Anda di halaman 1dari 88

Gambar Sampul

Pona testing ASTM D-1319 GC


PEMBERITAHUAN
LEMBARAN PUBLIKASI
LEMIGAS
Volume 45, Nomor 1, April 2011
Telah berganti nama mulai Volume 45, Nomor 2, Agustus 2011, Menjadi
LEMBARAN PUBLIKASI
MINYAK dan GAS BUMI
i
Volume 46, No. 3 Desember 2012
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi adalah media untuk mempromosikan kegiatan penelitian
dan pengembangan teknologi di bidang minyak dan gas bumi yang telah dilakukan oleh
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS
Alamat Redaksi
Sub Bidang Informasi, Bidang Aliasi dan Informasi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas
Bumi LEMIGAS J l. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, J akarta Selatan 12230. Tromol Pos : 6022/
KBYB-J akarta 12120, INDONESIA, STT : No. 119/SK/DITJ EN PPG/STT/1976, Telepon : 7394422 - ext. 1222, 1223,
1274, Faks : 62 - 21 - 7246150, E-mail: management@lemigas.esdm.go.id
Majalah Lembaran Publikasi LEMIGAS (LPL) diterbitkan sejak tahun 1970 yang telah berganti nama menjadi Lembaran
Publikasi Minyak dan Gas Bumi, terbit 3 kali setahun. Redaksi menerima Naskah Ilmiah tentang hasil-hasil Penelitian,
yang erat hubungannya dengan Penelitian Minyak dan Gas Bumi.
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak
dan Gas Bumi LEMIGAS. Penanggung Jawab : Dra. Yanni Kussuryani, M.Si., Redaktur : Ir. Daru Siswanto.
Pemimpin Redaksi : Dra. Yanni Kussuryani, M.Si. (Kimia)
Wakil Pemimpin Redaksi : Ir. Daru Siswanto (Teknik Kimia)
Redaktur Pelaksana : Drs. Heribertus J oko Kristadi, M.Si. (Geosika)
Dewan Redaksi : 1. Prof. Dr. Maizar Rahman (Teknik Kimia)
2. Ir. E. J asj, M.Sc., APU (Teknik Kimia)
3. Prof. Dr. Suprajitno Munadi (Geosika)
4. Prof. M. Udiharto (Biologi)
5. Prof. Dr. E. Suhardono (Kimia Industri)
6. Dr. Ir. Bambang Widarsono, M.Sc. (Teknik Perminyakan)
Redaksi : 1. Dr. Ir. Usman, M.Eng. (Teknik Perminyakan)
2. Ir. Sugeng Riyono, M.Phil. (Teknik Kimia)
3. Dr. Ir. Eko Budi Lelono (Ahli Palinologi)
4. Abdul Haris, S.Si., M.Si. (Lingkungan dan Kimia)
5. Ir. Bambang Wicaksono T.M., M.Sc. (Geologi Perminyakan)
Mitra Bestari : 1. Prof. Dr. Ir. Septoratno Siregar (Teknik Perminyakan)
2. Prof. Dr. R.P. Koesoemadinata (Teknik Geologi))
3. Prof. Dr. Wahjudi Wiratmoko Wisaksono (Energi dan Lingkungan)
4. Dr. Ir. M. Kholil, M.Kom. (Manajemen Lingkungan)
5. Ferry Imanuddin Sadikin, S.T., M.E. (Teknik Elektro)
Sekretaris : Urusan Publikasi
Penerbit : Bidang Aliasi dan Informasi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi
Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS
Pencetak : Graka LEMIGAS
ISSN : 2089-3396
ii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ii
PENGANTAR iii
LEMBAR SARI DAN ABSTRACT iv
PENINGKATAN PEROLEHAN RESERVOIR MINYAK DENGAN
INJEKSI POLIMER SKALA LABORATORIUM
Edward ML Tobing 95 - 106
STUDI KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA DAN SEMI UNJUK KERJA
MINYAK LUMAS TRANSMISI OTOMATIS
M. Hanifuddin, Milda Fibria dan Catur Yuliani R 107 - 115
REKLAMASI DAERAH BENCANA SEMBURAN LUMPUR MELALUI
REMEDIASI CUCI LAHAN: SUATU PANDANGAN PROSPEKTIF
R. Desrina 117 - 123
OPTIMASI EKSPLORASI MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN
MELAKUKAN KAJI ULANG DATA GEOSAINS:
KAJI ULANG BLOK ARAFURA
Djoko Sunarjanto, Sudarman dan Isnawati 125 - 134
ANALISIS BIODIESEL SAWIT DALAM BIOSOLAR DENGAN
SPEKTROSKOPI NEAR INFRARED
Hasrul Abdi Hasibuan dan Tjahjono Herawan 135 - 143
PEMANFAATAN ZEOLIT ALAM TERMODIFIKASI KATION NA
+
UNTUK PEMANFAATAN CO
2
Roza Adriany 145 - 151
ANALISIS PRODUKTIVITAS SUMUR SETELAH PENGASAMAN
MENGGUNAKAN PERSAMAAN KURVA IPR ALIRAN DUA FASE
Djoko Akseyanto dan Edward ML Tobing 153 - 163
Volume 46, No. 3, Desember 2012
ISSN : 2089-3396
iii
PENGANTAR
Pembaca yang Budiman,
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi mempunyai peranan penting dalam penyebaran
informasi hasil-hasil penelitian dan kajian migas bagi masyarakat dunia ilmu pengetahuan dan industri
migas di Indonesia.
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Volume 46 No. 3 Desember 2012 menyajikan beberapa
tulisan hasil studi dan penelitian, yakni:
1. Peningkatan Perolehan Reservoir Minyak dengan Injeksi Polimer Skala Laboratorium; 2.Studi
Karakteristik Fisika Kimia dan Unjuk Kerja Minyak Lumas Transmisi Otomatis; 3. Reklamasi
Daerah Bencana Semburan Lumpur Melalui Remediasi Cuci Lahan: Suatu Pandangan Prospektif;
4. Optimasi Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi dengan Melakukan Kaji Ulang Data Geosains:
Kaji Ulang Blok Arafura; 5. Analisis Biodiesel Sawit dalam Biosolar dengan Spektroskopi Near
Infrared; ; 6.Pemanfaatan Zeolit Alam Termodikasi Kation Na
+
untuk Penangkapan CO
2
; 7. Analisis
Produktivitas Sumur setelah Pengasaman Menggunakan Persamaan Kurva IPR Aliran Dua Fase. Tim
Redaksi berharap Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi edisi Desember 2012 ini bisa menjadi
rujukan bagi para penulis/peneliti. Oleh karena itu saran dan masukan pembaca sangat diharapkan
untuk lebih sempurnanya terbitan Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi berikutnya.
Dewan redaksi dan dewan penerbit, serta penanggung jawab majalah Lembaran Publikasi
Minyak dan Gas Bumi mengucapkan terima kasih kepada para penulis, penelaah dan penyunting
yang telah bekerja keras hingga terbitnya majalah Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi
edisi ini.
J akarta, Desember 2012
Redaksi
iv
Kata Kunci yang dicantumkan adalah istilah bebas. Lembaran Abstrak ini boleh disalin tanpa izin dan biaya.
ISSN : 2089-3396 Terbit : Desember 2012
LEMBAR SARI DAN ABSTRACT
Edward ML Tobi ng (Pusat Penel i ti an dan
Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi
LEMIGAS)
Peningkatan Perolehan Reservoir Minyak dengan
Injeksi Polimer Skala Laboratorium
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46
No. 3 Desember 2012 hal. 95 - 106
ABSTRAK
Tahap awal kegiatan studi skala laboratorium
untuk peningkatan perolehan pada lapangan minyak
T adalah melakukan penyaringan metoda Enhanced
Oil Recovery (EOR). Hasil penyaringan tersebut
menunjukkan bahwa metoda yang cocok adalah
dengan menginjeksikan larutan polimer kedalam
reservoir minyak. Uji penyaringan polimer dilakukan
terhadap 2(dua) jenis polimer polyacrylamide
cyanatrol-750 dan 720H. Dari hasil kajian lebih
lanjut dipilih polimer polyacrylamide cyanatrol-750
dengan konsentrasi 1200 ppm yang selanjutnya
digunakan dalam uji core flooding. Pengujian
core flooding dilakukan 3(tiga) tahap secara
berurutan, yaitu tahap pertama menginjeksikan air
sebanyak 1.3 PV, kemudian dilanjutkan tahap kedua
menginjeksikan larutan polimer dengan konsentrasi
1200 ppm sebanyak 0.4 PV, dan tahap ketiga kembali
menginjeksikan air sebanyak 0.5 PV. Kumulatif
perolehan minyak dari uji core ooding tersebut
sebanyak 68.36 % OOIP.
Kata kunci: injeksi polimer, perolehan minyak
ABSTRACT
The rst step of laboratory study for incremental
recovery in the T oil eld is to screen the suitable
enhanced oil recovery method. The result of
screening showed that the most suitable method is
to inject polymer solution into oil reservoir. Two type
of polymer were screened which are polyacrylamide
cyanatrol-750 and 720H. Results of further studies,
polyacrylamide cyanatrol 750 with concentration
of 1200 ppm was chosen for core flooding test.
Core ooding test was planned in 3(three) steps, as
following: at rst, water of 1.3 PV injected into the
sample, followed by polymer solvent at 1200 ppm
concentrated of 0.4 PV, then nally injected with
water of 0.5 PV. The result of core ooding showed
oil recovery of 68.36 % OOIP.
Author
Keywords: polymer injection, oil recovery
M. Hanifuddin, Milda Fibria dan Catur Yuliani R
(Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi
Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS)
Studi Karakteristik Fisika Kimia dan Semi Unjuk
Kerja Minyak Lumas Transmisi Otomatis
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46
No. 3 Desember 2012 hal. 107 - 115
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian terhadap minyak
lumas transmisi otomatis hasil formulasi dan produk
sejenis di pasaran dengan mutu unjuk kerja Dexron
III. Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi kinerja
minyak ATF yang dihasilkan dari proses perancangan
formula berdasarkan sifat sika kimia dan semi unjuk
kerjanya. Metode pencampuran langsung (direct
blending) diterapkan dalam proses perancangan
formula dalam penelitian ini. Komposisi tertentu
antara minyak lumas dasar, baik jenis mineral maupun
sintetik, dicampur dengan berbagai macam aditif,
baik itu berupa aditif paket unjuk kerja maupun aditif
komponen menghasilkan minyak lumas transmisi
otomatis. Bahan yang digunakan terdiri dari tiga jenis
minyak lumas dasar yaitu Grup-I, Grup-III, dan grup-
IV, serta tiga jenis aditif, yaitu aditif paket unjuk kerja,
v
aditif penurun titik tuang dan aditif anti pembusaan.
Bahan dasar yang akan dicampur dianalisa sifat
sika kimianya menggunakan metode uji standar
(ASTM), begitu juga minyak lumas transmisi
otomatis yang dihasilkan dari proses pencampuran
tersebut. Karakteristik yang diuji adalah sesuai
dengan spesifikasi SNI 06-7069-7-2005, antara
lain: Viskositas Kinematik pada Temperatur 100
o
C
(ASTM D-2270); Indeks Viskositas (ASTM D-2270);
Titik Nyala (ASTM D-92); Titik Tuang (ASTM
D-97); Tendensi dan Stabilitas Pembusaan (ASTM
D-892); Korosi Bilah Tembaga (ASTM D 130);
Karakteristik Mencegah Aus (ASTM D 4172); dan
Karakteristik Stabilitas Terhadap Shear (ASTM D
6278). Minyak lumas transmisi otomatis hasil proses
pencampuran kemudian dibandingkan dengan produk
sejenis di pasaran untuk mengetahui kelebihan dan
kekurangannya. Hasil analisis menunjukkan bahwa
nilai karakteristik sika kimia dan unjuk kerja ATF
hasil blending dan produk sejenis di pasaran sesuai
dengan spesikasi SNI 06-7069-7-2005. ATF hasil
blending memiliki keunggulan dibandingkan dengan
produk di pasaran, terutama karakteristik indeks
viskositas, korosi bilah tembaga dan stabilitas
shear, tetapi memiliki nilai titik nyala yang lebih
rendah, sementara karakteristik lainnya tidak jauh
berbeda. Oleh karena itu, minyak lumas transmisi
otomatis yang diuji, diprediksi mampu memberikan
kinerja yang baik saat pemakaian pada kendaraan
sesungguhnya.
Kata kunci: minyak lumas transmisi otomatis (ATF),
formulasi, kinerja
ABSTRACT
A research on the formulated automatic
transmission uids (ATFs) having the Performance
Level of DEXRON III and some on-market similar
products, has been conducted. The research was
aimed at predicting formulated ATFs performance
by analyzing their physico-chemical and semi-
performance characteristics. Direct blending
method was performed in formulating the ATFs on
this research. Some certain composition of mineral
or synthetics based oils were blended with various
additives, either package performance or component
additives to form ATFs. Base oils used in this
research consist of Group I, III and IV, whereas 3
kinds of additives used were package performance
additives, pour point depressant and foam inhibitor.
All the base stocks, comprise base oils and additives,
and the formulated ATFs were tested to obtain
their physico-chemicals and semi-performance
characteristics values. The tests were performed by
means of ASTM standard method. Some properties of
ATFs and their values were chosen to be benchmarks
for the research in accordance to National Standard
of Indonesia (SNI) such as kinematics viscosity at
100
o
C, Viscosity Index, Flash Point, Pour Point,
Foaming Tendency and Stability, Copper Strip
Corrosion, Wear Prevention Characteristics and
Shear Stability. Comparison of formulated ATFs
and ATF products marketed in Indonesia were
carried out in order to discover formulated ATFs
superiority. The results shows that all physico-
chemicals and semi-performance characteristics
values of formulated ATFs and on-market ATFs are
conformed to the National Standard of Indonesia
(SNI). Formulated ATFs have some advantages
over on-market ATFs, especially in their viscosity
index, copper strip corrosion and shear stability
characteristics. Therefore, it can be predicted that
formulated ATFs will show good performance in its
application and have a long drain intervals.
Author
Keywords: automatic transmission fluid (ATF),
formulation, performance
R. Desrina (Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS)
Reklamasi Daerah Bencana Semburan Lumpur
Melalui Remediasi Cuci Lahan: Suatu Pandangan
Prespektif
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46
No. 3 Desember 2012 hal. 117 - 123
ABSTRAK
Tragedi semburan lumpur di Sidoarjo, J awa
Timur, yang sudah memasuki tahun keenam belum
juga dapat dihentikan. Semburan lumpur yang oleh
berbagai kalangan ahli geologi disebut sebagai erupsi
lumpur volkano diperkirakan dipicu oleh blowout
sumur gas yang saat itu sedang dilakukan pemboran.
Pada puncaknya, erupsi telah memuntahkan lumpur
hingga 180,000 m tiap harinya. Hingga akhir tahun
2011 rata-rata semburan lumpur masih sekitar 10,000
m tiap harinya. Diperkirakan semburan lumpur
masih akan berlanjut hingga 25 sampai 30 tahun
vi
mendatang. Sambil menunggu berhentinya semburan
lumpur tersebut, mungkin perlu dipikirkan tindakan-
tindakan yang dapat dilakukan untuk mereklamasi
lahan yang telah tercemar oleh lumpur ini. Menurut
hasil pemantauan dari penelitian-penelitian yang
telah dilakukan oleh berbagai kalangan, lumpur
mengandung garam, minyak, fenol, dan logam-
logam berat berbahaya. Keberadaan logam berat di
dalam lumpur ini memang masih diperdebatkan,
namun hasil yang diperoleh dari beberapa lembaga
riset menunjukkan bahwa di beberapa lokasi kadar
logam berat telah melebihi ambang batas. Salah
satu cara yang sangat efektif untuk mereklamasi
lahan yang telah tercemar oleh kontaminan organik
maupun anorganik adalah melalui teknik remediasi
cuci lahan atau soil washing. Tujuan penulisan dalam
makalah ini adalah untuk memberikan gambaran
atau ulasan bagaimana suatu lahan yang telah
tercemar, sebagaimana daerah bencana lumpur, dapat
direklamasi kembali secara cepat agar dapat digunakan
sebagaimana sebelumnya.
Kata Kunci: erupsi lumpur volkano, reklamasi,
remediasi, cuci lahan
ABSTRACT
The mudflow disaster at Sidoarjo, East Java,
which has been entering the year of sixth, has not
been stopped yet. Many geologists sates that the mud
eruption is a mud volcano which eruption was assumed
to be created by the blowout of a natural gas well.
At its peak the eruption spewed up to 180,000 m of
mud per day. By late of 2011, mud was still being
discharged at a rate of 10,000 m per day. It is expected
that the mudow will continue for the next 25 to 30
years. While waiting for stopping the eruption of the
mud, it is worthy to consider some actions that could be
implemented to clean or reclaim the mud contaminated
area. According to the researches conducted by several
agencies, the mud contains salts, oil, phenols, and
heavy metals. The presence of heavy metals is still
controversial; nevertheless some research institution
stated that heavy metal concentration in some area
was above the threshold limits. One of the methods
that could reclaim effectively the contaminated area
of organic as well as inorganic contaminants is soil
washing remediation. The purpose of this paper is to
give a view how the contaminated area, as the mudow
disaster area, could be reclaimed rapidly in order to
be able to be reused as before.
Author
Keywords: mud volcano eruption, reclamation,
remediation, soil washing
Djoko Sunarjanto, Sudarman Sofyan dan Isnawati
(Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi
Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS)
Optimasi Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi
dengan Melakukan Kaji Ulang Data Geosains:
Kaji Ulang Blok Arafura
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46
No. 3 Desember 2012 hal. 125 - 134
ABSTRAK
Eksplorasi minyak dan gas bumi (migas) di
Indonesia memerlukan upaya optimasi segera. Salah
satunya berupaya mengurangi kegagalan penawaran
blok migas. Penawaran blok merupakan proses awal
investasi eksplorasi migas. Dengan kaji ulang data
geosains dapat meningkatkan kualitas informasi
wilayah kerja, sehingga menghindari kegagalan
proses penawaran wilayah kerja migas. Blok Arafura
berada di wilayah frontier dan laut dalam Indonesia
Timur, dekat wilayah perbatasan Indonesia-Australia.
Sejarah eksplorasi di Laut Arafura bagian utara
sudah dimulai pada periode 1900-1950. Tercatat data
pemboran ASM IX pada tahun 1974, menunjukkan
adanya minor oil shows. Dilakukan pemboran
eksplorasi Sumur Barakan-1 pada tahun 1995
menembus batuan Paleozoikum dengan total
kedalaman 9.990 kaki. Kegiatan eksplorasi oleh
berbagai pihak selama ini dapat dikompilasikan,
memungkinkan dapat diidentikasi batuan potensial
sebagai perangkap hidrokarbon. Kaji ulang (review)
data geosains menghasilkan optimisme eksplorasi
migas. Kompilasi laporan, analisis kualitatif, dan
kuantitatif data/informasi eksplorasi mendukung
kajian Geologi, Geofisika dan Reservoir (GGR)
daerah Arafura dan sekitarnya. Post Mortem Analysis
menunjukkan indikasi hidrokarbon Blok Arafura.
Hasil analisis bermanfaat meningkatkan kepastian
berinvestasi di wilayah tersebut. Disamping itu kaji
ulang Blok Arafura dapat sebagai model optimasi
eksplorasi blok migas lainnya di Indonesia.
vii
Kata Kunci: optimasi, eksplorasi, kaji ulang data
geosains, Arafura
ABSTRACT
Indonesia oil and gas exploration need to effort
of optimizing does quickly. One of effort to deferse
failure of oil and gas block bid. Geoscience data
review can improvement quality of working area, with
the result failure averse bidding oil and gas working
area. Arafura block at East Indonesia frontier area
and deepsea, close by Indonesia-Australia bordered
area. Exploration history in Northern Arafura Sea
have started on 1900-1950 period of time. Noted of
exploration data coring ASM IX on 1974 indicating
minor oil shows presence. Have work to coring
Barakan-1 Well on 1995 achieve palaezoic rock with
total depth 9.900 feets. For exploration action by
all sorts of part can compiled, may identied rock
as potential of hydrocarbon trap. Geoscience data
review to result of optimizing oil and gas exploration.
Report compiled, qualitaty and quantitaty data
analysis to supporting for Geologic, Geograpic,
and Reservoir (GGR) review Arafura area and
surrounding. Result of analysis benet to improved
certainty invest that area. In addition to review of
Arafura Block could as optimized exploration model
others Indonesia oil and gas block.
Author
Keywords: optimizing, exploration, geoscience data
review, Arafura
Hasrul Abdi Hasibuan dan Tjahjono Herawan (Pusat
Penelitian Kelapa Sawit, Medan)
Analasis Biodiesel Sawit dalam Biosolar dengan
Spektroskopi Near Infrared
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46
No. 3 Desember 2012 hal. 135 - 143
ABSTRAK
Campuran biodiesel sawit dan solar telah
dikomersialisasikan oleh PERTAMI NA yang
disebut dengan biosolar. Sifat fisika dan kimia
antara biodiesel sawit dan solar berbeda sehingga
memungkinkan adanya perbedaan konsentrasi
biodiesel pada biosolar dari SPBU ke pengguna.
Hal ini dapat mempengaruhi performa dan esiensi
dari mesin kendaraan. Penelitian ini dilakukan untuk
memperoleh metode akurat dan cepat dalam analisis
konsentrasi biodiesel pada biosolar. Metode yang
dikembangkan adalah spektroskopi near infrared
(NIR) dan kromatogra gas (GC). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penentuan konsentrasi biodiesel
berdasarkan kalibrasi NIR dan regresi kromatogram
GC relatif konsisten. Penentuan konsentrasi biodiesel
dengan NIR dan GC diperoleh koesien korelasi (R
2
)
masing-masing sebesar 0,9998 dan 0,972. Uji korelasi
metode NIR lebih tinggi dibandingkan metode GC
sehingga metode NIR terverikasi untuk digunakan
dalam penentuan konsentrasi biodiesel pada biosolar.
Kelebihan teknik NIR adalah waktu analisis cepat,
tanpa preparasi dan tidak menggunakan pelarut. Selain
itu metode ini relatif aman bagi teknisi dan ramah
lingkungan.
Kata Kunci: biodiesel, biosolar, solar, spektroskopi
NIR, kromatogra gas
ABSTRACT
A mixture of palm biodiesel and solar called biosolar
have been commercialized by PERTAMINA. The chemi-
cal and physical properties of palm biodesel and solar are
different, as a result it may create dissimilar biodiesel con-
centration in the biosolar from pump to user. This can affect
the performance and eciency of the engine. The study was
conducted in order to obtaine acurate and rapid method of
analysis of biodiesel concentration in biosolar. The method
developed were near infrared spectroscopy and gas chroma-
tography. The results show that determination of biodiesel
concentration based on NIR callibration and regression of
GC chromatogram are relatively consistent. The coefcient
correlations (R
2
) of NIR and GC obtained for prediction of
biodiesel concentration are 0.9998 and 0.972, respectively.
NIR method correlation test is higher than GC and veried
for determination of biodiesel concentration in biosolar.
NIR is a rapid analysis method, neither preparation, nor
solvent is required. In addition, this method is relatively
safe for the analyst and environment.
Author
Keywords: biodiesel, biosolar, diesel, NIR spectroscopy,
gas chromatography
Roza Adriany (Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS)
viii
Pemanfaatan Zeolit Alam Termodikasi Kation
Na
+
untuk Penangkapan CO
2
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46
No. 3 Desember 2012 hal. 145 - 151
ABSTRAK
Zeolit alam tersebar di beberapa wilayah di
Indonesia antara lain di daerah Kalianda Lampung,
Bayah Banten, Nanggung Bogor, Cikembar
Sukabumi, Nagreg Bandung, Cipatujah Tasikmalaya
dan Sangkaropi Toraja. Pemanfaatan Zeolit telah
banyak dilakukan dibidang pertanian, peternakan,
perikanan, dan berbagai industri. Pemanfaatan zeolit
alam Indonesia sebagai bahan penangkap CO
2
belum
banyak dikembangkan. Dalam kegiatan ini dilakukan
penelitian pemanfaatan zeolit alam termodikasi
kation Na
+
untuk penangkapan CO
2
. Tujuan penelitian
adalah mendapatkan teknologi untuk meningkatkan
kapasitas adsorpsi zeolit alam terhadap CO
2
.
Kegiatan uji adsorpsi dilakukan pada rentang suhu
relatif tinggi sekitar 50C-150C melalui preparasi
zeolit menggunakan H
2
O
2
dan modikasi struktur
zeolit dengan kation Na
+
. Adsorben diharapkan dapat
digunakan sebagai penyerap CO
2
yang berasal dari
pembakaran bahan bakar berbasis minyak bumi dan
batubara. Dari hasil penelitian diperoleh kapasitas
adsorpsi CO
2
zeolit alam setelah penukaran kation
Na
+
meningkat dibandingkan sebelumnya. Adsorpsi
CO
2
semula adalah 0,03 mmol CO
2
/gram zeolit,
meningkat menjadi 0,29 mmol CO
2
/gram zeolit
pada suhu 25C , kemudian meningkat 0,54 mmol
CO
2
/gram zeolit pada suhu 50C, 0,96 mmol CO
2

/gram zeolit pada suhu 100C, dan 1,06 mmol CO
2
/
gram zeolit pada suhu 150C.
Kata kunci: zeolit alam, penukar kation Na
+
,
kapasitas adsorpsi CO
2
ABSTRACT
Natural zeolites are scattered in several regions
in Indonesia, among others in Kalianda Lampung,
Bayah Banten, Nanggung Bogor, Cikembar
Sukabumi, Nagreg Garut, Cipatujah Tasikmalaya
and Sangkaropi Toraja. Utilization of zeolites have
been widely applied in agriculture, livestock, sheries
and some industries. Utilization of natural zeolite in
Indonesia as CO
2
capture has not been developed.
Therefore in this research, natural zeolite modied
with Na
+
cation to capture CO
2
. The purpose of
this study is to get a method to enhance the CO
2

adsorption capacity of on natural zeolite. Adsorption
test performed at a relatively high temperature range
of about 50 C -150 C through the preparation of
zeolites using H
2
O
2
and a modication to the structure
of the zeolite with Na
+
cations. Adsorbent is expected
to be used as adsorber CO
2
from burning fossil fuels.
The results showed that the CO
2
adsorption capacity
of natural zeolite increased after exchange of Na
+

cations . Initially, adsorption of CO
2
was 0.03 mmol
CO
2
/g zeolite, increasing to 0.29 mmol CO
2
/g zeolite
at a temperature of 25 C, then increased 0.54 mmol
CO
2
/g zeolite at a temperature of 50 C and 0.96
mmol CO
2
/g zeolite at a temperature of 100 C,
and 1.06 mmol CO
2
/gram zeolite at a temperature
of 150 C.
Author
Keywords: natural zeolite; Na
+
cation exchanger;
CO
2
adsorption capacity
Djoko Akseyanto dan Edward ML Tobing (Pusat
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak
dan Gas Bumi LEMIGAS)
Analisis Produktivitas Sumur setelah Pengasaman
Menggunakan Persamaan Kurva IPR Aliran Dua
Fase
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46
No. 3 Desember 2012 hal. 153 - 163
ABSTRAK
Kurva Inow Performance Relationship (IPR)
merupakan hubungan antara laju produksi terhadap
tekanan alir dasar sumur. Bila kurva IPR tersebut
dikombinasikan dengan kurva pipa alir, maka per-
potongan kedua kurva tersebut merupakan laju
produksi yang optimum. Pengaruh faktor skin
terhadap kurva IPR akan mengubah kemiringan
kurva, sehingga laju produksi akan berubah pada
suatu tekanan alir dasar sumur. Stimulasi pengasaman
terhadap sumur akan menyebabkan faktor skin
menjadi lebih kecil, sehingga akan mengubah
kemiringan kurva IPR serta naiknya laju produksi
optimum. Perkiraan kenaikan laju alir produksi
tersebut diperoleh dari kurva IPR yang ditentukan
berdasarkan hasil uji produksi dan transient tekanan
sumur setelah dilakukan stimulasi pengasaman. Dalam
ix
tulisan ini diusulkan persamaan kurva IPR untuk
sumur yang telah dilakukan stimulasi pengasaman
berdasarkan data uji produksi dan transient tekanan
sumur sebelum stimulasi pengasaman dilakukan,
dan sumur tersebut diproduksikan dari reservoir
bertenaga dorong gas terlarut (aliran dua fase minyak
dan gas). Persamaan IPR tersebut dikembangkan
menggunakan simulator sumur tunggal aliran
dua fasa. Rentang data yang luas dari sifat batuan
dan uida reservoir yang menggambarkan sistem
sumur reservoir, digunakan untuk mengembangkan
persamaan tersebut dengan cara statistik. Perkiraan
kenaikan laju produksi minyak optimum setelah
stimulasi pengasaman berdasarkan persamaan yang
diusulkan, dapat digunakan untuk menganalisis
nilai keekonomian operasi pengasaman pada sumur
tersebut.
Kata kunci: stimulatif pengasaman, kurva inow
performance relationship, aliran dua fase
ABSTRACT
Inow Performance Relationship curve is the
relationship between production rate versus well
owing pressure. When the IPR curve is combined
with tubing pressure curve, the intersection between
two curves is becomes the optimum production rate.
The skin factor is very inuential on slope of the
curve IPR that will affect the change of production
rate in accordance with the bottom whole owing.
The Stimulation of acidizing on the well will result in
reduction of skin factor value, which causes changes
in the slope of curve IPR that resulted in optimum ow
rate. The production ow rate estimates were obtained
from the curve IPR that determined by production
and well pressure transient test after stimulation
acidizing. In this paper proposed the equation of IPR
curve for well that have done acidizing stimulation
based on production and pressure transient test
prior to the acidizing stimulation data, in which the
reservoir has gas solution drive mechanism for oil
and gas production (two phase ow oil and gas).
The IPR equation was developed by using single
well two phase ow simulator. Reservoir rock and
uid data that describes a system of reservoir in
well that are used to develop the equation is done
by statistical. This equation in addition can be used
to estimate the optimum production rate and also to
analyze the economical operation of the acidizing
work per well.
Author
Keywords: stimulation acidizing, inow performance
relationship curve, two phase ow
95
Peningkatan Perolehan Reservoir Minyak
dengan Injeksi Polimer Skala Laboratorium
Edward ML Tobing
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS
J l. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, J akarta Selatan
Telepon: 62-21-7394422, Fax: 62-21-7246150
Teregistrasi I tanggal 5 J uli 2012; Diterima setelah perbaikan tanggal 23 November 2012
Disetujui terbit tanggal: 31 Desember 2012
ABSTRAK
Tahap awal kegiatan studi skala laboratorium untuk peningkatan perolehan pada lapangan minyak
T adalah melakukan penyaringan metoda Enhanced Oil Recovery (EOR). Hasil penyaringan tersebut
menunjukkan bahwa metoda yang cocok adalah dengan menginjeksikan larutan polimer kedalam reservoir
minyak. Uji penyaringan polimer dilakukan terhadap 2(dua) jenis polimer polyacrylamide cyanatrol-750
dan 720H. Dari hasil kajian lebih lanjut dipilih polimer polyacrylamide cyanatrol-750 dengan konsentrasi
1200 ppm yang selanjutnya digunakan dalam uji core ooding. Pengujian core ooding dilakukan 3(tiga)
tahap secara berurutan, yaitu tahap pertama menginjeksikan air sebanyak 1.3 PV, kemudian dilanjutkan
tahap kedua menginjeksikan larutan polimer dengan konsentrasi 1200 ppm sebanyak 0.4 PV, dan tahap
ketiga kembali menginjeksikan air sebanyak 0.5 PV. Kumulatif perolehan minyak dari uji core ooding
tersebut sebanyak 68.36 % OOIP.
Kata kunci: injeksi polimer, perolehan minyak
ABSTRACT
The rst step of laboratory study for incremental recovery in the T oil eld is to screen the suitable
enhanced oil recovery method. The result of screening showed that the most suitable method is to
inject polymer solution into oil reservoir. Two type of polymer were screened which are polyacrylamide
cyanatrol-750 and 720H. Results of further studies, polyacrylamide cyanatrol 750 with concentration of
1200 ppm was chosen for core ooding test. Core ooding test was planned in 3(three) steps, as following:
at rst, water of 1.3 PV injected into the sample, followed by polymer solvent at 1200 ppm concentrated
of 0.4 PV, then nally injected with water of 0.5 PV. The result of core ooding showed oil recovery of
68.36 % OOIP.
Keywords: polymer injection, oil recovery
I. PENDAHULUAN
Dengan bertambahnya waktu produksi suatu
reservoir minyak, maka produktivitasnya akan
semakin berkurang. Hal ini karena berkurangnya
energi atau tekanan reservoir yang diperlukan
untuk mengalirkan minyak ke sumur produksi
secara alamiah seiring dengan waktu produksi.
Untuk dapat memproduksikan minyak setelah
energi alamiah reservoir berkurang diperlukan
usaha pengurasan tahap lanjut (secondary recovery)
secara intensif
(1)
. Usaha tersebut diantaranya adalah
dengan menginjeksikan air, yang ditujukan untuk
mempertahankan tekanan reservoir dan mendorong
minyak tersisa setelah tahap awal pengurasan. Pada
beberapa reservoir minyak, injeksi air ini amat
esien. Namun karena viskositas air lebih rendah
dari vikositas minyak, maka kemungkinan terjadinya
fingering amat besar dimana fluida pendesak
bergerak mendahului uida yang didesak, sehingga
efisiensi penyapuan minyakpun menjadi kurang
efektif
(6)
. Efektitas penyapuan dapat ditingkatkan
dengan menambahkan polimer ke dalam air injeksi
Peningkatan Perolehan Reservoir Minyak dengan Injeksi Polimer Skala Laboratorium (Edward ML Tobing)

