografi elektroforesis
Kromatografi elektroforesis menyangkut perbedaan migrasi spesies-spesies
bermuatan dalam suatu larutan di bawah pengaruh dari penggunaan suatu gradient
potensial. Kecepatan migrasi setiap spesies tergantung atas ukuran, bentuk dan muatan
spesiesnya. Metoda elektroforesis merupakan metoda pemisahan suatu zat berdasarkan
perbedaan muatan dan massa melekul relative dari komponen-komponennya.
Pemisahan terjadi karena perbedaan laju migrasi komponen-komponen bermuatan oleh
pengaruh medan listrik.
a.
b.
c.
d.
10
kertas dilakukan dengan cara membandingkan harga relative response factor (Rf). Nilai
Rf identik dengan time retention (tR) atau volume retention (VR).
Harga Rf zat baku dapat diidentifikasikan komponen campuran, karena harga
besaran ini bersifat khas untuk setiap zat asal digunakan jenis pengembang yang sama.
Kadang-kadang pemisahan dalam satu arah belum memberikan hasil yang memuaskan.
Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, dapat dipakai cara kromatografi kertas dua
dimensi, yang mana letak kertas diubah sehingga arah pemisahan juga berubah.
Beberapa teknik elusi yang biasa digunakan dalam kromatografi kertas yaitu
Metode Penaikan (Ascending)
11
elusinya oleh karena faktor gravitasi berpengaruh pada kecepatan aliran eluen dan
gerakan komponen yang memisah.
Ada satu hal yang perlu mendapat perhatian pada teknik descending, yaitu
cara mengalirkan eluen dan atas ke bawah. ini dapat ditempuh dengan
menghubungkan kertas atau lapis tipis dengan kertas saring yang dicelupkan pada
tangki atau bejana penyedia eluen.Pada kromatografi kertas lebih banyak
digunakan sistem menurun sehingga lebih cepat perambatannya. Keuntungan
yang lain, lembaran kertas yang digunakan lebih panjang sehingga dapat
dipisahkan campuran yang lebih kompleks. Pemisahan yang terjadi berdasar atas
peristiwa partisi, karena fase gerak yang digunakan adalah pelarut organik yang
semi polar. Dan umumnya pelarut yang digunakan mengandung air sehingga air
akan mudah terikat oleh selulosa, dan selulosa dapat mengembang menyerap air,
maka air akan berfungsi sebagai fase diam.
13
Rf =
14
pelat. Juga perlu diingat bahwa campuran pelarut harus saling tidak melarutkan atau
bersifat immisibel, tetapi sampel harus mempunyai kelarutan yang tinggi pada eluen.
Eluen yang mudah menguap dan tidak meninggalkan noda pada kertas pada umumnya
lebih baik digunakan.
Klasifikasi Kromatografi Kertas berdasarkan Pelarut yang Digunakan
Kromatografi kertas menggunakan pelarut non polar Anggaplah anda menggunakan
pelarut non polar seperti heksana untuk mengerjakan kromatogram. Molekul-molekul
polar dalam campuran yang anda coba untuk pisahkan akan memiliki sedikit atraksi untuk
molekul-molekul air dan molekul-molekul yang melekat pada selulosa, dan karena akan
menghabiskan banyak waktunya untuk larut dalam pelarut yang bergerak. Molekulmolekul seperti ini akan bergerak sepanjang kertas diangkut oleh pelarut. Mereka akan
memiliki nilai Rf yang relatif tinggi.
Dengan kata lain, molekul-molekul polar akan memiliki atraksi yang tinggi untuk
molekul-molekul air dan kurang untuk pelarut yang non polar. Dan karenanya, cenderung
untuk larut dalam lapisan tipis air sekitar serat lebih besar daripada pelarut yang bergerak.
Karena molekul-molekul ini menghabiskan waktu untuk larut dalam fase diam dan kurang
dalam fase gerak, molekul-molekul tidak akan bergerak sangat cepat pada kertas.
Kecenderungan senyawa untuk membagi waktunya antara dua pelarut yang tidak
bercampur (misalnya pelarut heksana dan air yang mana tidak bercampur) disebut
sebagai partisi. Kromatografi kertas menggunakan pelarut non-polar kemudian menjadi
tipe kromatografi partisi.
