Anda di halaman 1dari 15

Lichen planus

Lichen planus merupakan kelainan inflamasi yang umum muncul pada kulit,
membran mukosa, kuku dan rambut. Lesi yang tampak pada lichen planus-like atau
dermatitis lichenoid tampak seperti ketombe, beralur halus, kotoran yang kering dari tumbuhtumbuhan simbiosis yang dikenal sebagai liken. Walaupun morfologi ini mungkin sulit untuk
dibandingkan, liken planus merupakan suatu kesatuan yang khusus dengan bentuk papul
lichenoid yang menunjukkan warna dan morfologi yang khusus, berkembang di lokasi
yang khas, dan pola perkembangan karakteristik yang nyata. Empat P : purple, pruritic,
polygonal dan papule, adalah gejala klinis yang dapat dicari untuk membantu menegakkan
diagnosis liken planus.
Epidemiologi
Insidensi pasti dan prevalensi dari liken planus belum diketahui. Tapi secara umum
prevalensinya dipercaya sekitar 1% dari populasi pada umumnya. Diperkirakan prevalensi
liken planus sekitar 0,14% hingga 1,27% dilaporkan diseluruh dunia dan sekitar 0,44% di
Amerika serikat. Keterkaitan rasial tidak pernah diobservasi sebelumnya.
Pada sekitar dua pertiga kasus yang muncul sekitar usia antara 30 dan 60 tahun
beberapa tahun belakangan. Tidak ada keterkaitan seksual yang telah dibuktikan. Wanita
biasanya terkena pada usia 50 tahunan, sedangkan pria mengalami lichen planus pada usia
yang lebih muda. Penyakit ini lebih jarang dijumpai pada usia tua dan pada usia muda.
Temuan lichen planus bisa dikaitkan dengan musim dan faktor lingkungan.
Lebih kurang dari 100 kasus lichen planus familial telh dilaporkan. Temuan liken
planus familial cenderung lebih berat dan tampak adanya bentukan erosi, linier, ataupun
tampakan ulseratif atau dengan tampakan atipikal menyerang dewasa muda dan anak-anak.
Beberapa mempercayai bahwa bentuk familial merupakan suatu dermatosis yang unik.
Etiologi dan patogenesis
Telah terbukti bahwa mekanisme imunologi spesifik mempengaruhi kemunculan dari
liken planus, dimana perubahan patologik terkait sel T yang mempengaruhi proinflamasi dan
mekanisme fungsi kontraregulasi yang menjadi patogenesis kemunculan lichen planus. Tidak
terlihat adanya perubahan imunoglobulin yang konsisten pada lichen planus dan imunitas
humoral kemungkinan besar merupakan respon sekunder dalam imunopatogenesis.

Imunitas terkait sel memegang peranan penting dalam pembentukan tampakan klinis dari
penyakit ini. Kedua sel T CD4 dan CD8 ditemukan pada lesi kulit pada lichen planus.
Progresifitas penyakit bisa dikaitkan dengan akumulasi dari sel CD8. Mayoritas limfosit pada
infiltrat lichen planus merupakan CD8 dan CD45RO positive cell dan ekspresi alfa-beta T
cell receptor (TCR). Sel-sel tersebut diperkirakan bertanggung jawab dalam terbentuknya
sebagian besar proses perubahan pada reaksi likenoid, yang dikenal dengan apoptosis. Proses
inflamasi yang mengarah pada apoptosis merupakan hal yang kompleks dan masih belum
dipahami secara utuh. Interaksi epitel-limfosit bisa dibagi menjadi 3 kelas utama: (1)
pengenalan antigen, (2) aktivasi limfosit, dan (3) apoptosis keratinosit.
a. pengenalan antigen spesifik
Telah dibuktikan bahwa mayoritas sel T pada infiltrat lichen planus adalah
limfosit sitotoksik CD6 yang teraktivasi. Bukti dari lichen planus oral menunjukkan
bahwa sel T CD6 lesional ini menandai lichen planus spesifik antigen terkaid dengan
kompleks histokompatibiliti mayor (MHC) kelas I pada keratinosit yang mengalami
lesi. Asal dari antigen ini masih belum diketahui. Secara teoris, antigen bisa jadi
merupakan autoreactive peptide, sehingga lichen planus dapat diklasifikasikan
sebagai penyakit autoimun.
Peran sel T helper (CD4) pada patogenesis likep planus belums secara utuh
diketahui. Sel T bisa teraktivasi oleh APC (antigen presenting cell) seperti sel
langerhans, sel dendritik, atau sel aksesori seperti keratinosit epiderminal. Limfosit T
helper bisa juga mempengaruhi limfosit CD8 sitotoksik melewati selular dan
mengeluarkan sitokin.
Asal dari stimulasi antigen tidak diketahui. Bahan kontak yang sensitif seperti
besi, bisa menjadi hapten dan menimbulkan respon alergi. Kemunculan reaktivitas
limfosit terhadap merkuri inorganik, sebuah komponen pada dental amalgam, telah
dilaporkan pada pasien dengan reaksi oral likenoid. Paparan kronis tingkat rendah
terhadap merkuri dan kemungkinan terhadap bahan metal lain, seperti emas, bisa
menstimulasi reaksi limfosit yang bermanifestasi sebagai lichen planus. Peran infeksi
pada peningkata angka kejadian liken planus telah meningkat dari tahun ke tahun.
Walaupun secara provokatif, tidak ditemukan adanya bukti bahwa liken planus secara
biomolekular terkait dengan infeksi ataupun penyakit-penyakit seperti sifilis, herpes

