Anda di halaman 1dari 14

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA
3.1

Sifat Fisik dan Kimia Produk


PT Asahimas Chemical terdiri dari 3 plant yaitu Chlor Alkali plant (C/A), Vinyl

Chloride Monomer plant (VCM), dan Polyvinyl Chloride plant (PVC). Produk utama
C/A plant berupa soda kaustik cair (NaOH) dan flake (F-NaOH), produk utama VCM
plant berupa 1,2-dichloroethane (EDC) dan vinyl chloride monomer (VCM), produk
utama PVC plant berupa polyvinyl chloride. Produk samping dihasilkan oleh C/A plant
berupa asam klorida (HCl), sodium hipoklorit (NaClO) dan gas hidrogen (H2).
Sifat fisik dan kimia dari produk utama disajikan pada tabel 3.1 dan produk
samping disajikan pada tabel 3.2 berikut :
Tabel 3. 1 Data sifat fisik dan kimia produk utama NaOH, EDC, VCM dan PVC
NaOH

EDC

VCM

Berwarna putih

Tidak berwarna

Menyerap air dan CO2 Stabil terhadap air, alkali,


:

Titik didih : 107,80C

Larut

dalam

alkohol, gliserol

gr

Tahan cuaca lembab

Bentuk

Tahan
minyak

Titik beku : -35,30C


Titik nyala : 13,30C

22

dan
sifat

dielektrik yang baik

air, Titik didih : 820C

stabil

mempunyai

/mL

yang

Densitas (200C) : 1,2528 Titik nyala : -780C

granular

tidak berwarna

Titik beku : -153,7 C

Titik leleh (1 atm) : Larut dalam air


-26,70C

/mL

Titik didih : -13,9 C

Tahan oksidasi

1,5605 gr/mL

gr

aktif

Bubuk berwarna putih


atau

asam atau bahan kimia Densitas (20 C) : 0,9121


(200C)

Densitas

eter
0

dari udara

PVC

Larut dalam alkohol dan

asam

dan

23

Tabel 3. 2 Data sifat fisik dan kimia produk samping HCl, NaClO, dan H2
HCl

H2

NaClO

Tidak berwarna

Tidak stabil pada udara bebas

Gas yang tidak berwarna

Korosif

Pengoksidasi kuat

Densitas : 0,07 gr/mL

Sangat larut dalam air dan

Terdekomposisi

Titik didih : -2530C

alkohol, larut dalam benzena

panas

Tidak mudah terbakar

Densitas uap (00C) : 1,639 gr/L

Densitas

cair

(-850C)

dengan

air

Titik leleh : 180C

gr

1,187 /mL

Titik didih : 1100C

3.2.

Proses Klor-Alkali
Proses klor-alkali merupakan proses pembentukan soda kaustik (NaOH) dan gas

klor (Cl2) dari larutan NaCl yang berasal dari air laut atau larutan garam industri. Larutan
garam dengan kemurnian tinggi dielektrolisis dengan energi listrik menghasilkan soda
kaustik dan gas klor serta asam klorida (HCl) dan gas hidrogen (H2) sebagai produk
samping. Soda kaustik akan dipekatkan untuk dijual sedangkan gas klor akan dialirkan
ke VCM plant sebagai bahan baku pembentukan EDC. Reaksi keseluruhan untuk proses
klor-alkali adalah sebagai berikut:
NaCl(l) + H2O(l) NaOH(l) + H2(g) + Cl2(g)
Reaksi ini merupakan reaksi redoks dimana terjadi reaksi reduksi air menjadi ion
hidroksida dan oksidasi ion klor menjadi gas klorin. Reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut :
Katoda

: H2O + e OH- + H2

Anoda

Total

: H2O + Cl- OH- + H2 + Cl2

Cl- Cl2 + e

E = -0,83 V
E = -1,36 V
E = -2,19 V

Proses klor alkali bisa dilakukan melalui tiga alternatif, yaitu proses sel merkuri,
proses dengan sel diafragma dan proses menggunakan ion exchange membrane
(membran penukar ion).