Kromatografi kertas menggunakan air dan pelarut polar lainnya
Jika anda mempunyai air sebagai fase diam, tidak akan sangat berbeda makna
antara jumlah waktu substansi menghabiskan waktu dalam campuran dalam bentuk
lainnya. Seluruh substansi seharusnya setimbang kelarutannya (terlarut setimbang)
dalam keduanya. Namun, kromatogram pertama yang telah anda buat mungkin
merupakan tinta menggunakan air sebagai pelarut. Jika air bertindak sebagai fase gerak
selayaknya menjadi fase diam, akan terdapat perbedaan mekanisme pada mekanisme
kerja dan harus setimbang untuk pelarut-pelarut polar seperti alkohol, misalnya. Partisi
hanya dapat terjadi antara pelarut yang tidak bercampur satu dengan lainnya. Pelarutpelarut polar seperti alkohol rendah bercampur dengan air.
Faktor yang mempengaruhi harga Rf yaitu :
1) Pelarut
Disebabkan pentingnya koefesien partisi, maka perubahan-perubahan yang
sangat kecil dalam komposisi pelarut dapat menyebabkan perubahan-perubahan
harga Rf
2) Suhu
Perubahan dalam suhu merubah koefesien partisi dan juga kecepatan aliran
3) Ukuran dari bejana
Volume dari bejana mempengaruhi homogenitas dari atmosfer jadi mempengaruhi
kecepatan penguapan dari komponen-komponen pelarut dari kertas. Jika bejana
16
besar digunakan, ada tendensi perambatan lebih lama, seperti perubahanperubahan komposisi pelarut sepanjang keras, maka koefesien partisi akan
berubah juga. Dua faktor yaitu penguapan dan komposisi mempengaruhi harga
Rf.
4) Kertas
Pengaruh utama kertas pada harga-harga Rf timbul dari perubahan ion dan
serapan, yang berbeda untuk macam-macam kertas. Kertas-kertas mempengaruhi
kecepatan aliran , ia akan juga mempengaruhi pada keseimbangan partisi.
5) Sifat dari campuran
Berbagai senyawa mengalami partisi diantara volume-volume yang sama dari fase
tetap dan bergerak . Mereka hampir selalu mempengaruhi karakteristik dari
kelarutan satu terhadap lainya hingga terhadap harga-harga Rf mereka.
(Susila,2013)
IV.
Dari tahun 1903 kromatigrafi kertas sudah mulai digunakan untuk memisahkan
senyawa-senyawa berwarna, namun pada saat ini kebanyakan pemisahan secara
kromatografi diperuntukan juga untuk senyawa-senyawa yang tak berwarna, termasuk
gas. Aplikasi teknik pemisahan kromatografi kertas dalam kehidupan sehari-hari adalah :
1. Menentukan komponen yang terkandung dalam uang logam.
Cara kerjanya adalah pertama-tama uang logam warna kuning dan putih
dicuci dan disikat, kemudian ditambahkan dengan HCl pekat sebagai pelarut
pemisah komponen uang logam. Selanjutnya cuplikan dari tetesan tersebut
17
pelarut. Dan diperoleh masing- masing untuk kelarutan cuplikan A dan B, serta logam
Ag dan Pb.
Aplikasi kromatografi pada Bidang Lain :
a. Pada Bidang Bioteknologi
Dalam bidang bioteknologi, kromatografi mempunyai peranan yang sangat
besar. Misalnya dalam penentuan, baik kualitatif maupun kuantitatif, senyawa dalam
protein. Protein sering dipilih karena ia sering menjadi obyek molekul yang harus dipurified (dimurnikan) terutama untuk keperluan dalam bio-farmasi. Kromatografi
juga bisa diaplikasikan dalam pemisahan molekul-molekul penting seperti asam
nukleat, karbohidrat, lemak, vitamin dan molekul penting lainnya. Dengan data-data
yang didapatkan dengan menggunakan kromatografi ini, selanjutnya sebuah produk
obat-obatan dapat ditingkatkan mutunya, dapat dipakai sebagai data awal untuk
menghasilkan jenis obat baru, atau dapat pula dipakai untuk mengontrol kondisi
obat tersebut sehingga bisa bertahan lama.
b. Pada Bidang Klinik
Dalam bidang clinical (klinik), teknik ini sangat bermanfaat terutama dalam
menginvestigasi fluida badan seperti air liur. Dari air liur seorang pasien, dokter
dapat mengetahui jenis penyakit yang sedang diderita pasien tersebut. Seorang
perokok dapat diketahui apakah dia termasuk perokok berat atau ringan hanya
dengan mengetahui konsentrasi CN- (sianida) dari sampel air liurnya. Demikian
halnya air kencing, darah dan fluida badan lainnya bisa memberikan data yang
akurat dan cepat sehingga keberadaan suatu penyakit dalam tubuh manusia dapat
dideteksi secara dini dan cepat. Sekarang ini, deteksi senyawa oksalat dalam air
kencing menjadi sangat penting terutama bagi pasien kidney stones (batu ginjal).