simpleks virus 2, HIV, amebiasis, chronic bladder infection, HCV, Helicobacter


pylori, ataupun HPV.
b. Aktivasi limfosit sitotoksik
Terkait dengan presentasi antigen, sel T CD8 diaktifkan. Aktivasi limfosit
sitotoksik pada jaringan lesi oligoclonal dan monoclonal proliferasi yang ditandai
dengan adanya TCR gama.
Aktivasi limfosit, baik dengan helper subset (Th1 dan Th2) dan sel supressor
sitotoksik, pengeluaran mediator larut air (sitokin dan kemokin), seperti interleukin
(IL)-2, IL-4, IL-10, IFN, gama, TNF alfa, dan TGF beta, yang menarik limfosit dan
meregulasi aktivasi biologisnya pada epitelium. Sitokin-sitokin pro dan anti inflamasi
diproduksi secara umum dan simultan. Keseimbangan antara aktivasi limfositik dan
down regulation menentukan tampakan klinis dari penyakit. IFN gama yang
diproduksi oleh sel T helper selama proses pengenalan antigen menginduksi
keratinosit untuk menghasilkan limfotoksin alfa dan TNF alfa, dan upregulasi MHC
kelas II, yang meningkatkan interaksi dengan sel T helper. Lebih jauh, IFN gama
meng upregulasi ekspresi dari adhesi interseluler molekul-1 dan adhesi sel vaskular
molekul-1 oleh basal keratinosit, sel Langerhans, dan sel dendritik makrofag yang
lain. IFN gama dan IL-4 meningkat pada saliva pada oral lichen planus.
c. Keratinosit apoptosis
Mekanisme pasti yang digunakan sel T sitotoksik teraktivasi yang mentrigger
apoptosis dari keratinosit belum sepenuhnya diketahui. Mekanisme yang mungkin
antara lain adalah: (1) sel T mensekresikan TNF alfa yang kemudian berikatan dengan
TNF alfa R1 reseptor di permukaan keratinosit (2) permukaan sel T CD95L berikatan
dengan CD95 pada keratinosit, dan (3) sel T mensekresikan granzyme B memasuki
keratinosit via pori-pori perforin induced membran. Pada lichen planus, granzyme B
mencetuskan epidermal lesi.
Manifestasi klinis
Lesi kutaneus
Lesi kutaneus klasik pada lichen planus adalah jejas kemerahan hingga keunguan,
punck rata, papul poligonal, kadang membentuk tampakan central umbilicated. Papul-papul