3.2.1

Proses Sel Merkuri

24

Proses sel merkuri merupakan proses produksi soda kaustik dan gas klorin
dengan menggunakan merkuri sebagai katoda. Proses ini pertama kali ditemukan oleh
H.Y. Castner dan K. Kellner pada tahun 1982 di dekat air terjun Niagara.
Proses sel merkuri terdiri dari dua bagian utama yaitu electrolizer dan
decomposer. Pada electrolizer terjadi proses elektrolisis larutan garam (NaCl) dengan
konsentrasi sekitar 290 g/L menggunakan energi listrik DC pada temperatur sekitar 65 oC.
Proses ini menghasilkan gas klor pada anoda dan logam alkali (sodium) pada perukaan
katoda merkuri. Logam alkali akan terlarut membentuk sodium amalgam. Reaksi yang
terjadi adalah sebagai berikut :
Setengah reaksi anoda

: 2Cl (aq)
Cl2 (aq)

Cl2 (aq) + 2e Cl2 (g)

Setengah reaksi katoda : 2Na + Hg + 2e- Cl2 + eTotal

: 2NaCl (aq) + Hg

Cl2 + 2NaHg

Larutan sodium amalgam dialirkan secara kontinyu ke dalam decomposer


(secondary cell atau denuder) yang berupa short-circuited galvanic cell dimana sodium
amalgam akan dijadikan anoda untuk proses short-circuited iron dalam larutan elektrolit
sodium hidroksida. Air murni diumpankan ke arah larutan sodium amalgam secara
counter-current. Pada proses ini, sodium amalgam akan terdekomposisi membentuk soda
kaustik dan gas hidrogen. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
Setengah reaksi anoda

: Na(Hg)

Na+ + Hg + e-

Setengah reaksi katoda : H2O + e-

OH- + H2

Total

NaOH + H2 + Hg

: Na(Hg) + H2O

Tahapan proses klor-alkali melalui sel merkuri adalah sebagai berikut :

Deklorasi air laut


Keluaran sel akan diasamkan dengan larutan HCl untuk bereaksi dengan
HClO. Selain itu, keluaran sel juga akan mengalami proses deklorasi
sebelum dijenuhkan kembali. Klor sebagai gas buang akan diabsorbsi
dengan larutan NaOH.

Pelarutan garam

25

Air laut keluar dari saturator dalam keadaan panas dan jenuh. Garam
dilarutkan dengan by pass weak brine untuk mencegah terjadinya
kristalisasi garam.

Pemurnian air laut


Sebelum dimasukkan ke dalam sel, garam hasil kristalisasi dengan
kemurnian tinggi disaring terlebih dahulu sedangkan garam yang
mengandung logam berat dimurnikan dengan aliran pembersih.

Elektrolisis
Air laut yang telah diasamkan sampai pH 2,5-5 diumpankan ke dalam sel.
Pada proses elektrolisis, NaOH dan gas klor tidak kontak secara langusng
sehingga NaOH yang dihasilkan memiliki kemurnian tinggi. Gas klor
terbentuk di bagian electrolizer, sedangkan NaOH terbentuk di bagian
decomposer. Merkuri cair sebagai katoda dialirkan di sepanjang tangki
sehingga pada bagian katoda akan terbentuk sodium amalgam. Sodium
amalgam akan terdekomposisi oleh air menjadi larutan NaOH dan gas
hidrogen. Merkuri akan mengendap dan nantinya akan digunakan lagi.

3.2.2

Proses Diafragma
Proses dengan sel diafragma menggunakan diafragma yang membagi sel menjadi

dua kompartmen. Diafragma terbuat dari materi mikropori seperti asbestos atau polimer
sintetik. Umpan berupa larutan NaCl bertemperatur 60-70oC yang dimasukkan dalam
anolit yang akan mengalir melalui diafragma menuju katolit. Ion OH- dijaga pada daerah
katolit dimana sodium hidroksida akan terbentuk.
Pada anoda terjadi reaksi oksidasi ion klorin yaitu sebagai berikut :
Cl- Cl2 + 2e
Sebagian besar gas klorin akan menguap sedangkan sisanya akan mengalami
reaksi sebagi berikut :
Cl2 + OH- Cl- + HOCl
HOCl H+ + OClKedua reaksi diatas menunjukkan bahwa konsentrasi ion hidrogen berpengaruh terhadap
kelarutan klorin. Pada keadaan normal, derajat pH berkisar antara 3-4.