Banyak metode analisis seperti spektrofotometri, manganometri, atau lainnya, akan
tetapi semuanya membutuhkan kerja ekstra dan waktu yang cukup lama untuk
mendapatkan hasil analisis dibandingkan dengan teknik kromatografi. Dengan
alasan-alasan inilah, kromatografi kemudian menjadi pilihan utama dalam
membantu mengatasi permasalahan dalam dunia bioteknologi, farmasi, klinik dan
kehidupan manusia secara umum.
c. Pada Bidang Forensik
Aplikasi kromatografi pada bidang forensik pun sangat membantu, terutama
dilihat dari segi keamanan. Masih lekat dalam ingatan kita, sebuah peristiwa Black
September Tragedy mengguncang Amerika pada tanggal 11 September 2001 yang
ditandai dengan runtuhnya dua gedung kesayangan pemerintah Amerika Serikat.
Demikian halnya di Indonesia yang marak dengan aksi peledakan bom yang terjadi
di mana-mana. Perhatian dunia pun akhirnya mulai beralih dengan adanya
peristiwa-peristiwa pengeboman atau peledakan tersebut ke bahaya explosive
(bahan peledak) dengan peningkatan yang cukup tajam. Kini kromatrografi menjadi
hal yang sangat penting dalam menganalisis berbagai bahan-bahan kimia yang
terkandung dalam bahan peledak. Hal ini didorong karena dengan semakin cepat
diketahuinya bahan-bahan dasar apa saja bahan peledak, maka akan makin
19
mempercepat diambilnya tindakan oleh bagian keamanan untuk mengatasi daerahdaerah yang terkena ledakan serta antisipasi meluasnya efek radiasi yang
kemungkinan akan mengena tubuh manusia di sekitar lokasi ledakan. Lebih jauh
lagi, efek negatifnya terhadap lingkungan juga bisa segera diketahui. Pada
dasarnya setiap bahan peledak, baru akan meledak jika terjadi benturan, gesekan,
getaran atau adanya perubahan suhu yang meningkat. Dengan terjadinya hal-hal
seperti ini, memberikan peluang bahan peledak tersebut berubah manjadi zat lain
yang lebih stabil yang diikuti dengan tekanan yang tinggi, yang bisa menghasilkan
ledakan dahsyat atau bahkan munculnya percikan api.
Ada banyak bahan kimia yang biasa digunakan dalam bahan peledak, baik
bahan peledak yang kerkekuatan tinggi maupun rendah, beberapa diantaranya
adalah 2,4,6-trinitrotoluene (TNT), siklonit (RDX), tetril, pentaeritritol tetranitrat
(PETN) dan tetritol serta beberapa anion lain seperti perklorat, klorat, klorida, nitrat,
nitrit, sulfate dan tiosianat. Bisa dikatakan bahwa analisis organic ion (ion organik)
dan inorganic ion (ion anorganik) memainkan peranan yang sangat penting pada
saat investigasi lokasi ledakan bom berlangsung. Pendeteksian ion-ion anorganik
misalnya, setelah pengeboman berlangsung, akan memberikan harapan karena
tidak semua material dari bahan peledak tersebut ikut meledak pada saat terjadi
ledakan. Bahan-bahan anorganik seperti klorat, klorida, nitrat, nitrit, sulfate,
tiosianat, dan perklorat adalah bahan-bahan kimia yang biasa digunakan sebagai
oksidator untuk low explosive (bahan peledak berkekuatan rendah).
