Anda di halaman 1dari 114

Nama

NIM
Kelas
Kelompok

: M. Fariz Ramzy
: 135100100111042
:J
: -9

BAB I
ANALISIS KADAR AIR
A. Pre-lab
1. Mengapa kadar air produk dan bahan pangan penting ditentukan?

2. Sebutkan jenis-jenis metode analisis kadar air!

3. Bagaimana prinsip masing-masing metode tersebut?

B. Diagram Alir
1. Metode Oven

2. Metode Distilasi

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: M. Fariz Ramzy
: 135100100111042
:J
: -9

C. Hasil dan Pembahasan


1. Metode Oven

No

Nama sampel

Berat
awal

Berat sampel setelah pengeringan


(gram) pada menit ke-

Bera
t
akhir

Kadar
air
(%)

1.
2.
3.
4.
5.
Perhitungan Kadar Air (berat basah dan berat kering)
1.

2.

3.

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: M. Fariz Ramzy
: 135100100111042
:J
: -9

4.

5.

2. Metode Distilasi
No

Nama sampel

Berat awal

Volume

Kadar air

1.
2.
3.
4.
5.
Perhitungan Kadar Air (berat basah dan berat kering)
1.

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: M. Fariz Ramzy
: 135100100111042
:J
: -9

2.

3.

4.

5.

a. Mengapa terjadi perbedaan kadar air untuk kedua metode untuk produk:
1.

2.

3.

4.

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: M. Fariz Ramzy
: 135100100111042
:J
: -9

5.

b. Tentukan metode yang paling sesuai () untuk produk di bawah ini!


Produk
Metode
Oven
Distilasi
Alasan

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: M. Fariz Ramzy
: 135100100111042
:J
: -9

Penilaian
Komponen
Pre-test
Aktivitas
Hasil dan
Pembahasan

Nilai

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: M. Fariz Ramzy
: 135100100111042
:J
: -9

BAB II
ANALISIS ABU DAN KADAR MINERAL
A. Pre-lab

1. Apa yang dimaksud dengan abu?


Abu adalah senyawa anorganik sisa hasil pembakaran senyawa-senyawa organik. Jenis bahan
dan cara pengabuan sangat mempengaruhi komposisi yang terkandung dalam abu yang
dihasilkan. Dari abu yang dihasilkan, dapat diperoleh kadar mineral-mineral dalam bentuk
anorganiknya. Mineral dalam abu biasanya terkandung dalam bentuk garam anorganik seperti
garam fosfat, karbonat, sulfat, nitrat dan sebagainya (Sumantri, 2007).
2.Apa yang dimaksud dengan pengabuan basah?
Pengabuan basah merupakan pengabuan yang dilakukan dengan cara pemberian larutan kimia
sebelum dilakukan pengabuan. Larutan yang ditambahkan sebelum pengabuan biasanya
bersifat oksidator kuat. Senyawa-senyawa organik dalam sampel akan teroksidasi oleh larutan
oksidator kimia yang dapat berupa asam kuat atau campuran asam-asam kuat. Campuran yang
sering digunakan adalah campuran H2SO4 dan HNO3 pekat. Campuran ini biasa disebut juga
aqua regia. Suhu dari pengabuan basah lebih rendah dibandingkan pengabuan kering.
Pengabuan basah dengan suhu yang lebih rendah dapat mengurangi kemungkinan kehilangan
mineral oleh panas selama analisis berlangsung (Sudarmadji, 2009).
3.Apa yang dimaksud dengan pengabuan kering?
Pengabuan kering merupakan pengabuan metode langsung. Pengabuan kering dilakukan
dengan cara mendestruksi komponen-komponen organik pada contoh yang dianalisis dengan
suhu yang tinggi sekitar 500-600 oC dalam alat yang disebut furnace atau tanur. Nyala api
tanur akan menyebabkan senyawa organik terurai hingga dihasilkan abu yang berarna putih
keabu-abuan. Kadar abu ditentukan secara gravimetri dengan menimbang abu hingga
diperoleh bobot tetap. Residu yang diperoleh terhitung sebagai kadar total abu dalam contoh
(Underwood, 2005).
4.Apa tujuan pengabuan basah?
Pengabuan basah dilakukan karena pengabuan dengan suhu tinggi dapat menyebabkan
beberapa elemen abu seperti Na, S, Cl, dan K yang bersifat volatil untuk menguap. Serta
pengabuan basah dapat mencegah terjadinya dekomposisi tertentu seperti K2CO3 dan CaCO3.
Pengabuan basah dapat digunakan untuk menentukan jenis mineral yang dapat menguap pada
6

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: M. Fariz Ramzy
: 135100100111042
:J
: -9

suhu tinggi, trace element minerals, dan mineral beracun (Sudarmadji, 2009).
5. Jelaskan prinsip penenetapan kadar kalsium?
Mula-mula kalsium organik yang terdapat dalam sampel didestruksi dengan campuran asam
kuat seperti asam sulfat dan asam nitrat sehingga dihasilkan garam kalsium anorganik
kemudian disaring. Secara gravimetri, kalsium dapat diukur sebagai kalsium karbonat, kalsium
fosfat dan lain sebagainya. Secara modern, garam kalsium yang dihasilkan dilarutkan dengan
akuades lalu dibaca absorbansinya dengan Spektrofotometer Serapan Atom dengan
menggunakan lampu logam kalsium (Pomeranz, 2013).

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: M. Fariz Ramzy
: 135100100111042
:J
: -9

Tinjauan Pustaka

1. Sifat dan Bahaya HNO3


HNO3 berbentuk cairan dengan warna transparan hingga kekuningan tergantung
konsentrasi dari HNO3 tersebut. HNO3 bersifat sangat korosif dan sangat larut dalam air.
HNO3 pada konsentrasi pekatnya dapat bersifat sebagai oksidator kuat. Apabila
dipanaskan atau direaksikan dengan HCl akan melepaskan uap NO yang dapat merusak
paru-paru dalam jangka waktu panjang. Bersifat mudah menguap pada suhu kamar,
apabila terhirup dapat membuat badan menjadi lemas (Martel, 2005).
2. Prinsip AAS
AAS merupakan singkatan dari Atomic Absorption Spectrophotometry yang
artinya adalah spektrofotometri serapan atom. Prinsip analisis kadar mineral dengan
Spektrofotometri Serapan Atom adalah pembacaan konsentrasi atau absorbansi terhadap
logam dengan memanfaatkan absorpsi cahaya atau spektrum garis oleh atom. Setiap atom
dari suatu unsur mempunyai konfigurasi elektron yang spesifik, energi eksitasinya pun
spesifik, sehingga sinar emisi dari setiap unsur pun spesifik. Sampel mula-mula
dieksitasi terlebih dahulu pada suhu tinggi, kemudian sampel diuapkan, sebagian atau
seluruhnya diubah menjadi atom-atom bebas. Uap atom logam atau molekul yang
mengandung atom logam oleh energi panas dari nyala dieksitasikan, elektron-elektronnya
kembali ke keadaan dasar sambil mengeluarkan energi berupa cahaya (Nielsen, 2010).

Dari gambar di atas terlihat bahwa, karena interaksi antara molekul contoh dengan
bahan bakar dan oksidan serta suhu dari nyala, akan dihasilkan molekul, atom dan ion
yang tereksitasi sehingga dihasilkan pula bermacam cahaya emisi (Ismail, 2009).

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: M. Fariz Ramzy
: 135100100111042
:J
: -9

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: M. Fariz Ramzy
: 135100100111042
:J
: -9

Daftar Pustaka

Martel, B. 2005. Chemical Risk Analysis: A Practical Handbook. London: Kogan Page
Science.
Nielsen, S. 2010. Food Analysis Laboratory Manual. New York: Springer
Pomeranz, Y. 2013. Food Analysis: Theory and Practice. New York: Springer.
Sudarmadji, S. 2009. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty
Sumantri, dan Rohman, A. 2007. Analisis Makanan. Yogyakarta: UGM Press.
Underwood, A.L., R.A., JR, Day. 2005. Analisis Kmia Kuantitatif Jilid 6. Jakarta: Erlangga.
3.

10

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: M. Fariz Ramzy
: 135100100111042
:J
: -9

B. Diagram Alir
1. Analisis Kadar Abu dengan Pengabuan Kering

2. Penentuan Mineral dengan Spektroskopi Serapan Atom

C. HasildanPembahasan

11

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: M. Fariz Ramzy
: 135100100111042
:J
: -9

1. Analisis Kadar Abu dengan Pengabuan Kering


N
o

Sampel

Beratawal

Beratakhi
r

% Abu

1.
2.
3.
4.
5.

Perhitungan
1.

2.

3.

4.

12

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: M. Fariz Ramzy
: 135100100111042
:J
: -9

5.

2. Penentuan Mineral dengan Spektroskopi Serapan Atom


No
.

Nama sampel

Berat sampel

Kadar Ca
(mg/100 g)

1.
2.
3.
4.
5.
Perhitungan:
1.

2.

13

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: M. Fariz Ramzy
: 135100100111042
:J
: -9

3.

4.

5.

Pertanyaan :
a. Apa fungsi penambahan H2SO4 dan HNO3 pada proses pengabuan basah?

b. Mengapa digunakan larutan standar Ca untuk penentuan mineral dengan


AAS?

14

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: M. Fariz Ramzy
: 135100100111042
:J
: -9

c. Bagaimana prinsip analisis mineral dengan AAS?

Penilaian
Komponen
Pre-test
Aktivitas
Hasil dan Pembahasan

Nilai

15

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: M. Fariz Ramzy
: 135100100111042
:J
: -9

BAB III
ANALISIS KUANTITATIF KARBOHIDRAT
A. Pre-lab

1.Bagaimana prinsip penetapan kadar gula total dengan metode anthrone?

2.Apa perbedaan antara kadar gula pereduksi dengan kadar gula total?

3.Bagaimana prinsip penetapan kadar pati dengan metode hidrolisis asam?

4. Bagaimana prinsip pengukuran kadar serat kasar?

5. Apa perbedaan serat kasar dengan serat makanan?

16

Nama
NIM
Kelas
Kelompok
B.

: M. Fariz Ramzy
: 135100100111042
:J
: -9

Diagram Alir

1. Total Gula Metode Anthrone


PersiapanSampel
Sampelcair

Sampelpadat

Pembuatan kurva standar

17

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: M. Fariz Ramzy
: 135100100111042
:J
: -9

Penetapansampel

18

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: M. Fariz Ramzy
: 135100100111042
:J
: -9

2. Kadar Pati Metode Hidrolisis Asam


Persiapan sampel

Analisis Gula Reduksi berdasarkan Metode Nelson Somogyi

19

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: M. Fariz Ramzy
: 135100100111042
:J
: -9

3. SeratKasar
Persiapan sampel :

Analisis Serat Kasar :

20

Nama
NIM
Kelas
Kelompok
C.

: M. Fariz Ramzy
: 135100100111042
:J
: -9

HasildanPembahasan

1. Total GulaMetodeAnthrone

Kurva Standar
No

Volume LarutanStandar

Konsentrasi

Absorbansi

0 (blanko)
0,2
0,4
0,6
0,8
1

0
0,04
0,08
0,12
0,16
0,20

0
0,212
0,409
0,641
0,880
1,016

.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Tabel Kurva Standar Glukosa (Anthrone)


1.2
1

f(x) = 5.23x + 0
R = 1

0.8
Absorbansi

0.6
0.4
0.2
0
0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

Konsentrasi (mg/ml)

Persamaan Linear: y = 5,2257x + 0,0038


Kurva standar diperoleh untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi dan
absorbansi zat yang diuji menggunakan interpolasi data ke kurva. Senyawa yang digunakan
sebagai standar adalah glukosa murni. Konsentrasi yang digunakan pada pembacaan standar
adalah 0,04 mg/ml dengan absorbansi 0,212, 0,08 mg/ml dengan absorbansi 0,409, 0,12
mg/ml dengan absorbansi 0,641, 0,16 mg/ml dengan absorbansi 0,880, dan 0,20 mg/ml
dengan absorbansi 1,016. Dilihat dari grafik, sampai dengan konsentrasi 0,1 mg/ml, grafik

21

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: M. Fariz Ramzy
: 135100100111042
:J
: -9

terlihat linier. Dari grafik diperoleh R2 sebesar 0,9961. R2 menunjukkan kelinieran suatu
grafik dengan nilai maksimum 1. Semakin tinggi nilai R2, semakin linier suatu grafik.

No

Namasampel

Berat/volume
sampel

Volume
filtrat

Absorbansi

Kadar gula

1.

Madu

5,8020 gram

100 ml

0,361

11,72%

Perhitungan
y=5,2257 x +0,0038
1.
0,361=5,2257 x +0,0038

x=

0,3610,0038
=0,068 mg /ml
5,2257

%Gula=

C V labu Fp 100 0,068 100 100 100


=
=11,72
g sampel 1000
5,8020 1000

a. Apa fungsi penambahan CaCO3 pada persiapan sampel padat dan cair?
Fungsi dari penambahan CaCO3 pada persiapan sampel padat dan cair adalah untuk
menetralkan pH sehingga Pb-asetat bisa bekerja. Madu mengandung asam-asam organik
yang dapat mengasamkan pH, hal ini dapat menyebabkan kurang efektifnya Pb-asetat
dalam mengendapkan senyawa-senyawa lain yang tidak diinginkan pada penetapan gula
seperti lemak, protein, dan lain sebagainya.
b. Apa fungsi penambahan Pb-asetat pada persiapan sampel cair?
Pb-asetat berfungsi untuk mengendapkan senyawa-senyawa lain yang tidak diinginkan
seperti lemak, protein, dan pengotor-pengotor lain yang dapat mengganggu pengamatan
dan hasil yang diperoleh
c. Apa fungsi alkohol 80% pada persiapan sampel padat?
Alkohol 80% pada persiapan sampel padat digunakan untuk ekstraksi gula dari dalam
sampel.
d. Apakah glukosa dari pati terdeteksi pada analisis total gula dengan metode Anthrone?

22

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: M. Fariz Ramzy
: 135100100111042
:J
: -9

Ya, hal ini disebabkan karena pada analisis gula total, semua gula baik monosakarida
ataupun polisakarida akan terhitung. Gula yang terhidrolisis oleh asam sulfat yang
digunakan sebagai pelarut reagen anthrone menghasilkan senyawa furfural. Semua jenis
gula dapat membentuk senyawa furfural, sehingga akan terhitung sebagai jumlah gula
total.
Pati Metode Hidrolisis Asam
Kurva Standar
No

Volume LarutanStandar

Konsentrasi

Absorbansi

0 (blanko)
2
4
6
8
10

0
0,02
0,04
0,06
0,08
0,10

0
0,121
0,228
0,404
0,522
0,615

.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Kurva Standar Glukosa (Hidrolisis Pati)


0.7
0.6

f(x) = 6.36x - 0
R = 0.99

0.5
0.4
Absorbansi

0.3
0.2
0.1
0
0

0.02

0.04

0.06

0.08

0.1

0.12

Konsentrasi (mg/ml)

Persamaan: y= 6,3629x 0,0031


Kurva standar diperoleh untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi dan
absorbansi zat yang diuji menggunakan interpolasi data ke kurva. Senyawa yang digunakan
sebagai standar adalah glukosa murni. Konsentrasi yang digunakan pada pembacaan standar
adalah 0,02 mg/ml dengan absorbansi 0,121, 0,04 mg/ml dengan absorbansi 0,228, 0,06
mg/ml dengan absorbansi 0,404, 0,08 mg/ml dengan absorbansi 0,522, dan 0,10 mg/ml

23

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: M. Fariz Ramzy
: 135100100111042
:J
: -9

dengan absorbansi 0,615. Dilihat dari grafik standar Nelson-Somogyi, berbeda dengan grafik
standar anthrone, kelinieran grafik ini tidak sebaik dengan kelinieran grafik pada metode
anthron. Hal ini dapat disebabkan karena rentan konsentrasi dari pembuatan larutan standar
yang berbeda, semakin tinggi rentan kurva, semakin terlihat baik dan jelas kelinierannya. Hal
ini juga dapat dibuktikan dari nilai R 2 yang diperoleh dari grafik. Dari grafik di atas diperoleh
R2 sebesar 0,9937, lebih rendah dibandingkan kurva standar pada grafik metode antrone. R 2
menunjukkan kelinieran suatu grafik dengan nilai maksimum 1. Semakin tinggi nilai R 2,
semakin linier suatu grafik.

No

Nama sampel

Berat
Sampel

Absorbansi

1.