26

Sedangkan, pada katoda terjadi reaksi pelepasan ion hidrogen (H +) dari larutan alkali
sehingga terbentuk gas hidrogen dan larutan NaOH, serta terjadi reaksi reduksi HOCl
menjadi Cl-.
Pada katoda terjadi reaksi pelepasan ion hidrogen dari larutan alkali sehingga
terbentuk gas hidrogen dan larutan NaOH. Reduksi HOCl menjadi Cl - juga terjadi di
katoda. Reaksi tersebut adalah sebagai berikut :
2H+ + OH- H2 + OH- + 2e
Ketinggian permukaan cairan pada anoda dan katoda agar larutan NaCl dapat
mengalir ke katoda. Sel diafragma selektif terhadap NaOH agar tidak mengalir ke anoda
dan bereaksi membentuk NaClO dan NaClO 3. NaOH dan NaCl akan terbentuk pada
katoda dengan komposisi campuran masing-masing 10-12% dan 14-16%. Produk NaOH
yang dihasilkan dari proses ini merupakan larutan NaOH 50% yang terkontaminasi oleh
NaCl 1,3%.
Metoda ini mampu dilakukan pada tegangan tinggi tetapi sodium hidroksida yang
terbentuk akan terkontamnasi oleh klorida. Evaporasi dan kristalisasi dapat dilakukan
untuk menghilangkan sodium klorida tetapi proses menjadi lebih mahal sehingga
mengurangi keekonomisan proses. Sel bertegangan rendah lebih menguntungkan, namun
hambatan elektrik dari diafragma akan menambah beda potensial.
Sel elektrolisis yang menggunakan prinsip sel diafragma adalah sel dow, sel alkali
diamond dan sel diafragma hooker. Perbedaan antara tiap sel terdapat pada besar arus,
letak anoda dan katoda serta bentuk sel.
3.2.3

Proses Membran
Proses membran penukar ion (ion exchange membrane) merupakan proses

yang

paling baik karena bebas polusi dan membutuhkan beban listrik rendah sehingga ramah
lingkungan dan hemat energi. Proses ini yang digunakan oleh PT Asahimas Chemical
dengan teknologi yang telah dikembangkan oleh Asahi Glass Co. Ltd. dari Jepang.
Proses membran tidak seperti proses diafragma, membran berfungsi untuk
mencegah aliran hidrodinamik dan mengizinkan transfer kation dengan cara migrasi
kation. Membran mampu melakukan proses pemisahan yang hampir sempurna antara
katolit dan anolit. Membran hanya bisa dilalui kation dan kation hidrat, tetapi tidak dapat
dilewati ion Cl-. Ion OH- tidak dapat sepenuhnya dicegah untuk tidak melewati membran.

27

Konsentrasi tinggi alkali pada katoda memicu difusi OH - yang mengakibatkan terjadinya
pembentukan hipoklorit dan reaksi anodiknya. Efek dari proses ini dapat dilihat dari
kandungan oksigen dalam klorin.
Pada proses ini, larutan garam diumpankan pada bagian anoda sedangkan air demin
diumpankan ke bagian katoda sel. Ion Cl- akan berada pada bagian anoda sedangkan ion
Na+ akan mengalir melewati membran ke bagian katoda. Pada katoda akan terbentuk
NaOH dan gas hidrogen sedangkan gas klorin akan terbentuk pada bagian anoda.
Kemurnian produk NaOH yang dihasilkan adalah sebesar 32%-wt.
3.3 Proses VCM dan EDC
VCM merupakan salah satu komoditas bahan kimia yang paling penting
mengingat VCM merupakan bahan baku PVC (monomer PVC) dimana penggunaan PVC
sangat luas di dunia. Sintesis VCM pertama dilakukan oleh V. Regnault pada tahun 18301834 melalui proses dehidroklorinasi 1,2-dikloroetan dengan alcoholic potash. Pada
tahun 1902, Blitz memperoleh VCM melalui perengkahan termal dari komponen yang
sama. Pada tahun 1912, Klatte memperoleh VCM melalui proses hidroklorinasi katalitik
dari asetilen. Proses ini membutuhkan energi yang tinggi sehingga dibutuhkannya
pencarian proses baru.
Pada tahun 1940-1950, asetilen bisa diganti oleh etilen, dimana VCM akan
diperoleh melalui proses direct chlorination dari EDC dan perengkahan termal. Produksi
pertama dikonstruksi oleh Dow Chemical Co., Monsanto Chemical CO. Dan the Shell
Oil Co. Pada tahun 1955-1958, proses oksiklorinasi EDC bisa dilakukan secara skala
besar sehingga proses ini dijadikan proses utama. Sejak itu, mayoritas pabrik dibangun
secara terintegrasi, dimana terdapat proses direct chlorination EDC, oxychlorination
EDC serta pembentukan VCM dari EDC.
3.3.1