membentuk grup dan membentuk tampakan skuama tipis, transparan, dan berlapis bisa
ditemukan pada puncak lesi. Puncta berwarna putih yang mengarah pada striae Wich-hann
bisa ditemukan pada permukaan papul yang terdiferensiasi baik. Hal ini menjadi karakteristik
khas dan lebih mudah dilihat setelah pemberian minyak, xylene, ataupun air dan lesi dilihat
dengan lensa atau dermatoskop. Perubahan permukaan bisa disebabkan oleh penebalan lokal
dari lapisan sel yang mengandung keratohialin pada lapisan stratum granulosum, walaupun
peningkatan aktivitas lokal pada liken planusbisa dikaitkan dengan perubahan morfologi dari
striae Wicham.
Liken planus biasanya muncul setelah beberapa minggu. Terkadang lesi multiple
muncul secara cepat dengan sebaran mengikuti tampilan awal penyakit. Pada umumnya,
erupsi sering menyebar sekitar 1-4 bulan sejak onset. Lesi awal hampir selalu muncul pada
ekstremitas, khususnya di kaki.
Lesi biasanya terdistribusi simetris dan bilateral pada ekstremitas. Liken planus
biasanya mengenai area fleksi pada pergelangan, tangan, dan kaki. Daerah paha, punggung,
dan leher bisa juga terkena. Membran mukosa mulut dan genitalia juga bisa menjadi lokasi
tambahan munculnyanliken planus.
Liken planus biasanya agak gatal, walaupun pada beberapa pasien asimptomatik.
Derajat pruritus secara umum berpengaruh pada perjalanan penyakit, dengan derajat pruritus
tinggi pada bentukan yang generalisata. Pengecualian pada liken planus hipertropik, dimana
lebih terlokalisasi namun sangat gatal. Liken planus biasanya sembuh menjadi
hiperpigmentasi, dimana hal ini lebih prominen pada pasien dengan kulit lebih gelap.
Hipopigmentasi tidak umum ditemukan setelah penyembuhan lesi. Sebagian besar laporan
mengenai liken planus pada anak dilaporkan dari india, yang mengarahkan pada dugaan
bahwa anak-anak dari asia selatan lebih sering mengalami liken planus.

Gambar 1. Permukaan rata, poligonal, papul dengan warna keunguan berkelompok dan beberapa menyatu
membentuk plak. Permukaan tampak garis halus putih (Wickham striae)

Variasi klinis
Banyak variasi dari manifestasi klinis dari liken planus dan secara umum dibagi berdasarkan:
(1) konfigurasi lesi (2) tampakan morfologis, atau (3) daerah munculnya.
1. Berdasarkan Konfigurasi lesi
Liken planus anular. Lesi anular muncul sekitar 10% dari kasus. Liken planus
anular biasanya muncul pada penis dan skrotum. Liken planus anular juga muncul
ketika lesi yang lebih besar pada leher dan ekstremitas mencapai diameter 2-3 cm dan
menjadi hiperpigmentasi dengan peningkatan outer rim. Actinic lichen planus sering
ditemukan di daerah zona subtropik yang sering terpapar sinar matahari serta dewasa
muda dan anak-anak kulit hitam.
Liken planus linier. Papul liken planus bisa muncul linier sebagai bentuk
sekunder karena trauma (koebnerization) atau, sangat jarang, kurang dari 0,2% kasus
terjadi spontan, berupa erupsi terisolasi, biasanya pada ekstremitas dengan Blaschko
lines. Drug induced linier liken planus juga pernah dilaporkan. Penting untuk
membedakan antara liken planus linier dari nevus unius lateris, lichen striatus, linier
psoriasis, dan penyakit Darier-White linier, yang mempunyai perbedaan persentasi
klinis dan histopatologis.
2. Berdasarkan morfologi lesi
a. Liken planus hipertropik
Biasanya muncul pada ekstremitas, terutama sendi interphalangeal dan bisa
jadi merupakan varian yang paling gatal. Lesi tebal dan menonjol, berwarna
ungu atau merah kecoklatan, dan hiperkeratotik. Varian ini biasanya sembuh
dengan meninggalkan skar hipo atau hiperpigmentasi. Insufisiensi vena kronis
sering ditemukan.
b. Liken planus atrofi
Jarang. Ditandai dengan adanya papul atau plak putih kebiruan, kadang
eritema, dengan atrofi sentral superfisial. Lesi memiliki lebar beberapa
milimeter namun bisa bergabung membentuk plak yang lebih besar.
c. Liken planus vesicolobulus