Jagung

5,0234 gram

0,370

Kadar gula

Kadar pati

Perhitungan
1.

y=6,3629 x0,0031
0,370=6,3629 x0,0031

x=

0,370+0,0031
=0,059 mg/ml
6,3629

%Gula=

C V labu Fp 100 0,059 100 10 100


=
=1,17
g sampel 1000
5,0234 1000

%Pati=%gula 0,9=1,17 0,9=1,05

a. Mengapa pada analisa pati dengan metode hidrolisis asam dillakukan proses
penghilangan lemak?
Penghilangan lemak dilakukan karena lemak dapat mengganggu pengamatan
absorbansi karena sifatnya yang tidak larut dalam air. Ketika sampel diberi perlakuan
sebelum dapat dibaca di spektrofotometer, sampel dilarutkan dengan air sehingga
adanya lemak dapat menyebabkan pelonjakan absorbansi.
b. Apakah serat larut air terdeteksi sebagai pati?
Tidak, karena serat larut air bersifat larut dalam air, sehingga akan terpisah dari residu
selama proses penyaringan. Selain itu, serat larut air merupakan oligosakarida yang

24

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: M. Fariz Ramzy
: 135100100111042
:J
: -9

dapat larut dalam etanol, sehingga serat larut air tidak ikut teranalisis dan akan
terbuang sebagai filtrat.
c. Bagaimana pengaruh gelatinisasi pati terhadap hasil analisis kadar pati?
Pati yang tergelatinisasi menyebabkan kadar gula menjadi menurun. Hal ini
disebabkan karena gelatinisasi menyebabkan kelarutan pati dalam air meningkat
sehingga pati akan larut dalam air sebelum dihidrolisis dengan asam.
d. Mengapa berat pati dihitung sebagai 0.9 X berat gula, bukan 1.0 X berat gula?
Nilai 0,9 merupakan hasil perbandingan antara bobot molekul pati dengan bobot
molekul gula pereduksi yang dihasilkan (glukosa). Pati mengandung glukosa sebagai
monomernya, glukosa memiliki bobot molekul sebesar 180. Glukosa berikatan satu
sama lain dengan ikatan glikosida, dan melepaskan 1 molekul H2O. Sehingga dapat
dikatakan bahwa bobot molekul pati adalah bobot molekul total glukosa dikurangi
dengan bobot H2O yang dilepaskan karena ikatan glikosida sehingga diperoleh
perbandingan:
Bobot Molekul Pati
162
=
=0,9
Bobot Molekul Glukosa 180
(Baliwati, 2005).
2.

SeratKasar

No

1.

Nama sampel

Apel

Berat awal

5,0098 gram

Berat Kertas

Berat

Saring

residu+kertas

0,7025 gram

saring
1,2674 gram

Kadar serat (%)

10,9%

Perhitungan
1. Berat Endapan =(Berat residu + berat kertas saring) Berat kertas saring
= 1,2674 0,7025 = 0,5469 gram
berat endapan
0,5469
%Serat Kasar =
100 =
100 =10,9
berat sampel
5,0098

a. Apakah prinsip analisa serat kasar sama dengan kadar air?


Prinsip analisis kadar serat kasar sama-sama menggunakan metode gravimetri pada
penentuan kadarnya. Namun, untuk mengetahui kadar air dalam suatu sampel,
senyawa-senyawa lain tidak perlu dipisahkan karena air akan langsung menguap

25

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: M. Fariz Ramzy
: 135100100111042
:J
: -9

selama pemanasan. Sedangkan pada analisis serat kasar, mula-mula serat harus
dipisahkan terlebih dahulu dari senyawa lain terlebih dahulu kemudian dapat
ditentukan kadarnya.
b. Apa fungsi alkali dan asam kuat yang digunakan pada analisis serat kasar?
Serat kasar merupakan senyawa yang tidak larut baik setelah dihidrolisis oleh asam
kuat maupun oleh basa kuat. Fungsi dari asam dan basa kuat adalah untuk
menghidrolisis semua komponen dalam sampel yang bersifat non serat sehingga hanya
diperoleh serat kasarnya secara murni.
c. Apakah polisakarida larut air seperti gum arab, gum tragacanth, dan locust bean gum
terukur sebagai serat kasar?
Tidak, hal ini disebabkan berbagai jenis gum ini dapat larut dalam air, asam, maupun
basa, sehingga hanya serat kasar yang tertinggal sebagai endapan yang tidak larut baik
dalam air, asam maupun basa.
d. Bagaimana cara menganalisis serat larut air?
Serat larut air dapat dianalisis dengan cara menganalisis kadar serat totalnya, lalu
dikurangi dengan kadar serat kasar. Mula-mula sampel dihidrolisis dengan enzimenzim pencernaan untuk memperoleh serat total karena tubuh manusia tidak memiliki
enzim untuk mencerna serat. Kemudian dilakukan penyaringan dengan pelarut organik
untuk menghilangkan lemak dan gula. Lalu residu dikeringkan kemudian ditimbang
sebagai serat makanan. Kemudian dianalisis kadar serat kasarnya dengan cara
gravimetri dengan menghidrolisis kembali residu yang diperoleh dengan asam dan
basa kuat, atau menggunakan deterjen. Setelah diperoleh kadar serat kasarnya, serat
makanan dapat diperoleh dengan mengurangi kadar serat makanan dengan kadar serat
kasar yang diperoleh (Budiyanto, 2005).

26

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: M. Fariz Ramzy
: 135100100111042
:J
: -9

Analisis Prosedur
1. Analisis Gula Total Metode Anthrone
A. Persiapan Sampel
Untuk melakukan analisis gula total dengan metode anthrone, mula-mula disiapkan
alat dan bahan yang digunakan yaitu, pipet tetes, beaker glass 100 ml, labu takar 100
ml, tabung reaksi, waterbath, kuvet, dan spektrofotometer. Sedangkan bahan-bahan
yang digunakan adalah Reagen anthrone 0,1%, asam sulfat pekat, standar glukosa,
akuades, Na-oksalat, Pb-oksalat, CaCO3, dan alkohol 80%. Pada Analisis gula total
metode anthrone ini, digunakan sampel Madu. Mula-mula madu ditimbang sebanyak
5,8 gram dengan cara meletakkan beaker glass 100 ml di dalam neraca analitik digital,
kemudian madu dimasukkan ke dalam beaker glass sebanyak 5,8 gram menggunakan
pipet tetes. Kemudian dilarutkan ke dalam 80 ml aquades untuk melarutkan madu.
Kemudian ke dalam beaker glass ditambahkan sebanyak 2 gram CaCO 3 yang
berfungsi untuk menetralkan pH sehingga Pb-asetat bisa bekerja. Madu mengandung
asam-asam organik yang dapat mempengaruhi pH dan mengganggu kerja Pb-asetat
dalam mengendapkan senyawa-senyawa lain, sehingga dibutuhkan garam basa seperti
CaCO3 untuk menetralkan pH larutan. Kemudian larutan didihkan yang berfungsi
untuk mempercepat reaksi. Dengan pemanasan, energi kinetik reaksi akan meningkat
karena dengan adanya panas, molekul-molekul akan bergetar sehingga tumbukan lebih
cepat terjadi. Kemudian larutan diambil sebanyak 5 ml kemudian dimasukkan ke
dalam labu takar 100 ml. Pada labu kemudian ditambahkan Pb-asetat sebanyak 3-5 ml
Pb-asetat yang berfungsi untuk mengendapkan senyawa-senyawa lain sehingga hanya
tersisa gula nya saja. Kemudian ditambahkan pula 0,5 gram Na-oksalat yang berfungsi
untuk mengendapkan kembali Pb-asetat. Kemudian ditambahkan aquades hingga
tanda batas, kemudian dikocok. Kemudian larutan disaring untuk memisahkan
endapan senyawa lain dengan filtrat.
B. Pembuatan Kurva Standar
Mula-mula ditimbang standar glukosa murni sebanyak 200 mg kemudian dilarutkan
dengan akuades hingga 100 ml. Kemudian dipipet standar sebanyak 10 ml, lalu
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, kemudian diencerkan dengan akuades sampai
tanda batas. Hal ini dilakukan untuk mengencerkan sampel sehingga mempermudah
dalam pembuatan ragam konsentrasi larutan standar. Kemudian dari larutan yang
sudah diencerkan, diambil sebanyak 0,2 ml, 0,4 ml, 0,6 ml, 0,8 ml, dan 1 ml ke dalam

27

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: M. Fariz Ramzy
: 135100100111042
:J
: -9

tabung reaksi, kemudian diencerkan hingga volume masing-masing 1 ml. Kemudian


ditambahkan ke dalam masing-masing larutan reagen anthrone 0,1% sebanyak 5 ml.
Reagen anthrone 0,1% dibuat dengan cara melarutkan 0,1 mg anthrone dilarutkan ke
dalam 100 ml asam sulfat pekat. Kemudian dipanaskan pada waterbath selama 12
menit dengan suhu 100 oC. Kemudian didinginkan dan dibaca absorbansinya pada
panjang gelombang 630 nm. Kemudian dibuat kurva standar hingga diperoleh
persamaan garisnya.
C. Penetapan Sampel
Mula-mula sampel di ambil 1 ml, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml
dengan menggunakan pipet ukur, lalu diencerkan hingga tanda tera. Kemudian dipipet
sebanyak 1 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan
reagen anthrone. Reagen anthrone 0,1% dibuat dengan cara melarutkan 0,1 mg
anthrone dilarutkan ke dalam 100 ml asam sulfat pekat. Kemudian dipanaskan pada
waterbath selama 12 menit dengan suhu 100 oC. Kemudian didinginkan dan dibaca
absorbansinya pada panjang gelombang 630 nm.
2. Analisis Kadar Pati Metode Hidrolisis Asam
A. Persiapan Sampel
Mula-mula disiapkan alat dan bahan yaitu timbangan analitik, erlenmeyer 250 ml,
beaker glass 100 ml, pendingin balik, penangas air, pengaduk, shaker, dan tabung
reaksi, sedangkan bahan yang digunakan adalah eter, etanol 10% dan 80%, HCl 25%,
NaOH 45%, kertas saring, akuades, larutan standar glukosa, reagen nelson, dan
reagen aresnomolibdat. Sampel yang digunakan adalah sampel jagung, mulamula
ditimbang sampel jagung sebanyak 5 gram kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml. Kemudian ditambahkan 50 ml etanol 80% yang berfungsi untuk
melarutkan senyawa lain selain pati. Kemudian diaduk selama 1 jam dengan
menggunakan shaker. Filtrat kemudian dibuang hingga diperoleh suspensi. Kemudian
dilarutkan sampai dengan 250 ml, kemudian disaring dengan kertas saring lalu dicuci
dengan akuades. Kemudian ditambahkan 2 ml eter ke dalam kertas saring yang
berfungsi untuk melarutkan sisa-sisa lemak yang tidak terpisah. Kemudian eter
dibiarkan menguap. Kemudian ditambahkan 10 ml etanol 10% yang ditambahkan
untuk melarutkan sisa-sisa senyawa lain selain pati yang belum terpisahkan.
Kemudian dicuci lagi dengan aquades, lalu residu di kertas saring dipindahkan ke
erlenmeyer lalu ditambahkan aquades sebanyak 200 ml, dan ditambahkan 20 ml HCl
25%. Kemudian erlenmeyer dipasangkan ke pendingin balik, lalu pemanas
28

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: M. Fariz Ramzy
: 135100100111042
:J
: -9

dinyalakan lalu dipanaskan selama 2,5 jam. Penambahan HCl berfungsi untuk
menghidrolisis pati menghasilkan gula-gula pereduksi, pemanasan dengan pendingin
balik disebut juga reflux berfungsi untuk mempercepat jalannya hidrolisis, selain itu
hidrolisis pati lebih efektif dengan bantuan suhu tinggi. Kemudian ditambahkan
larutan NaOH 45% yang berfungsi untuk menetralkan larutan sehingga hasil
hidrolisis dapat bereaksi denan reagen nelson dan arsenomolibdat lebih optimal, uji
kenetralan dilakukan dengan menambahkan kertas lakmus ke dalam larutan, apabila
sudah netral kertas lakmus akan berubah menjadi warna ungu. Kemudian diencerkan
hingga 500 ml dengan akuades, lalu disaring hingga diperoleh filtratnya.
B. Pembuatan Larutan Standar dan Pengujian sampel
Mula-mula dilakukan pembuatan larutan standar dengan menimbang 10 mg glukosa
dilarutkan ke dengan aquades hingga 100 ml. Kemudian dibuat ragam konsentrasi
larutan standar dengan menambahkan larutan standar gula sebanyak 0,2 ml, 0,4 ml,
0,6 ml, 0,8 ml, dan 1 ml ke dalam labu takar 1 ml, kemudian masing-masing larutan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian dipipet sebanyak 1 ml filtrat sampel,
lalu dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml. Kemudian diambil sebanyak 1 ml sampel
dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian pada tabung reaksi berisi larutan
standar dan sampel ditambahkan reagen nelson. Reagen nelson dibuat dengan
perbandingan Nelson A:Nelson B sebesar 25:1. Reagen nelson ditambahkan agar
bereaksi dengan gula pereduksi menghasilkan Cu2O berwarna merah bata. Kemudian
sampel dipanaskan untuk mempercepat reaksi lalu didinginkan. Kemudian
ditambahkan reagen arsenomolibdat yang berfungsi untuk bereaksi dengan sampel
membentuk kompleks berwarna biru kehijauan. Kemudian dikocok lalu ditambahkan
7 ml akuades ke dalam masing-masing tabung reaksi lalu diukur absorbansinya pada
panjang gelombang 540 nm.
3. Analisis Kadar Serat Kasar
Mula-mula ditimbang 5 gram sampel apel kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer
500 ml. Kemudian ditambahkan ke dalam erlenmeyer sebanyak 100 ml H 2SO4 0,325 N
yang berfungsi untuk menghidrolisis senyawa lain selain serat dengan asam. Kemudian
dididihkan selama 30 menit. Setelah didihkan ditambahkan akuades secukupnya yang
berfungsi untuk mengencerkan asam menjadi konsentrasi yang lebih rendah. Kemudian
ditambahkan NaOH 1,25 N sebanyak 50 ml yang berfungsi untuk menghidrolisis
senyawa lain selain serat kasar dalam kondisi basa. Kemudian didihkan selama 30 menit

29

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: M. Fariz Ramzy
: 135100100111042
:J
: -9

untuk mempercepat reaksi. Kemudian kertas saring dicuci dengan akuades, lalu dengan
25 ml K2SO4 untuk menghilangkan sisa hidrolisis berupa garam mineral, lalu dicuci
dengan 25 ml etanol 95% untuk menghilangkan senyawa-senyawa lain yang belum
terhidrolisis. Kemudian kertas saring dipanaskan dengan oven pada suhu 105 oC hingga
diperoleh bobot konstan. Bobot konstan diperoleh apabila selisih penimbangannya
0,0004. Kemudian didinginkan dengan desikator lalu ditimbang hingga diperoleh bobot
konstan.
Analisis Hasil
1. Analisis Gula Total Metode Anthrone
Prinsip dari penetapan kadar gula total dengan metode anthrone adalah, dehidrasi
karbohidrat dengan menggunakan asam sulfat pekat sehingga membentuk senyawa
furfural. Senyawa furfural ini kemudian bereaksi dengan reagen anthrone (10-keto-9,10dihidroanthroena) membentuk kompleks berwarna biru kehijauan, sehingga dapat diukur
serapannya dengan menggunakan spektrofotometri pada panjang gelombang 620 nm
(Nigam, 2007). Berdasarkan hasil analisis total gula pada madu dengan metode anthrone,
diperoleh kadar gula total pada madu sebesar 11,72%. Hal ini tidak sesuai dengan syarat
mutu madu nasional yang mencantumkan bahwa kadar gula total minimum adalah 60%,
dan kadar gula total pada madu pada umumnya adalah 68% (Ratnayani, 2008).
Ketidaksesuaian ini dapat disebabkan karena ekstraksi gula yang tidak sempurna
sehingga terdapat gula yang ikut terendapkan oleh Pb-asetat sehingga tidak tersaring oleh
filtrat. Hasil gula total yang sangat rendah ini dapat memunculkan dugaan bahwa madu
tersebut dipalsukan dengan menggunakan penambahan sukrosa dan pemanis buatan
seperti sakarin. Pemanis buatan seperti sakarin tidak memberikan reaksi terhada reagenreagen untuk menguji kadar gula seperti reagen luff-schoorl sehingga tidak dapat
terdeteksi (Maun, 2005).
2. Analisis Gula Pereduksi Metode Nelson-Somogyi dan Pati metode Hidrolisis Asam
Penetapan kadar pati dengan metode hidrolisis asam (Nelson-Somogyi) dilakukan dengan
menghidrolisis pati menghasilkan gula-gula pereduksi, kemudian gula pereduksi
dipanaskan. Pada kondisi basa, Cu-tartrat akan direduksi oleh gula pereduksi kemudian
dihasilkan Cu2O yang akan bereaksi dengan arsenomolybdate membentuk warna biru
molibdenum. Semakin pekat biru yang terbentuk, semakin tinggi kadar gula pereduksi
dalam sampel (Nigam, 2007). Berdasarkan hasil analisis gula pereduksi pada jagung

30

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: M. Fariz Ramzy
: 135100100111042
:J
: -9

dengan metode nelson somogyi diperoleh kadar gula pereduksi sebesar 1,12% dan kadar
pati sebesar 1,05%. Jumlah kadar gula pereduksi pada jagung ini tidak sesuai dengan
literatur (Marvelia, 2006) yang mencantumkan bahwa kadar gula pereduksi pada jagung
adalah sebesar 2-3%. Hal ini dapat disebabkan karena hidrolisis pati yang belum
sempurna sehingga tidak semua pati terhidrolisis menghasilkan gula-gula pereduksi.
Dapat pula disebabkan karena pendingin terbalik yang bocor sehingga terdapat uap yang
lolos dan menyebabkan kesalahan negatif.
3. Analisis Serat Kasar
Serat kasar dapat ditentukan kadarnya dengan metode gravimetri. Prinsip dari
pengukuran kadar serat kasar adalah dengan menghidrolisis sampel dengan asam kuat
dan basa kuat encer sehingga karbohidrat, protein, dan zat-zat lain akan terhidrolisis
menjadi komponen-kompenen penyusunnya dan akan larut menyisakan senyawasenyawa yang tidak larut (serat kasar). Senyawa tidak larut ini kemudian disaring dan
dicuci dengan air panas yang mengandung asam alkohol, kemudian dikeringkan lalu
ditimbang bobotnya hingga diperoleh bobot konstan, bobot ini kemudian dihitung sebagai
bobot serat kasar. Berdasarkan hasil analisis serat kasar pada apel diperoleh kadar serat
kasar sebesar 10,9%. Jumlah kadar serat kasar pada apel ini tidak sesuai dengan literatur
(Subagyo, 2010) yang mencantumkan bahwa kadar serat kasar pada apel (dihitung
sebagai kadar pektin kering) adalah sebesar 13,94%. Selisih kadar yang diperoleh tidak
terlampau jauh, namun kesalahan negatif dapat terjadi karena serat belum sepenuhnya
terpisahkan dari larutan sehingga tidak ikut tersaring dan dibuang dalam filtrat sehingga
bobot endapan atau residu menjadi lebih rendah.