Proses Pembentukan VCM

3.3.1.1 Proses Pembentukan VCM dari Asetilen


Proses pembuatan VCM dari asetilen adalah pereaksian antara asetilen dengan
asam klorida (HCl) dibantu oleh katalis HgCl 2. Reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut :
C2H2 + HCl

C2H3Cl

Ho298 = -99,2 KJ/mol

28

Asetilen dan asam klorida dicampur dan diumpankan dengan recycle gas ke dalam
reaktor. Gas keluar reaktor akan dikompresikan dan diumpankan ke tower pertama
dimana mayoritas VCM dikeluarkan dalam fasa cair dari bottom tower. Mayoritas
overhead product (HCl, C2H2 dan C2H3Cl) di daurulang ke dalam reaktor. Untuk
menghilangkan gas inert, bagian kecil dari aliran recycle dibilas dengan heavies, seperti
1,1-dikloroetan yang terbentuk dari penambahan HCl ke VCM - untuk recover VCM dan
asetilen.
Pada tower kedua, VCM dimurnikan dan diambil pada baigan atas. Heavies
dikirimkan untuk proses stripping pada kolom heavies dan dibuang kelalui bottom untuk
diinsinearsi. Overhead tower berupa asetilen dan VCM akan diresirkulasi pada bagian
suction kompresor agar recovery produk maksimal.
Proses ini dapat dilakukan pada fasa cair maupun fasa gas tetapi mayoritas proses
pada industri dilangsungkan pada fasa gas. Reaktan dalam fasa gas dikontakkan dengan
katalis pada tekanan 0,1-0,3 mPa dan temperatur 100-250oC selama 0,1-1 detik. Setelah
itu, gas didinginkan mendadak dan dilikuifikasi sebagian. Produk reaksi dipisahkan,
didaur ulang atau dikirimkan untuk pemurnian akhir. Konversi asetilen sekitar 95-100%.
Umpan asetilen menuju reaktor harus terbebas dari pengotor yang bisa merusak
katalis seperti sulfur, fosfor dan komponen yang mengandung arsen. Hidrokarbon tidak
jenuh harus diminimalisir dari kandungan umpan karena akan menonaktifkan katalis.
Selain itu, asam klorida harus bebas klorin untuk mencegah terjadinya ledakan dan tidak
boleh mengandung hidrokarbon yang terklorinasi karena dapat merusak katalis.
Perbandingan molar umpan, bervariasi dari ekuimolar sampai sepuluh kali ekses HCl,
tergantung dari performansi katalis.
Proses hidroklorinasi asetilen dulunya banyak digunakan ketika asetilen diproduksi
dari kalsium karbida yang terkandung pada batu bara. Besarnya produksi polimer yang
mengandung etilen mengakibatkan dicarinya bahan baku baru yaitu gas alam, nafta dan
minyak gas. Bahan baku gas alam lebih mahal dari batu bara, mengakibatkan etilen
berharga tinggi. Selain tidak menguntungkan secara ekonomi, proses hidroklorinasi
asetilen tidak seimbang pada sisi klorin karena sumber klorida hanya didapat dari asam
klorida.

29

3.3.1.2 Proses Pembuatan VCM dari 1,2-dikloroetan (EDC)


Proses pembuatan VCM dari EDC merupakan reaksi fasa gas tanpa menggunakan
katalis. Reaksi ini terjadi melalui mekanisme rantai radikal bebas orde satu, yaitu dimulai
dari pemutusan homolitik dari ikatan C-Cl. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
C2H4Cl2 ClCH2-C.H2 + Cl.
Cl. + C2H4Cl2 ClCH2-C.HCl + HCl
ClCH2- C.HCl C2H3Cl + Cl.
Cl. + C2H4Cl ClCH2- C.HCl + HCl
Proses terminasi terjadi melalui rekombinasi (reaksi kebalikan dari inisiasi) atau tabrakan
dengan dinding.
Produk samping dari perengkahan EDC terdiri dari dua jenis yaitu pengotor
volatile dan tar atau coke. Pengotor volatile terdiri dari etilen, asetilen, vinylasetilen, 1,3butadien,