96
agar mobilitas air injeksi mengecil
(5)
. Injeksi air yang
telah ditambahkan polimer tersebut dikenal sebagai
injeksi polimer, dimana metode ini merupakan
salah satu metode Enhanced Oil Recovery (EOR).
Diharapkan larutan polimer dengan mobility rendah
akan mendorong minyak ke sumur produksi,
sehingga peningkatan perolehan minyak dapat di-
capai bila harga mobility ratio antara air dan minyak
menurun.
Polimer adalah zat kimia dengan rantai
panjang dan mempunyai berat molekul yang besar.
Kemampuan polimer untuk meningkatkan perolehan
minyak sangat dipengaruhi oleh karakteristik
aliran larutan polimer di dalam media berpori.
Karakteristik alirannya dipengaruhi oleh sifat polimer
sebagai uida non-newtonian dan sifat polimer itu
sendiri yang terdiri dari molekul berat. Selain itu
karakteristik aliran polimer juga dipengaruhi oleh
jarak antar molekul, kandungan ion, konsentrasi
larutan serta faktor lingkungan seperti karakteristik
batuan reservoir, salinitas, dan suhu.
Lapangan T adalah lapangan minyak tua yang
diproduksikan sejak tahun 1948 terletak di cekungan
Sumatera Selatan. Reservoir minyak produktif pada
lapangan ini terdiri dari 4(empat) reservoir, dan yang
menjadi fokus dalam studi laboratorium ini adalah
reservoir A. Berdasarkan metoda volumetrik, di-
perkirakan minyak isi reservoir awal (Original Oil
In Plac-OOIP) dari reservoir A sebanyak 101.61
juta bbl. Prakiraan pengambilan maksimum dengan
metoda material balance diperoleh sebanyak 26.45
juta bbl atau sekitar 26.03 % OOIP. Produksi
kumulatif minyak yang diproduksikan dari reservoir
ini sampai dengan akhir tahun 2011 sebesar 25.33
juta bbl. Dengan demikian minyak yang masih ter-
tinggal di dalam reservoir sebesar 76.27 juta bbl,
yang kemudian menjadi target untuk diproduksikan
dengan menerapkan teknologi EOR.
II. TAHAPAN KEGIATAN DAN HASIL
ANALISIS
A. Penyaringan Metoda EOR
Tahap awal studi injeksi polimer pada reservoir A
skala laboratorium adalah melakukan penyaringan dari
beberapa metoda EOR yang ada, sehingga di peroleh
salah satu metoda yang memadai untuk di terapkan.
Langkah kerja penyaringan tersebut dilakukan
dengan cara membandingkan data karakteristik uida
dan batuan reservoir A terhadap kriteria penyaringan
metode EOR yang dikembangkan oleh J.J Taber, dkk,
1977
2)
. Metoda yang telah dikembangkan tersebut
mengacu pada beberapa proyek injeksi polimer yang
telah sukses diterapkan. Karakteristik uida dan
batuan reservoir yang digunakan sebagai parameter
pembanding adalah
o
API gravity minyak, viskositas
minyak, saturasi minyak, jenis batuan reservoir,
permeabilitas rata-rata batuan, kedalaman formasi,
suhu reservoir, tekanan reservoir, porositas, dan
saturasi air. Data karakteristik uida dan batuan
reservoir A ditampilkan pada Tabel 1. Kemudian
data tersebut dibandingkan dengan parameter kriteria
penyaringan yang dikembangkan oleh J .J Taber, dkk,
1977. Hasil penyaringan menunjukkan bahwa metoda
injeksi kimia polimer cocok untuk diterapkan pada
reservoir A.
B. Analisis Fluida Reservoir
Sampel uida reservoir yang diambil terdiri dari
minyak, air formasi, dan air injeksi. Sampel minyak
dan air formasi berasal dari salah satu sumur di
reservoir A, dan sampel air injeksi dari stasiun
water injection plant.
1. Analisis Air Injeksi dan Air Formasi
Hasil analisis air injeksi dan air formasi
menunjukkan bahwa total dissolved solids pada air
formasi lebih tinggi dari air injeksi, yaitu masing-
masing sebesar 13,900 mg/liter dan 13,400 mg/liter.
Kandungan kation Mg
++
dan Ca
++
pada air formasi
lebih rendah dibandingkan dengan air injeksi yaitu
masing-masing sebesar 2.345 mg/liter dan 8.416
mg/liter, serta 17.15 mg/liter dan 73.00 mg/liter.
Kandungan Fe
++
untuk air injeksi 15 kali lipat
dibandingkan air formasi, yaitu masing-masing
sebesar 3.156 mg/liter dan 0.252 mg/liter. Kandungan
Na
++
untuk air injeksi dan air formasi masing-masing
sebesar 2439 mg/liter dan 2762 mg/liter. Akan tetapi
kandungan Ba
++
untuk air formasi hanya sebesar
1.627 mg/liter, sedangkan untuk air injeksi sebesar
12.78 mg/liter. Derajat keasaman atau pH diukur
pada suhu 77
o
F, dan hasil yang diperoleh sebesar 8.05
untuk air formasi dan 8.30 untuk air injeksi. Hasil
lengkap air formasi dan air injeksi ditampilkan pada
Tabel 2 dan Tabel 3.
2. Analisis Minyak.
Sampel minyak diambil pada kondisi permukaan
di kepala sumur, dan tidak diperoleh gas sebagai
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 95 - 106
97
Tabel 1
Hasil penyaringan metoda injeksi polimer pada reservoir A
Tabel 2
Analisis air formasi
Kation Anion
mg/l meq/l mg/l meq/l
Fe
++
= 0.252 0.01 CO
3
=
= 0.000 0.00
Mg
++
= 2.345 0.19 So
4
=
= 14.000 0.29
Ca
++
= 8.416 1.42 = 4,238.200 70.20
Na
++
= 2,762.00 120.14 = 9,110.000 256.80
Ba
++
= 1.627
= 8.05
= 24.80
= 13,900.00
= 0.42
Kandungan Padatan
pH @77
o
F
Conductivity
TDS (Total Dissolved Solid)
Resistivity (ohm-meter)
ms/cm
mg/l
@ 77.6
o
F
Peningkatan Perolehan Reservoir Minyak dengan Injeksi Polimer Skala Laboratorium (Edward ML Tobing)

98
gas ikutan. Beberapa sifat minyak telah dianalisis,
diantaranya gravity minyak dan viskositas minyak.
Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa gravity
minyak sebesar 25.39
o
API pada suhu 60
o
F, dan
viskositas minyak pada suhu reservoir (177
o
F)
sebesar 11.09 cp.
C. Analisis Batuan Reservoir
Sampel batu inti (core) reservoir A yang
tersedia hanya dari kedalaman 1161.8 mbpl, dengan
ukuran yang sangat terbatas untuk dapat dilakukan
pengukuran karakteristik batuan reservoir seperti
porositas dan permeabilitas. Dari hasil pemotongan
terhadap sampel core tersebut, hanya 1(satu) core
dengan diameter 1.5 inch dan panjang 2.5 inch yang
memadai untuk dilakukan pengukuran besaran
porositas dan permeabilitas absolut. Hasil pengukuran
terhadap parameter porositas dan permeabilitas
tersebut, masing masing didapat sebesar 18.1% dan
522.3 mD.
Dari sisa pemotongan perconto core batuan
reservoir A yang termasuk jenis batu pasir, telah
dilakukan analisis x-ray diffraction untuk mengetahui
persentase kandungan mineral di dalamnya. Hasil
analisis ditunjukkan pada Tabel 4. Berdasarkan hasil
yang diperoleh menunjukkan bahwa pada batuan
tersebut ditemui mineral clay yang terdiri dari illite
dan kaolinite dengan konsentrasi masing-masing
5.0%. Kandungan mineral karbonat didapat sebesar
15.0% yang terdiri dari calcite, dolomite dan siderite.
Dan mineral lain yang ditemui didomonasi oleh
mineral quartz sebanyak 73.0%, dan mineral pyrite
serta gypsum masing-masing 1.0%.
Tabel 3
Analisis air injeksi
Tabel 4
Hasil analisis X-Ray Diffraction
Kation Anion
mg/l meq/l mg/l meq/l
Fe
++
= 3.158 0.11 CO
3
=
= 492.000 16.40
Mg
++
= 17.150 1.41 So
4
=
= 9.000 0.19
Ca
++
= 73.000 3.64 = 2,183.800 35.79
Na++ = 2,439.000 106.09 = 10,311.330 290.66
Ba
++
= 12.780
= 8.30
= 23.60
= 13,400.00
= 0.40
TDS (Total Dissolved Solid) mg/l
Resistivity (ohm-meter) @ 76.8
o
F
Kandungan Padatan
pH @77
o
F
Conductivity ms/cm
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 95 - 106
99
D. Uji Kompatibilitas
Tujuan dilakukannya uji kompatibilitas antara
air injeksi dan air formasi adalah untuk mengetahui
kemungkinan terjadinya endapan baru apabila kedua
jenis air ini dicampur. Air injeksi dan air formasi
tersebut dicampur dengan berbagai kombinasi
komposisi dan dimasukkan dalam suatu bejana, dan
dikocok selama 24 jam pada suhu reservoir 177
o
F
di dalam oven. Perbandingan kombinasi komposisi
volume antara air formasi (AF) dan air injeksi (AI)
adalah sebagai berikut:
1. AF (100%) : AI (0%)
2. AF (75%) : AI (25%)
3. AF (50%) : AI (50%)
4. AF (25%) : AI (75%)
5. AF (0%) : AI (100%)
Setelah dikocok selama kurang lebih 24 jam,
campuran kedua cairan ini disaring dengan
menggunakan kertas saring berdiameter pori 0.45
mikron dan endapan yang tersaring kemudian
dikeringkan dan ditimbang. Dari hasil pengujian
tersebut, berat endapan yang terbentuk bervariasi
sesuai dengan komposisi perbandingan air formasi
(AF) dan air injeksi (AI). Gambar 1 menunjukkan
total jumlah endapan terbanyak terdapat pada 100
% air injeksi (0.0060 gr/liter), dan endapan terendah
terdapat pada 100 % air formasi (0.0043 gr/liter).
E. Uji Kualitas Air
Metoda pengujian yang dikembangkan oleh
NACE (Standart TM-01-73)
(7)
digunakan untuk
menguji kualitas air formasi dan air injeksi. Pengujian
ini dengan cara mengalirkan air formasi atau air
injeksi dari suatu tabung yang diberi tekanan 20
psig melalui membrane lter (0.45 mikron), dan
ditampung pada gelas ukur. Dari setiap 10.0 ml air
yang tertampung dalam gelas ukur, diukur jumlah
waktu mengalirnya hingga mencapai volume 300
ml. Plot laju alir terhadap kumulatif volume untuk
air formasi dan air injeksi dapat dilihat pada Gambar
2 dan Gambar 3.
Secara kuantitatif uji kualitas air dapat ditentukan
dari parameter relative plugging index (RPI), dengan
persamaan berikut:
dimana :
TSS =Total jumlah endapan, mg/liter
MSTN = Millipore test slope number
Harga MSTN dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan
Gambar 1
Berat endapan terhadap perbandingan
campuran air injeksi dan air formasi
Gambar 2
Laju alir terhadap kumulatif volume (air formasi)
Gambar 3
Laju alir terhadap kumulatif volume (air injeksi)
MSTN TSS RPI
(1)

b a
b a
V V
Q Q Log
MSTN

2500 /
(2)
Peningkatan Perolehan Reservoir Minyak dengan Injeksi Polimer Skala Laboratorium (Edward ML Tobing)

100
dimana,
V
a
= kumulatif volume, 100 ml
V
b
= kumulatif volume, 300 ml
Q
a
= laju alir pada Va, ml/detik
Q
b
= laju alir pada Vb, ml/detik
Dari harga total jumlah endapan untuk air formasi
dan air injeksi masing masing sebesar 4.3 mg/liter
dan 6.0 mg/liter, maka harga RPI yang diperoleh
untuk air formasi adalah 6.56 dan untuk air injeksi
sebesar 9.97.
F. Uji Rheology Polimer
Rheology polimer dilakukan terhadap 2 (dua)
jenis polimer terpilih yaitu cyanatrol-750 dan
cyanatrol-720H, yang termasuk jenis polimer anionic
dry polyacrylamide dalam bentuk solid powder, dan
sebagai pelarut yang digunakan adalah air injeksi.
Proses pencampuran polimer kedalam pelarutnya
dilakukan sedikit demi sedikit dalam keadaan diaduk
Gambar 4
Plot viskositas polimer cyanatrol-750 terhadap RPM
Gambar 5
Plot viskositas polimer cyanatrol-720H terhadap RPM
dengan mengunakan pengocok dengan
300 putaran per menit, dan dilakukan
sampai larutan tercampur secara merata.
Selanjutnya larutan polimer dibuat
pada konsentrasi 600 ppm (part per
million), 900 ppm, dan 1200 ppm dengan
langkah kerja yang mengacu pada
API Recommended Practice 63(RP
63), First Edition, 1990
(4)
. Pengukuran
viskositas terhadap larutan polimer
tersebut menggunakan viscometer DV-III
Ultra Brookeld. Untuk dapat mengukur
viskositas larutan polimer tersebut pada
suhu reservoir (177
o
F), maka dilengkapi
dengan UL Adapter yang dihubungkan
dengan pemanas. Pengukuran viskositas
dapat dilakukan pada berbagai putaran
per menit, atau harga shear rate (detik
-1
)
sama dengan 1.224 dikalikan putaran
per menit. Plot harga viskositas polimer
terhadap putaran per menit untuk polimer
cyanatrol-750 dengan konsentrasi
600 ppm, 900 ppm, dan 1200 ppm
ditunjukkan pada Gambar 4, dan untuk
polimer cyanatrol-720H ditampilkan
pada Gambar 5. Harga viskositas polimer
tertinggi pada berbagai konsentrasi
dicapai pada putaran per menit sebesar
6 (shear rate =7.344 detik
-1
), yaitu untuk polimer
cyanatrol-750 dengan konsentrasi 600 ppm, 900
ppm, dan 1200 masing-masing sebesar 9.6 cp, 17.2
cp dan 24.2 cp. Dan untuk polimer cyanatrol-720H
dengan konsentrasi 600 ppm, 900 ppm, dan 1200
harga viskositas masing-masing sebesar 8.0 cp, 13.0
cp, dan 18.6 cp.
G. Uji Thermal Stability Polimer
Uji thermal stability penting dilakukan untuk
melihat ketahanan larutan polimer terhadap suhu
pada perioda waktu tertentu. Pengujian thermal
stability dalam hal ini hanya dilakukan terhadap
polimer jenis cyanatrol-750, karena berdasarkan
hasil uji rheology menghasilkan harga viskositas
yang lebih tinggi. Pada pengujian ini pengamatan
dilakukan setiap 1 minggu satu kali selama 7 minggu
terhadap viskositas polimer cyanatrol-750 dengan
konsentrasi 600 ppm, 900 ppm, dan 1200 ppm
pada suhu 177
o
F (dalam oven). Untuk pengujian
ini larutan polimer disiapkan agar terhindar dari
berkembang biaknya bakteri dan mengurangi kadar
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 95 - 106
101
oksigen dengan cara menginjeksikan gas nitrogen dan
menempatkan larutan polimer dalam tabung kedap
udara. Pengukuran harga viskositas polimer pada 3
(tiga) konsentrasi tersebut dilakukan pada putaran
per menit sebesar 6 (shear rate =7.344 detik
-1
).
Plot viskositas polimer pada suhu reservoir (177
o
F)
terhadap waktu untuk larutan polimer 600 ppm,
900 ppm, dan 1200 ppm dapat dilihat pada Gambar
6, yang menunjukkan harga viskositas polimer
cenderung sama setelah minggu ke 5. Pada minggu
ke 7, harga viskositas polimer untuk konsentrasi
600 ppm, 900 ppm, dan 1200 ppm, masing -masing
sebesar 2.5 cp, 10 cp dan 17.1 cp.
H. Uji Filtrasi
Uji ltrasi perlu dilakukan untuk memastikan
bahwa larutan polimer bebas dari aggregates yang
mg/L, dan batuan reservoir yang diuji berasal dari
perconto batu inti reservoir A dari kedalaman
1161.8 mbpl (meter bawah permukaan laut). Batuan
tersebut digerus hingga halus dan lolos dengan
saringan ukuran 50-200 mesh, hingga terkumpul
sebanyak 100 gram. Pada kajian ini konsentrasi
polimer yang dipilih adalah 600 ppm, 900 ppm, dan
1200 ppm. Batuan yang halus tersebut kemudian
direndam dalam botol dengan larutan polimer
seberat 50 gram dan dipanaskan hingga suhu 177
o
F
selama 2 hari. Kemudian larutan polimer tersebut
didinginkan hingga suhu ruang, dan kembali dihitung
konsentrasinya dengan bantuan spektrofotometer
ultra violet. Hasil perhitungan konsentrasi polimer
sesudah uji adsorpsi statik berdasarkan pengamatan
adsorben dari spektrofotometer, ditampilkan pada
Tabel 5 yang menunjukkan adanya penurunan
dapat menyebabkan penyumbatan
pada batuan reservoir. Larutan polimer
600 ppm, 900 ppm, dan 1200 ppm
(cyanatrol 750) dipompakan melalui
membrane filter (5 mikron) dengan
tekanan 2 bar. Selama pengujian, laju
alir larutan polimer diusahakan konstan.
Waktu (T) yang dibutuhkan untuk setiap
penambahan volume 20 ml hingga
mencapai 300 ml dicatat. Kemudian
digunakan parameter lter ratio (FR)
yang didenisikan sebagai =(T
300ml

- T
200 ml
) / (T
200ml
T
100 ml
). Plot volume
larutan polimer terhadap waktu untuk
ketiga larutan di atas ditunjukkan pada
Gambar 7. Filter ratio untuk larutan
polimer 600 ppm, 900 ppm, dan 1200
ppm, masing-masing diperoleh sebesar
0.995, 1.048, dan 1.078.
I. Uji Adsorpsi Statik
Uji adsorpsi statik dilakukan untuk
mempelajari seberapa banyak molekul-
molekul polimer yang melekat pada
permukaan batuan reservoir, yaitu
dengan mengamati perubahan harga
konsentrasi polimer cyanatrol-750
sebelum dan sesudah batu inti direndam
dalam larutan polimer, berdasarkan
langkah kerja API -RP 63. Pelarut
yang digunakan adalah air injeksi
dengan kadar kegaraman sebesar 13400
Gambar 6
Plot viskositas polimer cyanatrol-750 terhadap waktu
Gambar 7
Uji ltrasi polimer cyanatrol 750
Peningkatan Perolehan Reservoir Minyak dengan Injeksi Polimer Skala Laboratorium (Edward ML Tobing)

102
konsentrasi antara 8.3% sampai dengan 9.08% dari
konsentrasi awal untuk ketiga konsentrasi polimer
yang diuji.
J. Core Flooding
Tujuan dilakukannya uji pendesakan atau core
ooding adalah untuk mengetahui seberapa banyak
penambahan perolehan minyak dari rancangan uida
injeksi yang telah disiapkan. Karena terbatasnya
sampel core dari reservoir A dengan ukuran yang
memadai untuk digunakan pada uji core ooding,
maka selanjutnya digunakan sampel core standard
dari jenis classhach. Pertimbangan menggunakan
sampel core standard tersebut karena: (1) jenis
batuan classhach adalah batu pasir yang sama dengan
batuan dari reservoir A, (2) harga porositas dan
permeabilitas absolut batuan classhach masing-
masing sebesar 17.50 % dan 552.4 mD, yang hampir
sama dengan harga porositas dan permeabilitas dari
reservoir A. Sampel core classhach berdiameter
3.75 cm dan panjang 29.7 cm, yang dapat dilihat
pada Gambar 8. Dalam bagian ini akan dijelaskan
peralatan yang digunakan dalam uji core ooding,
rancangan uida pendesak, dan langkah kerja core
ooding.
1. Peralatan Core Flooding
Untuk melakukan uji core ooding digunakan
alat dengan susunan secara skematik yang dapat
menit). Dengan pompa tersebut dapat menginjeksikan
uida (minyak, air, dan polimer) secara bergantian
menuju core holder. Core tersimpan pada core holder
yang dilengkapi dengan overburden pressure agar
uida pendesak hanya melewati seluruh permukaan
core, dan tidak melewati pada bagian sisi luar.
Sedangkan back pressure yang mendapat tekanan
dari gas nitrogen, berfungsi mempertahankan sistem
tekanan pada core holder, akan tetapi tetap dapat
mengalirkan fluida ke gelas ukur pada tekanan
ruang.
2. Rancangan Fluida Pendesak
Berdasarkan pertimbangan kemungkinan dapat
diterapkannya teknologi injeksi polimer di reservoir
A, maka rancangan uida injeksi dilakukan secara
bersinambung dengan mengikuti urutan: 1.3 pore
volume air injeksi, 0.4 pore volume polimer 1200 ppm
(cyanatrol 750), dan 0.5 pore volume air injeksi.
3. Langkah Kerja Core Flooding
Core ooding dengan rancangan uida injeksi
yang telah disiapkan akan dilakukan dalam 5
(lima) tahap langkah kerja, yang kemudian dapat
digambarkan dalam diagram alir (Gambar 10).
Kelima tahap langkah kerja tersebut terdiri dari:
a. Resaturasi Air Formasi.
Core classhach yang telah disiapkan terlebih
dahulu ditimbang dalam keadaaan kering dan
kemudian direndam dalam air formasi dan dimasukkan
dalam ruang desikator. Selanjutnya ruang desikator
Tabel 5
Data pengamatan spektrofotometer larutan polimer cyanatrol 750
dilihat pada Gambar 9. Alat utama yang
digunakan terdiri dari: pompa injeksi,
tabung uida (minyak, air dan polimer),
core holder, back pressure, dan gelas ukur.
Pompa injeksi yang digunakan adalah jenis
pompa torak Quizix SC-1010 yang dapat
menginjeksikan fluida dengan laju alir
konstan (minimum laju alir injeksi 0.01 cc/
Gambar 8
Core classshach
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 95 - 106
103
tersebut dihubungkan dengan pompa vakum sehingga
mencapai tekanan minus 1 atmosr dalam beberapa
jam, sehingga diharapkan seluruh ruang pori dalam
core akan tersaturasi oleh air formasi, atau pada
kondisi saturasi air (Sw) 100%. Kemudian core
tersebut ditimbang kembali, sehingga diperoleh
volume pori atau pore volume (PV) sebanyak 59.337
cc.
b. Injeksi Minyak.
Core yang telah disiapkan pada tahap-1, kemudian
dimasukkan dalam core holder dan dipanaskan
hingga mencapai suhu reservoir 177
o
F dan tekanan
operasi sebesar 100 psig. Minyak yang tersedia pada
tabung minyak diinjeksikan ke core holder dengan
bantuan pompa injeksi sebanyak 8 PV, dengan laju
alir injeksi minyak 0.5 cc/menit. Pada awalnya air
formasi yang ada di dalam core didesak oleh minyak
dan beberapa jam kemudian yang keluar pada gelas
ukur adalah campuran air dan minyak. Pendesakan
dilanjutkan hingga yang keluar hanya minyak saja,
sehingga pada akhir pendesakan diperoleh saturasi
water connate (Swc) 36.93 % dan saturasi minyak
initial (Soi) 63.07 % OOIP atau sebanyak 37.42 cc.
c. Injeksi Air - 1
Pada tahap-3 ini merupakan kelanjutan dari
tahap-2, yaitu menginjeksikan air injeksi (AI)
sebanyak 1.3 PV dari tabung yang berisi air
injeksi. Laju alir injeksi minyak tersebut dirancang
agar setara dengan laju alir di reservoir, yaitu
dari sumur injeksi ke sumur produksi 1 feet/hari,
atau setelah dikonversikan dengan skala core di
laboratorium, maka laju alir injeksi sebanyak 0.04
Dengan laju alir injeksi sebanyak 0.04 cc/menit dan
jumlah volume polimer diinjeksikan sebanyak 0.4
PV, maka dilakukan kembali pencatatan produksi
minyak dan air. Pada tahap-4 ini perolehan minyak
maksimum didapat sebanyak 62.01% OOIP, dan
saturasi minyak tersisa-2 (Sor2) sebesar 23.96% dan
saturasi air-2 (Sw2) sebesar 76.04%.
e. Injeksi Air - 2
Pada tahap-5 ini, kembali air injeksi (AI) di-
injeksikan ke dalam core setelah tahap-4 selesai
yaitu sebanyak 0.5 PV dengan laju alir injeksi sama
seperti pada tahap sebelumnya yaitu 0.04 cc/menit.
Minyak yang dapat diproduksikan setelah penyapuan
oleh polimer menghasilkan perolehan minyak sebesar
68.36% OOIP, dengan saturasi minyak tersisa-3
(S
or3
) sebesar 19.95% dan saturasi air-3 (S
w3
) sebesar
80.05%. Plot perolehan minyak terhadap volume
injeksi dari lima tahap rancangan fluida injeksi
tersebut, ditampilkan pada Gambar 11.
III. PEMBAHASAN
Pada umumnya hasil penyaringan metoda EOR
yang dilakukan terhadap karakteristik uida dan
batuan reservoir, dimungkinkan diperoleh metode
yang cocok lebih dari satu. Namun hasil penyaringan
metoda EOR terhadap karakteristik uida dan batuan
reservoir A menunjukkan bahwa hanya metoda
injeksi polimer yang cocok untuk diterapkan. Uji
laboratorium untuk menunjang layak tidaknya
menerapkan injeksi polimer pada reservoir A telah
dilakukan.
cc/menit. Minyak maupun air yang
keluar ditampung pada gelas ukur dan
dilakukan pencatatan. Pada tahap-3
ini perolehan minyak maksimum
didapat sebanyak 51.32% OOIP, yang
merepresentasikan perolehan minyak
pada tahap secondary recovery, dengan
saturasi minyak tersisa-1 (Sor1) sebesar
30.67% dan saturasi air-1 (Sw1) sebesar
69.30%.
d. Injeksi Polimer
Polimer dengan konsentrasi 1200
ppm (cyanatrol 750) yang terlebih
dahulu dimasukkan pada tabung
polimer, dan kemudian diinjeksikan
pada core setelah tahap-3 berakhir.
Gambar 9
Skema rangkaian peralatan core ooding
Peningkatan Perolehan Reservoir Minyak dengan Injeksi Polimer Skala Laboratorium (Edward ML Tobing)

104
Berdasarkan hasil analisis air
terhadap air formasi dan injeksi di-
simpulkan bahwa kedua jenis air ini
termasuk dalam kategori soft brine.
Dengan demikian air injeksi yang
akan di gunakan sebagai pel arut
dalam pembuatan larutan polimer
tidak signikan pengaruhnya terhadap
degradasi larutan polimer akibat adanya
kation Mg
++
dan Ca
++
. Demikian juga bila
larutan polimer tersebut diinjeksikan ke
dalam batuan reservoir yang didalamnya
sebagian telah terdapat air formasi.
Derajat keasaman (pH) dari kedua jenis
air ter sebut menunjukkan suasana basa.
Suasana inilah yang dianjurkan dalam
penerapan injeksi polimer agar dicapai
kondisi memadai terhadap rheologi
polimernya.
Hasil analisis karakteristik fluida
minyak diperoleh gravity minyak
sebesar 25.39
o
API dan viskositas
minyak pada suhu reservoir, 177
o
F
sebesar 11.09 cp, termasuk kategori
jenis minyak sedang. Karena harga
viskositas minyak jauh lebih tinggi dari
air, sehingga bila dilakukan injeksi air
pada reservoir ini, maka kemungkinan
terjadinya fingering dimana air
bergerak mendahului minyak, sehingga
esiensi penyapuan minyak tidak efektif.
Usaha untuk mengatasi hal tersebut
yaitu dengan menginjeksikan larutan
polimer.
Dari analisis x-ray diffraction batuan
Gambar 10
Diagram alir langkah kerja core ooding
reservoir didominasi oleh mineral quartz sebesar
73%, dan kandungan lainnya adalah karbonat 15%,
serta mineral clay 10% (mineral illit dan kaolinit).
Dari hasil analisis yang diperoleh menunjukkan
bahwa kemungkinan terjadinya fenomena swelling
tidak terbentuk, karena tidak ditemuinya mineral
smectite (termasuk mineral clay) yang dapat men-
dominasi terjadinya swelling.
Setelah uji kompatibilitas terhadap air formasi
dan air injeksi dilakukan, maka hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa jumlah endapan maksimum
sebanyak 0.0060 gr/liter terdapat pada 100% air
Gambar 11
Perolehan minyak terhadap volume injeksi
injeksi, dan minimum sebanyak 0.0043 gr/liter
terdapat pada 10% air formasi. Endapan yang
terbentuk dalam campuran pada komposisi lainnya
tidak menunjukkan jumlah yang melebihi dari
total jumlah endapan yang terdapat pada air injeksi
maupun air formasi. Hal ini berarti bahwa campuran
air injeksi dan air formasi cocok dimana keduanya
tidak membentuk endapan baru. Sedangkan dari hasil
uji kualitas air harga relative plugging index (RPI)
yang diperoleh untuk air formasi adalah sebesar 6.56
dan untuk air injeksi sebesar 9.97. Mengacu pada
petunjuk peringkat kualitas air yang dikembangkan
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 95 - 106
105
perusahaan Amoco, maka harga RPI pada rentang 3
sampai dengan 10 menunjukkan kualitas yang baik.
Dengan demikian kualitas air formasi dan air injeksi
berdasarkan harga RPI yang diperoleh termasuk
kategori baik.
Hasil uji rheologi yang telah dilakukan terhadap
larutan polimer cyanatrol-750 dan cyanatrol-720H
menunjukkan bahwa harga viskositas larutan polimer
berkurang sejalan dengan naiknya putaran per menit.
Pada putaran per menit diatas 60, penurunan harga
viskositas polimer cenderung lebih kecil atau harga
viskositas polimer hampir konstan. Sedangkan
penurunan harga viskositas larutan polimer pada
putaran per menit antara 6 sampai dengan 60 cukup
signikan. Yang menjadi perhatian adalah harga
viskositas pada putaran per menit =6 atau shear
rate =7.344 detik
-1
, yang merepresentasikan laju
alir larutan polimer di dalam reservoir dari sumur
injeksi ke sumur produksi yang diperkirakan sebesar
1 feet/hari. Sedangkan pada shear rate yang tinggi
merepresentasikan laju alir di sekitar lubang sumur
injeksi. Dari hasil uji rheologi ini, dipilih larutan
polimer cyanatrol-750 untuk uji selanjutnya, karena
mempunyai harga viskositas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan larutan polimer cyanatrol-
720H.
Dari uji thermal stability terhadap larutan polimer
Cyanatrol-750 dengan konsentrasi 600 ppm, 900
ppm, dan 1200 ppm menunjukkan bahwa harga
viskositas polimer tersebut cenderung konstan setelah
mengalami pemanasan pada suhu reservoir (177
o
F)
setelah minggu ke 5. Meskipun pada minggu pertama
hingga minggu ke empat harga viskositas larutan
polimer mengalami penurunan yang signikan karena
adanya degradasi polimer yang disebabkan pengaruh
suhu. Dengan demikian jika diperkirakan pergerakan
larutan polimer dari sumur injeksi ke sumur produksi
memerlukan waktu kurang lebih 3 bulan, maka harga
viskositas polimer setelah 7 minggu uji thermal
stability dianggap sudah tidak mengalami penurunan
harga viskositas. Berdasarkan hasil uji ltrasi terhadap
larutan polimer 600 ppm, 900 ppm, dan 1200 ppm,
maka harga lter ratio yang didapat masing-masing
sebesar 0.995, 1.048, dan 1.078. Dari ketiga harga
lter ratio tersebut menunjukkan harga lebih kecil
dari 2. Dengan demikian maka jika larutan polimer
tersebut diinjeksikan ke dalam reservoir diperkirakan
tidak akan terjadi penyumbatan di dalam ruang pori.
Dari uji adsorpsi statik yang telah dilakukan terhadap
larutan polimer 600 ppm, 900 ppm, dan 1200 ppm
tersebut pada batuan reservoir, maka penurunan
konsentrasi larutan polimer masing-masing menjadi
548 ppm, 825 ppm dan 1091 ppm, yang menunjukkan
penurunan konsentrasi larutan polimer yang tidak
signikan yaitu kurang dari 10%.
Mengacu pada pengujian yang telah dilakukan,
maka larutan polimer cyanatrol-750 dengan
konsentrasi 1200 ppm dipilih untuk uji core ooding,
karena harga viskositas pada putaran per menit =6
setelah uji thermal stability selama 7 minggu sebesar
17.1 cp, yang sama dengan 1.54 kali harga viskositas
minyak. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan
efisiensi pendorongan minyak secara makro.
Rancangan uida injeksi yang telah dilakukan secara
kontinyu dengan urutan: 1.3 pore volume air injeksi
(AI), 0.4 pore volume polimer dan 0.5 pore volume
air injeksi (AI). Perolehan minyak akibat injeksi air
(1) sebanyak 1.3 PV didapat sebanyak 51.32% OOIP.
Dari plot perolehan minyak terhadap volume injeksi
pada Gambar 11, menunjukkan bahwa injeksi air dari
0.85 PV hingga 1.3 PV memberikan penambahan
perolehan minyak hanya 1.82% OOIP. Hal tersebut
karena perolehan minyak sudah mendekati saturasi
minyak tersisa atau residual oil saturation. Pengaruh
injeksi larutan polimer cyanatrol-750 (1200 ppm)
sebanyak 0.4 PV pada core telah menambah perolehan
minyak sebanyak 10.69% OOIP. Perolehan minyak
akibat injeksi polimer tersebut masih mungkin untuk
ditingkatkan dengan cara menambah jumlah PV
injeksi larutan polimer, karena pada bagian akhir
dari plot perolehan minyak terhadap volume injeksi
masih menunjukkan kecenderungan meningkat. Dan
penambahan perolehan minyak akibat injeksi air (2)
sebanyak 0.5 PV setelah akhir injeksi larutan polimer
adalah sebesar 6.35% OOIP. Sehingga perolehan
maksimum yang didapat dari rancangan injeksi uida
tersebut adalah sebesar 68.36% OOIP.
Berdasarkan kajian laboratorium yang telah
dilakukan, maka selanjutnya dapat dikembangkan
pemodelan simulasi injeksi polimer ke dalam
reservoir minyak pada pola sumur injeksi tertentu
yang menggunakan simulator injeksi kimia tiga
dimensi. Selanjutnya dapat dilakukan uji sensitivitas
guna memperoleh rancangan uida injeksi dan pola
sumur injeksi yang optimum untuk diterapkan pada
pilot proyek injeksi polimer.
Peningkatan Perolehan Reservoir Minyak dengan Injeksi Polimer Skala Laboratorium (Edward ML Tobing)

106
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 95 - 106
IV. KESIMPULAN
1. Dari hasil uji compatibility campuran air injeksi
dan air formasi menunjukkan bahwa kedua jenis
air tersebut cocok dan tidak membentuk endapan
baru.
2. Berdasarkan hasil uji rheologi, thermal stability,
filtrasi, dan adsorpsi statik terhadap polimer
cyanatrol-750 dan cyanatrol-720H, maka polimer
cyanatrol-750 memadai untuk digunakan pada uji
core ooding.
3. Injeksi uida polimer slug cyanatrol-750 (1200
ppm) terhadap core sebanyak 0.4 PV dapat
menambah perolehan minyak sebanyak 10.69%
OOIP, setelah kondisi residual oil saturation.
4. Dengan urutan rancangan core ooding 1.3 PV
(air), 0.4 PV (polimer cyanatrol 750, 1200 ppm)
dan 0.5 PV (air), menghasilkan perolehan minyak
sebesar 68.36% OOIP.
KEPUSTAKAAN
1. Borchardt K.J.,: A Novel Polymer for Oileld
Application, SPE 37279, SPE I nternational
Symposium on Oileld Chemistry di Houston, Texas,
18-21 October 1977.
2. Green W. Don dan Willhite, G. Paul, Enhanced
Oil Recovery , Society of Petroleum Engineers
Richarrdson, Texas, USA, 2003.
3. http://webstore.ansi.org/recordDetail.aspx?sku
=NACE+Standard+TM0173-2005 (Method for
Determining Quality of Subsurface Injection Water
Using Membrane Filters).
4. Recommended Practices for Evaluation of Polymers
Used in Enhanced Oil Recovery Operations, API
Recommended Practice 63 (RP 63), rst Edition, June,
1990.
5. Sorbie, K.S, Polymer Improve Oil Recovery , CRC
Press Inc., Florida, 1991.
6. Taber J.J., Martin F.D., Seright, R.S.,: "EOR
Screening Criteria Revisited-Part 1: Introduction to
Screening Criteria and Enhanced Recovery Field
Projects", SPE Reservoir Engineering, Agustus 1997,
hal 189-198.
7. Taber J.J., Martin F.D., Seright, R.S.,: "EOR
Screening Criteria Revisited-Part 2: Aplications and
Impact of Oil Prices", SPE Reservoir Engineering,
Agustus 1997, hal 199-205.