31

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: M. Fariz Ramzy
: 135100100111042
:J
: -9

KESIMPULAN
Prinsip dari penetapan kadar gula total dengan metode anthrone adalah, dehidrasi
karbohidrat dengan menggunakan asam sulfat pekat sehingga membentuk senyawa furfural.
Senyawa furfural ini kemudian bereaksi dengan reagen anthrone (10-keto-9,10dihidroanthroena) membentuk kompleks berwarna biru kehijauan, sehingga dapat diukur
serapannya dengan menggunakan spektrofotometri pada panjang gelombang 620 nm.
Penetapan kadar pati dengan metode hidrolisis asam (Nelson-Somogyi) dilakukan dengan
menghidrolisis pati menghasilkan gula-gula pereduksi, kemudian gula pereduksi dipanaskan.
Pada kondisi basa, Cu-tartrat akan direduksi oleh gula pereduksi kemudian dihasilkan Cu 2O
yang akan bereaksi dengan arsenomolybdate membentuk warna biru molibdenum. Semakin
pekat biru yang terbentuk, semakin tinggi kadar gula pereduksi dalam sampel. Serat kasar
dapat ditentukan kadarnya dengan metode gravimetri. Prinsip dari pengukuran kadar serat
kasar adalah dengan menghidrolisis sampel dengan asam kuat dan basa kuat encer sehingga
karbohidrat, protein, dan zat-zat lain akan terhidrolisis menjadi komponen-kompenen
penyusunnya dan akan larut menyisakan senyawa-senyawa yang tidak larut (serat kasar).
Senyawa tidak larut ini kemudian disaring dan dicuci dengan air panas yang mengandung
asam alkohol, kemudian dikeringkan lalu ditimbang bobotnya hingga diperoleh bobot
konstan, bobot ini kemudian dihitung sebagai bobot serat kasar. Tujuan dari analisis ini adalah
menentukan/menghitunga kadar karbohidrat dengan tepat dan mampu menentukan metode
penentuan karbohidrat yang tepat sesuai sifat bahan.
Berdasarkan hasil analisis total gula pada madu dengan metode anthrone, diperoleh
kadar gula total pada madu sebesar 11,72%, hasil analisis gula pereduksi pada jagung dengan
metode nelson somogyi diperoleh kadar gula pereduksi sebesar 1,12% dan kadar pati sebesar
1,05%, dan Berdasarkan hasil analisis serat kasar pada apel diperoleh kadar serat kasar
sebesar 10,9%.

32

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: M. Fariz Ramzy
: 135100100111042
:J
: -9

DAFTAR PUSTAKA
Baliwati, Y. F. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi, Cetakan I. Jakarta: Penerbit Swadaya.
Budiyanto, A. K. 2004. Dasar-Dasar Ilmu Gizi, Cetakan III. Malang: UMM
Marvelia, A. 2006. Produksi dan Manfaat Tanaman Jagung Manis (Zea Mays L. Saccharata).
Semarang: UNDIP
Maun, S. 2005. Pemalsuan madu dengan sakarosa. Jakarta: Univ. Trisakti.
Ratnayani, K. 2008. Penentuan kadar total gula, glukosa dan fruktosa pada Madu randu dan
madu kelengkeng dengan Metode kromatografi cair kinerja tinggi. Bali: Universitas
Udayana.
Subagyo, P. 2010. Kadar Serat Kasar (Sebagai pektin) dari Kulit dan Ampas Apel secara
Ekstraksi.. Yogyakarta: UPN.
Penilaian
Komponen
Pre-test
Aktivitas
Hasil dan

Nilai

Pembahasan

33

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: M. Fariz Ramzy
: 135100100111042
:J
: -9

BAB IV
EKSTRAKSI DAN PENGUJIAN AKTIVITAS AMILASE

A. Pre Lab
1. Mengapa enzim amilase bisa didapatkan pada kecambah biji-bijian?

2. Jelaskan prinsip pengukuran aktivitas enzim amilase secara kuantitatif pada


percobaan ini?

3. Bagaimana cara mengidentifikasi secara kualitatif bahwa telah terjadi reaksi


enzimatis pada percobaan ini?

34

B. Diagram Alir

C. Hasil dan Pembahasan


1. Ekstraksi enzim amilase dari kecambah
1.1 Ekstraksi Amilase dari Kecambah
Tabel Absorbansi Standar
Konsentr
asi
0 ppm
200 ppm
400 ppm
600 ppm
800 ppm
1000
ppm

Absorba
nsi
0
0,092
0,235
0,384
0,535
0,7

Kurva Standar Maltosa

Kurva Standar Maltosa


0.8
f(x) = 0.14x - 0.17
R = 0.99

0.6
Absorbansi

Absorbansi

0.4

Linear (Absorbansi)

0.2
0
0

Konsentrasi

Perhitungan
Sampel Perlakuan Kering
0,202=0,1422 x0,1735
x=

Sampel Perlakuan Direndam 12 jam


0,103=0,1422 x0,1735
x=

0,202+ 0,1735
=2,65 ppm
0,1422

0,103+0,1735
=1,96 ppm
0,1422

Sampel Perlakuan Dikecambahkan 12 jam

0,163=0,1422 x0,1735
x=

Sampel Perlakuan Dikecambahkan 24 jam


0,220=0,1422 x0,1735
x=

0,163+0,1735
=2,38 ppm
0,1422

0,220+0,1735
=2,78 ppm
0,1422

Tabel Absorbansi Larutan Sampel


Konsentr
asi
2,65
ppm
1,96
ppm
2,38
ppm
2,78
ppm

Perlakuan
Kering
Perendaman 12
jam
Perkecambahan
12 jam
Perkecambahan
24 jam

Absorba
nsi
0,202
0,103
0,163
0,22

Kurva Larutan Sampel

Kurva Larutan Sampel


0.25
0.2
0.15
Absorbansi

f(x) = 0.01x + 0.14


R = 0.08
Linear ()

0.1
0.05
0
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
Konsentrasi (ppm)

1.2 Tabel Aktivitas Enzim Amilase dan Perhitungan


Perhitungan
Sampel Perlakuan Kering

1
1
C fp 1 unit enzim amilase
2
T
Aktivitas Enzim Amilase =
1 mikromol
1
1
2,65 10 1 unit enzim amilase
2
3

=4,42 unit enzim/mikromol


1mikromol
Sampel Perlakuan Direndam 12 jam
1
1
C fp 1 unit enzim amilase
2
T
Aktivitas Enzim Amilase =
1 mikromol
1
1
1,96 10 1 unit enzim amilase
2
3

=3,27 unit enzim/mikromol


1mikromol
Sampel Perlakuan Dikecambahkan 12 jam
1
1
C fp 1 unit enzim amilase
2
T
Aktivitas Enzim Amilase =
1 mikromol
1
1
2,38 10 1 unit enzim amilase
2
3

=3,97 unit enzim/mikromol


1mikromol
Sampel Perlakuan Dikecambahkan 24 jam
1
1
C fp 1 unit enzim amilase
2
T
Aktivitas Enzim Amilase =
1 mikromol
1
1
2,78 10 1 unit enzim amilase
2
3

=4,63 unit enzim/mikromol


1mikromol

Perbandingan Kurva Absorbansi Larutan Standar dan Larutan Sampel

Kurva Standar Maltosa Kurva Larutan Sampel


1
0.5
Absorbansi
0

Absorbansi
f(x) = 0.14x
Linear- 0.17
R = 0.99
(Absorbansi)

0.4
Absorbansi

Konsentrasi

0.2

Linear
()
f(x) = 0.01x
+ 0.14
0 R = 0.08
05

Konsentrasi (ppm)

Dari hasil uji coba aktivitas enzim amilase, diperoleh dua kurva dengan cara
memplotkan konsentrasi pada sumbu x dengan absorbansi masing-masing larutan pada
sumbu y, sehingga diperoleh kurva regresi linier baik untuk sampel dan standar yang
dibuat. Sesuai dengan hukum yang mendasari analisis dengan metode spektrofotometri
yang menyatakan bahwa apabila seberkas cahaya monokromatis melalui suatu bidang
transparan, maka besarnya intensitas serapan akan sebanding konsentrasi, semakin
tinggi pula absorbansinya. Hal ini sudah sesuai dengan hasil kurva yang diperoleh di
mana dari kurva di atas baik kurva standar maltosa maupun kurva larutan sampel di
mana semakin tinggi absorbansinya semakin tinggi pula konsentrasinya. Namun
terdapat perbedaan antara kedua kurva di mana pada kurva standar, bentuk kurva
terlihat normal dan eksponensial, namun pada kurva larutan sampel terjadi penurunan
pada titik kedua kurva yang menyebabkan bentuk gravik tidak eksponensial.
Pada kurva larutan sampel, konsentrasi maltosa pada biji kacang hijau kering
adalah sebesar 2,65 ppm dengan aktivitas enzim sebesar 4,42 unit/mol, pada biji
kacang hijau dengan perlakuan direndam 12 jam adalah sebesar 1,96 ppm dengan
aktivitas enzim sebesar 3,27 unit/mol, pada biji kacang hijau dengan perlakuan
dikecambahkan 12 jam adalah sebesar 2,38 ppm dengan aktivitas enzim sebesar 3,97
unit/mol, pada biji kacang hijau yang dikecambahkan 24 jam adalah sebesar 2,78
ppm dengan aktivitas enzim sebesar 4,63 unit/mol.

2. Pembahasan Data
2.1 Analisis Prosedur

Mula-mula disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk melakukan
percobaan. Sampel yang digunakan pada percobaan ini adalah biji kacang hijau yang
diberi lima jenis perlakuan yang berbeda yaitu, biji kacang hijau yang dibiarkan kering,
biji kacang hijau yang direndam selama 12 jam, biji kacang hijau yang dikecambahkan
selama 12 jam, biji kacang hijau yang dikecambahkan selama 24 jam, dan biji kacang
hijau yang dikecambahkan selama 48 jam. Ragam perlakuan ini digunakan untuk
menemukan waktu dan perlakuan manakah yang paling optimum untuk memperoleh
aktivitas enzim yang maksimal. Mula-mula biji kacang hijau ditimbang sebanyak 50
gram kemudian dibagi menjadi 5 bagian untuk 5 perlakuan dengan masing-masing bobot
biji kacang hijau sebesar 10 gram. Kemudian biji kacang hijau dikondisikan sesuai
dengan perlakuannya masing-masing. Pada percobaan ini, hanya dilakukan empat
perlakuan yaitu tanpa perlakuan biji kacang hijau dikecambahkan selama 48 jam
dikarenakan human error yang sifatnya eksternal percobaan.
Setelah sampel selesai diberi perlakuan, dilakukan ekstraksi enzim amilase dari
dalam sampel. Mulamula sampel dihaluskan untuk memperkecil ukuran partikel dan
memperbesar luas permukaan sehingga mempermudah proses ekstraksi enzim amilase
dari dalam kacang hijau, kemudian ditimbang sebanyak 5 gram dengan neraca analitik.
Kemudian ditambahkan buffer asetat pH 5,5 sebanyak 50 ml yang berfungsi untuk
ekstraksi enzim dan mempertahankan kestabilan pH ekstraksi. Kemudian didiamkan
selama 30 menit untuk membiarkan ekstraksi berjalan sehingga diperoleh hasil ekstrak
enzim yang maksimal. Kemudian disaring dengan menggunakan whatman untuk
memisahkan filtrat dengan ampas dari sampel yang dapat mengganggu pengamatan
karena akan mempengaruhi absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer. Kemudian
disentrifugasi selama 30 menit pada 1500 rpm untuk memisahkan ekstrak enzim dengan
pelarutnya. Kemudian diambil supernatannya yang berisi ekstrak enzim amilase.
Kemudian disiapkan blanko untuk pembacaan dengan menggunakan
spektrofotometer. Di dalam blanko tidak terkandung sedikitpun sampel yang diuji,
umumnya hanya berisi pelarut yang digunakan yang diberi perlakuan dan penambahan
reagen yang sama persis dengan sampel, oleh karena itu, seharusnya nilai absorbansi
blanko adalah 0 karena tidak terkandung sampel di dalamnya, maka blanko digunakan
untuk faktor koreksi dalam pembacaan pada spektrofotometer, karena apabila blanko
memiliki nilai serapan, semua nilai serapan sampel maupun standar yang diuji harus

dikurangi dengan serapan blanko. Blanko dibuat dengan cara memipet 3 ml aquades
secara terukur, kemudian ditambahkan buffer pH 5,5 sebanyak 30 ml kemudian
dihomogenkan. Kemudian ditimbang hingga 12 gram dengan tube menggunakan neraca
analitik digital. Penimbangan dilakukan dengan memasukkan tube ke dalam beaker
glass, kemudian ditimbang. Apabila beratnya belum 12 gram, maka ditambahkan lagi
aquades hingga beratnya sesuai. Kemudian blanko disentrifugasi.
Kemudian dilakukan persiapan substrat pati untuk uji aktivitas enzim secara
kuantitatif. Mula-mula ditimbang soluble starch sebanyak 0,2 gram kemudian
diencerkan dengan aquades sebanyak 20 ml. Kemudian diaduk dan dipanaskan hingga
jernih dan homogen. Pemanasan dapat meningkatkan kelarutan pati dalam air.
Kemudian dilakukan pengukuran aktivitas enzim hasil ekstraksi. Mula-mula
enzim hasil ekstraksi yang berupa supernatan, dipipet sebanyak 1 ml dimasukkan ke
dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan ke ditambahkan ke dalam tabung reaksi
berisi ekstrak enzim amilase dengan 1 ml larutan pati. Larutan pati berfungsi sebagai
substrat yang akan diuraikan oleh enzim amilase menghasilkan gula pereduksi maltosa
sehingga dapat diketahui aktivitas enzimnya. Kemudian dilakukan inkubasi selama 3
menit pada suhu 30 oC. Kemudian ditambahkan 2 ml reagen DNS, reagen DNS
berfungsi untuk membentuk warna dengan maltosa yang dihasilkan dari proses hidrolisis
pati oleh enzim sehingga serapannya dapat dibaca di spektrofotometer. Kemudian
dipanaskan sampai mendidih untuk mempercepat reaksi pemecahan pati karena pati
merupakan makromolekul dengan BM yang besar sehingga membutuhkan waktu yang
cukup lama bagi enzim untuk mengurainya. Kemudian didinginkan lalu ditambahkan 20
ml aquades untuk mengencerkan sampel karena apabila terlalu pekat, dikhawatirkan
nilai absorbansi nya di atas 1 yang menyebabkan ketelitian pembacaan menurun.
Kemudian dibaca serapannya dengan spektrofotometer panjang gelombang 550 nm.
2.2 Hubungan Antara Reagen DNS dan Aktivitas Enzim Amilase
Enzim secara umum berperan untuk memecah makromolekul menjadi senyawasenyawa penyusunnya. Sifat enzim bereaksi dengan substrat yang spesifik. Enzim
amilase merupakan enzim yang dapat memecah substrat gula dan pati. Enzim amilase
akan memecah pati menghasilkan disakarida seperti maltosan atau jika hidrolisis
berjalan sempurna, akan dihasilkan monosakarida monomernya yaitu glukosa. Aktivitas
enzim amilase didefinisikan sebagai kekuatan enzim amilase untuk mengubah substrat