d. Dalam bidang lingkungan
Dalam masalah lingkungan, sebagai konsekuensi majunya peradaban
manusia, berarti permasalahan pun semakin maju. Salah satu permasalahan
serius yang dihadapi oleh negara-negara berkembang dan utamanya negara maju
adalah persoalan global warming (pemanasan global). Menurut survei National
Institute for Environmental Studies, Japan, tahun 2006 lalu, bahwa masyarakat di
Jepang memperkirakan tingkat pemanasan global merupakan masalah lingkungan
paling serius dan tingkatannya hampir 7 kali lipat dari satu dekade yang lalu saat
polling kali pertama dilakukan pada tahun 19972). Seiring dengan hal itu,
permasalahan lingkungan pun semakin meningkat. Disinilah, teknik kromatografi
mengambil peran paling penting dalam environmental analysis (analisis lingkungan)
ini. Pada dasarnya permasalahan lingkungan bisa dibagi ke dalam 3 bagian : water
hygiene, soil hygiene dan air hygiene. Sebagai contoh, kualitas air (misal : air
ledeng, air sungai, air danau, air permukaan) dapat diketahui salah satunya dengan
mengetahui jenis anion dan kation yang terkandung dalam sampel air tersebut
sekaligus jumlahnya. Apakah mengandung logam-logam berbahaya atau tidak.
Demikian halnya pada daerah yang terkena acid rain (hujan asam). Antisipasi dini
dapat dilakukan dengan mengetahui secara dini kandungan sulfate ion, SO4 2- (ion
sulfat) dan nitrogen trioxide ion, NO3 - (nitrogen trioksida) yang terdapat dalam air
hujan tersebut. Terbentuknya hujan asam disebabkan gas sulfur oxide, SOx dengan
uap air dan membentuk asam sulfat (H2SO4), demikian pula nitrogen oxide NOx
dapat membentuk asam nitrat (HNO3) di udara. Reaksi-rekasi ini mengambil waktu
berjam-jam atau bahkan berhari-hari di udara hingga akhirnya jatuh ke bumi dalam
bentuk hujan asam. Di beberapa negara maju seperti Jepang, Amerika, Eropa,
20
Kanada, dan beberapa negara lainnya, monitoring udara dan air hujan menjadi
sangat penting tidak hanya untuk memperkirakan efek dari polusi itu tapi yang lebih
penting lagi adalah memonitor progress (perkembangan) control polusi dari global
ecology (ekologi global). Kontrol kondisi air hujan ini menjadi penting karena
beberapa efek yang fatal yang mungkin bisa terjadi, di antaranya jatuhnya hujan
asam dapat meningkatkan keasaman danau, sungai, bendungan yang pada
akhirnya mungin dapat menyebabkan kematian pada kehidupan air. Demikian pula
keasaman pada tanah dapat meningkat dan merembes ke air permukaan tanah
yaitu sumber air minum sehari-hari.
e. Aplikasi pada bidang yang lain
Sebenarnya masih sangat banyak aplikasi kromatografi dalam bidang-bidang
keilmuan lainnya. Beberapa aplikasi tersebut misalnya dalam industri kertas,
pertambangan, proses logam, petrokimia, pertanian, kedokteran dan lain-lain.
Namun karena keterbatasan ruang, dalam tulisan ini penulis hanya menampilkan
beberapa contoh peran serta kromatografi dalam memudahkan dan mempercepat
perolehan target data dalam beberapa bidang yang tersebut di atas.
V.
Chamber/ Bejana
Pengembang
Kertas
Batas Penotolan
Sampel
Pelarut
Gambar 8 Kromatografi
Kertas Sederhana (Siro, 2012)
Penutup/Lid
21
Chamber/ Bejana
Pengembang
Kertas
Batas Penotolan
Sampel
Pelarut
Gambar 9 Kromatografi Kertas
Sederhana(Paramita, 2012)
23
CARA
PENGGUNAAN
(Preparasi
sampel dan pelaksanaan analisis)
Alat
A.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
dan Bahan :
Alat
Gelas piala 100 ml
pengaduk kaca
bejana elusi
benang wool bebas lemak
kertas kromatografi (Whatmann, No. l)
tusuk gigi
cawan porselen
B. Bahan
1. sampel makanan agar-agar
2. asam acetat 6 %
3. larutan ammonium 12,5 %
4. trinatrium NetalNe,
5. etil rnetil keton
6. amoniak pekat
7. aceton
8. aquadest.
Preparasi Sampel :
Sampel yang digunakan merupakan sampel makanan agar-agar. Sejumlah 3
buah agar-agar dimasukkan ke dalam beker
glass dan diasamkan dengan
CH3COOH 6% dengan pH 4.