107
Studi Karakteristik Fisika Kimia dan Semi Unjuk Kerja Minyak Lumas Transmisi Otomatis (M. Hanifuddin, dkk)
Studi Karakteristik Fisika Kimia
dan Semi Unjuk Kerja Minyak Lumas
Transmisi Otomatis
M. Hanifuddin, Milda Fibria dan Catur Yuliani R
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS
J l. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, J akarta Selatan
Telepon: 62-21-7394422, Fax: 62-21-7246150
Teregistrasi I tanggal 16 Agustus 2012; Diterima setelah perbaikan tanggal 13 November 2012
Disetujui terbit tanggal : 31 Desember 2012
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian terhadap minyak lumas transmisi otomatis hasil formulasi dan produk
sejenis di pasaran dengan mutu unjuk kerja Dexron III. Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi kinerja
minyak ATF yang dihasilkan dari proses perancangan formula berdasarkan sifat sika kimia dan semi
unjuk kerjanya. Metode pencampuran langsung (direct blending) diterapkan dalam proses perancangan
formula dalam penelitian ini. Komposisi tertentu antara minyak lumas dasar, baik jenis mineral maupun
sintetik, dicampur dengan berbagai macam aditif, baik itu berupa aditif paket unjuk kerja maupun aditif
komponen menghasilkan minyak lumas transmisi otomatis. Bahan yang digunakan terdiri dari tiga jenis
minyak lumas dasar yaitu Grup-I, Grup-III, dan grup-IV, serta tiga jenis aditif, yaitu aditif paket unjuk
kerja, aditif penurun titik tuang dan aditif anti pembusaan. Bahan dasar yang akan dicampur dianalisa sifat
sika kimianya menggunakan metode uji standar (ASTM), begitu juga minyak lumas transmisi otomatis
yang dihasilkan dari proses pencampuran tersebut. Karakteristik yang diuji adalah sesuai dengan spesikasi
SNI 06-7069-7-2005, antara lain: Viskositas Kinematik pada Temperatur 100
o
C (ASTM D-2270); Indeks
Viskositas (ASTM D-2270); Titik Nyala (ASTM D-92); Titik Tuang (ASTM D-97); Tendensi dan Stabilitas
Pembusaan (ASTM D-892); Korosi Bilah Tembaga (ASTM D 130); Karakteristik Mencegah Aus (ASTM
D 4172); dan Karakteristik Stabilitas Terhadap Shear (ASTM D 6278). Minyak lumas transmisi otomatis
hasil proses pencampuran kemudian dibandingkan dengan produk sejenis di pasaran untuk mengetahui
kelebihan dan kekurangannya. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai karakteristik sika kimia dan unjuk
kerja ATF hasil blending dan produk sejenis di pasaran sesuai dengan spesikasi SNI 06-7069-7-2005. ATF
hasil blending memiliki keunggulan dibandingkan dengan produk di pasaran, terutama karakteristik indeks
viskositas, korosi bilah tembaga dan stabilitas shear, tetapi memiliki nilai titik nyala yang lebih rendah,
sementara karakteristik lainnya tidak jauh berbeda. Oleh karena itu, minyak lumas transmisi otomatis yang
diuji, diprediksi mampu memberikan kinerja yang baik saat pemakaian pada kendaraan sesungguhnya.
Kata kunci: minyak lumas transmisi otomatis (ATF), formulasi, kinerja
ABSTRACT
A research on the formulated automatic transmission uids (ATFs) having the Performance Level
of DEXRON III and some on-market similar products, has been conducted. The research was aimed at
predicting formulated ATFs performance by analyzing their physico-chemical and semi-performance
characteristics. Direct blending method was performed in formulating the ATFs on this research. Some
certain composition of mineral or synthetics based oils were blended with various additives, either package
performance or component additives to form ATFs. Base oils used in this research consist of Group I,
III and IV, whereas 3 kinds of additives used were package performance additives, pour point depressant
and foam inhibitor. All the base stocks, comprise base oils and additives, and the formulated ATFs were
tested to obtain their physico-chemicals and semi-performance characteristics values. The tests were

108
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 107 - 115
performed by means of ASTM standard method. Some properties of ATFs and their values were chosen to
be benchmarks for the research in accordance to National Standard of Indonesia (SNI) such as kinematics
viscosity at 100
o
C, Viscosity Index, Flash Point, Pour Point, Foaming Tendency and Stability, Copper Strip
Corrosion, Wear Prevention Characteristics and Shear Stability. Comparison of formulated ATFs and
ATF products marketed in Indonesia were carried out in order to discover formulated ATFs superiority.
The results shows that all physico-chemicals and semi-performance characteristics values of formulated
ATFs and on-market ATFs are conformed to the National Standard of Indonesia (SNI). Formulated ATFs
have some advantages over on-market ATFs, especially in their viscosity index, copper strip corrosion
and shear stability characteristics. Therefore, it can be predicted that formulated ATFs will show good
performance in its application and have a long drain intervals.
Keywords: automatic transmission uid (ATF), formulation, performance
ATF merupakan uida yang memiliki fungsi dan
sifat yang paling kompleks yang digunakan pada
sistem transmisi otomatis. Pada torque converter,
ATF berfungsi sebagai media penyalur tenaga dan
media pemindah panas; pada gearbox melumasi
komponen roda gigi, bantalan serta mengontrol
karakteristik gesekan clucth dan band; di rangkaian
kontrol berfungsi sebagai minyak.
2
Semua fungsi
tersebut harus menunjukkan kinerja yang bagus
pada temperatur lingkungan yang terendah maupun
temperatur operasi atau lebih tinggi. Pada awalnya
ATF dibuat untuk memenuhi semua kebutuhan akan
fungsi tersebut, namun saat ini ATF pelu dibuat
berdasarkan permintaan pasar yang membutuhkan
ATF dengan drain interval mencapai ratusan ribu
kilometer.
Karena sifatnya yang multifungsi, ATF
membutuhkan jenis aditif yang paling banyak jika
dibandingkan dengan jenis minyak lumas lain, yaitu
sekitar lima belas jenis dan memiliki tingkat kesulitan
paling tinggi dalam pembuatannya dibanding minyak
lumas jenis lainnya.
3
Aditif yang biasa ditambahkan
I. PENDAHULUAN
Minyak lumas transmisi otomatis atau lebih
dikenal sebagai Automatic Transmission Fluid
(ATF) adalah pelumas cair hasil proses pencampuran
minyak lumas dasar yang berasal dari minyak bumi,
minyak lumas daur ulang dan bahan lainnya termasuk
bahan sintetik ditambah aditif, yang dipergunakan
untuk tujuan pelumasan transmisi otomatis.
1
Sistem kerja transmisi otomatis sangat rumit
dan komplek meliputi torque converter, rangkaian
roda gigi, plat kopling, sensor-sensor elektronik,
dan lain-lain seperti ditunjukkan dalam Gambar 1.
Komponen utama torque converter adalah pompa
(pump impeller), stator dan turbin (turbin runner).
Proses yang terjadi pada sistem ini sangat kompleks
dan diawali oleh putaran dari ywheel (mesin) yang
berhubungan langsung dengan pump impeller.
Putaran dari pump impeller akan diteruskan ke turbine
runner melalui stator dengan media ATF, sehingga
putaran dari turbine runner-lah yang menjadi input
bagi transmisi yang terdiri dari beberapa rangkaian
roda gigi. Gear selector bertugas mengatur gigi yang
bekerja pada transmisi menggunakan sistem hidrolik.
Putaran output transmisi kemudian disalurkan ke
roda.
Kompleksitas sistem transmisi otomatis
membuatnya lebih mudah mengalami masalah
dibanding dengan transmisi manual. Beberapa
literatur menyebutkan bahwa 85% penyebab
kerusakan transmisi otomatis pada kendaraan berasal
dari ATF yang digunakan. Faktor penyebabnya antara
lain: keterlambatan dalam melakukan penggantian
ATF, spesikasi ATF tidak sesuai dengan transmisi
otomatis yang digunakan serta masuknya pengotor
pada sistem pelumasan transmisi otomatis.
Gambar 1
Transmisi otomatis
109
Studi Karakteristik Fisika Kimia dan Semi Unjuk Kerja Minyak Lumas Transmisi Otomatis (M. Hanifuddin, dkk)
Tabel 1
Spesikasi karakteristik sika kimia dan parameter
unjuk kerja minyak lumas untuk tingkat mutu unjuk kerja
DEXRON

-III (SNI 06-7069-7-2005)


1
Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4 Formula 5 Formula 6
1 Base oil I Grup I - 20 - 20 - 32
2 Base oil II Sintetik/Grup III 60 53 49 35 55 30
3 Base oil III PAO/Grup IV 27,25 11,87 35,87 29.87 29.86 22.86
4 Aditif I Paket Unjuk Kerja 14.9 14.9 14.9 14.9 14.9 14.9
5 Aditif II Penurunan Titik Tuang 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2
6 Aditif III Anti Pembusaan 0.01 0.01 0.01 0.01 0.02 0.02
7 Red Dye Pewarna 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02
100 100 100 100 100 100
Dosis, % berat
Minyak
lumas dasar
Aditif
J umlah
No Nama Produk Jenis Tipe
Min. Maks.
1 cSt ASTM D 445
2 130 --- ASTM D 2270
3
o
C 170 --- ASTM D 92
o
C --- -45 ASTM D 97
ASTM D 1500
Visual
Sq.I --- 20/0 ASTM D 892
Sq.II ml --- 50/0
Sq.III --- 20/0
7 ppm ASTM D 4628
8 --- ASTM D 130
9 cSt CEC L-14-A-93
Catatan:
*) Untuk : mineral - minimum 5,3
semi sintetik - minimum 5,5
sintetik - minimum 5,7
Sifat pembusaan untuk
tendensi/stabilitas
Korosi bilah tembaga
Stabilitas shear
*)
Kandungan logam dan unsur lain Sesuai spes. prod.
6
Titik tuang
5 Warna
6,0 - 8,0
Merah
Indeks viskositas
Titik nyala, COC
Metode uji
Viskositas kinematik pd 100
o
C Sesuai spes. prod.
No Karakteristik Satuan
Batasan
ke dalam ATF berfungsi untuk memperbaiki sifat
ketahanan oksidasi, perlindungan terhadap keausan,
stabilitas terhadap shear, kemampuan mengalir
pada temperatur rendah, kompatibilitas terhadap
bahan transmisi otomatis, dan stabilitas karakteristik
gesekan.
2

Makalah ini merupakan hasil penelitian terhadap
ATF hasil perancangan formula di Lemigas dan
produk sejenis yang ada di pasaran dengan mutu
unjuk kerja Dexron III. Karakteristik yang diuji
mengacu pada spesikasi SNI 06-7069-7-2005 (Tabel
1). Penelitian ini diperlukan untuk memprediksi
kinerja minyak ATF yang dihasilkan dari proses
perancangan formula di Lemigas, dalam
pemakaiannya, berdasarkan sifat fisika
kimia dan semi unjuk kerjanya, sehingga
diharapkan mampu memenuhi fungsi
yang dibutuhkan ATF dan memiliki drain
interval yang panjang.
II. BAHAN DAN METODE
Metode yang digunakan dalam tahapan
formulasi pada penelitian ini adalah
metode pencampuran langsung (direct
blending). Bahan dasar berupa minyak
lumas dasar dan aditif yang akan dicampur
di analisa karakteristik fisika kimianya
menggunakan metode uji standar (ASTM),
begitu juga ATF yang dihasilkan dari proses
pencampuran tersebut.
Bahan yang digunakan terdiri dari tiga
jenis minyak lumas dasar yaitu minyak
lumas dasar Grup-I, Grup-III, dan Grup-
IV, serta tiga jenis aditif, yaitu aditif paket
unjuk kerja, aditif penurun titik tuang dan aditif
anti pembusaan. Ketiga jenis minyak lumas dasar
dan ketiga jenis aditif, diformulasi dengan berbagai
komposisi, seperti terlihat dalam Tabel 2.
Menurut API (American Petroleum Institute),
klasikasi terhadap minyak lumas dasar dilakukan
berdasarkan kandungan sulfur, senyawa jenuh dan
indek viskositas. Secara jelas, kategori minyak lumas
dasar terdapat pada Tabel 3 dan jenis aditif yang
digunakan tersaji di Tabel 4.
Berdasarkan metode direct blending yang
dilakukan dalam formulasi ATF, dihasilkan 6 formula
Tabel 2
Komposisi Minyak Lumas Dasar dan Aditif dalam Formula 1-6

110
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 107 - 115
III, Toyota T-IV, Honda Z-1, Nissan Matic-J , dan
Hyundai SP-III. Golongan kedua memiliki rentang
viskositas antara 5.5 cSt-6.5 cSt yang digunakan pada
spesikasi Ford MERCONSP, Ford NGF, GM
DEXRON-VI, dan Toyota WS.
Berdasarkan hasil pengujian karakteristik
viskositas kinematik pada temperatur 100
o
C, ATF
yang beredar di Indonesia pada umumnya memiliki
viskositas yang lebih besar dari 6,8 cSt seperti
terlihat dalam Gambar 2. Tidak ditemukan ATF
dengan rentang viskositas antara 5,5-6,5 cSt, karena
merupakan produk baru yang diperuntukkan bagi
kendaraan yang menggunakan transmisi otomatis
rancangan dan teknologi terbaru
4
, dan belum lazim
digunakan di Indonesia. Mereka membutuhkan
ATF yang lebih encer dalam rangka esiensi bahan
bakar, tetapi tidak mengurangi fungsi dan kinerjanya.
ATF yang dihasilkan dari formulasi, semuanya
memiliki viskositas lebih dari 6,8 cSt sehingga
dapat disejajarkan dengan produk yang beredar di
pasaran.
B. Indeks Viskositas (ASTM D 2270)
Berdasarkan SNI 06-7069-7-2005,
1
minyak
lumas dengan mutu unjuk kerja DEXRON III
harus memiliki indeks viskositas minimal 130.
Indeks viskositas adalah angka yang menunjukkan
Kategori Minyak
Lumas Dasar
Senyawa Jenuh /
Saturates (%)
Indeks Viskositas
Group I >0,03 dan/atau <90 80 sampai dengan 120
Group II 0,03 dan 90 80 sampai dengan 120
Group III 0,03 dan 90 120
Group IV
Group V
Group I dan Group II merupakan minyak lumas dasar mineral.
Group III, Group IV dan Group V merupakan minyak lumas dasar sintetik
Sulfur (%)
Semua Polyallphaolefins (PAOs)
Semua yang tidak termasuk dalam Group I, Group II, Group III dan Group IV
CATATAN:
Tabel 3
Kategori minyak lumas dasar
ATF yaitu Formula 1, Formula 2, Formula 3,
Formula 4, Formula 5 dan Formula 6. Nilai
karakteristik sika-kimia dan semi-unjuk
kerja ATF hasil pencampuran kemudian
dibandingkan dengan produk sejenis di
pasaran. Produk yang ada di pasaran dipilih
berdasarkan merk yang paling populer dan
terkenal kehandalannya, serta memiliki
tingkat viskositas dan mutu unjuk kerja
yang sama dengan keenam formula minyak
lumas yang dirancang. Pengambilan sampel
produk ATF di pasaran menghasilkan 10
jenis ATF yaitu ATF A hingga ATF J .
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Perbandingan nilai karakteristik
ATF hasil percampuran dengan produk
sejenis di pasaran dimaksudkan untuk
mengetahui kelebihan dan kekurangannya.
Karakteristik sika kimia dan semi unjuk
kerja yang digunakan sebagai tolok ukur
Jenis
Aditif
Karakteristik Unjuk Kerja
Aditif I Paket aditif yang direkomendasikan untuk tingkat mutu layanan DEXRON III
Aditif II Penurun titik tuang
Aditif III Anti pembusaan
Tabel 4
Jenis aditif dan karakteristik unjuk kerja yang digunakan
dalam penelitian ini meliputi: i) Viskositas kinematik
pada temperatur 100
o
C (ASTM D 445); ii) Indeks
viskositas (ASTM D 2270); iii) Titik nyala (ASTM
D 92); iv) Titik tuang (ASTM D 97); v) Tendensi
dan stabilitas pembusaan (ASTM D 892); vi) Korosi
bilah tembaga (ASTM D 130); vii) Karakteristik
mencegah aus, four-ball (ASTM D 4172); dan viii)
Stabilitas shear. Batasan nilai yang tercantum dalam
SNI 06-7069.7-2005 digunakan sebagai acuan nilai
parameter pengujian.
A. Viskositas Kinematik pada Temperatur
100
o
C (ASTM D 445)
Viskositas minyak lumas transmisi otomatis
tidak diatur nilainya dalam SNI 06-7069-7-2005,
tetapi diserahkan kepada masing-masing produsen.
Tiap-tiap transmisi otomatis membutuhkan ATF
yang khusus, sesuai dengan rancangannya, tetapi
unjuk kerjanya tetap mengacu kepada spesikasi
yang sudah diakui dunia antara lain spesikasi yang
dikeluarkan oleh General Motor (Dexron), Ford
Motor Co. (Mercon), Daimler Chrysler (ATF+3,
ATF+4), dan lain sebagainya.
Ada dua golongan besar viksositas ATF yang
beredar di pasaran.
4
Golongan pertama memiliki
viskositas kurang dari 6,8 cSt yang digunakan pada
spesikasi Chrysler ATF+3, Chrysler ATF+4, Ford
MERCON, Ford MERCONV, GM DEXRON-
111
Studi Karakteristik Fisika Kimia dan Semi Unjuk Kerja Minyak Lumas Transmisi Otomatis (M. Hanifuddin, dkk)
kestabilan viskositas minyak lumas
terhadap pengaruh temperatur. Pada
dasarnya, viskositas minyak lumas pada
saat pemakaian tergantung temperatur
operasi. Saat temperatur naik, viskositas
akan turun, sebaliknya jika temperatur
turun viskositas akan naik. Semakin
tinggi indeks viskositas, semakin kecil
perubahan viskositas akibat pengaruh
temperatur.
5
Semakin tinggi indeks
viskositas diharapkan menunjukkan
kualitas pelumas lebih baik. Tetapi tidak
menggambarkan viskositas minyak lumas
pada temperatur tinggi dan kemampuan
menahan bebannya.
Formula hasil perancangan semuanya
memenuhi nilai yang disyaratkan seperti
yang terlihat pada Gambar 3, memiliki
indeks viskositas sekitar 200. Keenam
formula jika dibandingkan dengan
kesepuluh produk yang ada dipasaran
memiliki indeks viskositas sedikit di
atas indeks viskositas rata-rata, terutama
Formula 3 dan Formula 4.
Gambar 2
Grak perbandingan viskositas kinematik
Gambar 3
Grak perbandingan viskositas indeks
Formula 3 dan Formula 4 menggunakan
campuran minyak lumas dasar Grup III dan Grup
IV yang lebih dominan dibanding formula lainnya.
Seperti terlihat dalam Tabel 3, minyak lumas dasar
Grup III dan IV memiliki indeks viskositas yang
tinggi. Formula 3 dan Formula 4 menggunakan
minyak lumas dasar Grup I V dengan jumlah
terbanyak (35,87%) dan (29,87%) jika dibandingan
dengan hasil formulasi lainnya sehingga wajar jika
viskositas indeksnya lebih tinggi dibanding formula
hasil perancangan yang lain.
C. Titik Nyala (ASTM D 92)
SNI mensyaratkan nilai standar titik nyala
untuk ATF dan nilainya dibatasi minimum 170
o
C.
Semua minyak lumas hasil percampuran dan produk
di pasaran memiliki nilai flash point di 170
o
C
(Gambar 4). Secara umum, minyak lumas hasil
blending memiliki nilai titik nyala yang lebih rendah
dibandingkan produk di pasaran.
Nilai titik nyala hasil percampuran yang rendah
disebabkan oleh karakteristik minyak lumas dasar
dan aditif yang memiliki nilai ash point rendah.
Base Oil III nilai titik nyalanya 156
o
C dan aditif I
nilai titik nyalanya 94
o
C.
Titik nyala minyak lumas bervariasi tergantung
viskositasnya. Semakin tinggi viskositas, biasanya
semakin tinggi titik nyalanya. Base Oil III memiliki
nilai viskositas pada temperature 100
o
C yang sangat
rendah (1,771 cSt) sehingga mempengaruhi titik
nyala yang produk yang dihasilkan. Formula 3 yang
menggunakan Base Oil III dengan jumlah terbanyak
memiliki nilai titik nyala terendah.
Pengujian titik nyala dimaksudkan untuk
mengetahui tingkat amability minyak lumas sehingga
dapat digunakan sebagai acuan faktor keamanan
dalam penggunaannya. Dalam penggunaaan di
temperatur tinggi, minyak lumas yang nilai titik
nyalanya rendah mengindikasikan bersifat volatile
tinggi sehingga mudah menguap, dan menyebabkan
laju konsumsi minyak lumasnya tinggi. Selain itu
merupakan salah satu nilai dalam penentuan uida
tahan api yang aman ditempatkan di dekat sumber
api. Secara garis besar minyak lumas hasil blending
memenuhi persyaratan spesikasi SNI dan memiliki
kinerja yang baik dalam faktor keamanan, demikian
juga dengan produk sejenis yang ada di pasaran.

112
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 107 - 115
D. Titik Tuang (ASTM D 97)
Nilai titik tuang menurut SNI 06-
7069-7-2005 adalah maksimal -45
o
C.
Semua minyak lumas hasil blending
memenuhi spesikasi yang ditetapkan
SNI , begi tu pul a mi nyak l umas
pembandingnya kecuali ATF G (Gambar
5), sehingga dapat diprediksi memiliki
kinerja yang baik pada temperatur
rendah. ATF hasil blending memiliki
titik tuang yang rendah karena selain
menggunakan base oil sintetik dan Grup
IV, yang memiliki titik tuang rendah,
sebesar -15 dan <-57, juga mengandung
aditif penurun titik tuang.
Ni l ai ti ti k tuang merupakan
karakteristik fisika yang digunakan
sebagai perkiraan kinerja ATF pada
temperatur rendah. Pelumasan pada
sistem transmisi otomatis memakai
pompa untuk menyalurkan ATF ke
komponen yang memerlukan pelumasan,
terutama untuk melumasi planetary gear
set dan sistem hidroliknya. ATF yang
baik akan mudah disirkulasikan terutama
pada temperatur rendah. Apabila ATF
membeku atau menjadi sangat kental
pada temperatur rendah, maka ia tidak
dapat disirkulasikan dengan baik dan
akan menyebabkan transmisi otomatis
Tendensi dan stabilitas pembusaan suatu minyak
lumas dipengaruhi oleh penggunaan dan jenis minyak
lumas dasar.
6
Penggunaan minyak lumas sistem
transmisi otomatis sangat memungkinkan terjebaknya
udara dalam minyak lumas dan menyebabkan
timbulnya busa terutama di rangkaian roda gigi
dan pompa oli, walaupun dalam kondisi normal.
Gelembung udara yang menempel pada permukaan
sentuh, akan mengurangi kinerja lapisan pelumasnya.
Hal ini dapat berakibat kegagalan yang fatal yaitu
antar komponen logam saling bersentuhan sehingga
terjadi keausan abnormal.
Minyak lumas dasar Grup I dan Grup III yang
digunakan dalam perancangan formula masih
memiliki nilai tendensi dan stabilitas pembusaan yang
cukup tinggi. Untuk mengantisipasi pembentukan
busa pada penggunaan ATF dalam sistem transmisi
otomatis maka, sejumlah kecil aditif anti pembusaan
Gambar 5
Grak perbandingan titik tuang
Gambar 4
Grak perbandingan titik nyala
tidak bekerja normal dan komponen-komponennya
bisa rusak. Karakteristik titik tuang merupakan faktor
yang sangat penting terutama untuk penggunaan di
daerah yang temperatur sekitarnya di bawah 0
o
C.
Misalnya di daerah kutub, pegunungan dan di daerah
dengan empat musim.
E. Tendensi dan Stabilitas Pembusaan
(ASTM D 892)
Hasil pengujian karakeristik tendensi dan
stabilitas pembusaan terhadap ATF hasil blending
menunjukkan hampir seluruhnya berada dibawah
nilai maksimal yang dipersyaratkan oleh SNI 06-
7069-7-2005. Hal ini menunjukkan bahwa minyak
lumas hasil blending memiliki karakteristik tendensi
dan stabilitas pembusaan yang baik, begitu pula
pembandingnya. Hasil uji ATF hasil blending dan
produk di pasaran tersaji pada Tabel 5.
113
Studi Karakteristik Fisika Kimia dan Semi Unjuk Kerja Minyak Lumas Transmisi Otomatis (M. Hanifuddin, dkk)
(0,01-0,02 %) ditambahkan dalam formula ATF yang
dirancang. Aditif jenis ini berfungsi untuk mencegah
kecenderungan terjadinya pembusaan pada saat
minyak lumas dipompakan dan teraduk dalam sistem
transmisi. Aditif anti pembusaan ini akan bekerja
dengan mengurangi tegangan permukaan minyak,
yang memungkinkan penggabungan gelembung
udara kecil menjadi gelembung besar yang kemudian
pecah, sehingga ATF menjadi bebas dari busa.
Karateristik tendensi dan stabilitas pembusaan yang
baik yang dimiliki oleh ATF hasil blending dapat
mencegah sistem transmisi otomatis dari kerusakan
yang fatal.
G. Korosi Bilah Tembaga (ASTM D 130)
Hasil pengujian karakteristik korosi bilah
tembaga menunjukkan keenam ATF hasil blending
lulus uji jika mengacu pada SNI 06-7069-7-2005, dan
menunjukkan hasil yang lebih baik dibanding produk
sejenis di pasaran karena tiga jenis ATF di pasaran
menunjukkan hasil yang lebih buruk yaitu 1b.
Pengujian karakteristik ini dilakukan untuk
memperkirakan korositas ATF terhadap campuran
logam tertentu yang terdapat pada sistem transmisi
otomatis, terutama logam kuning yang komponen
utama campurannya adalah tembaga. Tembaga dan
kuningan adalah logam lunak dan rentan terhadap
asam, senyawa sulfur, dan bahan kimia lainnya di
dalam minyak lumas. J ika komponen ini terkena
korosi maka akan terjadi perubahan warna dan
dapat membentuk lapisan di permukaan. Keausan
yang disebabkan asam (corrosive wear) dapat
menyebabkan kegagalan sistem sehingga harus
dihindari.
Korosifitas ini dipengaruhi oleh Sulfurized
mineral oil dan bentuk sulfur reaktif tinggi lainnya
yang terkandung dalam aditif, seperti aditif tekanan
ekstrim. Senyawa sulfur pada sulfurized mineral oil,
yang secara tipikal berupa sulda, umumnya stabil
secara kimia. Aditif tekanan ekstrem pada ATF, yang
umumnya juga berupa sulda, menjadi aktif secara
kimia saat terkena panas. Baik minyak lumas dasar
mineral maupun aditif tekanan ekstrem maupun pada
dasarnya tidak aktif pada uji korosi bilah tembaga.
Tetapi pada kondisi boundary lubrication, terjadi
peningkatan temperatur lokal yang tinggi, baik
sulfurized fatty acids maupun aditif tekanan ekstrem
Sequence I Sequence II Sequence III
Maks 20/0 Maks 50/0 Maks 20/0
1 Formula 1 10/0 10/0 10/0
2 Formula 2 20/0 20/0 15/0
3 Formula 3 10/0 10/0 10/0
4 Formula 4 20/0 20/0 15/0
5 Formula 5 10/0 10/0 10/0
6 Formula 6 15/0 20/0 15/0
11 ATF A 0/0 10/0 0/0
12 ATF B 10/0 40/0 20/0
13 ATF C 20/0 20/0 10/0
14 ATF D 5/0 30/0 5/0
15 ATF E 10/0 40/0 10/0
16 ATF F 10/0 20/0 10/0
17 ATF G 10/0 5/0 10/0
18 ATF H 5/0 10/0 5/0
19 ATF I 20/0 10/0 10/0
20 ATF J 20/0 15/0 20/0
SNI 06-7069-7-2005
No
Jenis
pelumas
Tabel 5
Perbandingan tendensi dan stabilitas pembusaan
1a 1b 1c
1 Formula I
2 Formula II
3 Formula III
4 Formula IV
5 Formula V
6 Formula VI
7 ATF A
8 ATF B
9 ATF C
10 ATF D
11 ATF E
12 ATF F
13 ATF G
14 ATF H
15 ATF I
16 ATF J
No
Jenis
pelumas
SNI 06-7069-7-2005
Maksimal 1b
Tabel 6
Perbandingan uji korosi bilah tembaga

114
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 107 - 115
sulfur-phosphorus akan terurai membentuk logam
sulde (additive chemistry and application) dan aktif
secara tipikal.
Hasil uji ATF hasil blending dan produk di pasaran
yang tersaji pada Tabel 6 menunjukkan bahwa ATF
hasil blending dapat diperkirakan memiliki sifat
korositas terhadap tembaga yang rendah.
H. Karakteristik Mencegah Aus
(ASTM D 4172)
Hasil pengujian karakteristik mencegah keausan
terhadap ATF hasil blending menunjukkan bahwa
keenam formula memiliki nilai yang hampir sama,
Gambar 6
Grak perbandingan karakteristik mencegah aus
yaitu antara 0,36 mm - 0,39 mm, sedangkan produk
di pasaran memiliki nilai antara 0,28 mm - 0,58 mm.
ATF hasil blending dibandingkan dengan produk ATF
di pasaran, menunjukkan nilai yang seimbang bahkan
jauh lebih bagus di banding ATF C. Perbandingan
karakteristik mencegah aus tersaji pada Gambar 6.
Hasil uji anti-wear 4-ball test lebih mewakili
kondisi pemakaian pada beban rendah dari pada pada
beban tinggi. Sifat perlindungan terhadap keausan
sangat penting, terutama untuk melindungi beban
tinggi pada rangkaian roda gigi dan bantalan pada
transmisi otomatis.
Gambar 7
Grak perbandingan stabilitas shear
115
Studi Karakteristik Fisika Kimia dan Semi Unjuk Kerja Minyak Lumas Transmisi Otomatis (M. Hanifuddin, dkk)
Pengujian dilakukan menggunakan tiga bola
statis yang bergesekan dengan satu bola berputar
dengan kecepatan 1200 rpm pada beban 40 kgf
selama 1 jam. Besarnya diameter goresan (scar
diameter) menunjukkan kinerja minyak lumas
dalam menerima beban, diukur dalam satuan mm.
Semakin kecil nilai diameter goresan, menunjukkan
minyak lumas yang semakin baik. ATF hasil blending
memiliki sifat perlindungan terhadap keausan yang
baik, karena hasil pengujian menunjukkan diameter
goresan yang kecil.
I. Karakteristik Stabilitas Terhadap Shear
(ASTM D 6278)
Pengujian karakteristik stabilitas terhadap shear
menunjukkan ATF hasil blending memiliki indeks
stabilitas (% penurunan viskositas) yang bervariasi
antara 5.31%-11,21%. Secara umum hasil ini lebih
rendah dibandingkan dengan hasil uji produk di
pasaran. Perbandingan stabilitas shear ATF hasil
blending dan produk di pasaran tersaji pada Gambar
7.
Shear adalah suatu beban yang ditanggung
minyak lumas, biasanya terjadi pada pelumas
yang berada di antara dua permukaan yang saling
bergesekan dan memiliki celah yang sangat kecil.
Pada minyak lumas transmisi otomatis, shear terjadi
pada sliding contact pada permukaan roda gigi serta
pada bantalan di gearbox. Shear ini akan memotong
rantai polimer yang panjang, yang biasanya berasal
dari aditif viscosity modier yang terkandung dalam
aditif paket performance, menjadi rantai yang lebih
pendek sehingga akan menurunkan viskositas minyak
lumas. Penurunan viskositas ini akan menimbulkan
kegagalan pelumasan dan mengurangi umur pakai
ATF.
Kestabilan terhadap shear diketahui dengan
membandingkan viskositas minyak lumas sebelum
dan sesudah diuji menggunakan peralatan mengacu
pada metode uji CEC L-14-A-93. Kestabilan terhadap
shear dinyatakan dalam Shear stability indeks (SSI).
7

Semakin kecil penurunan viskositas suatu minyak
lumas, yang dinyatakan dengan SSI yang rendah,
semakin baik kestabilannya terhadap shear. ATF
hasil blending memiliki kestabilan terhadap shear
yang relatif lebih baik dibanding produk sejenis di
pasaran, sehingga bisa diperkirakan memiliki umur
pakai (drain interval) yang lebih panjang.
IV. KESIMPULAN
ATF yang banyak beredar di pasaran memiliki
viskositas yang lebih besar dari 6,8 cSt dengan indeks
viskositas paling rendah 169. Minyak lumas transmisi
otomatis hasil blending dan produk sejenis di pasaran
karakteristik sika kimia dan unjuk kerjanya sesuai
dengan spesikasi SNI 06-7069-7-2005. ATF hasil
blending memiliki keunggulan dibandingkan dengan
produk di pasaran, terutama karakteristik indeks
viskositas, korosi bilah tembaga dan stabilitas shear,
tetapi memiliki nilai titik nyala yang lebih rendah,
sementara karakteristik lainnya tidak jauh berbeda.
Oleh karena itu, minyak lumas transmisi otomatis
yang diuji, diprediksi memberikan kinerja yang
baik saat pemakaian pada kendaraan sesungguhnya,
mampu memenuhi semua fungsi yang diperlukan
oleh ATF dan mampu, serta memiliki drain interval
yang panjang.
Untuk mengetahui kinerja sesungguhnya, perlu
dilakukan uji unjuk kerja menggunakan bangku
uji atau melalui uji jalan menggunakan kendaraan
bertransmisi otomatis.
KEPUSTAKAAN
1. A R Lansdown, 2004, Lubrication and Lubricant
Selection, Professional Engineering Publishing
Limited London and Bury St Edmunds, UK
2. BSN, 2005, Klasikasi dan Spesikasi Pelumas- SNI
06-7069-2005, Badan Standarisasi Nasional, J akarta
3. D.M. Pirro. and A.A. Wessol, 2001, Lubrication
Fundamentals, Second Edition, Revised And
Expanded, Marcel Dekker, Inc.270 Madison Avenue,
New York, NY 10016.
4. Edited by Leslie R. Rudnick, 2009, Lubricant
Additives Chemistry and Applications Second
Edition, CRC Press Taylor & Francis Group 6000
Broken Sound Parkway NW, Suite 300 Boca Raton,
FL 33487-2742
5. Miller, Robert W., 1993, Lubricants and Their
Aplications, Editing supervisor by Mistty Kovacs,
Mc. Graw-Hill, Inc, Arizona.
6. Petro Canada Handbook, 2005
7. Z. George Zhang, PhD, 12 J uli 2006, Automatic
Transmission Fluids, Valvoline and Ashland
Presentation.