pati menghasilkan maltosa. Maltosa yang merupakan gula pereduksi yang akan bereaksi
dengan reagen DNS membentuk warna orange lalu kemudian dibaca absorbansinya di
spektrofotometer. Reagen DNS dapat digunakan untuk mendeteksi adanya gula
pereduksi dalam suatu sampel dan uji kualitatif glukosa. Tingginya aktivitas enzim
berbanding lurus dengan jumlah maltosa yang dibebaskan dalam sampel, karena
semakin banyak pati yang diurai, semakin tinggi pula aktivitas enzimnya. DNS (3,5dinitrosalisilic acid) akan tereduksi oleh gula pereduksi yang dibebaskan dari hidrolisis
pati membentuk asam-3-amino-5-nitrosalisilat yang berwarna dari kuning sampai merah
jingga tergantung pada jumlah gula pereduksi yang dilepas.
2.3 Perbandingan Sampel dengan Literatur
Pada kurva larutan sampel, konsentrasi maltosa pada biji kacang hijau kering
adalah sebesar 2,65 ppm dengan aktivitas enzim sebesar 4,42 unit/mol, pada biji
kacang hijau dengan perlakuan direndam 12 jam adalah sebesar 1,96 ppm dengan
aktivitas enzim sebesar 3,27 unit/mol, pada biji kacang hijau dengan perlakuan
dikecambahkan 12 jam adalah sebesar 2,38 ppm dengan aktivitas enzim sebesar 3,97
unit/mol, pada biji kacang hijau yang dikecambahkan 24 jam adalah sebesar 2,78 ppm
dengan aktivitas enzim sebesar 4,63 unit/mol. Pada hasil analisis yang diperoleh,
terdapat perbedaan konsentrasi maltosa pada tiap perlakuan, hal ini dapat disebabkan
karena aktivitas enzim dari sampel yang berbeda-beda tergantung pada kondisi yang
diberikan pada contoh, sehingga akan mempengaruhi maltosa yang dihasilkan selama
proses hidrolisis substrat pati. Pada biji kacang hijau kering, diperoleh aktivitas enzim
amilase yang cukup tinggi yaitu 4,42 unit/mol, namun menurut Putra (2012), pada biji
kacang hijau kering, tidak terdapat aktivitas enzim amilase karena enzim amilase
disintesis hanya pada saat biji mengalami proses perkecambahan. Nilai aktivitas enzim
pada biji kering ini juga lebih besar dibandingkan dengan perlakuan biji direndam
selama 12 jam dan dikecambahkan selama 12 jam. Hal ini dapat terjadi karena human
error dalam hal penambahan reagen yang lebih banyak dibandingkan perlakuan lain,
selain itu juga dapat disebabkan karena hasil ekstraksi enzim amilase dari sampel biji
kacang hijau kering memiliki ukuran yang lebih besar dikarenakan proses penghancuran
sampel biji kacang hijau kering yang lebih maksimal sehingga ketika terjadi kontak

dengan buffer asetat, dapat memaksimalkan aktivitas enzim (Bahri, 2012). Nilai aktivitas
enzim amilase terbesar adalah pada kecambah 24 jam yaitu sebesar 3,93 unit/mol. Hal
ini disebabkan karena proses penyerapan air oleh biji selama proses perkecambahan
berfungsi untuk mengaktifkan enzim dalam organel sel dalam biji untuk memecah
makromolekul. Selama proses perkecambahan, enzim -amilase. Selain itu apabila lebih
dari 24 jam, substrat pati pada biji sudah berkurang sehingga aktivitas enzim amilase
akan jauh berkurang (Mangunwardoyo, 2007).
2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim
Aktivitas enzim dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitarnya. Berikut adalah faktorfaktor yang mempengaruhi aktivitas enzim:
A. Temperatur
Meningkatnya temperatur, meningkatkan energi kinetik yang dihasilkan oleh
molekul. Enzim berfungsi untuk mengkatalisis reaksi dengan bertumbukan dengan
substrat. Naiknya suhu, akan meningkatkan kecepatan tumbukan reaksi, sehingga
pembentukan produk akan berjalan lebih cepat. Namun, enzim merupakan protein
yang dapat terdenaturasi oleh panas, maka kenaikan suhu juga dapat menyebabkan
terjadinya denaturasi enzim, sehingga reaksi pemecahan molekul akan berhenti.

(Bettleheim, 2009).
B. pH
pH merupakan tingkat keasaman dari suatu larutan dengan menghitung konsentrasi
ion H+. H+ dan OH- memiliki muatan, sehingga dapat mengganggu ikatan hidrogen
yang menstabilkan enzim karena terdapat kecenderungan untuk membentuk ikatan
ionik yang sifatnya lebih kuat dibandingkan ikatan hidrogen. Hal ini akan
mempengaruhi bentuk dan sisi aktif enzim. Berbeda jenis enzim, berbeda juga pH
optimum yang berbeda-beda. Pada pH optimumnya, kerja pH akan maksimal.

Terjadinya perubahan pH di atas atau di bawah pH optimum dapat menyebabkan


penurunan kecepatan reaksi.

Perubahan pH yang ekstrim dapat menyebabkan enzim terdenaturasi. (Bettleheim,


2009).
C. Konsentrasi Substrat dan Enzim
Mengubah konsentrasi enzim dan substrat berpengaruh pada kecepatan reaksi yang
dikatalisis oleh suatu enzim. Meningkatkan konsentrasi substrat meningkatkan
kecepatan reaksi, hal ini disebabkan karena semakin banyak substrat, semakin
banyak pula produk yang dihasilkan. Namun, pada konsentrasi tertentu, kenaikan
konsentrasi substrat akan membuat enzim menjadi jenuh sehingga kecepatan
maksimum reaksi akan tercapai. Sama halnya dengan kenaikan konsentrasi enzim
dalam suatu reaksi, pada kondisi awal, enzim akan meningkatkan kecepatan reaksi
penguraian, namun pada titik tertentu, substrat akan dapat beradaptasi dengan
kekuatan enzim sehingga kecepatan penguraian substrat pun akan konstan setelah
tercapai kecepatan maksimum.

(Bettleheim, 2009).
D. Kadar Air
Adanya air pada substrat dapat mengaktivasi enzim untuk mengkatalisis suatu reaksi
pemecahan makromolekul senyawa-senyawa penyusunnya. Rendahnya kadar air
dapat menyebabkan suatu enzim terinaktifasi (Bettleheim, 2009).
E. Enzim Inhibitor
Inhibitor merupakan suatu senyawa yang dapat menurunkan atau menghambat laju
rekasiyang dikatalisis enzim. Berdasarkan reaksi kimianya, ada dua macam inhibitor,
yaitu inhibitor irreversible dan inhibitor reversible. Inhibitor irreversible merupakan
inhibitor yang tidak dapat balik. Artinya, setelah berikatan dengan enzim, inhibitor
ini tidak dapat dipisahkan lagi dari enzim. Dengan adanya inhibitor ini enzim tidak
dapat bekerja lagi karena inhibitor ini bersifat merusak enzim. Sedangkan inhibitor
reversible adalah inhibitor yang dapat balik. Artinya, setelah berikatan dengan enzim,
inhibitor ini masih dapat dipisahkan lagi. Ada 3 macam jenis inhibitor reversible,
yaitu inhibitor yang bekerja secara kompetitif, non kompetitif, dan unkompetitif
(Bettelheim, 2009).

Kesimpulan
Prinsip pengukuran aktivitas enzim amilase secara kuantitatif dalam percobaan adalah
dengan mengukur hasil hidrolisis pati (substrat) atau sisa substrat setelah kontak dengan
enzim amilase dalam waktu tertentu. Mula-mula diambil 1 mL enzim hasil ekstraksi,
kemudian ditambah dengan 1 mL larutan substrat pati, diinkubasi selama 3 menit pada suhu
optimum 30 C. Ditambah dengan 2 mL DNS (3,5-dinitrosalisilic acid) kemudian dipanaskan
mendidih, didinginkan cepat dan ditambah 20 mL akuades. Serapan diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk
mengisolasi enzim amilase dari kecambah kacang hijau dan untuk menguji aktivitas enzim
yang diekstrak. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah suhu, pH, kadar air,
konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, dan enzim inhibitor.
Pada kurva larutan sampel, konsentrasi maltosa pada biji kacang hijau kering adalah
sebesar 2,65 ppm dengan aktivitas enzim sebesar 4,42 unit/mol, pada biji kacang hijau
dengan perlakuan direndam 12 jam adalah sebesar 1,96 ppm dengan aktivitas enzim sebesar
3,27 unit/mol, pada biji kacang hijau dengan perlakuan dikecambahkan 12 jam adalah
sebesar 2,38 ppm dengan aktivitas enzim sebesar 3,97 unit/mol, pada biji kacang hijau yang
dikecambahkan 24 jam adalah sebesar 2,78 ppm dengan aktivitas enzim sebesar 4,63
unit/mol.

DAFTAR PUSTAKA
Bahri, S. 2012. Karakterisasi Enzim Amilase dar Kecambah Biji Jagung Ketan. Palu: FMIPA
Universitas Tadulako.
Bettleheim, F., Brown. W., Campbell, M. 2009. Introduction to Organic and Biochemistry.
Belmont: Cengage Learning.
Mangunwardoyo, W., Sophia, R.A., Heruwati, E.S. 2007. Seleksi dan Pengujianaktivitas Enzim
L-Histidine Decarboxylase dari Bakteri Pembentuk Histamin. Jakarta: Departemen
Kelautan dan Perikanan.
Putra, G. 2012. Characterization of Polyphenol Oxidase Enzyme of Cocoa Beans (Theobroma
cacao Linn.). Bali: Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana.

BAB V
ANALISISLEMAK
A. Pre-lab

1.Bagaimana prinsip analisis kadar lemak dengan


metode soxhlet?
Lemak dianalisis dengan cara diekstraksi dari suatu
bahan atau komoditi. Lemak bersifat non polar dapat
larut pada pelarut-pelarut organik non polar seperti
eter, benzena, dan sebagainya. Lemak diekstrak
menggunakan soxhlet dengan pelarut organik non
polar pada suhu tinggi dan dengan bantuan
kondensor. Lemak yang terekstraksi dalam pelarut
akan menguap bersama pelarut organik, kemudian
oleh kondensor akan dikembalikan dalam bentuk fase
cair yang pada volume tertentu, lemak dan pelarut
organik dialirkan ke labu lemak. Pelarut dan lemak
kemudian dipisahkan dengan cara destilasi.
Perbedaan titik didih akan menyebabkan pelarut
terpisah sehingga hanya tersisa lemak dalam labu.
Kemudian lemak yang tersisa diukur secara
gravimetri.
Berikut perhitungan kadar lemak dengan metode
soxhlet:
W
W empty flask
%Fat= flask+ fat
100
W sample
(Nielsen, 2010).
2.Mengapa metode soxhlet disebut metode penetapan
lemak kasar?
Ekstraksi lemak dengan metode soxhlet disebut
dengan metode penetapan lemak kasar. Ekstraksi ini
menggunakan pelarut organik seperti dietil eter,
petroleum eter, benzena, dan sebagainya. Pelarutpelarut organik ini tidak hanya akan melarutkan
lemak trigliserida murni saja pada komoditi.
Senyawa-senyawa turunan lemak lain seperti sterol
dan fosfolipid, dan pigmen-pigmen larut lemak
seperti karotenoid juga akan ikut terekstrak, sehingga

Penilaian
Komponen
Pre-test
Aktivitas
Hasil dan
Pembahasan

Nilai

metode ini dikatakan metode kasar. Metode kasar juga dapat diartikan sebagai metode
konvensional di mana kadar lemak pada akhirnya ditentukan secara gravimetri (Djalil,
2010).
3. Bagaimana prinsip pengukuran bilangan peroksida dengan metode titrasi?
Bilangan peroksida ditentukan dengan metode iodometri. Titrasi ini bersifat tidak
langsung di mana senyawa peroksida bukan merupakan senyawa yang dititrasi,
melainkan senyawa Iod, banyaknya senyawa Iod setara dengan jumlah peroksida pada
sampel. Senyawa peroksida pada lemak yang bersifat oksidator, akan mengoksidasi KI
sehingga Iod dilepaskan pada suasana asam asetat-kloroform. Kemudian dengan
bantuan indikator amilum, Iod yang dilepaskan dititrasi dengan Na 2S2O3. Kanji akan
berikatan dengan Iod yang dilepaskan dan membentuk warna biru, kemudian dititrasi
hingga diperoleh titik akhir tak berwarna.
Reaksi:
X (peroksida) + KI KX + I2
I2 + 2 Na2S2O3 2 NaI + Na2S4O6
Perhitungan:
Bil . peroksida=

( V titrasi V blanko ) N Natiosulfat 1000


Berat sampel(gram)

(Aminah, 2012).
4. Bagaimana prinsip penetapan kadar asam lemak bebas metode titrasi?
Lemak dihidrolisis menghasilkan asam lemak bebas. Asam lemak bebas kemudian
ditetapkan dengan metode titrasi asam basa. Lemak dihidrolisis dengan alkohol
sehingga asam lemak bebas dibebaskan. Asam lemak yang bersifat asam kemudian
dititrasi dengan basa kuat seperti KOH atau NaOH. Dengan bantuan indikator PP, asam
lemak dititrasi hingga diperoleh warna merah muda seulas (Sirajuddin, 2013).
Perhitungan:
vKOH N Mr Fatty Acid
%FFA=
100
W 1000
(Nielsen, 2010).
5.Apa yang dimaksud dengan bilangan peroksida?
Peroksida merupakan radikal bebas yang dihasilkan dari reaksi oksidasi lemak. Minyak
yang disimpan terlalu lama pada kondisi terpapar oksigen akan mengalami oksidasi
sehingga dihasilkan radikal bebas berupa peroksida ini. Bilangan peroksida didefiniskan
sebagai banyaknya radikal bebas atau oksigen peroksida (O22-) dalam satuan miligram
yang terkandung pada 1 kilogram lemak. Banyaknya bilangan peroksida berpengaruh
terhadap kualitas minyak. Peroksida menyebabkan ketengikan pada lemak, sehingga
minyak dengan bilangan peroksida tinggi akan cenderung tengik (Belitz et.al., 2009).

6.Apa yang dimaksud dengan asam lemak bebas?


Asam lemak bebas adalah asam lemak yang dihasilkan dari proses hidrolisis lemak.yang
tidak lagi terdapat dalam bentuk trigliserida. Semakin banyak asam lemak bebas pada
minyak goreng akan menurunkan kualitas suatu minyak. Banyak sedikitnya asam lemak
bebas pada minyak juga dapat disebabkan karena proses pengolahan yang kurang baik,
sehingga akan berpengaruh pada kualitas minyak yang dihasilkan (Hurst, 2008).

DAFTAR PUSTAKA

Aminah, S. 2012. Jurnal Pangan dan Gizi Vol. 1 No. 1: Bilangan Peroksida pada Minyak
Goreng. Semarang: Unimus.
Belitz, H.D., Grosch, W., Schieberle, P. 2009. Food Chemistry. New York: Springer.
Djalil, L.A., Marliana, N. 2010. Analisis Proksimat. Bogor: Sekolah Menengah Analis Kimia
Bogor.
Husrt, J.W. 2008. Methods of Analysis for Functional Foods and Nutraceuticals. Boca Raton:
CRC Press.
Nielsen, S. 2010. Food Analysis Laboratory Manual. New York: Springer.
Sirajuddi, S. 2013. Analisis Kadar Asam Lemak Bebas pada Gorengan dan Minyak Bekas Hasil
Penggorengan Jajanan Pasar. Makassar: Universitas Hasanuddin.

B. Diagram Alir/ flowchart


1. Kadar Lemak Metode Soxhlet

2. BilanganPeroksida

3. Kadar Asam Lemak Bebas

C. Hasil dan Pembahasan


1. Kadar LemakMetodeSoxhlet
No
.

Nama
sampel

Berat
sampel
(gram)

Berat
sampel+lab
u (gram)

Berat
labu
(gram)

Berat
lemak
(gram)

%
lemak

1.

Bekatul

5,01

46,05

45,70

0,35

6,99%

2.

Kacang
Tanah

5,00

49,81

47,40

2,41

48,2%

3.

Jagung

5,07

39,43

39,10

0,33

6,51%

Perhitungan
1. % Kadar Lemak Bekatul =

W 2W 1
x 100
Wbekatul

2. % Kadar Lemak Kacang Tanah =

46,0545,70
x 100
5,01

W 2W 1
x 100
Wkacang tanah

= 6,99%

49,8147,40
x 100
5,00

48,2%
3. % Kadar Lemak Kelapa =
6,51%

W 2W 1
x 100
Wkacangtanah

41.5739.179
x 100
5

Pembahasan

Prinsip dari analisis kadar lemak adalah dengan mengekstraksi lemak dari dalam
bahan pangan menggunakan pelarut organik non polar seperti petroleum eter, benzena, dan
sebagainya sehingga lemak akan terbawa oleh pelarut. Ekstraksi dilakukan secara kontinyu.
Lemak dan pelarut dipisahkan dengan cara destilasi sehingga hanya tersisa lemak dalam labu.
Kadar lemak kemudian ditetapkan secara gravimetri.
Rumus dari perhitungan kadar lemak metode soxhlet adalah:

% Kadar Lemak =

W 2W 1
x 100
W Sampel

Keterangan :
W2 = Kadar berat labu + sampel ( bobot akhir ) gr
W1 = Berat labu lemak ( bobot awal )
W sampel = berat sampel (gr)

Faktor-faktor yang mempengaruhi analisis kadar lemak metode soxhlet ini adalah sebagai
berikut:
Jenis pelarut yang digunakan
Jenis pelarut yang digunakan akan mempengaruhi proses ekstraksi lemak dari dalam sampel.
Setiap pelarut memiliki titik didih yang berbeda-beda, sehingga waktu ekstraksi yang
dibutuhkan pun berbeda-beda untuk setiap pelarut yang digunakan. Selain itu ketidakpolaran
dan selektivitas dari tiap pelarut pun berbeda-beda, hal ini dapat mempengaruhi banyaknya

lemak yang diikat.


Pengeringan sampel
Pengeringan sampel akan mempengaruhi proses dan hasil dari analisis lemak metode
soxhlet. Apabila sampel dikeringkan terlalu sebentar, dikhawatirkan kadar air dari sampel
masih tinggi, sehingga dapat menghambat proses ekstraksi. Maka, lama pengeringan sampel
harus disesuaikan dengan kadar air sampel untuk mengoptimalkan pengeringan dan

mengurangi kadar air semaksimal mungkin.