Proses Analisis :
1. Sebelum menganalisa, dibuat terlebih dahulu bulu domba yang pertamatama dicuci bulu domba yang akan digunakan
2. kemudian direndam selama 24 jam
3. bila sudah direndam, dikering anginkan sampai benar-benar kering dan
dijenuhkan dengan eter.
4. Kemudian dilanjutkan dengan proses pengidentifikasian zat warna sintetik.
5. Sampel yang sudah disiapkan dipanaskan sampai zat warnanya dapat
terserap pada bulu domba.
6. Benang wool diambil, dirnasukkan cawan porselen kemudian dicuci
berulang-ulang dengan air hingga bersih.
7. Ditambahkan ammonium hidroksida l2,5 % dipanaskan hingga zat wama
pada benang wool luntur. Benang wool diambil dan lunturan dipekatkan.
8. Hasil pekatan ditotolkan pada kertas kromatografi dan ditotolkan juga baku
pewarna yang sesuai dengan warna sampel.
9. Dieluasikan dengan jarak rambat eluasi 12 cm, penotolan contoh 2 cm dari
tepi bawah kertas kromatografi.
(Eluen I)
24
25
26
27
Pasar Doro Pekalongan. Sampel diambil 4 warna dari 5 warna secara purposif dari
tiap kemasan makanan agar-agar yang beredar di Pasar nori: Pekalongan.
Dalam percobaan ini melakukan teknik kromatografi kertas dengan cara
2
dimensi, yaitu menggunakan dua macam larutan eluen yakni eluen pertama berupa
Etil metil keton 70 ml, Aceton 30 ml , dan Aquadest 30 ml sedangkan eluen kedua
adalah campuran Trinatrium citrate 2 gram, Aquadest 95 ml, dan NH3 5 ml
Penggunaan cara 2 dimensi ini dikarenakan dalam percobaan ini menggunakan
sampel dengan komponen yang cukup banyak yaitu 3 macam baku warna
(Carmoisin, Eritrosin, Green S, Tartrazin, Sunset Yellow). Makanan agar-agar yang
diambil untuk penelitian diambil langsung dari pedagang yang ada di pasar Doro
Pekalongan. Sampel diambil empat macam warna diantaranya merah, hijau, kuning
dan orange dari lima jumlah warna. Hasil dari produksi ini dikemas dalam plastik yang
dijual per bijinya dengan harga Rp. 100,00 (seratus rupiah).
IX.
Rf ( sampel A , eluen I )=
10,44
=0,87 cm
12
Rf ( sampel A , eluen II ) =
1,32
=0,11 cm
12
Rf ( BakuCarmoisin , eluen I )=
11,16
=0,93 cm
12
Rf ( BakuCarmoisin , eluen II )=
0,96
=0,08 cm
12
28
9,48
=0,79 cm
12
2,64
=0,22 cm
12
Perhitungan selisih harga untuk pengujian zat warna merah pada sampel Agar-agar
Selisih Harga (Baku Carmiosin Eluen I) = Baku Carmiosin Eluen I Sampel A Eluen I
= 0,93 0,87
= 0,06 cm
Selisih Harga (Baku Carmiosin Eluen II) = Sampel A Eluen II - Baku Carmiosin Eluen II
= 0,11 0,08
= 0,03 cm
Selisih Harga (Baku Eritrosit Eluen I) = Sampel A Eluen I - Baku Eritrosit Eluen I
= 0,87 0,79
= 0,08 cm
Selisih Harga (Baku Eritrosit Eluen II)
= 0,22 0,11
= 0,09 cm
Rf
Selisih Harga
Eluen I Eluen II Eluen I Eluen II
Merah
Merah Ungu
0,87
0,11
Merah
Merah Ungu
0,93
0,08
0,06
0,03
Merah
Merah
0,79
0,22
0,08
0,09
Tabel 1. Identifikasi Zat Warna Merah pada Sampel (E Susilowati, 2006)
Warna Visual
Warna Bercak
Hasil dari kandungan sampel A mendekati larutan baku Carmoisin baik dari warna
visual, warna bercak serta selisih nilai Rf eluen I dan Rf eluen II. Sedangkan untuk larutan
baku Eritrosin dari segi warna visual serta selisih Rf eluen I dan eluen II memang
menunjukan hasil yang sama dengan sampel A namun untuk warna bercak, larutan baku
eritrosin berwarna merah sementara sampel A berwarna merah ungu. Jadi dapat
disimpulkan bahwa sampel A mempunyai kandungan pewarna sintetis Carmiosin yang
memberikan warna merah pada sampel Agar-agar.