Jarang. Bula yang muncul paling sering pada ekstremitas, muncul dari papul
yang ada pada liken planus dan jarang berasal dari kulit normal. Lesi biasanya
membaik setelah beberapa bulan.
d. Liken planus erosiva dan ulserativa
Jarang. Varian yang muncul kronis, bula yang sangat nyeri, dan ulserasi pada
kaki dengan sekuel sikatrik.
e. Liken planus pigmentosa
Varian ini ditandai dengan hiperpigmentasi,
f. Liken planus aktinik
Juga dikenal sebagai lichen planus subtropicus, lichen planus tropicus, lichen
planus actinicus, lichen planus atrophicus annularis, dan melanodermatosis
lichenoid. Actinic lichen planus mengenai dewasa muda dari Timur Tengah
pada musim semi dan musim panas, di mana sinar matahari tampaknya
menjadi faktor pencetus. Daerah yang terpapar seperti wajah, punggung
tangan dan lengan, dan tengkuk lebih sering terkena. Papula yang
hiperpigmentasi dengan warna lembayung-coklat, tepi batas tegas.
g. Variasi lain
Varian perforasi digambarkan di mana eliminasi transepidermal dari jaringan
lichen planus-like inflamatory. Guttate lichen planus adalah varian lain yang
menyerupai psoriasis guttate tetapi dengan karakteristik histologi lichenoid.
Bentuk eksfoliatif dan exanthematous sangat langka dan mungkin mewakili
manifestasi dari reaksi obat lichenoid.

Gambar 1. Liken planus hipertropik pada regio pretibia

3. Berdasarkan lokasi yang terkena


a. Liken planus scalp
Planopilaris lichen (LPP) atau lichen planus follicular dapat
mempengaruhi kulit kepala dengan pola khas klinis dan histologis dimana
mempengaruhi perempuan lebih banyak dari pada laki-laki. LPP dapat dibagi
menjadi tiga varian: (1) LPP klasik, (2) fibrosing frontal alopecia, dan (3)

sindrom Lassueur-Graham-Little-Piccardi. Dalam LPP klasik, papula folikuler


keratotik yang menyatu dan bergabung pada kulit kepala membentuk patch.
Eritema perifollicular dan keratotik acuminata merupakan karakteristik khas.
Lesi folikular-centered biasanya diamati di bawah pemeriksaan dekat dari kulit
kepala dan lubang, terutama di pinggiran daerah alopecia atau dalam patch
masih bantalan rambut. Kulit, kuku, atau keterlibatan membran mukosa
dengan lichen planus juga dapat hadir.
Pasien datang dengan uni atau multifokal rambut rontok yang mungkin
luas dan kadang-kadang melibatkan seluruh kulit kepala. Kondisi ini dapat
memiliki dampak psikologis yang besar pada individu yang terkena.
Stadium akhir penyakit ini ditandai dengan alopecia jaringan parut mencolok
yang

telah

menyebabkan

penggunaan

beberapa

istilah

klinis

yang

menggambarkan entitas: planopilaris lichen, folikulitis decalvans et atrofikus,


lichen spinulosus di decalvans folikulitis, dan Graham-Little sindrom.
Frontal fibrosing alopecia adalah kondisi umum yang ditandai dengan resesi
frontotemporal progresif akibat kerusakan inflamasi folikel rambut. Hal ini
lebih sering terjadi pada wanita menopause, tetapi bisa terjadi pada wanita
yang lebih muda. Ini mungkin berhubungan dengan lichen planus
mucocutaneous. Resesi garis rambut mungkin kemajuan tak terelakkan selama
bertahun-tahun, tapi ini tidak bisa dihindari.
b. Liken planus mukosa
Lichen planus dapat mengenai permukaan mukosa mulut, vagina,
esophagus, konjungtiva, uretra, anus, hidung, dan laring. Prevalensinya
diperkirakan sekitar 1% dari populasi orang dewasa. Keterlibatan lisan terjadi
di sekitar 60% -70% dari pasien dengan lichen planus. Ini mungkin satusatunya manifestasi di 20% -30% dari pasien.
Oral lichen planus, jenis yang berbeda telah dijelaskan, termasuk reticular,
seperti plak, atropi, papular, erosif / ulseratif, dan bentuk-bentuk bulosa. Pola
reticular dianggap yang paling umum, tetapi pasien dengan bentuk erosif lebih
mungkin untuk mencari bantuan medis karena simptomatis (nyeri dan sensasi
terbakar) dan kronis.
Di sisi lain, lichen planus adalah penyebab paling umum untuk
gingivitis deskuamatif. Membedakan dua entitas ini seringkali sulit. Hal ini
biasanya terlihat pada mukosa bukal berdekatan dengan amalgam tambalan