2-kloro-1,3-butadien,

benzena,

klorobenzena,

1,2-dikloroetilen,

1,1-

dikloroetilen, 1,1-diklorotean, 1,1,1-trikloroetan, 1,1,2-trikloroetan, metil klorida, metilen


klorida, kloroform dan tetraklorometan.
Deskripsi proses perengkahan dimulai dari EDC murni diumpankan ke
evaporator pada bagian atas cracking furnace. Fasa gas dipisahkan dari cairan dan
dialirkan ke zona perengkahan. Setelah melewati zona perengkahan pada furnace, gas
didinginkan dan dilakukan proses quenching. Asam klorida dipisahkan dari campuran
produk melalui proses distilasi pertama dan dilarikan kembali ke proses oxy-EDC atau
digunakan untuk tujuan lain seperti hidroklorinasi metanol. VCM didistilasi pada tower
kedua dan diambil sebagai produk atas. VCM bisa dibilas dengan kelarutan kaustik untuk
menghilangkan asam klorida dan EDC.
Produk bawah dari kolom VCM akan dipurifikasi melalui dua tahap distilasi.
Pertama, pengotor bertitik didih rendah dihilangkan pada kolom light, dilanjutkan dengan
pemisahan EDC dari heavies pada tower terakhir. Hasil purifikasi EDC didaur ulang
menuju cracking furnace.

30

3.3.1.3 Proses Pembuatan VCM dari Etilen


Proses klorinasi etilen dan oksiklorinasi merupakan proses eksotermik. Beberapa
cara dilakukan untuk menggabungkan satu atau kedua reaksi dengan reaksi perengkahan
EDC yang sifatnya endotermik dengan produksi VCM secara langsung dengan klorinasi
temperatur tinggi atau oksiklorinasi etilen. Beberapa proses sudah dipantenkan yaitu
sintesis VCM secara langsung dari etilen dan klorin atau asam klorida pada temperatur
300-600oC.
Pada proses direct chlorination, ekses etilen sering digunakan untuk mengurangi
pembentukan produk samping. Proses lain menggunakan dua zona reaksi atau
menggunakan fluidized bed inert sebagai media transfer panas. Asam klorida terbentuk
bisa dikonsumsi pada unit oksiklorinasi yang terpisah.
Jika proses oksiklorinasi etilen dilakukan pada temperatur di atas 350oC, VCM
dalam jumlah besar bisa didapatkan. Seperti proses oxy-EDC, logam polivalen
digunakan sebagai katalis. Naun, katalis yang memiliki penyangga berluas area kecil
seperti alumina lebih disarankan karena katalis dengan luas permukaan tinggi
mengakibatkan cepatnya proses coking dan terdeaktivasi oleh pembentukan polimer pada
temperatur yang lebih tinggi. Tingginya temperatur juga dapat mengakibatkan turunnya
perolehan karena adanya oksidasi etilen menjadi CO dan CO 2. Umpan oksigen dibawah
rasio stoikiometrik dibutuhkan untuk mengontrol reaksi samping yang tidak diinginkan.
Pada umumnya, rute direct sulit dikontrol dan dioperasikan, memiliki selektivitas
rendah karena etilen, VCM, klorin dan asam klorida mengalami reaksi adisi dan
eliminasi pada temperatur tinggi. Produk samping dari proses direct bertemperatur tinggi
adalah dikloroetilen, trikloetilen dan tetrakloroetilen. Perolehan VCM kecil dan
pembuangan produk samping tinggi mengakibatkan implementasi proses ini di industri
kurang.
3.3.1.4 Proses Pembentukan VCM dari Etana
Banyak cara dilakukan untuk mengkonversi etana menjadi VCM. Jika proses ini
berhasil, biaya proses akan berkurang karena etana tidak perlu direaksikan menjadi etilen
terlebih dahulu. Konversi etana menjadi VCM dapat dilakukan melalui beberapa rute :
1. Klorinasi temperatur tinggi
C2H6 + 2Cl2 C2H3Cl + 3HCl
2. Oksiklorinasi temepratur tinggi