Keberadaan senyawa terlarut
Beberapa senyawa vitamin, mineral, dan pigmen dapat larut dalam lemak. Keberadaan
senyawa-senyawa ini dapat mempengaruhi bobot akhir penimbangan yang dihasilkan,

sehingga dapat menyebabkan kesalahan positif pada hasil akhir yang diperoleh.
Ukuran partikel

Apabila ukuran semakin kecil maka luas permukaan dari bahan akan semakin luas, sehingga
proses ekstraksi lemak menjadi lebih optimal, sebaliknya apabila semakin besar ukuran
partikel, lemak akan semakin sulit diekstraksi dari dalam bahan pangan, sehingga

dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk proses ekstraksi.


Kadar air
Kadar air yang tinggi pada sampel dapat mengakibatkan proses pengeringan sampel menjadi
lebih lama.

Analisis Prosedur dan Perbandingan dengan Literatur

Analisis kadar lemak dengan metode soxhlet diawali dengan menyiapkan perlatan dan
bahan yang diperlukan. Mula-mula labu lemak dan soxhlet dikeringkan dalam oven pada suhu
105 oC selama 2 jam. Kemudian labu lemak dan soxhlet didinginkan dalam desikator.
Pengeringan tidak dilakukan di udara luar melainkan di dalam desikator karena di dalam
desikator terdapat adsorben yang dapat menyerap air, sehingga pada labu lemak dan soxhlet akan
benar-benar kering. Adanya air pada labu lemak dapat menyebabkan kesalahan positif pada
bobot penimbangan labu lemak kosong. Setelah soxhlet dan labu lemak dingin, labu lemak
ditimbang bobot kosongnya menggunakan neraca analitik digital. Berat labu kosong dibutuhkan
dalam perhitungan kadar lemak, sehingga labu lemak perlu ditimbang bobotnya. Sampel yang
digunakan adalah bekatul, kacang tanah, dan jagung. Mula-mula ketiga sampel ditimbang
sebanyak masing-masing 5 gram, kemudian dimasukkan ke dalam selongsong kertas lalu
dikeringkan dalam oven selama 1 jam. Penimbangan harus dilakukan setepat mungkin, karena
analisis yang dilakukan merupakan analisis kuantitatif, segala bobot penimbangan akan
mempengaruhi kadar yang dihasilkan. Selongsong kertas berfungsi untuk menampung sampel
selama ekstraksi dilakukan, tinggi selongsong tidak boleh melebihi pipa kapiler soxhlet karena
dikhawatirkan contoh tidak terekstrak sempurna dan menyebabkan kesalahan negatif (Djalil,
2010). Pengeringan dalam oven selama 1 jam bertujuan untuk meminimalsir kadar air dalam
sampel. Kemudian sampel dalam selongsong yang sudah dikeringkan dimasukkan ke dalam
thimble pada soxhlet. Kemudian ke dalam labu lemak diisi petroleum eter sebanyak 40 ml.
Petroleum eter berfungsi sebagai pelarut organik non polar untuk mengekstrak lemak dari dalam
sampel. Kemudian labu lemak dipasangkan ke soxhlet, lalu diletakkan di atas pemanas, dan
kemudian bagian atas soxhlet dipasangkan ke pendingin/kondensor, kemudian diekstraksi selama
5 jam. Pemanas berfungsi untuk memberikan panas pada labu lemak sehingga petroleum eter
akan menguap. Petroleum eter yang menguap ini kemudian akan diembunkan oleh kondensor

menjadi fase cair lalu akan jatuh ke thimble dan mengekstrak lemak yang ada dalam sampel lalu
kemudian pelarut akan dialirkan lagi ke dalam labu lemak pada volume tertentu, proses ini
dinamakan refluks dan berlangsung secara kontinyu hingga ekstraksi dihentikan. Kemudian sisa
pelarut diuapkan di oven pada suhu 105 oC, selama 2 menit. Adanya sisa pelarut dalam labu
lemak dapat menyebabkan kesalahan positif pada hasil yang diperoleh, sehingga residu pelarut
perlu diuapkan. Kemudian didinginkan di dalam desikator lalu ditimbang berat labu
lemak+sampel dan dihitung kadar lemak yang terkandung dalam sampel.
Hasil analisis kadar lemak metode soxhlet untuk sampel bekatul adalah sebesar 6,99%.
Bila dibandingakan dengan literatur, kadar lemak dalam bekatul padi adalah sebesar 10,1% 12,4% (Nugrahawati, 2011). Dari perbandingan dengan literatur, terlihat bahwa mungkin terjadi
kesalahan negatif pada hasil yang diperoleh. Kesalaha negatif ini mungkin terjadi karena proses
ekstraksi dihentikan sebelum semua lemak pada bekatul terekstrak secara sempurna sehingga
lemak yang diperoleh lebih sedikit dari yang seharusnya. Hasil analisis kadar lemak metode
soxhlet pada sampel kacang tanah adalah sebesar 48,20%. Bila dibandingakan dengan literatur
(Fernando, 2008), kadar lemak dalam kacang tanah adalah sebesar 47,5%. Dapat dilihat bahwa
kadar lemak dari kacang tanah yang diperoleh tidak memiliki selisih yang terlampau jauh dari
literatur. Namun, hasil yang lebih tinggi dari literatur dapat disebabkan karena kesalahan positif
yang disebabkan karena masih tersisa residu pelarut setelah pengeringan yang ikut tertimbang
sebagai bobot sampel. Hasil analisis kadar lemak metode soxhlet dalam sampel jagung adalah
sebesar 6,51%. Bila dibandingakan dengan literatur (Ahmad, 2009), kadar lemak dalam jagung
adalah 4,6%. Dari perbandingan dengan literatur, terlihat bahwa mungkin terjadi kesalahan
positif pada hasil yang diperoleh. Kesalaha positif ini mungkin terjadi karena masih tersisa residu
pelarut setelah pengeringan yang ikut tertimbang sebagai bobot sampel.
Pertanyaan
a. Apa yang terjadi jika penghilangan sisa pelarut setelah ekstraksi dengan soxhlet
dilakukan dengan pemanasan dalam oven yang terlalu lama?

Apabila pemanasan yang dilakukan dalam oven untuk menguapkan sisa pelarut terlampau
lama, maka akan terjadi kerusakan pada lemak seperti lemak mengalami oksidasi yang akan
mengurangi bobot lemak akhir sehingga akan terjadi kesalahan negatif.
b. Mengapa ekstraksi soxhlet dihentikan jika pelarut sudah berwarna jernih?

Ketika pelarut sudah jernih, hal tersebut merupakan indikasi bahwa seluruh lemak dalam
sampel telah terekstrak seluruhnya. Selain itu, warna yang jernih juga menunjukkan bahwa

pelarut dan ekstrak lemak dari sampel telah sepenuhnya terpisah sehingga dapat dilakukan
proses selanjutnya untuk mendapatkan berat lemak (Dean, 2010).
c. Pelarut apa yang dapat Saudara gunakan untuk mengganti petroleum eter? Apa
kelebihan dan kekurangan dari masing-masing pelarut tersebut !

Selain petroleum eter, pelarut organik non polar yang dapat digunakan adalah heksana dan
benzena. Kelebihan dari heksana adalah titik didihnya yang rendah sehingga akan
mempermudah proses penguapan sisa pelarut dari ekstrak lemak yang dihasilkan, selain itu
titik didih heksan yang rendah dapat mempercepat sirkulasi refluks sehingga waktu ekstraksi
dapat diminimalisir. Sedangkan kelebihan dari benzen adalah sifatnya yang aromatik non
polar menyebabkan selektifitas benzen terhadap lemak yang sangat tinggi, selain itu titik
didih benzen juga rendah dan bersifat tidak eksplosif. Namun, kelemahan dari heksan dan
benzen ini adalah keduanya bersifat toksik sehingga berbahaya jika terhirup atau tertelan
dalam jumlah besar, dan baik benzen atau heksan juga merupakan senyawa yang mudah
terbakar (Setyawardhani, 2006).

d. Apakah semua jenis lipid terdeteksi sebagai lemak pada anlisis lemak dengan
metode soxhlet?

Ya, hal ini disebabkan karena semua jenis lipid seperti sterol, dan fosfolipid memiliki sifat
non polar yang menjadikan senyawa-senyawa tersebut dapat ikut terlarut dalam pelarut
organik non polar bersama dengan lemak murni (Setyawardhani, 2006).

2. Bilangan Peroksida
No
.

Nama sampel

Berat
sampel
(gram)

Volume
Na2S2O3 (ml)

Bilangan
peroksida
(mek/kg)

1.

Minyak Merk

10,0092 0,65

6,494

2.

Minyak 1x goreng

10,0026 1,15

11,497

3.

Minyak curah

10,0040 0,30

2,999

Perhitungan
1. Minyak merk

Bilangan peroksida (mek/kg) =

vol. penitar Normalitas 1000


bobot sampel (g)

0,65 0,1 1000


10,0092

vol. penitar Normalitas 1000


bobot sampel (g)

1,15 0,1 1000


10,0026

vol. penitar Normalitas 1000


bobot sampel (g)

0,3 0,1 1000


10,00 40

6,494 mek/kg
2. Minyak 1x goreng

Bilangan peroksida (mek/kg) =

11,497 mek/kg
3. Minyak curah

Bilangan peroksida (mek/kg) =

2,999 mek/kg

Pembahasan

Prinsip dari bilangan peroksida adalah menentukan bilangan peroksida berdasarkan


pengukuran iod atau I2 yang dibebaskan KI karena dioksidasi oleh bilangan peroksida dari dalam
sampel. I2 kemudian dititrasi dengan metode iodometri dalam larutan asam asetat glasialkhloroform (3:2) menggunakan Na2S2O3 dengan bantuan indikator amilum dititrasi hingga warna
biru dari ikatan antara amilum dengan I2 menghilang sesuai dengan reaksi di bawah ini:

(Djalil, 2010).
Bilangan peroksida dapat dihitung dengan rumus berikut ini:
Bilangan peroksida (mek/kg) =

(vol. penitar vol. blanko) Normalitas 1000


bobot sampel (g)

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi analisis kadar bilangan peroksida ini adalah
sebagai berikut:

Jumlah Pengulangan Penggorengan


Penggorengan menggunakan panas dapat mengoksidasi minyak menghasilkan peroksida,
sehingga semakin banyak minyak tersebut digunakan untuk menggoreng, semakin tinggi
pula kandungan bilangan peroksidanya.

Jumlah Oksigen
Tingginya kadar oksigen lingkungan dapat secara alami mengoksidasi lemak menghasilkan
peroksida. Oleh karena itu, minyak yang terpapar oksigen dalam waktu lama akan memiliki

kandungan bilangan peroksida yang tinggi.


Adanya antioksidan
Antioksidan pada minyak berfungsi untuk mengikat radikal bebas seperti peroksida. Adanya
kandungan antioksidan dapat menyebabkan terjadinya kesalahan negatif pada analisis
bilangan peroksida dikarenakan beberapa peroksida akan berikatan dengan antioksidan

sehingga tidak ikut tertitar oleh penitar.


Ketidakjenuhan lemak
Semakin tidak jenuh minyak, semakin tinggi risiko untuk mengalami oksidasi.
Suhu penggorengan
Semakin tinggi suhu, akan semakin banyak peroksida yang terbentuk dari kerusakan minyak
oleh suhu tinggi selama penggorengan dilakukan.

Analisis Prosedur dan Perbandingan dengan Literatur

Analisis kadar bilangan peroksida dilakukan dengan menyiapkan alat-alat dan bahan
yang diperlukan terlebih dahulu. Sampel yang digunakan adalah minyak merk, minyak 1x
goreng, dan minyak curah. Kemudian masing-masing sampel ditimbang sebanyak 10 gram
dalam erlenmeyer 250mL. Penimbangan harus dilakukan setepat mungkin, karena analisis yang
dilakukan merupakan analisis kuantitatif, segala bobot penimbangan akan mempengaruhi kadar
yang dihasilkan. Kemudian ditambahkan Asam Asetat Glasial:Khloroform 3:2 sebanyak 30 mL
ke dalam erlenmeyer berisi sampel. Asam Asetat Glasial digunakan sebagai pengasam untuk
menurunkan pH lingkungan hingga pH yang sesuai untuk reaksi oksidasi KI oleh peroksida
dalam sampel, sedangkan khloroform berfungsi untuk melarutkan lemak. Kemudian
dihomogenkan hingga semua minyak larut. Kemudian ke dalam erlenmeyer ditambahkan 0,5 mL
KI jenuh, lalu dibiarkan 1 menit dan dikocok. KI jenuh digunakan untuk melakukan redoks
dengan peroksida sehingga dilepaskan I2 karena KI teroksidasi. Pengocokan dan pemeraman
selama 1 menit berfungsi untuk memberikan waktu bagi KI untuk bereaksi dengan seluruh
peroksida pada sampel. Kemudian ditambahkan sebanyak 30 mL aquades ke dalam erlenmeyer,
dan ditambahkan sebanyak 3 tetes indikator amilum 1%, lalu dihomogenkan. Aquadest berfungsi
sebagai pengencer dan sebagai penyedia ion H+. Sedangkan amilum 1% digunakan sebagai
indikator. Struktur helikal pati ketika bertemu dengan I 2 yang dilepaskan dari oksidasi KI oleh
peroksida, akan memerangkap I2 di dalam struktur helikalnya dan dihasilkan kompleks warna

biru. Kemudian sampel dititrasi dengan Natrium Tiosulfat 0,1 N hingga warna biru menghilang,
kemudian dihitung kadar bilangan peroksidanya. Hilangnya warna biru pada akhir titrasi
disebabkan karena berdasarkan reaksi antara I2 yang berada dalam struktur helikal pati dengan
Natrium tiosulfat:
I2 + 2 Na2S2O3 2 NaI + Na2S4O6
I2 akan terlepas dari struktur helikal pati dan bereaksi dengan Natrium Tiosulfat membentuk
garam Natrium Iodida yang larut dalam air sehingga warna biru dari kompleks pati dan I 2 akan
perlahan menghilang karena I2 terlepas dari struktur helikal pati.
Hasil analisis bilangan peroksida pada sampel minyak merk adalah sebesar 6,494
mek/kg. Bila dibandingakan dengan SNI 3741 tahun 2012 yang membahas tentang parameter
kualitas minyak goreng, nilai bilangan peroksida yang seharusnya adalah maks. 10 mek/kg. Hasil
ini sudah sesuai dengan standar yang berlaku di Indonesia sehingga dapat disimpulkan bahwa
mutu minyak goreng merk yang digunakan telah sesuai standar dan untuk layak dikonsumsi.
Hasil analisis bilangan peroksida dalam sampel minyak 1x goreng adalah sebesar 11,497
mek/kg. Bila dibandingakan dengan SNI 3741 tahun 2012 yang membahas tentang parameter
kualitas minyak goreng, nilai bilangan peroksida yang seharusnya adalah maks. 10 mek/kg. Hal
ini menunjukkan bahwa minyak yang telah dipakai untuk satu kali penggorengan ini mutunya
tidak sesuai dengan standar yang berlaku di Indonesia serta tidak lagi layak untuk dikonsumsi
karena minyak ini sudah mengalami oksidasi menghasilkan peroksida yang cukup besar akibat
penggorengan. Hasil analisis bilangan peroksida dalam sampel minyak curah adalah sebesar 3
mek/kg. Bila dibandingakan dengan SNI 3741 tahun 2012 tentang minyak goreng, nilai bilangan
peroksida yang seharusnya adalah maks. 10 mek/kg. Hasil ini sudah sesuai dengan standar yang
berlaku di Indonesia sehingga dapat diketahui bahwa mutu minyak goreng tersebut telah sesuai
standar dan masih layak untuk dikonsumsi.
Pertanyaan
a. Apa fungsi Na-tiosulfat dalam analisis bilangan peroksida?

Na-tiosulfat atau Na2S2O3 digunakan sebagai penitar pada analisis bilangan peroksida.
Berikut adalah reaksi antara Natrium-tiosulfat dengan I2:
I2 + 2 Na2S2O3 2 NaI + Na2S4O6
(Djalil, 2010).
b. Mengapa indikator yang digunakan adalah amilum?

Struktur helikal pati ketika bertemu dengan I 2 yang dilepaskan dari oksidasi KI oleh
peroksida, akan memerangkap I2 di dalam struktur helikalnya dan dihasilkan kompleks
warna biru. Warna biru ini akan menghilang saat titrasi karena I 2 akan bereaksi dengan
Natrium-tiosulfat membentuk Natrium Iodida yang larut dalam air (Whistler, 2009).
c. Mengapa titrasi dihentikan ketika warna biru hilang?

Hilangnya warna biru pada akhir titrasi disebabkan karena berdasarkan reaksi antara I 2
yang berada dalam struktur helikal pati dengan Natrium tiosulfat:
I2 + 2 Na2S2O3 2 NaI + Na2S4O6
I2 akan terlepas dari struktur helikal pati dan bereaksi dengan Natrium Tiosulfat
membentuk garam Natrium Iodida yang larut dalam air sehingga warna biru dari
kompleks pati dan I2 akan perlahan menghilang karena I2 terlepas dari struktur helikal
pati. .Hilangnya warna biru menandakan bahwa seluruh I2 telah habis bereaksi dengan
Natrium-tiosulfat (Djalil, 2010).