gigi. Uji patch sering menunjukkan reaksi positif terhadap merkuri, emas, dan
logam lainnya.
c. Liken planus kuku
Liken planus pada kuku. Permukaan kuku yang menipis merupakan
karakteristik dari kuku yang abnormal, ridging longitudinal dan adanya
retakan/celah. Dasar kuku mengalami perubahan, akan tetapi non spesifik
seperti kuning karena adanya kerusakan pada warna kuku, onikolisis dan
hiperkeratosis subungual.
d. Inverse lichen planus
Pola inverse jarang terjadi dan ditandai dengan warna merah-kecoklatan,
papula diskrit, dan nodul. Lesi terjadi terutama di daerah lekukan seperti
aksila, infra mammary, pangkal paha, dan, kecil kemungkinannya, poplitea
dan daerah antecubital. Lesi Koebnerized kadang-kadang hadir

Adapun reaksi lain yang terdapat pada penyakit liken planus adalah
Lupus Erythematosus Overlap Syndrome
Pasien dengan reaksi ini didapatkan adanya lesi atropik DLE (Discoid Lupus
Erythematosus) di kepala, leher dan badan serta memiliki plak putih terlihat seperti
renda pada mukosa oral. Likenoid atau papul verukos dan plak dapat ditemukan pada
kulit non mukosa.

Graft-versus-host disease
Chronic Graft Versus Host Disease (GVHD), terjadi 100 hari setelah transplantasi
sumsum tulang, dapat timbul sebagai erupsi likenoid yang secara klinis. Karakteristik
yang terlihat berupa papul dengan warna keunguan pada ekstremitas distal. Lesi ini
biasanya tidak gatal. Keterlibatan mukosa oral dengan makula berwarna putih yang
disusun dengan pola fine lace-like; erosi dan ulserasi mungkin juga ada.
Reaksi lainnya adalah liken planus pemfigoid, likenoid keratosis kronik (penyakit

Nekam), liken planus dan transformasi maligna, keratosis likenoid, dermatitis likenoid.
Test laboratorium
Tidak ada temuan khusus terkait laboratorium pada liken planus. Angka leukosit total
mungkin menurun terkait dengan aktivasi sitokin-sitokin dari sel atau lapisan kulit.

Test patch biasanya positif pada liken planus oral atau kutaneus. Sensitivitas terhadap
merkuri dan emas ditemukan pada lebih dari 50% pasien.

Gambar 1. Daftar bahan penginduksi liken planus dan reaksi likenoid

Temuan patologis
Dua temuan patologis utama dalam lichen planus adalah (1) kerusakan keratinosit
epidermal basal dan (2) reaksi limfositik lichenoid-interface. Perubahan epidermal termasuk
hiperkeratosis, daerah berbentuk baji dari hipergranulosis, dan pemanjangan rete ridges yang
menyerupai pola gigi gergaj. Multipel Sel apoptosis atau koloid-hialin (Civatte) badan terlihat
di persimpangan dermal-epidermal. Badan koloid eosinofilik yang hadir dalam dermis

papiler. Sebuah limfositik infiltrasi band seperti terlihat pada dermis papiler yang berbatasan
epidermis. Sel plasma yang lebih menonjol dalam spesimen membran mukosa. Beberapa
eosinofil terlihat dalam obat-induced lichen planus atau erupsi obat lichenoid. Pigmentasi
melanin adalah selalu hadir dan akan lebih parah tua, memudarnya lesi, pada individu
berkulit gelap dan lichen planus pigmentosus.
Diagnosis banding
Diagnosis banding liken planus secara umum ataupun terkait daerah lesi dapat dilihat
pada tabel:

Gambar 2. Diagnosis banding liken planus

Tatalaksana
Tatalaksana liken planus oral dan liken planus kutan dapat dilihat pada tabel:

Gambar 3. Tatalaksana liken planus oral dan liken planus kutaneus

Penatalaksanaan liken planus dapat menjadi suatu hal yang sulit bagi dokter dan
pasien. Untuk menentukan jenis obat yang akan digunakan, perlu dipertimbangkan beratnya
penyakit yang dialami oleh pasien, juga segala keuntungan dan efek samping yang akan
muncul dengan penggunaan obat tersebut. Berikut adalah obat-obatan yang lazim digunakan
sebagai terapi liken planus.