116
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 107 - 115
117
Reklamasi Daerah Bencana Semburan
Lumpur Melalui Remediasi Cuci Lahan
Suatu Pandangan Prospektif
R. Desrina
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS
J l. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, J akarta Selatan
Telepon: 62-21-7394422, Fax: 62-21-7246150
Teregistrasi I tanggal 16 Agustus 2012; Diterima setelah perbaikan tanggal 17 Desember 2012
Disetujui terbit tanggal: 31 Desember 2012
ABSTRAK
Tragedi semburan lumpur di Sidoarjo, J awa Timur, yang sudah memasuki tahun keenam belum juga
dapat dihentikan. Semburan lumpur yang oleh berbagai kalangan ahli geologi disebut sebagai erupsi
lumpur volkano diperkirakan dipicu oleh blowout sumur gas yang saat itu sedang dilakukan pemboran.
Pada puncaknya, erupsi telah memuntahkan lumpur hingga 180,000 m tiap harinya. Hingga akhir tahun
2011 rata-rata semburan lumpur masih sekitar 10,000 m tiap harinya. Diperkirakan semburan lumpur
masih akan berlanjut hingga 25 sampai 30 tahun mendatang. Sambil menunggu berhentinya semburan
lumpur tersebut, mungkin perlu dipikirkan tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk mereklamasi
lahan yang telah tercemar oleh lumpur ini. Menurut hasil pemantauan dari penelitian-penelitian yang telah
dilakukan oleh berbagai kalangan, lumpur mengandung garam, minyak, fenol, dan logam-logam berat
berbahaya. Keberadaan logam berat di dalam lumpur ini memang masih diperdebatkan, namun hasil yang
diperoleh dari beberapa lembaga riset menunjukkan bahwa di beberapa lokasi kadar logam berat telah
melebihi ambang batas. Salah satu cara yang sangat efektif untuk mereklamasi lahan yang telah tercemar
oleh kontaminan organik maupun anorganik adalah melalui teknik remediasi cuci lahan atau soil washing.
Tujuan penulisan dalam makalah ini adalah untuk memberikan gambaran atau ulasan bagaimana suatu
lahan yang telah tercemar, sebagaimana daerah bencana lumpur, dapat direklamasi kembali secara cepat
agar dapat digunakan sebagaimana sebelumnya.
Kata Kunci: erupsi lumpur volkano, reklamasi, remediasi, cuci lahan
ABSTRACT
The mudow disaster at Sidoarjo, East Java, which has been entering the year of sixth, has not been
stopped yet. Many geologists sates that the mud eruption is a mud volcano which eruption was assumed to
be created by the blowout of a natural gas well. At its peak the eruption spewed up to 180,000 m of mud
per day. By late of 2011, mud was still being discharged at a rate of 10,000 m per day. It is expected that
the mudow will continue for the next 25 to 30 years. While waiting for stopping the eruption of the mud,
it is worthy to consider some actions that could be implemented to clean or reclaim the mud contaminated
area. According to the researches conducted by several agencies, the mud contains salts, oil, phenols, and
heavy metals. The presence of heavy metals is still controversial; nevertheless some research institution
stated that heavy metal concentration in some area was above the threshold limits. One of the methods
that could reclaim effectively the contaminated area of organic as well as inorganic contaminants is soil
washing remediation. The purpose of this paper is to give a view how the contaminated area, as the mudow
disaster area, could be reclaimed rapidly in order to be able to be reused as before.
Keywords: volcano mud eruption, reclamation, remediation, soil washing
Reklamasi Daerah Bencana Semburan Lumpur Melalui Remediasi Cuci Lahan
Suatu Pandangan Prospektif (R. Desrina)

118
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 117 - 123
I. PENDAHULUAN
Tragedi semburan lumpur di Sidoarjo, J awa
Timur, sudah memasuki tahun keenam. Tragedi di
Sidoarjo yang terjadi sejak Mei 2006 ini diakibatkan
oleh semburan lumpur yang oleh berbagai kalangan
ahli geologi disebut sebagai erupsi lumpur volkano.
Semburan lumpur volkano terbesar di dunia saat ini
diperkirakan dipicu oleh blowout sumur gas yang
saat itu sedang dilakukan pemboran, walaupun
hal ini disangkal oleh perusahaan minyak terkait
yang menyatakan bahwa kejadiannya disebabkan
oleh gempa bumi yang terjadi di sekitarnya. Pada
puncaknya, erupsi telah memuntahkan lumpur hingga
180,000 m tiap harinya. Hingga akhir tahun 2011
rata-rata semburan lumpur masih sekitar 10,000
m tiap harinya. Diperkirakan semburan lumpur
masih akan berlanjut hingga 25 sampai 30 tahun
mendatang
(1)
.
Saat ini, semburan lumpur telah menggenangi
lebih dari 600 hektar lahan yang meliputi enam
wilayah desa, persawahan, dan kebun-kebun tebu
(lihat Gambar 1)
(2)
. Di beberapa lokasi, ketinggian
lumpur mencapai 6 m. Banjir lumpur ini telah
menenggelamkan 1.810 rumah, 18 sekolah, 2 kantor
pemerintah, 20 pabrik, dan 15 mesjid. Diperkirakan
sebanyak 3.000 kepala keluarga atau sekitar 10.000
orang telah dipindahkan dari lokasi bencana. Tidak
dapat disangkal lagi bahwa bencana lumpur ini telah
menimbulkan dampak negatif yang sangat besar
terhadap lingkungan hidup, infrastruktur, maupun
ekonomi regional
(3)
.
Berbagai upaya tel ah di l akukan untuk
menghentikan semburan lumpur ini. Upaya awal
untuk menghentikan semburan lumpur ini adalah
dengan teknik pengeboran terarah ke sumur pemboran
(drilling relief well). Namun upaya ini nampaknya
banyak mengalami kendala dan pada akhirnya
dihentikan sama sekali tanpa ada alasan yang jelas.
Upaya berikutnya adalah dengan menjatuhkan bola-
bola beton kedalam mulut lumpur volkano, dengan
harapan upaya ini dapat mengurangi semburan
lumpur hingga 70%. Upaya inipun pada akhirnya
gagal. Berbagai usulan kemudian bermunculan,
misalnya yang diajukan oleh pemerintah Jepang untuk
membangun double-cover dam untuk membendung
lumpur sedemikian rupa hingga volumenya cukup
untuk menahan aliran lumpur di bawahnya. Akan
tetapi banyak kalangan ahli memperingatkan bahwa
setiap upaya untuk menutup aliran lumpur justru akan
menimbulkan masalah yang lebih besar.
Sambil menunggu berhentinya semburan
lumpur tersebut, mungkin perlu dipikirkan tindakan-
tindakan yang dapat dilakukan untuk mereklamasi
lahan yang telah tercemar oleh lumpur ini. Menurut
hasil pemantauan dari penelitian-penelitian yang
telah dilakukan oleh berbagai kalangan, lumpur
mengandung garam (sebagaimana air tanah dalam),
minyak, fenol, dan logam-logam berat berbahaya.
Keberadaan logam berat di dalam lumpur ini memang
masih diperdebatkan, namun hasil yang diperoleh
dari beberapa lembaga riset menunjukkan bahwa di
beberapa lokasi kadar logam berat telah melebihi
ambang batas.
Terlepas dari kontroversi mengenai keberadaan
logam berat dan zat-zat berbahaya di dalam lumpur
tersebut, kadar garam yang terlalu tinggi di dalam
lumpur akan memberikan dampak yang sangat buruk
bagi tanaman. Unsur natrium yang tinggi di dalam
tanah akan menyebabkan efek racun bagi tumbuh-
tumbuhan. Lahan yang mengandung kadar garam
Gambar 1
Lokasi semburan lumpur di Sidoarjo,
tanggal 22 Mei 2012 dilihat dari udara
(2)
119
Reklamasi Daerah Bencana Semburan Lumpur Melalui Remediasi Cuci Lahan
Suatu Pandangan Prospektif (R. Desrina)
yang tinggi akan sangat sulit bagi tanaman untuk
tumbuh. Akankah lahan yang telah tercemari oleh
lumpur ini dibiarkan begitu saja selamanya?
Salah satu cara yang sangat efektif untuk
mereklamasi lahan yang telah tercemar oleh
kontaminan organik maupun anorganik adalah
melalui teknik remediasi cuci lahan atau soil washing.
Remediasi cuci lahan telah banyak dilakukan di
negara-negara industri, misalnya Amerika Serikat,
beberapa negara Eropa Barat dan Jepang. Di Indonesia
dan negara-negara berkembang lainnya, remediasi
lahan tercemar pada umumnya dan remediasi cuci
lahan pada khususnya belum banyak menjadi
perhatian. Tujuan penulisan dalam makalah ini adalah
untuk memberikan gambaran atau ulasan bagaimana
suatu lahan yang telah tercemar, sebagaimana daerah
bencana lumpur, dapat direklamasi kembali secara
cepat melalui teknik remediasi cuci lahan agar dapat
digunakan sebagaimana sebelumnya.
II. KOMPOSISI LUMPUR DAN
DAMPAKNYA TERHADAP LAHAN
PERTANIAN
Informasi tentang komposisi lumpur sangat
beragam tergantung pada jenis uji dan lembaga
yang melakukan pengujian laboratorium. Misalnya,
dari hasil uji laboratorium yang dilakukan oleh
suatu perusahaan, dinyatakan bahwa lumpur bukan
temasuk bahan beracun dan berbahaya. Analisis
dengan spektrometer sinar-X terhadap partikel padat
dari lumpur menunjukkan hasil: Besi 83,1%, Silikon
4,1%, Kalium 4,1%, Kalsium 4,1%, Titanium 1,8%,
dan Khlorine 1,6%
(4)
.
Sementara menurut salah satu lembaga lingkungan
hidup di J awa Timur, konsentrasi beberapa logam
berat (Tembaga, Timah Hitam, dan Kadmium)
adalah 2000 kali lebih tinggi dari konsentrasi
ambang batasnya. Selanjutnya mereka menyebutkan
bahwa lumpur mengandung polisiklik aromatik
hidrokarbon (PAH), misalnya crysene dan benz()
anthracene, senyawa organik yang dikenal bersifat
karsinogen
(5)
.
Hasil analisis terhadap lumpur yang dilakukan
oleh Laboratorium Biolingkungan, salah satu
Universitas di J awa Timur, menunjukkan bahwa
konsentrasi dari semua parameter kimia masih
berada di bawah ambang batas
(6)
. Melalui uji
Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP),
konsentrasi beberapa parameter dari enam sampel
yang telah dilakukan oleh laboratorium tersebut
dicantumkan pada Tabel 1.
No Parameters
Lab. results,
Mg/L
Threshold Concn. acc.
to PP.18/1999, Mg/L
1. Arsenic, As 0,045 5
2. Barium, Ba 1,066 100
3. Boron, B 5,097 500
4. Lead, Pb 0,05 5
5. Mercury, Hg 0,004 0,2
6. Cyanide, CN 0,02 20
7. 2,4,6 Trichlorophenol 0,017 2
Tabel 1
Uji TCLP beberapa parameter kimia yang
dilakukan oleh Laboratorium Biolingkungan
Terlepas dari pendapat apakah lumpur dianggap
merupakan bahan berbahaya dan beracun atau bukan,
pada kenyataannya lumpur telah menimbulkan
dampak lingkungan yang sangat besar. Kadar
garam yang sangat tinggi atau salinitas tinggi
mengakibatkan tanah yang digenanginya menjadi
tidak subur (lihat Gambar 2). Demikian pula halnya
bila terjadi hujan, garam maupun zat-zat lain yang
dapat larut dalam air hujan dapat menggenangi lahan-
lahan pertanian di sekitarnya. Lumpur dan air yang
berasal dari danau lumpur terbukti telah merembes
ke persawahan disekitarnya, dan telah menurunkan
pendapatan para petani.
Air asin yang bercampur dengan lumpur
tersebut mengandung garam dengan konsentrasi
tinggi sebagaimana air asin pada umumnya yang
berasal dari formasi tanah dalam. Komposisi garam
umumnya terdiri dari garam-garam klorida, sulfat,
karbonat, dan bikarbonat dari kalsium, magnesium,
natrium, dan kalium. Kadar natrium yang tinggi
(disebut sebagai sodisitas) dapat merusak struktur
tanah dan menyebabkan tanaman sukar tumbuh
(7)
.
Kadar garam yang tinggi di dalam tanah umumnya
dapat dikurangi dengan berbagai cara. Diantaranya
adalah dengan cara drainase, perbaikan struktur
tanah, dan toremediasi dengan jenis tanaman yang
tahan terhadap kadar garam yang tinggi. Drainase
dilakukan melalui cara melunturkan garam yang
terlarut dengan air yang dialirkan ke kanal atau
sungai. Perbaikan struktur tanah (soil amandement)
dapat dilakukan dengan penambahan aditif atau
bulking agent untuk menggantikan unsur sodium

120
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 117 - 123
misalnya dengan gipsum. Reklamasi lahan
terhadap kandungan garam yang tinggi
dengan cara-cara ini memerlukan waktu
yang sangat lama dan bahan-bahan aditif
yang cukup mahal
(8)
.
Kandungan organik berbahaya,
misalnya polisiklik aromatik hidrokarbon
(PAH) atau minyak, sebagaimana yang
disebutkan oleh lembaga lingkungan
hidup di J awa Timur, dapat dihilangkan
dengan cara bioremediasi. Namun perlu
diketahui pula bahwa dengan kandungan
garam yang tinggi di dalam tanah, proses
biodegradasi senyawa-senyawa organik
ini tidak akan berjalan dengan mudah.
III. TEKNOLOGI REMEDIASI CUCI LAHAN
Pada awalnya, cuci lahan dikenal sebagai
teknologi pemisahan sederhana yang menggunakan
air untuk memisahkan pasir yang tercampur dengan
tanah, atau dengan kata lain merupakan teknik
"mencuci" pasir. Dalam perjalanannya diketahui
bahwa berbagai jenis kontaminan baik anorganik
maupun organik berada dalam keadaan menempel
atau teradsorpsi pada partikel tanah yang halus, yaitu
partikel debu (silt) dan lempung (clay). Berbagai
kontaminan ini dapat "dicuci" dengan berbagai jenis
larutan pencuci berbasis air, misalnya surfaktan dan
senyawa kimia sepit (chelating agent)
(12)
.
Berbagai zat aktif permukaan, diantaranya zat-zat
biosurfaktan sebagai larutan pencuci, telah banyak
dikembangkan untuk memperoleh proses pencucian
yang lebih efektif. Pengembangan lain ditujukan
bagi proses pemisahan menggunakan proses sika,
diantaranya adalah dengan menggunakan sistim
otasi gelembung udara dan hidrosiklon.
A. Diagram Alir Proses Cuci Lahan
Saat ini sudah banyak proses komersial
bermunculan dan yang membedakan adalah pada
jenis larutan pencuci dan urutan unit prosesnya. Pada
umumnya proses cuci lahan bukan merupakan proses
pencucian tunggal, akan tetapi merupakan kombinasi
proses yang menggunakan berbagai larutan pencuci.
Pada Gambar 3 dicantumkan diagram alir dari proses
cuci lahan
(13)
.
Tanah yang tercemar diangkut (misalnya dengan
menggunakan truk) ke tempat pengolahan cuci lahan.
Kandungan garam yang tinggi terbukti dapat
menghambat pertumbuhan bakteri yang berperan
dalam proses bioremediasi
(9)
.
Terlepas dari kontroversi tentang kandungan
logam berat di dalam lumpur, keberadaan logam
berat dapat membahayakan kesehatan. Bila logam
berat ini larut di dalam air hujan dan mengalir hingga
ke sungai, maka pada akhirya logam berat tersebut
akan sampai pada reseptor, baik hewan maupun
manusia. Di samping itu, kandungan logam berat
yang tinggi (>2500 ppm) dapat menghambat proses
bioremediasi
(10)
.
Satu segi "kelebihan" dari daerah bencana
lumpur dibanding dengan daerah-daerah lain yang
telah tercemari oleh limbah kegiatan minyak dan gas
bumi (migas), adalah bahwa lumpur ini sangat sedikit
mengandung minyak bumi. Dengan demikian dalam
hal reklamasi lahan akibat lumpur ini akan lebih kecil
tingkat kesulitannya dibandingkan dengan lahan
yang telah tercemari oleh minyak bumi yang juga
umumnya mengandung garam yang tinggi.
Teknik cuci lahan merupakan salah satu dari
teknologi remediasi lahan yang telah tercemari
oleh kontaminan, baik organik maupun anorganik.
Teknik cuci lahan telah banyak dilakukan di negara-
negara Eropa, Amerika Utara, dan J epang untuk
membersihkan lahan-lahan yang tercemar oleh
minyak, PCB's, maupun logam berat. Di Amerika
Serikat dan J erman, teknik cuci lahan juga dilakukan
untuk meremediasi lahan yang telah tercemar bahan-
bahan radioaktif
(11)
.
Gambar 2
Pengaruh salinitas di dalam tanah pada pertumbuhan tanaman
121
Reklamasi Daerah Bencana Semburan Lumpur Melalui Remediasi Cuci Lahan
Suatu Pandangan Prospektif (R. Desrina)
Langkah pertama adalah memisahkan material kasar/
besar misalnya kayu dan bebatuan. Kemudian tanah
yang sudah dibersihkan dari kayu-kayu dan batu-
batu ini dimasukkan ke dalam reaktor dan ke dalam
reaktor ditambahkan air yang mengandung bahan
pencuci. Bahan pencuci inilah yang berfungsi sebagai
bahan pencucian tanah (soil washing) yang jenis
larutannya ditentukan oleh kontaminan yang akan
dihilangkan.
Proses pencucian dilakukan dalam beberapa
waktu sebagaimana langkah pencucian pada
mesin cuci otomatis. Langkah berikutnya adalah
pemisahan antara tanah yang sudah dicuci dan larutan
pencucinya.
Unit proses dari sistim pencucian dan pemisahan
akan berbeda dari satu proses komersial dengan
proses komersial lainnya. Unit proses yang digunakan
pada proses cuci lahan pada dasarnya berasal dari
unit-unit proses yang biasa digunakan pada industri
pertambangan mineral. Pada hakekatnya unit
proses ini diperlukan untuk dapat memisahkan tiga
fasa zat, yaitu tanah, air, dan kontaminan. Tanah
berada di lapisan bawah yang dapat dipisahkan dan
dikembalikan ke lahan semula. Kontaminan, terutama
kontaminan organik, akan terpisah oleh proses
pencucian dan dapat ditampung di dalam drum,
sementara air pencuci dapat diresirkulasi kembali.
Air pencuci yang sudah tidak layak digunakan
kembali dapat dialirkan ke tempat pengolahan limbah
cair untuk diolah lebih lanjut sebelum dibuang ke
lingkungan.
B. Larutan-larutan Pencuci pada Remediasi
Cuci Lahan
Berbagai larutan pencuci dapat digunakan pada
proses cuci lahan. J enis larutan pencuci akan sangat
tergantung pada kontaminan di dalam tanah yang
akan dihilangkan. Pada umumnya larutan pencuci
ini adalah larutan berbasis air.
1. Larutan Pencuci Garam
Garam mudah larut di dalam air sehingga
reklamasi lahan yang tercemar dengan kadar garam
yang tinggi cukup memerlukan air saja sebagai
larutan pencucinya. Namun tidak demikian halnya
bila tanah mengandung kadar natrium (sodium) yang
tinggi. Kandungan sodium yang tinggi harus terlebih
dulu digantikan dengan kation lain, misalnya dengan
Gypsum (CaSO4 2H2O) kemudian baru dicuci
(14)
.
Cuci lahan terhadap tanah dengan kandungan
garam yang tinggi dapat juga dipercepat dengan
menggunakan teknik pencucian dengan bantuan
getaran ultra sonik
(15)
. Dengan menggunakan bantuan
Gambar 3
Diagram alir proses cuci lahan

122
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 117 - 123
getaran ultra sonik ini, proses pencucian dapat
dipercepat dalam waktu yang relatif lebih singkat
dibanding dengan proses pencucian konvensional.
2. Larutan Pencuci Minyak dan Organik Lainnya
Minyak dan kontaminan organik mempunyai
sifat tidak larut di dalam air melainkan mudah larut
di dalam pelarut organik. Akan tetapi pelarut organik,
misalnya kerosin atau petroleum eter, tidak pernah
dipakai sebagai larutan pencuci pada remediasi cuci
lahan karena pelarut ini justru akan mengotori tanah.
Sebagaimana mencuci baju yang terkena minyak
dengan larutan deterjen atau sabun, maka dalam
remediasi cuci lahan digunakan pula "deterjen" yaitu
zat-zat yang bersifat aktif permukaan (surfaktan).
Berbagai surfaktan, baik yang sintetis maupun yang
berasal dari mikroorganisme (biosurfaktan) sudah
banyak diproduksi untuk keperluan cuci lahan
(16,17)
.
3. Larutan Pencuci Logam Berat
Zat-zat anorganik, seperti logam berat, dapat
terbentuk dalam berbagai senyawaan, misalnya
sebagai oksida, hidroksida, nitrat, fosfat, klorida,
sulfat, dan berbagai bentuk mineral kompleks
yang mempunyai kelarutan rendah. Zat-zat kimia
bersifat asam dapat ditambahkan ke dalam larutan
pencuci untuk menambah keesienan penghilangan
kontaminan logam berat. Zat-zat asam ini antara lain
adalah asam klorida, asam sulfat, dan asam nitrat.
Berbagai larutan pencuci dari jenis senyawa sepit
(chelating agents) atau bersifat sequestering, misalnya
asam sitrat, ammonium asetat, asam nitrilotriasetat
(NTA, nitrilotriacetic acid), dan asam etilenadiamina
tetra asetat (EDTA, ethylenediaminetetraacetic acid),
dapat dipakai sebagai aditif karena mempunyai
sifat dapat melarutkan berbagai macam kontaminan
logam-logam berat
(18)
.
IV. CUCI LAHAN DAERAH BENCANA
LUMPUR
Sebagaimana telah diuraikan pada paragraf
2 tentang komposisi lumpur yang masih menjadi
perdebatan, maka perlu kiranya dilakukan analisis
tentang zat-zat berbahaya dan beracun ini lebih
mendalam untuk mengetahui komposisi lumpur yang
sebenarnya. Sebagaimana lumpur yang berasal dari
formasi tanah dalam, maka lumpur ini mengandung
kadar garam yang cukup tinggi. Kandungan garam
yang tinggi akan merusak struktur tanah dan
menghambat pertumbuhan tanaman.
Mengingat luasan lahan yang terkena dampak
lumpur ini sangat besar (lebih dari 600 ha), dan
bencana telah berlangsung lebih dari enam tahun,
maka perlu kiranya mulai dari sekarang direncanakan
langkah-langkah untuk mereklamasi lahan yang
telah tercemar ini. Reklamasi lahan dapat dimulai
dari daerah-daerah yang terkena lumpur paling
tidak daerah yang secara tidak langsung terkena
dampaknya.
Sebagai contoh, sebagaimana yang diberitakan
oleh satu media cetak pada 21 Februari 2011 warga
Desa Besuki Timur Kecamatan Porong mengeluhkan
sumur air minum diduga tercemar air lumpur. Air
sumur warga berubah keruh berwarna kuning dan
rasanya berubah asin. Aneka tanaman dan pohon
mangga mengering dan mati. Selain itu, sawah warga
yang berimpitan dengan lumpur telah tercemar,
tanaman mati dan mengering dan sawah tidak dapat
ditanami
(19)
.
Contoh di atas hanyalah sebagian kecil daerah
yang terkena dampak lumpur ini. Tentunya masih
banyak lagi daerah-daerah lain yang terkena dampak,
baik secara langsung maupun tidak langsung
akibat merembesnya air lumpur ke daerah-daerah
sekitarnya. Tidak dapat disangkal lagi contoh
di atas adalah dampak negatif dari salinitas dan
sodisitas yang tinggi akibat pencemaran lumpur
tersebut. Hal lain yang masih perlu diungkap adalah
kemungkinannya dampak dari zat-zat beracun lain,
misalnya logam berat, PAH, fenol, dll., yang terdapat
di dalam lumpur itu.
Kontaminasi lahan oleh kandungan garam
yang tinggi, logam berat, dan minyak bumi adalah
hal yang sering terjadi pada kegiatan pengeboran
minyak di darat. Sudah menjadi ketentuan bahwa
bagi perusahaan minyak yang melakukan kegiatan
pengeboran untuk mengikuti peraturan yang
menetapkan pencegahan dan penanggulangan
pencemaran akibat kegiatannya. Ketentuan ini
sebaiknya juga dapat diterapkan dalam kasus
pencemaran lumpur di daerah Sidoarjo ini.
Langkah-langkah yang perlu diambil oleh
perusahaan yang terkait dengan kegiatan pemboran
sumur gas ini, selain dari penanggulangan dampak
sosial yang telah dilakukan, maka dapat ditindak
lanjuti dengan rencana kegiatan reklamasi lahan
yang tercemar. Langkah-langkah ini, misalnya;
dimulai dengan melakukan analisis kimia sika yang
123
Reklamasi Daerah Bencana Semburan Lumpur Melalui Remediasi Cuci Lahan
Suatu Pandangan Prospektif (R. Desrina)
lebih rinci pada lahan-lahan penduduk yang terkena
dampak. Pada tahap berikutnya, setelah diketahui
komposisi zat-zat berbahayanya maka perlu diadakan
studi atau penelitian teknik-teknik remediasi yang
mungkin dapat diterapkan pada lahan yang tercemar
ini.
Reklamasi lahan yang tercemar lumpur ini dapat
dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah
dengan teknik remediasi cuci lahan (soil washing).
Teknik cuci lahan telah banyak dilakukan di negara-
negara Eropa, Amerika Utara, dan J epang untuk
membersihkan lahan-lahan yang tercemar baik
oleh kontaminan organik maupun anorganik secara
cepat. Seyogyanya pada kasus bencana lumpur ini,
cuci lahan juga dapat dilaksanakan untuk mengatasi
pencemaran yang telah dirasakan oleh berbagai
masyarakat sekitar daerah bencana.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Sebagai kesimpulan dapat diutarakan disini,
bahwa sambil menunggu berhentinya semburan
lumpur terebut, seyogyanya dapat diupayakan
tindakan-tindakan reklamasi lahan yang telah terkena
dampak lumpur ini. Dampak yang nyata adalah
tercemarnya lahan penduduk oleh kandungan garam
yang tinggi (salinitas dan sodisitas tinggi) yang
mengakibatkan sukarnya tanaman tumbuh dengan
baik. Reklamasi lahan yang terkena dampak lumpur
ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah
satunya adalah dengan cara cuci lahan (soil washing).
Dibandingkan dengan teknik-teknik reklamasi atau
remediasi yang lain, teknik cuci lahan merupakan
teknik reklamasi atau remediasi yang prospektif yang
proses reklamasinya dapat dilaksanakan dalam waktu
yang relatif singkat.
Disarankan untuk dilakukan studi lebih lanjut
tentang komposisi lumpur terutama terhadap
kandungan zat-zat beracun, misalnya logam berat,
PAH, dan fenol, serta dampak lingkungannya
terhadap lahan-lahan sekitar bencana.
KEPUSTAKAAN
1. Anonymous, 2011, Sidoarjo mud ow, Wikipedia,
the free encyclopedia, http://en.wikipedia. org/wiki/
Sidoarjo_mud_ow#
2. Anonymous, 2012, Harian Kompas, Selasa 29 Mei
2012, J l. Palmerah Selatan, 26-28, J akarta 10270,
online: www.kompas.com.
3. Bambang Catur Nusantara, 2008, Direktur Walhi
J awa Timur, Koran TEMPO/ Senin, 04 Agustus 2008,
Berita Utama-J atim.
4. Maryadi, 2006, Parameter Bahan Kimia Lumpur
Porong di Bawah Baku Mutu, http://www. detiknews.
com/index.php/detik.read/ta
5. Mc Mi c hae l , H, 2009, THE L API NDO
MUDFLOW DISASTER: ENVIRONMENTAL,
INFRASTRUCTURE AND ECONOMIC IMPACT,
Bulletin of Indonesian Economic Studies, Vol. 45, No.
1, pp: 7383
6. Pohl, C., 2007, LAPINDO BRANTAS AND THE
MUD VOLCANO SIDOARJ O, INDONESIA, A
Background paper prepared for Friends of the Earth
International and Friends of the Earth Europe, A copy
of the license can be found under http://commons.
wikimedia.org /wiki/Commons:GNU_Free_Docu-
mentation_License.
7. Warrence, N.J., Pearson, K.E., and Bauder, J.W.,
2003, The Basics of Salinity and Sodicity Effects on
Soil Physical Properties, Montana State University
(MSU), Extension Water Quality Program, Bozeman,
MT 59717-3120, www.waterquality.montana.edu /
docs/publications.shtml