3. Kadar Asam Lemak Bebas


No
.

Nama sampel

Berat
sampel
(gram)

Volume
KOH
(ml)

Jenis dan
BM Asam
Lemak

Kadar
ALB (%)

1.

Minyak Merk

10,01

0,30

256

0,0383

2.

Minyak 1x goreng

10,13

0,30

256

0,0379

3.

Minyak Curah

10,24

0,35

256

0,0438

Perhitungan
1. Minyak merk

Kadar ALB (%) =

0,3 0,05 256


100% = 0,0383%
10,01 1000

2. Minyak 2x goreng

Kadar ALB (%) =

mL KOH N KOH BM Asam Lemak


100
Bobot sampel (g) 1000

0,3 0,05 256


100% = 0,0379%
10,13 1000

3. Minyak curah

Kadar ALB (%) =

mL KOH N KOH BM Asam Lemak


100
Bobot sampel (g) 1000

mL KOH N KOH BM Asam Lemak


100
Bobot sampel (g) 1000

0,3 5 0,05 256


100% = 0,0438%
10,24 1000

Pembahasan

Prinsip dari analisis kadar asam lemak bebas adalah lemak dihidrolisis menghasilkan
asam lemak bebas. Asam lemak bebas kemudian ditetapkan dengan metode titrasi asam basa.
Lemak dihidrolisis dengan alkohol sehingga asam lemak bebas dibebaskan. Asam lemak yang
bersifat asam kemudian dititrasi dengan basa kuat seperti KOH atau NaOH. Dengan bantuan
indikator PP, asam lemak dititrasi hingga diperoleh warna merah muda seulas (Sirajuddin, 2013).
Kadar asam lemak bebas dapat ditetapkan dengan rumus:
Kadar ALB (%) =

mL KOH N KOH BM Asam Lemak


100
Bobot sampel (g) 1000

Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi analisis kadar asam lemak bebas:

Kadar Air
Semakin tinggi kadar air pada bahan, akan semakin tinggi tingkat hidrolisis lemak pada

minyak, sehingga kadar asam lemak bebas akan semakin tinggi.


Kelembaban Lingkungan
Kelembaban lingkungan yang tinggi menyebabkan minyak yang terpapar di ruang

terbuka menjadi terhidrolisis menghasilkan asam lemak bebas.


Keasaman Alkohol
Alkohol yang digunakan sebagai pelarut memiliki sifat sedikit asam, sehingga ketika
dilakukan titrasi asam lemak bebas, volume penitar akan lebih banyak dari yang
seharusnya karena terdapat asam lain selain dari asam lemak bebas yang ikut tertitrasi
oleh basa penitar. Maka dari itu, sebelum digunakan untuk melarutkan lemak, alkohol

sebaiknya dinetralkan terlebih dahulu.


Frekuensi Penggunaan Minyak Goreng
Suhu Penggorengan

Analisis Prosedur dan Perbandingan dengan Literatur

Analisis kadar asam lemak bebas mula-mula dilakukan dengan menyiapkan alat dan
bahan yang dibutuhkan. Sampel yang digunakan pada analisis ini adalah minyak merk, minyak
1x goreng, dan minyak curah. Mula-mula ditimbang sampel masing-masing sebanyak 10 gram
dalam erlenmeyer 250mL. Penimbangan harus dilakukan setepat mungkin, karena analisis yang
dilakukan merupakan analisis kuantitatif, segala bobot penimbangan akan mempengaruhi kadar
yang dihasilkan. Kemudian ditambahkan alkohol 95% sebanyak 50 mL ke dalam erlenmeyer,
lalu ditambahkan indikator PP 1% sebanyak tiga tetes, kemudian dititrasi dengan KOH 0,05 N
sampai diperoleh titik akhir titrasi berwarna merah muda permanen. Alkohol 95% digunakan
untuk melarutkan asam lemak yang terkandung dalam sampel, serta menginaktifasi kerja enzim
lipase. Indikator PP digunakan sebagai penunjuk tercapainya titik akhir titrasi, titik akhir titrasi
ditandai dengan munculnya warna pink pertama kali dan warna yang muncul bersifat permanen.
Hasil analisis kadar asam lemak bebas dalam sampel minyak merk adalah sebesar
0,0383%. Bila dibandingakan dengan SNI 7709 tahun 2012 yang membahas tentang parameter
kualitas minyak goreng, kadar asam lemak bebas dihitung sebagai asam palmitat, adalah
maksimal 0,30%. Hasil ini sudah sesuai dengan standar yang berlaku di Indonesia sehingga
dapat diketahui bahwa mutu minyak goreng tersebut telah sesuai standar dan layak untuk
dikonsumsi. Hasil analisis kadar asam lemak bebas dalam sampel minyak 2x goreng adalah
sebesar 0,0379%. Bila dibandingakan dengan SNI 7709 tahun 2012 yang membahas tentang

parameter kualitas minyak goreng, kadar asam lemak bebas yang dihitung sebagai asam palmitat,
adalah maksimal 0,30%. Hasil ini sudah sesuai dengan standar yang berlaku di Indonesia. Hasil
analisis kadar asam lemak bebas dalam sampel minyak curah adalah sebesar 0,0438%. Bila
dibandingakan dengan SNI 7709 tahun 2012 yang membahas tentang parameter kualitas minyak
goreng, kadar asam lemak bebas yang dihitung sebagai asam palmitat, adalah maks. 0,30%.
Hasil ini sudah sesuai dengan standar yang berlaku di Indonesia sehingga dapat diketahui bahwa
mutu minyak goreng tersebut telah sesuai standar dan masih layak dikonsumsi. Apabila terjadi
ketidaksesuaian hasil dengan SNI, dapat disebabkan karena alkohol yang digunakan tidak
bersifat netral. Alkohol yang digunakan sebagai pelarut memiliki sifat sedikit asam, sehingga
ketika dilakukan titrasi asam lemak bebas menggunakan basa, volume penitar akan lebih banyak
dari yang seharusnya karena terdapat asam lain selain dari asam lemak bebas yang ikut tertitrasi
oleh basa penitar. Maka dari itu, sebelum digunakan untuk melarutkan lemak, alkohol sebaiknya
dinetralkan terlebih dahulu.

Pertanyaan
a. Mengapa dalam analisis kadar asam lemak bebas digunakan pelarut alkohol?

Karena alkohol dapat melarutkan asam lemak. Apabila digunakan air, asam lemak tidak
akan bisa dilarutkan dari dalam sampel karena perbedaan massa jenis, yang menyebabkan
asam lemak tidak akan bisa dititrasi oleh KOH. Selain itu, alkohol dapat menghentikan
aktivitas enzim lipase sebelum dilakukan titrasi (Damanik, 2009).
b. Apakah semua asam lemak bebas terekstrak oleh alkohol pada analisis asam
lemak bebas dengan metode titrasi?

Tidak semua asam lemak bebas dapat dan akan terekstrak oleh alkohol, karena derajat
kepolarannya yang berbeda. Alkohol merupakan pelarut organik yang sifatnya sedikit
polar sedangkan lemak secara umum bersifat non polar. Alkohol akan mengekstrak
senyawa yang memiliki derajat kepolaran yang sama atau hampir sama (Damanik, 2009).
c. Apakah basa selain KOH dapat digunakan pada penetapan kadar asam lemak
bebas?

Selain KOH, dapat pula digunakan alkali atau basa kuat lainnya untuk penetapan kadar
asam lemak bebas seperti NaOH. Basa kuat digunakan untuk menetralkan asam lemak
bebas yang terdapat dalam sampel (Damanik, 2009).
d. Mengapa kadar asam lemak bebas didasarkan pada berat molekul asam
lemak yang dominan?

Karena asam lemak bebas merupakan hasil hidrolisis dari minyak yang dibebaskan dalam
bentuk asam lemak, maka besar kemungkinannya bahwa asam lemak yang dibebaskan
merupakan jenis asam lemak yang dominan terkandung dalam minyak tersebut
(Damanik, 2009).
e. Mengapa indikator yang digunakan fenolftalein/PP?

Karena reaksi yang terjadi antara basa kuat dan asam lemak bebas yang merupakan asam
lemah, sehingga dapat diasumsikan bahwa titik ekivalen tercapai di pH basa, maka
digunakan indikator yang memiliki range pH yang luas pada daerah basa yaitu antara
indikator PP dengan range pH antara 8,0-9,6 (Djalil, 2010).

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis kadar lemak metode soxhlet dalam sampel bekatul, kacang
tanah, dan jagung, dapat disimpulkan bahwa kadar lemak yang tertinggi adalah dalam
kacang tanah yaitu 48,20%, diikuti dengan bekatul sebesar 6,99%, dan jagung sebesar
6,51%.
Berdasarkan hasil analisis bilangan peroksida secara titrasi iodometri dalam sampel
minyak merk, minyak 1x goreng, dan minyak curah, dapat disimpulkan bahwa nilai bilangan
peroksida yang tertinggi adalah minyak 1x goreng yaitu sebesar 11,497 mek/kg, diikuti
dengan minyak merk yaitu 6,494 mek/kg, dan minyak curah 2,999 mek/kg.
Berdasarkan hasil analisis kadar asam lemak bebas secara titrasi alkalimetri dalam
sampel minyak merk, minyak 1x goreng, dan minyak curah, dapat disimpulkan bahwa kadar
asam lemak bebas yang tertinggi adalah minyak curah yaitu sebesar 0,0438%, diikuti dengan
minyak merk yaitu 0,0383%, dan minyak 1x goreng sebesar 0,0379%.

Penilaian
Komponen
Pre-test
Aktivitas
Hasil dan
Pembahasan

Nilai

Daftar Pustaka
Ahmad, Lisna. 2009. Modifikasi Fisik Pati Jagung Dan Aplikasinya Untuk Perbaikan Kualitas
Mi Jagung. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Damanik, A. 2009. Analisis Kadar Asam Lemak Bebas dari Crude Palm Oil (CPO) pada Tangki
Timbun. Sumatera Utara: USU.
Dean, J.R. 2010. Extraction Techniques in Analytical Sciences. Cornwall: John Wiley & Sons.
Djalil, L.A., Marliana, N. 2010. Analisis Proksimat. Bogor: Sekolah Menengah Analis Kimia
Bogor.
Fernando, E.R. 2008. Formulasi Bubur Susu Kacang Tanah Instan Sebagai Alternatif Makanan
Pendamping ASI. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Nugrahwati, T. 2012. Karakteristik Mie Kering dengan Substitusi Bekatul. Surakarta: UNS.
Setyawardhani, D.A. 2006. Pemisahan Asam Lemak Tak Jenuh pada Minyak Nabati dengan
Ekstraksi Pelarut dan Hidrolisa Multistage. Surakarta: UNS
Whistler, R.L. 2009. Starch: Chemistry and Technology. New York: Academic Press.

Daftar Ous
Lampiran

BAB VI
ANALISIS PROTEIN
A. Pre-lab

1.Bagaimana prinsip analisis kadar protein dengan metode Kjeldahl?


Prinsip analisis kadar protein dengan metode kjeldahl adalah dengan menghitung kadar
protein berdasarkan kandungan nitrogen total pada suatu bahan. Kandungan protein
kemudian dapat dihitung dengan mengasumsikan perbandingan kadar nitrogen dengan
protein pada bahan spesifik yang dianalisis. Analisis kadar protein dengan metode
kjeldahl ini dibagi menjadi tiga tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi (Nielsen,
2010).
2.Mengapa analisis protein dengan metode kjedahl disebut analisis protein kasar?
Analisis protein dengan metode kjedahl disebut analisis protein kasar karena kadar
protein dihitung berdasarkan kandungan nitrogen total pada bahan, sedangkan sumber
nitrogen pada bahan belum tentu sepenuhnya protein. Karena kandungan protein tidak
dihitung secara langsung, maka hasil yang diperoleh perlu dikalikan dengan faktor
konversi yang dibutuhkan untuk mengkonversi konsentrasi nitrogen menjadi
konsentrasi protein. Selain itu analisis metode kjeldahl tidak dapat digunakan untuk
menentukan jenis protein secara spesifik (Nielsen, 2010).
3. Apa fungsi tahap destruksi?
Fungsi dari tahap destruksi adalah untuk mengubah kandungan nitrogen yang bersifat
organik dalam bahan menjadi ammonium sulfat (NH4)2SO4 serta mengkonversi senyawa
organik lain menjadi CO2 dan H2O. Hal ini disebabkan karena proses destruksi
menggunakan oksidator kuat yaitu H 2SO4 pekat disertai dengan pemanasan suhu tinggi
mencapai 370 oC dan dengan penambahan katalis untuk mempercepat reaksi sehingga
dapat memutuskan ikatan-ikatan kimia pada komoditi dan diperoleh senyawa-senyawa
yang lebih sederhana.
Reaksi:

N(food) (NH4)2SO4
(Hettiarachchy et.al, 2012)
4.Apa fungsi tahap destilasi?
Fungsi dari tahap destilasi adalah untuk mengubah ammonium sulfat menjadi gas
ammoniak dengan bantuan NaOH. Gas ammoniak bebas ini kemudian akan ditangkap
oleh larutan asam borat.
Reaksi:

NH3 + H3BO3 (boric acid) NH4+ + H2BO3- (borate ion)


(Hettiarachchy et.al, 2012)
5.Bagaimana prinsip analisis protein dengan metode biuret?
Reagen biuret dibuat dari natrium hidroksida (NaOH), CuSO 4 anhidrat, dan natrium
tartarat. Natrium tartarat ditambahkan untuk mengkoplekskan dan menstabilkan ion

tembaga. Reaksi dari ion Cu2+ dengan atom nitrogen peptida pada kondisi basa akan
menyebabkan atom hidrogen dari senyawa peptida (-CO-NH-) berpindah. Ketika ion
Cu2+ bereaksi dengan atom nitrogen pada kondisi basa akan membentuk warna ungu
biuret yang kepekatannya tergantung dari banyaknya ion tembaga yang mengikat
peptida sehingga dapat dibaca absorbansinya menggunakan Spektrofotometer UVVisible pada =530 nm (Herawati, 2011).
6.Apakah terdapat perbedaan jenis protein yang terukur antara metode Kjedahl dan
Biuret?
Jenis protein pada metode kjeldahl diperoleh dari kadar nitrogen total pada suatu bahan,
sedangkan pada bahan pangan, sumber nitrogen tidak hanya dari protein saja, maka
perlu dikalikan dengan faktor konversi yang berbeda tergantung dari komoditas yang
diuji, sehingga protein diukur secara tidak langsung. Sedangkan pada metode biuret
protein yang terukur berdasarkan banyaknya ikatan peptida, semakin banyak ikatan
peptida maka semakin tinggi kadar proteinnya (Nigam, 2007).
7.Apa prinsip titrasi formol?
Asam amino akan bereaksi dengan formalin membentuk metilen asam amino, namun
ternyata reaksi ini sangat kompleks sehingga produk utama yang dihasilkan dari reaksi
ini adalah monometilol dan dimetilol asam amino. Asam amino dalam bentuk zwitter
ion tidak dapat secara langsung dititrasi dengan formaldehid. Maka asam amino
direaksikan terlebih dahulu dengan NaOH sehingga asam amino akan bermuatan dan
menjadi anion yang lebih stabil sehingga dapat dititrasi dengan formaldehid (Ahluwalia,
2005).
8.Apa kegunaan titrasi formol?
Kegunaan titrasi formol adalah mengukur kadar protein berdasarkan banyaknya N
amino pada suatu komoditas, semakin banyak kadar N-amino semakin banyak pula
kadar proteinnya (Ahluwalia, 2005).

B. Diagram Alir
1. Kadar Protein Kasar Metode Kjedahl

2. Kadar Protein Metode Biuret


Pembuatan kurva standar

Persiapan sampel

Penetapan sampel

3.Kadar N-Amino (Cara Titrasi Formol)

C. Hasil dan Pembahasan


1. Kadar Protein Kasar Metode Kjedahl
No
.

Nama
sampel

Berat
sampel

Volume
titrasi

Volume
titrasi

Faktor
konvers

Kadar
Nitroge

Kadar
protein

blanko

sampel

(%)

1.

Kacang
Hijau
Bubuk

1 gram

0,3 ml

4,6 ml

6,25

0,6%

3,75%

2.

Daging
Ayam

1 gram

0,3 ml

6,6 ml

6,75

0,88%

5,94%

3.

Susu UHT

1 gram

0,3 ml

1,3 ml

6,38

0,14%

0,8932
%

4.

Aquadest

1,016
gram

0,3 ml

0,3 ml

0%

0%

Perhitungan:

%N =

( V titrasiV Blanko ) N HCl 100 14,008


Berat sampel 1000
Protein=%N faktor konversi

1. %N Kacang Hijau Bubuk=

( 4,60,3 ) 0,1100 14,008


=0,6
1 1000

Prot ein Kacang Hijau=0,6 6,25=3,75

2. . %N Daging Ayam=

( 6,60,3 ) 0,1 100 14,008


=0,88
1 1000

Protein Daging Ayam=0,88 6,75=5,94

3.

%N Susu UHT =

( 1,30,3 ) 0,1 100 14,008


=0,14
1 1000

Protein Susu UHT =0,14 6,38=0,8932

a. Mengapa faktor konversi pada penetapan kadar protein berbeda-beda


tergantung jenis sampel?