31

C2H6 + HCl + O2 C2H3Cl + 2 H2O


3. Klorinasi oksidatif temperatur tinggi (kombinasi 1 dan 2)
2 C2H6 + 3/2 O2 + Cl2 C2H3Cl + 3H2O
Kelemahan etana jika dibandingkan dengan etilen adalah kurangnya fungsi
molekuler. Etilen mudah dilakukan adisi klorin sedangkan etana harus terlebih dahulu
dilakukan reaksi substitusi yang meningkatkan variasi reaksi rantai samping. Reaksi
tersebut harus dikontrol secara kinetik agar mendapatkan perolehan VCM maksimal.
Konversi harus dikorbankan karena kondisi termodinamik dapat mengakibatkan
terbentuknya produk stabil seperti tetrakloroetilen. Pada reaksi oksiklorinasi, konversi
etana dapat mencapai lebih dari 96% dengan batuan katalis tertentu dan kondisi yang
optimum. Perolehan VCM 20-50% dan produk samping terdiri dari etilen, etil klorida
dan EDC.
Proses berbasis etana telah dikembangkan berdasarkan alur reaksi sebagai
berikut:
1. Klorinasi etana panas pemisahan VCM oksiklorinasi etilen residu dan
kloroetana agar menambah perolehan VCM
2. Klorinasi termal etana menjadi etil klorida oksiklorinasi tanpa pemisahan
dari asam klorida menjadi VCM
3. Klorodehidrogenasi etana menjadi etilen dan asam klorida oksiklorinasi
menajdi EDC perengkahan termal menjadi VCM

3.3.2

Proses Pembentukan EDC

3.3.2.1 Direct Chlorination Etilen pada Fasa Cair


Pada proses direct chlorination, etilen dan klorin umumnya direaksikan pada fasa
cair (EDC sebagai kontrol temperatur) dan dengan keberadaan katalis asam Lewis, yang
utama besi(III)klorida. Reaksi direct chlorination adalah sebagai berikut :
C2H4 + Cl2 C2H4Cl2

Ho298=220 kJ/mol

Untuk menghindari masalah pada pemurnian produk, sebisa mungkin etilen yang
digunakan memiliki kemurnian tinggi. Kandungan propana atau propena harus dikontrol
untuk mencegah pembentukan kloropropana dan kloropropena yang sulit dipisahkan dari
EDC melali proses distilasi.
Pada banyak proses, reaktan diumpankan dengan jumlah sesuai stoikiometrik atau
sedikit ekses klorin. Perbandingan ini menyederhanakan alat proses karena ekses etilen,
yang dulunya sering digunakan, mengakibatkan dibutuhkannya yang rumit dan alat yang

32

diletakkan setelah reaktor untuk mencegah kehilangan etilen di off-gas.Katalis yang


umumnya digunakan adalah tembaga, bismut, tin,telurium klorida dan besi klorida yang
paling luas digunakan.
Dua variasi proses fundamental terdiri dari low-temperature chlorination (LTC)
dan high-temperature chlorination (HTC). Pada proses LTC, etilen dan klorin bereaksi
dalam larutan EDC pada temperatur 20-70oC, dibawa titik didih EDC. Produk samping
yang terbentuk berjumlah sedikit. Namun, energi yang dibutuhkan lebih besar jika
dibandingkan dengan proses HTC karena steam dibutuhkan pada proses pemurnian EDC
pada seksi purifikasi. Konversi dapat mencapai 100% dengan selektivitas klorin dan
etilen sebesar 99% memungkinkan.
Pada proses HTC, gas klorin dan etilen diumpankan dan dicampur dalam reaktor
yang juga disupply dengan EDC kering dari proses oksiklorinasi atau EDC daur ulang
dari seksi VCM. Reaksi klorinasi dilakukan pada temperatur 85-200 oC dimana pada
umumnya reaksi dilangsungkan pada 100oC. Panas reaksi digunakan untuk distilasi EDC.
Lights diambil dari atas reaktor dan etilen dikondensasi serta didaurulang. Pada bagian
kondensasi, VCM dipisahkan dan bisa diproses dengan VCM hasil perengkahan EDC.
Sisa vent gas diinsinerasi.
EDC murni diambil dan dikondensasi sedangkan produk samping heavies
dipisahkan untuk dimurnikan dan dikirimkan untuk diinsinerasi. Pada beberapa
rancangan, reaktor dipisahkan dari tower distilasi sedangkan di rancangan yang lain, dua
tower digunakan untuk pemisahan light component dan EDC. Absorpsi padatan
digunakan untuk penghilangan besi klorida.
3.3.2.2 Oxyhydrochlorination Etilen pada Fasa Gas
Pada proses oksiklorinasi, etilen dan asam klorida direaksikan dengan oksigen
dibantu dengan katalis logam. Pada sebagian kasus, garam tembaga digunakan pada
temperatur lebih dari 200oC. Reaksi keseluruhan ada sebagai berikut :
C2H4 + 2HCl + O2 C2H4Cl2 + H2O