124
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 117 - 123
125
Optimasi Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi dengan Melakukan Kaji Ulang Data Geosains: Kaji Ulang Blok Arafura
(Djoko Sunarjanto dkk)
Optimasi Eksplorasi Minyak Dan Gas Bumi
dengan Melakukan Kaji Ulang Data Geosains:
Kaji Ulang Blok Arafura
Djoko Sunarjanto, Sudarman Sofyan dan Isnawati
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS
Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan
Telepon: 62-21-7394422, Fax: 62-21-7246150
Teregistrasi I tanggal 1 Oktober 2012; Diterima setelah perbaikan tanggal 30 Oktober 2012
Disetujui terbit tanggal: 31 Desember 2012
ABSTRAK
Eksplorasi minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia memerlukan upaya optimasi segera. Salah satunya
berupaya mengurangi kegagalan penawaran blok migas. Penawaran blok merupakan proses awal investasi
eksplorasi migas. Dengan kaji ulang data geosains dapat meningkatkan kualitas informasi wilayah kerja,
sehingga menghindari kegagalan proses penawaran wilayah kerja migas. Blok Arafura berada di wilayah
frontier dan laut dalam Indonesia Timur, dekat wilayah perbatasan Indonesia-Australia. Sejarah eksplorasi
di Laut Arafura bagian utara sudah dimulai pada periode 1900-1950. Tercatat data pemboran ASM IX
pada tahun 1974, menunjukkan adanya minor oil shows. Dilakukan pemboran eksplorasi Sumur Barakan-1
pada tahun 1995 menembus batuan Paleozoikum dengan total kedalaman 9.990 kaki. Kegiatan eksplorasi
oleh berbagai pihak selama ini dapat dikompilasikan, memungkinkan dapat diidentikasi batuan potensial
sebagai perangkap hidrokarbon. Kaji ulang (review) data geosains menghasilkan optimisme eksplorasi
migas. Kompilasi laporan, analisis kualitatif, dan kuantitatif data/informasi eksplorasi mendukung kajian
Geologi, Geosika dan Reservoir (GGR) daerah Arafura dan sekitarnya. Post Mortem Analysis menunjukkan
indikasi hidrokarbon Blok Arafura. Hasil analisis bermanfaat meningkatkan kepastian berinvestasi di
wilayah tersebut. Disamping itu kaji ulang Blok Arafura dapat sebagai model optimasi eksplorasi blok
migas lainnya di Indonesia.
Kata Kunci: optimasi, eksplorasi, kaji ulang data geosains, Arafura.
ABSTRACT
Indonesia oil and gas exploration need to effort of optimizing does quickly. One of effort to deferse
failure of oil and gas block bid. Geoscience data review can improvement quality of working area, with
the result failure averse bidding oil and gas working area. Arafura block at East Indonesia frontier area
and deepsea, close by Indonesia Australia bordered area. Exploration history in Northern Arafura Sea
have started on 1900-1950 period of time. Noted of exploration data coring ASM IX on 1974 indicating
minor oil shows presence. Have work to coring Barakan-1 Well on 1995 achieve palaezoic rock with total
depth 9.900 feets. For exploration action by all sorts of part can compiled, may identied rock as potential
of hydrocarbon trap. Geoscience data review to result of optimizing oil and gas exploration. Report
compiled, qualitaty and quantitaty data analysis to supporting for Geologic, Geophysics, and Reservoir
(GGR) review Arafura area and surrounding. Result of analysis benet to improved certainty invest that
area. In addition to review of Arafura Block could as optimized exploration model others Indonesia oil
and gas block.
Keywords: optimizing, exploration, geoscience data review, Arafura.
I.PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengamatan sampai awal tahun 2012, memperkuat
data telah terjadi penurunan kegiatan eksplorasi migas
di Indonesia. Hal ini tentunya akan mempengaruhi
penurunan kegiatan produksi migas pada masa yang
akan datang. Salah satu penyebab yang perlu diatasi
adalah permasalahan kegagalan penawaran wilayah
kerja migas. Dalam proses penawaran wilayah kerja

126
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 125 - 134
atau blok migas selama ini sering terjadi wilayah
yang ditawarkan tidak diminati investor.
Pada penawaran atau proses lelang blok migas
putaran II tahun 2010 tercatat 20 blok yang
ditawarkan. Sebanyak 8 blok merupakan penunjukan
langsung (direct selection), 12 blok merupakan tender
terbuka. Dari 8 blok penunjukan langsung hasil
joint study tersebut hanya 3 blok yang laku, dan 5
blok lainnya tidak diminati investor, termasuk Blok
Arafura Sea II.
Sejalan dengan banyaknya blok yang belum
ada peminatnya, maka pada tahun 2011 LEMIGAS
melakukan kaji ulang (review) 10 blok migas.
Yaitu Arafura Sea II, East Baronang, Indragiri
Hilir, Jangeru, Natuna, South Bulungan, South East
Baronang, South Kangean I dan II, Sula II, Wokam I.
Kaji ulang ini didasarkan hasil joint study yang telah
dilakukan sebelumnya. Khususnya pada blok migas
strategis, dan direkomendasikan langkah tindak lanjut
yang perlu dilakukan. Dalam konteks makalah ini
Blok Arafura Indonesia sebagai blok strategis berada
relatif dekat dengan wilayah perbatasan dua negara,
Indonesia dan Australia
Data geosains laporan terdahulu, dapat digunakan
untuk optimasi eksplorasi migas. Mengingat Arafura
termasuk dalam wilayah frontier area, adanya
keterbatasan dan kekurangan data diatasi dengan
sumur pseudo dan analogi antar cekungan lain di
Arafura dan sekitarnya. Sebelumnya tidak dilakukan
Post Mortem Analysis, namun pada kaji ulang kali
ini dilakukan untuk lebih menyempurnakan hasil
analisis.
B. Identikasi Masalah
Penawaran blok migas mengalami kegagalan
akibat investor tidak tertarik pada blok migas yang
ditawarkan oleh pemerintah. Prosentase kegagalan
dalam pelelangan penunjukan langsung (direct
selection) Tahun 2010 mencapai angka 62,5 persen
blok yang tidak laku. Termasuk Blok Arafura Sea
II tidak diminati investor pada pelelangan tersebut,
selanjutnya dalam makalah ini disebut Blok
Arafura.
C. Maksud dan Tujuan
Maksud penulisan ini untuk mengupayakan
peningkatan keyakinan geologi sumberdaya
migas pada suatu blok migas. Adapun tujuannya
menghindari kegagalan penawaran blok/wilayah
kerja migas khususnya pada Blok Arafura. Dengan
melakukan kaji ulang (review) data geosains secara
integratif, investor lebih tertarik dan berminat
melakukan eksplorasi. Tujuan lainnya dengan kaji
ulang, pada saatnya nanti dapat menyumbangkan
produksi lapangan migas baru Indonesia.
II. METODOLOGI
Metodologi yang digunakan adalah pengelolaan
data geosains memanfaatkan teknologi informasi,
dengan berbagai langkah;
- Menyusun database geologi, geofisika, dan
reservoar.
- Meningkatkan kualitas informasi wilayah kerja
migas dengan pemrosesan ulang data geosains.
- Menganalisis secara kualitatif-kuantitatif terhadap
data dan informasi eksplorasi serta dokumen
penawaran terdahulu.
- Post Mortem Analysis guna menganalisis beberapa
indikasi hidrokarbon, seperti adanya batuan
sumber (source rock), reservoar (reservoir), dan
batuan tudung atau penyekat (seal).
III. ANALISIS DATA GEOSAINS
A. Sejarah Eksplorasi
Tahap awal analisis data geosains, dilakukan
inventarisasi data eksplorasi migas. Inventarisasi
dengan melihat kembali sejarah kegiatan eksplorasi
wilayah yang dikaji. Sejarah eksplorasi yang
terekam baik dapat bermanfaat menyumbangkan
data geosains yang lengkap. Kelengkapan rekaman
data geosains mendukung dilakukannya analisis yang
komprehensif ikut menunjang keberhasilan tahapan
selanjutnya.
Contoh sejarah perkembangan eksplorasi migas
Indonesia, adalah keberhasilan optimasi eksplorasi
yang berdampak pada produksi migas di daerah
Cepu Jawa Tengah Bojonegoro Jawa Timur
tahun 2007-2009. Diawali dari identikasi sejarah
dan kompilasi data eksplorasi sejak data jaman
Belanda. Sejarah aktitas eksplorasi menunjukkan
sudah dilakukan pada abad 19, oleh De Dordtsche
Petroleum Maatschappij (DPM) yang kemudian
berubah nama menjadi De Bataafsche Petroleum
Maatschappij (BPM). Eksplorasi daerah Cepu
dilakukan DPM sejak sebelum pemboran produksi
pertama di lapangan Ledok tahun 1893. Sedangkan
akhir dekade 1990-an dan awal dekade pertama
abad ke-21 menjadi saksi penemuan-penemuan yang
127
Optimasi Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi dengan Melakukan Kaji Ulang Data Geosains: Kaji Ulang Blok Arafura
(Djoko Sunarjanto dkk)
relatif besar, antara lain Lapangan Mudi, Sukowati,
dan Banyu Urip. Mudi sudah mulai produksi pada
tahun 1998, Sukowati pada 2007, dan Banyu Urip
secara terbatas pada 2009 (Widarsono, 2010).
Sejarah eksplorasi migas daerah Jawa Tengah
bagian timur dan Jawa Timur menginspirasi optimasi
eksplorasi daerah Arafura. Identifikasi sejarah
eksplorasi migas suatu wilayah sebagai tahapan awal
kaji ulang Blok Arafura. Terdapat korelasi antara
identifikasi sejarah eksplorasi dan kelengkapan
data. Identikasi sejarah eksplorasi migas dapat
mendukung keberhasilan penawaran ulang Wilayah
Arafura dan wilayah lain di Indonesia.
Aktitas eksplorasi di daerah Laut Arafura bagian
utara sudah dimulai pada periode 1900-1950. Saat itu
Shell telah melakukan studi geologi regional dengan
foto udara, survei gayaberat dan beberapa lintasan
seismik refleksi dan refraksi. Pada tahun-tahun
berikutnya dilakukan pemboran di darat yaitu sumur
Kembelangan-1 (1955), Merauke-1 (1957), Aripoe-1
dan Jaosakor-1 (1959). Di awal 1970an perusahaan
Belanda lainnya, Phillips melakukan eksplorasi
intensif di utara wilayah ini. Beberapa pengeboran
sumur eksplorasi yaitu, ASA-IX, ASB-IX (1970),
ASC-IX (1971) dan ASM-IX (1974), tetapi sebagian
besar sumur tersebut kosong dan ditutup. Hanya
ASM-IX menunjukkan adanya minor oil shows.
Sampai dengan tahun 1990an aktitas eksplorasi
di wilayah ini menurun, hingga KNOC (Korean
National Oil Company) mendapatkan Blok Wokam
tahun 1997, mereka melakukan survei seismik 2D
sepanjang 2.150 km di daerah ini.
Tahun 1991 di wilayah Laut Arafura bagian
selatan dan tenggara , Union Texas, Total, dan
Unocal, masing-masing memperoleh Kai PSC
(seluas 24.570 km persegi), Tanimbar PSC (seluas
23.800 km persegi), dan Rebi PSC (22.260km
persegi). Penelitian geologi dan geosika dilakukan
pada seluruh area ini, total data survei seismik yang
dilakukan sepanjang 10.849 km persegi. Tahun
1995 dilakukan pemboran sumur Barakan-1 oleh
Union Texas (Kai PSC) yang menembus batuan
Paleozoikum dengan total kedalaman mencapai
9.990 kaki. Pada tahun 2002 perusahaan Veritas,
melakukan survei seismik dan akuisisi di Wilayah
Arafura dan sekitarnya. Akumulasi hidrokarbon
baru ditemukan setelah Sumur Abadi-1 dibor pada
tahun 2000 oleh INPEX Masela setelah melakukan
kegiatan eksplorasi sejak 1998. Tercatat pada 2011
salah satu perusahaan/ Kontraktor Kontrak Kerja
Sama (KKKS) melakukan pemboran eksplorasi di
Arafura Utara.
B. Identikasi Permasalahan
Hasil identikasi terdapat 3 (tiga) permasalahan
penyebab utama suatu blok migas tidak menarik bagi
investor, yaitu;
1. Berdasarkan kajian yang telah dilakukan diyakini
bahwa blok tersebut tidak memiliki potensi
hidrokarbon atau tidak komersial pada saat ini.
2. Dukungan data kurang (kualitas dan kuantitas),
menyebabkan tidak optimalnya evaluasi dan
rentang ketidakpastian (uncertainty) besar.
3. Pendekatan kajian yang kurang sempurna sehingga
tidak mampu menjawab dan menyelesaikan
permasalahan.
Permasalahan potensi migas Daerah Arafura
diuraikan dari keterdapatan sejumlah cekungan
Pra Tersier-Tersier yang dipisahkan oleh tinggian.
Cekungan tersebut adalah Akimeugah, Arafura
Utara dan Arafura Selatan, Barakan dan Cekungan
Aru. Cekungan Akimeugah dan Arafura Utara
dipisahkan oleh Tinggian Merauke berarah timur -
barat. Cekungan Arafura Utara dan Arafura Selatan
dipisahkan oleh Tinggian Arafura. Cekungan
Barakan dan Aru dipisahkan dengan ketiga cekungan
tersebut oleh Tinggian Aru dan Barakan Teras yang
berarah utara - selatan. Cekungan-cekungan tersebut
berada di tepi Palung Aru yang merupakan batas
penunjaman Tersier disebut sebagai Busur Banda.
Dengan pendekatan sifat khusus cekungan sedimen,
diklasifikasikan bahwa cekungan sedimen dapat
sebagai bagian atau terlibat dalam aktivitas tektonik
(Koesoemadinata, 2008). Klasifikasi tersebut
memungkinkan beberapa cekungan di wilayah
Arafura menjadi satu cekungan gabungan (composite
basin). Khusus Blok Arafura sebagai salah satu
blok yang terdapat pada Cekungan Aru (Gambar 1),
termasuk dalam wilayah Foreland Basins Type.
Sebagai awal proses kaji ulang data geosains,
diidentikasi permasalahan Blok Arafura. Secara
tektonik Arafura merupakan bagian dari Barat Laut
passive margin lempeng benua Australia, mengalami
rifting sejak Paleozoik (Charlton, et al., 2000).
Sedangkan selama Paleozoik dan awal Mesozoik,
tiga periode tektonik ekstensi utama terjadi di wilayah
paparan Barat Laut Australia (Barber et al., 2003).

128
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 125 - 134
Gambar 1
Peta lokasi Blok Arafura
Gambar 2
Penampang geologi Aru Arafura
(Charlton 1992 dalam Hadipandoyo dkk., 2005)
Proses sedimentasi dan tektonik daerah Aru-
Arafura digambarkan pada penampang geologi
Aru dan Paparan Arafura (Arafura Shelf) seperti
pada Gambar 2.
C. Analisis Data Geosains
Pertama dilakukan identifikasi data/
informasi umum tentang geologi, sedimentasi
dan tektonik, yang berasal dari data kegiatan
terdahulu. Data lain yang perlu dikoreksi: data
navigasi, seismik, sumuran, dan gravitasi.
Dilakukan peningkatan kualitas data geosains
dengan pemrosesan ulang untuk perbaikan
kualitas data. Data geosains hasil perbaikan
menjadi lebih informatif dan komunikatif,
129
Optimasi Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi dengan Melakukan Kaji Ulang Data Geosains: Kaji Ulang Blok Arafura
(Djoko Sunarjanto dkk)
s e hi ngga me nj a mi n a kur a s i
interpretasi dan analisis data, sekaligus
menciptakan peluang ketertarikan
investor untuk berinvestasi.
Untuk mengetahui kandungan
migas suatu wilayah, diperlukan
analisis keterkaitan proses sedimentasi
dan tektonik regional wilayah tersebut.
Setidaknya Blok Arafura termasuk
l i ngkungan bat uan Mesozoi k,
dipengaruhi oleh sedimentasi dan pola
tektonik lempeng Australia. Sehingga
target eksplorasi dapat juga diarahkan
pada rangkaian struktur sesar yang
disebabkan oleh terjadinya tumbukan
lempeng Australia selama Tersier
Akhir. Atau pada batuan sedimen
Pra Tersier di bawah Formasi Buru
(molassic deposits).
Dari hasil kajian blok berdasarkan
data dan laporan Joint Study (Ditjend
Migas, 2010), dilakukan verikasi
berbagai aspek petroleum system yang
belum tuntas dengan data tambahan/
data baru. Beberapa data geosains
terpilih dianalisis dengan pendekatan
yang berbeda. Rangkaian analisis
yang dilakukan antara lain; kaji
ulang terintegrasi sistem petroleum,
cekungan sedimen Tersier dan Pra
Tersier, runtunan stratigra, geologi
reservoir. Pemrosesan ulang maupun
kaji ulang terpadu seismik dan sumur
pemboran sebagai langkah optimasi
data geologi bawah permukaan.
Gambar 3
Kolom stratigra daerah Aru (dalam Laporan LEMIGAS, 2011)
1. Analisis Sedimentasi dan Tektonik
Proses sedimentasi memungkinkan terjadi
penebalan ataupun penipisan lapisan sedimen yang
membentuk susunan stratigra seperti Gambar 3.
Penurunan dasar cekungan yang berjalan berpotensi
menambah tebal sedimen, dan timbul panas pada
dasar cekungan, sehingga mempengaruhi kualitas
dan kuantitas migas yang terbentuk. Pada sisi lain
terjadinya tektonik berakibat adanya migrasi migas
melalui rekahan ataupun patahan (fault) yang ada,
akan mengisi pada reservoir yang lebih muda.
Pada Cekungan Aru dan Arafura terdapat runtunan
sesar-sesar turun, sehingga ke arah tengah cekungan
menjadi semakin dalam (Hadipandoyo dkk., 2005).
Tatanan tektonik daerah Arafura Selatan
(Lapangan Abadi) sama dengan Australia. Hasil
interpretasi menunjukkan pola sungai purba terdapat
di Australia, sedangkan daerah Arafura adalah shelf
sehingga sebagian besar reservoir tight. Melihat
fakta bahwa daerah Arafura-Barakan dan Lapangan
Abadi dipisahkan oleh jarak sekitar 120 km, sulit
mengharapkan hidrokarbon yang digenerasi oleh
batuan sumber yang mengisi lapangan Abadi dapat
bermigrasi hingga mencapai daerah Barakan. Tetapi
suksesi sedimen yang relatif sama dan pada beberapa
lokasi diketahui memiliki ketebalan yang cukup
memberi harapan bahwa keberadaan batuan sumber
yang memiliki kandungan bahan organik sudah

130
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 125 - 134
Gambar 4
Penampang seismik komposit yang memperlihatkan struktur lipatan (Panuju 2011)
matang penghasil hidrokarbon diperkirakan cukup
besar (Panuju dkk, 2011).
Sebagai analogi penyebaran batuan karbonat dan
potensi hidrokarbon, di sebelah Barat Daya Arafura
terdapat Lapangan Abadi, Masela. Pelamparan
batugamping sangat luas dan cukup tebal. Lapisan
batugamping yang tebal diterobos oleh adanya aktitas
vulkanik dan proses tektonik yang kuat, berakibat
lapangan tersebut kaya akan gas bumi. Perkembangan
tektonik Cekungan Aru dapat mendukung pola sesar
dan lipatan yang memungkinkan terbentuk dan
terperangkapnya hidrokarbon Blok Arafura.
2. Analisis Perangkap dan Jalur Migrasi
Pada penampang seismik komposite terlihat
adanya struktur antiklin yang dibatasi oleh sesar-
sesar. Perangkap stratigra atau kombinasi stratigra
dan struktur diperkirakan juga cukup berkembang,
seperti terumbu (reef) batugamping dan batupasir
(sand pinch-out). Jalur migrasi umumnya berupa
patahan yang memotong batuan sumber yang
matang dengan batuan reservoir pada perangkap.
Struktur patahan cukup banyak berkembang di dalam
cekungan seperti terlihat pada penampang geologi
Kepulauan Tanimbar (Charlton 2001 dalam Panuju
2011) dan penampang seismik komposit (Gambar
4). Oleh karena itu selain dapat bertindak sebagai
penyekat diharapkan patahan-patahan tersebut juga
mampu bertindak sebagai penghubung bagi migrasi
hidrokarbon dari batuan induk. Jalur migrasi dapat
pula berupa interlayer updip dari batuan induk ke
batuan reservoir yang terdapat dalam perangkap
(Panuju, 2011).
Batuan potensial lain dapat ditinjau keberadaan
Formasi Yawee (Tersier) berupa batugamping yang
tebal sebagai Lower Yawee Limestone (Eosen) dan
Upper Yawee Limestone (Miosen Bawah - Tengah).
Analisis pada penampang Sumur Barakan-1,
Formasi Yawee disusun oleh batugamping di bagian
bawah dan batulempung di bagan atas. Seri batuan
tersebut diendapkan pada umur Miosen Tengah di
lingkungan neritik pinggir sampai neritik tengah.
Seri batulempung tersebut berubah fasies menjadi
batugamping masif pada lokasi sumur Koba-1. Di lain
pihak, penyebaran stratigra batugamping Formasi
Yawee di daerah Sumur Koba-1 juga menjangkau
umur yang jauh lebih muda, yaitu sampai Pliosen.
Formasi ini setara dengan Batugamping Group
Woodbine di Lapangan Abadi. Batugamping formasi
ini merupakan kandidat reservoir hidrokarbon yang
baik di daerah Barakan (Panuju dkk, 2011).
D. Hasil Analisis Data Geosains
Analisis pada data yang diproses ulang
(reprocessing), terlihat perbandingan data sebelum
dan sesudah kaji ulang.
131
Optimasi Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi dengan Melakukan Kaji Ulang Data Geosains: Kaji Ulang Blok Arafura
(Djoko Sunarjanto dkk)
Data sebelum kaji ulang;
- Data navigasi tidak akurat.
- Kualitas data seismik kurang baik, terdiri dari 17
lintasan dengan enam vintage dan spasi lintasan
yang jarang (10 50) km.
- Belum diidentifikasi batuan sebagai potensi
perangkap hidrokarbon.
- Sumur rujukan terdiri dari 2 sumur di utara
berjarak 200 Kilometer, dan 7 sumur di selatan
berjarak 400 Kilometer atau jauh di luar blok
kajian.
- Perhitungan (Play/Lead) hanya pada Arafura
bagian Bawah.
- Posisi kitchen dan fasies batuan induk tidak
tergambarkan. Analisis kualitas dan kuantitas
menggunakan analogi sumur yang jauh dan posisi
geologi yang berbeda.
- Tidak dilakukan Post Mortem Analysis.
Data sesudah kaji ulang;
- Data navigasi sudah dikaji ulang akurasinya.
- Dilakukan proses ulang data seismik, bermanfaat
meningkatkan akurasi hasil analisis sekuen
stratigra seismik.
- Diidentikasi batuan sebagai potensi perangkap
hidrokarbon.
- Batuan pada Arafura Group dan Kulshil Group
sebagai batuan induk. Batuan Formasi Wonimogi
dan Formasi Modio dan Yawee sebagai reservoar.
Serpih Formasi Digoel dan Kambelangan sebagai
batuan tudung atau penyekat (Gambar 5).
- Data potensi batuan induk diwakili oleh Sumur
Barakan-1, kandungan material organik (TOC)
berkisar antara 3,2 1,83% yang terkandung
dalam sedimen Kambrium, Jura dan Kapur, tetapi
tingkat kematangan yang memadai hanya dicapai
Formasi Wessel berumur Kambrium (Setiawan,
2008).
Gambar 5
Kronostratigra Wilayah Arafura (Petronas-LEMIGAS, 2006 dalam LEMIGAS 2011)

132
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 125 - 134
- Dengan menggunakan sumur pseudo, dilakukan
perhitungan (Play/Lead) pada Kulshil Group,
Arafura Group, dan Goulburn Group.
- Dilakukan Post Mortem Analysis, dan hasil
analisis menunjukkan adanya beberapa indikasi
hidrokarbon pada kombinasi klosure dan sesar.
IV. EVALUASI DAN REKOMENDASI
Evaluasi dimaksudkan untuk menguji kebenaran
metoda yang diaplikasikan sekaligus untuk
penyusunan rekomendasi. Setiap wilayah kerja
mempunyai masalah petroleum system yang
berbeda. Untuk itu dievaluasi keberadaan komponen
petroleum system; batuan induk hidrokarbon, migrasi
hidrokarbon, batuan reservoar, batuan tudung, sistem
dan waktu pemerangkapan hidrokarbon. Pendekatan
yang dilakukan adalah kaji ulang data geosains
khususnya data bawah permukaan.
Evaluasi dan rekomendasi potensi hidrokarbon
suatu blok migas, dapat bersifat positif atau negatif.
Perlu ditekankan bahwa hasil rekomendasi adalah
pada waktu kaji ulang dilakukan. Dalam kasus Blok
Arafura akan dihasilkan rekomendasi apakah Blok
Arafura Sea II layak atau tidak layak ditawarkan
kembali.
A. Kaji Ulang Data Geosains
Dari hasil kaji ulang petroleum system,
permasalahan utama di Blok Arafura adalah pada
keberadaan reservoar. Data pemboran di Arafura
Utara menunjukkan reservoar yang ada berupa
tight reservoir. Namun data tersebut tidak dapat
mewakili geologi seluruh Cekungan Arafura.
Optimisme adanya tight reservoir dapat dikaitkan
dengan semakin gencarnya eksplorasi sand gas
dan shale gas. Sehingga dapat sebagai alternatif
solusi permasalahan, terdapat potensi ditemukannya
resevoir gas bumi pada blok ini. Peningkatan
optimisme tentang potensi migas Blok Arafura, selain
memiliki potensi gas juga terdapat batuan sumber
dan batuan tudung.
B. Evaluasi Data Geosains
Selanjutnya analisis kualitatif batuan induk
didasarkan pada pemodelan 5 (lima) sumur pseudo,
meliputi maturasi dan ekspulsi. Proses sedimentasi
dan tektonik pada beberapa lokasi diketahui memiliki
ketebalan yang cukup. Hal ini mendukung optimisme
baru bahwa terdapat batuan sumber yang memiliki
cukup kandungan bahan organik sudah matang.
Indikasi hidrokarbon didasarkan adanya hidrocarbon
show di beberapa sumur dengan jarak > 200 Km
dari blok Arafura, dan kenampakan gas chimney
pada data seismik. Sementara ini pemboran yang
dilakukan belum semuanya menembus batuan dasar
(basement rock). Hanya pada sumur Koba-1 yang
menembus basement. Mengingat genesa batuan
dasar daerah Arafura merupakan bagian dari benua
Australia, serta didukung penemuan dan produksi
migas berasal dari basement reservoir lapangan Oseil
Seram. Maka diperlukan kaji ulang potensi basement
reservoir Arafura.
Dari hasil evaluasi tersebut permasalahan
kegagalan penawaran Blok Arafura karena
keterbatasan data. Hal ini menjadi permasalahan
eksplorasi dalam penawaran setiap blok migas yang
belum diminati investor. Demikian juga dengan data
yang tersedia belum dapat menyimpulkan kondisi
potensi hidrokarbon seluruh cekungan. Apabila
mengingat produk yang bermutu akan memiliki daya
saing yang besar dan tingkat keberterimaan yang
tinggi (Herjanto, 2008), maka perlu kaji ulang data
geosains untuk peningkatan mutu informasi wilayah
kerja beserta beberapa hal berikut;
- Trap struktur masih memungkinkan terbentuk
dan terdeteksi. Diperlukan pemrosesan untuk
meningkatkan kualitas data seismik. Termasuk
untuk menganalisis potensi basement reservoir.
- Sebagian besar hidrokarbon kemungkinan hilang
pada saat sebelum terbentuknya perangkap dan
batuan tudung.
- Kelompok Kulshill terdiri dari batuan serpih
relatif tipis, mengakibatkan beresiko apabila
diinterpretasikan sebagai batuan tudung/penyekat.
Analisis lainnya menunjukkan kemungkinan
struktur patahan dapat bertindak sebagai
penyekat.
- Hasil joint study terdahulu baru memperhitungkan
Play/Lead Arafura bagian Bawah, mengakibatkan
jumlah sumberdaya hasil perhitungan relatif
kecil.
C. Rekomendasi
Blok Arafura khususnya Arafura Sea II layak
ditawarkan kembali dengan beberapa rekomendasi.
Rekomendasi lainnya berupa kaji ulang lanjutan
menggunakan data sumur pemboran terbaru
(pemboran eksplorasi tahun 2011 dan 2012)
133
Optimasi Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi dengan Melakukan Kaji Ulang Data Geosains: Kaji Ulang Blok Arafura
(Djoko Sunarjanto dkk)
yang dilakukan di Wilayah Arafura. Melakukan
perhitungan Play/Lead Arafura bagian Atas dan
melakukan eksplorasi potensi hidrokarbon pada
basement reservoir. Untuk semua penawaran blok
migas di Indonesia, diharapkan Direktorat Jenderal
Minyak dan Gas Bumi menyusun persyaratan yang
harus dipenuhi menggunakan suatu standar, untuk
menjamin dokumen penawaran blok migas yang
berkualitas.
V. PENUTUP
Penyebab terjadinya kegagalan penawaran karena
kurangnya dukungan data, sehingga menyebabkan
tidak optimalnya evaluasi blok migas. Hasil kaji
ulang yang diuraikan di atas mampu menghasilkan
optimisme baru potensi migas Blok Arafura. Adanya
dukungan data baru hasil proses ulang (reprocessing)
diharapkan mengurangi rentang ketidakpastian
eksplorasi migas.
Hasil analisis kaji ulang Blok Arafura, selain
berpotensi mengandung gas dari tight reservoir,
juga memiliki batuan sumber (source rock), dan
batuan tudung (seal). Berdasarkan genesa batuan
dasar daerah ini, terdapat basement reservoir yang
potensial. Analisis kualitatif-kuantitatif data geosains
dan Post Mortem Analysis menghasilkan suatu
model optimasi eksplorasi, dapat sebagai masukan
penyusunan dokumen penawaran blok migas baru.
Sekaligus memutakhirkan sumberdaya hidrokarbon
pada wilayah frontier, di wilayah strategis perbatasan
Indonesia Timur. Blok Arafura khususnya Arafura
Sea II layak ditawarkan kembali dengan beberapa
rekomendasi. Diharapkan Direktorat Jenderal Minyak
dan Gas Bumi menyusun persyaratan menggunakan
suatu standar untuk menjamin kualitas dokumen
penawaran blok migas.
KEPUSTAKAAN
1. Barber, P., et al, 2003, Paleozoic and Mesozoic
petroleum system in the Timor and Arafura Sea, Eastern
Indonesia, Proceedings of the 29th Annual Indonesian
Petroleum Association Convention, Jakarta, October
14-16, 2003, pp 485 500.
2. Charlton, T.R., 2000, Tertiary evolution of The
Eastern Indonesia Collision Complex, Journal of Asian
Earth Sciences, pp 603-631.
3. Daly, M.C., B.G.D. Hooper, & D.G. Smith, 1987,
Tertiary Plate Tectonics and Basin volution in
Indonesia, Proceeding of Sixth Regional Conference
on the Geology, Mineral and Hydrocarbon Resources
of Southeast Asia, IAGI, Jakarta, 1987, pp. 105-134.
4. Directorate General of Oil and Gas, 2010, Joint
Study Petroleum Prospect of Arafura II Sea Area,
offshore South Papua, Indonesia, October 2010
(unpublished).
5. Hadipandoyo, Sasongko., dkk, 2005, Kuantikasi
Sumberdaya Hidrokarbon, Vol II Kawasan Timur
Indonesia, PPPTMGB LEMIGAS, Jakarta, 2005.
6. Hamilton, W., 1974, Map of Sedimentary Basins of
The Indonesia Region, Department of The Interior
United States Geological Survey, Prepared on behalf
of Indonesia & Agency for International Development
US Department of State in Corporation with The
Geological Survey of Indonesia.
7. Herjanto, Eddy, 2008, Manajemen Operasi, Edisi
Ketiga, Penerbit PT Grasindo Jakarta, 2008.
8. Koesoemadinata, Prof. Dr. R.P., Petroleum Basins of
Indonesia, The Development of Basins in Indonesia,
Institut Teknologi Bandung - BP MIGAS IAGI,
Bandung, Bandung 1 Maret 2008.
9. LEMIGAS, 2011, Konsinyering dan Presentasi Hasil
Kaji Ulang Data Geoscience untuk Peningkatan
Kualitas Informasi Wilayah Kerja Baru Migas,
Balitbang ESDM, Puslitbang Teknologi Migas
LEMIGAS, Makassar 20-22 September 2011 (tidak
dipublikasikan).
10. Lelono, Eko Budi. dkk., 2011, Kaji Ulang Data
Geoscience untuk Peningkatan Kualitas Informasi
Wilayah Kerja Baru Migas, Balitbang ESDM,
Puslitbang Teknologi Migas LEMIGAS, Laporan
Penelitian, Jakarta 2011 (tidak dipublikasikan).
11. Panuju, dkk., 2011, Evaluasi Lahan Migas Cekungan
Barakan, Maluku, Balitbang ESDM, Puslitbang
Teknologi Migas LEMIGAS, Laporan Penelitian,
Jakarta 2011 (tidak dipublikasikan).
12. Setiawan, Herru L., dkk., 2008, Evaluasi Lahan
dan Potensi Hidrokarbon Cekungan Frontier Daerah
Arafura, Balitbang ESDM, Puslitbang Teknologi
Migas LEMIGAS, Laporan Penelitian, Jakarta 2008
(tidak dipublikasikan).
13. Widarsono, Bambang., 2010, Potensi Peran Kawasan
Jawa Timur/Tengah dalam Produksi Migas Nasional:
Sebuah Kajian atas Kinerja, Peluang, Tantangan, dan
Proyeksinya, Lembaran Publikasi LEMIGAS Vol.44,
Nomor 3, Desember 2010, ISSN 0125-9644.