Steroid

Steroid topikal merupakan pilihan terapi lini pertama pada liken planus
mukosa. Keberagaman glukokortikoid topikal telah terlihat efektif. Pada beberapa
keadaan dimana iritasi sekunder dan inflamasi jaringan mulut muncul dan
berkorelasi dengan kolonisasi candida di mulut, serangkaian terapi antijamur
dapat diindikasikan. Glukokortikoid sistemik memperlihatkan keefektifan dalam
pengobatan liken planus erosif oral dan vulvovaginal. Dosis sistemik dapat
digunakan

secara

tunggal,

atau,

yang

tersering,

digabungkan

dengan

kortikosteroid topikal. Dosisnya mulai 30-80 mg/hari, diturunkan setelah 3 sampai


6 minggu setelah menunjukkan perbaikan. Relaps sering terjadi setelah
pengurangan dosis atau penghentian obat. Dosis yang lebih besar selalu
diperlukan untuk liken planus esofageal. Candidiasis oral merupakan komplikasi
yang sering terjadi. Terapi topikal dan sistemik bisa digunakan untuk liken planus
di kulit, tetapi penggunaannya tergantung tingkat kroniknya penyakit, gejalagejalanya, dan respon terhadap pengobatan. Glukokortikoid topikal hanya
digunakan pada penyakit kulit tertentu. Glukokortikoid topikal yang poten dengan
atau tanpa oklusi, adalah bermanfaat bagi liken planus di kulit.
Triamcinolon asetonide (5-10 mg/roL) adalah efektif dalam mengobati liken
planus di mulut dan kulit.Bisa juga digunakan pada liken planus yang terjadi di
kuku dengan injeksi di lipatan proksimal kuku setiap 4 minggu. Regresi terjadi
dalam 3-4 bulan. Untuk liken planus yang hipertrofi, konsentrasi glukokortikoid
intralesi yang lebih tinggi diperlukan (10-20 mg/ml). Observasi yng ketat
diperlukan

untuk

mengelak

terjadinya

komplikasi

seperti

atrofi

atau

hipopigmentasi pada tempat tertentu. Jika adanya tanda-tanda komplikasi tersebut,


pengobatan haruslah diberhentikan segera. Glukokortikoid sistemik sangat
berguna dan efektif dengan penggunaan dosis lebih dari 20 mg/hari (30-80 mg
prednisone) untuk 4-6 minggu dengan dilanjutkan dosis yang dikurangi selama 46 minggu juga. Pengobatan lain termasuklah prednisone 5-10 mg/hari selama 3-5
minggu. Gejala cenderung berkurang. Bagaimanapun, kadar relaps selepas
berhenti pemakaian obat tidak diketahui. Pada liken planus tipe planopilaris,
glukokortikoid topikal yang poten dikombinasi dengan glukokortikoid oral, 30-40
mg/hari, selama sekurang-kurangnya 3 bulan, berjaya mengurangi gejala. Namun,
jika berhenti dari pemakaian obat akan menyebabkan relaps. Efek jangka panjang
bisa berisiko komplikasi.