Ho298= -295 kJ/mol

Etilen dan asam klorida dipanaskan dan diumpankan dengan oksigen ke dalam reaktor.
Gas panas reaksi didinginkan mendadak yag menghasilkan larutan HCl yang didapat
dibersihkan secara terpisah melalui proses stripping atau digunakan pada proses kloralkali. Gas yang keluar dari quencher tower didinginkan oleh alat penukar panas dan fasa

33

organik dicuci dengan larutan NaOH untuk membersihkan kloral. Off-gas dibuang
setelah dikondensasi atau scrubbing atau dikompresi dan di daur ulang (jika oksigen
murni yang digunakan).
Proses ini biasa dilangsungkan pada temperatur 200-300 oC dengan tekanan
operasi antara 0,1-1,0 MPa, umumnya pada 0,4-0,6 MPa. Konversi HCl dan etilen antara
93-97% dan didapat antara waktu kontak 0,5-40 detik dengan selektivitas EDC antara
91-96%.
Produk samping dari oksiklorinasi etilen adalah monokloroetan yang terbentuk
dari penambahan HCl terhadap etilen, VCM yang terbentuk dari perengkahan EDC,
1,1,2-trikloroetana dan produks amping lain yang terbentuk dari hasil perengkahan yang
lain atau produk hasil reaksi substitusi. Pada beberapa pabrik, produk samping seperti
kloroetana dan 1,1,2-trikloroetana di-recovery dan dijual atau digunakan untuk proses
klorinasi hidrokarbon seperti produksi 1,1-dikloroetilen dan klorinolisis.
Etilen sebagai umpan dicari dengan tingkat polimerisasi terbaik untuk
meminimalisir pembentukan produk samping dan memperkecil masalah pemurnian.
Sebagian besar proses menggunakan HCl dari hasil perengakahan EDC. Kandungan
asetilen yang berasal dari perengkahan VCM harus dikontrol karena asetilen cenderung
membentuk produk samping dan tar yang terklorinasi tinggi yang dapat mengakibatkan
deaktivasi katalis karena terjadi proses coking.
Katalis standar adalah garam tembaga (II), umumnya kuprik klorida. Pada banyak
kasus, alkali, alkali tanah atau alumunium klorida ditambahkan untuk mengurangi
volatilisasi dari garam cuprik. Garam ini membentuk campuran eutetik yang mengurangi
titik leleh. Pengurangan titik leleh menguntungkan untuk laju reaksi. Kuprik klorida
umumnya ditambahkan pada konsentrasi 3-12%-wt sedangkan garam alkali ditambahkan
hampir dua kali lipat untuk mendapatkan rasio alkali : tembaga adalah 2:1.
Desain reaktor yang cocok untuk proses ini adalah reaktor unggun tetap atau
reaktor unggun terfluidisasi. Namun, karena reaksi oksiklorinasi merupakan reaksi
eksotermik, kontrol temperatur menjadi masalah dalam sistem unggun tetap. Reaktor
unggun terfluidisasi memiliki keuntungan pada sisi transfer panas dan operasi isotermal.
Konversi HCl >98% mungkin terjadi dengan umpan dibuat mengandung oksigen (1080%) dan etilen berlebih (<60%). Keuntungan utama reaktor unggun terfluidisasi adalah
reaksi bisa dijalankan sampai batas ledakan sehingga kontrol umpan tidak terlalu penting.