134
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 125 - 134
135
Analisa Biodiesel Sawit dalam Biosolar dengan Spektroskopi Near Infrared (Hasrul Abdi Hasibuan dan Tjahjono H)
Analisis Biodiesel Sawit dalam Biosolar
dengan Spektroskopi Near Infrared
Hasrul Abdi Hasibuan dan Tjahjono Herawan
Pusat Penelitian Kelapa Sawit, J l. Brigjend Katamso No.51 Medan
E-mail: hasibuan_abdi@yahoo.com
Teregistrasi I tanggal 9 November 2012; Diterima setelah perbaikan tanggal 12 Desember 2012
Disetujui terbit tanggal: 31 Desember 2012
ABSTRAK
Campuran biodiesel sawit dan solar telah dikomersialisasikan oleh PERTAMINA yang disebut dengan
biosolar. Sifat sika dan kimia antara biodiesel sawit dan solar berbeda sehingga memungkinkan adanya
perbedaan konsentrasi biodiesel pada biosolar dari SPBU ke pengguna. Hal ini dapat mempengaruhi
performa dan esiensi dari mesin kendaraan. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh metode akurat dan
cepat dalam analisis konsentrasi biodiesel pada biosolar. Metode yang dikembangkan adalah spektroskopi
near infrared (NIR) dan kromatogra gas (GC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penentuan konsentrasi
biodiesel berdasarkan kalibrasi NIR dan regresi kromatogram GC relatif konsisten. Penentuan konsentrasi
biodiesel dengan NIR dan GC diperoleh koesien korelasi (R
2
) masing-masing sebesar 0,9998 dan 0,972.
Uji korelasi metode NIR lebih tinggi dibandingkan metode GC sehingga metode NIR terverikasi untuk
digunakan dalam penentuan konsentrasi biodiesel pada biosolar. Kelebihan teknik NIR adalah waktu
analisis cepat, tanpa preparasi dan tidak menggunakan pelarut. Selain itu metode ini relatif aman bagi
teknisi dan ramah lingkungan.
Kata Kunci: biodiesel, biosolar, solar, spektroskopi NIR, kromatogra gas
ABSTRACT
A mixture of palm biodiesel and solar called biosolar have been commercialized by PERTAMINA.
The chemical and physical properties of palm biodesel and solar are different, as a result it may create
dissimilar biodiesel concentration in the biosolar from pump to user. This can affect the performance and
eciency of the engine. The study was conducted in order to obtaine acurate and rapid method of analysis
of biodiesel concentration in biosolar. The method developed were near infrared spectroscopy and gas
chromatography. The results show that determination of biodiesel concentration based on NIR callibration
and regression of GC chromatogram are relatively consistent. The coefcient correlations (R
2
) of NIR and
GC obtained for prediction of biodiesel concentration are 0.9998 and 0.972, respectively. NIR method
correlation test is higher than GC and veried for determination of biodiesel concentration in biosolar.
NIR is a rapid analysis method, neither preparation, nor solvent is required. In addition, this method is
relatively safe for the analyst and environment.
Keywords: biodiesel, biosolar, diesel, NIR spectroscopy, gas chromatography
I. PENDAHULUAN
Biodiesel sawit merupakan bahan bakar alternatif
terdiri atas alkil ester asam lemak yang dibuat
dengan cara transesterikasi minyak sawit dengan
alkohol. Biodiesel sangat kompetitif dengan solar
yang dihasilkan dari minyak bumi. Biodiesel lebih
ramah lingkungan karena dapat menurunkan emisi
CO
2
dan SOx
(1,19,20)
. Sejak 2006, PERTAMINA telah
menjual biosolar dengan campuran solar 95% dan
biodiesel 5%
(18)
.
Peningkatan emisi NOx dianggap salah satu
masalah dari biodiesel dan campuran biodiesel

136
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 135 - 143
dibandingkan dengan solar pada mesin diesel. Emisi
NOx dapat diturunkan dengan memperlambat waktu
pembakaran bahan bakar pada mesin diesel. Hal
ini diperoleh dengan penambahan waktu injeksi
sesuai konsentrasi biodiesel dalam biosolar
(5,7,8,21)
.
Berbedanya konsentrasi biodiesel menyebabkan
sifat sika kimia dari biosolar juga berbeda seperti
densitas, viskositas, ash point, pour point dan cloud
point sehingga penentuan konsentrasi biodiesel
menjadi penting.
Penentuan konsentrasi biodiesel pada campuran
biodiesel-solar yang telah dikembangkan adalah
menggunakan metode spektroskopi diantaranya infra
red
(5,15)
, nuclear magnetic resonance
(14)
, dan near
Infrared
(10,16)
. Sedangkan, metode kromatogra gas
(GC) belum dikembangkan.
Penel i ti an i ni fokus di l akukan dal am
pengembangan metode analisis cepat dan akurat,
khususnya kontrol mutu. Sehingga, kajian ini
dilakukan untuk menentukan metode yang akurat
dalam penentuan konsentrasi biodiesel dari biosolar.
Penelitian ini dilakukan dengan uji banding dua
metode yaitu spektroskopi near infra red dan GC.
II. BAHAN DAN METODE
A. Bahan
Sampel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah refined bleached deodorized palm
oil (RBDPO) (IV =51,01) yang diperoleh dari
perusahaan minyak goreng di Medan, solar dari
SPBU di propinsi Aceh dan biosolar dari SPBU di
Aceh, Medan dan Riau. Bahan-bahan kimia seperti
heksan p.a, isooktan p.a, triorobromida (BF
3
) p.a,
natrium klorida p.a, kalium hidroksida p.a diperoleh
dari suplier lokal E. Merck.
B. Metode
1. Pembuatan Biodiesel sawit dan Campuran
Biodiesel - Solar
RBDPO direaksikan dengan metanol pada rasio
mol 1:6 dan ditambahkan katalis kalium hidroksida
1% (b/b). Campuran dipanaskan pada suhu 60
o
C
selama 1,5 jam dan setelah waktu tercapai, gliserol
dipisahkan dari metil ester. Metil ester dicuci dengan
air (suhu 45-50
o
C) hingga diperoleh pH 7. Campuran
dengan konsentrasi biodiesel 0-100% dibuat dengan
mencampurkan biodiesel dengan solar.
2. Analisa Kadar Biodiesel pada Campuran Biodiesel
-Solar
Kadar gliserol, ester, monogliserida (MG),
digliserida (DG) dan trigliserida (TG) pada biodiesel
ditentukan dengan metode standar AOCS
(2)
dan
densitas, viskositas, ash point, pour point, dan cloud
point pada biodiesel dan solar mengacu pada metode
standar ASTM
(3)
.
a. Teknik analisis menggunakan NIR
Analisis dengan NIR dilakukan tanpa preparasi.
Spektroskopi NIR yang digunakan adalah seri
XDS near infrared, FOSS. Spektroskopi bekerja
menggunakan asesoris flow sel transmisi panas
dilengkapi dengan quartz windows dengan panjang
5 mm. Absorbansi dari sampel diukur pada daerah
400-2500 nm.
Campuran biodiesel-solar diukur absorbansinya
dengan alat NIR. Data yang diperoleh dari sistem
digunakan sebagai referensi untuk mengkalibrasi
sistem NIR dan memvalidasi prediksinya. Spektra dari
sampel dan data konsentrasi biodiesel dimasukkan
ke dalam program analisis untuk mengembangkan
kalibrasi NIR. Korelasi antara masing-masing spektra
dikembangkan dengan metode Partial Least Square
(PLS) untuk memprediksi nilai dari parameter
tersebut
(11,12)
.
Regresi PLS merupakan metode kalibrasi pada
NIR dengan cara menyeleksi beberapa spektrum yang
diinvestigasi secara simultan. Proses tersebut dapat
menghubungkan antara spektra dengan data hingga
dihasilkan koesien korelasi (R
2
). Dalam kajian ini,
seleksi daerah panjang gelombang dan jumlah faktor
digunakan dalam model kalibrasi sesuai dengan
predicted residual error sum of squares (PRESS).
Nilai minimum dan maksimum selalu ditempatkan
pada daerah kalibrasi dan diyakinkan bahwa standar
eror kalibrasi lebih kecil dari standar eror validasi.
Evaluasi dari kesalahan pada kalibrasi dibandingkan
dengan data faktual diprediksi secara komputerisasi
yang disebut dengan standar error of calibration
(SEC)
(6,13)
.
b. Teknik analisis menggunakan GC
Penentuan campuran biodiesel-solar dilakukan
dengan metode AOCS Ca 6c-65
(2)
(metode penentuan
hidrokarbon dalam minyak) yang dimodifikasi.
Kromatografi gas (GC) yang digunakan adalah
Shimadzu 14 B dilengkapi kolom DB 5 HT. Program
GC yang digunakan injektor 380C, detektor 380C,
137
Analisa Biodiesel Sawit dalam Biosolar dengan Spektroskopi Near Infrared (Hasrul Abdi Hasibuan dan Tjahjono H)
temperatur awal 50C dinaikkan menjadi 180C
(kenaikan suhu 15C/menit), dinaikkan menjadi
230C (kenaikan suhu 7C/menit), dinaikkan menjadi
380C (kenaikan suhu 4C/menit).
Campuran bi odi esel -sol ar di preparasi
menggunakan petroleum eter dan diinjeksikan ke GC.
Luas area dari puncak yang diduga ester diplotkan
terhadap konsentrasi biodiesel aktual. Hasil plot
keduanya diperoleh persamaan garis regresi dan
koesien korelasi.
3. Uji Konsistensi
Uji konsistensi dilakukan dengan membuat
campuran biodiesel dan solar dengan konsentrasi
biodiesel 0; 1; 2; 3; 4; 5; 7,5; 10,5; 12,5; 20%.
Sampel dianalisis dengan NIR dan GC, hasilnya
dibandingkan dengan nilai aktualnya dan dihitung
% perolehan kembali (% recovery).
4. Penentuan Konsentrasi Biodiesel pada Biosolar
Komersial
Sebanyak 40 sampel biosolar yang diperoleh
dari SPBU di propinsi Aceh, Sumatera Utara dan
Riau ditentukan kadar biodieselnya menggunakan
alat NIR.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Bahan Baku
Karakteristik biodiesel sawit hasil proses
transesterikasi rened bleached deodorized palm oil
(RBDPO) dan solar sebagai bahan baku campuran
ditunjukkan pada Tabel 1. Biodiesel yang dihasilkan
sesuai dengan standar SNI -04-7182-2006(4).
gelombang <1100 nm dan >2200 tidak informatif
maka spektra pada kisaran tersebut dikeluarkan pada
saat kalibrasi dan hanya menggunakan 1100-2200
nm.
Interpretasi dari puncak spektrum diprediksi
berdasarkan posisi dari ikatan masing-masing unsur
pada daerah NIR
(11)
. Ikatan C-H terindikasi pada
kisaran panjang gelombang 2200-2400 nm dan
1100-1450 nm. Daerah panjang gelombang 1500-
1800 nm terdiri dari ikatan overtone C-H dan O-H.
Panjang gelombang 1179 dan 1695 nm terindikasi
adanya overtone CH=CH- dalam bentuk cis. Telah
diketahui juga bahwa pada 2100-2200 diidentikasi
sebagai ikatan rangkap karbon dalam bentuk
isomer cis yang menandakan adanya asam lemak
dalam molekul lemak. Informasi tentang komposisi
asam lemak dalam kisaran panjang gelombang
tersebut berdasarkan derajat kejenuhan dari ikatan
karbon
(5,13,17)
.
Coronado et al., (2009), menunjukkan bahwa
biodiesel pada konsentrasi berbeda akan menunjukkan
perbedaan absorbansi
(5)
. Dan perbesaran spektra pada
2046-2200 nm dalam sampel penelitian ini, terlihat
adanya perbedaan tinggi puncak yang ditandai
dengan perbedaan warna (tanda panah) dari masing-
masing sampel. Spektrum solar 100% pada panjang
gelombang 2068-2166 berada di bagian bawah
dan dengan penambahan konsentrasi biodiesel
maka absorbansi pada spektrumnya semakin besar.
Sedangkan spektrum dari biodiesel 100% berada di
bagian paling atas (Gambar 1), artinya mempunyai
absorbansi yang paling besar.
Tabel 1
Karakteristik biodiesel sawit dan solar
Meskipun kadar monogliserida (MG),
digliserida (DG), dan trigliserida (TG)
tidak tercantum namun dari kadar ester
dan gliserol pada SNI dapat dihitung
syarat dari total ketiga gliserida yaitu
tidak lebih dari 3,26% dan biodiesel
hasil penelitian ini hanya sebesar
0,22%.
B. Analisis Menggunakan NIR
Sebanyak 60 campuran biodiesel-
solar dengan konsentrasi biodiesel
0-100% dianalisis dengan alat NIR
untuk menghasilkan spektra. Gambar
1 menunjukkan absorbansi pada
beberapa campuran. Noise pada panjang
Parameter Biodiesel SNI Biodiesel* Solar Spek. Solar **
Gliserol, % 0,21 Maks. 0,24 - -
Ester, % 99,57 Min. 96,5% - -
MG, % 0,22 - -
DG, % 0 - -
TG, % 0 - -
Densitas, kg/m
3
(40
o
C) 878,1 850-890 809,7 820-870 (15
o
C)
Viskositas, cSt (40
o
C) 5,5 2,3-6,0 3,83 1,6-5,8
Bilangan Iod, Wijs 51,01 maks. 115 - -
Air dan Kotoran, % 0,01 maks. 0,05 - -
Bilangan Asam, % 0,09 maks. 0,8 - -
Flash Point,
o
C 162 min. 100 76,2 Min. 60
Keterangan: *SNI-04-7182-2006
(4)
, **Wirawan, 2006
(18)
, *** diperkirakan berdasarkan kadar
ester dan gliserol
Maks. 3,26%***

138
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 135 - 143
Tabel 2 menunjukkan hasil analisis
PLS terhadap konsentrasi biodiesel.
Data hasil analisis dengan NIR diplotkan
dengan nilai aktual dan diperoleh kurva
regresi yang ditunjukkan pada Gambar
2. Persamaan standar yang diperoleh
dituliskan sebagai berikut:
X =Y ................................................ (1)
X adalah konsentrasi biodiesel
menggunakan NIR dan Y adalah konsentrasi
biodisel aktual. Hasil pembacaan NIR
dengan metode standar berada pada
garis yang sama dan ditunjukkan dengan
koesien korelasi yang tinggi (R
2
sebesar
0,9998). Umumnya, nilai koefisien
korelasi yang baik adalah lebih besar
dari 0,9
(14)
. Standar eror kalibrasi (SEC)
dan standar eror validasi (SEV) yang
diperoleh memiliki nilai yang hampir
sama dan cukup rendah berkisar <0,5.
Ini menunjukkan bahwa metode PLS pada
setiap parameter di atas cukup valid.
Gambar 1
Spektrum absorpsi campuran biodiesel (panjang gelombang 1100-2200 nm)
Gambar 2
Kurva regresi menggunakan NIR
139
Analisa Biodiesel Sawit dalam Biosolar dengan Spektroskopi Near Infrared (Hasrul Abdi Hasibuan dan Tjahjono H)
Tabel 2
Standar eror kalibrasi, standar eror validasi,
koesien korelasi dan jumlah faktor dengan
metode PLS pada spektroskopi NIR
Gambar 3
Kromatogram biodiesel sawit
C. Analisis Menggunakan Kromatogra Gas
Biodiesel terdiri atas alkil ester asam lemak dan
kadar ester yang umumnya ditentukan menggunakan
kromatogra gas (GC) sesuai metode standar AOCS.
Penentuan hidrokarbon pada minyak juga dapat
ditentukan menggunakan GC (AOCS Ca 6c-65)
(2)
.
Sehingga campuran biodiesel-solar dapat ditentukan
menggunakan GC.
Hasil analisis kadar ester biodiesel pada GC
menunjukkan dua buah puncak pada waktu retensi
Gambar 4
Kromatogram solar murni
SEC SEV R2 Faktor Regresi
Biodiesel 0,4671 0,5104 0,9998 3 y =x
Keterangan:
SEC =standard error of calibration , SEV =standard error of validation ,
R
2
=koefisien korelasi, * =model predicted residual error sum of squares (PRESS),
y =nilai secara NIR, x =nilai aktual
Parameter
Campuran biodiesel-solar

140
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 135 - 143
9-10 menit (Gambar 3). Sedangkan hasil analisis kadar
ester pada solar murni tidak menunjukkan puncak.
Namun, kromatogram solar menunjukkan puncak-
puncak kecil dengan retensi yang mendekati dengan
ester (Gambar 4). Sehingga pada campuran biodiesel-
solar (contoh campuran dengan konsentrasi biodiesel
5%) (Gambar 5), puncak yang mengindikasikan
ester dikurangi dengan puncak-puncak kecil dari
kromatogram solar. Luas area puncak solar pada
campuran biodiesel-solar diplotkan dengan nilai
konsentrasi biodiesel aktual diperoleh kurva kalibrasi
yang ditunjukkan pada Gambar 6. Persamaan standar
yang dihasilkan dituliskan sebagai berikut:
X =Y/16066 .............................. (2) dengan korelasi
r
2
=0,972
X adalah konsentrasi biodiesel dan Y adalah luas
area puncak ester.
D. Uji Konsistensi
Untuk membuktikan persamaan kurva standar
kedua metode tersebut di atas dapat dinyatakan
baik, dilakukan verifikasi dengan membuat satu
set sampel yang lain. Verikasi dilakukan dengan
penentuan perolehan kembali (% recovery). Gambar
7 menunjukkan perolehan kembali dari penentuan
Gambar 5
Kromatogram campuran biodiesel sawit dan solar (5:95) (biosolar, B5)
Gambar 6
Kurva regresi luas area biodiesel
dengan konsentrasi biodiesel menggunakan GC
konsentrasi biodiesel menggunakan NIR dan GC.
Data dengan metode NIR tidak berbeda jauh dari
nilai sebenarnya dengan perolehan kembali (80-
107,6%) sedangkan menggunakan GC diperoleh 70-
111%. Persen rekoveri menggunakan NIR lebih baik
dibandingkan dengan GC karena nilai yang dapat
dinyatakan baik jika berada pada kisaran 80-110%
(9)
.
Ini menunjukkan bahwa kalibrasi menggunakan NIR
cukup valid dan dapat digunakan untuk menentukan
konsentrasi bodiesel pada biosolar.
141
Analisa Biodiesel Sawit dalam Biosolar dengan Spektroskopi Near Infrared (Hasrul Abdi Hasibuan dan Tjahjono H)
Gambar 7
Perolehan kembali kadar biodiesel dalam biosolar menggunakan NIR dan GC
E. Penentuan Konsentrasi Biodiesel pada
Biosolar Komersial
Tabel 3 menunjukkan konsentrasi biodisel
yang diperoleh dari SPBU di Aceh, Sumut dan
Riau. Biosolar yang didistribusikan memiliki
konsentrasi biodiesel berbeda dari masing-masing
SPBU dengan kisaran 3,1-12,9%. Coronado (2009)
juga menyatakan bahwa konsentrasi biodiesel akan
berbeda dari pompa ke pompa dan pengguna ke
pengguna
(5).
Hal ini disebabkan oleh biodiesel dan
solar memiliki sifat sika dan kimia yang berbeda
seperti densitas, viskositas dan lain-lain.
Tabel 3
Konsentrasi biodiesel pada biosolar di SPBU (Aceh, Sumut, dan Riau)
Sampel Biodiesel, % Sampel Biodiesel, % Sampel Biodiesel, % Sampel Biodiesel, %
SPBU 1 5,1 SPBU 11 10,4 SPBU 21 5,9 SPBU 31 5,1
SPBU 2 5,5 SPBU 12 11,9 SPBU 22 12,3 SPBU 32 5,6
SPBU 3 6,0 SPBU 13 12,9 SPBU 23 5,6 SPBU 33 3,6
SPBU 4 5,3 SPBU 14 7,1 SPBU 24 5,3 SPBU 34 5,2
SPBU 5 5,4 SPBU 15 7,3 SPBU 25 5,2 SPBU 35 5,4
SPBU 6 5,3 SPBU 16 10,6 SPBU 26 5,1 SPBU 36 4,0
SPBU 7 5,5 SPBU 17 6,3 SPBU 27 5,3 SPBU 37 3,1
SPBU 8 5,3 SPBU 18 12,6 SPBU 28 5,2 SPBU 38 4,2
SPBU 9 5,5 SPBU 19 5,7 SPBU 29 5,0 SPBU 39 5,0
SPBU 10 6,2 SPBU 20 12,3 SPBU 30 4,6 SPBU 40 4,9

142
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 135 - 143
IV. KESIMPULAN
Kajian ini menunjukkan bahwa spektroskopi
NIR dan kromatogra gas (GC) dapat digunakan
untuk menentukan konsentrasi biodisel pada biosolar.
Persamaan standar yang dapat digunakan untuk
menentukan konsentrasi biodisel menggunakan NIR
dan GC masing-masing adalah y =x (r
2
=0,9998) dan
y =16066x (r
2
=0,972). Berdasarkan uji verikasi
menunjukkan kalibrasi NIR (% recovery 80-107,6%)
lebih baik dibandingkan GC (70-111,4%). Kelebihan
teknik analisis konsentrasi biodisel pada biosolar
menggunakan NIR ini adalah analisis dapat dilakukan
dengan cepat, tidak menggunakan pelarut, relatif
aman bagi teknisi dan ramah lingkungan.
KEPUSTAKAAN
1. Alamu, O.J., E.A. Adeleke, N.O. Adekunle, dan S.O.
Ismaila, 2009, Power and Torque Characteristics of
Diesel Engine Fuelled by Palm Kernel Oil Biodiesel,
Leonardo J ournal of Sciences, ISSN 1583-0233, 14;
66-73.
2. American Oil Chemists Society, 1998, Ofcial
Methods and Recommended Practices of the American
Oil Chemists Society, 4th ed, American Oil Chemists
Society, Champaign, IL.
3. ASTM-IP Petroleum Measurement Tables, 1953,
Prepared jointly by American Society for Testing
Materials and the Institute of Petroleum, ASTM
Designation: D1250, IP Designation: 200, West
Conshohocken, Pa.: ASTM.
4. Badan Standardisasi Nasional, 2006, Standar Na-
sional Indonesia : Biodiesel, SNI-04-7182-2006.
5. Coronado, M., W. Yuan, D. Wang, dan F.E.
Dowell, 2009, Predicting The Concentration And
Specic Gravity of Biodiesel-Diesel Blends Using
Near-Infrared Spectroscopy, American Society of
Agricultural and Biological Engineers, Vol. 25(2):
217-221.
6. Galtier, O., N. Dupuya, Y.L. Dreau, D. Ollivier, C.
Pinatel, J. Kister, dan J. Artaud, 2007. Geographic
origins and compocitions of virgin olive oils
determinate by chemometric analysis of NIR spectra,
Analytica Chimica Acta, 595: 136 144.
7. Grimaldi, C.N., L. Postrioti, M. Battistoni, dan
F. Millo, 2002, Common rail HSDI diesel engine
combustion and emissions with fossil/bio-derived fuel
blends, SAE Tech, Paper 2002-01-6085, Warrendale,
Pa.: SAE.
8. Hansen, A.C., M.R. Gratton, dan W. Yuan, 2006,
Diesel engine performance and NOx emissions from
oxygenated biofuels and blends with eiesel, Trans.
ASABE, 49(3): 589-595.
9. Harmita, 2004, Petunjuk pelaksanaan validasi metode
dan cara perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian,
Vol. 1: 117-135.
10. Knothe, G., 2001, Analytical Methods used in The
Production and Fuel Quality Assesment of Biodiesel,
Transactions of the ASAE, American Society of
Agricultural Engineers, Vol. 44 (2): 193-200.
11. Li. H., V.D. Voort., A.A. Ismail, J. Sedman, R. Cox,
C. Simardo, dan H. Buijs, 2000a, Discrimination of
Edible Oil Products and Quantitative Determination of
Their Iode Value by Fourier Transform Near Infrared
Spectroscopy, J AOCS, Vol. 77. No. 1: 29-36.
12. Li. H., F.R. van de Voort, A.A. Ismail, dan R. Cox,
2000b, Determination of Peroxide Value by Fourier
Transform Near-Infrared Spectroscopy, JAOCS, Vol.
77. No. 2. 137 142.
13. Manley, M., dan K. Eberle, 2006, Comparison of
Furier Transform Near Infrared Spectroscopy Partial
Least Square Regression Medols for South African
Extra Virgin Olive Oil using Spectra Collected on Two
Spectrophotometers at Doifferent Resolution and Path
Lengths, J . Near Infrared Spectrosc, 14: 11- 126.
14. Monteiro, M.R., R.P. Alessandra, Ambrozin, L.M.
Lia, E.F. Boffo, E.R.P. Filho, dan A.G. Ferreira,
2009, H-NMR and Multivariate Calibration for
the Prediction of Biodiesel Concentration in Diesel
Blends, J AOCS, 86: 581-585.
15. Monteiro, M.R., Ambrozin A.R.P, Liao L.M., dan
Ferreira, A.G., 2008, Critical review on analytical
methods for biodiesel characterization, Talanta,
77:593605.
16. Pacheco F.J.G., M. Pimentel, L. Stragevitch,
L.S.G. Teixeira, G.M.G. Ribeiro, dan R.S.Cruz,
2006, Determination of the blend level of mixtures
of biodiesel with mineral diesel fuel using near
infrared spectroscopy, Bioenergy I, Tomar, Portugal,
Engineering International Conferences.
17. Weyer, L.G., dan S.C. Lo, 2002, Spectra Structure
Correlations in the Near Infrared, J ohn Willey and
Sons, 1817 - 1837p.
18. Wirawan, S.S., dan A.H. Tambunan, 2006,
The Current Status and Prospects of Biodiesel
Development in Indonesia : A Review, Prosiding of
Third Asia Biomass Workshop, 16 November 2006.
Tsukuba. J apan. 1-15.
19. Yadav, P.K.S., O. Singh, dan R.P. Singh, 2010,
Performance Test of Palm Fatty Acid Biodiesel on
Compression Ignition Engine, J ournal of Petroleum
Technology and Alternative Fuels, Vol. 1(1): 1-9.
143
Analisa Biodiesel Sawit dalam Biosolar dengan Spektroskopi Near Infrared (Hasrul Abdi Hasibuan dan Tjahjono H)
20. Yacob, A.R., M.K.A.A. Mustajab, dan N.S. Samadi,
2009, Calcination Temperature of Nano MgO Effect
on Base Transesterification of Palm Oil, World
Academy of Science, Engineering and Technology,
56, 2009, 408-412.
21. Yuan, W., A.C. Hansen, dan Q. Zhang, 2007,
Computational modeling of NOx emissions from
biodiesel combustion, Intl. J . Vehicle Design,
45(1/2): 12-32.

144
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 135 - 143
145
Pemanfaatan Zeolit Alam Termodikasi Kation Na
+
untuk Penangkapan CO
2
(Roza Adriany)
Pemanfaatan Zeolit Alam Termodikasi
Kation Na
+
untuk Penangkapan CO
2

Roza Adriany
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS
J l. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, J akarta Selatan
Telepon: 62-21-7394422, Fax: 62-21-7246150
E-mail: rozaa@lemigas.esdm.go.id / roza_adriany@yahoo.com
Teregistrasi I tanggal 7 Desember 2012; Diterima setelah perbaikan tanggal 21 Desember 2012
Disetujui terbit tanggal: 31 Desember 2012
ABSTRAK
Zeolit alam tersebar di beberapa wilayah di Indonesia antara lain di daerah Kalianda Lampung,
Bayah Banten, Nanggung Bogor, Cikembar Sukabumi, Nagreg Bandung, Cipatujah Tasikmalaya dan
Sangkaropi Toraja. Pemanfaatan Zeolit telah banyak dilakukan dibidang pertanian, peternakan, perikanan,
dan berbagai industri. Pemanfaatan zeolit alam Indonesia sebagai bahan penangkap CO
2
belum banyak
dikembangkan. Dalam kegiatan ini dilakukan penelitian pemanfaatan zeolit alam termodikasi kation Na
+

untuk penangkapan CO
2
. Tujuan penelitian adalah mendapatkan teknologi untuk meningkatkan kapasitas
adsorpsi zeolit alam terhadap CO
2
. Kegiatan uji adsorpsi dilakukan pada rentang suhu relatif tinggi sekitar
50C-150C melalui preparasi zeolit menggunakan H
2
O
2
dan modikasi struktur zeolit dengan kation
Na
+
. Adsorben diharapkan dapat digunakan sebagai penyerap CO
2
yang berasal dari pembakaran bahan
bakar berbasis minyak bumi dan batubara. Dari hasil penelitian diperoleh kapasitas adsorpsi CO
2
zeolit
alam setelah penukaran kation Na
+
meningkat dibandingkan sebelumnya. Adsorpsi CO
2
semula adalah
0,03 mmol CO
2
/gram zeolit, meningkat menjadi 0,29 mmol CO
2
/gram zeolit pada suhu 25C , kemudian
meningkat 0,54 mmol CO
2
/gram zeolit pada suhu 50C, 0,96 mmol CO
2
/gram zeolit pada suhu 100C,
dan 1,06 mmol CO
2
/gram zeolit pada suhu 150C.
Kata kunci: zeolit alam, penukar kation Na
+
, kapasitas adsorpsi CO
2

ABSTRACT
Natural zeolites are scattered in several regions in Indonesia, among others in Kalianda Lampung,
Bayah Banten, Nanggung Bogor, Cikembar Sukabumi, Nagreg Garut, Cipatujah Tasikmalaya and
Sangkaropi Toraja. Utilization of zeolites have been widely applied in agriculture, livestock, sheries
and some industries. Utilization of natural zeolite in Indonesia as CO
2
capture has not been developed.
Therefore in this research, natural zeolite modied with Na
+
cation to capture CO
2
. The purpose of this
study is to get a method to enhance the CO
2
adsorption capacity of on natural zeolite. Adsorption test
performed at a relatively high temperature range of about 50C-150 C through the preparation of zeolites
using H
2
O
2
and a modication to the structure of the zeolite with Na
+
cations. Adsorbent is expected to
be used as adsorber CO
2
from burning fossil fuels. The results showed that the CO
2
adsorption capacity
of natural zeolite increased after exchange of Na
+
cations . Initially, adsorption of CO
2
was 0.03 mmol
CO
2
/g zeolite, increasing to 0.29 mmol CO
2
/g zeolite at a temperature of 25 C, then increased 0.54 mmol
CO
2
/g zeolite at a temperature of 50 C and 0.96 mmol CO
2
/g zeolite at a temperature of 100 C, and 1.06
mmol CO
2
/gram zeolite at a temperature of 150 C.
Keywords: natural zeolite; Na
+
cation exchanger; CO
2
adsorption capacity
I. PENDAHULUAN
Meningkatnya konsentrasi CO
2
dan gas-gas
rumah kaca lainnya di atmosfer berpotensi sebagai
penyebab timbulnya efek pemanasan global.
Peningkatan konsentrasi CO
2
disebabkan oleh
meningkatnya pembakaran bahan bakar minyak,

146
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 145 - 151
batu bara dan bahan bakar organik lainnya melampaui
kemampuan tumbuh-tumbuhan dan laut untuk
menyerapnya. Guna menghindari dampak buruk dari
meningkatnya suhu global maka konsentrasi gas-
gas rumah kaca di udara harus dikurangi termasuk
CO
2
.
3
Ada beberapa metode penangkapan CO
2
yang
telah dikenal dan terus dikembangkan. Salah satu
diantaranya adsorpsi menggunakan padatan, dimana
penangkapan CO
2
terjadi melalui adsorpsi selektif
pada media padat. Proses adsorpsi dapat terjadi secara
sika yang lemah atau melalui interaksi adsorpsi
kimia yang kuat. Adsorben padat tersebut dapat
digunakan kembali setelah melalui proses adsorpsi
dan desorpsi dengan adanya perubahan tekanan dan
suhu.
4,5,6
Salah satu adsorben padat yang dapat digunakan
untuk menangkap CO
2
adalah zeolit. Zeolit merupakan
senyawa aluminosilikat terhidrasi yang memiliki
kerangka struktur tiga dimensi (3D), berpori dan
merupakan padatan kristalin dengan kandungan
utama Silikon, Aluminium, dan Oksigen serta
mengikat sejumlah tertentu molekul air di dalam
porinya. Rangka zeolit dibentuk oleh tetrahedral
[SiO
4
] dan [(AlO
4
)
-
]. Atom silikon dikelilingi oleh
4 atom oksigen yang membentuk jaringan dengan
pola yang teratur. Di beberapa tempat di jaringan
ini, atom Silikon diganti dengan atom Aluminium
yang memiliki muatan 3+, sedangkan Silikon sendiri
memiliki muatan 4+. Keberadaan atom Aluminium
ini secara keseluruhan akan menyebabkan rangka
zeolit memiliki muatan negatif. Muatan negatif
ini dinetralkan oleh kation logam yang dapat
dipertukarkan yang terdapat dalam ruang pori zeolit.
Struktur dasar zeolit disajikan pada gambar 1.
Logam-logam yang terdapat dalam zeolit
umumnya adalah Ca, Mg, Na, K , Al, metaloid Si
dan lain-lain. Logam-logam ini terbagi dua jenis yaitu
logam yang dapat dipertukarkan dan yang tidak dapat
dipertukarkan. Logam yang dapat dipertukarkan
berada dalam bentuk kation-kation logam yang
terikat secara ikatan Van der Waals dengan atom Al
yang bermuatan negatif dari rangka zeolit. Adanya
kation-kation logam tersebut memungkinkan zeolit
mengadsorpsi sebagian besar jenis-jenis molekul gas
termasuk molekul gas asam seperti CO
2
. Interaksi
antara atom Al dengan kation logam dan CO
2

disajikan pada gambar 2.
1,2,4,6
Dari studi adsorpsi CO
2
pada zeolit sintetik X dan
Y dengan kode identitas zeolit FAU, menggunakan
spektroskopi Infrared (I R) terungkap bahwa
proses physisorption mendominasi proses adsorpsi
CO
2
pada zeolit, walaupun sebagian kecil terjadi
chemisorpsi dalam bentuk karbonat atau karboksilat.
Physisorption dipengaruhi oleh muatan listrik yang
ditimbulkan oleh kation logam penyeimbang muatan
yang ada dalam pori dan oleh ikatan hidrogen dengan
permukaan gugus silanol.
2,4
Sifat physisorption atau adsorpsi secara sika
sangat dipengaruhi oleh suhu dan tekanan dimana
kekuatannya secara umum meningkat bila tekanan
parsial CO
2
dinaikkan dan menurun bila suhu
ditingkatkan.
2,4
Kemampuan zeolit alam menangkap CO
2
masih
cukup rendah dan pada suhu yang lebih tinggi (sekitar
100C) akan terjadi desorpsi CO
2
dari zeolit dengan
melemahnya sifat physisorption oleh naiknya suhu
sehingga kapasitas adsorpsi zeolit terhadap CO
2

menurun drastis.
2,4,6
Untuk meningkatkan kapasitas adsorpsi zeolit
pada suhu cukup tinggi (sekitar 100C hingga
150C) perlu dilakukan modikasi struktur zeolit
dengan mengganti kation penyeimbang muatan
Gambar 1
Struktur dasar zeolit
Gambar 2
Interaksi Atom Al, Kation Logam dan CO
2
147
Pemanfaatan Zeolit Alam Termodikasi Kation Na
+
untuk Penangkapan CO
2
(Roza Adriany)
dengan jenis kation logam alkali seperti Na atau
K. Diketahui bahwa kation logam alkali Na dan K
merupakan kation dengan sifat basa yang lebih kuat
dibandingkan kation logam alkali tanah Ca dan Mg
sehingga daya tariknya terhadap CO
2
yang bersifat
asam lemah akan lebih kuat.
2,4,6
Pada penelitian ini telah dilakukan modikasi
struktur zeolit alam melalui proses pertukaran
kation Na
+
untuk meningkatkan kapasitas adsorpsi
zeolit terhadap CO
2
. Sebelum proses pertukaran
kation, zeolit terlebih dulu dipreparasi dengan H
2
O
2

untuk menghilangkan bahan organik dan pengotor
lain. Selanjutnya terhadap sampel hasil preparasi,
dilakukan uji karakterisasi dan uji kapasitas
penyerapan CO
2
pada beberapa variasi suhu.
II. PERCOBAAN
Percobaan meliputi preparasi zeolit dan beberapa
pengujian terhadap zeolit hasil preparasi.
A. Preparasi Zeolit
Preparasi bertujuan mempersiapkan zeolit agar
mempunyai kemampuan adsorpsi yang meningkat.
Perlakuan awal pada preparasi zeolit bertujuan
untuk memperluas permukaan. Tahapan kegiatan ini
meliputi penghalusan, perendaman menggunakan
peroksida (H
2
O
2
) untuk menghilangkan bahan
organik, penyaringan dan pencucian dengan akuades
sebanyak tiga kali hingga zeolit bebas dari peroksida.
Zeolit kemudian dipanaskan pada suhu 120
o
C
selama sekitar 24 jam agar bebas dari kandungan air.
Sebagai perlakuan selanjutnya dilakukan modikasi
NOVA 1200e, uji Kapasitas Tukar Kation (KTK)
dengan metode volumetri, analisis komposisi zeolit
dan penentuan kadar logam dengan AAS.
Alat uji adsorpsi CO
2
merupakan rangkaian
peralatan yang terdiri dari sumber gas CO
2
, tabung
reaktor yang dilengkapi dengan pressure gauge untuk
mengukur tekanan tabung, pemanas (heater), alat
pengukur suhu, termostat , termokopel , tubing untuk
mengalirkan gas dan lain-lain. Alat ini tidak dapat
digunakan untuk pengujian secara kontinyu.
Sampel zeolit dimasukkan ke dalam tabung
reaktor kemudian gas CO
2
dialirkan dari sumber
gas ke dalam tabung reaktor hingga tekanan
sekitar 30 psi. Adanya penyerapan CO
2
oleh zeolit
menyebabkan tekanan tabung turun. Penurunan
Gambar 3
Alat uji kapasitas adsorpsi CO
2
No. Jenis Sampel Suhu [ C]
Kapasitas Adsorpsi
[ mmol CO
2
per
gram zeolit]
1 Zeolit + H
2
O
2
25 0.03
2 Zeolit +H
2
O
2
50 0.13
3 Zeolit +H
2
O
2
100 0.04
4 Zeolit +H
2
O
2
150 0.03
5 Zeolit +H
2
O
2
+NaOH 25 0,29
6 Zeolit +H
2
O
2
+NaOH 50 0,54
7 Zeolit +H
2
O
2
+NaOH 100 0,96
8 Zeolit +H
2
O
2
+NaOH 150 1,06
Tabel 1
Kapasitas adsorpsi CO2 zeolit alam pada
suhu 25C, 50C, 100C dan 150C
struktur zeolit melalui proses pertukaran
kation Na dengan penambahan NaOH dan
air dalam perbandingan masing-masing
25 gram zeolit: 25 gram NaOH: 100 mL
air. Campuran diaduk selama 24 jam dan
didiamkan selama 24 jam, kemudian
dikeringkan dalam oven suhu 120
o
C selama
sekitar 24 jam.
B. Pengujian
Terhadap sampel zeolit hasil preparasi
dengan H
2
O
2
dan NaOH maupun zeolit
sebelum preparasi dilakukan beberapa
pengujian yaitu uji kapasitas adsorpsi CO
2

dengan peralatan seperti tampak pada
Gambar 3, surface area, diameter pori rata-
rata, total volume pori menggunakan BET