Karena kandungan protein pada kadar total nitrogen tiap sampel berbeda-beda. Kadar
protein dalam sampel ditentukan dengan mengalikan kadar N yang diperoleh dari sampel
kemudian dikalikan dengan faktor konversi. Faktor konversi yang umum digunakan

adalah 6,25. Umumnya kadar nitrogen pada protein adalah 16%, sehingga kadar protein
pada bahan adalah 100/16 = 6,25
b. Mengapa destruksi dihentikan ketika cairan sudah jernih?

Destruksi dihentikan ketika cairan sudah jernih menandakan bahwa seluruh senyawa
organik pada sampel telah dipecah menjadi senyawa-senyawa dasarnya seperti C, H, O,
N, dan S menghasilkan CO2 dan H2O. Proses destruksi menggunakan H2SO4 pekat,
nitrogen-nitrogen organik dari sampel ketika didestruksi akan menghasilkan senyawa
dasarnya yaitu nitrogen, selama destruksi juga dihasilkan H 2O, ketika nitrogen bertemu
dengan H2SO4 akan menghasilkan (NH4)2SO4 yang bersifat larut dalam air, sehingga
ketika larutan berubah menjadi jernih juga dapat menandakan bahwa nitrogen organik
sudah sepenuhnya diubah menjadi nitrogen anorganik.
c. Apa fungsi K2S2O4 dan HgO pada proses destruksi?

K2SO4 dan HgO disebut juga batu didih, fungsinya adalah sebagai katalis sehingga dapat
mempercepat pemecahan makromolekul selama destruksi berlangsung. Batu didih juga
berfungsi untuk menaikkan titik didih H 2SO4 sehingga dapat mencegah H2SO4 untuk
menguap selama proses destruksi.
d. Senyawa apa yang dipisahkan pada proses destilasi?

Proses destilasi menggunakan NaOH yang dilakukan selama tiga menit. Ketika NaOH
bereaksi nitrogen anorganik ((NH4)2SO4) dari hasil proses destruksi, akan melepaskan
NH3. NH3 ini kemudian akan ditangkap oleh asam borat (H3BO3).
e. Bagaimana Saudara memastikan bahwa pada proses destilasi sudah tidak
ada amoniak yang menguap?

Proses destilasi dinyatakan sempurna apabila seluruh amoniak sudah menguap, hal ini
ditandakan dengan terjadinya perubahan warna pada larutan H3BO3 menjadi warna
kuning hingga tidak terjadi perubahan warna lagi.
f.

Apa perbedaannya jika hasil destilasi ditampung dalam larutan HCl dengan
jika ditampung dalam larutan asam borat?

Perbedaannya terdapat pada penitar yang digunakan. Apabila digunakan penampung


H3BO3, akan terbentuk ion NH4+ dan ion H2BO3-, kemudian dititrasi menggunakan HCl
dengan reaksi:
NH3 + H3BO3 NH4+ + H2BO3NH4+ + H2BO3- + HCl
NH4Cl + H3BO3
H3BO3 akan terbentuk kembali setelah titrasi. Sedangkan apabila menggunakan HCl,
akan terbentuk garam NH4Cl, lalu kemudian digunakan penitar NaOH dengan reaksi:
NH3 + HCl
NH4Cl
NH4Cl + NaOH
NH4OH + NaCl
Perbedaan yang lainnya terdapat pada indikator yang digunakan. Apabila penampung
yang digunakan adalah H3BO3, indikator yang digunakan untuk titrasinya adalah BCGMM, sedangkan penampung HCl indikator yang digunakan adalah indikator PP.

g. Faktor apa yang menentukan faktor konversi suatu bahan pangan? Berapa
faktor konversi jika kadar N dalam protein adalah 15%?

FK =

100
100
=
=6,67
%protein 15

2. Kadar Protein Metode Biuret


Kurva standar
Volume
standar
0
0.4
0.6
1.0

Konsentrasi
0
0,5
0,75
1,25

Persamaan regresi linear:

Konsentrasi Kasein Awal: 5 mg/ml


Volume pengenceran: 4 ml
A. Volume Standar Kasein 0 ml
V1 x M1 = V2 x M2
0 x 5 = 4 x M2
M2 = 0 mg/ml
B. Volume Standar Kasein 0,4 ml
0,4 x 5 = 4 x M2
M2 = 0,5 mg/ml
C. Volume Standar Kasein 0,6 ml
0,6 x 5 = 4 x M2
M2 = 0,75 mg/ml
D. Volume Standar Kasein 1 ml
1 x 5 = 4 x M2
M2 = 1,25 mg/ml

Absorbansi
0
0,041
0,059
0,101

Kurva Standar Kasein


0.12
0.1

f(x) = 0.08x - 0
R = 1

0.08
Absorbansi

0.06

Linear ()

0.04
0.02
0
0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.2

1.4

Konsentrasi

Persamaan: y = 0,0805x 4 x 10-5


Penetapan sampel
No
.

Jenis
sampel

Berat

Volume
akhir

Absorbansi

Konsentra
si Sampel

Kadar
protein

1.

Susu Skim

0,386
8
gram

1 ml

1,439

17,876
gram/ml

18,817
%

2.

Daging
Ayam

6
gram

1 ml

0,274

3,404
gram/ml

0,227%

3.

Kacang
Hijau

8
gram

1 ml

0,581

7,217
gram/ml

0,321%

Perhitungan:
Persamaan: y = 0,0805x - 4 x 10-5

%Protein=

4.

Fp V akhir Konsentrasi sampel 100


gram sampel 1000
5

Susu skim :1,439=0,0805 x4 10


x=

1,439+ 0,00004
=17,876 gram/ml
0,0805

%Protein=

5.

Dagi ng ayam: 0,274=0,0805 x4 105


x=

0,274+0,00004
=3,404 gram/ml
0,0805

%Protein=

6.

4 1 17,876 100
=18,817
0,38 1000

4 1 3,404 100
=0,227
6 1000

Susu skim :0,581=0,0805 x4 105


x=

0,581+ 0,00004
=7,217 gram/ml
0,0805

%Protein=

4 1 7,217 100
=0,321
9 1000

a. Apa jenis protein yang terukur dengan metode Biuret?

Protein yang terukur dengan metode biuret berdasarkan ikatan peptida pada protein.
Semakin banyak ikatan peptida, semakin tinggi absorbansi pada spektrofotometer dan
semakin tinggi pula kadar proteinnya.
b. Apa fungsi penambahan TCA pada analisis protein dengan metode Biuret?
Pada analisis kadar protein metode Biuret, TCA (trichloroacetic acid) berfungsi untuk melarutkan
protein atau mengendapkan protein dalam sampel atau dalam kata lain TCA digunakan untuk
mengekstrak protein yang ada di dalam sampel.
c. Apa fungsi penambahan dietil eter?

Pada analisis kadar protein metode Biuret, dietil eter berfungsi untuk melarutkan lemak
dari susu. Lemak perlu dilarutkan karena pada analisis ini digunakan aquadest sebagai
pengencernya, sedangkan lemak tidak dapat larut dalam aquadest sehingga dapat
mengganggu pengamatan dan dapat menyebabkan kesalahan pada hasil yang diperoleh.

Perbandingan Metode
Jelaskan untuk setiap jenis sampel, mengapa terdapat perbedaan kadar protein
antara metode Kjedahl dan Biuret!
Sampel

Kadar Protein (%)


Metode
Kjedahl

Penjelasan

Meode
Biuret

Susu Skim

0,8932%

18,817
%

Kandungan protein pada metode biuret terlihat


lebih tinggi dibandingkan dengan metode
kjeldahl, hal ini dapat disebabkan karena
absorbansi susu skim yang sangat tinggi yaitu
1,439. Menurut Djalil (2010), apabila
absorbansi melampaui nilai 1, ketelitian dari
nilai
pembacaan
berkurang,
sehingga
memungkinkan terjadinya kesalahan pada
hasil.

Kacang
Hijau Bubuk

3,75%

0,321%

Kandungan protein pada metode kjeldahl


terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan
metode biuret, hal ini dapat disebabkan karena
pada metode kjeldahl protein diukur
berdasarkan kadar nitrogen total. Sehingga
memungkinkan terjadinya kesalahan positif
meskipun telah dikalikan dengan faktor
konversi.

Daging

5,94%

0,227%

Kandungan protein pada metode kjeldahl

Ayam

terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan


metode biuret, hal ini dapat disebabkan karena
pada metode kjeldahl protein diukur
berdasarkan kadar nitrogen total. Sehingga
memungkinkan terjadinya kesalahan positif
meskipun telah dikalikan dengan faktor
konversi.

3. Kadar N-Amino (Cara Titrasi Formol)


No

Jenis sampel

Berat Sampel

Volume titrasi

% N-Amino

% Protein

1.

Susu UHT

3,0716

0,35

0,0159

0,1018%

2.

Kedelai
Bubuk

3,0147

0,65

0,0302

0,188%

3.

Daging Ayam

3,0425

0,7

0,03229

0,217%

4.

Blanko

3,0000

0,45

Perhitungan:

%N amino=

Titrasi Sampel
N NaOH 14,008
gram sampel 10

%Protein=%N amino F . Konversi

7.

%N amino Susu UHT =

0,35
0,1 14,008=0,0159
3,0716 10

%Protein=0,0159 6,38=0,1018
8.

%N amino Susu UHT =

0,65
0,1 14,008=0,0302
3,0147 10

%Protein=0,0302 6,25=0,188
9.

%N amino Susu UHT =

0,7
0,1 14,008=0,03229
3,0425 10

%Protein=0,03329 6,75=0,217

a. Apa fungsi penambahan formaldehida?

Fungsi penambahan formaldehida pada analisis protein metode titrasi formol adalah
untuk menghalangi gugus amino (-NH2) yang terkandung di dalam protein untuk bereaksi
dengan NaOH, sehingga yang bereaksi dengan NaOH hanya gugus karboksil (-COOH)
yang bereaksi.
b. Mengapa titrasi dilakukan dengan menggunakan NaOH?

Titrasi dilakukan dengan menggunakan NaOH karena metode titrasi formol adalah
metode titrasi asam-basa/asidi-alkalimetri dengan bantuan indikator PP dimana titran
gugus karboksil (COOH) bersifat asam sehingga dibutuhkan basa (NaOH) untuk
menetralkan. Kelebihan satu tetes NaOH akan menunjukkan warna merah muda yang
tidak hilang selama 30 detik
c. Bagaimana tingkat hidrolisis protein dapat ditunjukkan oleh titrasi formol?
Apakah semakin tinggi %N hasil titrasi formol, tingkat hidrolisis semakin
tinggi? Jelaskan!
Hidrolisis protein menghasilkan asam amino. Pada analisis protein metode titrasi formol,
formaldehid 40% digunakan untuk menghidrolisis protein membentuk dimetilol. Semakin banyak
protein yang terhidrolisis, maka akan semakin banyak N amino yang diperoleh. %N amino
diperoleh melalui proses netralisasi gugus COOH oleh NaOH karena diasumsikan jumlah gugus
COOH dan N amino pada asam amino setara. Sehingga semakin besar %N amino semakin tinggi
pula tingkat protein yang terhidrolisis.

Perbandingan Metode
Dari metode analisis protein dan tingkat hidrolisis protein, metode mana () yang
paling tepat digunakan untuk sampel berikut. Jelaskan alasannya
Sampel

Kadar Protein (%)

Penjelasan

Metode
Kjedahl

Meode
Biuret

Titrasi
Formol

Susu UHT

0,8932
%

18,817
%

0,1018
%

Dilihat dari hasil yang diperoleh,


metode yang paling cocok digunakan
untuk sampel susu UHT adalah
metode biuret karena menunjukkan
kadar protein yang paling tinggi. Uji
biuret juga lebih cocok untuk susu uht
karena metode ini menggunakan air
sebagai pelarutnya dan susu banyak
mengandung protein yang larut air
sehingga ketelitiannya lebih tinggi
dibandingkan dengan metode lain.

Kacang
Hijau
Bubuk

3,75%

0,321
%

0,188
%

Kandungan protein pada metode kjeldahl


terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan
metode biuret, hal ini dapat disebabkan
karena pada metode kjeldahl protein
diukur berdasarkan kadar nitrogen total.
Sehingga

memungkinkan

terjadinya

kesalahan positif meskipun telah dikalikan


dengan faktor konversi. Uji biuret juga

cocok untuk kedelai karena metode ini


menggunakan air sebagai pelarutnya
dan susu banyak mengandung protein
yang larut air sehingga ketelitiannya
lebih

tinggi

dibandingkan

dengan

metode lain.

Daging
Ayam

5,94%

0,227
%

0,217
%

Kandungan protein pada metode


kjeldahl
terlihat
lebih
tinggi
dibandingkan dengan metode biuret,
hal ini dapat disebabkan karena pada
metode kjeldahl protein diukur
berdasarkan kadar nitrogen total.
Sehingga memungkinkan terjadinya
kesalahan positif meskipun telah
dikalikan dengan faktor konversi.

Analisis Prosedur
1. Metode Kjeldahl
Mula-mula sampel susu UHT dan akuades ditimbang sebanyak 1 gram di dalam beaker
glass, untuk sampel kedelai ditimbang sebanyak 1 gram menggunakan aluminium foil,
kemudian dimasukkan ke dalam labu kjeldahl. Untuk sampel daging ayam, mula-mula
dicacah terlebih dahulu, kemudian ditumbuk hingga halus lalu ditimbang sebanyak 1
gram dan dimasukkan ke dalam labu kjeldahl. Pencacahan dan penumbukan daging
sampai halus dilakukan untuk mempermudah proses destruksi karena ukuran partikelnya
semakin mengecil. Kemudian ditambahkan 0,25 gram K2SO4 dan CuSO4 atau disebut
juga batu didih. Penambahan batu didih ini berfungsi untuk katalis sehingga reaksi
pemecahan N organik menjadi senyawa-senyawa penyusunnya menjadi lebih cepat.

Penambahan batu didih juga dapat berfungsi untuk menaikkan titik didih H 2SO4 sehingga
dapat mencegah H2SO4 untuk menguap selama proses destruksi. Kemudian sampel
dipindahkan ke ruang asam, lalu ditambahkan H2SO4, kemudian didestruksi selama 90
menit hingga cairan jernih. Destruksi harus dilakukan di dalam ruang asam karena reagen
yang digunakan adalah H2SO4 pekat yang merupakan asam kuat sehingga pemakaiannya
harus berhati-hati dan tidak digunakan di ruang terbuka. Selain itu ruang asam juga
berfungsi untuk menyedot SO2 yang dihasilkan dari reaksi antara sulfur yang terbentuk
dengan H2SO4 yang sangat berbahaya apabila terhirup, oleh karena itu proses destruksi
harus dilakukan di dalam ruang asam. Proses destruksi berfungsi untuk memecah
makromolekul menghasilkan senyawa-senyawa penyusunnya. Protein mengandung
nitrogen sebagai senyawa penyusunnya setelah didestruksi akan dihasilkan nitrogen yang
bebas sehingga dapat dianalisis kadar nitrogen totalnya. Setelah destruksi selesai, larutan
didinginkan pada suhu kamar selama 60 menit. Kemudian dilakukan penambahan 25 ml
aquades untuk mengencerkan sampel. Setelah destruksi selesai, dilanjutkan ke tahap
destilasi. Alat dipasang terlebih dahulu di destilator, kemudian ditekan tombol reagen
untuk mengalirkan NaOH 30% ke dalam sampel. NaOH berfungsi untuk membasakan
suasana dan akan bereaksi dengan (NH4)2SO4 yang terbentuk dari reaksi asam sulfat
dengan nitrogen dari sampel, membebaskan NH3. Kemudian pada destilator dipasangkan
erlenmeyer berisi H3BO3 4% sebanyak 50 ml dan ditambahkan indikator kjeldahl.
Destilasi merupakan pemisahan larutan berdasarkan titik didih. NH3 memiliki titik didih
lebih rendah akan menguap terlebih dahulu kemudian akan diembunkan oleh kondensor
yang berisi air es. NH3 yang terembunkan ini akan ditangkap oleh H 3BO3 membentuk
NH4+ dan H2BO3-. Indikator kjeldahl berfungsi untuk indikasi apabila basa yang
digunakan berlebihan, apabila basa berlebihan akan membentuk warna coklat. Kemudian
destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N. Ion H2BO3- akan bereaksi dengan HCl membentuk
H3BO3 dengan titik akhir hijau.
2. Metode Biuret
A. Pembuatan Kurva Standar
Mula-mula dimasukkan larutan standar kasein ke dalam tabung reaksi sebanyak 0,
0.1, 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1 ml. Kemudian diencerkan sampai dengan 4 ml. Hal ini
dilakukan karena kurva standar diperoleh dari hasil absorbansi standar dalam
spektrofotometer pada range konsentrasi tertentu. Kemudian ditambahkan biuret
sebanyak 6 ml ke dalam tabung reaksi, lalu diinkubasi selama 10 menit pada suhu 37
o
C dan pada suhu kamar selama 30 menit. Penambahan biuret bertujuan untuk
mereaksikan biuret dengan ikatan peptida pada protein sampel, Cu2+ dari biuret akan
membentuk warna ungu bila berikatan dengan ikatan peptida pada sampel sehingga
dapat dibaca absorbansinya pada spektrofotometer. Kemudian dibaca pada panjang
gelombang 520 nm.
B. Pengerjaan Sampel
Mula-mula ditimbang kacang hijau sebanyak 9 gram lalu dilarutkan ke dalam 30 ml
air, untuk daging ayam ditimbang sebanyak 6 gram lalu dilarutkan ke dalam 20 ml