29
11,76
=0,98 cm
12
9,24
=0,77 cm
12
9,96
=0,83 cm
12
7,44
=0,62 cm
12
Baku
11,88
Rf ( S , eluen I )=
=0,99 cm
12
Baku
9,48
Rf ( S , eluen II ) =
=0,79 cm
12
Rf ( BakuTartrazin , eluen I )=
9,72
=0,81 cm
12
Rf ( BakuTartrazin , eluen II ) =
7,68
=0,64 cm
12
Perhitungan selisih harga untuk pengujian zat warna Hijau pada sampel Agar-agar
Selisih Harga (Baku Green S Eluen I)
= 0,99 0,98
= 0,01 cm
Selisih Harga (Baku Green S Eluen II)
= 0,79 0,77
= 0,02 cm
Selisih Harga (Baku Tartrazin Eluen I)
= 0,83 0,81
= 0,02 cm
Selisih Harga (Baku Tartrazin Eluen II)
= 0,64 0,62
= 0,02 cm
Rf
Selisih Harga
Eluen I Eluen II Eluen I Eluen II
Hijau
Hijau
0,98
0,77
Kuning
0,83
0,62
Hijau
Hijau
0,99
0,79
0,01
0,02
Kuning
Kuning
0,81
0,64
0,02
0,02
Tabel 2. Identifikasi Zat Warna Hijau pada Sampel (E Susilowati, 2006)
Warna Visual
Warna Bercak
Rf ( sampel C , eluen I ) =
10,8
=0,90 cm
12
Rf ( sampel C , eluen II )=
3,72
=0,31cm
12
Baku Sunset
10,56
Rf ( , eluen I ) =
=0,88 cm
12
Baku Sunset
4,08
Rf ( , eluen II ) =
=0,34 cm
12
Perhitungan selisih harga untuk pengujian zat warna Orange pada sampel Agar-agar
Selisih Harga (Baku Sunset Yellow Eluen I) = Sampel C Eluen I - Baku Sunset Yellow
Eluen I
31
= 0,90 0,88
= 0,02 cm
Selisih Harga (Baku Sunset Yellow Eluen II) = Baku Sunset Yellow Eluen II Sampel C
Eluen II
= 0,34 0,31
= 0,02 cm
Identifikasi zat warna Oranye pada sampel Agar-agar
Kode
Sampel C
Baku Sunset
Yellow
Warna
Visual
Warna Bercak
Oranye
Oranye
Oranye
Oranye
Rf
Eluen
Eluen II
I
0,90
0,31
0,88
0,34
Selisih Harga
Eluen I Eluen II
0,02
0,02
Rf ( sampel D , eluen I )=
9,96
=0,83 cm
12
Rf ( sampel D , eluen II )=
7,92
=0,66 cm
12
Rf ( BakuTartrazin , eluen I )=
9,72
=0,81 cm
12
Baku Sunset
7,86
Rf ( , eluen II ) =
=0,64 cm
12
Perhitungan selisih harga untuk pengujian zat warna Kuning pada sampel Agar-agar
Selisih Harga (Baku Tartrazin Eluen I)
= 0,83 0,81
= 0,02 cm
32
= 0,66 0,64
= 0,02 cm
Rf
Selisih Harga
Eluen
Eluen II Eluen I Eluen II
I
Kuning
Kuning
0,83
0,66
Kuning
Kuning
0,81
0,64
0,02
0,02
Tabel 4. Identifikasi Zat Warna Kuningpada Sampel (E Susilowati, 2006)
Warna
Visual
Warna Bercak
1. Sampel A mengandung zat warna sintesis merah yaitu Carmoisin, dan Sampel B
mengandung zat warna sintetis hijau dan kuning yaitu Green S dan Tartrazin, Sampel
mengandung zat warna sintetis Orange yaitu Sunset Yellow, dan Sampel D
mengandung zat warna sintetis kuning yaitu Tartrazin.
2. Zat warna yang terkandung dalam sampel A, B, C, D sesuai dengan PerMenKes RI No.
722/ Menkes/ Per/ 1988 tentang Bahan tambahan Makanan.
33