148
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 145 - 151
tekanan tabung dicatat dan jumlah mol CO
2

yang teradsorpsi dihitung menggunakan
rumus PV =nRT, dimana P adalah tekanan
tabung, V adalah volume tabung, T adalah
suhu (K) dan n adalah jumlah mol gas CO
2
.
Volume, tekanan dan suhu tabung diketahui
dari percobaan sehingga dapat diperoleh
nilai n (jumlah mol CO
2
).
Untuk pengujian yang memerlukan
suhu tinggi, tabung reaktor dipanaskan
terlebih dahulu menggunakan pemanas
yang dapat diatur suhunya. Dalam kegiatan
menarik dalam bentuk ikatan Van der Waals antara
CO
2
dengan kation-kation logam dalam rongga zeolit
menurun pada suhu 100C. Demikian juga yang
terjadi pada suhu 150C.
Kapasitas adsorpsi CO
2
zeolit yang dipreparasi
dengan H
2
O
2
dan NaOH lebih tinggi dibandingkan
zeolit yang hanya dipreparasi dengan H
2
O
2
, bila
diukur pada suhu yang sama. Hal ini disebabkan
karena zeolit yang telah dipreparasi dengan NaOH
mempunyai jumlah kation Na
+
lebih banyak. Kation
Na
+
yang bersifat basa kuat ini akan berinteraksi
dengan CO
2
yang bersifat asam.
Kapasitas adsorpsi CO
2
, zeolit yang dipreparasi
dengan H
2
O
2
dan NaOH meningkat seiring dengan
naiknya suhu adsorpsi hingga 150C. Hal ini berbeda
dengan zeolit yang hanya dipreparasi dengan H
2
O
2
saja, dimana kapasitas adsorpsi CO
2
menurun pada
suhu100C dan 150C.
Meningkatnya kapasitas adsorpsi CO
2
pada zeolit
yang dipreparasi dengan H
2
O
2
dan NaOH pada suhu
tinggi mengindikasikan bahwa terjadi ikatan yang
kuat antara CO
2
dan kation logam Na
+
pada suhu
tersebut. Ikatan ini berupa ikatan kovalen dan bukan
lagi ikatan Van der Waals yang akan melemah pada
suhu tinggi.
Hal ini dapat terjadi bila kation Na
+
yang
ditambahkan sebagian masuk ke dalam pori zeolit dan
sebagian berada di permukaan zeolit. Ikatan Van der
Waals terjadi antara CO
2
dengan kation-kation logam
yang ada di dalam pori zeolit, sedangkan ikatan
kovalen terjadi antara CO
2
dengan kation logam Na
+
yang ada di permukaan zeolit.
Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan
hasil penelitian yang diperoleh maka disajikan
perbandingan kapasitas adsorpsi CO
2
zeolit alam
hasil penelitian, dengan beberapa hasil penelitian
peneliti sebelumnya (Sunho Choi, J effrey H. Drese,
Gambar 4
Kapasitas adsorpsi CO
2
ini ada 4 perlakuan suhu yaitu 25C, 50C, 100C
dan 150C.
III. HASIL DAN DISKUSI
A. Kapasitas Adsorpsi CO
2
Uji kapasitas adsorpsi CO
2
dilakukan terhadap
sampel zeolit hasil preparasi dengan H
2
O
2
dan hasil
preparasi dengan H
2
O
2
dan NaOH. Hasil uji kapasitas
adsorpsi CO
2
pada suhu 25C, 50C, 100C dan
150C disajikan pada Tabel 1 dan kurva adsorpsi
CO
2
pada Gambar 4.
Kapasitas adsorpsi CO
2
zeolit dipengaruhi oleh
banyak hal antara lain suhu dan tekanan adsorpsi,
luas permukaan dan ukuran rongga zeolit serta jumlah
kation logam yang dapat berinteraksi dengan CO
2
.
Tabel 1 memperlihatkan hubungan antara
kapasitas adsorpsi CO
2
dan suhu adsorpsi pada zeolit
murni dan zeolit termodikasi kation Na. Tekanan
CO
2
pada percobaan adalah 30 psi dan volume CO
2

1,4 Liter.
Kapasitas adsorpsi CO
2
zeolit +H
2
O
2
meningkat
dari 0,03 mmol CO
2
/ gram zeolit menjadi 0,13
mmol CO
2
/gram zeolit dengan naiknya suhu
adsorpsi dari suhu ruang 25C ke suhu 50C.
Hal ini memperlihatkan bahwa pada suhu 50C
terjadi peningkatan interaksi antara CO
2
dan zeolit
dibandingkan pada suhu ruang. Peningkatan interaksi
ini kemungkinan disebabkan karena pada suhu 50C,
molekul-molekul lebih reaktif dibandingkan di suhu
ruang.
Kapasitas adsorpsi CO
2
zeolit +H
2
O
2
menurun
dari 0,13 mmol CO
2
/ gram zeolit menjadi 0,04 mmol
CO
2
/ gram zeolit dengan naiknya suhu adsorpsi
dari suhu ruang 50C ke suhu 100C. Penurunan
ini kemungkinan disebabkan karena pada suhu
100C, terjadi peristiwa desorpsi dimana daya tarik
149
Pemanfaatan Zeolit Alam Termodikasi Kation Na
+
untuk Penangkapan CO
2
(Roza Adriany)
No. Jenis Sampel Suhu [ C] Kapasitas Adsorpsi [ mmol CO
2
per gram zeolit]
1. Zeolit alam sebelum modifikasi dengan kation Na
+
25 0,03
2. Zeolit alam termodifikasi kation Na
+
25 0,29
3. Zeolit alam termodifikasi kation Na
+
50 0,54
4. Zeolit alam termodifikasi kation Na
+
100 0,96
5. Zeolit alam termodifikasi kation Na
+
150 1,06
6. Zeolit alam
a)
25 0.09
7. Zeolit sintetik Na-X
a)
50 2,7
8. Zeolit sintetik Na-X
a)
100 1,24
Tabel 2
Perbandingan hasil uji adsorpsi CO
2
Zeolit termodikasi Kation Na dengan hasil penelitian lain
(Sunho Choi, dkk , 2009)
Tabel 3
Total luas permukaan, volume pori dan diameter pori rata-rata zeolit alam
Sampel Total Luas Permukaan (m
2
/gram adsorben) Volume Pori (cc/gram adsorben)
Zeolit alam murni 19,92 337,2
Zeolit alam +H
2
O
2
29,62 465,3
Zeolit alam +H
2
O
2
+NaOH 9,54 232,7
and Christopher W. J ones, Adsorbent Materials for
Carbon Dioxide Capture from Large Anthropogenic
Point Sources, ChemSusChem 2009, 2, 796-85)
yang disajikan pada Tabel 2.
Pada Tabel 2 terlihat bahwa kemampuan adsorpsi
CO
2
zeolit alam termodifikasi kation Na
+
pada
penelitian ini masih lebih rendah dibandingkan
dengan zeolit berbasis sintetik.
B. Total Luas Permukaan, Volume pori dan
Diameter Pori Rata-rata
Hasil Uji total luas permukaan, volume pori dan
diameter pori rata-rata zeolit disajikan pada Tabel
3.
Dari tabel 3 terlihat bahwa luas permukaan
dan volume pori zeolit alam yang diperlakukan
dengan Peroksida (H
2
O
2
) meningkat dibandingkan
zeolit murni. Hal ini disebabkan karena Peroksida
mengoksidasi bahan organik yang mengisi rongga
zeolit dan produk hasil oksidasi dibuang dengan cara
mencuci zeolit beberapa kali. Setelah produk oksidasi
bahan organik meninggalkan pori, maka ruang pori
zeolit menjadi kosong sehingga luas permukaan dan
volume pori menjadi bertambah.
Pada saat perlakuan dengan NaOH, sebagian
besar ruang pori zeolit yang kosong terisi oleh kation
Na
+
yang menyebabkan menurunnya luas permukaan
dan volume pori.
C. Kadar Logam
Preparasi zeolit alam dengan H
2
O
2
dan larutan
NaOH dapat mempengaruhi kadar logam dalam zeolit.
Perlakuan dengan NaOH ini dapat menyebabkan
terjadinya pertukaran kation-kation yang ada di dalam
rongga dengan kation Na
+
sehingga mempengaruhi
kadar masing-masing logam.
Penentuan kadar logam sampel zeolit dilakukan
menggunakan alat AAS (Atomic Absorption
Spectroscopy). Hasil analisis disajikan pada Tabel
4.
Dari tabel 4 terlihat bahwa preparasi zeolit
dengan H
2
O
2
tidak signikan mempengaruhi kadar
logam zeolit. Hal ini disebabkan karena fungsi H
2
O
2

adalah untuk mengoksidasi bahan organik yang ada
dalam rongga zeolit saja, sedangkan preparasi zeolit
dengan H
2
O
2
dan NaOH dapat meningkatkan kadar
logam Na yang sangat signikan yaitu dari 1,16%
menjadi 11,44%.

150
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 145 - 151
Diperkirakan sebagian kation Na
+
yang
ditambahkan ini menggantikan kation-kation logam
lain yang ada dalam rongga zeolit. Dalam kondisi
tersebut terjadi proses pertukaran kation antara kation
Na
+
dengan kation lain yang ada seperti kation K
+
,
Ca
+2
dan Mg
+2
. Pertukaran sebagian kation-kation
logam ini dengan kation Na
+
menyebabkan jumlah
kation K
+
, Ca
+2
dan Mg
+2
menjadi berkurang.
D. Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Kapasitas tukar kation (KTK) adalah nilai yang
menggambarkan jumlah kation-kation yang terdapat
dalam zat padat berpori seperti zeolit, dimana kation
tersebut dapat dipertukarkan dengan kation logam
lain. Makin besar nilai KTK menunjukkan makin
besar kemampuan kation untuk dipertukarkan.
Pada saat impregnasi Na
+
ke dalam zeolit alam,
terjadi pertukaran kation antara kation Na
+
yang
berasal dari NaOH dengan kation-kation logam
lain yang terdapat dalam zeolit, atau dengan kata
lain kation Na
+
akan menggantikan kation logam
lain yang sudah ada di dalam rongga zeolit. Oleh
sebab itu, untuk melihat sejauh mana keberhasilan
impregnasi kation Na
+
ke dalam zeolit alam perlu
ditentukan nilai KTK.
Nilai kapasitas tukar kation dari zeolit hasil
penelitian disajikan pada Tabel 5.
Dari tabel 5 terlihat bahwa nilai KTK zeolit murni
menurun dari 54,5 me/100 gr zeolit menjadi 36,8
me/100 g zeolit, setelah dipreparasi dengan H
2
O
2
.
Penurunan nilai KTK kemungkinan disebabkan
karena turut melarutnya sebagian kation logam yang
dapat dipertukarkan setelah preparasi dengan H
2
O
2
.
Nilai KTK zeolit meningkat kembali dari 36,8
me/100 g zeolit menjadi 79,9 me/100 g zeolit, setelah
dipreparasi dengan NaOH. Kenaikan ini diasumsikan
karena masuknya kation Na
+
ke dalam rongga zeolit
dan menggantikan sebagian kation logam lain.
IV. KESIMPULAN
Dari penelitian yang dilakukan dapat diambil
kesimpulan:
- Modikasi struktur zeolit alam melalui proses
pertukaran kation Na
+
dapat meningkatkan
kapasitas adsorpsi CO
2
pada rentang suhu yang
relatif tinggi, sekitar 50-150C.
- Kapasitas adsorpsi CO
2
zeolit alam pada suhu
25C adalah 0,03 mmol CO
2
/gram zeolit. Setelah
impregnasi kation Na
+
meningkat menjadi 0,29
mmol CO
2
/gram zeolit. Kemudian meningkat
menjadi 0,54 mmol CO
2
/gram zeolit pada suhu
50C; 0,96 mmol CO
2
/gram zeolit pada suhu
100C, dan 1,06 mmol CO
2
/gram zeolit pada
suhu 150C.
- Kapasitas adsorpsi CO
2
optimum dari zeolit
termodikasi kation Na
+
adalah 1,06 mmol/gr
adsorben pada suhu 150C.
- Kemampuan adsorpsi CO
2
zeol i t al am
termodifikasi kation Na
+
pada penelitian ini
masih lebih rendah dibandingkan dengan zeolit
berbasis sintetik.
No Jenis Logam Zeolit Murni (%) Zeolit + H
2
O
2
(%) Zeolit + H
2
O
2
+ NaOH (%)
1. Na 0,72 1,16 11,44
2. K 0,58 0,52 0,15
3. Ca 0,08 0,08 0,03
4. Mg 0,34 0,29 0,16
Tabel 4
Hasil analisis kadar logam dengan Spektroskopi Serapan Atom (AAS)
Kode Contoh Nilai KTK (me/100 g)
Zeolit Murni 54,5
Zeolit +H
2
O
2
36,8
Zeolit +H
2
O
2
+NaOH 79,9
Tabel 5
Kapasitas tukar kation zeolit
151
Pemanfaatan Zeolit Alam Termodikasi Kation Na
+
untuk Penangkapan CO
2
(Roza Adriany)
V. SARAN
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk
mendapatkan kapasitas penangkapan CO
2
yang lebih
besar antara lain penelitian mengenai peningkatan
luas permukaan zeolit alam dan melakukan variasi
konsentrasi NaOH dan suhu yang digunakan pada
tahap pertukaran kation.
KEPUSTAKAAN
1. chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_anorganik/fakta-
tentang-zeolit, 24 April 2009.
2. Danielle Bonenfant, Mourad Kharoune, Patrick
Niquette, Murielle Mimeault dan Robert Hausler,
Advances in Principal Factors Inuencing Carbon
Dioxide Adsorption on Zeolites, National Institute
for Materials Science Printed in the UK, Sci. Technol.
Adv. Mater. (2008) 013007 Topical Review
3. id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global-125k,
2009
4. Sam Wong and Rob Bioletti, Carbon Dioxide and
Separation Technology, Carbon and Energy Manage-
ment , Alberta Research Council, Edmonton, Alberta,
T6N 1E4, Canada, 2002.
5. Sunho Choi, Jeffrey H. Drese, and Christopher
W. Jones, Adsorbent Materials for Carbon Dioxide
Capture from Large Anthropogenic Point Sources,
ChemSusChem 2009, 2, 796 854 _ 2009 Wiley-
VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim www.
chemsuschem.org 797.
6. W.J.Thomas;Barry Crittenden, Adsorption
Technology and Desain, ISBN 0750619597, Pub.
date; April 1998, Publisher: Elsevier Science, pp 27-
28.

152
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 145 - 151
153
Analisa Produktivitas Sumur setelah Pengasaman Menggunakan
Persamaan Kurva IPR Aliran Dua Fase (Djoko Akseyanto dan Edward ML Tobing)
Analisis Produktivitas Sumur setelah
Pengasaman Menggunakan Persamaan
Kurva IPR Aliran Dua Fase
Djoko Askeyanto
1)
dan Edward ML Tobing
2)
1)
J urusan Teknik Perminyakan, Universitas Pembangunan Nasional Veteran
J l. SWK 104 Lingkar Utara, Condongcatur, Yogyakarta 55283
2)
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS
J l. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, J akarta Selatan
Telepon: 62-21-7394422, Fax: 62-21-7246150
Teregistrasi I tanggal 6 Agustus 2012; Diterima setelah perbaikan tanggal 23 November 2012
Disetujui terbit tanggal: 31 Desember 2012
ABSTRAK
Kurva Inow Performance Relationship (IPR) merupakan hubungan antara laju produksi terhadap
tekanan alir dasar sumur. Bila kurva IPR tersebut dikombinasikan dengan kurva pipa alir, maka per-
potongan kedua kurva tersebut merupakan laju produksi yang optimum. Pengaruh faktor skin terhadap
kurva IPR akan mengubah kemiringan kurva, sehingga laju produksi akan berubah pada suatu tekanan alir
dasar sumur. Stimulasi pengasaman terhadap sumur akan menyebabkan faktor skin menjadi lebih kecil,
sehingga akan mengubah kemiringan kurva IPR serta naiknya laju produksi optimum. Perkiraan kenaikan
laju alir produksi tersebut diperoleh dari kurva IPR yang ditentukan berdasarkan hasil uji produksi dan
transient tekanan sumur setelah dilakukan stimulasi pengasaman. Dalam tulisan ini diusulkan persamaan
kurva IPR untuk sumur yang telah dilakukan stimulasi pengasaman berdasarkan data uji produksi dan
transient tekanan sumur sebelum stimulasi pengasaman dilakukan, dan sumur tersebut diproduksikan
dari reservoir bertenaga dorong gas terlarut (aliran dua fase minyak dan gas). Persamaan IPR tersebut
dikembangkan menggunakan simulator sumur tunggal aliran dua fasa. Rentang data yang luas dari sifat
batuan dan uida reservoir yang menggambarkan sistem sumur reservoir, digunakan untuk mengembangkan
persamaan tersebut dengan cara statistik. Perkiraan kenaikan laju produksi minyak optimum setelah
stimulasi pengasaman berdasarkan persamaan yang diusulkan, dapat digunakan untuk menganalisis nilai
keekonomian operasi pengasaman pada sumur tersebut.
Kata kunci: stimulatif pengasaman, kurva inow performance relationship, aliran dua fase
ABSTRACT
Inow Performance Relationship curve is the relationship between production rate versus well owing
pressure. When the IPR curve is combined with tubing pressure curve, the intersection between two curves
is becomes the optimum production rate. The skin factor is very inuential on slope of the curve IPR that
will affect the change of production rate in accordance with the bottom whole owing. The Stimulation
of acidizing on the well will result in reduction of skin factor value, which causes changes in the slope
of curve IPR that resulted in optimum ow rate. The production ow rate estimates were obtained from
the curve IPR that determined by production and well pressure transient test after stimulation acidizing.
In this paper proposed the equation of IPR curve for well that have done acidizing stimulation based on
production and pressure transient test prior to the acidizing stimulation data, in which the reservoir has
gas solution drive mechanism for oil and gas production (two phase ow oil and gas). The IPR equation
was developed by using single well two phase ow simulator. Reservoir rock and uid data that describes
a system of reservoir in well that are used to develop the equation is done by statistical. This equation in
addition can be used to estimate the optimum production rate and also to analyze the economical operation
of the acidizing work per well.
Keywords: stimulation acidizing, inow performance relationship curve, two phase ow

154
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 153 - 163
I. PENDAHULUAN
Kinerja produktivitas sumur dapat digambarkan
dengan persamaan Inow Performance Relationship
(IPR) atau dalam bentuk kurva yang merupakan
hubungan antara laju produksi dan tekanan alir dasar
sumur pada suatu tekanan reservoir. Dan bila kurva
IPR tersebut dikombinasikan dengan kurva pipa
alir, maka perpotongan antara kurva IPR tersebut
dengan kurva pipa alir merupakan laju alir yang
optimum. Pada awalnya kinerja produktivitas sumur
yang dinyatakan sebagai productivity index (PI)
mempunyai harga yang tetap, sehingga kurva IPR
merupakan garis linier. Akan tetapi untuk sumur yang
mempunyai tekanan alir dasar sumur lebih kecil dari
tekanan saturasi, maka uida yang mengalir terdiri
dari dua fase (minyak dan gas), sehingga anggapan
tersebut di atas tidak dapat lagi digunakan. Harga
PI dari sumur tersebut akan semakin besar dengan
semakin besarnya laju produksi, sehingga kurva IPR
tidak lagi berbentuk linier.
Hal lain yang sangat memengaruhi bentuk kurva
IPR adalah faktor skin, sehingga akan mengubah
harga PI. Dengan demikian perubahan harga faktor
skin akan mengubah kurva IPR. Klins
4)
dalam
penelitiannya telah mengembangkan persamaan
IPR untuk sumur yang mengalami kerusakan atau
perbaikan dengan rentang harga skin dari -4 sampai
dengan +6. Untuk sumur yang telah dilakukan
stimulatif pengasaman atau perbaikan, metoda
yang telah dikembangkan tersebut mempunyai
keterbatasan pada anggapan yang digunakan dan
data yang tersedia, sehingga perkiraan kurva IPR
yang dihasilkan kurang memadai.
Stimulatif pengasaman akan menyebabkan
harga faktor skin menjadi lebih kecil, sehingga
kemiringan kurva IPR menjadi lebih besar dan
menyebabkan kenaikan laju alir optimum. Besar
kenaikan laju alir optimum tersebut digunakan
untuk menganalisis keekonomian setelah dilakukan
stimulatif pengasaman. Pada kenyataannya, kenaikan
laju alir optimum tersebut diperoleh melalui kurva
IPR yang ditentukan dari data uji produksi dan
transient tekanan setelah stimulatif pengasaman
dilakukan.
Dalam tulisan ini diusulkan persamaan IPR untuk
sumur yang telah dilakukan stimulatif pengasaman
dengan menggunakan data uji produksi dan transient
tekanan sebelum pengasaman dilakukan. Untuk
mengembangkan kurva IPR tersebut digunakan
simulator sumur tunggal aliran dua fase. Simulator ini
didasarkan pada persamaan partial differential untuk
gas, minyak, dan air serta penyelesaian persamaan
tersebut dilakukan secara numerik menggunakan
metoda nite difference dan fully implicit. Model
matematik tersebut telah di run dalam rentang
yang luas dari sifat batuan dan fluida reservoir,
serta pada selang harga faktor skin dari -4 sampai
dengan +20, untuk memperoleh hubungan antara
laju alir minyak dan tekanan alir dasar sumur pada
berbagai harga tekanan reservoir. Persamaan kurva
IPR usulan diperoleh dari hasil regresi non linier
yang merupakan fungsi faktor skin. Dan persamaan
tersebut telah divalidasi terhadap persamaan kurva
IPR yang dipublikasikan oleh Fetkovich, Vogel,
dan Standing. Sedangkan keberhasilan stimulatif
pengasaman dapat dilihat dari perubahan esiensi
aliran, sehingga dikembangkan pula hubungan
antara faktor skin dengan efisiensi aliran untuk
memperkirakan kurva IPR. Model plot Vogel
7)

digunakan untuk menggambarkan bentuk umum
dari produktivitas sumur tersebut. Dengan demikian
maka kurva IPR setelah stimulatif pengasaman dapat
diperkirakan dengan menggunakan data uji produksi
dan transient tekanan yang diperoleh sebelum
stimulatif pengasaman, serta perkiraan harga faktor
skin setelah stimulatif pengasaman.
II. STIMULATIF PENGASAMAN
Tujuan dilakukan stimulatif pada sumur adalah
untuk memperbaiki atau meningkatkan produksi
sumur tersebut. Kadang-kadang pada perioda awal
produksi sumur menunjukkan permeabilitas reservoir
yang rendah, sehingga diperlukan stimulatif untuk
dapat dimulainya produksi dari suatu reservoir.
Tetapi pada keadaan yang lain, stimulatif dilakukan
juga untuk memperbesar permeabilitas disekitar
sumur, karena produksi dari sumur tersebut sudah
rendah. Salah satu jenis stimulatif yang umum
diterapkan pada sumur minyak adalah pengasaman.
Sedangkan kondisi pengasaman dilakukan dibawah
tekanan rekah batuan reservoir, yang mempunyai
tujuan memperbaiki permeabilitas alami dari batuan
tersebut. Pengasaman sumur dilakukan dengan cara
memompakan larutan asam kedalam sumur, agar
dapat melarutkan semen jenis limestone, dolomite
atau calcite yang terletak diantara butir batuan
sedimen (lihat Gambar 1).
155
Analisa Produktivitas Sumur setelah Pengasaman Menggunakan
Persamaan Kurva IPR Aliran Dua Fase (Djoko Akseyanto dan Edward ML Tobing)
J enis pengasaman yang dapat dilakukan pada
sumur minyak terdiri dari pengasaman matrix dan
pengasaman rekah. Pengasaman matrix dilakukan
dengan cara memompakan larutan asam melalui
sumur sehingga larutan asam tersebut dapat masuk
kedalam pori-pori batuan reservoir. Fungsi larutan
asam pada jenis pengasaman ini adalah untuk me-
larutkan sedimen dan padatan lumpur yang meng-
halangi permeabilitas batuan, dan mem per besar
pori-pori alami reservoir serta menstimulatif aliran
hidrokarbon. Pengasaman matrix dilakukan pada
kondisi tekanan yang cukup rendah untuk men-
cegah terjadi rekahnya batuan reservoir. Sedangkan
pengasaman rekah membutuhkan tekanan pe-
mompaan asam yang tinggi ke dalam sumur.
Akibatnya batuan reservoir akan rekah dan dapat
melarutkan sedimen yang menghalangi permeabilitas
batuan. Pengasaman rekah ini akan membentuk
saluran yang menerus sehingga dapat mengalirkan
hidrokarbon. J enis asam yang biasa digunakan
untuk stimulatif sumur minyak adalah HCL (asam
khlorida), yang berguna untuk melarutkan carbonate,
limestone atau dolomites dari batuan, atau HF (asam
ourida) yang digunakan untuk melarutkan quartz,
pasir dan clay dari batuan reservoir.
III. PENGEMBANGAN MODEL
Model yang dikembangkan adalah model
matematik yang dapat menggambarkan sumur
produksi dari suatu reservoir dengan tenaga pen dorong
gas terlarut, yang merupakan model matematik aliran
dua fase minyak dan gas dari boundary reservoir ke
sandface (Eclipse-100 versi 2005). Model matematik
tersebut merupakan model radial two-phase single
well, yang dikembangkan dengan menyelesaikan
persamaan partial differential untuk fasa minyak
dan gas secara numerik. Model tersebut terlebih
dahulu divalidasi, yaitu untuk aliran satu fasa
(minyak), dua fasa (minyak-gas) dan tiga fasa (gas-
minyak dan air) dengan membandingkan kemiringan
hubungan antara dimensionless wellbore pressure
drop terhadap dimensionless time, yang didapat
dari model dan persamaan analitik. Plot dari model
tersebut menghasilkan kemiringan sebesar 1.151
pada perioda early transient, seperti yang dinyatakan
dalam persamaan analitik. Dengan menggunakan
model ini, distribusi tekanan dan saturasi sepanjang
reservoir pada berbagai laju alir produksi dapat
dihitung. Gas dan minyak mengalir dari reservoir
ke dasar lubang sumur, sesuai dengan hukum aliran
fase-ganda dalam media berpori. Dalam model ini
tidak didenisikan batas gas-minyak, sehingga gas
dan minyak akan mengalir secara serempak dari
reservoir ke dasar lubang sumur. Selain itu, reservoir
dianggap bersifat homogen dan isotropis dengan tebal
konstan. Reservoir merupakan reservoir ter tutup,
tidak ada aliran uida pada batas luar reservoir. Pada
keadaan awal, tekanan reservoir di setiap titik dalam
reservoir sama besar dan demikian pula halnya harga
saturasi awal untuk gas dan minyak. Bila dalam
media berpori terjadi aliran aliran dua fase (minyak
dan gas), maka pada keadaan awal tekanan reservoir
harus lebih rendah dari pada tekanan saturasi. Selain
itu harga saturasi air mula-mula di setiap titik lebih
rendah dibandingkan dengan saturasi air kritis. Hal
ini perlu ditentukan untuk memastikan bahwa aliran
yang terjadi adalah aliran gas dan minyak. Selain
itu dapat juga dilakukan anggapan bahwa ada atau
tidak ada hambatan di sekitar lubang sumur, dengan
demikian faktor skin ditentukan berkisar dari -4
sampai dengan +20.
Untuk merepresentasikan kondisi produksi,
dimulai sejak sumur dibuka sampai mencapai
waktu aliran mantap, dianggap bahwa besarnya
laju produksi konstan, sedangkan tekanan alir dasar
sumur berubah. Dan anggapan lain adalah tekanan alir
dasar sumur tetap sedangkan laju produksi berubah.
Dengan menggunakan model ini, maka dapat di-
hitung tekanan alir dasar sumur pada setiap harga laju
produksi yang tetap dari waktu ke waktu.
Aliran uida dua fase gas dan minyak, yang
mengalir secara radial dalam reservoir berpori yang
Gambar 1
Stimulasi pengasaman sulfur