air, lalu dihancurkan dengan blender kemudian disaring. Untuk sampel susu UHT
dipipet sebanyak 0,4 ml kemudian ditimbang di dalam beaker glass 100 ml.
Kemudian ditambahkan air sampai dengan 1 ml. Kemudian pada sampel susu
ditambahkan TCA 10% sebanyak 1 ml yang berfungsi untuk mengekstrak protein
dalam susu. Kemudian ketiga sampel disentrifugasi pada 3000 rpm. Untuk sampel
kacang hijau dan daging ayam diambil supernatan nya secara dekantasi. Untuk
sampel susu supernatan didekantasi lalu ditambahkan 2 ml eter yang bertujuan untuk
melarutkan lemak dari susu sehingga hanya proteinnya saja yang tersisa di dalam
susu. Kemudian disentrifugasi untuk memisahkan residu etil eter dengan protein susu.
Endapan kering dari tube diambil kemudian ditambahkan air sebanyak 1 ml. Pada
sampel susu, endapannya diambil karena protein terendapkan oleh TCA dan tidak
larut dalam etil eter sehingga akan terpisah. Kemudian pada ketiga sampel
ditambahkan air hingga 4 ml lalu ditambahkan pereaksi biuret bertujuan untuk
mereaksikan biuret dengan ikatan peptida pada protein sampel, Cu2+ dari biuret akan
membentuk warna ungu bila berikatan dengan ikatan peptida pada sampel sehingga
dapat dibaca absorbansinya pada spektrofotometer. Kemudian dibaca pada panjang
gelombang 520 nm.
3. Titrasi Formol
Mula-mula sampel daging ayam dihancurkan kemudian ditimbang sebanyak 3 gram,
untuk sampel kedelai bubuk ditimbang sebanyak 3 gram, dan untuk sampel susu UHT
dipipet sebanyak 10 ml lalu ditimbang lalu ketiga sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml yang berbeda. Kemudian ditambahkan aquades sebanyak 20 ml yang
berfungsi untuk mengencerkan. Kemudian ditambahkan kalium oksalat seabnyak 0.4 ml
kalsium oksalat jenuh yang berfungsi untuk merusak konformasi protein sehingga lebih
mudah untuk dihidrolisis. Kemudian ditambahkan indikator PP karena titrasi yang
dilakukan merupakan alkalimetri, range pH indikator PP yang berkisar dari 8-9,8 sangat
cocok untuk titrasi alkalimetri. Kemudian didiamkan selama dua menit, hal ini berfungsi
untuk memberi waktu kalsium oksalat untuk merusak konformasi protein karena protein
merupakan makromolekul dengan bobot molekul yang besar sehingga membutuhkan
waktu untuk merusak konfromasinya. Kemudian ditambahkan formaldehid untuk
memblokade gugus amino dari protein untuk bereaksi dengan NaOH sehingga hanya
gugus karboksilatnya saja yang bereaksi. Kemudian dititrasi dengan NaOH sampai titik
akhir berwarna merah muda yang konstan selama 30 detik.

Pembahasan
1. Prinsip

A. Metode Kjeldahl
Prinsip analisis kadar protein dengan metode kjeldahl adalah dengan menghitung kadar
protein berdasarkan kandungan nitrogen total pada suatu bahan. Kandungan protein
kemudian dapat dihitung dengan mengasumsikan perbandingan kadar nitrogen dengan
protein pada bahan spesifik yang dianalisis. Analisis kadar protein dengan metode
kjeldahl ini dibagi menjadi tiga tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi (Nielsen,
2010).
B. Metode Biuret
Reagen biuret dibuat dari natrium hidroksida (NaOH), CuSO4 anhidrat, dan natrium
tartarat. Natrium tartarat ditambahkan untuk mengkoplekskan dan menstabilkan ion
tembaga. Reaksi dari ion Cu2+ dengan atom nitrogen peptida pada kondisi basa akan
menyebabkan atom hidrogen dari senyawa peptida (-CO-NH-) berpindah. Ketika ion
Cu2+ bereaksi dengan atom nitrogen pada kondisi basa akan membentuk warna ungu
biuret yang kepekatannya tergantung dari banyaknya ion tembaga yang mengikat peptida
sehingga dapat dibaca absorbansinya menggunakan Spektrofotometer UV-Visible pada
=530 nm (Herawati, 2011).
C. Metode Titrasi Formol
Larutan filtrat yang me ngandung protein dinetralkan dengan basa NaOH kemudian
ditambahkan formaldehid. Formaldehid akan bereaksi dengan gugus amino pada protein
membentuk senyawa dimetilol. Dimetilol akan mengikat gugus amino, sehingga tidak
akan mempengaruhi reaksi antara asam dengan basa NaOH, sehingga akhir titrasi dapat
diakhiri dengan tepat. Gugus karboksil berikatan dengan NaOH sampai titik akhir titrasi
membentuk warna merah muda permanen dengan bantuan indikator PP.
2. Reaksi
A. Metode Kjeldahl

N(food) + H2SO4 (NH4)2SO4


NH3 + H3BO3 (boric acid) NH4+ + H2BO3- (borate ion)
NH4+ + H2BO3- + HCl Cl + H3BO3
(Hettiarachchy et.al, 2012)
B. Metode Biuret

(Nielsen, 2010).
C. Titrasi Formol

-COOH + NaOH COONa + H2O

(Nielsen, 2010).
3. Perhitungan dari Literatur
A. Metode Kjeldahl
( V titrasiV Blanko ) N HCl 100 14,008
%N =
Berat sampel 1000
Protein=%N faktor konversi
(Djalil, 2010).
B. Metode Biuret
y = ax + b
Fp V akhir Konsentrasi sampel 100
%Protein=
gram sampel 1000

(Nielsen, 2010).
C. Metode Titrasi Formol
Titrasi Sampel(VsampelVblanko)
%N amino=
N NaOH 14,008
gram sampel 10
%Protein=%N amino F . Konversi

(Djalil, 2010).
4. Perbandingan DHP Dengan Literatur
Berdasarkan data hasil pengamatan pada analisis protein dengan metode Kjedahl didapatkan
hasil kadar protein sampel susu segar sebesar 0,8932%, bubuk kacang hijau 3,75%, dan
daging ayam sebesar 5,94%. Sementara itu, metode biuret didapatkan hasil pada sampel
susu segar sebesar 18,817%, bubuk kacang hijau 0,227%, dan daging ayam 0,321%.
Sedangkan, pada metode titrasi formol didapatkan hasil kadar protein pada susu segar
sebesar 0,1018%, bubuk kacang hijau 0,188%, dan daging ayam sebesar 0,217%.
Berdasarkan Ali (2008) kadar protein dari susu sapi 3,36%, bubuk kedelai sebesar 34,75%,
dan daging ayam sebesar 18,21%. Dapat disimpulkan bahwa kadar protein mendekati
kisaran dari literatur pada sampel susu segar yaitu dengan metode biuret, karena metode ini
cocok untuk protein yang terlarut dalam air. Selain itu, pada metode tersebut, susu segar
memiliki kemampuan yang besar dalam menyerap cahaya, sehingga nilai absorbansi yang
tertera pada alat spektrofotometer juga besar. Sementara itu, bubuk kacang hijau yang
memiliki nilai kadar protein yang cukup jauh dengan literatur yaitu kadar protein bubuk
kedelai dengan metode Kjedahl yaitu dengan nilai 3,75%. Sedangkan untuk nilai kadar
protein daging ayam yang sesuai dengan literatur yaitu dengan metode Kjedahl dengan nilai
5,94%. Hal ini dapat disebabkan karena destilasi yang belum sempurna dan titik akhir titrasi
yang tidak tercapai karena waktu yang cukup terbatas. Pada metode titrasi formol menurut
Djalil (2010), volume titrasi sampel dikurangi terlebih dahulu dengan volume blanko
kemudian baru dilakukan penghitungan kadar, hal ini juga dapat menyebabkan kesalahan
pada hasil yang diperoleh.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pengamatan


Berikut adalah faktor-faktor yang memengaruhi hasil pengamatan analisis protein dengan
beberapa metode yaitu metode Kjedahl, metode biuret, dan metode titrasi formol.
Karakteristik Sampel
Jenis Sampel
Ukuran Sampel
Banyak sedikitnya kadar protein dalam sampel
Jenis atau metode analisis yang digunakan
Reagen yang digunakan
Suhu atau perlakuan panas
Jenis protein yang terkandung dalam sampel
Tidak adanya inhibitor.
(Djalil, 2010)

Kesimpulan
Prinsip analisis kadar protein dengan metode kjeldahl adalah dengan menghitung kadar protein
berdasarkan kandungan nitrogen total pada suatu bahan. Kandungan protein kemudian dapat
dihitung dengan mengasumsikan perbandingan kadar nitrogen dengan protein pada bahan
spesifik yang dianalisis. Analisis kadar protein dengan metode kjeldahl ini dibagi menjadi tiga
tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi Reagen biuret dibuat dari natrium hidroksida (NaOH),
CuSO4 anhidrat, dan natrium tartarat. Natrium tartarat ditambahkan untuk mengkoplekskan dan
menstabilkan ion tembaga. Reaksi dari ion Cu2+ dengan atom nitrogen peptida pada kondisi basa
akan menyebabkan atom hidrogen dari senyawa peptida (-CO-NH-) berpindah. Ketika ion Cu2+
bereaksi dengan atom nitrogen pada kondisi basa akan membentuk warna ungu biuret yang
kepekatannya tergantung dari banyaknya ion tembaga yang mengikat peptida sehingga dapat
dibaca absorbansinya menggunakan Spektrofotometer UV-Visible pada =530 nm. Larutan filtrat
yang me ngandung protein dinetralkan dengan basa NaOH kemudian ditambahkan formaldehid.
Formaldehid akan bereaksi dengan gugus amino pada protein membentuk senyawa dimetilol.
Dimetilol akan mengikat gugus amino, sehingga tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam
dengan basa NaOH, sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Gugus karboksil berikatan
dengan NaOH sampai titik akhir titrasi membentuk warna merah muda permanen dengan
bantuan indikator PP. Untuk sampel susu segar cocok menggunakan analisa kadar protein dengan
metode biuret, karena merupakan protein yang larut dalam air dan memiliki daya serap cahaya
yang sangat tinggi sehingga menghasilkan nilai absorbansi yang tinggi juga. Sedangkan pada
sampel bubuk kedelai dan daging ayam cocok menggunakan metode Kjedahl, karena nilai kadar
proteinnya mendekati kadar protein yang ada pada literatur.

DAFTAR PUSTAKA (TAMBAHAN)

Ali, N. 2010. Analisis Protein dengan Berbagai Jenis Sampel. Jakarta: UI Press
Djalil, L., Marliana, N. 2010. Analisis Proksimat. Bogor: Sekolah Menengah Analis Kimia
Bogor.

Komponen
Pre-test
Aktivitas
Hasil dan Pembahasan

Nilai

BAB VII
ANALISIS KADAR VITAMIN C
A. Pre-lab
1. Jelaskan prinsip analisis kadar vitamin C metode titrasi 2,6-diklorofenol?

2. Apakah kelebihan analisis kadar vitamin C menggunakan metode titrasi 2,6diklorofenol dibandingkan dengan metode lain?

3. Reaksi apakah yang terjadi antara reagen dengan sampel saat pengujian?
jelaskan reaksi yang terjadi tersebut dengan singakat!

B. Diagram Alir

C. HasildanPembahasan

No
.

Nama
sampel

Berat
sampel

1.

2.

3.

4.

Perhitungan Kadar Vitamin C


1.

2.

3.

4.

Volume
titrasi
blanko

Volume
titrasi
sampel

Kadar Vitamin C
(mg/ml)

a. Mengapa ekstraksi dan titrasi saat pengujian harus dilakukan dengan cepat?
hubungkan dengan karakteristik vitamin C!

b. Apakah fungsi larutan NaHCO3?

c. Apakah fungsi larutan asam metafosfat-asetat?

d. Saat dilakukan titrasi pada titik akhir titrasi akan terjadi perubahan warna
menjadi merah muda. Mengapa hal itu bisa terjadi?

e. Apakah kelemahan pengujian menggunakan metode ini?

BAB VIII
KROMATOGRAFI KOLOM

A. Pre-lab

1.Apa yang dimaksud kromatografi?

2. Jelaskan prinsip kromatografi adsorpsi?

3.Apa fungsi alumina pada penentuan beta karoten?

4.Jelaskan pengertian fase stasioner dan fase mobil!

5.Apa yang dipisahkan pada proses kromatografi adsorbsi pada penentuan kadar beta
karoten

B. Diagram

Alir

Penentuan

Kadar

Kromatografi Kolom Adsorbsi

Persamaan regresi kurva standar :

Kadar

Beta

Karoten

Dengan

No.

Konsentrasi

Absorbansi

1.
2.
3.
4.
5.
6

Y = ............. x + ...................
Perhitungan kadar beta karoten dari sampel yang dianalisis :

1. Apa yang menjadi fase stasioner dan fase mobil pada analisis beta karoten
dengan kromatografi kolom?

2. Komponen apa yang terelusi pada analisis beta karoten dengan kromatografi
kolom?

3. Komponen apa yang teradsorbsi kuat pada adsorben?

4. Apakah analsis tersebut dapat memisahkan beta karoten dengan karotenoid lain
seperti alfa dan gama karoten?

5. Apa fungsi pengukuran


spektrofotometer?

kadar

beta

karoten

dalam

eluat

6. Apa fungsi ekstraksi dengan petroleum eter-aseton?

7. Fraksi apa saja yang terekstrak pada proses ekstraksi tersebut?

8. Apa fungsi penambahan akuades pada ekstrak petroleum eter-aseton?

dengan

9. Fraksi apa yang larut pada aseton-air dan petroleum eter?

Penilaian
Komponen
Pre-test
Aktivitas
Hasil dan
Pembahasan

Nilai

BAB IX
ELEKTROFORESIS SDS-PAGE

A. Pre-lab

1.Apa yang dimaksud elektroforesis ?

2.Ada berapa jenis elektroforesis ? Jelaskan masing-masing!

3.Apa fungsi SDS pada metode SDS-PAGE ?

4.Apa fungsi akrilamid pada metode SDS-PAGE?

5.Apa tujuan analisis protein dengan metode elektroforesis?

6.Mengapa protein-protein tersebut dapat terpisah?

7.Bagaimana cara mengatur ukuran pori gel ?

8. Apa yang dimaksud dengan stacking gel? Mengapa stacking gel diperlukan?

9.Apa fungsi pewarnaan gel pada metode elektroforesis ?

B. Diagram Alir Elektroforesis


Pembuatan gel

11.

Persiapan sampel

12.

Pemisahan protein dengan elektroforesis

13.

Pewarnaan gel

C. Hasil dan Pembahasan


Gambar Gel SDS-PAGE

1. Ada berapa pita yang terbentuk ? Jelaskan !

2. Apakah kepekatan warna pita berkaitan dengan konsentrasi protein ?

3. Bagaimana cara mengidentifikasi jenis protein yang membentuk pita pada gel
elektroforesis ?

4. Apakah fungsi penambahan merkaptoetanol pada persiapan sampel ?

5. Apakah fungsi pemanasan sampel protein ?

6. Mengapa pH sangat berpengaruh pada metode elektroforesis protein ?

7. Reagen apa yang berfungsi untuk mempolimerisasi gel ?

8. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pergerakan protein dalam gel


elektroforesis ?

Penilaian
Komponen
Pre-test
Aktivitas
Hasil dan
Pembahasan

Nilai

BAB X
ANALISIS BAHAN TAMBAHAN PANGAN
A. Pre-lab
1. Apa yang dimaksud dengan bahan tambahan pangan atau food additives?

2. Sebutkan syarat bahan tambahan yang dapat diaplikasikan pada produk


pangan!

3. . Jelaskan kelebihan dan kelemahan menggunakan pewarna alami dan


sintesis!

B. Diagram Alir
1. Identifikasi Formalin dalam Bahan Pangan

2. Identifikasi Boraks dalam Bahan Pangan

3. Identifikasi Pewarna Berbahaya dalam Bahan Pangan

C. Hasil dan Pembahasan


1. Identifikasi Formalin dalam Bahan Pangan
a. Hasil Pengamatan :
No

Nama sampel

Perubahan Warna

1.
2.
3.
4.
5.
Jelaskan ciri-ciri makanan/bahan pangan yang mengandung formalin!

Hasil
(+/-)

b.

2. Identifikasi Boraks dalam Bahan Pangan


a. Hasil Pengamatan
No

Nama sampel

Tekstur

Perubahan Warna

Hasil (+/-)

1.
2.
3.
4.
5.
Jelaskan ciri-ciri makanan/bahan pangan yang mengandung boraks!

3. Identifikasi Pewarna Berbahaya dalam Bahan Pangan


a. Hasil Pengamatan

b.

No

Nama sampel

Perubahan Warna

Hasil
(+/-)

1.
2.
3.
4.
5.
b.Jelaskan fungsi penambahan larutan amonia, petroleum dan reagen CMR pada
analisa ini

c. Jelaskan ciri-ciri makanan/bahan pangan yang mengandung pewarna berbahaya

d. Jelaskan kelebihan dan kelemahan menggunakan metode kit pada analisa bahan
tambahan makanan

Anda mungkin juga menyukai