34

Reaktor yang terintegrasi dengan siklon digunakan pada keluaran agar menghalang
katalis dan mengembalikannya ke pada zona reaksi.
3.4

Proses PVC
Pembentukan PVC dilakukan melalui proses polimerisasi VCM. Tahapan

pembuatan PVC adalah sebagai berikut :

Tahap Persiapan
VCM dilarutkan ke dalam pelarut (umumnya air) dan ditambahkan zat-zat
seperti stabilisator dan inisiator untuk mempercepat inisiasi reaksi
polimerisasi.

Tahap Proses
Proses polimerisasi terjadi dalam bejana tekan dengan kondisi operasi yang
disesuaikan pada tipe proses.

Tahap Akhir
Polimer yang terbentuk dipisahkan dari pengotor. Proses pemisahan dapat
dilakukan dengan penambahan asam, penyemprotan atau pengeringan.

3.4.1

Proses Emulsi
Pembentukan PVC melalui proses emulsi dilakukan dengan mencampurkan VCM

dengan air, stabilizer (sabun), inisiator dan lain-lain dalam reaktor. Monomer akan
teremulsi ke dalam soap micelle sedangkan inisiator akan terurai menjadi radikal bebas
dan berdifusi ke dalam soap micelle. Setelah itu, proses polimerisasi dari VCM menjadi
PVC akan berlangsung. Produk terbentuk dalam bentuk lateks dengan ukuran partikel
0,1-2,0 m.
PVC yang dihasilkan melalui proses emulsi masih mengandung banyak pengotor
yang mempengaruhi sifat dan stabilitas polimer. Namun, proses ini dapat berlangsung
cepat pada suhu yang relatif rendah. PVC melalui proses emulsi tidak dapat digunakan
sebagai isolasi listrik karena memiliki daya tahan listrik yang rendah tetapi hanya dapat
digunakan pada produk-produk tertentu seperti pasta untuk coating.
3.4.2

Proses Suspensi

35

Proses suspensi adalah proses dispersi VCM ke dalam air. Stabilizer (talc atau
bentonite) dan inisator ditambahkan ke dalam suspensi. Ukuran partikel yang didapat
adalah antara 0,5-2 m. PVC melalui proses suspensi memiliki kemurnian yang lebih
tinggi dan warna yang jauh lebih jernih jika dibandingkan dengan PVC yang diperoleh
melalui proses emulsi. Selain itu, ketahanan listrik PVC jenis ini lebih baik sehingga
dapat menjadi isolator listrik.
3.4.3

Proses Bulk (Massa)


Proses bulk sebagai salah satu cara pembentukan PVC dikembangkan oleh

Pechiney Saint Gobain pada tahun 1963. Pada tahun yang sama, Pechiney Saint Gobain
juga melakukan proses bulk secara komersial. Proses ini tidak menggunakan suspending
agent atau emulsifier sehingga kemurnian PVC yang dihasilkan lebih tinggi. Ukuran
partikel yang dihasilkan melalui proses bulk lebih besar, yaitu antara 100-150 m.
3.4.4

Polimerisasi Suspensi
VCM berwujud gas pada temperatur ruang dan dapat diencerkan dengan

memberikan tekanan. VCM beracun dan eksplosif bila terkena udara sehingga harus
disimpan pada tangki bertekanan. VCM stabil dan mudah terpolimerisasi tetapi proses
polimerisasi dengan kontaminasi oksigen harus dihindari karena dapat membentuk
produk samping vinyl chloride polyperoxide. Namun, kontaminasi oksigen sulit dihindari
sehingga dibutuhkan stabilizer agar tidak terjadi oksidasi monomer dan polimerisasi.
Stabilizer juga berguna untuk stabilisasi VCM yang terkontaminasi agar tidak
terpolimerisasi.
Proses polimerisasi suspensi dilakukan dengan dispresi VCM cair dalam air
demineral dan bahan lain seperti kulit pelindung, buffer, initiator dan VCM dengan berat
masing-masing 3,5 kg, 0,7 kg, 1,5 kg, 3500 kg dalam air 5000 kg. Reaktor berjaket
dipanaskan sampai mencapai suhu polimerisasi dengan campuran steam dan air sebagai
pemanas. Proses polimerisasi berlangsung pada suhu rendah dan meningkat sepanjang
proses karena reaksi ini merupakan reaksi eksotermis.

Anda mungkin juga menyukai