156
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 153 - 163
berbentuk silindris dengan tebal konstan, dapat
dinyatakan dalam bentuk persamaan diferensial.
Persamaan diferensial tersebut dipecahkan secara
serempak, dengan menggunakan syarat awal dan
syarat batas. Pemecahan persamaan diferensial dan
syarat batasnya tersebut dilakukan secara numerik,
dengan menggunakan nite difference, dan metode
fully Implicit. Dengan cara ini reservoir dapat dibagi
dalam grid-blok, dimana ukuran grid-blok makin
dekat ke lubang sumur semakin kecil. Dengan
menggunakan simulator sumur tunggal ini, dapat
diperoleh antara lain distribusi tekanan dan saturasi
secara radial sepanjang reservoir di setiap grid-blok
pada saat kondisi aliran steady state tercapai. Dengan
demikian tekanan serta saturasi minyak atau gas pada
sand face dapat ditentukan, berdasarkan tekanan
dan saturasi pada grid-blok yang terdekat dengan
lubang sumur. Perhitungan ini dilakukan dimulai
pada periode transient sampai dengan tercapainya
waktu pseudo steady state.
Untuk dapat mengembangkan persamaan kurva
inow performance pada sumur yang telah dilakukan
stimulatif pengasaman, maka model matematik yang
telah disiapkan kemudian di run untuk berbagai
pasangan data. Sembilan pasangan data yang
digunakan ditunjukkan pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Dengan model matematik tersebut, hubungan antara
tekanan alir dasar sumur dan laju alir minyak pada
berbagai kondisi setelah dilakukan stimulatif dapat
dihitung.
IV. PENGEMBANGAN PERSAMAAN
KURVA IPR
Model matematik telah di run dalam rentang yang
luas dari data sifat-sifat batuan dan uida reservoir
serta ukuran yang berbeda dari reservoir. Rentang
dari data tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel
2. Untuk suatu pasangan data pada berbagai tekanan
reservoir dan faktor skin tertentu (faktor skin mulai
dari -4 sampai dengan +20), maka hubungan antara
tekanan alir dasar sumur dan laju alir minyak dapat
dihitung.
Pengembangan persamaan kurva Inflow
Performance Relationship berdasarkan model plot
Vogel
7)
, yaitu plot antara perbandingan tekanan alir
dasar sumur dengan tekanan reservoir (P
wf
/P
r
) terhadap
perbandingan laju alir minyak dengan laju alir minyak
maksimum pada harga faktor skin=-4 (Q
o
/Q
o max@S=-4
).
Q
o max@S=-4
adalah laju alir maksimum akibat stimulatif
pengasaman pada kondisi skin faktor mencapai -4.
Gambar 2 dan 3 masing-masing adalah plot P
wf
/P
r

terhadap Q
o
/Q
o max@S=-4
, yang menggambarkan kurva
Inow Performance Relationship tidak berdimensi
(dimensionless) untuk faktor skin =- 4 dan faktor skin
=-3. Kurva inow performance yang diperoleh dari
model tersebut, dikelompokkan berdasarkan harga
Tabel 1
Pasangan input data-1
157
Analisa Produktivitas Sumur setelah Pengasaman Menggunakan
Persamaan Kurva IPR Aliran Dua Fase (Djoko Akseyanto dan Edward ML Tobing)
faktor skin. Analisis regresi non linier telah dilakukan
untuk setiap titik data dari setiap kelompok faktor
skin berdasarkan acuan harga koesien korelasi, dan
menghasilkan persamaan berikut:
Tabel 2
Pasangan input data-2
Gambar 2
Plot P
wf
/P
r
terhadap Q
o
/(Q
o
maks @S= -4)
untuk faktor skin = -4
Harga konstanta C
0
, C
1
, dan C
2
untuk setiap harga
faktor skin ditunjukkan pada Tabel 3. Selanjutnya
harga konstanta C
0
, C
1
, dan C
2
masing masing diplot
terhadap harga faktor skin, yang dapat dilihat pada
Gambar 4 dan Gambar 5. Analisis regresi non linier
kembali dilakukan terhadap setiap titik data dari
kelompok konstanta persamaan C
0
, C
1
, dan C
2
, yang
menghasilkan persamaan berikut ini:
Gambar 3
Plot P
wf
/P
r
terhadap Q
o
/(Q
o
maks @S= -4)
untuk faktor skin = -3
(1)
2
2 1 0
) 4 max@ (
|
|
.
|

\
|
+
|
|
.
|

\
|
+ =
=
r
wf
r
wf
o
o
P
P
C
P
P
C C
S Q
Q

158
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 153 - 163
V. PERKIRAAN FAKTOR SKIN SETELAH
STIMULATIF PENGASAMAN
Setelah stimulatif pengasaman dilakukan pada
suatu sumur, selain harga faktor skin yang berubah,
demikian juga harga esiensi alirannya. Esiensi
aliran (FE) merupakan perbandingan produktivitas
pada suatu harga faktor skin dengan produktivitas
pada harga faktor skin sama dengan nol, atau
3 2
0
* 04 198159 . 1 * 03 610498 . 4 * 02 623898 . 6 5931996 . 0 S E S E S E C
(2)
3 2
1
* 05 5317119 . 1 * 03 113592 . 2 * 02 320974 . 2 02 268323 . 2 S E S E S E E C
(3)
3 2
2
* 04 573787 . 1 * 03 202954 . 6 * 02 422183 . 8 5971794 . 0 S E S E S E C
(4)
0


S
wf
o
s
wf
o
o
s
P
Q
P
Q
J
J
FE
(5)
Berdasarkan Persamaan (1), Q
o
pada suatu harga
faktor skin adalah:
{ }
s
r
wf
r
wf
o S maks o os
P
P
C
P
P
C C Q Q
(
(

|
|
.
|

\
|
+
|
|
.
|

\
|
+ =
=
2
2 1 4 @
(6)
{ }
{ }
{ }
)

|
|
.
|

\
|
+ =
|
|
.
|

\
|
c
c

)

|
|
.
|

\
|
+ =
|
|
.
|

\
|
c
c
=
=
r
wf
r
S omaks
wf
o
r
wf
S omaks
wf
o
P
P
C C
P
Q
P
Q
atau
P
P
C
P
C
Q
P
Q
2 2 1
, 2
4 @
2
1
1
4 @
(7)
sehingga,
Bila disubsitusikan Persamaan (7) ke dalam
persamaan (5), maka diperoleh:
0
2 1
2 1
Pr
2
2
=
)
`

|
.
|

\
|
+

|
|
.
|

\
|
+
=
S
s
r
wf
Pwf
C C
P
P
C C
FE (8)
FE
S
1480145 . 0
71987 . 14
60957 . 12
(9)

o
s
w e w e
w e
J
J
r r r r
r r
FE

) / ln( ) / ln(
/ ln

(10)
)] ( 2 exp[
1
2
1
| |
|
|
o
|
|
.
|

\
|
=
(11)
) 1 )( 1 ( 1
1

ol
S (12)
Dengan mensubsitusikan konstanta C
1
dan C
2

(Tabel 3) untuk faktor skin sama dengan nol, dan
konstanta C
1
dan C
2
untuk suatu harga faktor skin,
maka esiensi aliran untuk suatu harga perbandingan
(P
wf
/P
r
) dapat ditentukan. Plot antara faktor skin
terhadap esiensi aliran dapat dilihat pada Gambar 6.
Analisis regresi non linier terhadap data plot tersebut
diperoleh persamaan esiensi aliran yang merupakan
fungsi faktor skin berikut ini:
Harga esiensi aliran setelah stimulatif pengasaman,
dapat didekati dengan persamaan yang dikembangkan
oleh Muskat 8):
Parameter ditentukan berdasarkan persamaan
yang dikembangkan oleh Schechter dan Gidley 8)
berikut ini:
dimana:
S
ol
adalah kelarutan batuan formasi terhadap
larutan asam dalam satuan % berat, yang ditunjukkan
pada Tabel 4. Dengan diketahui harga perkiraan
esiensi aliran setelah stimulatif pengasaman, maka
perkiraan harga faktor skin dapat ditentukan dengan
Persamaan (9).
159
Analisa Produktivitas Sumur setelah Pengasaman Menggunakan
Persamaan Kurva IPR Aliran Dua Fase (Djoko Akseyanto dan Edward ML Tobing)
VI. VALIDASI PERSAMAAN KURVA IPR
USULAN
Berdasarkan persamaan kurva Inow Performance
Relationship usulan yang telah dikembangkan pada
Persamaan (1), maka perlu dilakukan validasi
terhadap persamaan tersebut. Data uji yang digunakan
dalam validasi tersebut, dibagi dalam 3 (tiga) kategori
yang terdiri dari:
A. Faktor skin = 0, esiensi aliran (FE) = 1 dan
faktor kemiringan Fetkovich (n) = 1
Data hasil uji produksi dan transient tekanan
yang digunakan untuk memvalidasi persamaan
kurva Inflow Performance Relationship usulan
dalam kategori A, mengacu pada makalah yang
dipublikasikan oleh Fetkovich
3)
. Dalam makalahnya,
Fetkovich mengajukan faktor kemiringan n yang
menunjukkan pola aliran yang terjadi di dalam sumur.
Harga n sama dengan satu menunjukkan pola aliran
laminer, sedangkan jika harga n sama dengan
0.5 menunjukkan pola aliran turbulen. Perhitungan
Gambar 4
Plot konstanta C
0
dan C
2
terhadap faktor skin
Gambar 5
Plot konstanta C
1
terhadap faktor skin
Gambar 6
Plot esiensi aliran terhadap
faktor skin pada berbagai (P
wf
/P
r
)
Tabel 3
Harga konstanta C
0
, C
1
dan C
2
Tabel 4
Laju reaksi 15% HCL untuk batuan karbonate
kurva Inow Performance Relationship dilakukan
berdasarkan usulan Persamaan (1), dan dibandingkan
dengan metoda yang dikembangkan oleh Fetkovich
dan Vogel, yang ditunjukkan pada Tabel 5. Hasil
plot antara P
wf
terhadap Q
o
dapat dilihat pada
Gambar 7. Persen perbedaan antara hasil perhitungan

160
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 153 - 163
Q
o
untuk berbagai P
wf
berdasarkan usulan Persamaan
(1) dengan metoda Fetkovich, berkisar pada rentang
5.23% sampai dengan 5.64%. Pada tekanan alir
sama dengan nol, perkiraan laju alir maksimum
berdasarkan persamaan usulan lebih kecil 5.31%
dibandingkan dengan perkiraan laju alir maksimum
dengan metoda Fetkovich.
B. Faktor skin = 0, esiensi aliran (FE) = 1 dan
faktor kemiringan Fetkovich (n) 1
Berdasarkan data hasil uji produksi dan transient
tekanan yang terdapat pada makalah yang di-
publikasikan oleh Comacho
2)
, kemudian digunakan
untuk memvalidasi persamaan kurva Inflow
Performance Relationship usulan dalam kategori B.
Perhitungan kurva Inow Performance Relationship
dilakukan berdasarkan usulan Persamaan (1) dan
dibandingkan dengan metoda yang dikembangkan
oleh Fetkovich dan Vogel. Hasil perhitungan yang
diperoleh ditunjukkan pada Tabel 6, serta hasil plot
antara P
wf
terhadap Q
o
dapat dilihat pada Gambar
8. Persen perbedaan antara hasil perhitungan Qo
untuk berbagai P
wf
berdasarkan usulan Per samaan (1)
dengan metoda Fetkovich, berada pada rentang 0.7%
sampai dengan 3.86%. Pada tekanan alir sama dengan
nol, perkiraan laju alir maksimum berdasarkan
persamaan usulan lebih kecil 3.66% dibandingkan
dengan perkiraan laju alir maksimum dengan metoda
Fetkovich.
C. Faktor skin # 0, esiensi aliran (FE) #1
Mengacu pada data hasil uji produksi dan
transient tekanan yang terdapat dalam makalah
yang dipublikasikan oleh Klins
4)
, maka kemudian
digunakan untuk memvalidasi persamaan kurvaInow
Performance Relationship usulan dalam kategori C.
Perhitungan kurva Inow Performance Relationship
dilakukan berdasarkan usulan Persamaan (1), dan
dibandingkan dengan metoda yang dikembangkan
oleh Standing dan Klins, yang ditunjukkan pada
Tabel 7. Hasil plot antara P
wf
terhadap Q
o
dapat
dilihat pada Gambar 9. Persen perbedaan antara
hasil perhitungan Q
o
untuk berbagai P
wf
berdasarkan
usulan Persamaan (1) dengan metoda Standing,
berkisar pada rentang 0.81% sampai dengan 5.47%.
Pada tekanan alir sama dengan nol, perkiraan laju
alir maksimum berdasarkan persamaan usulan lebih
kecil 3.54% dibandingkan dengan perkiraan laju alir
maksimum dengan metoda Standing.
Tabel 5
Kurva Inow Perfomance Relationship
untuk faktor skin = 0 dan n = 1
Tabel 6
Kurva Inow Perfomance Relationship
untuk faktor skin = 0 dan n = 1.040
VII. PERKIRAAN KURVA IPR SETELAH
STIMULATIF PENGASAMAN
Dengan menggunakan data uji produksi dan
tekanan transient sebelum stimulatif pengasaman
dilakukan serta menggunakan usulan Persamaan (1)
161
Analisa Produktivitas Sumur setelah Pengasaman Menggunakan
Persamaan Kurva IPR Aliran Dua Fase (Djoko Akseyanto dan Edward ML Tobing)
Gambar 7
Plot P
wf
terhadap laju produksi minyak
untuk faktor skin = 0 dan n = 1
Gambar 8
Plot P
wf
terhadap laju produksi minyak
untuk faktor skin = 0 dan n = 1.040
Gambar 9
Plot P
wf
terhadap laju produksi minyak
untuk faktor skin = -3.6 dan FE = 1.6558
pada data uji, kurva Inow Performance Relationship
sumur produksi yang dilakukan stimulatif pengasaman
dari reservoir dengan tenaga dorong gas terlarut atau
aliran dua fasa minyak dan gas dapat diperkirakan.
Anggapan yang diterapkan setelah stimulatif
pengasaman adalah parameter tekanan reservoir tidak
berubah bila dibandingkan dengan tekanan reservoir
sebelum stimulatif pengasaman dilakukan. Langkah
kerja perhitungan adalah mengikuti langkah kerja
perhitungan kurva Inow Performance Relationship
dengan metoda Vogel.
VIII. CONTOH PEMAKAIAN
Sumur L-3 yang terletak di Sumatera Selatan
dilakukan uji produksi dan transient tekanan,
yang jika kemudian hari akan dilakukan stimulatif
pengasaman.
Data uji produksi dan transient tekanan sebelum
pengasaman adalah sebagai berikut:
Tekanan reservoir = 128.0 psig
Tekanan alir dasar sumur = 17.0 psig
Laju produksi minyak = 29.5 STB/hari
Skin faktor = 0.0
Esiensi aliran, FE = 1.0
Porositas batuan = 17.0%
J ari-jari lubang sumur = 0.375 ft
J ari-jari pengurasan = 187.0 ft
Tabel 7
Kurva Inow Perfomance Relationship
untuk faktor skin = -3.6 dan n = 1.6558
Data perkiraan setelah stimulastif pengasaman
J ari-jari penembusan asam = 3.0 ft
Kelarutan formasi = 90.0%

162
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 153 - 163
128 1 0 0
120 0.94 3.43 8.18
100 0.78 11.51 20.96
80 0.63 18.14 31.2
60 0.47 23.31 38.92
40 0.31 27.02 44.11
20 0.16 29.29 46.78
0 0 30.09 46.91
Q
o
, STB/hari
sebelum
Pengasaman
Q
o
, STB/hari
setelah
Pengasaman
P
wf
/P
r
P
wf
(psia)
Tabel 8
Kurva Inow Perfomance Relationship
untuk sumur stimulatif pengasaman
(contoh perhitungan)
Gambar 10
Plot P
wf
terhadap laju produksi minyak
contoh perhitungan
Buat kurva Inow Performance Relationship
sebelum dan sesudah stimulatif pengasaman dari
sumur tersebut.
Penyelesaian:
1. Perbandingan harga tekanan alir dasar sumur
terhadap tekanan reservoir adalah:
8. Untuk harga skin faktor pada langkah 7, hitung
kembali harga C
0
, C
1
, dan C
2
seperti pada
langkah 2, dan didapat
C
0
=0.903631
C
1
=0.138692
C
2
=-0.99671
9. Mengacu hasil yang diperoleh dari langkah
8, kemudian ulangi langkah 3 dan 4 untuk
menghitung Q
o
setelah pengasaman untuk
berbagai harga tekanan alir dasar sumur. Pada
Tabel 8 menunjukkan hasil perhitungan kurva
Inflow Performance Relationship, setelah
pengasaman berdasarkan Persamaan (1), dan
kurva tersebut dapat dilihat pada Gambar 10.
132812 . 0
0 . 128
0 . 17

r
wf
P
P
hari STB
Q
S omaks
/ 918 . 51
) ) 132812 . 0 ( 57357 . 0 ) 132812 . 0 ( 01009 . 0 57966 . 0 (
5 . 29
) (
2 4 @


hari STB Qo
psia P
hari STB Q
psig P
wf
o
wf
/ 51 . 11 ) 78125 . 0 ( 57357 . 0 ) 78125 . 0 ( 01009 . 0 57966 . 0 91809 . 51
, 00 . 100
/ 09 . 30 ) 57966 . 0 ( 91809 . 51
, 0 . 0
2

2. Untuk harga S=0, berdasarkan persamaan (2),


(3), dan (4), maka didapat konstanta sebagai
berikut:
C
0
=0.57966
C
1
=-0.01009
C
2
=-0.57357
3. Berdasarkan konstanta tersebut, maka harga laju
produksi maksimum untuk S =- 4 dapat dihitung
dengan persamaan 1) berikut ini:
4. Selanjutnya berdasarkan harga Qmax@ S =-4
tersebut, maka dapat dihitung laju produksi pada
tekanan alir dasar sumur yang lain, misalnya:
Tabel 8 menunjukkan hasil perhitungan
kurva Inow Performance Relationship, sebelum
pengasaman berdasarkan Persamaan (1) dan kurva
tersebut ditunjukkan pada Gambar 10.
5. Perkiraan kurva Inow Performance Relation-
ship setelah stimulasi dilakukan dengan terlebih
dahulu menghitung faktor porositas batuan
sesudah pengasaman dengan Persamaan (12),
dan di peroleh sebesar 0.917
6. Hitung harga perbandingan permeabilitas ()
dengan Persamaan (11) yang diperoleh se besar
129.62
7. Berdasarkan hasil dari langkah 6, harga esiensi
aliran dapat dihitung dengan Persamaan (10) dan
didapat sebesar 1.497379. Kemudian dengan
menggunakan Persamaan (9), maka harga skin
faktor =- 3.66346.
163
Analisa Produktivitas Sumur setelah Pengasaman Menggunakan
Persamaan Kurva IPR Aliran Dua Fase (Djoko Akseyanto dan Edward ML Tobing)
IX. KESIMPULAN
a. Perki raan kurva Inf l ow Perf ormance
Relationship setelah stimulatif pengasaman dapat
dilakukan, dengan menggunakan persamaan
usulan berdasarkan hasil uji produksi dan
transient tekanan sebelum dilakukan stimulatif
pengasaman, sejauh tekanan reservoir tidak
berubah dan dalam rentang faktor skin mulai
dari -4 sampai dengan +20.
b. Dalam perencanaan stimulatif pengasaman pada
suatu sumur, maka harga faktor skin setelah
stimulatif pengasaman dapat diperkirakan dari
hubungan antara esiensi aliran dengan faktor
skin.
c. Berdasarkan persamaan usulan kurva Inflow
Performance Relationship untuk sumur yang
telah dilakukan stimulatif pengasaman, maka
perkiraan kenaikan laju produksi optimum dapat
ditentukan, yang selanjutnya dapat digunakan
untuk menganalisis nilai keekonomian dari
operasi pengasaman tersebut.
X. DAFTAR SIMBOL
C
0
, C
1
, C
2
=konstanta persamaan Inow Performance
Relationship
FE = Esiensi aliran
J
S
= Produktivitas formasi pada suatu harga faktor
skin, bbl/hari/psi
J
o
= Produktivitas formasi pada harga faktor skin
sama dengan nol, bbl/hari/psi
k = Permeabilitas batuan, mD
kS = Permeabilitas zona altered, mD
n = Faktor kemiringan Fetkovich
P
r
= Tekanan reservoir, psia
P
wf
= Tekanan alir dasar sumur, psia
Q
o
= Laju produksi minyak, STB/hari
Q
max@S=- 4
= Laju produksi minyak maksimum pada
faktor skin=- 4, STB/hari
r
e
= J ari-jari pengurasan, feet
r
s
= J ari-jari penembusan stimulatif pengasaman,
feet
r
w
= J ari-jari lubang sumur, feet
S = Faktor skin
S
ol
= Kelarutan formasi terhadap larutan asam, %
berat
= k
S
/k

1
= Porositas batuan mula-mula, fraksi
= Porositas batuan setelah pengasaman, fraksi
KEPUSTAKAAN
1. Comacho, R.G. and Ragavan, R. , 1987, Inow
Performance Relationships for Solution Gas Drive
Reservoirs, SPE Paper No. 16204
2. Fetkovich, M.J: The Isochronal Testing of Oil
Wells, SPE Reprint Series No.14. Pressure Transient
Testing Method, 1980 Edition.
3. Guo, B. and Lyons, W.C. , 2007,Petroleum
Production Engineering, Elsevier Science and
Technology Books.
4. Klins, M.A. and M.W, Majcher, 1982, Inflow
Performance Relationships for Damaged or Improved
Wells Producing Under Solution Gas Drive, SPE
Paper No. 19852.
5. Reference Manual and Technical Description Eclipse
2005, Schlumberger Eclipse Reservoir Simulation
Software, 2005.
6. Standing, M. B. , September 1971, Inflow
Performance Relationships for Damages Wells
Producing by Solution Gas Drive, J ournal of
Petroleum Technology.
7. Vogel, J.W., J anuary 1968,Inflow Performance
Relationship for Solution Gas Drive Wells, J ournal
of Petroleum Technology.
8. Williams, B.B., Gidley, J. L. and Schechter, R.S.,
1979, Acidizing Fundamentals. Vol 6, Society of
Petroleum Engineers of AIME, Dallas, New York.

164
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 153 - 163
1
INDEKS SUBYEK
Kaji ulang data geosains 125, 126, 128,
131, 132
Kromatogra gas 135, 139
Kurva inow performance relationship 153,
156, 160, 161, 162
Kapasitas adsorpsi CO
2
145
M
Minyak lumas transmisi otomatis (ATF) 107
Mud volcano eruption 117
N
NIR spectroscopy 135
Natural zeolit 145
Na
+
cation exchanger 145
O
Optimasi 125, 126, 127, 128, 134
Optimizing 125
Oil recovery 95, 96, 106
P
Performance 108
Perolehan minyak 95, 96, 102, 103, 105,
106
Polymer injection 95
Penukar kation Na
+
145
R
Reklamasi 117, 118, 119, 120, 121, 122,
123
Remediasi 117, 123
Reclamation 117
Remediation 117
S
Solar 135, 136, 137, 138, 140, 141, 142
Spektroskopi NIR 135, 136, 139, 142
A
Arafura 125, 126, 127, 128, 129, 130, 131,
132, 133, 134
Automatic transmission uid (ATF) 108
Aliran dua fase 153, 154, 155
B
Biodiesel 135, 136, 137, 138, 139, 140, 141,
142, 143
Biosolar 135, 136, 140, 141, 142
C
Cuci lahan 117, 119, 120, 121, 122
CO
2
adsorption capacity 145
D
Diesel 135, 136, 137, 138, 139, 140, 141,
142, 143
E
Eksplorasi 125, 126, 127, 128, 132, 133,
134
Exploration 125
Erupsi lumpur volkano 117, 118
F
Formulasi 107, 109, 110, 111
Formulation 108
G
Geoscience data review 125
Gas chromatography 135
I
Injeksi polimer 95, 965, 102, 103, 104, 105,
106
K
Kinerja 107

2
Soil washing 117, 119, 120, 123
Stimulatif pengasaman 153, 154, 156,
158, 160, 161, 162, 163
Stimulation acidizing 153
T
Two phase ow 153
Z
Zeolit alam 145, 146, 147, 148, 149, 150,
151
1
INDEKS PENULIS
A
Adriany, Roza, Pemanfaatan Zeolit Alam Termodikasi Kation Na
+
untuk Pemanfaatan CO
2
, 46
(3) : 145 - 151
Akseyanto, Djoko Analisis Produktivitas Sumur setelah Pengasaman Menggunakan Persamaan
Kurva IPR Aliran Dua Fase, 46 (3) : 153 - 163
Andriyani, Yayun, lihat, Rosmayati, Lisna, 46 (1) : 9 - 21
Adriany, Roza, Aditif Combustion Booster untuk Mengurangi Emisi Gas Buang Kendaraan
Bermotor dan Potensinya sebagai Penghemat Bahan Bakar Minyak Premium 88, 46 (1) : 43 -
51
C
Candra RB, Richo, lihat, Wibowo, Cahyo Setyo ; Heru S, Bambang , 46 (2) : 61 - 67
D
Desrina, R., Reklamasi Daerah Bencana Semburan Lumpur Melalui Remediasi Cuci Lahan: Suatu
Pandangan Prospektif, 46 (3) : 117 - 123
F
Fuad, Muhammad, Pengembangan Metoda Uji Distilasi Tekanan Vakum ASTM D1160 pada
Pengujian Sifat Penguapan Biodiesel, 46 (2) : 53 - 59
Fibria, Milda, lihat, Hanifuddin, M., 46 (3) : 107 - 115
Fibria, Milda, Formulasi Minyak Lumas untuk Kompresor Udara, 46 (1) : 1 - 7
Fibria, Milda, Pemanfaatan LPG sebagai Bahan Bakar Sepeda Motor dan Karakteristik Minyak
Lumasnya, 46 (1) : 35 -42
H
Heru S, Bambang, lihat, Wibowo, Cahyo Setyo ; Candra RB, Richo, 46 (2) : 61 - 67
Hanifuddin, M, Studi Karakteristik Fisika Kimia dan Semi Unjuk Kerja Minyak Lumas, 46 (3) : 107
- 115
Hasibuan, Hasrul Abdi, Analisis Biodiesel Sawit dalam Biosolar dengan Spektroskopi Near
Infrared, 46 (3) : 135 - 143
Herawan, Tjahjono, lihat, Hasibuan, Hasrul Abdi, 46 (3) : 135 - 143
Hanifuddin, M, lihat, Fibria, Milda, 46 (1) : 1 - 7
I
Isnawati, lihat, Sunarjanto, Djoko, 46 (3) : 125 - 134

2
M
Maymuchar, Kinerja Mesin Penggerak Generator 4,8 KVA Berbahan Bakar Campuran DME-LPG,
46 (2) : 79 - 84
Maymuchar, lihat, Fibria, Milda, 46 (1) : 35 - 42
R
Rosmayati, Lisna, Kajian Komposisi Hidrokarbon dan Sifat Fisika-Kimia LPG untuk Rumah Tangga,
46 (2) : 69 - 77
Rosmayati, Lisna, Rancang Bangun Adsorben Nano Partikel untuk Merkuri Removal, 46 (1) : 9 -
21
S
Sunarjanto, Djoko, Eksplorasi dan Pengembangan Migas Non-Konvensional Ramah Lingkungan,
46 (2) : 85 - 93
Sunarjanto, Djoko, Optimasi Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi dengan Melakukan Kaji Ulang Data
Geosains: Kaji Ulang Blok Arafura, 46 (3) : 125 - 134
Sudarman, lihat, Sunarjanto, Djoko, 46 (3) : 125 - 134
T
Tobing, Edward ML., Peningkatan Perolehan Reservoir Minyak dengan Injeksi Polimer Skala
Laboratorium, 46 (3) : 95 - 106
Tobing, Edward ML., lihat, Akseyanto, Djoko, 46 (3) : 153 - 163
Tobing, Edward ML., Peningkatan Produksi Minyak dengan Injeksi Air pada Lapangan Minyak Q,
46 (1) : 23 - 33
W
Wibowo, Cahyo Setyo, Pengaruh Penambahan Dimethyl Ether pada LPG terhadap Emisi Gas
Buang Hasil Proses Pembakaran Burner Industri Kecil 46 (2) : 61 - 67
Y
Yuliani R., Catur, lihat, Fibria, Milda, 46 (1) : 1 - 7
Yuliani R., Catur, lihat, Hanifuddin, M, 46 (3) : 107 - 115
3
UCAPAN TERIMA KASIH
Kami sampaikan terima kasih kepada Dewan Redaksi, Redaksi, Mitra Bestari yang telah
membantu Penyuntingan pada Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Volume 46 (nomor
1, 2 dan 3)
Dewan Redaksi : - Prof. (R). Dr. Maizar Rahman (Teknik Kimia)
- Ir. E. Jasj, M.Sc. APU. (Teknik Kimia)
- Prof. (R). Dr. Suprajitno Munadi (Geosika)
- Prof. (R). M. Udiharto (Biologi)
- Prof. (R). Dr. E. Suhardono (Kimia Industri)
- Ir. Bambang Wicaksono T.M., M.Sc. (Geologi Perminyakan)
Redaksi : - Dr. Ir. Usman, M.Eng. (Teknik Perminyakan)
- Ir. Sugeng Riyono, M.Phil. (Teknik Kimia)
- Dr. Ir. Eko Budi Lelono (Ahli Palinologi)
- Abdul Haris, S.Si., M.Si. (Lingkungan dan Kimia)
Mitra Bestari : - Prof. Dr. Ir. Septoratno Siregar (Teknik Perminyakan)
- Prof. Dr. R.P. Koesoemadinata (Teknik Geologi))
- Prof. Dr. Wahjudi Wiratmoko Wisaksono (Energi dan Lingkungan)
- Dr. Ir. M. Kholil, M.Kom. (Manajemen Lingkungan)
- Dr. Ir. Bambang Widarsono, M.Sc. (Teknik Perminyakan)
- Ferry Imanuddin Sadikin, S.T., M.E. (Teknik Elektro)
PEDOMAN PENULISAN MAJALAH LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI
UMUM
1. Majalah Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi adalah media yang khusus diperuntukan bagi karya tulis para Peneliti dan Tenaga
Fungsional PPPTMGB LEMIGAS, memuat analisis, kajian dan tinjauan ilmiah mengenai subjek-subjek yang berkaitan dengan industri
minyak dan gas bumi, terutama yang dilakukan oleh PPPTMGB LEMIGAS.
2. Redaksi Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi, secara selektif juga menerima tulisan-tulisan dari para ahli baik perseorangan
ataupun kelompok, baik atas nama pribadi maupun instansi pemerintah/swasta namun lebih berbobot. Hal ini dimaksudkan sebagai
contoh guna mendorong dan meningkatkan mutu para penulis intern LEMIGAS.
STANDAR PENULISAN
1. Bahasa
Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan kaidah/istilah bahasa Indonesia yang telah dibakukan berpedoman
pada: a. Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Lembaga Pembinaan Bangsa. b. Kamus Miyak dan Gas Bumi, terbitan PPPTMGB
LEMIGAS. c Kamus bahasa Inggris.
2. Naskah/Artikel
Judul artikel ditulis pada baris pertama (paling atas), rata kiri (left), memakai huruf besar kecil ukuran 24 points.
- Nama penulis ditulis pada baris kedua di bawah judul artikel.
- Abstrak/Sinopsis/Sari karangan merupakan keharusan ditulis dalam bahasa Indonesia serta bahasa Inggris dan ditetapkan pada
awal artikel/tulisan. Abstrak tidak boleh lebih dari 200 kata.
- Artikel disertai dengan kata kunci yang ditulis dibawah judul artikel.
- Teks artikel diketik dengan komputer (MS Word), di atas kertas putih ukuran A4, dengan jarak baris 1 spasi.
- Sitasi (kutipan) atas pendapat para ahli, disamping dapat dengan dikutip secara verbatim, juga harus diberi nomor urut dengan
hurup arab superscript untuk penjelasannya dalam catatan kaki.
- Catatan kaki ditulis dalam satu halaman sesuai dangan nomor catatan kaki yang bersangkutan. Catatan kaki ditulis horizontal
dengan urutan sebagai berikut: nama pengarang, tahun penerbitan, judul, halaman yang dikutip. Data Publikasi (Kota Penerbitan,
Nama Penerbitan, jumlah halaman).
- Pendahuluan secara ringkas menguraikan masalah-masalah, tujuan, dan pentingnya penelitian. Jangan menggunakan sub- ara ringkas menguraikan masalah-masalah, tujuan, dan pentingnya penelitian. Jangan menggunakan sub-
bab.
- Bahan dan Metode harus secara jelas dan ringkas menguraikan penelitian dengan rincian secukupnya sehingga memungkinkan
peneliti lain untuk mengulangi penelitian yang terkait.
- Hasil disajikan secara jelas tanpa detil yang tidak perlu. Hasil tidak boleh disajikan sekaligus dalam tabel dan gambar.
- Tabel disajikan dalam bahasa Indonesia, dengan judul di bagian atas tabel dan keterangan. Tabel diketik menggunakan program
MS-Excel.
- Gambar, grafk, potret dan lain-lain: semuanya asli, jelas memenuhi syarat untuk peroses pencetakan: serta diberi nomor urut
dan judul.
- Kesimpulan disajikan secara ringkas dengan mempertimbangkan judul naskah, maksud, tujuan, serta hasil penelitian.
- Di samping naskah dan lampiran penunjang seperti gambar/grafk, kirimkan juga disket/CD nya ke redaksi atau melalui e-mail:
darus@lemigas.esdm.go.id
3 Kepustakaan
Kepustakaan adalah daftar literaktur (buku atau non buku) yang dipakai oleh Penulis dalam meyusun naskah/artikel.
Kepustakaan ditulis pada akhir karangan dengan urutan secara alfabetis berdasarkan nama pengarang, seperti contoh sebagai
berikut;
a. Buku
- Satu pengarang
Davis, Gordon B., 1976, Management Information System, Conceptual Foundation Structur and developnet, Me Graw Hill.
- Dua Pengarang
Newman W.H. dan E. Kirby Warren, 1977, The Procces of Management, Concept, Behavior, and Pratice, Pretice-Hall of India
Privat Ltd., New Delhi, hlm. 213.
- Lebih dari tiga pengarang
Bennet J.D., Bridge D. Mcc, Cancron N. R., Djunudin A, Ghazali S. A, Jeffry D.H., Kartawa W., Keats W Rock N.M.S., dan
Thompos S.J 1981, The Geology of the Langsa Quadrange, Sumatra, GRDC, Bandung.
Atau disingkat
Bannet J.D., dkk., 1981. The Geology of the Langsa Quadrangle, Sumatra, GRDC, Bandung.
b. Non buku
- Udiharto M., 1992. Pengaruh Aktivitas Bakteri Termofl terhadap Porositas Batuan, Diskusi Ilmia VII Hasil Penelitian LEMIGAS,
Februari, PPTMG LEMIGAS, Jakarta.
- Weissmann J., Dr.: 1972, Fuel for internal Contribution Engines and Furnace, Report, Inhouse Research, Mei, LEMIGAS, Jakarta.
- Gianita Gandawijaya, 1994,Teknologi GPS, Alat Bantu Navigasi Pesawat Terbang, Kompas, Juli 27, Jakarta.
c. Web sites :
http://www.environmental law net.com. Sebutkan tanggal bulan dan tahun.
WEWENANG REDAKSI
a. Dewan redaksi berhak melakukan penyuntingan atas suatu artikel termasuk mengubah judul artikel.
b. Naskah yang telah diperiksa dewan redaksi dan dianggap perlu perbaikan akan dikirim kembali kepada penulis untuk diperbaiki.
c. Naskah yang tidak bisa dimuat akan dikembalikan kepada penulis.
LAIN-LAIN
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi menerima sumbangan naskah dari penulisan di luar Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS dengan ketentuan isinya memenuhi kriteria standar Majalah Lembaran Publikasi Minyak
dan Gas Bumi

Anda mungkin juga menyukai