Penulis : Linda Keslar Artikel yang ditulis oleh Linda Keslar membahas mengenai perdebatan penggunaan standar akuntansi yang diterapkan secara global. Negara Uni Eropa dan Asia tidak menyetujui pemaksaan penerapan standar akuntansi AS terhadap penyajian laporan keuangan. Hal ini berawal dari Bank Midland Britania yang mengalami permasalahan mengenai hutang, di mana bank tersebut melaporkan kerugiannya hingga $ 408.000.000. Bank Midland dipaksa menggunakan standar akuntansi AS yang mengakibatkan kerugian bank tersebut membengkak hingga mencapai $ 868.000.000, yang perbedaannya lebih dari 100%. Pelaku bisnis mengalami guncangan akibat kejadian tersebut. Banyak laporan keuangan kehilangan kredibilitasnya. Hal tersebut menyebabkan munculnya perdebatan mengenai metode akuntansi antar negara-negara yang berbeda. Isu yang diangkat ialah apakah perusahaan-perusahaan di AS khususnya, merugikan pesaing Eropa dan Asia. Banyak kalangan eksekutif menanyakan mengenai keselarasan standar global. Para kritikus mengatakan bahwa standar AS tidak hanya terlalu rumit dan terlalu mahal, tapi benar-benar tidak adil apabila dibandingkan dengan pesaing asing yang harus mengikuti standar tersebut. Hal ini menandakan perusahaan-perusahaan AS melakukan tindakan yang tidak adil terhadap pesaing di negara lainnya, di mana para pesaing menghadapi hambatan yang berat dan tidak sehat dalam dunia bisnis dan keuangan. Beberapa pihak mengatakan perlu bagi AS untuk memberikan kesempatan kepada perusahaan pesaing dari negara lain sehingga mereka bisa sebanding dengan perusahaan-perusahaan di AS. Berbagai pihak mengatakan bahwa suatu standar haruslah diukur secara objektif, bukan instrumen yang dirancang untuk mempengaruhi suatu peristiwa ekonomi. Di pihak lain yang sebagian besar terdiri dari akuntan, regulator, politisi dan akademisi mengatakan bahwa standar tidak perlu diubah, jika pada kenyataannya harus ditambahkan aturan baru. Philip Lochner, seorang komisaris di Security Exchange Commision (SEC) menyetujui bahwa perusahaan-perusahaan AS harus menyediakan
lebih banyak subjek pengungkapan dibandingkan dengan negara lain. Negara-negara
lain tidak ingin aturan tersebut dipaksakan terhadap mereka. Selama bertahun-tahun AS dianggap sebagai pemimpin dalam pengembangan akuntansi dan pelaporan keuangan, di mana AS telah jauh lebih maju di bidang pasar modalnya di bandingkan dengan negara lainnya. ] criticism of U.S. standardsi s rising iust when pressurei s building for rmE-"abonalh armonization. As financial dows have grown more interwoven d*d ::'ancial instruments more innovative, demand ias exptoJea for stand- ':'L: :airtating cross-borderc apital movements -""irr reflectedi n techniquesl ike .-_rrTency SWapS. : ' =: the united states has failed.t o keep pace with the kareidoscopic . -d- :: lnancial products, particular!1l,^ rhu. it con-resto lredging and " :-.': nurPosesB' ecausme any treaiuryo perationsh aveb ecome profit centers, the potential distortion on balance sheets is mushrooming, according to some accountants. (hal 4) Ironically, pressune is mounting on FASB from regulators and legislators to force greater disclosures on financial risk for financial institutions. The pressure makes political sense given the collapse of the thrift industry and Third World loan problems. In fact, the FASB has launched an extensive new proiect to figure out how to account for global financial instruments, be they swaps or futures. So far, they have concluded that to account for the complicated instruments, they first must figure out how to account for the simple ones. FASB has isolated a half dozen instruments it sees as basic, the taproots of more complicated products in the United States. But many foreign markets have just begun to develop the basic products, rnuch less accounting procedures for them or for hybrids.