Retinoid
Asam retinoid topikal (gel tretinoin) menunjukkan keefektifan dalam
pengobatan liken planus oral. Iritasi sering membuat pendekatan terapi pada
lokasi ini menjadi kurang bermakna. Isotretinoin gel juga efektif, terutama pada
lesi oral non erosif. Perbaikan biasanya dilaporkan setelah 2 bulan, walaupun
rekurensi sering terjadi setelah penghentian terapi. Retinoid topikal sering
digunakan bersama kortikosteroid topikal. Walaupun tidak ada bukti dalam uji
klinis, terapi ini dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi efek samping
pengobatan. Etretinate oral telah digunakan sebanyak 75mg/hari (0,6 sampai 1,0
mg/kgBB/hari) untuk liken planus erosif oral dengan perbaikan yang signifikan
pada sebagian besar pasien. Relaps sering terjadi setelah penghentian pengobatan.
Retinoid sistemik adalah sebagai antiinflamasi dan digunakan sebagai terapi untuk
liken planus. Remisi dan perbaikan setelah pemakaian 30mg/hari asitretin selama
8 minggu. Tretinoin digunakan sebanyak 10-30 mg/hari untuk perbaikan dan efek
samping yang ringan. Etretinat dosis rendah sebanyak 10-20 mg/hari selama 4-6
bulan bagus untuk remisi pada liken planus di kulit, mulut. Respon yang cepat
didapatkan dengan penggunaan 75 mg/hari atretinat, tetapi efek samping dari
retinoid berkait erat dengan penggunaan dosis.

Siklosporin, tacrolimus, dan pimecrolimus.


Penggunaan terapi siklosporin topikal 100mg/mL, 5mL 3 kali sehari
menunjukkan hasil yang memuaskan dalam pengobatan liken planus oral. Pencuci
mulut siklosporin topikal memperlihatkan keefektifan terhadap liken planus oral,
terutama untuk bentuk erosif yang berat, tetapi hasilnya tidak lebih baik dari
glukokortikoid topikal. Ketersediaan imunosupresan agen topikal alternatif,
tacrolimus dan pimecrolimus, berguna untuk mengganti siklosporin topikal.
Tacrolimus, golongan imunosupresan makrolide, yang menekan aktivasi sel T
pada penyakit mukosa erosif, memberikan penyembuhan yang cepat dari nyeri
dan rasa terbakar dengan efek samping minimal. Siklosporin oral diberikan dalam
rejimen dosis 3-10 mg/kgBB/hari telah digunakan untuk penyakit ulseratif berat.

Lain-lain
Antijamur poliene, griseofulvin, telah digunakan secara empiris untuk terapi
liken planus oral dan kutaneus; bagaimanapun kurang begitu efektif. Antijamur

yang lebih baru (fluconazole, itraconazole) mungkin berguna dalam pengobatan


liken planus dengan pertumbuhan candida yang berlebihan, terutama yang
bersamaan pemberiannya dengan glukokortikod topikal. Pada sebuah studi,
hydroxychloroquine 200-400mg/hari selama minimal 6 minggu menghasilkan
penyembuhah sempurna liken planus oral. Perlu kehati-hatian dalam penggunaan
hydroxychloroquine karena antimalaria mungkin merupakan penginduksi liken
planus.

Extracorporeal Photochemotherapy (ECP)


ECP yang dilakukan 2 kali seminggu selama 3 minggu lalu diturunkan
memberikan hasil terapi yang baik. Pada sebuah studi, sebanyak 7 pasien yang
diujicobakan

memperlihatkan

remisi

yang

sempurna.

Azathioprine,

cyclophosphamide, dan mycophenolate mofetil telah memperlihatkan keuntungan


dalam pengobatan liken planus, tetapi uji klinis secara acak menunjukkan hasil
yang kurang baik. Penggunaan dikombinasi dengan glukokortikoid oral untuk
mempercepat respon.
Prognosis
Biasanya penyakit ini berlangsung 1-2 tahun sebelum akhirnya sembuh, kecuali pada
keadaan yang menyertai penyakit kronis. Durasi penyakit ditentukan oleh luasnya area yang
mengalami erupsi dan morfologi lesi. Erupsi yang terjadi secara generalisata cenderung lebih
cepat sembuh dibandingkan lesi kulit saja..
Kekambuhan penyakit berkisar antara 15-20% dan cenderung terjadi di tempat yang
sama dengan tempat awal terjadi penyakit.

DAFTAR PUSTAKA
Daoud M S, Pittelkow M R. Lichen Planus, in : Freedberg I.M, Eisen A.Z, Wolff K,
Austen K.F, Goldsmith L.A, Katz S.I, Fitzpatrick T.B, eds. Dermatology in General
Medicine Eighth Edition, Part 1 A; Vol. 1. P. 296-312.

Anda mungkin juga menyukai